ANALISIS KAPASITAS DAN KONDISI RUAS JALAN
SRAGEN PALUR
TESIS
Diajukan Kepada
Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar
Magister Dalam Ilmu Teknik Sipil
Oleh :
EDY SUPRAPTO
NIM : S 100030001Program Studi : Magister Teknik Sipil Konsentrasi : Manajemen Infrastruktur
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2005
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Telah diketahui bersama keberadaan jalan raya sebagai prasarana transportasi darat adalah suatu hal yang sangat vital. Banyak aspek kehidupan yang telah terkait didalamnya. Diantara aspek tersebut ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, sosial politik dan lingkungan, oleh sebab itu, kemajuan suatu bangsa dapat diukur dari kemajuan dan perkembangan pada sektor transportasi.
Pertumbuhan dan perkembangan penduduk saat ini semakin sulit dikendalikan, menyebabkan kegiatan manusia semakin bertambah dan komplek. Untuk mendukung pertumbuhan tersebut perlu diadakan sarana dan prasarana. Pendukungnya, dalam hal ini transportasi. Menyadari betapa pentingnya kelancaran sarana transportasi, khususnya jalan raya, maka Indonesia sebagai negara yang sedang tumbuh dan berkembang terus mengadakan perbaikan dan penambahan sarana dan prasarana tersebut, kebutuhan arus lalu lintas sesuai dengan perkembangan.
Adanya sarana dan prasarana transportasi yang berkembang tersebut, bias diambil keuntungan, namun dibalik semua itu apabila tuntutan akan sarana dan prasarana tersebut tidak dapat memberikan peleyanan yang optimal, maka akan timbul berbagai macam masalah lalulintas diantaranya, semakin tinggi tingkat kecelakaan seiring terjadinya kemacetan pada jam-jam sibuk.
Seiring pertumbuhan penduduk dan besarnya pembangunan serta meningkatnya transportasi, maka jumlah kendaraan atau volume lalu lintas pada ruas jalan Sragen – Palur yang hanya mempunyai dua lajur dengan lebar ± 7m yang dipadati lalulintas setiap harinya sering mengalami kemacetan dan penurunan kecepatan dibeberapa segmen jalan, selain itu kondisi dibeberapa segmen jalan Sragen – Palur juga mengalami crack dan lubang – lubang pada beberapa segmen jalan .
2
Untuk mengkaji secara teliti penulis mencoba untuk melakukan penelitian mengenai kondisi ruas jalan dan kinerja ruas jalan dari aspek tingkat pelayanan terhadap lebar jalur yang diakibatkan oleh lalu lintas di ruas jalan Sragen - Palur sebesar kurang lebih 1000 kendaraan per jam yang merupakan bagian dari jalur yang menghubungkan kota-kota penting di Jawa.
Sehingga diharapkan dari hasil penelitian tentang kondisi tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan dari permasalahan yang ada.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diambil suatu rumusan masalah yaitu :
1. Bagaimana mengkaji ruas jalan Sragen - Palur dari aspek kinerja. 2. Bagaimana cara mengidentifikasi kondisi ruas jalan dari kerusakan.
3. Bagamana mengukur tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh arus lalulintas yang ada pada ruas jalan Sragen – Palur dengan metode Pavement Condition Index (PCI).
4. Bagaimana mengetahui jenis penanganan kerusakan yang terjadi agar pemeliharaan jalan tepat sasaran dan efisien.
C. Batasan Masalah
Penelitian ini dititikberatkan sesuai dengan tujuan penelitian, agar penelitian ini tidak meluas, maka diberikan batasan-batasan masalah yang meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Lokasi Penelitian dibatasi hanya pada Km. 15+000 – Km. 27+000 lokasi penelitian yang mewakili ruas jalan Sragen – Palur dengan Km. 0 + 000 dari Palur.
2. Variabel yang ditinjau adalah : a). Volume lalulintas
3
c). Penelitian kondisi jalan hanya dilakukan pada struktur perkerasa 3. Dalam pengambilan data yang diambil dari Dinas Bina Marga.
4. Untuk perhitungan tingkat kinerja didasarkan atas LOS (Level Of Service), derajat kejenuhan dan kecepatan.
5. Pemeriksaan jalan dilakukan secara visual di lapangan dari pengamatan yang dilakukan oleh Sub Din Bina Marga Sragen – Purwodadi, Surakarta Bagian Timur.
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
a). Mengetahui kinerja ruas jalan Sragen-Palur dari aspek kapasitas terhadap tingkat pelayanan jalan raya.
b). Mengidentifikasi kerusakan jalan mencakup jenis, luas dan kelas kerusakan.
c). Mengetahui kondisi ruas jalan Sragen – Palur
d). Menetapkan jenis penanganan yang sesuai dengan kerusakan jalan yang terjadi.
2. Manfaat penelitian
a). Mengetahui kembali hasil kinerja ruas jalan Sragen - Palur dengan dasar keadaan lalu lintas yang ada dapat dicapai tingkat pelayanan optimal.
b). Mengetahui cara penganan kerusakan tiap-tiap kerusakan berdasarkan metode yang ada.
c). Memberikan masukan yang dapat dipakai sebagai pembanding bagi Sub Din Bina Marga Sragen – Purwodadi, Surakarta Bagian Timur dalam melaksanakan pemeliharaan jalan seefisien mungkin.
4
E. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang evaluasi kerusakan jalan dengan penilaian Nilai PCI dan Alternatif Penangannya Ruas Jalan Purwodadi – Blora pernah diteliti oleh Departemen Pekerjaan Umum (2003) dengan hasil : jenis kerusakan pada ruas jalan Purwodadi – Blora adalah alur, amblas, jembul, retak buaya, keriting, retak memanjang, rusak tengah, rusak tepi, pengelupasan, tergerus, dan lubang. Jenis kerusakan yang paling banyak adalah kerusakan amblas dengan luas kerusakan 7254,5 m2 dan jenis kerusakan yang paling sedikit adalah kerusakan lubang dengan luas kerusakan 23,1 m2 .Manajemen Pemeliharaan Ruas Jalan Solo – Gemolong diteliti oleh Sri Wardoyo (2003) dengan hasil : jenis kerusakan pada ruas jalan Solo – Gemolong adalah amblas, retak buaya, keriting, retak memanjang, rusak tengah, rusak tepi, pengelupasan, jembul dan lubang. Jenis kerusakan yang paling banyak adalah kerusakan amblas 1459,93 m2 dan jenis kerusakan yang paling sedikit adalah kerusakan jembul dan sungkur 77 m2
Pada penelitian ini, dilakukan pengembangan pada kapasitas terhadap tingkat pelayanan jalan raya. Dengan judul Analisis Kapasitas dan Kondisis Ruas Jalan Sragen – Palur.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Volume Lalu lintas
Menurut Sukirman (1994) volume lalu lintas adalah banyaknya kendaraan yang melintasi suatu titik di suatu ruas jalan pada interval waktu tertentu yang dinyatakan dalam satuan kendaraan atau satuan mobil penumpang (smp). Pada dasarnya suatu perencanaan dapat berpedoman pada volume jam-jam sibuk, yang berarti jalan tersebut menerima beban maksimum. Sebagai syarat pertama dari ketentuan perencanaan adalah volume lalu lintas, yang harus mencakup keterangan pada saat sekarang dan untuk pada masa yang akan datang pada tahun rencana. Volume ini dapat dinyatakan dalam volume jam perencanaan (VJP) yang menunjukkan untuk kedua arah.
B. Kapasitas Jalan
Menurut Sukirman (1994), kapasitas jalan adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melewati suatu penampang jalan pada lajur jalan selama 1 jam dengan kondisi serta arus lalu lintas tertentu. Nilai kapasitas dapat diperoleh dari penyesuaian kapasitas dasar dengan kondisi jalan yang direncanakan
C. Jenis Konstruksi perkerasan
Konstruksi perkerasan jalan menurut Sukirman, (1993) dibedakan berdasarkan bahan pengikatnya. Jenis konstruksi perkerasan tersebut terdiri dari :
1. Konstruksi perkerasan lentur (flexsible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan bersifat memikul dan menyebar kan beban lalu lintas ke tanah dasar.
2. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa
6
lapisan pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton.
3. Konstruksi perkerasan komposit (composit pavement), yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur di atas perkerasan kaku, atau perkerasan kaku siatas oerkerasan lentur.
D. Jenis dan Fungsi Lapisan
Menurut Sukirman (1993) konstruksi perkerasan lentur terdiri atas lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan.
Lapisan-lapisan terdiri dari :
1. Lapisan permukaan (surface course)
Lapisan yang terletak paling atas disebut lapisan permukaan, yang berfungsi antara lain sebagai :
a). Lapisan perkerasan penahan bahan roda. b). Lapisan kedap air.
c). Lapisan untuk menyebarkan beban kelapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh lapisan laindengan daya dukung yang lebih jelek.
2. Lapisan pondasi atas
Lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan pondasi atas dan bawah dan lapis permukaan dinamakan lapis pondasi atas (base course). Adapun fungsi dari lapisan pondasi atas antara lain sebagai berikut : a). Menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban kelapisan
di bawahnya
b). Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah. c). Bantalan terhadap lapisan permukaan.
3. Lapisan pondasi bawah (subbase course)
Lapisan yang terletak di antara lapis atas dan tanah dasar disebut lapis pondasi bawah.
Lapis pondasi bawah berfungsi sebagai : a). Menyebarkan beban roda ke tanah dasar.
7
b). Efisiensi penggunana material, kerena lebih murah dibandingkan dengan lapisan di atasnya.
c). Mengurangi tebal lapisan di atasnya yang lebih mahal.
d). Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis pondasi atas.
4. Lapis tanah dasar
Lapisan tanah yang akan diletakkan pondasi bawah dinamakan lapisan tanah dasar. Lapis tanah dasar berfungsi mendukung lapisan-lapisan di atasnya dan mendukung beban roda lalulintas. Sifat-sifat daya dukung tanah dasar menentukan kekuatan dan keawetan konstroksi perkerasan jalan.
E. Pemeliharaan Jalan
Menurut Departemen pekerjaan Umum, 1990, pengertian tentang pemeliharan jalan adalah penanganan jalan yang meliputi perawatan, rehabilitasi, penunjangan, dan peningkatan.
Pekerjaan pemeliharaan jalan terdiri dari dua kategori yaitu pemeliharaan rutin dan pemeliharaan berkala. Pemeliharaan rutin adalah pekerjaan yang penanganannya diberikan hanya terhadap lapis permukaan yang sifatnya untuk meningkatkan kualitas berkendaraan (Ridding Quality), tanpa meningkatkan kekuatan struktur dan dilakukan sepanjang tahun, sedangkan pemeliharaan berkala adalah pemeliharaan yang dilakukan terhadap jalan pada waktu-waktu tertentu (tidak menerus sepanjang tahun) dan sifatnya untuk meningkatkan kemampuan struktur jalan.
III. LANDASAN TEORI
A. Tingkat Pelayanan Jalan 1. Volume Lalulintas
Satuan volume lalulintas yang umum dipergunakan adalah Lalu lintas Harian Rata-Rata (LHR). Volume Jam Perencanaan dan Kapasitas. Lalu lintas Harian Rata-Rata adalah volume lalu lintas dalam satu hari. Dari lalu lintas harian rata-rata kita bisa menghitung VJP dengan cara sebagai berikut :
8
Langkah pertama kita menghitung persentase volume lalu lintas dalam tiap jam dengan menggunakan rumus :
2. Kapasitas Dasar
Kapasitas dasar adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melintasi suatu penampang pada suatu jalur atau jalan selama satu jam, dalam keadaan dan lalu lintas mendekati ideal yang bisa dicapai.
Pada prakteknya untuk membuat seluruh bagian jalan dalam keadaan ideal adalah sangat sukar, sehingga pada umumnya kapasitas akan lebih rendah. Tabel III.1. di bawah ini menunjukkan besarnya kapasitas dasar pada jalan luar kota.
Tabel III.1. Kapasitas dasar Pada Jalan Luar Kota
Persentase volume lalu lintas tiap jam = x100% hari Vol.satu jam Vol.Tiap ………... III.1 Type jalan/type alinyemen Kapasitas dasar (smp/jam) Catatan
Empat lajur terbagi Datar Bukit Gunung 1.900 1.850 1.800 Per lajur
Empat lajur tak terbagi Datar Bukit Gunung 1.700 1.650 1.600 Per lajur
Dua lajur terbagi Datar Bukit Gunung 3.100 3.000 2.900
Total kedua arah
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1997
3. Faktor Penyesuaian Akibat Lebar Jalur Lalu lintas
Pengetahuan untuk besarnya pengaruh-pengaruh tersebut adalah sangat penting untuk menghasilkan perencanaan yang sebaik-baiknya sesuai dengan keadaan dan pembatasan-pembatasan yang ada.
Adapun faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas dapat dilihat dalam Tabel III.2.
9
Tabel III.2. Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Lebar Jalur Lalu lintas
Type Jalan
Lebar efektif jalur lalu lintas
(Wc) (m)
FCw
Empat lajur terbagi Enam lajur terbagi
Per lajur 3,0 0,91 3,25 3,5 3,75 0,96 1,00 1,03 Empat lajur tak terbagi Per lajur
3,0 0,91 3,25 3,5 3,75 0,96 1,00 1,03 Dua lajur tak terbagi Total kedua arah
5 0,69 6 7 8 9 10 11 0,91 1,00 1,08 1,15 1,21 1,27 Sumber: Depertemen Pekerjaan Umum, 1997
4. Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Pemisahan Arah
Batas jalan maupun jalur tambahan (tempat parkir, jalur perubahan kecepatan) akan mempengaruhi lebar efektif jalur yang berdampingan dengannya.
Besarnya faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah dapat dilihat dalam Tabel III.3.
Tabel III.3. Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Pemisahan Arah Pemisahan arah SP%-% 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30
Dua lajur 2/1 1,0 0,97 0,94 0,91 0,88 FCsp
Empat lajur 4/2 1,0 0,975 0,95 0,925 0,09 Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1997
10
5. Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Hambatan Samping
Halangan-halangan disisi jalan yang terlalu dekat dengan batas jalur akan mempengaruhi lebar efektif dari jalur yang bersangkutan, hal ini dapat mengakibatkan terganggunya jalan kendaraan.
Besarnya faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping dapat dilihat dalam Tabel III.4. di bawah ini:
Tabel III.4. Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Hambatan Samping Faktor penyesuaian akibat hambatan
Samping (FCsf) Lebar bahu Ws Type Jalan Kelas hambatan Samping ≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0 4/2 D VL L M H VH 0,99 0,96 0,93 0,90 0,88 1,00 0,97 0,95 0,92 0,90 1,05 0,99 0,96 0,95 0,93 1,03 1,01 0,99 0,97 0,96 2/2 UD VL L 0,97 0,93 0,99 0,95 1,00 0,97 1,02 1,00 4/2/ UD M H VH 0,88 0,84 0,80 0,91 0,87 0,83 0,94 0,91 0,88 0,98 0,95 0,93 Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1997
6. Pengaruh Sifat Lalu lintas Terhadap Kapasitas
Faktor dari berbagai tip kendaraan dibandingkan terhadap kendaraan ringan sehubungan dengan pengaruh kepada kecepatan kendaraan ringan dalam arus campuran (untuk mobil penumpang dan kendaraan ringan (LV) yang sama sasisnya, emp = 1,0), secara keseluruhan ekivalensi mobil penumpang dapat dilihat dalam Tabel III.5.
11
Tabel III.5. Ekivalen Mobil Penumpang Untuk Jalan Dua Lajur Dua Arah Tak Terbagi
Ekivalensi mobil penumpang MC
Lebar jalur lalu lintas Type Alinyemen Arus Total (kend/jam) MHV LB LT < 6 m 6 – 8 m > 8 m Datar 0 800 1350 ≥ 1900 1,2 1,8 1,5 1,3 1,2 1,8 1,6 1,5 1,8 2,7 2,5 2,5 0,8 1,2 0,9 0,6 0,6 0,9 0,7 0,5 0,4 0,6 0,5 0,4 Bukit 0 650 1100 ≥ 1600 1,8 2,4 2,0 1,7 1,6 2,5 2,0 1,7 5,2 5,0 4,0 3,2 0,7 1,0 0,8 3,2 0,5 0,8 0,6 0,4 0,3 0,5 0,4 0,3 Gunung 0 450 900 ≥ 1350 3,5 3,0 2,5 1,9 2,5 3,2 2,5 2,2 6,0 5,5 5,0 4,0 0,6 0,9 0,7 0,5 0,4 0,7 0,5 0,4 0,2 0,4 0,3 0,3 Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1997
Penentuan kapasitas pada kondisi sesungguhnya dapat dihitung dengan rumus :
C = Co x FCw x FCsp x FCsf (smp/jam) ……… III.2
dengan :
C : Kapasitas (smp/jam) Co : Kapasitas dasar (smp/jam)
FCw : Faktor penyesuaian akibat lebar bahu FCsp : Faktor penyesuaian akibat pemisah arah FCsf Faktor penyesuaian akibat hambatan samping
7. Kinerja Ruas Didasarkan Atas Tingkat Pelayanan Kecepatan dan Derajat Kejenuhan
a. Dasar Penentuan Tingkat Pelayanan
Menurut Transportation Research Council Higway 1965, tingkat pelayanan jalan dapat ditentukan dari derajat kejenuhan yang merupakan
12
perbandingan volume dan kapasitas dengan memakai rumus sebagai berikut :
dengan
DS = nilai rasio dan kapasitas
Q = volume
C = kapasitas b. Skala Interval Tingkat Pelayanan
Tingkat pelayanan ditentukan dengan skala interval yang terdiri dari 6 tingkatan yaitu : A, B, C, D, E, dan F. Tingkat pelayanan A merupakan tingkatan yang paling tinggi, apabila volume meningkat maka tingkat pelayanan menurun. Untuk mengukur tingkat pelayanan digunakan dua factor, kedua factor tersebut adalah kecepatan atau waktu perjalalanan dan rasio antara volume dan kapasitas atau sering disebut dengan derajad kejenuhan. Sebagai contoh apabila volume meningkat maka kecepatan biasanya berkurang, kebebasan manuver juga berkurang oleh karena bertambah banyaknya kendaraan yang ada, dan kenyamanan dalam mengemudi juga berkurang oleh karena harus mengawasi gerakan kendaraan yang lebih banyak, misalnya untuk tingkat pelayanan A untuk jalan arteri perkotaan batas maksimal rasio volume/kapasitas adalah 0,6. Tabel III.6 Karakteristik masing-masing tingkat pelayanan.
Tingkat
pelayanan Karakteristik
A
Arus bebas, volume rendah, kecepatan tinggi, pengemudi dapat memilih kecepatan sesuai yang dikehendakinya.
B
Arus stabil, kecepatan sedikit terbatas oleh lalu lintas, volume pelayanan yang dipakai untuk desain jalan luar kota.
C
Arus stabil, kecepatan dikontrol oleh lalu lintas, volume pelayanan yang dipakai untuk desain jalan perkotaan.
D
Arus mendekati tidak stabil, kecepatan rendah.
13
E
Arus tidak stabil, kecepatan rendah dan berbeda-beda, volume mendekati kapasitas.
F
Arus terhambat, kecepatan rendah, volume di bawah kapasitas, banyak berhenti.
Sumber: Transportation Research Council Higway 1965 c. Dasar Penentuan Kecepatan
1). Kecepatan arus bebas
Kecepatan (sebagai saklar) di definisikan sebagai perbandingan jarak yang ditempuh dan waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak tersebut. Kecepatan biasa dianggap sebagai ukuran kualitas (mutu) dari suatu arus lalu lintas dan biasanya dinyatakan dalam km/jam.
2). Kecepatan arus bebas dasar
Kecepatan arus bebas kendaraan ringan telah dipilih sebagai kriteria dasar untuk kinerja segmen jalan pada saat arus sama dengan nol. Kecepatan arus bebas mobil penumpang biasanya adalah 10% - 15% lebih tinggi dari type kendaraan ringan. Dalam tabel III.7. dapat dilihat kecepatan arus bebas dasar untuk jalan luar kota, type alinyemen umum.
Tabel III.7. Kecepatan arus Bebas Dasar Untuk Jalan Luar Kota, Type Alinyemen Umum
Kecepatan arus bebas dasar (km/jam) Type jalan (Kelas
jarak pandang) Kend. ringan (LV) Kend. berat menengah (MHV) Bus besar (LB) Truk besar (LT) Sepeda Motor (MC) Enam jalur terbagi
Datar Bukit Gunung 83 70 61 67 56 45 85 67 54 64 51 39 64 58 55 Empat jalur terbagi
Datar Bukit Gunung 78 68 60 65 55 44 81 66 53 62 51 39 64 58 55 Four lane Undivined
Datar Bukit Gunung 74 66 58 63 54 43 78 65 52 60 50 39 60 56 53 Two lane Undivined
14 B C Bukit Gunung 65 61 61 55 57 54 52 42 69 63 62 50 55 52 49 38 54 53 53 51 Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1997
3). Penyesuaian kecepatan arus bebas akibat lebar jalur lalu lintas
Lebar jalur jalan yang dilewati lalu lintas, tidak termasuk bahu jalan. Lebar jalur yang tersedia untuk gerakan lalu lintas, setelah dikurangi akibat parkir biasa disebut lebar jalur efektif.
Tabel III.8. Menunjukkan Penyesuaian Kecepatan Arus Jalur Lalu lintas FV w (km/jam) Type jalan Lebar efektif jalur lalu lintas (Wc) m Datar SDC = A,B Bukit SDC = A, B, C Datar SDC = C Gun ung Empat lajur dan enam lajur terbagi Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 -3 -1 0 2 -3 -1 0 2 -2 -1 0 1 Empat lajur tak terbagi Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 -2 -1 0 2 -2 -1 0 2 -1 -1 0 2 Dua lajur tak terbagi Total 5 6 7 8 9 10 11 -11 -3 0 1 2 3 3 -9 -2 0 1 2 3 3 -7 -1 0 0 1 2 2 Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1997
4). Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas akibat hambatan samping
Faktor penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar akibat hambatan samping sebagai fungsi dari lebar bahu. Hambatan samping adalah pengaruh kegiatan di samping ruas jalan terhadap kinerja lalu lintas, misalnya pejalan kaki, penghentian kendaraan umum atau
15
kendaraan lainnya serta kendaraan masuk dan keluar lahan di samping jalan.
Tabel III.9. Menunjukkan Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Hambatan Samping
Faktor penyesuaian Hambatan samping
Lebar bahu efektif Rata-rata Ws (m) Type jalan Kelas hambatan samping (SFC) ≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m ≥ 2 m Empat lajur terbagi 4/2 D Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 1,00 0,98 0,95 0,91 0,86 1,00 0,98 0,95 0,92 0,87 1,00 0,98 0,96 0,93 0,89 1,00 0,99 0,98 0,97 0,96 Empat lajur tak
terbagi 4/2 UD Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 1,00 0,96 0,92 0,88 0,81 1,00 0,97 0,94 0,89 0,83 1,00 0,97 0,95 0,90 0,85 1,00 0,98 0,97 0,96 0,95 Empat lajur tak
terbagi 2/2 UD Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 1,00 0,96 0,91 0,85 0,76 1,00 0,97 0,92 0,87 0,79 1,00 0,98 0,95 0,91 0,86 1,00 0,98 0,97 0,95 0,93 Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1997)
5). Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas akibat kelas fungsional jalan dan tata guna lahan
Untuk tujuan perhitungan, guna lahan ditentukan sebagai persentase dari segmen jalan dengan pengembangan tetap dalam bentuk bangunan. Tabel III.10. menunjukkan faktor penyesuaian kecepatan arus bebas akibat kelas fungsional jalan dan tata guna lahan.
16
Tabel III.10. Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Kelas Fungsional Jalan dan Tata Guna Lahan
Faktor penyesuaian FFV RC
Pengembangan samping jalan (%) Type jalan
0 25 50 75 100 Empat lajur terbagi
Arteri Kolektor Lokal 1,00 0,99 0,98 0,99 0,98 0,97 0,98 0,97 0,96 0,96 0,95 0,94 0,95 0,94 0,93 Empat lajur tak terbagi
Arteri Kolektor Lokal 1,00 0,97 0,95 0,99 0,96 0,94 0,97 0,94 0,92 0,96 0,93 0,91 0,945 0,915 0,895 Dua lajur tak terbagi
Arteri Kolektor Lokal 1,00 0,94 0,90 0,98 0,93 0,88 0,97 0,91 0,87 0,96 0,90 0,80 0,94 0,88 0,84 Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1997
Maka penentuan kecepatan arus bebas pada kondisi sesungguhnya dapat dihitung dengan rumus:
FV = (FVo + FVw) x FFVSF x FFVRC ……… III.4
dengan:
FV = kecepatan arus bebas sesungguhnya (km/jam) FVO = kecepatan arus bebas dasar (km/jam)
FVW = penyesuaian akibat lebar lajur lalu lintas
FFVSF = faktor penyesuaian akibat hambatan samping dan lebar bahu
FFVRC = faktor penyesuaian akibat kelas fungsional jalan dan tata
guna lahan. 8. Derajat Kejenuhan
Yang dimaksud dengan derajat kejenuhan adalah perbandingan rasio lalu lintas (smp/jam) terhadap kapasitas (smp/jam).
Rumus:
17
dengan
DS : derajat kejenuhan
Q : volume arus lalu lintas pada jam puncak C : kapasitas
B. Mengidentifikasi Kerusakan
Survei dilakukan untuk mengidentifikasikan kerusakan- kerusakan yang terjadi pada perkerasan jalan yang nantinya dipergunakan untuk meningkatkan efisiensi, penjadwalan dan kontrol penggunaan dana dari kegiatan rutin. Pengidentifikasian di sini mencangkup jenis-jenis kerusakan, luas kerusakan dan kelas kerusakan. Adapun jenis-jenis kerusakan yang diamati dan kreteria pengukuran dapat dilihat pada Tabel III.11.
Tabel III. 11. Kreteria Pengukuran Berdasarkan Type Kerusakan. No. Type Kerusakan Kreteria Pengukuran 1. Deformasi
a. Ambles
b. Keriting
c. Sungkur/Jembul
Kedalaman (mm) diukur di bawah penggaris 1,2 m
Kedalaman (mm) diukur di bawah penggaris 1,2 m jarak dari puncak ke puncak gelembung
Kedalaman (mm) diukur di bawah penggars 1,2 m
2. Retak
a. Retak bulan sabit, retak diagonal, retak tengah, retak melintang.
b. Retak blok, retak kulit buaya tak memanjang.
Lebar retak (mm) yang paling dominan (lebar).
Lebar retak (mm) yang paling dominan (lebar), jarak antar celah (lebar kotak). 3. Kerusakan tepi
a. Rusak tepi
b. Penurunan tepi
Lebar maksimum dari lapis permukaan yang lepas (mm).
Tinggi penuranan (mm) 4. Cacat permukaan
18
b. Kegemukan, pengausan, pelepasan butir, tergores.
(mm)
Tidak ada spesifikasi.
5. Lubang Kedalaman lubang (mm)
6. Patch (penambahan) Tidak ada spesifikasi. Sumber : Austroads,1987
C. Penentuan Nilai Kondisi Perkerasan (PCI)
Nilai kondisi perkerasan Pavement Condition Index (PCI) digunakan untuk mengetahui nilai kondisi perkerrasan pada suatu jalan yang besarnya dipengaruhi oleh keadaan permukaan perkerasan yang diakibatkan oleh kerusakan yang terjadi. Adapun langkah-langkah untuk menghitung PCI adalah sebagai berikut :
1. Menentukan densitas kerusakan
Densitas didapat dari luas kerusakan dibagi dengan luas pekerjaan jalan (tiap segmem) kemudian dikalikan 100%. Rumus lengkapnya adalah sebagai berikut: . % 100 x Perkerasan Luas Kerusakan Luas (%) Densitas = ………(III.6)
2. Mencari deduct value (DV)
Mencari Deduct Value (DV) yang berupa grafik jenis-jenis kerusakan. Adapun cara untuk menentukan DV, yaitu dengan memasukkan persentase densitas pada grafik masing-masing jenis kerusakan kemudian menarik garis vertical sampai memotong tingkat kerusakan (low, median, high),selanjutnya pada pertolongan tersebut ditarik garis horizontal dan akan didapat DV. Grafik yang digunakan untuk mencari nilai DV dapat di lihat pada lampiran II.
3. Menjumlahkan total deduct value
Total deduct value yang diperoleh pada suatu segmen jalan yang dituju sehingga diperoleh Total Deduct Value (TDV)
4. Mencari corrected dedict value
Corected Deduct Value (CDV) dengan jalan memasukkan nilai DV ke grafik CDV dengan cara menarik garis vertical pada nilai TDV sampai memotong garis q kemudian ditarik garis horizontal. Nilai q merupakan jumlah masukan dengan DV >=5. Grafik CDV lihat pada lampiran III. 5. Menghitung nilai kondisi perkerasan
Nilai kondisi perkerasan dengan mengurangi seratus dengan nilai CDV yang diperoleh. Rumus lengkapnya adalah sebagai berikut :
19
PCI = 100 – CDV ……….. ( III.7 ) PCI = Nilai kondisi perkerasan
CDV = Corrected Deduct Value
6. Prioritas penanganan kerusakan
Nilai kondisi perkerasan untuk tiap-tiap segmen yang diperoleh kemudian dapat dipergunakan untuk menentukan prioritas penanganan kerusakan yaitu dengan memprioritaskan penanganan kerusakan pada perkerasan yang mempunyai nilai kondisi perkerasan yang terkecil terlebih dahulu. Untuk mengetahui nilai kondisi perkerasan keseluruhan (pada ruas jalan yang ditunjau) adalah dengan menjumlahkan semua nilai kondisi perkerasan pada tiap-tiap segmen dan membaginya dengan total jumlah segmen. rumus yang dipakai adalah sebagai berikut :
Segmen Jumlah Segmen PCI jalan ruas untuk PCI rata -Rata =
∑
………(III. 10) Rata-rata PCI yang di peroleh kemudian dimasukkan ke dalam parameterseperti nampak pada Gambar III.3. PCI Rating 100 85 70 55 40 25 10 0 Excellent Very Good Good Fair Poor Very Poor Failed
20
Gambar III.3. Nilai Kondisi Perkerasan (PCI) dan Tingkat Kerusakan (Sumber : Department of Transportation. US, 1982)
D. Penanganan Kerusakan Jalan
Penanganan kerusakan jalan pada lapisan lentur menggunakan metode Bina Marga 1992. Metode penanganan untuk tiap-tiap kerusakan adalah sebagai berikut:
1. Metode Penanganan P1 (penebaran pasir) a. Jenis kerusakan yang ditangani
1) Digunakan untuk kegemukan aspal b. Langkah penanganan
1) Membersihkan daerah yang ditangani dengan air compressor
2) Tandai daerah yang akan diperbaiki. 3) Taburkan pasir atau agregat halus. 4) Ratakan dengan sapu.
5) Padatkan dengan pemadat ringan sampai diperoleh permukaan yang rata dan mempunyai kepadatan optimal. 6) Bersihkan tempat pekerjaan dari sisa bahan dan alat
pengaman. 7) Demobilitas.
2. Metode Perbaikan P2 (laburan aspal setempat) a. Jenis kerusakan yang ditangani
1) Retak kulit buaya dengan lebar retak < 2 mm.
2) Retak melinyang, retak tengah, retak diagonal, dan retak memanjang dengan lebar retak < 2 mm.
3) Lokasi - lokasi setempat tempat terjadinya pelepasan butiran.
b. Langkah penanganan
1) Membersihkan daerah yang ditangani dengan air compressor
21
2) Beri tanda persegi pada daerah yang akan diperbaiki dengan cat atau kapur
3) Semprotkan aspal emulsi RS-1 atau RS-2 sebanyak 1,5 l/m2 di daerah yang akan diperbaiki. Untuk cut back asphalt cukup sebanyak 1 l/m2
4) Beri dengan aspal emulsi, tunggu sampai aspal mulai pecah sebelum penebaran pasir
5) Taburkan pasir kasar atau agregat haluus 5 mm dan ratakamn hingga menutup seluruh daerah yang diberi tanda
6) Padatkan dengan pemadat ringan sampai permukaan rata sampai kepadatan optimal (minimal 3 lintasan)
7) Bersihkan tempat pekerjaan dari sisa bahan dan alat pengaman
8) Demobilitas
3. Metode Perbaikan P3 (melapisi retak) a. Jenis kerusakan yang ditangani
1) Retak dengan lebar retakan < 2 mm tepi terdekat retak lebih dari satu
b. Langkah penanganan
1) Bersihkan daerah tersebut dengan Air Compressor / sapu 2) Tandai daerah yang akan diperbaiki dengan cat atau kapur 3) Buat campuran aspal emulsi dan pasir kasar dendan menggunakan Concrete Mixer dengan komposisi sebagai berikut : Pasir 20 Liter, aspal emulsi 6 Liter
4) Semprotkan tack coat dengan aspal emulsi jenis RC (0,2 Liter/m2 ) di daerah yang diperbaiki
5) Tebar dan ratakan campuran aspal tersebut pada seluruh daerah yang sudah diberi tanda
6) Bersihkan tempat pekerjaan dari sisa bahan dan alat pengaman
22
7) Demobilitas
4. Metode Perbaikan P4 (pengisian retak) a. Jenis kerusakan yang ditangani
1) Retak garis > 2 mm, disini termasuk juga kerusakan retak diagonal,retak melintang.
b. Langkah penanganan
1) Membersihkan daerah yang ditangani dengan air compessor
2) Tandai daerah yang akan diperbaiki dengan cat atau kapur 3) Isi retak dengan aspal emulsi menggunakan aspal katlle 4) Taburkan pasir kasar pada retakan yang telah diisi aspal
(tebal 10 mm)
5) Padatkan pasir tersebut dengan Baby Roller (minimum 3 lintasan)
6) Angkat kembali rambu pengaman dan beersihkan lokasi dari sisa bahan
7) Demobilitas
5. Metode Perbaikan P5 (penambalan lubang) a. Jenis kerusakan yang ditangani
1) Lubang, kedalaman < 50 mm 2) Keriting, kedalaman < 30 mm 3) Alur, kedalaman < 30 mm
4) Penurunan setempat kedalaman < 30 mm b. Langkah penaganannya
1) Bersihkan daerah yang ditangani dengan air compessor 2) Tandai daerah yang akan diperbaiki dengan cat atau kapur 3) Gali material sampai mencapai lapisan yang keras
(biasanya kedalaman pekerjaan jalan 150 – 200 mm, harus diperbaiki)
23
4) Pemeriksaan kadar air optimum material pekerjaan jalan yang ada. Jika kering tambahkan air hingga keadaan optimum. Jika basah gali material dan biarkan sampai kering
5) Padatkan dasar galian dengan menggunakan pemadat tangan (Vibrating Compactor)
6) Isi galian dengan bahan pondasi agregat yaitu kelas A atau kelas B (tebal maksimum 15 cm), kemudian padatkan dalam keadaan kadar optimum air sampai kepadatan maksimum
7) Semprotkan lapis Prime Coat jenis RS dengan takaran 0,5 l/m2 untuk Cut Back jenis MC-30 atau 0,8 l/m2 untuk aspal emulsi
8) Aduk agregat untuk campuran dingin dalam Concrete Mixser perbandingan agregat kasar dan halus 1,5 : 1 9) Kapasitas maksimum aspalt mixser kira-kira 0,1 m3.
Untuk campuran dingin tambahkan semua agregat 0,1 m3 sebelum aspal
10) Tambahkan aspal dan aduk selama 4 menit siapkan campuran aspal dingin secukupnya untuk keseuruhan dari pekerjaan ini
11) Tebarkan dan padatkan campuran aspal dingin dengan tebal maksimum 40 mm sampai diperoleh permukaan yang rata dengan menggunakan alat perata
12) Padatkan dengan Baby Roller minimum 5 lintasan, tambahkan material jika diperlukan
13) Bersihkan lapangan dan periksa peralatan dengan permukaan yang ada
14) Angkat kenbali rambu pengaman dan bersihkan lokasi dari sisa materal
24
6. Metode P6 Perataan
a. Jenis kerusakan yang ditangani 1) Lubang, kedalaman < 50 mm
2) Bergelombang, kedalaman < 30 mm 3) Alur, kedalaman < 30 mm
4) Penurunan setempat, kedalaman < 50 mm b. Langkah penanganan
1) Bersihkan daerah tersebut dengan air compressor / sapu sampai kering dan bersih
2) Tandai daerah yang akan diperbaiki dengan cat atau kapur 3) Semprotkan tack coat dari jenis RS pada daerah
kerusakan 0,5 l/m2 untuk aspal emulsi atau 0,2 l/m2 untuk cut back dengan aspalt ketlle / kaleng berlubang
4) Aduk agregat untuk campuran dingin dengan perbandingan 1,5 agregat kasar : 1,0 agregat halus
5) Kapasitas maksimum mixer kira-kira 0,1 m3. Untuk campuran dingin tambahkan agregat 0,1 m3 sebelum aspal 6) Tambahkan material aspal dan aduk selama 4 menit.
Siapkan campuran aspal dingin kelas A, kelas C, kelas E, atau campuran aspal beton secukupnya sampai pekerjaan selesai
7) Hamparkan campuran aspal dingin pada permukaan yang telah ditandai, sampai ketebalan diatas permukaan minimum 10 mm
8) Padatkan dengan Baby Roller (minimum 5 lintasan) sampai diperoleh dan kepadatan optimum
9) Bersihkan lapangan dan angkat kembali rambu pengaman 10) Demobilitas
25
IV. METODE PENELITIAN
A. Cara Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan cara Diskriptif Analitis. Diskriptif berarti penelitian memusatkan pada masalah-masalah yang ada pada saat sekarang. Keadaan lalu lintas di daerah penelitian dapat diperoleh data yang akurat dan cermat, sedangkan Analitis berarti data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan kemudian dianalisis.
B. Teknik Pengumpulan Data
Pengambilan sample penelitian dilakukan pada saat jam sibuk antara pukul 06.00 sampai pukul 18.00 selama 12 jam. Hari yang dianggap paling memungkinkan untuk pendataan diambil tiga hari yang dapat mewakili hari-hari dalam satu minggu.
1. Alat Penelitian
Adapun peralatan dan hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam penelitian ini meliputi :
a). Kertas kerja, yaitu sebagai tempat untuk mencacah kendaraan.
b). Alat tulis, yaitu digunakan untuk menulis berupa ballpoint, pena, pensil dan lain-lain.
c). Counter, yaitu alat pencacah mekanis untuk memudahkan pencacahan. d). Hard Board, yaitu sebagai alat untuk menulis.
e). Jam / Arloji sebagai petunjuk waktu, meteran dan kalender.
Surveyor, di sini tenaga surveyor sekali dalam penelitian melibatkan 15 orang surveyor selama 12 jam.
f). Roll meter, digunakan mengukur lebar kerusakan dan lebar penampang jalan.
g). Peralatan pengaman lalu lintas. 2. Data Primer
Yang dimaksud data primer adalah data yang tidak mengalami perubahan selama pelaksanaan survey, data yang dimaksud adalah data
26
geometri jalan. Data geometri jalan diperoleh dengan cara pengukuran di lapangan, pengukuran yang dilakukan oleh peneliti meliputi :
a). Lebar perkerasan
b). Lebar bahu jalan dan perkerasan c). Lebar tiap jalur
d). Lebar jalur lambat
e). Pencatatan jenis kerusakan yang terjadi f). Pengukuran lebar kerusakan
3. Data Sekunder
Yang dimaksud data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dari instasi terkait yang berupa peta lokasi penelitian, dan geometrik jalan.
C. Analisis Hasil Penelitian
Data dari pengamatan visual di lapangan kemudian diformulasikan ke dalam Tabel III.11 dapat diketahui tingkat kerusakannya kemudian ditentukan jenis penangannya, untuk tingkat pelayanan jalan pengukurannya berdasarkan kapasitas jalan
D. Tahapan Penelitian Tahap I : Persiapan dan studi literatur
Tahap II : Desain data dan penelitian pendahuluan
Tahap III : Penelitian di lapangan untuk mendapatkan data primer dan sekunder
Tahap IV : Rekapitulasi data
Tahap V : Pembahasan hasil penelitian dan kesimpulan Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar IV.1.
27
E. Bagan Alir Penelitian
Bagan alir penelitian ditunjukan pada Gambar IV.1. di bawah ini:
Mulai Tahap I Studi Literatur Tahap II Desain Data Penelitian Pendahuluan Data Primer : 1) Jumlah Kendaraan 2) Jenis, Luas dan Kelas
Kerusakan
Data Sekunder : 1) Peta Lokasi
2) Geometrik Jalan dari Bina Marga
Rekapitilasi Data Tahap IV Tahap III
Pembahasan Hasil Penelitian
Tahap V Kesimpulan
Selesai