PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG
Laporan Kasus : Kalsifikasi Kornea sebagai Manifestasi Okular pada Pasien Gagal Ginjal Stadium Akhir
Penyaji : Leoni Atikawati
Pembimbing : dr. Angga Fajriansyah, SpM(K)
Telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing
Jumat, 10 Maret 2023
1 ABSTRACT
Introduction: End-stage renal disease (ESRD) define as decrease in glomerular filtration rate for less than 15 mL/min. This disorder leads to inability to maintain fluid, electrolyte, and hemodynamic balance. Ocular manifestation ranged from corneal and conjunctival calcification, cataract formation, to retinopathy could happen in ESRD patients. These ocular manifestations often detected late due to minimal symptoms felt by the patient and lack of concern from attending clinician to detect ocular symptoms in ESRD patients. Early diagnosis and appropriate treatment for ESRD patient that develop corneal calcification may assist to halt progression, relieve symptoms, and prevent recurrencies.
Purpose: To report the case of extensive bilateral corneal calcium deposit as ocular manifestation in patient with ESRD and its intervention strategy.
Case Report: A 34 years old man with history of ESRD for 12 years presents with chief complaint of decrease visual acuity, photophobia, and foreign body sensation in both eyes. Anterior segment examination showed extensive corneal calcification in both eyes. Lens of the left eye was slightly hazy and was clear in the right eye.
Other ophthalmologic examinations were within normal limit. Patient was treated with preservative-free lubricants and planned for keratectomy, chelation by ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA), with amnion membrane transplant for the left eye. Routine medications for his renal condition were continued.
Conclusion: Extensive bilateral corneal calcification can be found as one of ocular manifestation in patient with ESRD. This condition can affect patient visual acuity and further decreases their quality of life. Collaboration between internist and ophthalmologist was needed to provide comprehensive treatment for the patient.
Keywords: Corneal calcification, End stage renal disease, Keratopathy.
I. Pendahuluan
Gagal ginjal kronis merupakan kondisi penurunan fungsi ginjal akibat kerusakan unit fungsional ginjal yaitu nefron. Gagal ginjal kronis dapat berkembang menjadi gagal ginjal stadium akhir yang ditandai dengan laju filtrasi glomerulus kurang dari 15 mililiter (ml)/menit. Penurunan fungsi ginjal ini menyebabkan gangguan keseimbangan hemodinamik dan metabolisme sehingga menimbulkan berbagai manifestasi klinis sistemik seperti anemia, gagal jantung, dan ketidakseimbangan elektrolit. Berdasarkan survey RISKESDAS tahun 2018 prevalensi gagal ginjal kronis di Indonesia mencapai 0,38%. Prevalensi ini mengalami peningkatan dari 0,2% pada tahun 2013.1–3
Gagal ginjal dapat menimbulkan berbagai manifestasi klinis sebagai komplikasinya. Gagal ginjal tidak hanya menimbulkan gejala sistemik yang berat, namun dapat juga menimbulkan menifestasi klinis pada mata. Kelainan mata yang timbul akibat kerusakan ginjal dapat berupa katarak, kalsifikasi kornea dan konjungtiva, peningkatan tekanan intraokular, hingga kelainan segmen posterior seperti retinopati, edema makula, hingga neuropati optik.2,4,5
Kalsifikasi kornea merupakan proses degeneratif kornea yang dapat diakibatkan berbagai penyakit kronis lokal maupun sistemik termasuk gagal ginjal. Kondisi ini dapat menyebabkan gejala okular berupa iritasi mekanik hingga penurunan tajam penglihatan akibat tertutupnya aksis visual atau kekeruhan media. Pada pasien dengan gagal ginjal dalam hemodialisa, deposit kalsium yang terbentuk dapat bersifat luas, bilateral, dan meliputi keseluruhan diameter kornea. Kewasapadaan klinisi dalam penanganan keratopati akibat kalsifikasi kornea terutama pada pasien dengan gagal ginjal stadium akhir dapat membantu dalam menentukan intervensi yang tepat bagi pasien untuk mencegah progresivitas, menghilangkan gejala, serta mencegah rekurensi.1,4,6 Laporan kasus ini bertujuan memaparkan kalsifikasi kornea sebagai salah satu manifestasi okular pada pasien gagal ginjal stadium akhir.
II. Laporan Kasus
Pasien seorang laki-laki berusia 34 tahun datang ke bagian Infeksi dan Imunologi Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo dengan keluhan pandangan buram pada kedua mata sejak enam bulan yang lalu. Keluhan buram dirasakan lebih berat pada mata kiri dibandingkan mata kanan. Penglihatan buram dirasakan seperti melihat kabut dan dirasakan semakin memberat seiring waktu.
Keluhan disertai silau, rasa berpasir, mengganjal, dan rasa tidak nyaman pada kedua mata. Keluhan tidak disertai mata merah, nyeri, mata berair, nyeri kepala, mual, atau muntah. Pasien memiliki riwayat penggunaan kacamata dengan ukuran S - 4.00, C -1.00 x 10º pada mata kanan dan S -4.50, C -1.00 x 165º pada mata kiri.
Kacamata telah digunakan selama empat bulan terakhir. Pasien tidak pernah menjalani operasi pada kedua matanya sebelumnya. Pasien sudah berobat ke dokter spesialis mata setempat untuk keluhannya dan mendapatkan terapi tetes mata
kombinasi natrium klorida dan kalium klorida, serta tetes mata kombinasi plyvinylpyrolidone dan vitamin A. Pasien tidak merasakan perbaikan kondisi setelah pengobatan sehingga pasien dirujuk ke Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo dengan diagnosis distrofi kornea pada kedua mata.
Pasien memiliki riwayat penyakit gagal ginjal stadium akhir dan telah menjalani prosedur transplantasi ginjal pada tahun 2012. Pasien rutin menjalani hemodialisa selama 12 tahun terakhir dengan frekuensi hemodialisa dua kali dalam satu minggu.
Pasien rutin kontrol ke dokter spesialis penyakit dalam dan rutin mengonsumsi obat-obatan yaitu amlodipine, bisoprolol, clonidine, calcium acetate, calcitriol, risedronate sodium, dan sevelamer carbonate hingga saat ini. Riwayat keluhan yang sama pada keluarga disangkal.
Gambar 2.1 (A)(B) Gambaran kalsifikasi luas pada kedua mata. Panah putih menunjukkan area pecah pada deposit yang lebih tebal. Panah biru menunjukkan area limbus yang bebas deposit. Panah merah menunjukkan area tanpa deposit sebagai lokasi penetrasi inervasi kornea. (C)(D) Gambaran kalsifikasi tidak terwarnai dengan pewarnaan fluorescein.
Pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan tekanan darah 166/100 mmHg, dengan pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Pemeriksaan oftalmologis menunjukkan tajam penglihatan mata kanan 0.1 dengan pinhole 0.25 dan mata kiri 0.2 dengan pinhole 0.32. Tajam penglihatan terbaik mata kanan 1.0 dan tajam penglihatan terbaik mata kiri 0.8. Tekanan intraokular mata kanan 15 mmHg dan
A.
C. D.
B.
mata kiri 14 mmHg. Pemeriksaan gerak bola mata baik ke segala arah. Pemeriksaan segmen anterior menggunakan biomikroskop lampu celah menunjukkan palpebra kedua mata dalam kondisi tenang, konjungtiva tampak anemis pada kedua mata.
Kornea kedua mata didapatkan gambaran kalsifikasi luas yang tidak terwarnai dengan fluorescein. Hasil tes schrimer I pada mata kanan 10mm dan kiri 25mm, tear break up time (TBUT) 5 detik pada kedua mata, serta tear break up pattern menunjukkan random break. Pemeriksaan bilik mata depan didapatkan Van Herrick grade III serta tidak ditemukan flare dan sel. Pupil mata kanan didapatkan bulat, regular, dengan refleks cahaya langsung dan tidak langsung baik, serta tidak ditemukan reverse relative afferent pupillary defect. Detail pupil pada mata kiri sulit dinilai karena tertutup deposit. Pemeriksaan iris menunjukkan tidak terdapat sinekia pada kedua mata. Lensa didapatkan jernih pada mata kanan dan sulit dinilai pada mata kiri. Pemeriksaan segmen posterior mata kanan didapatkan papil bulat, batas tegas, retina flat, serta tigroid fundus. Segmen posterior mata kiri sulit dinilai karena media keruh.
Gambar 2.2 (A) AS-OCT mata kanan menunjukkan deposit kalsium dengan ketebalan mencapai anterior stroma (B) AS-OCT mata kiri menunjukkan gambaran deposit kalsium yang lebih padat dengan ketebalan mencapai 50% stroma.
Pasien menjalani beberapa pemeriksaan tambahan untuk menunjang diagnosis dan terapi. Pemeriksaan ultrasonography pada kedua mata didapatkan gambaran kekeruhan vitreus ringan karena curiga fibrosis vitreus. Hasil pemeriksaan anterior segment ocular computed tomography (AS-OCT) didapatkan gambaran deposit kalsium pada kornea mata kanan dengan ketebalan mencapai anterior stroma dan pada kornea mata kiri deposit kalsium mencapai sekitar 50% ketebalan stroma.
Tidak didapatkan gambaran kalsifikasi pada konjungtiva kedua mata. Pemeriksaan OCT makula menunjukkan hasil dalam batas normal. Pemeriksaan kadar
A. B.
hemoglobin menunjukkan hasil 9,4gr/dL. Pemeriksaan elektrolit didapatkan kadar fosfatase alkali 596 U/L, kalsium 10,8 mg/dL, dan fosfor anorganik 6,2 mg/dL.
Pasien dilakukan pemeriksaan x-ray thorax dan didapatkan hasil gambaran tuberkulosis paru dengan efusi pleura kanan, kardiomegali tanpa bedungan paru, dan atherosklerosis aorta.
Gambar 2.3 (A)(B)Ultrasonografi mata kanan dan (C)(D) Ultrasonografi mata kiri menunjukkan kekeruhan vitreus ringan curiga fibrosis vitreus. (E) Hasil OCT makula kedua mata dalam batas normal.
Pasien didiagnosa dengan kalsifikasi kornea pada kedua mata, sindroma mata kering pada kedua mata, gagal ginjal stadium akhir dalam hemodialisa, hipertensi stage II, hiperparatiroid sekunder, anemia, dan hiperfosfatemia. Pasien diberikan terapi tetes mata natrium hyaluronat 4x1 tetes untuk kedua mata serta tetes mata kombinasi natrium klorida dan kalium klorida 6x1 tetes untuk kedua mata.
Tindakan keratektomi, EDTA, dan transplantasi membran amnion pada mata kiri direncanakan sebagai intervensi selanjutnya pada pasien apabila terjadi penurunan tajam penglihatan lebih lanjut.
Prognosis ad vitam pada pasien ini adalah dubia. Prognosis ad functionam pasien ini adalah dubia ad bonam. Prognosis ad sanationam pada pasien ini adalah dubia ad malam.
A. B.
C. D.
E.
E.
Gambar 2.4 X-ray thorax menunjukkan gambaran atherosklerosis aorta
III. Diskusi
Gagal ginjal stadium akhir merupakan kondisi penurunan fungsi ginjal dengan laju filtrasi glomerulus kurang dari 15ml/menit. Nefron ginjal sebagian besar telah rusak pada kondisi gagal ginjal stadium akhir. Hal ini menyebabkan gangguan metabolisme termasuk gangguan keseimbangan kadar fosfat dan kalsium. Regulasi fosfat dan kalsium pada kondisi normal diatur oleh hormon paratiroid dan diatur oleh mekanisme umpan balik yang melibatkan berbagai organ.7–9
Pasien dengan gagal ginjal memiliki keterbatasan dalam proses ekskresi fosfat sehingga kadar fosfat meningkat. Kadar fosfat serum yang meningkat akan berikatan dengan kalsium serum sehingga kalsium serum mengalami penurunan.
Pada kondisi hiperfosfatemia tubuh berusaha meningkatkan kadar kalsium dalam darah dengan meningkatkan resorpsi kalsium dari tulang. Hal ini menyebabkan pasien gagal ginjal rawan mengalami pengeroposan tulang. Pasien gagal ginjal juga mengalami defisiensi 1,25 dihidroxyvitamin D (1,25(OH)2D) yang berperan dalam absorpsi kalsium sehingga kadar kasium serum semakin rendah. Mekanisme umpan balik dari kadar kalsium yang rendah ini menyebabkan hiperparatiroid sekunder dimana kelenjar paratiroid akan meningkatkan produksi hormon paratiroid (PTH).8–10 Pasien ini mengalami peningkatan kadar fosfat dan fosfor anorganik yang ditunjukkan oleh hasil laboratorium dengan kadar kalsium dalam batas normal. Hasil ini menunjukkan mekanisme hiperparatiroid sekunder telah terjadi pada pasien.
Gambar 3.1 Mekanisme hiperparatiroid sekunder pada gagal ginjal kronis Sumber: Bartolomeo, dkk.11
Pasien gagal ginjal membutuhkan suplementasi kalsium sebagai pengikat fosfat untuk menghindari penurunan kadar kalsium dalam tulang yang signifikan.10,11 Pasien pada kasus ini mengalami kondisi gagal ginjal disertai hemodialisa rutin selama 12 tahun. Pasien sudah mengalami pengeroposan tulang akibat resorpsi kalsium dari kondisi hiperpartiroid sekunder yang terdiagnosa sejak 2 tahun terakhir. Kondisi hiperfosfatemia dan hipokalsemia pada pasien diatasi dengan hemodialisa rutin dua kali perminggu. Pasien juga rutin mengonsumsi obat-obatan pengikat fosfat yaitu calcium acetate dan sevelamer carbonate. Defisiensi vitamin D pada pasien ditanggulangi dengan suplementasi calcitriol. Risedronate sodium merupakan obat yang dikonsumsi pasien untuk mengurangi efek pengeroposan tulang yang terjadi akibat resorpsi kalsium.
Kelainan metabolisme pada pasien gagal ginjal dapat menimbulkan manifestasi di berbagai organ termasuk pada mata. Manifestasi okular pada pasien gangguan ginjal dapat berupa sindroma mata kering, kalsifikasi kornea dan konjungtiva, kekeruhan lensa, retinopati, edema makula, pendarahan retina, serta neuropati optik.1,4,12 Pada pasien ini didapatkan manifestasi klinis berupa sindroma mata
kering, kalsifikasi pada kornea kedua mata. Pemeriksaan fisik dan penunjang tidak menunjukkan adanya kekeruhan lensa maupun kelainan lain pada segmen posterior.
Peningkatan kadar fosfat dan kalsium serum yang bersifat kronis pada pasien gagal ginjal dapat menyebabkan kalsifikasi pada kornea. Hiperfosfatemia menyebabkan terbentuknya deposit garam kalsium-fosfat dalam bentuk mikrokristalin hidroksiapetit. Kristal yang terbentuk selanjutnya terakumulasi di berbagai jaringan lunak termasuk dinding pembuluh darah, sendi, lensa kristalin, serta kornea dan konjungtiva.7,9,11
Teori lain menyebutkan bahwa pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa, terjadinya keratopati dapat diakibatkan penggunaan tetes mata dalam jangka waktu panjang. Peningkatan tekanan intraokular dapat terjadi pada pasien dengan gagal ginjal sehingga pasien membutuhkan obat-obatan anti glaukoma dalam jangka waktu lama. Tetes mata yang mengandung merkuri atau fosfat sebagai zat pengawet atau buffer dapat meningkatkan risiko kalsifikasi kornea dan konjungtiva. Penggunaan tetes mata tanpa pengawet merupakan pilihan utama bagi pasien dengan gagal ginjal.1,5,6 Pada pasien ini penggunaan tetes mata telah digunakan selama 2 bulan terakhir. Obat tetes mata yang digunakan pasien saat ini dalam bentuk mini dose yang tidak berpengawet. Kondisi kalsifikasi kornea pada pasien ini dapat disebabkan karena tingginya kadar kalsium dan fosfat serum yang sudah berlangsung selama 12 tahun.
Kalsifikasi kornea merupakan kelainan degeneratif dimana kristal hidroksiapetit terakumulasi pada lapisan bowman, membran basalis, dan stroma anterior.
Kalsifikasi kornea dapat terjadi pada kondisi kronis lokal seperti uveitis maupun kondisi sitemik seperti sarkoidosis, gout, dan juvenile idiopathic arthritis. Deposit kalsium juga memiliki beberapa diagnosis banding seperti deposit besi, tembaga, atau deposit asam urat. Tanda yang dapat ditemukan pada kalsifikasi kornea berupa bercak keabuan pada permukaan kornea. Seiring berjalannya waktu, warna deposit akan berubah menjadi putih dengan tekstur terlihat seperti kapur. Pada pemeriksaan biomikroskop lampu celah dapat ditemukan area yang berdekatan dengan limbus biasanya terbebas dari deposit kalsium. Pada deposit kalsium ini dapat terjadi retakan akibat pecahnya deposit kalsium yang lebih tebal. Pada pemeriksaan
fluorescein, deposit kalsium tersebut tidak terwarnai.4,6,12 Gambaran klinis ini sesuai dengan kondisi pasien dimana area tepi limbus bebas dari kalsifikasi, terdapat retakan pada deposit yang tebal, juga terdapat area bebas deposit yang merupakan tempat penetrasi inervasi kornea.
Kalsifikasi kornea banyak ditemukan berada di fisura interpalpebral dengan manifestasi dimulai dari bagian perifer menuju sentral. Pada tahap awal, deposit berada di perifer arah jam 3 dan jam 9 sehingga tidak mengganggu aksis visual dan penglihatan pasien.4,6,13 Pasien mulai merasakan gejala penurunan penglihatan ketika deposit kalsium sudah menghalangi sentral kornea dan menghalangi aksis visual.
Gejala iritasi pada kalsifikasi kornea timbul akibat disrupsi permukaan kornea maupun iritasi mekanik akibat kerusakan epitel kornea.1 Pada pasien penurunan fungsi penglihatan dirasakan semakin memberat dalam kurun waktu enam bulan terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa deposit kalsium mulai menghalangi aksis visual sejak 6 bulan yang lalu. Proses kalsifikasi kornea pada pasien sudah bisa terjadi sebelum gejala dirasakan, didukung dengan kondisi pasien yang sudah selama 12 tahun terakhir menderita gagal ginjal.
Pasien juga merasakan gejala-gejala akibat iritasi mekanik dan mata kering yaitu rasa mengganjal, berpasir, dan rasa tidak nyaman pada kedua mata. Pada pemeriksaan oftalmologis ditemukan deposit kalsium pada kornea pasien sudah menutupi seluruh kornea pada kedua mata dengan bagian tepi yang pecah. Hasil schrimer I pasien menunjukkan hasil yang cukup baik yaitu 10mm pada mata kanan dan 25 mm pada mata kiri, namun didapatkan penurunan TBUT menjadi 5 detik pada kedua mata dengan random pattern yang menunjukkan adanya kondisi evaporative dry eye. Kondisi tersebut ditangani dengan menggunakan tetes mata lubrikan untuk membantu mengurangi gejala yang dirasakan pasien.
Pada kasus kalsifikasi kornea, intervensi harus disesuaikan dengan derajat keparahan gejala yang dialami pasien. Pada awal perjalanan penyakit, kalsifikasi kornea dapat tidak menimbulkan gejala, termasuk tidak mengganggu fungsi penglihatan maupun menyebabkan iritasi. Indikasi pengobatan pada pasien dengan keratopati akibat kalsifikasi kornea adalah penurunan tajam penglihatan dan iritasi
mekanik akibat kerusakan epitel atau permukaan kornea yang tidak rata akibat akumulasi kalsium.12–14
Pilihan terapi untuk pasien dengan kalsifikasi kornea dapat berupa medikamentosa dan tindakan invasif. Terapi medikamentosa pada pasien dapat diberikan lubrikan atau tetes air mata buatan tanpa pengawet. Tindakan invasif dilakukan bila terdapat penurunan tajam penglihatan signifikan pada pasien.
Tindakan debridement mekanik dapat dilakukan untuk membersihkan deposit kalsium. Penggunaan chelation agent yaitu EDTA digunakan untuk menyingkirkan deposit kalsium tanpa merusak permukaan kornea dan jaringan disekitarnya.
Pilihan tindakan lain yaitu keratektomi superfisial, keratektomi lamellar superfisial, deep anterior lamellar keratoplasty (DALK), atau excimer laser phototherapeutic keratectomy.6,13,15 Pada pasien direncanakan tindakan keratektomi dengan EDTA sebagai chelating agent dan transplantasi membran amnion. Tindakan ini menjadi pilihan dengan mempertimbangkan ketebalan deposit kalsium pada pasien. Tindakan keratektomi dilakukan untuk menyingkirkan lapisan epitel yang menutupi deposit kalsium. Penggunaan EDTA sebagai chelating agent dapat mengikat deposit kalsium pada stroma. Transplantasi membran amnion diperlukan untuk membantu proses penyembuhan pada kornea setelah prosedur.
Manajemen jangka panjang dibutuhkan pada pasien dengan gagal ginjal untuk menjaga kesehatan mata dan mempertahankan fungsi visualnya. Salah satu hal yang harus diperhatikan pada pasien gagal ginjal yang memiliki kelainan mata yaitu untuk menghindari tetes mata atau obat-obatan topikal lain yang menggunakan fosfat atau merkuri sebagai zat pengawet atau buffer. Risiko terjadinya kalsifikasi kornea dan konjungtiva lebih tinggi pada pasien yang menggunakan obat topical mata yang mengandung fosfat dan merkuri.2,4,6 Pasien ini mendapatkan terapi tetes mata topikal dalam bentuk mini dose untuk menghindari zat pengawet.
Kolaborasi multidisplin diperlukan untuk penanganan pasien gagal ginjal yang komprehensif. Pasien gagal ginjal dengan manifestasi okular berupa kalsifikasi kornea memiliki risiko mortalitas dalam 1 tahun 26,7% lebih tinggi. Hal ini dikarenakan pasien dengan kalsifikasi kornea kemungkinan besar telah terjadi kalsifikasi di organ lain terutama vaskular yang lebih membahayakan pasien.9,12,16
Manajemen multidisiplin pada pasien gagal ginjal termasuk pula manajemen nutrisi. Diet rendah fosfat harus dipertimbangkan selain diet rendah garam dan pembatasan asupan cairan pada pasien dengan gagal ginjal. Diet rendah fosfat dapat dilakukan dengan mengganti sumber protein hewani dengan protein nabati.
Regulasi hiperfosfatemia dicapai dengan penggunaan obat-obatan regulator kadar fosfat dan kalsium dengan lebih agresif, hingga mempertimbangkan prosedur pratiroidektomi. Terapi tersebut dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan kadar fosfat dan kalsium pasien, juga untuk mengurangi risiko keratopati akibat deposit kalsium berulang pada pasien dengan gagal ginjal.4,9,11
Prognosis ad vitam pada pasien ini adalah dubia. Pasien dengan gagal ginjal stadium akhir merupakan penyakit kronis yang dapat mengancam jiwa, namun kondisi pasien saat ini terkontrol baik dengan hemodialisa rutin dan terapi medikamentosa. Prognosis ad functionam pasien ini adalah dubia ad bonam.
Kondisi kalsifikasi kornea pasien meskipun cukup luas, namun tajam penglihatan terbaik pasien 1.0 mata kanan dan 0.8 pada mata kiri sehingga fungsi penglihatan masih baik. Prognosis ad sanationam pada pasien, dubia ad malam karena kondisi kalsifikasi kornea pasien disebabkan kondisi sistemik yang masih berlangsung sehingga progresifitas penyakit maupun rekurensi dapat terjadi.
IV. Simpulan
Kalsifikasi kornea merupakan salah satu manifestasi okular pada pasien dengan gagal ginjal. Kondisi kalsifikasi kornea luas dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang signifikan pada pasien dan memengaruhi kualitas hidup pasien.
Pasien gagal ginjal yang mengalami kalsifikasi kornea membutuhkan pendekatan intervensi multidisiplin untuk mencegah progresifitas, menghilangkan gejala, serta mencegah rekurensi.
12
with end-stage renal disease. BMC Ophthalmol. 2018;18.
2. Thulasidas M, Amin H. Ocular evaluation in patients with chronic kidney disease-a hospital based study. J Ophthalmol. 2018;3(5): 1-5.
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Laporan riskesdas 2018 nasional.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2019.
4. Wong CW, Wong TY, Cheng CY, Sabanayagam C. Kidney and eye diseases:
common risk factors, etiological mechanisms, and pathways. Kidney International. Nature Publishing Group; 2014;85. hlm. 1290–302.
5. Ismayılov AS, Aydin Guclu O, Erol HA, Sariyeva Ismayilov A. Ocular manifestations in hemodialysis patients and short-term changes in ophthalmologic findings. Ther Apher Dial. 2021;25(2):204-210.
6. Feder R, Berdy G, Iuorno J, Marcovich A, Mian S, Reilly C, et al. Clinical approach to degenerations and depositions of the conjunctiva, cornea, and sclera. Dalam: External Disease and Cornea. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology; 2023. hlm. 165–9.
7. Kakani E, Elyamny M, Ayach T, El-Husseini A. Pathogenesis and management of vascular calcification in CKD and dialysis patients. Vol. 32, Seminars in Dialysis. Blackwell Publishing Inc.; 2019. hlm. 553–61.
8. Bhadada SK, Rao SD. Role of phosphate in biomineralization. Calcified Tissue International. Springer; 2021;108. hlm. 32–40.
9. Habas E, Eledrisi M, Khan F, Elzouki A-NY. Secondary hyperparathyroidism in chronic kidney disease: pathophysiology and management. Cureus.
2021;13(7).
10. Brandenburg V, Ketteler M. Vitamin D and secondary hyperparathyroidism in chronic kidney disease: a critical appraisal of the past, present, and the future.
Nutrients. 2022;14(15):3009.
11. Bartolomeo K, Tan XY, Fatica R. Extraosseous calcification in kidney disease.
Cleve Clin J Med. 2022;89:81–90.
12. Ari Widjaja S, Ono K, Hiratsuka Y, Yustiarini I, Murakami A. Major ocular abnormalities among hemodialysis patients in Indonesia. Acta Med Indones.
2022;54(1):52-61.
13. Narvaez J, Chang M, Ing J, De Chance D, Narvaez JJ. Simplified, readily available method for the treatment of band keratopathy with ethylenediaminetetraacetic acid. Cornea. 2021;40(10):1360-1362.
14. Kalayci M, Hassan IA, Keinan IA, Cetinkaya E, Suren E, Tahtabasi M, et al.
The effect of hemodialysis on axial length, ocular surface, and intraocular pressure in patients with end-stage renal failure. Int J Gen Med. 2020;13:1035–
42.
15. Spadea L, Giannico MI, Iannaccone A, Pistella S. Excimer laser-assisted phototherapeutic keratectomies combined to EDTA chelation for the treatment of calcific band keratopathy. Eur J Ophthalmol. 2022;32:42–6.
16. Dube P, DeRiso A, Patel M, Battepati D, Khatib-Shahidi B, Sharma H, et al.
Vascular calcification in chronic kidney disease: Diversity in the vessel wall.
Biomedicines. 2021;9.