• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketua Sekretaris Penyunting Penyelia (Editor Pengawas) Peyunting Pelaksana Mitra Bestari Bendahara Retribusi Pengelola Suluh Pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ketua Sekretaris Penyunting Penyelia (Editor Pengawas) Peyunting Pelaksana Mitra Bestari Bendahara Retribusi Pengelola Suluh Pendidikan"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Ketua Ni Nyoman Karmini

Sekretaris I Made Maduriana

Penyunting Penyelia (Editor Pengawas) I Nyoman Suaka

I Wayan Subaker Peyunting Pelaksana

Dewa Nyoman Oka Made Kerta Adhi I Nyoman Suryawan I Gusti Ngurah Raka Haryana

I Made Sudiana Ida Bagus Anom Sutanaya

Ni Putu Desi Wulandari Mitra Bestari

Gede Mahardika (Universitas Udayana) I Made Sutajaya (Universitas Pendidikan Ganesha)

Endang Susantini (Universitas Negeri Surabaya) Handoko (Universitas Muhammadiyah Metro Lampung)

Maria Arina Luardini (Universitas Palangkaraya) Sugiarti (Universitas Muhammadiyah Malang)

Bendahara Ni Putu Seniwati

Retribusi Ni Ketut Manik Arwati

Pengelola

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IKIP Saraswati Tabanan

Suluh Pendidikan terbit dua kali dalam setahun (Juni dan Desember), diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IKIP Saraswati Tabanan (Saraswati Institut Press), sebagai media informasi ilmiah bidang pendidikan baik berupa hasil penelitian maupun kajian pustaka.

Penerimaan Naskah

Redaksi menerima naskah dari dosen, peneliti, mahasiswa atau praktisi dengan ketentuan seperti tercantum pada bagian belakang jurnal ini. Tulisan yang dimuat mendapat kompensasi 2 eksemplar.

Alamat Redaksi IKIP Saraswati Tabanan

Jalan Pahlawan Nomor 2 Tabanan – Bali 82113 Telp. (0361) 811267

(3)

SULUH PENDIDIKAN

(Jurnal Ilmu-ilmu Pendidikan)

Vol. 14 No. 2 Desember 2016

iii 105 – 114 115 – 122 123 – 130 131 – 138 139 – 148 149 – 162 163 – 178 179 – 188 Pengantar Redaksi

Penerapan Model Pembelajaran TSTS untuk Meningkatkan Kemampuan Berbicara

(Ida Ayu Made Wedasuwari) ... Kemampuan Siswa Berbicara Lewat Bercerita Sebuah Dongeng (Ni Nyoman Karmini) ... Transformasi Ipteks: Pemberdayaan Siswa Disabilitas di SLB/B Negeri dan SLB/C Kemala Bhayangkari Tabanan

(Made Kerta Adhi dan I Wayan Sudiarta) ... Pembelajaran Sains Botani Tumbuhan Tinggi Berbasis Etnobotani di Perguruan Tinggi

(Dewa Nyoman Oka, I Ketut Surata, I Wayan Gata) ... Pembelajaran IPA Berpendekatan Kearifan Lokal Berbasis Ergono-mi untuk Siswa SD

(I Made Sudiana, I Gede Sudirgayasa) ... Pergulatan Minoritas Bugis dalam Mempertahankan Eksistensinya di Balik Hegemoni Desa Adat di Bali

(Nyoman Suryawan, I Ketut Sukanta, I Wayan Subaker) ... Hubungan Antara Kreativitas Belajar Siswa dengan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas XI SMK Saraswati 3 Tabanan

(Anom Sutanaya) ... Analisis Nilai Kelayakan Materi IPA SD Berbasis Tradisi Lisan Bali Bermuatan Pendidikan Karakter

(4)

Kelas IV Sekolah Dasar Sathya Sai Denpasar

Dewa Nyoman Wija Astawa ... Penerapan Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Prestasi Be-lajar Pendidikan Kewarganegaraan Siswa SMP

Ni Wayan Sadri, A.A. Oka Suciati, Ni Luh Gede Komang Desya Ratih... Indeks ... Pedoman Pengiriman Naskah ...

189-196

197–204 205 207

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Saraswati

(5)

J

urnal Suluh Pendidikan hadir pada volume 14 nomer 2 Desember tahun 2016 ini tidak terkait langsung dengan isu penghapusan Ujian Nasional yang merebak setelah dihembuskan wacananya oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Ujian Nasional bagi kalangan para pendidik dan peserta didik menjadi bagian dari “ritual tahunan” yang mengharu biru dan menguras emosi. Apakah dengan dihapusnya ujian nasional akan mengurangi ketegangan dalam dunia pendidikan kita. Jelas, hal ini membutuhkan riset yang mendalam untuk mengetahui dampaknya.

Tim redaksi Jurnal Suluh Pendidikan menghadirkan rangkaian berbagai tulisan yang berjumlah sepuluh artikel untuk edisi kali ini dan sudah menjadi tradisi pula bahwa seperti edisi sebelumnya bahwa kami sebagai pengelola, kami mengakomodir tulisan dari luar dosen IKIP Saraswati untuk mengisi jurnal Suluh Pendidikan.

Artikel yang dimuat pada jurnal Suluh Pendidikan kali ini diawali dari tulisan Ida Ayu Made Wedasuwari yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran TSTS Untuk Meningkatkan Kemampuan Berbicara.” Sebuah tulisan yang menargetkan Respon yang positif ditunjukkan oleh mahasiswa dalam penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) ini. Berdasarkan hasil analisis tersebut, penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berbicara mahasiswa.

Ni Nyoman Karmini melalui artikel kedua mengajak pembaca untuk ikut memperhatikan bagaimana sebuah dongeng dapat meningkatkan kemampuan siswa SD dalam berbicara dengan baik sehingga menceritakan kembali sebuah dongeng dapat membangkitkan rasa percaya diri bahwa mereka bisa dan mampu berbicara di hadapan khalayak.

Artikel yang berjudul “Transformasi Ipteks: Pemberdayaan Siswa Disabilitas di SLB/B Negeri dan SLB/C Kemala Bhayangkari Tabanan” yang ditulis oleh Made Kerta Adhi dan I Wayan Sudiarta mencoba untuk membantu mengatasi kesulitan dalam proses belajar-mengajar di SLB. Kegiatan yang dilaksanakan berupa peningkatan kompetensi para guru, meningkatkan pemahaman dan empati orangtua siswa, meningkatkan hardskill dan softskill siswa, mengkondisikan ruang praktikum agar nyaman dan hergonomis serta membantu sarana atau alat-alat praktikum.

Berikutnya Dewa Nyoman Oka, I Ketut Surata, dan I Wayan Gata menyampaikan artikel “Pembelajaran Sains Botani Tumbuhan Tinggi Berbasis Etnobotani di Perguruan Tinggi” dan hasil riset mereka cukup mengejutkan bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar yang signifikan antara mahasiswa yang belajar dengan buku ajar botani tumbuhan tinggi berbasis etnobotani dengan mahasiswa yang belajar dengan buku teks yang lain.

(6)

“Pembelajaran IPA Berpendekatan Kearifan Lokal Berbasis Ergonomi untuk Siswa SD.” Hasil yang dapat dipetik dari artikel ini menunjukkan bahwa buku IPA sekolah dasar terintegrasi kearifan lokal Bali berbasis ergonomi, efektif dalam mengantarkan siswa sekolah dasar berprestasi dalam bidang IPA dan secara tidak langsung mampu turut melestarikan kearifan lokal. Hasil yang tidak jauh berbeda ditunjukkan dari hasil penelitian

I Made Maduriana dan Ni Putu Seniwati pada artikel ke delapan dimana terdapat tautan antara kearifan lokal dengan basis tradisi lisan Bali untuk digunakan sebagai bahan atau materi IPA bagi siswa SD.

Persoalan minoritas yang menjadi bagian kajian budaya dibahas oleh Nyoman Suryawan, I Ketut Sukanta, dan I Wayan Subaker melalui artikel “Pergulatan Minoritas Bugis Dalam Mempertahankan Eksistensinya di Balik Hegemoni Desa Adat di Bali.”

Pada artikel lainya, Anom Sutanaya menyuguhkan tulisan berjudul “Hubungan Antara Kreativitas Belajar Siswa dengan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas XI SMK Saraswati 3 Tabanan,” lantas yang muncul dalam benak kita apakah ada hubungan antara kreativitas belajar siswa dengan hasil belajar matematika? Silahksn disimak artikel tersebut.

Artikel kesembilan oleh Dewa Nyoman Wija Astawa yang menyampaikan pengaruh implementasi metode pembelajaran Mind Mapping terhadap hasil belajar IPS. Dengan mengikuti metode pembelajaran Mind Mapping lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang mengikuti metode pembelajaran konvensional. Sehingga metode ini tidak tertutup kemungkina dapat diterapkan diberbagai sekolah lainnya.

Sebagai artikel penutup, yakni tulisan kolaboratif antara Ni Wayan Sadri, A.A. Oka Suciati, dan Ni Luh Gede Komang Desya Ratih mengenai “Penerapan Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan Kewarganegaraan Siswa SMP.”

Agar panji-panji Jurnal Suluh Pendidikan ini terus berkibar, kami terus mengharap-kan dukungan Ketua Yayasan Perguruan Rakyat Saraswati, Rektor IKIP Saraswati, semua pihak yang terlibat, baik langsung maupun tidak langsung. Dukungan itulah kami gunakan untuk tiang penyangga Jurnal Suluh Pendidikan tetap terbit secara berkala.

(7)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TSTS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA

Ida Ayu Made Wedasuwari

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Mahasaraswati Denpasar dayusuwari0512@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berbicara mahasiswa semester II A Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unmas Denpasar dengan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) dan untuk mengetahui respon mahasiswa terhadap penerapan model pembelajaran ini. Beberapa teori yang digunakan dalam penelitian ini, adalah (1) pengertian berbicara, (2) tahapan-tahapan kegiatan berbicara, (3) faktor penunjang kegiatan berbicara, (4) pengertian model pembelajaran Two Stay Two Stray, (5) langkah-langkah model pembelajaran Two Stay Two Stray, dan (6) kelebihan dan kelemahan model pembelajaran Two Stay Two Stray. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa semester II A Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unmas Denpasar, yang berjumlah 25 orang. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, dimana prosedur yang digunakan terdiri dari perencanaan, pelaksanaan (tindakan), evaluasi (observasi), dan refleksi. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode tes unjuk, observasi, dan kuesioner. Data hasil kemampuan berbicara mahasiswa dianalisis dengan metode analisis deskriptif. Hasil analisis data menunjukkan adanya peningkatan dari nilai rata-rata 65,72 pada pra siklus dan 77,20 pada siklus I menjadi 85,32 pada siklus II. Respon yang positif ditunjukkan oleh mahasiswa dalam penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) ini. Berdasarkan hasil analisis tersebut, penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berbicara mahasiswa.

Kata kunci : kemampuan berbicara, model pembelajaran Two Stay Two Stray.

THE IMPLEMENTATION OF TSTS LEARNING MODEL TO IMPROVE SPEAKING SKILL

ABSTRACT

This study aims to improve the speaking ability of the second semester students of Indonesian Language and Literature Study Program, Faculty of Teacher Training and Education Mahasaraswati Denpasar University by using a learning model Two Stay Two Stray (TSTS) and to evaluate the response of students toward the application of this model. Several theories were used in this study are: (1) definition of speaking, (2) steps of the speaking activities, (3) the factors supporting the speaking activities, (4) definition of the learning model Two Stay Two Stray, (5) steps in Two Stay Two Stray learning model, and (6) the strengths and weaknesses of the learning model Two Stay Two Stray. The subjects under study were the second semester students of A Class, Indonesian Language and Literature Study Program, Faculty of Teacher Training and Education Mahasaraswati Denpasar University, in which the total of the subjects was 25 people. This study is a

(8)

class action reseach, in which the procedure used consists of planning, action, evaluation (observation), and reflection. Data collection method used is the method of demonstration tests, observations, and questionnaires. Data from the students’ speaking ability were analyzed by descriptive analysis. The results of data analysis showed an increase of the average value of 65.72 in the pre-cycle and 77.20 in the first cycle to 85.32 in the second cycle. A positive response shown by the students in the application of this learning model Two Stay Two Stray (TSTS). Based on the results of the analysis, the application of learning models Two Stay Two Stray (TSTS) can be used to improve the speaking skills of the students.

Keywords: Speaking Ability, Learning Model Two Stay Two Stray.

PENDAHULUAN

Belajar bahasa merupakan belajar berkomunikasi. Oleh karena itu dalam pembelajaran bahasa Indonesia, mahasiswa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tertulis. Pembelajaran bahasa Indonesia meliputi empat komponen berbahasa yang memiliki hubungan yang sangat erat, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Salah satu aspek kebahasaan yang harus dikuasai siswa adalah berbicara, sebab keterampilan berbicara menunjang keterampilan berbahasa lainnya (Tarigan, 1986:86). Berbicara adalah kegiatan menyampaikan pesan kepada orang lain (penyimak) dengan media bahasa lisan. Suhendar dalam Mulyati (2013:2.23) mendefinisikan berbicara adalah proses perubahan wujud pikiran/perasaan menjadi wujud ujaran. Kemampuan berbicara yang baik adalah kecakapan seseorang dalam menyampaikan sebuah informasi dengan bahasa yang baik, benar dan menarik agar dapat dipahami pendengar.

Keterampilan berbicara bukanlah keterampilan yang dapat diwariskan secara turun temurun walaupun pada dasarnya secara alamiah manusia sudah dapat berbicara. Berbicara dapat dilakukan dalam situasi nonformal dan formal. Dalam situasi nonformal kegiatan berbicara dilakukan sebagaimana orang-orang berbicara seperti mengobrol, sedangkan dalam situasi formal kegiatan berbicara adalah kegiatan dalam rangka memperoleh dan menyampaikan pengetahuan dalam rangka mempraktikkan keterampilan berbahasa seperti dalam diskusi, seminar, pidato. Keterampilan berbicara secara formal memerlukan latihan dan bimbingan yang intensif (Aleka dan Achmad, 2010:69).

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada mahasiswa semester II A Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unmas Denpasar diketahui bahwa kemampuan berbicara masih rendah, mahasiswa kurang mampu (ragu-ragu) dalam menyampaikan ide atau gagasan secara lisan, selain itu mahasiswa juga tidak memperhatikan pilihan bahasa

(9)

yang digunakan sehingga sering terjadi pencampuran bahasa dalam berkomunikasi di kelas, mahasiswa kurang jelas dalam berbicara dari segi artikulasi serta sub vokalisasi (penjedaan dalam berbicara), dan mahasiswa masih kurang termotivasi untuk berbicara di depan kelas.

Dari uraian yang telah ditemukan di atas, maka perlu suatu metode pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan kemampuan berbicara mahasiswa, salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif adalah model Two Stay Two Stray (TSTS). Struktur TSTS yaitu salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Penggunaan model pembelajaran Two Stay Two Stray akan mengarahkan mahasiswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman. Selain itu, dalam model pembelajaran Two Stay Two Stray terdapat pembagian kerja kelompok yang jelas tiap anggota kelompok, mahasiswa dapat bekerjasama dengan temannya.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah : 1) untuk mengetahui model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) dapat meningkatkan kemampuan berbicara mahasiswa semester II A Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unmas Denpasar, 2) untuk mengetahui respon mahasiswa semester II A Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unmas Denpasar terhadap penerapan model pembelajaran Two Stay

Two Stray (TSTS) untuk meningkatkan kemampuan berbicara.

METODE PENELITIAN

Penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). Menurut Carr dan Kemmis (dalam Wardani, 2007:1.3) penelitian tindakan kelas merupakan penelitian dalam bidang sosial, yang menggunakan refleksi diri sebagai metode utama, dilakukan oleh orang yang terlibat di dalamnya, serta bertujuan untuk melakukan perbaikan dalam berbagai aspek.

Rancangan penelitian yang di-gunakan dalam penelitian tindakan kelas berdasarkan model yang dikemukakan oleh Kurt Lewin (dalam Suandhi, 2009:8). Konsep pokok penelitian tindakan kelas Kurt Lewin ini terdiri atas 4 komponen, yaitu (1) perencanaan (planning), (2) tindakan (action), (3) pengamatan (observing), dan (4) refleksi (reflecting).

Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa semester II A Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unmas Denpasar, yang berjumlah 25 orang. Tempat penelitian ini dilakukan di Universitas Mahasaraswati Denpasar, yang beralamat di Jalan Soka, Denpasar.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tes unjuk kerja, observasi, dan kuesioner, di mana tes unjuk kerja dilakukan untuk mengetahui kemampuan berbicara mahasiswa dan kuesioner untuk mengetahui respon mahasiswa terhadap pelaksanaan metode TSTS ini.

(10)

Tabel 01. Instrumen Penilaian Kemampuan Berbicara

No Subjek

Aspek yang Dinilai dan Bobot

Nilai Keakuratan Informasi 30 Intonasi dan Fonem 20 Struktur Kalimat dan Diksi 20 Keberanian dan Kelancaran 15 Sikap dan Mimik 15 1 ... 2 ... 3 ... 4 ... 5 ... dst

Data dalam penelitian ini akan dianalisis dengan analisis kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif merupakan data yang berupa informasi berbentuk kalimat yang memberikan gambaran tentang ekspresi siswa berkaitan dengan tingkat pemahaman terhadap suatu mata kuliah, pandangan atau sikap, aktivitas siswa, dapat dianalisis dengan kualitatif.

Data kuantitatif digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan siswa di dalam berbicara yang berupa angka-angka, dimana data kuantitatif ini dapat di analisis secara deskriptif. Dalam hal ini peneliti menggunakan analisis statistik deskriptif. Analisis statistik deskriptif dapat digunakan untuk mengolah karakteristik data yang berkaitan dengan rata-rata, presentase dan menyajikan data yang menarik, mudah dibaca (grafik, tabel), dan dimaknai atau diinterpretasi secara deskripsi. Nilai rata-rata yang diperoleh dapat diketahui dari hasil kemampuan berbicara mahasiswa. Adapun cara menghitung skor yang diperoleh dengan rumus mean atau rerata nilai yaitu sebagai berikut:

∑x X =

N

Dalam penelitian ini indikator pen-capaiannya adalah adanya peningkatan kemampuan berbicara mahasiswa. Untuk menentukan tingkat keberhasilan maha-siswa peneliti menentukan kriteria ketun-tasan mahasiswa di dalam meningkatkan kemampuan berbicara dengan nilai ketun-tasan sebesar 80 ke atas.

HASIL PENELITIAN

Penelitian tindakan kelas ini diawali dengan refleksi awal. Tahap refleksi awal dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui kemampuan awal mahasiswa di dalam berbicara dan untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi mahasiswa di dalam berbicara. Nilai rata-rata yang diperoleh mahasiswa berdasarkan pada reflekasi awal, yaitu sebesar 65,72, di mana dari 25 mahasiswa 4 mahasiswa memperoleh nilai 50 ke atas (16%), 12

Keterangan:

X = rerata kelas ∑x = jumlah nilai N = jumlah siswa

(11)

mahasiswa memperoleh nilai 60 ke atas (48%), 9 mahasiswa memperoleh nilai 70 ke atas (36%). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berbicara mahasiswa masuk dalam kategori cukup.

Proses selanjutnya dalam penelitian ini setelah dilaksanakannya refleksi awal adalah pelaksanaan siklus 1. Siklus 1 terdiri atas empat tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi/evaluasi, dan refleksi. Observasi dan evaluasi dilakukan selama proses belajar mengajar berlangsung. Semua hasil observasi dievaluasi untuk mengetahui ketepatan pelaksanaan tindakan pada siklus 1.

Selama proses pembelajaran berlangsung, peneliti melakukan pengamatan terhadap kegiatan berbicara yang dilakukan oleh mahasiswa. Dari hasil observasi tersebut diketahui bahwa : (1) belum semua mahasiswa aktif dalam diskusi dengan kelompoknya, (2) beberapa mahasiswa masih belum aktif dalam menggali informasi dari kelompok lainnya, (3) mahasiswa masih terbata-bata dalam menyampaikan informasi yang ditemukan dari kelompok lainnya, (4) dalam presentasi beberapa mahasiswa hanya pasif menerima saja, (5) motivasi mahasiswa masih belum tergali sepenuhnya.

Berdasarkan hasil temuan tersebut, maka peneliti melakukan analisis terhadap hasil kemampuan berbicara mahasiswa. Dari analisis tersebut diketahui kemampuan berbicara mahasiswa diperoleh nilai rata-rata sebesar 77,20 dengan kriteria lebih dari cukup, dimana dari 25 mahasiswa, 2 mahasiswa memperoleh nilai 60 ke atas (8%), 12 mahasiswa memperoleh nilai 70

ke atas (48%), 11 mahasiswa memperoleh nilai 80 ke atas (44%).

Dari hasil tersebut peneliti melakukan refleksi yang digunakan sebagai upaya perbaikan dalam pelaksaan siklus selanjutnya. Adapun tindakan yang akan dilakukan pada siklus berikutnya, adalah (1) memotivasi mahasiswa tentang pentingnya kegiatan berbicara, (2) memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang materi yang akan dibicarakan, (3) membimbing mahasiswa dalam penerapan model TSTS sehingga keberanian mahasiswa dalam berbicara lebih meningkat.

Penelitian dilanjutkan pada siklus 2 karena pada siklus 1 kemampuan berbicara mahasiswa belum memenuhi kriteria yang ditentukan oleh penulis. Siklus II terdiri dari empat tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi/ evaluasi, dan refleksi. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diawali peneliti dengan memberikan motivasi kepada mahasiswa tentang pentingnya kegiatan berbicara sehingga dapat memunculkan keberanian mahasiswa dalam berbicara dan mengungkapkan gagasan-gagasan yang sesuai dengan materi yang dibahas.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama proses pembelajaran pada siklus 2 diketahui bahwa: (1) mahasiswa aktif dalam diskusi dengan kelompoknya, (2) mahasiswa sudah aktif dalam menggali informasi dari kelompok lainnya, (3) mahasiswa mulai lancar dan jelas dalam menyampaikan informasi yang ditemukan dari kelompok lainnya, (4) dalam presentasi mahasiswa sudah aktif menjelaskan hasil temuan-temuannya, (5)

(12)

motivasi mahasiswa sudah baik.

Hasil yang dicapai pada siklus II, diketahui bahwa rata-rata kelas hasil berbicara mahasiswa memperoleh nilai 85,32 dengan kriteria baik, dimana dari 25 mahasiswa, 22 mahasiswa memperoleh nilai 80 ke atas (88%), 3 mahasiswa

Tabel 01. Hasil tes refleksi awal (pra siklus), siklus 1, dan siklus 2 kemampuan berbicara mahasiswa.

No Subjek NilaiPra

Siklus Kriteria Nilai Siklus 1 Kriteria Lulus jika nilai 80 ke atas Nilai Siklus 2 Kriteria Lulus jika nilai 80 ke atas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 A 63 Cukup 75 Lebih dari

cukup TL 83 Baik L

2 B 58 H a m p i r

cukup 70 Lebih dari cukup TL 83 Baik L

3 C 65 Cukup 80 Baik L 90 Baik

sekali L

4 D 60 Cukup 68 Cukup TL 80 Baik L

5 E 70 Lebih dari

cukup 75 Lebih dari cukup TL 83 Baik L

6 F 60 Cukup 70 Lebih dari

cukup TL 85 Baik L

7 G 63 Cukup 80 Baik L 88 Baik L

8 H 70 Lebih dari

cukup 78 Lebih dari cukup TL 85 Baik L

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

9 I 50 H a m p i r

cukup 68 Cukup TL 83 Baik L

10 J 75 Lebih dari

cukup 80 Baik L 88 Baik L

11 K 58 H a m p i r

cukup 75 Lebih dari cukup TL 80 Baik L

12 L 55 H a m p i r

cukup 78 Lebih dari cukup TL 85 Baik L

13 M 68 Cukup 78 Lebih dari

cukup TL 83 Baik L

14 N 70 Lebih dari

cukup 80 Baik L 85 Baik L

15 O 68 Cukup 80 Baik L 88 Baik L

memperoleh nilai 90 ke atas (12%). Dari hasil tersebut diketahui bahwa kemampuan berbicara mahasiswa sudah mengalami peningkatan sesuai dengan kriteria yang ditentukan penulis. Untuk itulah penelitian ini berakhir hingga siklus II.

(13)

16 P 68 Cukup 78 Lebih dari

cukup TL 85 Baik L

17 Q 73 Lebih dari

cukup 80 Baik L 90 sekaliBaik L

18 R 73 Lebih dari

cukup 83 Baik L 88 Baik L

19 S 65 Cukup 80 Baik L 85 Baik L

20 T 60 Cukup 78 Lebih dari

cukup TL 85 Baik L

21 U 68 Cukup 80 Baik L 90 Baik

sekali L

22 V 65 Cukup 75 Lebih dari

cukup TL 83 Baik L

23 W 75 Lebih dari

cukup 83 Baik L 88 Baik L

24 X 73 Lebih dari

cukup 80 Baik L 85 Baik L

25 Y 70 Lebih dari

cukup 78 Lebih dari cukup TL 85 Baik L

Total 1643 1930 2133

Rata-Rata 65,72 Cukup 77,20 Lebih dari

cukup 85,32 Baik

Data tentang respon mahasiswa terhadap peningkatan kemampuan berbicara dengan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) diketahui dari hasil kuesioner yang dibagikan kepada mahasiswa, dimana kuesioner dianalisis dengan menggunakan persentase kemudian dideskripsikan secara kualitatif. Pilihan dalam kuesioner yang dilakukan oleh mahasiswa meliputi sangat setuju (SS), setuju (S), tidak berpendapat (TB), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).

Tabel 02. Tabulasi Data Respon Subjek Penelitian Terhadap Penerapan Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS)

No Subjek SS S TB TS STS 1 A 15 24 3 - -2 B 30 16 - - -3 C 20 24 - - -4 D 25 25 - - -5 E 35 12 - - -6 F 25 12 6 -

(14)

-7 G 50 - - - -8 H 50 - - - -9 I 5 36 - - -10 J 20 25 3 - -11 K 45 4 - - -12 L 50 - - - -13 M - 40 - - -14 N - 40 - - -15 O 40 8 - - -16 P - 28 9 - -17 Q 50 - - - -18 R 30 - 12 - -19 S - 40 - - -20 T 20 24 - - -21 U 30 16 - - -22 V 45 - 3 - -23 W 10 32 - - -24 X - 40 - - -25 Y - 40 - - -Total 595 486 36 - -Total SS+S+TB+TS+TST = 1117 Persentase : SS = 595 x 100% = 53,26% 1117 S = 486 x 100% = 43,50% 1117 TB = 36 x 100% = 3,22% 1117

Berdasarkan hasil dari kuesioner diketahui bahwa 53,26 % mahasiswa menyatakan sangat setuju dengan penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) untuk meningkatkan kemampuan berbicara. Selanjutnya sebanyak 43,50% menyatakan setuju, 3,22% menyatakan

(15)

tidak berpendapat dan tidak ada mahasiswa yang tidak setuju dan sangat tidak setuju terhadap penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) tersebut.

Hal ini menunjukkan bahwa secara umum mahasiswa memberikan respon yang positif terhadap penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) dalam meningkatkan kemampuan berbicara. Hasil di atas menunjukkan bahwa hampir 90% mahasiswa sangat setuju dan setuju terhadap penerapan model pembelajaran ini. Hal ini menunjukkan hasil tes mahasiswa sejalan dengan hasil kuesioner yang menunjukkan respon yang baik terhadap pelaksanaaan metode ini. SIMPULAN

Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagi berikut. Pertama, penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berbicara mahasiswa, hal ini diketahui dari hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan peneliti menunjukkan hasil, refleksi awal yang mulanya rata-rata mahasiswa 65,72, meningkat pada siklus 1 menjadi 77,20 dan mengalami peningkatan kembali pada siklus 2 menjadi 85,32. Nilai pada siklus 2 sudah memenuhi kriteria ketuntasan yang ditentukan penulis yaitu 80.

Kedua, respon yang positif ditunjukkan oleh mahasiswa dalam penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) ini. Hal ini dilihat dari hasil kuesioner, dimana 53,26 %

mahasiswa menyatakan sangat setuju dengan penerapan model pembelajaran ini untuk meningkatkan kemampuan berbicara. Selanjutnya sebanyak 43,50% menyatakan setuju, 3,22% menyatakan tidak berpendapat dan tidak ada mahasiswa yang tidak setuju serta sangat tidak setuju terhadap penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) ini.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih penulis tujukan kepada Dekan FKIP Unmas Denpasar beserta KPS Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unmas Denpasar yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian dan mahasiswa semester IIA Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unmas Denpasar yang telah ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Alek, A dan Achmad, H.P. 2010. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

http://robymath8.blogspot.com/2014/04/ model-pembelajaran-kooperatif-tipe-two_9.html, diakses pada tanggal 24 Juni 2015.

Mulyati, Yeti. 2013. Bahasa Indonesia. Jakarta : Universitas Terbuka.

Suandhi, I Wayan. 2009. Pengembangan Model Pembelajaran INEF Melalui PTK. Denpasar : Universitas Mahasaraswati Denpasar.

(16)

Tarigan. H.G. 1986. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung : Angkasa.

Wardhani, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Universitas Terbuka.

(17)

KEMAMPUAN SISWA BERBICARA LEWAT BERCERITA SEBUAH DONGENG Ni Nyoman Karmini IKIP Saraswati E-mail: ninyomankarmini@yahoo.com ABSTRAK

Tujuan tulisan ini adalah untuk mengetahui kemampuan siswa kelas II dan kelas III Sekolah Dasar Nomor 5 Biaung dalam berbicara. Dalam tulisan ini diterapkan konsep membaca, berbicara, dan konsep dongeng. Data dikumpulkan dengan metode tes berbentuk tugas, yakni tugas siswa bercerita sebuah dongeng. Hasilnya dianalisis dan disajikan secara deskriptif dengan teknik induktif-deduktif.

Kata kunci: kemampuan siswa, berbicara, bercerita dongeng

STUDENT’S ABILITY TO SPEAK THROUGH THE STORYTELLING ABSTRACT

The purpose of this paper is to determine the ability of students in grade II and grade III Elementary School Number 5 Biaung in speaking. In this paper applied the concept of reading, talking, and the concept of storytelling. Data were collected by the task test method, where the students perform a storytelling. The results are analyzed and presented descriptively with inductive-deductive techniques.

Keywords: the ability of students, talking, storytelling PENDAHULUAN

Keterampilan berbahasa harus ditanamkan sejak dini kepada anak bangsa. Sebagai anak bangsa Indonesia diwajibkan menggunakan bahasa Indonesia, karena bahasa Indonesia menjadi bahasa nasional sejak Sumpah Pemuda tgl 28 Oktober 1928 yang konsep aslinya berbunyi: “Kami poetera dan poeteri Indonesia mengakoe bertoempah darah satoe, Tanah Air Indonesia.Kami poetera dan poeteri Indonesia mengakoe berbangsa satoe, Bangsa Indonesia. Kami poetera dan poeteri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, Bahasa Indonesia.” https:// www.scribd.com/document/145008207/

Fungsi-Bahasa-Indonesia-Sebagai-Bahasa-Nasional-Dan-Bahasa-Negara, diunduh tgl. 6-11-2016, pukul 15.18

Bahasa Indonesia juga sekaligus sebagai bahasa resmi negara. Bahasa Indonesia dinyatakan sebagai bahasa negara tercantum dalam UUD 1945, Bab XV, pasal 36. Dalam “Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai: (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan, (3) bahasa resmi di dalam

(18)

perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, dan (4) bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern. http://tanamalt.blogspot.co.id/2013/07/ kedudukan-dan-fungsi-bahasa-indonesia. html, diunduh tgl. 6-11-2016, diunduh tgl. 6-11-2016, pukul 15.28

Seiring perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, bahasa Indonesia pun mengalami perkembangan. Perkembangan terjadi karena sifat fleksibel bahasa Indonesia untuk menerima pengaruh dari bahasa daerah dan bahasa asing. Demi perkembangan dan pemartabatan bahasa Indonesia, dalam peringatan Sumpah Pemuda dan Bulan Bahasa tahun 2016 dikumandangkan tema: “Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah, Kuasai Bahasa Asing.”

Sebagai anak bangsa Indonesia, kita harus berjuang untuk terus meningkatkan martabat bahasa Indonesia. Kita harus bersyukur kepada Tuhan dan berterima kasih kepada para pendahulu kita yang sudah berjuang dan memikirkan satu bahasa untuk berkomunikasi sesama anak bangsa Indonesia. Mengingat fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan, maka dalam melaksanakan pendidikan dan pengajaran digunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dari sekolah Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi.

Secara formal, dalam dunia pendidikan di Indonesia ditanamkan

keterampilan berbahasa, yang meliputi: keterampilan mendengarkan, keterampilan berbicara, keterampilan membaca dan keterampilan menulis. Keempat keterampilan dimaksud saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Untuk memperoleh keterampilan berbahasa, biasanya dimulai dengan urutan yang teratur, yakni mula-mula menyimak bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu belajar membaca dan selanjutnya menulis. Keterampilan menyimak dan berbicara dapat dipelajari sebelum memasuki masa sekolah, sedangkan keterampilan membaca dan menulis secara formal dialami semasa sekolah (Karmini dan Sudiarthi, 2016:7). Dari keterampilan berbahasa yang telah disebutkan di atas, keterampilan berbicara dijadikan fokus dalam tulisan ini. Keterampilan berbicara yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah “menceritakan kembali sebuah dongeng” yang dilakukan oleh siswa kelas III dan kelas II Sekolah Dasar Nomor 5 Biaung dalam suatu kegiatan apresiasi dongeng. Kegiatan ini terlaksana dikaitkan dengan kegiatan Kerja Sosial (Kersos) Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP Saraswati, yang dilaksanakan dari tgl. 8 s.d. tgl. 10 Agustus tahun 2015 dengan melibatkan dosen dan mahasiswa. Dalam penilaian apresiasi dongeng yang dilaksanakan tgl. 9 Agustus 2015, peneliti dibantu oleh dua orang mahasiswa, yakni Ni Luh Ayu Nitya Laksmi dan I Gusti Ayu Putu Tika Parwati sebagai penilai.

Menceritakan kembali sebuah dongeng, merupakan suatu kegiatan hasil membaca dan berbicara. Semua siswa yang turut dalam kegiatan apresiasi dongeng,

(19)

dalam hal ini menceritakan kembali sebuah dongeng, tampak gembira tetapi ada pula rasa khawatir terbersit di wajah siswa. Kegiatan menceritakan kembali sebuah dongeng untuk kelas II dan kelas III tentu sangat menarik. Ketertarikan terhadap kegiatan dimaksud membuat penulis ingin menuangkan dalam tulisan. Oleh karena itu, tulisan ini difokuskan pada permasalahan kemampuan menceritakan kembali sebuah dongeng untuk kelas II dan kelas III. Tujuan tulisan ini, adalah untuk mengetahui kemampuan siswa kelas II dan kelas III dalam menceritakan kembali sebuah dongeng. Dalam tulisan ini diterapkan konsep membaca, berbicara, dan konsep dongeng.

Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata / bahasa tulis (http://akucintabahasadansastraindonesia. blogspot.co.id/2012/09/konsep-dasar-membaca.html, diakses tgl 22 Nopember 2016, pukul 15.00).

Berbicara menurut Slamet dan Amir (1996:64) merupakan keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan sebagai aktivitas untuk menyampaikan gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan penyimak, sedangkan Tarigan (2008:16) menyatakan berbicara adalah kemampuan me-ngucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, me-nyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pengertian tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa berbicara

berkaitan dengan pengucapan kata-kata yang bertujuan untuk menyampaikan apa yang akan disampaikan baik itu perasaan, ide atau gagasan. (dalam http://www. kajianpustaka.com/2013/06/pengertian-tujuan-dan-tes-kemampuan.html, diakses tgl 22 Nopember 2016, pukul 15.28).

Dongeng adalah cerita khayalan atau cerita yang tidak benar-benar terjadi. Dongeng biasanya bersifat menghibur dan mengandung nilai pendidikan. Dongeng adalah cerita yang dikarang dan diceritakan kembali secara berulang-ulang oleh orang-orang. Cerita itu bisa dibuat karena terinspirasi dari suatu peristiwa. James Danandjaja, dongeng adalah termasuk cerita rakyat lisan yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh empunya cerita. Dongeng juga tidak terikat oleh tempat maupun waktu, karena dongeng diceritakan terutama untuk menghibur. Meskipun demikian, banyak pula dongeng yang berisi ajaran moral, melukiskan kebenaran, bahkan ada pula jenis dongeng yang mengandung sindiran (http://www. pengertianahli.com/2013/12/pengertian-dongeng-dan-jenis-dongeng.html#, diakses tgl 22 Nopember 2016, pukul 16.15). Dalam penelitian ini, digunakan cerita Siap Selem. Cerita tersebut masuk ke dalam jenis fabel. Fabel adalah cerita yang menggambarkan watak dan budi manusia yang pelakunya diperankan oleh binatang.

METODE PENELITIAN

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas II dan kelas III Sekolah Dasar No.5 Biaung, Desa Tajen, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, dengan objeknya

(20)

adalah kemampuan menceritakan kembali sebuah dongeng yang telah dibaca siswa kelas II dan kelas III. Dongeng disiapkan oleh peneliti. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Agustus 2015. Dalam pelaksanaan pengambilan data, peneliti dibantu oleh 2 orang mahasiswa, yakni Ni Luh Ayu Nitya Laksmi dan I Gusti Ayu Putu Tika Parwati. Jumlah siswa kelas II sebanyak 9 orang, terdiri atas 4 orang perempuan dan 5 orang laki-laki, sedangkan kelas III jumlahnya 15 orang,yang terdiri atas 7 orang perempuan dan 8 orang laki-laki. Data dikumpulkan dengan tes berupa tugas menceritakan kembali sebuah dongeng. Kriteria penilaian dalam menceritakan kembali sebuah dongeng, meliputi: vokal/suara dengan skor 20, penguasaan materi dengan skor 20, intonasi dengan skor 20, ekspresi dengan skor 20, dan penjiwaan dengan skor 20 sehingga skor maksimalnya 100. Dalam penetapan skor standar digunakan penilaian acuan patokan skala 11 disertai predikatnya.

Selain penilaian lewat tes menceritakan kembali sebuah dongeng, dilakukan pula wawancara sebagai metode pelengkap untuk memperkuat hasil penilaian yang dilakukan oleh 2 orang mahasiswa. Wawancara dilakukan oleh Ni Nyoman Karmini (dosen/peneliti). Yang diwawancarai adalah siswa yang memperoleh nilai tertinggi/terbesar dan terbawah/terkecil. Pedoman wawancara yang digunakan adalah pedoman wawancara tidak terstruktur, karena yang ditanyakan memuat garis besarnya saja (Arikunto, 1991:183). Dari wawancara dapat diketahui hambatan yang dialami oleh siswa pada saat menceritakan kembali sebuah dongeng di hadapan peserta lain dan penilai. Setelah data terkumpul kemudian dianalisis, hasilnya disajikan secara deskriptif dengan teknik induktif-deduktif.

Tingkat Penguasaan Tingkat Penguasaan Predikat

95% ― 100% 95 ― 100 Istimewa

85% ― 94% 85 ― 94 Baik Sekali

75% ― 84% 75 ― 84 Baik

65% ― 74% 65 ― 74 Lebih dari cukup

55% ― 64% 55 ― 64 Cukup 45% ― 54% 45 ― 54 Hampir cukup 35% ― 44% 35 ― 44 Kurang 25% ― 34% 25 ― 34 Kurang sekali 15% ― 24% 15 ― 24 Buruk 5% ― 14% 5 ― 14 Buruk Sekali 0 % ― 4% 0 ― 4 - (Karmini, 2010: 93)

(21)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Tes

Penilaian dilakukan oleh 2 orang mahasiswa terhadap kemampuan menceritakan kembali sebuah dongeng siswa kelas II dan kelas III Sekolah Dasar No.5 Biaung. Hasil penilaian setiap kriteria

Tabel 1. Kemampuan Menceritakan Kembali Sebuah Dongeng Beserta Predikat Siswa Kelas II Sekolah Dasar No.5 Biaung

No. Nama Siswa Skor Total Predikat

1 2 3 4

1. Gusti Ayu Thalita K. 100 Istimewa

2. I Kadek Ananda Agastya 100 Istimewa

3. I Putu Eka Gunadi 100 Istimewa

4. Ni Putu Cantika Ratna 90 Baik sekali

5. Ni Putu Julia Pradnya 90 Baik sekali

6. Gusti Made Raka Darma 90 Baik sekali

7. Gusti Made Adi Putra 90 Baik sekali

8. Abdul Gufur 90 Baik sekali

9. Gusti Ayu Gita Andiani 85 Baik sekali

Total Skor 835

-Nilai Rata-rata 92.77 Baik sekali

Tabel 2. Kemampuan Menceritakan Kembali Sebuah Dongeng Siswa Kelas III Sekolah Dasar No.5 Biaung

No. Nama Siswa Skor Total Predikat

1 2 3 4

1. Komang Basudewa A. 100 Istimewa

2. I Made Yoga Ristiana P. 100 Istimewa

3. Sri Wedari 100 Istimewa

4. Ratih Rara Dewi 85 Baik sekali

5. Putri Prasetya 85 Baik sekali

6. I Made Ayu Sri Dewi 85 Baik sekali

7. Ni Luh Ketut Merta Sari 80 Baik

8. Surya Ardika 80 Baik

telah digabungkan, sehingga diketahui skor total yang sekaligus skor standar yang diperoleh setiap siswa. Skor standar setiap siswa dikualitatifkan. Hasil penilaiannya telah disusun dengan urutan teratas skor standar tertinggi dan terbawah skor standar terendah. Hasil dimaksud dipaparkan pada tabel 1 di bawah ini.

(22)

9. Gusti Agung Rai Darmayoga 70 Lebih dari cukup

10. I Putu Geraldi Cahaya 65 Lebih dari cukup

11. Surya Adi Danan Jaya 60 Cukup

12. Gede Putu Wisnu Darmawan 60 Cukup

13. Gusti Ayu Made Rita D. 55 Cukup

14. I Gusti Putu Wika S. 55 Cukup

15. Nita Partama Dewi 55 Cukup

Total Skor 1.135

-Nilai Rata-rata 75.67 Baik

Hasil Wawancara

Setelah selesai pelaksanaan tes kemampuan menceritakan kembali sebuah dongeng, peneliti melaksanakan wawancara. Peneliti mendekati siswa dengan sikap wajar-wajar saja, sehingga siswa tidak menyadari bahwa dirinya diwawancarai. Peneliti mengawali pembicaraan dengan menggali minat siswa terhadap cerita (dongeng). Siswa kelas II dan kelas III sepontan dan hampir bersamaan menjawab sangat suka mendengarkan cerita (dongeng). Berawal dari hal itu, peneliti menggali perasaan yang dialami saat menceritakan kembali sebuah dongeng. Peneliti memulainya dari siswa yang memperoleh nilai terkecil, baik kelas II maupun kelas III. Rata-rata mereka menjawab: deg-degan, grogi, ada rasa takut (seperti rasa takut suara tidak keluar, rasa takut tidak bicara lancar), ada rasa gemetar tetapi setelah suara keluar dan bicara lancar, perlahan-lahan rasa gemetar hilang dan percaya dirinya muncul bahwa ia bisa berbicara di hadapan orang banyak. Hal yang sama ditanyakan kepada siswa yang memperoleh nilai tertinggi. Rata-rata mereka menjawab: deg-degan dan grogi

ada, tetapi terjadi pada awal-awalnya saja, kemudian biasa-biasa saja sebab mereka percaya pada dirinya bahwa ia pasti bisa. Selanjutnya, peneliti bertanya tentang kegiatan berbicara di hadapan orang banyak. Rata-rata mereka menyatakan kegiatan seperti itu bagus, menyenangkan, bani ngomong dadine (jadinya berani berbicara), eleke ilang (rasa malu hilang), buin makita ngomong (ingin berbicara lagi di hadapan orang banyak).

PEMBAHASAN

Sesuai hasil tes di atas, dapat dipaparkan bahwa siswa kelas II yang memperoleh skor 100 sebanyak 3 orang dengan predikat istimewa, memperoleh skor 90 sebanyak 5 orang dengan predikat baik sekali, dan skor 85 satu orang dengan predikat baik sekali. Rata-rata nilai yang diperoleh siswa kelas II adalah 92.77 dengan predikat baik sekali. Siswa kelas III skor 100 diperoleh oleh 3 orang dengan predikat istimewa, skor 85 diperoleh oleh 3 orang dengan predikat baik sekali, skor 80 diperoleh oleh 2 orang dengan predikat baik, skor 70 dan 65 masing-masing diperoleh oleh 1 orang dengan predikat lebih dari

(23)

cukup, predikat cukup diraih oleh 5 orang dengan rincian: skor 60 diperoleh oleh 2 orang dan skor 55 diperoleh oleh 3 orang. Rata-rata nilai yang diperoleh siswa kelas III adalah 75.67 dengan predikat baik.

Bila dilukiskan dalam bentuk gambar dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini.

Sesuai hasil penelitian yang diperoleh kelas II, yakni predikat baik sekali dan kelas III dengan predikat baik, maka dapat dikatakan bahwa siswa Kelas II dan Kelas III SD No.5 Biaung mampu dengan baik berbicara lewat kemampuan menceritakan kembali sebuah dongeng. Hasil kemampuan siswa dalam berbicara di hadapan orang banyak, dalam hal ini teman sekelasnya dan ada beberapa orang lain di hadapan siswa diperkuat dengan hasil wawancara. Pada siswa ada keyakinan pada dirinya bahwa ia bisa dan berani berbicara di hadapan orang lain. Mereka juga menyatakan bahwa kegiatan seperti itu sangat menyenangkan

Gambar 1: Rata-rata Kemampuan Siswa dalam Berbicara

dan membangkitkan keinginannya untuk melakukan lagi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa menceritakan kembali sebuah dongeng dapat membangkitkan rasa percaya diri bahwa mereka bisa dan mampu berbicara di hadapan orang banyak.

KESIMPULAN

Hasil penelitian ini memberi kesimpulan bahwa siswa kelas II memperoleh skor 100 sebanyak 3 orang dengan predikat istimewa, memperoleh skor 90 sebanyak 5 orang dengan predikat baik sekali, dan skor 85 satu orang dengan predikat baik sekali. Rata-rata nilai yang diperoleh siswa kelas II adalah 92.77 dengan predikat baik sekali, sedangkan siswa kelas III skor 100 diperoleh oleh 3 orang dengan predikat istimewa, skor 85 diperoleh oleh 3 orang dengan predikat baik sekali, skor 80 diperoleh oleh 2 orang dengan predikat baik, skor 70 dan

(24)

65 masing-masing diperoleh oleh 1 orang dengan predikat lebih dari cukup, predikat cukup diraih oleh 5 orang dengan rincian: skor 60 diperoleh oleh 2 orang dan skor 55 diperoleh oleh 3 orang. Rata-rata nilai yang diperoleh siswa kelas III adalah 75.67 dengan predikat baik. Hasil yang diperoleh siswa didukung oleh hasil wawancara. Hambatan-hambatan kecil, seperti deg-degan, grogi, rasa takut, dan lain-lain bisa diatasi sebab mereka rata-rata memiliki keyakinan pasti bisa berbicara di hadapan orang lain.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih atas bantuan dan kerja samanya yang baik kepada Kepala Sekolah, Siswa Kelas II dan Kelas III SD No.5 Biaung, Mahasiswa FPBS IKIP Saraswati yang membantu pelaksanaan penelitian ini, Dewan Redaksi Jurnal Suluh Pendidikan karena menerbitkan artikel ini.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1991. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. h t t p s : / / w w w . s c r i b d . c o m / document/145008207/Fungsi- Bahasa-Indonesia-Sebagai-Bahasa-Nasional-Dan-Bahasa-Negara, diunduh tgl. 6-11-2016, pukul 15.18 http://tanamalt.blogspot.co.id/2013/07/ kedudukan-dan-fungsi-bahasa-indonesia.html, diunduh tgl. 6-11-2016, diunduh tgl. 6-11-6-11-2016, pukul 15.28 http://akucintabahasadansastraindonesia. blogspot.co.id/2012/09/konsep-dasar-membaca.html, diakses tgl 22 Nopember 2016, pukul 15.00). http://www.kajianpustaka.com/2013/06/ p e n g e r t i a n t u j u a n d a n t e s -kemampuan.html, diakses tgl 22 Nopember 2016, pukul 15.28). http://www.pengertianahli.com/2013/12/ pengertian-dongeng-dan-jenis-dongeng.html#, diakses tgl 22 Nopember 2016, pukul 16.15). Karmini, Ni Nyoman. 2010. Assesmen

Penilaian Bahasa Indonesia. Tabanan: Saraswati Institut Press bekerja sama dengan Pustaka Larasan Denpasar. Karmini, Ni Nyoman, Desak Nyoman

Alit Sudiarthi. 2016. “Keterampilan Membaca dalam Lomba Membaca Cerpen Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Nomor 5 Biaung”. Jurnal Suluh Pendidikan (Jurnal Ilmu-Ilmu Pendidikan), hlm.7–12. Tabanan: LPPM IKIP Saraswati.

(25)

TRANSFORMASI IPTEKS: PEMBERDAYAAN SISWA DISABILITAS DI SLB/B NEGERI DAN SLB/C KEMALA BHAYANGKARI TABANAN

Made Kerta Adhi1), I Wayan Sudiarta2) FPBS IKIP Saraswati

email:kadhi358@gmail.com FPMIPA IKIP Saraswati email: sudiarta097@gmail.com

ABSTRAK

Tujuan kegiatan IbM ini adalah untuk membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh mitra, yakni SLB/B Negeri dan SLB/C Kemala Bhayangkari Tabanan dalam memberdayakan siswa disabilitas secara optimal. Kegiatan yang dilaksanakan berupa peningkatan kompetensi para guru, meningkatkan pemahaman dan empati orangtua siswa, meningkatkan hardskill dan softskill siswa, mengkondisikan ruang praktikum agar nyaman dan hergonomis serta membantu sarana atau alat-alat praktikum. Semua kegiatan dilaksanakan dengan pendekatan partisipatory rural model dan knowledge transfer dengan metode teknologi transfer melalui kegiatan pelatihan, pedampingan, magang, serta bantuan barang. Mereka sangat antusias mengikuti semua kegiatan dilihat dari tingkat partisipasi dan kehadirannya yang tinggi. Hasil kegiatan IbM ini, menunjukkan ada peningkatan kompetensi guru, peningkatan pemahaman dan empati orangtua, serta peningkatan keterampilan (hardskill dan softskill) siswa disabilitas. Berdasarkan hasil kuesioner ternyata para siswa disabilitas mengalami peningkatan kompetensi, rerata mencapai 90%, seperti mereka mampu menghasilkan produk, lebih percaya diri, siap bekerja, dan hidup mandiri.

Kata kunci: siswa disabilitas, pemberdayaan, hidup mandiri

TRANSFORMATION OF THE SCIENCE TECHNOLOGY AND ARTS: EMPOWERING DISABLE STUDENTS IN SLB/B STATE AND SLB/C KEMALA

BHAYANGKARI TABANAN ABSTRACT

The objectives of the science, technology and arts for the society (IbM) are to help solving the problems faced by the partners, the SLB/B State and SLB/C Kemala Bhayang-kari Tabanan in empowering disabled students optimally. The activities carried out by increasing the competence of teachers, increased understanding and empathy parents, improve students hardskills and softskills, conditioning the lab room to be comfortable and hergonomic and helps the means or tools of practicum. All the activities are carried out by rural participatory approach and knowledge transfer models with the methods of technology transfer through workshop, accompaniment, apprentice, as well as relief goods. They are very enthusiastic to follow all activities. It can be seen from the high level of presence and participation. The result of this IbM, there are some improvements of teachers’ competence, the increasing understanding and empathy of parents and the improvement of the disabled students’ skills. The results of the questionnaire shows that the disabled students competence are increased. The average of increasing reached 90%,

(26)

as they were able to produce, and thus more confident, ready to work and live indepen-dently.

Keywords: students’disabilities, empowerment, independent living

PENDAHULUAN

SLB/B Negeri Tabanan dan SLB/C Kemala Bhayangkari Tabanan merupakan sekolah segregasi yang khusus mendidik dan membimbing anak bangsa yang memiliki kelainan atau disabilitas (anak berkebutuhan khusus). Amanat UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada anak Indonesia tanpa diskriminasi. Anak-anak disabilitas memiliki hak untuk bekerja, sesuai Undang-undang No. 4 tahun 1997 dan PP No. 43 tahun 1998, bahwa satu persen kesempatan kerja untuk penyandang cacat. Sementara Perda Provinsi Bali No. 9 Tahun 2015 tentang perlindungan dan pemenuhan hak disabilitas, bahwa setiap penyandang disabilitas mempunyai kesamaan, kesempatan dalam bidang pendidikan, ketenaga kerjaan, kesehatan, politik, bantuan hukum, tempat tinggal dan rehabilitas.

Regulasi tersebut ternyata sudah disikapi oleh kedua mitra. Mereka telah berusaha memberi pengetahuan, keterampilan (hardskills) sesuai peminatannya dan mendidik anak-anaknya agar memiliki karakter mulia (softskill), namun realitanya pemberdayaan siswa disabilitas belum optimal. Berdasarkan analisis situasi ternyata sekolah mitra, yakni SLB/B Negeri dan SLB/C Kemala Bhayangkari Tabanan mengalami kendala dalam pemberdayaan siswa disabilitas. Kendala atau masalah yang

dialami, antara lain kompetensi guru dalam memberdayakan siswa berbasis produksi masih terbatas, para orangtua siswa kurang memahami keunikan anak disabilitas, keterbatasan hardskill dan softskill siswa, ruang praktikum kurang bersih, nyaman dan hergonomis serta keterbatasan sarana atau alat-alat praktikum.

Gambar 1 Profil Anak Disabilitas

Program IbM ini merupakan solusi yang ditawarkan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi mitra. Program yang disepakati mitra, dilihat dari tingkat urgensi dan dampak masalahnya, antara lain kegiatan-kegiatan yang memberdayakan siswa disabilitas agar mereka bisa hidup mandiri kelak. Program yang dirancang, meliputi: meningkatkan kemampuan guru dalam pemberdayaan siswa disabilitas berbasis produksi; meningkatkan kesadaran, empati dan keberterimaan orangtua pada anak disabilitas; magang, memberi pelatihan tari, peternakan ayam buras, nilai-nilai budaya atau kearifan lokal, seperti membuat “Canang” untuk siswa

(27)

perempuan dan “Klatkat” untuk siswa laki-laki, pengecetan ruang praktikum salon; memberi sumbangan alat-alat praktikum serta sumbangan bahan habis pakai (kain) untuk praktik menjahit.

KAJIAN LITERATUR

Menurut WHO, disabilitas adalah suatu ketidakmampuan melaksanakan aktivitas tertentu sebagaimana layaknya orang normal, yang disebabkan oleh kondisi kehilangan atau ketidakmampuan baik psikologis, fisiologis maupun kelainan struktur atau fungsi anatomis (http:// retnoregitap).

Ketidakmampuan anak disabilitas, bukan berarti anak disabilitas dipinggirkan atau didiskriminasikan, akan tetapi wajib hukumnya diberlakukan adil sesuai ketentuan undang-undang dan nilai-nilai kemanusiaan.

Amanat UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada anak Indonesia tanpa diskriminasi. Kemudian UUD Negara RI 1945 pasal 27 ayat 2 menyatakan, tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Undang-undang No. 4 tahun 1997 dan PP No. 43 tahun 1998 (pasal 28), serta Perda Provinsi Bali No. 9 Tahun 2015, bahwa anak-anak disabilitas atau penyandang cacat memiliki hak untuk bekerja yang memenuhi persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan. Satu persen kesempatan kerja untuk penyandang cacat dari seratus pekerja yang diterima.

Oleh karena itulah anak-anak disabilitas sebagai anak bangsa perlu disiapkan sedini mungkin melalui proses

pendidikan agar kelak bisa hidup mandiri serta eksistensi keunikannya diakui secara sosial dan politik.

Anak-anak disabilitas perlu diberdayakan. Pendidikan yang memberdayakan siswa itu adalah pendidikan yang mempersiapkan siswa untuk berhasil di sekolah, dan sekaligus mereka mempunyai seperangkat kemampuan untuk berhasil dalam menjawab persoalan atau kebutuhan hidupnya setelah mereka terjun di masyarakat (Ahmadi, 2014). Pemberdayaan adalah sebuah “proses menjadi” bukan sebuah “proses instan”. Sebagai proses, pemberdayaan mempunyai tiga tahapan yaitu, penyadaran, pengkapasitasan dan pendayaan. Pemberdayaan membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain transfer daya dari lingkungan (Risyanti, 2006).

Mengacu konsep di atas, pemberdayaan siswa disabilitas dilakukan secara holistik dengan melihat berbagai faktor yang turut berkontribusi terhadap entitas dan keunikan anak disabilitas, seperti peran orangtua, guru, strategi pembelajaran, kualitas pelatihan dan magang serta alat-alat praktikum. Untuk itu lah program IbM ini menekankan pada upaya pemberdayaan siswa disabilitas melalui aktivitas peningkatan kualitas SDM, kualitas pembelajaran dan praktikum serta sumbangan alat-alat pembelajaran.

(28)

METODE

Untuk mewujudnyatakan program kerja dan mencapai tujuan kegiatan IbM ini, digunakan pendekatan partisipatory rural model dan knowledge transfer dengan metode teknologi transfer, melalui kegiatan workshop, bimbingan dan pedampingan, magang, serta bantuan alat-alat praktikum. Secara teknis program yang dicanangkan dapat dilaksanakan dengan cara, antara lain pelatihan (Workshop) peningkatan kemampuan guru dalam pemberdayaan siswa disabilitas berbasis produksi; penyuluhan dan terapi mental kepada orang tua siswa oleh psikiater atau terapis; memagangkan anak pada tempat latihan kerja atau di salon; pelatihan peternakan ayam buras, membuat Canang, Klakat serta sumbangan alat-lat praktikum.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Program-program yang dicanangkan dapat terealisasikan dengan baik, seperti service atau pengecetan ruang salon, hasilnya ruang salon menjadi bersih, sehingga instruktur dan siswa yang berlatih di ruang tersebut menjadi nyaman. Hasil dari pengecetan ruang salon dapat ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 2 : Ruang Praktikum Salon

Workshop peningkatan keterampilan guru berbasis produksi, pesertanya terdiri atas para guru SLB/B Negeri Tabanan dan SLB/C Kemala Bhayangkari Tabanan sebanyak 40 orang. Narasumber berasal dari unsur birokrasi, akademisi dan praktisi, seperti Kasi Kurikulum PK dan PLK Disdikpora Provinsi Bali, Bapak Drs. I Wayan Gede Jagra, M.Pd dengan materi Kompetensi Guru Produktif dalam Meningkatkan Sikap Kewirausahaan Siswa SLB. Bapak I Gede Harsemadi, S.Kom, M.T. dari Stikom Bali yang mempresentasikan materi Disain Grafis, sebagai gambar berikut.

Gambar 3 Peserta Workshop Disain Grafis

Luaran dari pelatihan adalah membuat disain grafis “Telur Asin” sesuai ikon sekolah yang menghasilkan telur asin.

(29)

Pelatihan tata boga oleh Ibu Ida Ayu Made Sri Manik Parwati bersama para guru membuat roti kukus, sebab kue ini yang paling banyak permintaannya.

Gambar 5 Pelatihan Membuat Roti Kukus

Luaran dari pelatihan membuat roti kukus sebagai berikut.

Gambar 6 Luaran Pelatihan Roti Kukus

Workshop pada orangtua murid bertemakan: Pencerahan dan Terapi Kesehatan Mental dilaksanakan di SLB/C Kemala Bhayangkari Tabanan. Nara sumber adalah Prof dr. Luh Ketut Suryani dan Dr.dr. Cok Yaya dari Yayasan Suryani Institute For Mental Health. Peserta diikuti oleh para orangtua murid dari SLB/B dan SLB/C Kemala Bhayangkari sebanyak 40 orang, Ibu-ibu pengurus yayasan Kemala Bhayangkari Tabanan, kepala sekolah

SLB/B dan SLB/C Kemala Bhayangkari serta Kepala LP2M IKIP Saraswati.

Dalam rangka terapi kepada orangtua murid, narasumber memberi arahan, latihan dan pendampingan kepada orang tua melalui meditasi. Teknik meditasi yang diberikan sangat alami, simpel dan mudah dilakukan melalui olah nafas selama lima belas menit.

Gambar 7 Pelatihan Meditasi

Dari hasil analisis data kuesioner diperoleh, antara lain para orangtua murid (ortu) 95% menyatakan ada tambahan pengetahuan atau skill setelah mengikuti pelatihan; materi yang diberikan nara sumber sebagian besar (95%) cocok dengan harapan ortu murid; ortu pun 95% menyatakan akan menerapkan apa yang diberikan/dilatihkan oleh narasumber; mereka pun 85% menyatakan sudah lebih nyaman dan sudah bisa tambah tenang. Para orang tua murid telah menyadari keunikan anak cacat dan penuh keikhlasan menerima anak cacat dengan penuh kasih sayang; para ortu (80%) menginginkan agar model pelatihan seperti ini bisa dilanjutkan walaupun harus membayar. Hal ini petanda, bahwa pelatihan seperti ini mereka rasakan manfaatnya.

Pemberdayaan kepada siswa disabilitas dilakukan dengan pelatihan dan magang

(30)

atau praktek kerja, meliputi ternak ayam buras, membuat Canang, Klatkat sebagai sarana sembahyang untuk umat Hindu, menari, serta magang menjahit dan salon. Magang menjahit di Loka Bina Karya (LBK) Tuakilang kecamatan Tabanan bekerjasama dengan Dinas Sosial kabupaten Tabanan. Magang selama empat bulan dari pukul 09.00-14.00 wita, setiap hari Senin –Sabtu. Mereka dibina, dibimbing dan didampingi instruktur Ni Nyoman Muliadi (Ibu Candra). Materi yang diberikan mulai dari pengenalan mesin, memotong, membuat pola, dan menjahit. Jumlah siswa yang dimagangkan sebanyak 6 orang, terdiri atas tiga putri dari SLB/B Negeri atas nama Indah Lestari, Mia Astrika dan Sri Agustini, serta tiga orang putra dari SLB/C Kemala Bhangkari Tabanan, yaitu Putu Mertayasa, Gede Wiguna, dan I Wayan Kusuma Adi. Mereka praktek membuat busana adat Bali, seperti destar (udeng), saput, dan baju.

Gambar 8 Magang Menjahit

Selama mereka mengikuti magang dilatih untuk mampu menghasilkan baju, seperti berikut.

Gambar 9 Luaran Magang Menjahit

Magang salon dilakukan di salon Manik Jl. Raya Denpasar Gilimanuk Meliling Kangin Tabanan. Mereka magang selama sepuluh kali pertemuan dari tanggal 1 Oktober - 3 Desember 2016. Mereka dilatih untuk me-layani tamu, seperti layanan keramas, cream-bath dan facial, sebagai gambar berikut.

Gambar 10 Siswa Magang Salon

Berdasarkan hasil pengamatan tim IbM di tempat magang dan wawancara dengan instruktur Ni Wayan Wiardi, S.Pd.SD dan guru pembina salon SLB/C Kemala Bhayangkari Tabanan Ibu Dra Ni Ketut Very Setiawati, dinyatakan bahwa para siswi merasa senang praktek magang, mereka sangat antusias mengikuti magang terbukti dari tingkat kehadirannya yang

(31)

tinggi, mereka mengakui ada tambahan pengalaman dan skill dalam magang serta bisa berlatih melayani tamu. Mereka mengalami peningkatan skill secara varian antara rata-rata mencapai 70%,-90%.

Pemberdayaan siswa belumlah cukup kalau fokus pemberdayaannya hanya pada sumberdaya manusianya saja, alat-alat atau sarana penunjang keterampilan sebagai media pelatihan perlu pula diberdayakan. Sebab, alat-alat tersebut sangat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuannya. Jikalau alat-alat tersebut rusak atau tidak bisa digunakan, bahkan bahan-bahannya kurang niscaya proses pemberdayaannya akan tidak optimal. Oleh karena itulah, perlu dibantu alat-alat praktikum, seperti sumbangan meja mesin jahit dan mesin obras, alat-alat pencetak Batako, kain untuk latihan menjahit, serta media pembelajaran berbasis IT (komputer) berupa CD pembelajaran menjahit dan salon. Serahterima sumbangan barang-barang dilakukan secara simbolis sebagai gambar berikut.

Gambar 11 Serahterima Sumbangan Pembahasan

KESIMPULAN

Siswa disabilitas merupakan aset bangsa yang sangat potensial membangun

republik ini, jika mereka diberikan ruang dan kesempatan berkiprah sesuai potensi dan keunikan mereka. Mereka bukanlah beban tetapi berperan dalam pembangunan. Hal itu bisa diwujudnyatakan, jika mereka diberdayakan secara optimal sesuai eksistensinya dan keunikannya. Kedua mitra telah memberdayakan mereka tetapi belum optimal.

Program IbM ini sangat relevan dan sinergi dilakukan untuk membantu mitra dalam pemberdayaan siswa disabilitas. Program-program yang dicanangkan bertujuan meningkatkan kualitas guru/ instruktur, empati orangtua, kelengkapan dan efektivitas penggunaan sarana prasarana (alat praktikum), dan yang lebih utama adalah memberdayakan siswa disabilitas, agar mereka memiliki percaya diri (self confident) dan kelak bisa hidup mandiri serta bermanfaat bagi nusa dan bangsa, bahkan nantinya bisa menjadi sumber pemberi.

Program yang dicanangkan dapat berjalan maksimal dan menghasilkan luaran, karena komitmen dan partisipasi mitra yang sangat tinggi. Capaian luaran antara lain dapat diukur dari adanya peningkatan skill siswa dan produk yang dihasilkan. Berdasarkan hasil kuesioner ternyata para siswa mengalami peningkatan kompetensi mencapai rerata 90%. Mereka sudah mampu menghasilkan produk, walaupun kualitasnya masih terbatas. Mereka akan terus berlatih dan berlatih serta dilatih oleh instruktur ataupun situasi dan keadaan, maka hasilnya akan lebih bermutu. Apalagi didukung komitmen mitra untuk meneruskan program ini secara berkelanjutan, niscaya siswa akan lebih percaya diri, siap bekerja, dan nantinya

(32)

mereka akan bisa hidup mandiri, tidak terus tergantungan kepada orang lain, bahkan bisa memberi.

Semua program yang dicanangkan dalam kegiatan IbM ini sudah dapat diwujudnyatakan (100%). Hal ini penanda bahwa semua elemen yang terlibat dalam program ini sudah bekerja dan berjalan secara sinergis sesuai porsi dan peran masing-masing

Tingkat partisipasi yang tinggi dari mitra, memberikan dampak positif pada keberhasilan semua program. Kesediaan mitra untuk melanjutkan program – program yang sudah dirasakan kebermanfaatannya. Hal ini dituangkan dalam surat pernyataan bermaterai dan ditandatangani mitra

Para siswa yang dimagangkan dalam praktek kerja menjahit, salon, pelatihan pesraman kilat, menari dan peternakan ayam buras mereka sangat antusias mengikuti kegiatan. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kehadirannya, dan tingkat partsipasinya yang sangat tinggi. Mereka sudah mampu menghasilkan produk, seperti canang, klakat, baju, rok, destar atau udeng serta kain atau saput, bisa menari, mampu melayani tamu saat magang di salon serta menghasilkan telor ayam dan anak ayam. UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih diucapkan kepada Yth. Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat Kemenristek Dikti atas bantuan dananya sehingga kegiatan ini bisa dilaksanakan. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Rektor IKIP Saraswati dan Kepala LPPM IKIP Saraswati yang telah memfasilitasi kegiatan ini dan memberi ruang untuk mendiseminasikan

hasil pengabdian masyarakat ini dalam Jurnal Suluh Pendidikan serta para mitra dan tim IbM IKIP Saraswati serta pihak-pihak lainnya yang tidak bisa disebut satu-persatu, seperti para narasumber dan para instruktur, diucapkan terimakasih.

DAFTAR PUTAKA

Ahmadi, Rulam. 2014. “Pendidikan Sebagai Pemberdayaan Siswa” dalam www. infodiknas.com. Diakses 6 Maret 2016

Direktorat Riset dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Kemristekdikti. 2016. Panduan Pelaksanaan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat di Perguruan Tinggi Edisi X. Jakarta. http://www.unesco.org. Diakses 5 Mei 2016.

http://retnoregitap.blogspot.co.id/2016/04/ makalah-2-menyikapi-penderita.htm Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun

1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat.

Peraturan daerah Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.

Risyanti Riza, Roesmidi. 2006. Pemberdayaan Masyarakat. Sumedang : Alqaprint Jatinangor. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997

tentang Penyandang Cacat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

(33)

PEMBELAJARAN SAINS BOTANI TUMBUHAN TINGGI BERBASIS ETNOBOTANI DI PERGURUAN TINGGI

Dewa Nyoman Oka,1) I Ketut Surata2), I Wayan Gata3

1) 2)FP MIPA, IKIP Saraswati 3)FP IPS, IKIP Saraswati

email: ketutsurata0@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan prestasi belajar botani tumbuhan tinggi yang signifikan antara mahasiswa yang belajar dengan buku ajar botani tumbuhan tinggi berbasis etnobotani dengan mahasiswa yang belajar dengan buku teks yang lain. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain Pretest-Posttest Control Group Design. Populasi penelitian adalah mahasiswa jurusan pendidikan biologi dari 5 Perguruan Tinggi di Bali. Sampel penelitian adalah mahasiswa semester 5 tahun akademik 2016/2017. Data prestasi belajar mahasiswa dikumpulkan dengan tes. Analisis data dilakukan dengan deskriptif dan analisis statistik. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terda-pat perbedaan prestasi belajar yang signifikan antara mahasiswa yang belajar dengan buku ajar botani tumbuhan tinggi berbasis etnobotani dengan mahasiswa yang belajar dengan buku teks yang lain. Hasil penelitian diperkuat oleh data kuesioner respon mahasiswa kelompok eksperi-men yang merespon positif terhadap buku ajar botani tumbuhan tinggi berbasis etnobotani yang mereka gunakan.

Kata kunci: buku ajar, botani tumbuhan tinggi, etnobotani

SCIENCE LEARNING HIGHER PLANTS BOTANY TEXTBOOK BASED ETHNO-BOTANY IN HIGHER EDUCATION

ABSTRACT

This study aimed to analyze the differences in learning achievement of higher plants botanical between students studying with higher plants botany textbook based ethnobotany with students that studying with others textbooks. This study was an experimental study design with pretest-posttest control group design. The study population was a student majoring in biology education from five universities in Bali. Samples were students of the 5th semester of the academic year 2016/2017. Data collected by student achievement tests. Data was analyzed using descriptive and statistical analysis. Based on the results, it can be concluded that there are significant differences in academic achievement between students who are studying with higher plants botany textbook based ethnobotany with students studying with others textbooks. The research result is corroborated by data response questionnaire of the experimental group students respond positively to higher plants botany textbook based ethnobotany taht they use.

Keywords: textbooks, higher plant botany, ethnobotany PENDAHULUAN

Kebudayaan masyarakat Hindu Bali memiliki berbagai macam kearifan lokal yang perlu dilestarikan. Salah satu potensi kearifan lokal tersebut adalah pengetahuan

lokal pengelolaan tumbuhan yang berkaitan dengan aspek etnobotani. Masyarakat tradis-ional secara turun-temurun selalu mengem-bangkan kearifan lokal tentang pengetahuan nonformal yang bermanfaat praktis bagi

Gambar

Tabel 01.  Hasil tes refleksi awal (pra siklus), siklus 1, dan siklus 2 kemampuan berbicara  mahasiswa.
Tabel 02.  Tabulasi  Data  Respon  Subjek  Penelitian  Terhadap  Penerapan  Model  Pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS)
Tabel 2. Kemampuan Menceritakan Kembali Sebuah Dongeng Siswa Kelas III Sekolah  Dasar No.5 Biaung
Gambar 1: Rata-rata Kemampuan Siswa dalam Berbicara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan jalan mengontrol lembaga-lembaga keuangan internasional yang mendesain kebijakan pemulihan ekonomi pasca krisis di sejumlah kawasan, Amerika Serikat mengendalikan

Proses demokrasi deliberatif tersebut dilihat dari interaksi komentar pembaca dalam menanggapi pemberitaan konflik antara Ahok dengan DPRD DKI.. Berikut penjelasan

Ruang publik dapat dilihat dari posisi warga masyarakat sebagai pihak yang disentuh atau merespon kekuasaan dari 3 ranah kekuasaan, yaitu dalam lingkup kekuasaan negara (state),

Dengan standar kualifikasi ini, personel jurnalisme yang direkrut hanya perlu menjalani proses adaptasi untuk menyerap policy , standar yang berkaitan dengan kualitas dan

Dengan kata lain, kegiatan pengawasan media yang dijalankan hanya dengan semangat aktivisme, apalagi jika penyelenggara punya kecenderungan psikologis sebagai penghukum,

Melalui penelitian ini, peneliti ingin mengetahui lebih jauh tentang potensi kolom komentar pembaca dalam media online Kompas.com dan social media Kompasiana sebagai ruang publik

Sejumlah korporasi media massa yang ingin menjaga keseimbangan antara orientasi bisnis dan sosial dalam fungsi jurnalisme, akan mengintegrasikan kaidah manajemen dan kaidah

Kebebasan pers dapat diimplementasikan mencakup rangkaian proses dari kehidupan warga masyarakat yang dikenal sebagai fakta publik (public fact), kemudian menjadi masalah