• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Coping Strategy Industri Kecil Konveksi di Masa Krisis Keuangan Nasional T2 092010006 BAB V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Coping Strategy Industri Kecil Konveksi di Masa Krisis Keuangan Nasional T2 092010006 BAB V"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

DAM PAK KRI SIS KEUANGAN GLOBAL DAN

COPING STRATEGY

I NDUSTRI KECIL KONV EKSI

Pendahuluan

Krisis Global tahun 2008 hingga 2010, memberi efek domino terhadap usaha kecil konveksi di Tingkir lor. Efek domino artinya, usaha kecil konveksi Tingkir lor terkena efek lanjutan dari dampak Krisis Keuangan Global (selanjutnya disingkat KKG dalam tulisan ini) terhadap Damatex sebagai penyuplai bahan baku. Produksi Damatex yang menurun sebesar 40 %. M enurut manager PT Damatex Andy Sanang Romawi, ini merupakan dampak krisis global yang tidak terelakan. Stok benang yang biasanya diekspor ke Jepang dan M alaysia menumpuk di gudang. Barang yang diekspor ke Eropa masih menumpuk di Turki karena tidak ada pembeli, berefek pada menurun pula limbah produksinya.1 Padahal IK konveksi di Tingkir lor sangat

membutuhkan limbah produksi tersebut sebagai bahan baku usaha konveksi mereka. Penurunan limbah produksi ini, berefek pada produksi maupun pemasaran IK konveksi di Tingkir Lor.

Efek terhadap produksi adalah pengusaha sulit mendapatkan limbah dan jika didapatkan dalam harga yang cukup mahal karena rantai jaringan suplai bahan baku yang semakin panjang. Kesulitan pengusaha mendapatkan bahan baku, karena putusnya jaringan antara Damatex dengan salah seorang pengepul di Tingkir lor, pak Shodiq. Putusnya jaringan suplai bahan baku disebabkan semakin minimnya limbah produksi dari Damatex. Pak Shodiq juga mengalami kekurangan modal sejak tahun 2003. Bu Norma pengepul lainnya, masih memiliki jaringan dengan Damatex, tetapi limbah yang dipasok

1

(2)

hanya cukup dipakai oleh bu Norma sendiri. Akibatnya pengusaha IK konveksi di Tingkir lor harus mencari sumber bahan baku yang baru.

Dalam hal pemasaran efeknya adalah kenaikan biaya produksi memaksakan pengusaha untuk menaikkan harga produk. Padahal produk konveksi Tingkir lor diminati pasar karena harganya yang

terjangkau oleh berbagai kalangan. Karena itu pengusaha

menyiasatinya dengan menekan harga produksi pada bahan baku dan tenaga kerja. Semua itu dilakukan agar usaha konveksi dapat tetap berjalan di masa krisis global.

Namun pengusaha Tingkir Lor tidak pasrah dengan keadaan, melainkan terus berjuang dengan berbagai strategi coping yang ditemukan dari hasil gumulan konteks keluarga agar usaha konveksi mereka tetap berjalan. M ereka tetap mendapatkan bahan baku yang murah, harga barang yang murah pun mereka pertahankan. Selain itu, curahan waktu kerja bapak dan ibu yang semakin tinggi, agar menekan biaya karyawan. Semua itu dilakukan supaya produksi tetap bisa berjalan dengan ongkos produksi yang tidak tinggi dan pemasaran dapat tetap dilakukan dengan harga yang menjangkau semua kelas masyakat, sehingga barang bisa laris di pasaran.

Krisis global merupakan titik perjumpaan dari rangkaian krisis yang pernah terjadi semenjak tahun 1998 krisis moneter, krisis BBM di tahun 2004, krisis keungan global di tahun 2008 hingga 2010. Jadi, krisis global menjadi momentum akumulasi dari segenap terpaan krisis terhadap usaha kecil konveksi ini. Sehingga meski sebenarnya krisis global bagaikan badai kecil bagi usaha kecil, tapi bagi usaha konveksi di Tingkir lor justru banyak yang menyerah kalah di masa krisis global. M eskipun ada yang menyerah kalah dan ada yang tetap maju dengan gigih, namun semuanya telah menyusuri perjalanan panjang yang penuh badai, tulisan ini merupakan apresiasi penulis yang dalam terhadap kegigihan mereka untuk berjuang selama ini.

(3)

usaha kecil konveksi di Tingkir Lor secara umum, kemudian akan mengupasnya satu persatu dalam ranah produksi maupun pemasaran.

Dampak Krisis Keuangan Global Terhadap Unit Usaha Kecil Konveksi Di Tingkir Lor

Kelangkaan bahan baku akibat menurunnya produksi industri tekstil karena krisis keuangan global, memberi dampak yang berbeda pada masing-masing unit usaha konveksi di Tingkir Lor, tergantung ketahanan dan strategi yang digunakan untuk menghadapi krisis tersebut. ketahanan ini juga terkait dengan ketersediaan sumber daya produksi lainnya. Dampak yang berbeda ini dapat digunakan untuk mengkategorikan unit usaha menurut dampak yang dialaminya.

Unit I ndustri konveksi di Tingkir lor mengalami kebangkrutan

Dampak krisis terhadap usaha bagaikan seorang petinju yang terkena pukulan bertubi-tubi sehingga kalah KO di ronde ke-12. Pukulan bertubi-tubi yang mematikan usaha dialami oleh bu Nunik dan akhirnya usahanya harus berakhir dengan kebangkrutan. M aksudnya apa yang dialami pengusaha merupakan akumulasi dari krisis beruntun yang dialami sejak 1998 krisis moneter, 2004 krisis BBM dan krisis global ditahun 2008 hingga 2010. Dampak yang dialami bu Nunik adalah unit usahanya bangkrut total dengan kekosongan bahan baku dan modal, bahkan dengan beban pinjaman bank yang belum terbayar. Akhirnya karena tidak mampu lagi membayar utangnya di bank, rumah tinggalnya yang dijadikan jaminan pinjaman bank, ditarik bank. Seperti kata peribahasa sudah jatuh tertimpa tangga pula, demikian pula bu Nunik sudah bangkrut usahanya, kehilangan rumah pula sebagai tempat tinggalnya.

(4)

M usropah terkena pukulan beruntun dari modal yang menipis dan sulitnya akses modal di masa krisis, bahan baku yang langka karena krisis keuangan global, di tambah lagi kehilangan tenaga kerja karena anak-anaknya harus menikah. Pukulan beruntun ini tidak mampu ditangkis lagi, karena lemahnya hal-hal vital seperti modal, bahan baku dan tenaga kerja untuk menjalankan produksi. Tetapi bu M usropah masih beruntung tidak terjerat hutang sehingga seperti halnya bu Nunik. Bu M usropah cepat dibantu rekan-rekan pengusahanya dengan diberikan sejumlah stok barang jadi untuk didagangkan, karena kebetulan rumah beliau lebih dekat ke jalan raya, sehingga lebih banyak disinggahi konsumen.

Usaha berjalan semakin lambat dan tersendat-sendat

Berbeda dengan kondisi usaha pada point 1, dampak krisis keuangan global terhadap usaha tidak sampai membuat mati usaha tetapi lumayan membuat usaha terhuyung-huyung, jalannya semakin melambat dan tersendat-sendat. Pada unit usaha milik pak M at Shodiq, beliau mengalami kehabisan modal karena harus membiayai perawatan istrinya selama setahun. Bertepatan dengan itu harga bahan baku yang semakin tinggi, membuat pak shodiq sudah setahun tidak

kulakan bahan baku lagi. Untung saja beliau masih punya sisa

beberapa helai kain limbah yang dipakai untuk tetap menjalankan produksi meskipun sangat lambat dan sangat jauh perbandingannya dengan usaha beliau di tahun 1980-an hingga 1990-an. M enurut pak M at Shodiq sendiri, usahanya yang sekarang belum ada 1/5 dari usaha di tahun 1980-an hingga 1990-an.

Usaha tetap eksis di masa krisis keuangan global

(5)

meskipun mengeluhkan kelangkaan bahan baku namun tetap berjalan melenggang dan tetap tegap menghadapi tantangan krisis.

Usaha yang tetap berjalan melenggang dengan tegap memiliki daya imun tinggi yang ditransfer dari jaringan keluarga yang memiliki akses terhadap modal maupun bahan baku. Daya imun ada karena adanya akses terhadap modal karena jaringan yang menghubungkan pengusaha ke sumber modal. Daya imun ini ada karena jaringan digunakan sebagai kekuatan mereka untuk tetap menjalankan usaha.

Unit-unit usaha yang tetap eksis juga dikelompokan penulis menurut berdasarkan omzet yang diperoleh dan aset yang dimiliki dari hasil usahanya. Omzet dan aset yang menjadi ukuran seberapa jauh eksisnya sebuah usaha. Di bawah ini pengelompokan usaha yang akses menurut hasil penelitian penulis :

1. Usaha sangat maju: Unit usaha Ribel milik mbak Ul dengan omzet rata-rata setiap bulan Rp. 100.000.000 hingga Rp. 200.000.000. Aset yang dimiliki berupa M obil Inova, sepeda motor, 1 ha tanah sawah.

2. Usaha maju : termasuk di dalamnya unit usaha milik San-san milik mas Susilo dengan omzet Rp.40.000.000 hingga 50.000 setiap bulan. M emiliki mobil dan motor

(6)

Dampak Krisis Keuangan Global (KKG) terhadap Aktivitas Produksi

Aktivitas produksi pada masa krisis keuangan global merupakan semua aktivitas produksi yang berlangsung pada masa krisis global. Aktivitas Produksi terdiri dari serangkaian aktivitas untuk menghasilkan produk yang bernilai ekonomi. Rangkaian kegiatan tersebut dimulai dari pengadaan modal, pengadaan bahan baku, tenaga kerja untuk produksi dan pengolahan bahan baku menjadi barang jadi. Sedangkan krisis keuangan global yang berefek terhadap IK konveksi di Tingkir lor, berlangsung dalam rentang waktu tahun 2008 hingga 2010. M eskipun pada dasarnya masyarakat Tingkir lor sudah merasakan krisis sejak tahun 2000-an hingga 2012. Jadi krisis global tahun 2008 hingga 2010 menjadi titik akumulasi krisis yang mereka rasakan sejak tahun 2000.

Pada sub bab ini, penulis akan menceritakan bagaimana usaha kecil konveksi diterpa oleh krisis keuangan global dan bagaimana mereka mengerahkan segala energi yang mereka miliki untuk menghadapi krisis dan mempertahankan usahanya tetap berjalan.

Pukulan krisis terhadap modal usaha

M odal yang dibutuhkan semakin tinggi sementara persediaan lumbung modal semakin menipis di masa krisis keuangan global

(7)

dibutuhkan 3 kali lebih besar dari modal sebelum, karena harga bahan baku yang melambung tinggi.

Demikian pula untuk melanjutkan usaha konveksi di masa krisis global, pengusaha mengalami kesulitan untuk kulakan bahan baku yang harganya melonjak naik, sementara modal usaha semakin menipis terpakai untuk kebutuhan rumah tangga dan produksi sebelumnya. Penyusutan modal ini sudah terjadi sekian lama sepanjang perjalanan usaha konveksi di Tingkir Lor dan terakumulasi di masa krisis keuangan global. Kondisi sulit ini memuncak ketika bahan baku semakin mahal itu berarti keuntungan semakin menipis, sementara kebutuhan keluarga semakin meningkat tetap harus dipenuhi dan untuk membeli bahan baku, harus membayar uang muka minimal 30 %. Lama-kelamaan sang pengusaha harus memilih uang yang mereka punya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga atau untuk modal usaha. Pilihan-pilihan itulah yang menyebabkan usaha terhenti, karena tidak mungki mereka menghentikan masa depan anak-anak mereka.

Usaha kecil konveksi di Tingkir lor mengalami goncangan bahkan kebangkrutan karena kehabisan modal karena percampuran uang usaha dan uang rumah tangga membuat pengusaha harus memilih salah satunya. Pak Abidin mengalami kejatuhan pada tahun 2003 karena lebih memilih memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Ibu M usropah anaknya masih kuliah di tingkat akhir lebih memilih

membiayai anaknya dan berhenti kulakan bahan baku. Pak M at

Shodiq, keempat anaknya telah selesai kuliah dan bekerja, namun 1 tahun terakhir istrinya sakit sehingga uangnya habis untuk membiayai sakit istrinya. 6 bulan setelah istrinya meninggal saat dijumpai penulis,

beliau belum kulakan bahan baku karena tidak ada uang, tetapi

(8)

Akses terhadap modal semakin sulit di masa krisis

Penyusutan modal yang dialami usaha kecil konveksi di tingkir lor sebenarnya bisa diselamatkan dengan akses modal pengusaha, namun mirisnya pengusaha yang sudah berada pada titik kritis justru tidak memiliki akses terhadap modal. Bank sulit memberikan pinjaman kepada usaha yang berada dalam keadaan kritis karena takut merugi, kebanyakan pinjaman modal diberikan pada usaha yang terlihat sehat dan gemuk. Demikian yang terjadi di Tingkir Lor, 60 % usaha yang mengalami titik kritis, bahkan sudah tidak terlihat lagi bekas usaha di depan rumahnya, justru tidak menjadi fokus untuk diberikan akses modal.

Bagi usaha yang masih bisa berjalan meskipun tertatih juga butuh modal untuk melanjutkan usaha mereka, namun malangnya mereka pun tidak mendapatkan akses modal itu. M as Susilo menceritakan, sekarang sulit mendapatkan pinjaman modal dari bank di masa krisis keuangan global. Kalau mau pinjam sendiri harus punya agunan. Kalau pinjam berkelompok, hanya beberapa orang pilihan saja yang dikasih. Beliau adalah salah seorang pengusaha yang sulit mendapatkan modal dari bank.

(9)

H antaman krisis global terhadap bahan baku

Kelangkaan bahan baku di masa KKG

M enurunnya produksi Damatex sejak krisis moneter hingga memuncak pada krisis keuangan global 2008-2010, mengakibatkan Damatex tidak mampu lagi menyuplai kain limbah sebagai bahan baku produksi industri kecil konveksi di Tingkir lor. Produksi Damatex yang menurun hingga 40 % karena produk mereka belum bisa diekspor ke pasar luar negri yang sedang mengalami krisis global. Dengan menurunnya produksi, berarti menurun pula limbah produksi yang menjadi bahan baku pengolahan konveksi di Tingkir Lor. Hal ini dialami oleh pengusaha IK konveksi di Tingkir Lor, sehingga mas Susilo salah seorang pengusaha mengatakan kepada penulis demikian:

Jadi begini, home industry di sini kan bahan bakunya sampah pabrik. Nah kalo pabriknya tidak bertahan lama, kita juga kendala di situ. Pabriknya ngga produksi lagi kita kan susah. Ngambil bahannya kan situ. Tahun brapa itu kan, rata-rata pabriknya tutup, buka, tutup, buka. Trus skarang kan rata-rata pabrik-pabrik baru, jadi masih kontrak semua. Yah seperti Damatex. Itu juga kendala. Pokoknya kalau mereka produksinya sedikit otomatis istilah e barang yang recekannya juga sedikit. M isalkan dapet, harganya udah tinggi.2

Ketidakmampuan Damatex untuk menyuplai limbah produksi, mengakibatkan terjadinya kelangkaan bahan baku bagi industri kecil konveksi di Tingkir lor di masa krisis keuangan global. Kain limbah menjadi barang yang susah diperoleh. Seperti dikeluhkan oleh Ibu M usropah bahwa sekarang ini bahan baku sangat sulit didapatkan, tidak seperti dulu, mereka semua bisa memperoleh bahan baku dengan mudah dan dalam jumlah yang banyak. Kesulitan pengusaha mendapatkan kain limbah sebagai bahan baku IK konveksi di Tingkir lor, berakibat pada tersendatnya usaha yang mereka jalankan, bahkan yang paling fatal usaha bisa berhenti karena ketiadaan bahan baku. Ibu M usropah karena kelangkaan kain limbah ini sehingga produksinya

(10)

tersendat di tahun 2010 bahkan di tahun 2013 sudah berhenti produksi.

Seiring terputusnya jaringan dengan damatex, pak Sodiq sebagai pengepul di Tingkir lor juga memiliki kekurangan modal, sehingga tidak bisa kulakan bahan baku dari penyuplai di Solo. Kesulitan pak Shodiq ini, akhirnya menjadi kesulitan bersama pengusaha IK konveksi di Tingkir lor untuk mendapatkan bahan baku.

Semakin panjang rantai jaringan suplai, semakin mahal harga bahan bakunya

Predikat Tingkir Lor sebagai sentra industri kecil konveksi mengundang para pengepul kain limbah dari Solo dan Ungaran masuk ke daerah ini untuk menjual kain limbah. Kehadiran Para pengepul di Tingkir lor bagaikan oase bagi usaha kecil di situ, yang sedang mengalami kelangkaan bahan baku. M ereka datang menawarkan kain sisa produksi atau yang disebut Bs-an dan recekan adapula yang menjual kain rol untuk seprei atau celana.

(11)

struktur jaringan suplai bahan baku dari pabrik hingga ke tangan pengusaha IK konveksi di Tingkir lor adalah demikian :

Gambar 5.1

Rantai jaringan suplai bahan baku di masa krisis keuangan global

Akses yang berbeda terhadap bahan baku menimbulkan persaingan harga produk

Pengusaha konveksi di Tingkir lor masing-masing memiliki akses yang berbeda terhadap bahan baku yang dibawa pengepul dari Solo dan Ungaran. Akses yang berbeda ini sangat terkait dengan besar modal yang dimiliki sebuah usaha. Untuk bisa mengambil kain rol bahan baku seprei dari agen kain ataupun kain Bs-an bahan baku celana dari Pengepul 1, pengusaha diharuskan mengambil dalam jumlah banyak sekitar 1 Ton sebulannya, itu berarti pengusaha memiliki akses modal yang tinggi, karena untuk mengambil sebanyak itu pengusaha harus membayar uang muka sekitar 30 %. Kemampuan pengusaha untuk mengambil semakin banyak, memungkinkan adanya penawaran harga bahan baku. Jadi pengusaha berpeluang mendapatkan bahan baku yang lebih murah dibandingkan pengusaha lainnya di Tingkir lor.

Sayangnya sekitar 80 % Pengusaha yang tidak memiliki modal yang besar dengan terpaksa hanya bisa membeli dari pengepul ke-2 bahkan pengepul ke-3 menurut mas Susilo. Di tataran pengepul 2 berbeda harganya dengan pengepul 1, apalagi dengan harga pabrik atau garmen, karena pengepul 2 harus mendapatkan keuntungan. Demikian selanjutnya pada tataran pengepul ke-3, mereka juga berupaya untuk mendapatkan keuntungan, sehingga harga bertambah naik. Dengan demikian pengusaha kecil yang tipis modalnya, tidak lagi

(12)

mendapatkan bahan baku dengan harga murah, sebaliknya jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga bahan baku yang didapatkan pak Abidin dan M bak ul.

Sentilan krisis keuangan global terhadap tenaga kerja

Seiring kemacetan sejumlah usaha, sejumlah karyawan juga kehilangan pekerjaan di masa krisis keuangan global

Kemacetan usaha konveksi di masa krisis global layaknya kemacetan mobil di jalan raya yang tidak mendapatkan lagi akses jalan yang kosong untuk bisa bergerak maju, sehingga hanya bisa stag di tempatnya berdiri hingga kembali mendapatkan akses jalan. Demikian halnya usaha, ketika berada dalam posisi macet, itu berarti berhenti melakukan aktivitas usaha.

Situasi usaha yang macet ini menyebabkan sejumlah karyawan harus kehilangan pekerjaan mereka. Dalam situasi usaha yang macet, tidak ada aktivitas usaha yang bisa dilakukan selain berhenti total di tempatnya. Dengan ketiadaan aktivitas usaha, itu berarti karyawan kehilangan pekerjaan mereka, sehingga dengan berat hati mereka harus meninggalkan usaha konveksi Tingkir Lor dan berupaya mencari akses pekerjaan yang lain. Cerita dari Pak M at Shodiq bahwa dulu ketika usahanya masih lancar, anak-anak yang mengikuti beliau berjumlah 22 orang. Sekarang ketika terjadi krisis, karyawannya berkurang 18 orang, itu berarti tersisa 4 orang yang masih mengambil jahitan sedikit-sedikit. Demikian halnya bu M usropah yang usahanya berhenti di tahun 2013, karyawan sebelum krisis ada 4 orang, pada saat krisis tinggal 1 orang. Karyawan yang 1 orang itu sering disuruh ibu menjahit pesanan sarung bantal, itupun kalau ada pesanan.

(13)

masyarakat Tingkir Lor sendiri yang generasinya sekitar 90 % duduk di

bangku perguruan tingi.3 Apabila merekrut karyawan dari daerah lain

sekitar Tingkir Lor, maka harus diajarkan ketrampilan menjahit oleh pemilik usaha.

Kemunduran usaha di masa krisis keuangan global menyebabkan karyawan kehilangan pekerjaan mereka yang artinya mereka telah kehilangan sumber pendapatan bagi keluarganya. Kemacetan usaha konveksi yang dijadikan sumber pendapatan bagi nafkah kehidupan pengusaha dan karyawan, menimbulkan kemiskinan pada masyarakat Tingkir lor. Biasanya mereka segera beralih ke unit usaha lain atau membuka usaha lain yang bisa membantu mereka ke luar dari tekanan kemiskinan.

Usaha berjalan melambat di masa krisis, pendapatan karyawan berkurang sehingga karyawan harus mencari pekerjaan sampingan

Beberapa unit usaha mengalami perlambatan aktivitas produksi karena efek krisis, sehingga pendapatan karyawan pun menurun. Perlambatan aktivitas produksi menyebabkan berkurangnya pekerjaan menjadi sumber penghasilan karyawan, karena karyawan dibayar berdasarkan banyaknya pekerjaan yang diborong. Berkurangnya pekerjaan karyawan di masa krisis berbanding lurus dengan menurunnya pendapatan karyawan.

M enurunnya pendapatan karyawan pada masa krisis membuat karyawan tidak fokus lagi pada pekerjaannya di unit konveksi tersebut, tetapi mencari pekerjaan sampingan untuk mendapatkan tambahan penghasilan. Fokus karyawan tidak hanya berkonsentrasi pada pekerjaan di satu unit usaha, tetapi mencari pekerjaan sampingan sebagai sumber penghasilan lain. Karyawan di unit usaha pak Abidin yang mengambil orderan jahitan dari pihak luar, sehingga berefek sering absen kerja di unit usaha pak Abidin. Pak Abidin sendiri

(14)

mengeluhkan pekerjaan yang terbengkalai di unit usahanya akibat dari ketidakhadiran karyawan karena sedang bekerja sampingan di rumahnya. Demikian pula karyawan di unit usaha M bak Ul, bekerja ganda sebagai pedagang di pasar pada pagi hari dan penjahit di siang hingga sore hari. Demikian halnya karyawan pada unit usaha milik pak Imrori, mengambil jahitan dari tempat lain juga selain milik pak Imrori.

Saat krisis global gaji karyawan tidak dinaikan demi efisiensi, sehingga menimbulkan ketidakpuasan karyawan

Sistem penggajian karyawan yang murah yang selama ini digunakan pengusaha di Tingkir Lor dirasakan kurang adil terhadap karyawan. Karyawan pada unit usaha milik mbak Leli4menceritakan

kepada penulis bahwa mereka rata-rata sudah bekerja selama 8 tahun namun gajinya tidak berbeda dengan karyawan yang baru masuk. upah yang mereka peroleh untuk setiap celana yang mereka jahit sebesar Rp 400. Jika dalam sehari mereka berhasil menjahit 50 celana maka upah karyawan dalam sehari sebesar 20.000. Itu berarti dalam sebulan mereka mendapatkan upah atau gaji sebesar Rp 600.000. Apabila dibandingkan dengan omset pengusaha dari pengolahan kain limbah ini hingga Rp. 200.000.000 setiap bulan, maka perbandingannya 1 : 333,3. Omset pengusaha 333 kali di atas penghasilan karyawan. Padahal omset sebesar itu sangat tidak mungkin didapatkan tanpa bantuan karyawan, sehingga penggajian seperti ini dikeluhkan kurang adil oleh beberapa karyawan.

Ketika krisis keuangan global di tahun 2008 hingga 2010 gaji karyawan tidak mengalami perubahan pada sistem ataupun jumlah yang dibayarkan, sehingga menimbulkan gejolak ketidakpuasan pada karyawan. Hal ini demikian karena pada masa krisis justru ban

(15)

pinggang semakin diketatkan atau penghematan terjadi pada keseluruhan ongkos produksi termasuk gaji karyawan. Beberapa karyawan yang diwawancarai penulis mulai kecewa dengan gaji yang tidak memperhitungkan lamanya bekerja mereka di unit usaha tersebut.

Terpaan Krisis Terhadap Proses Pengolahan Bahan Baku Limbah Di Tingkir Lor

M unculnya persaingan Kualitas jahitan

Persaingan harga produk pada masa krisis keuangan global dijawab dengan saling unjuk kualitas jahitan antar unit industri

konveksi di Tingkir lor. Beberapa unit usaha yang memasang harga di

atas untuk produk mereka, menjawab persaingan harga murah dengan

menaikkan kualitas jahitan. M enurut mereka sedikit perbedaan harga tidak masalah yang penting mereka dapat menyediakan produk yang kualitas jahitannya tidak dapat diragukan.

(16)

Perlambatan usaha di masa krisis keuangan global, pengusaha menjual peralatan konveksi, beberapa unit usaha di ambang kebangkrutan.

Perlambatan usaha akibat dari kelangkaan bahan baku yang terjadi di masa krisis keuangan global, menyebabkan beberapa pengusaha menjual peralatan menjahit mereka berupa mesin jahit juga mesin obras untuk memenuhi kebutuhan mereka. Krisis terhadap usaha konveksi ternyata menyulitkan pengusaha dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Dalam pertimbangan yang agak pesimis bahwa usaha mereka akan sulit bangkit ditambah dengan tuntutan perut yang harus diisi, pengusaha menjual mesin jahit dan mesin obras yang dulunya merupakan bantuan pemerintah kata pak Imrori.

Penjualan peralatan mesin jahit dan mesin obras ternyata hanya memenuhi kebutuhan tentatif, kebutuhan jangka panjangnya justru terbengkalai, karena usaha konveksi sudah tidak bisa berjalan tanpa mesin jahit juga mesin obras. Hasil penjualan mesin jahit hanya bisa digunakan dengan efisien untuk memenuhi kebutuhan hidup paling lama sebulan. Untuk memenuhi kebutuhan hidup selanjutnya, mereka harus memikirkan strategi nafkah yang baru.

(17)

Coping Strategy

pada ranah produksi I K Konveksi Tingkir Lor

M enangkis pukulan krisis keuangan global terhadap modal usaha:

1. Penghematan biaya rumah tangga sehingga modal usaha tidak menipis

Penyatuan biaya rumah tangga dengan biaya usaha tidak dapat dielakkan, namun penghematan belanja rumah tangga merupakan hal yang bisa dilakukan pengusaha agar modalnya tidak menipis. M enurut ibu Imrori, dulu sebelum krisis mereka bisa membeli apa saja yang mereka inginkan, tetapi di masa krisis mereka harus menghemat. Kalau di hari sabtu mereka jalan-jalan di mall bersama keluarga, mereka hanya bisa melihat-lihat barang saja, sudah tidak bisa seperti dulu cepat merogoh saku untuk membeli barang. Jadi, dengan penghematan belanja rumah tangga, mereka berharap kebutuhan produksi tetap dapat terpenuhi demi keberlanjutan usaha.

2. M igran ke Arab, mencari sesuap nasi dan mengumpulkan modal usaha

Kejatuhan usaha pak Abidin pada tahun 2003 hingga 2009, membuat beliau harus migran ke Arab Saudi untuk mencari sesuap nasi bagi keluarganya. Kejatuhan ini terjadi karena menipisnya modal sementara kebutuhan 2 anak yang sedang kuliah di perguruan tinggi. Beliau kemudian memutuskan untuk migran ke Arab Saudi mengikuti tetangganya yang menikah di sana. Di Arab beliau berpeluang menjadi sopir yang penghasilannya bisa digunakan untuk kehidupannya, dikirimkan untuk keluarganya juga dan sedikit untuk tabungan modal usaha. M igran ke Arab menjadi strategi coping pak Abidin dan keluarganya untuk tetap hidup serta melanjutkan usaha.

(18)

usaha konveksi yang sempat mati suri selama 6 tahun. Tahun 2010 di masa akhir krisis global, pak Abidn memulai babak ke-2 usaha konveksi keluarganya.

3. M enjual aset untuk membuka usaha baru dan melanjutkan usaha

M embuka usaha baru di masa krisis global bukan hal yang mudah karena terjadi di tengah kenaikan harga bahan baku namun tetap harus dilakukan oleh pengusaha. Pak Abidin yang migran ke Arab selama 6 tahun, tidak memiliki banyak tabungan dari pendapatannya sebagai sopir, sehingga menjual aset menjadi pilihan pak Abidin dan keluarga untuk mendapatkan modal. Aset mobil yang dimilikinya dari hasil usaha konveksi babak I dengan terpaksa harus dijual. Dengan sedikit tabungan dan hasil penjualan aset, pak Abidin memulai usahanya di babak II.

Pada masa krisis ini, semakin menipisnya keuntungan akibat dari menurunnya produksi dibarengi dengan semakin tingginya kebutuhan keluarga, sehingga modal usaha terkeruk habis akibatnya pengusaha rela menjual aset yang dimiliki. Hal ini terjadi pada kasus pak shodiq yang mengalami perlambatan usaha sejak tahun 2003 hingga 2012. Beliau akan melanjutkan usahanya, karena itu menjual aset yang dimiliki berupa tanah kosong sebesar 5000 M. Aset ini merupakan hasil investasinya dari usaha konveksi di masa lalu.

4. Banting harga sebagai cara cepat dapatkan modal

(19)

Biasanya pengusaha melakukan banting harga pada saat pembayaran utang bahan baku. Pembayaran utang bahan baku menjadi hal urgen yang harus dipenuhi karena menyangkut keberlanjutan usaha. Ketika pengusaha tidak menjaga kepercayaan pengepul dengan membayar tepat waktu, jaringan suplai bahan baku bisa terputus. Oleh karena itu, pengusaha rela membanting harga produk semurah mungkin agar pelanggan mau membeli produk dalam jumlah yang banyak. M enurut penuturan pak Abidin, semua pengusaha di Tingkir lor sering melakukan banting harga sejak dulu.

5. Jaringan untuk mendapatkan akses modal

Di masa krisis keuangan global, Bank lebih selektif dalam memberikan pinjaman. Dari sekitar 15 unit usaha yang masih eksis, hanya 3 orang pengusaha yang mendapatkan modal di masa krisis yaitu M bak Ul, Bu Imrori dan Pak Abidin. Hal itu dikarenakan mereka memiliki Jaringan untuk memperoleh akses modal Bank.

Jaringan ini terbentuk dari keterlibatan mereka pada kegiatan-kegiatan bank untuk usaha kecil. Keterlibatan in membuat mereka dikenal oleh pihak bank, sehingga ketika pengajuan permintaan pinjaman modal diajukan, bank lebih memberi prioritas bagi mereka yang sudah dikenal karena keterlibatannya.

Pemberian pinjaman modal bank bagi 3 pengusaha ini, menjadi imun yang memberikan mereka kekebalan dalam menghadapi badai krisis. Daya imun yang diberikan bank sangat membantu pengusaha untuk menjalankan usaha di masa krisis.

6. Jaringan kekerabatan, akses pinjaman tanpa agunan, tanpa bunga.

(20)

dialami pengusaha adalah ketika saat pembayaran utang bahan baku tiba. Ketika saat pembayaran tiba seringkali modal pengusaha juga sudah tidak mencukupi. Pak Abidin seringkali meminjam uang dari adiknya M bak ul pemilik Ribel, untuk melunasi utangnya. Tentunya Abidin tidak perlu memberi jaminan untuk mendapatkan pinjaman tanpa bunga tersebut. Pak Abidin akan membayar pinjaman pada mbak Ul dengan mencicil.

Demikian halnya dengan mas Susilo dan istrinya meskipun tidak mendapatkan modal dari Bank, M ertuanya seorang pensiunan PNS memiliki akses modal ke Bank. Dari mertuanya mas Susilo mendapatkan suntikan dana pula untuk menjalankan usaha keluarga mereka. Hal ini penulis ketahui dari hasil wawancara penulis dengan mertua mas Susilo, yang ternyata memberika suntikan modal kepada anak-anaknya yang mau berwirausaha. Anak mereka Nur yang menikah dengan mas Susilo juga mendapatkan bagiannya dari orang tua untuk menjalankan usaha konveksi. Suntikan dana ini berupa pemberia Cuma-Cuma, dan adapula dalam bentuk pinjaman tanpa agunan dan tanpa batas waktu.

Coping strategy, M enampik serangan krisis terhadap bahan baku

1. M embangun jaringan dengan banyak pengepul

(21)

Posisi Tingkir lor sebagai sentra industri konveksi mengundang para pengepul untuk datang menawarkan barang. M eskipun pengepul ini berada pada posisi pengepul I maupun pengepul II, tetap saja kedatangan mereka diterima oleh pengusaha IK konveksi. Pengusaha membangun jaringan dengan pengepul-pengepul tersebut, yang meskipun tidak banyak bahan baku yang ditawarkan tetapi menjadi alternatif bagi pengusaha jika bahan baku langka.

Jaringan ini memberlakukan sistem ambil dulu bayarnya

kemudian yang sangat bermanfaat bagi pengusaha yang mengalami

kesulitan modal untuk tetap berproduksi. Dalam sistem ini, pengusaha bisa mengambil kain limbah secukupnya sekitar 10 kg dari masing-masing pengepul, tanpa harus membayar lunas. M ereka bisa membayar 20 % untuk uang muka pada masa krisis ini. Bahkan bila membeli di tempat pak Abidin, pengusaha tidak harus membayar uang muka, tetapi nanti 2 minggu kemudian harus menyetor sedikit, dan seterusnya hingga lunas kata pak Abidin.

2. M embayar tepat waktu untuk mempertahankan jaringan dengan penyuplai

Kewajiban melunasi bahan baku tepat pada waktunya menjadi suatu keharusan bagi pengusaha konveksi, supaya jaringan suplai bahan baku dapat dipertahankan dan usaha mereka dapat berkelanjutan. Dengan membayar tepat waktu ada kepercayaan dari pengepul terhadap pengusaha IK konveksi di Tingkir Lor, sehingga

mereka akan tetap menyuplai bahan baku dengan sistem ambil barang

dulu, bayarnya kemudian.

(22)

3. Berprofesi ganda sebagai pengepul dan pengusaha

Kelangkaan bahan baku yang berakibat pada mahalnya harga bahan baku membuat beberapa pengusaha berprofesi ganda sebagai pengusaha sekaligus pengepul, supaya berpeluang membeli bahan baku dengan harga murah dan memiliki ketersediaan stok bahan baku yang memadai. Dalam peran sebagai pengepul mereka dapat membeli banyak bahan baku dengan harga murah sehingga dapat dijual kembali kepada pengusaha lain. Selanjutnya melakoni peran sebagai pengusaha memungkinkan mereka dapat mengolah bahan baku dengan harga murah sehingga produk yang dihasilkan dapat ditekan harganya lebih murah. Beberapa pengusaha seperti pak Abidin dan mbak Ul berpeluang melakukan peran ganda.

Peluang untuk menyandang peran ganda diperoleh karena adanya kesempatan bertemu dengan pengepul I yang hadir dengan harga yang tidak tinggi karena jaringan langsung pengepul I dengan industri tekstil Solo atau garmen Ungaran. Pak Abidin menceritakan beliau didatangi oleh pengepul I dari garmen Ungaran dan menawarkan kain legin dalam jumlah banyak dan harga murah kepada beliau. Pak Abidin tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, kemudian meresponsnya dengan membeli kain legin tersebut, padahal belum pernah mengolah celana dari kain Legin. Selanjutnya M bak Ul juga ditawari pengepul I dari Solo kain rol yang masih utuh, Bs-an nya hanya 10 %, untuk dibuatkan seprei. Kesempatan itu pun tidak disia-siakan oleh mbak Ul.

(23)

Supplier : indust ri tekst il Solo

Pengepul 1 : M bak Ul

Unit Indust ri kecil konveksi

Tingkir lor

Supplier : industri

tekstil Solo Pengepul 1

Pengepul 2 sekaligus pengusaha konveksi :

mbak Ul

Unit IK konveksi Tingkr lor

M bak Ul berperan menjadi pengepul 2 bagi pengusaha IK konveksi yang minim modal. Pengepul 1 biasanya lebih memprioritaskan pengusaha yang memiliki modal besar. Sedangkan pengusaha yang memiliki modal kecil, dapat membeli bahan baku dari mbak Ul. Bahkan mbak Ul menganut sistem bawa dulu, yang mana dengan uang muka 30 % hingga 50 % mereka diijinkan membawa bahan baku dan akan dilunasi nanti kalo produknya sudah terjual. Jika digambarkan struktur jaringan bahan baku yang melibatkan mbak ul dalam peran gandanya adalah sebagai berikut :

(24)

4. M enurunkan kualitas bahan baku

Kelangkaan bahan baku yang berakibat pada mahalnya harga bahan baku disiasati oleh pengusaha yang bermodal tipis dengan menurunkan kualitas bahan baku yang digunakan dalam produksi.

Pengusaha dapat tetap berproduksi meski dengan modal pas-pasan

karena bahan baku yang kualitasnya lebih rendah, harganya tetap murah. Hasil amatan penulis pada tahun 2010 penulis membeli celana boxer yang bahan bakunya sangat baik, sehingga masih tetap awet hingga tahum 2014 ini. Pada tahun 2011 ketika berkunjung ke konveksi Tingkir lor, bahan kain limbah yang digunakan kasar dan tipis. Jadi, penurunan kualitas kain ini terjadi untuk menekan biaya produksi khususnya pada pos anggaran bahan baku.

Dengan menekan ongkos produksi, pengusaha dapat tetap mempertahankan harga produk murah. Produk murah merupakan daya tarik yang melekat pada IK konveksi di Tingkir Lor, karena itu pengusaha selalu berjuang untuk mempertahankannya. M enekan ongkos produksi dengan menurunkan kualitas kain adalah pilihan strategi pengusaha. Bagi beberapa pengusaha lebih efisien menurunkan kualitas kain daripada menaikkan harga barang.

5. Diversifikasi bahan baku, diversifikasi produk

Pada masa krisis keuangan global, pengusaha justru berpeluang mendapatkan limbah yang tidak hanya berupa kain, tetapi Drakon yang biasanya diolah menjadi bantal atau dalaman bed cover. Peluang ini dimanfaatkan dengan baik oleh beberapa pengusaha seperti M as Susilo, Pak Abidin dan M bak ul.

Supplier : Garm en Ungaran

Pengepul 1 Pengepul 2

: Pak Abidin

(25)

Diversifikasi bahan baku berakibat pada terjadinya diversifikasi produk, menyediakan peluang yang lebih terbuka bagi konsumen. Pada masa sebelum krisis mereka terfokus hanya memproduksi celana kolor, sedangkan pada masa krisis mereka lebih terbuka untuk memproduksi produk lain sesuai denga bahan baku yang tersedia. Diversifikasi produk ini memberi peluang yang semakin terbuka pula bagi konsumen.

6. Keterbatasan bahan baku justru menghasilkan inovasi produk

Keterbatasan bahan baku yang tersedia bukan permintaan pembeli, tetapi apa adanya sesuai limbah produksi yang dikeluarkan, hal ini justri memicu daya inovasi pengusaha. Pak I mrori mengatakan pada masa krisis ini mereka membeli bahan baku bagaikan membeli

kucing dalam karung. Pengusaha tidak memiliki kuasa untuk protes

atau tidak setuju dengan kain limbah yang tidak jual. Kalau mereka tidak berminat, mereka hanya dapat memilih membeli atau tidak. Padahal produksi harus tetap berjalan sehingga mau atau tidak mereka harus membeli salah satu dari bahan baku yang tersedia. Demikian pula dengan pak Abidin yang membuka usaha babak II dengan memproduksi celana legin karena bahan baku yang tersedia hanyalah kain legin. Ketika ditawarkan kepada pengusaha yang lain, tidak ada yang berani membeli, karena belum pernah memproduksi kain legin. Pak Abidin dan istrinya akhirnya berkeputusan memproduksi kain lagi yang belum pernah dilakukan selama ini di Tingkir lor.

Coping strategy tenaga kerja

Curahan waktu dari tenaga kerja keluarga semakin tinggi.

(26)

memasak makan siang, sedangkan pada masa krisis keuangan global ibu rumah tangga lebih fokus menjahit dan tidak meninggalkan pekerjaan menjahitnya untuk memasak. Pada masa krisis anggota keluarga bangun jam 3 pagi dan bekerja hingga jam 1 malam, padahal sebelum krisis mereka hanya bekerja sampai jam 9 malam.

Curahan waktu kerja yang tinggi diharapkan dapat menghemat pada biaya karyawan, karena gaji dihitung berdasarkan banyaknya jahitan yang dihasilkan. M enurut ibu Abidin, bila beliau bisa menjahi 20 celana saja di waktu malam, maka beliau telah berhemat kurang lebih gaji untuk seorang karyawan dalam sebulan. Karena itu beliau selalu bersemangat untuk terus bekerja di malam hari meskipun sudah lelah bekerja seharian.

1. Pada masa krisis pengusaha menerima karyawan dari para ibu yang lebih fokus pada kerja untuk pemenuhan kebutuhan hidup.

Karyawan yang diterima sebelum masa krisis kebanyakan anak muda yang mau belajar, namun di masa krisis pengusaha lebih suka menerima karyawan dari para ibu karena lebih fokus bekerja untuk

pemenuhan kebutuhan hidup mereka. M enurut mas Susilo, biasanya

ibu rumah tangga bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya, sehingga pekerjaan itu menjadi penting dan serius untuk dikerjakan. Sebaliknya untuk anak muda, kebanyakan hanya coba-coba atau mencari pengalaman, sehingga kapan saja mereka bisa berhenti bekerja. Selain itu sudah terjadi transformasi pada orientasi hidup, hampir 90% anak muda Tingkir Lor punya kesempatan untuk kuliah.

(27)

2. Strategi mempertahankan karyawan dengan memberi akses pinjaman bagi karyawan

Dalam masa krisis gaji karyawan tidak bisa dinaikkan sehingga ada ketidakpuasaan dari karyawan untuk mempertahankan karyawan, pengusaha memberikan akses pinjaman kepada mereka. Beberapa karyawan dari konveksi Ribel menceritakan kepada penulis tentang ketidakpuasan mereka dengan upah yang mereka dapatkan. Namun mereka tetap bertahan bekerja di Ribel karena sejak 2009, mereka meminjam uang di koperasi dengan jaminan gaji sebagai karyawan. Jadi, akses pinjaman yang diberikan pemilik Ribel menjadi ikatan yang membuat karyawan bertahan.

3. Untuk meredam gejolak karyawan, pengusaha memberi modal tekhnologi kepada karyawannya untuk dibawa pulang ke rumah

Di unit usaha lain, untuk meredam gejolak karyawan, pengusaha memberi modal tekhnologi kepada karyawannya untuk dibawa pulang ke rumah. Hal ini terjadi pada konveksi milik pak Imrori, yang memberikan peralatan mesin jahit kepada karyawannya yang sudah bekerja sejak tahun 1995, untuk dibawa pulang ke rumah. M esin jahit itu bisa dipakai untuk menjahit jahitan dari majikannya yakni pak Imrori dan jahitan lainnya dari orang lain. Dengan demikian pekerja bisa memperoleh penghasilan tambahan dari akses yang telah diberikan.

Coping Strategy untuk pengolahan kain limbah

1. Strategi efisiensi pengolahan limbah dengan prinsip tak ada limbah yang tersisa

(28)

konveksi ini mengalami krisis, efisiensi menjadi strategi yang handal untuk menjalankan usaha. Bahan baku yang langkah itu dihargai tiap jengkalnya. Semuanya diolah menjad produk layak pakai. M as Susilo mengatakan dalam pengolahan mereka selalu berupaya agar semua limbah dapat terpakai habis. Kalau ada sisa limbah mereka akan mengolahnya menjadi produk tertentu misalnya kesek kaki. Dengan prinsip pengolahan yang demikian, maka efisiensi akan tercipta.

2. Pemotongan lebih efisien dilakukan dengan mesin pemotong kain

Untuk mempertahankan efisiensi dalam proses pemotongan kain dilakukan dengan menggunakan mesin pemotong di masa krisis keuangan global. Pak Abidin salah seorang pengusaha yang

menggunakan mesin pemotong mengatakan bahwa dengan

menggunakan mesin tersebut, beliau bisa memotong 100 celana sendiri dalam waktu maksimal 15 menit. Bila pekerjaan ini dipercayakan kepada karyawan untuk memotong secara manual, dalam waktu 15 menit seorang karyawan hanya bisa memotong 1 kain celana. Daripada harus membayar 5 karyawan untuk memotong 100 celana dalam waktu 1 minggu, lebih efisien membeli mesin pemotong dalam waktu singkat bisa menghasilkan ratusan potongan kain. Apalag di masa krisis ketika proses pengolahan harus dilakukan dengan efisien.

3. M engatasi keterbatasan listrik dengan pemakaian alat listrik secara bergantian

(29)

4. Pengobrasan untuk meningkatkan kualitas jahitan

Pada masa krisis proses pengolahan ditambahkan dengan pengobrasan untuk membuat jahitan lebih rapi dan kuat sehingga mampu bersaing dengan konveksi lainnya. Proses Obras kain ini bertujuan agar kualitas jahitan menjadi semakin baik. Persaingan yang muncul di masa krisis mengakibatkan pengusaha harus membenahi kualitas produknya. Proses mengobras kain dilakukan oleh pemilik unit IK konveksi. Peran ini biasanya dilakukan bergantian oleh

bapak. Ibu, ataupun anak.5 Kata pak Abidin, beliau dalam babak kedua

usahanya harus menunjukan hasil yang terbaik agar ada kepercayaan konsumen.

5. Pengemasan produk seprei dan bed cover cara menghadapi persaingan

Pada masa krisis juga terjadi proses pengemasan produk agar produk terlihat lebih rapi dan berkelas sehingga dapat bersaing dengan produk lainnya. Pengemasan dilakukan terhadap produk seprei dan bed cover. Pengusaha menyediakan kemasan plastik untuk seprei dan tas bed cover. Setelah dilipat rapi, kedua produk ini dimasukan ke dalam kemasan masing-masing. M emang sangat terlihat berbeda seprei yang dijual dengan terbuka dibandingkan dengan seprei yang sudah dikemas.

Proses pengemasan yang dilakukan oleh 1 hingga 2 karyawan harus dikerjakan dengan teliti agar produk terlihat rapi dan menarik. Produk yang terlihat kusut, tidak menarik perhatian pembeli untuk menanyakan harganya, kata mbak Ul.

(30)

Dampak Krisis keuangan global terhadap proses pemasaran I K konveksi Tingkir Lor

Secara umum krisis keuangan global berdampak pada munculnya persaingan untuk mendapatkan pasar sebanyak-banyaknya dilakukan dengan sadar oleh para pelaku usaha. M eskipun beberapa pengusaha ketika ditanyakan adakah persaingan mengatakan tidak ada, namun bahasa yang menjatuhkan pengusaha lain itu terlontar dari mulut beberapa pengusaha. Ada lagi pengusaha lain yang merasakan tidak ada persaingan karena mereka memiliki pasar masing-masing. Namun adapula pengusaha lain yang menyadari adanya persaingan namun menjalaninya dengan sehat.

Persaingan pengusaha konveksi di Tingkir lor bisa terjadi karena perebutan pasar yang sama. Beberapa pengusaha yang pasarnya kebanyakan di Jawa merasa mbak Ul yang juga melebarkan pasarnya di Jawa sebagai saingan mereka, meskipun itu tidak diungkapkan secara langsung, tetapi tersirat dari percakapan mereka.

Persaingan juga terjadi karena semakin menjamurnya usaha kecil konveksi di daerah sekitar Tingkir Lor seperti kali bening dan Tingkir tengah. Penulis sempat mampir ke salah satu unit usaha di Tingkir Tengah dan usaha mereka sudah berkembang lebih jauh dengan produk-produk yang sangat beragam dibandingkan di Tingkir Lor.

(31)

Coping Strategy

di wilayah pemasaran I K Konveksi Tingkir Lor

1. M emperluas jaringan pemasaran

Persaingan pada masa krisis dihadapi pengusaha dengan memperluas jaringan pemasaran mereka hingga ke luar pulau Jawa. Pasar sebelum masa krisis yang sudah terbentuk adalah sekitar Salatiga. Dengan semakin banyaknya usaha, persaingan merebut pasar yang sedikit ini. M aka untuk mempertahankan usaha tetap berjalan, maka pasar harus diperluas. Beberapa pengusaha memperluas pasar mereka ke luar jawa. Pak Imrori dan istrinya setiap 2 minggu sekali mengirim barang ke Kalimantan 2008, Samarinda tahun 2009, Semarang tahun 2008 dan Bali tahun 2009. Ibu Imrori menceritakan bagaimana jaringan pasar mereka diperluas demikian :

di sini kan udah ada dari sulu, dianya ke sini orang Karang gede. W ong saya datang ke sini 23 tahun lalu, di sini udah ada (sentra konveksi maksudnya). Yang awal konveksi itu M bah Marijan sama pak Ahmad Shodiq. Saya yang nemu aja. Jadi yang mau cari dagangan mereka ke sini, nah nemu saya. Udah 6 tahun ke Kalimantan.

Kalo ke Bali, anak sini suaminya kerja di Bali, terus kalo pulang di Tingkir Lor itu kok ada konveksi. Orangnya kepengen dagangan. yang ke Bali itu udah berjalam 4 tahun. Dulu mereka langganan di Kalibening, tapi pindah ke sini, ke tempat saya. Karena di Kalibening pakenya kain-kain kecil di sambung-sambung, sana nggak mau

(32)

Pengusaha IK di t ingkir lor

Pedagang di Semarang dan

Salat iga

Konsumen

konsumen

Pedagang di Samarinda

Konsumen

Konsumen

Pedagang di Kalimant an

Konsumen

konsumen

Pedagang di Bali

Konsumen

konsumen

Gambar 5.2

jaringan pemasaran yang diperluas di masa Krisis

Di dalam jaringan itu mengandung kepercayaan. Pak Imrori dan istrinya berani mengirimkan barang, sebelum ada uangnya. Kata mereka, Uangnya nanti akan dikirim, paling cepat 2 minggu kemudian

atau sebulan kemudian. Yang penting ada saling percaya, kami ya tidak

ragu, kata pak Imrori.

M bak Ul memperluas jaringan ke Papua dan kalimantan, karena promosi mulut ke mulut mahasiswa UKSW . Ceritanya begini :

(33)

rekening saya, kemudian dia ta’ suruh transfer uangnya. Saya kemudian yang mengurus pengiriman barangnya di tempat yang lumayan murah. Juga kalo lebaran ada sodara orang-orang sini yang pulang dari luar jawa, nah ada yang dari Kalimantan. M ereka kemudian jadi mengambil barang sama saya dan dijual di sana.

Strategi pemasaran yang berbasis jaringan memegang peranan untuk meningkatkan melancarkan usaha. Hampir semua pengusaha IK Konveksi di Tingkir Lor membangun jaringan dengan pedagang untuk memasarkan hasil jahitan mereka. Jaringan tersebut menurut istri pak Abidin, cukup mengikat pedagang untuk tetap mengambil dagangan di tempat usaha tertentu yang menurut mereka dirasa sudah cocok. Sehingga para pengusaha mempunyai jaringan pemasaran yang tetap. Pengusaha melakukan produksi tanpa kuatir produknya tidak dipasarkan. Sebaliknya pedagang mendapatkan peluang memperoleh barang dagangan, tanpa harus memiliki modal uang yang besar. Kepercayaan menjadi modal dalam jaringan tersebut.

Dengan memperluas jaringan berarti pasar yang dijangkau semakin luas pula, sehingga persaingan karena rebutan pasar bisa diminimalisir, karena pengusaha mempunyai pasar masing-masing.

1. Promosi dari mulut ke mulut

Promosi dilakukan agar banyak orang mengenal usaha konveksi di Tingkir lor beserta produk yang dihasilkanya sehingga pemasarannya semakin luas pada masa krisis keuangan global. Banyak orang di zaman modern menggunakan berbagai media elektronik maupun media tulis dalam mempromosikan sesuatu hal. Namun usaha konveksi di Tingkir lor lebih memilih melakukan promosi dari mulut ke mulut.

(34)

temui, di daerah manapun. M enurut mbak Ul, promosi yang demikian inilah yang membuat Tingkir lor sudah dikenal sebagai sentra industri kecil konveksi. Bahkan usaha mereka memiliki pasar sampai ke luar Jawa hanya dengan promosi yang sederhana, dari mulut ke mulut.

2. Sistem pembayaran yang berlaku dalam jaringan pemasaran : barangnya dibawa dulu, bayarnya nanti untuk mengikat pedagang

Strategi membawa dulu, dibayar nanti menjadi cara untuk mengikat pedagang tidak berpindah ke lain tempat. Ada kepercayaan yang diberikan pengusaha kepada pedang. Di sisi lain pedagang sangat dibantu untuk tidak perlu memiliki modal untuk mendapatkan barang dagangan. Dengan cara ini pedagang terikat dengan pengusaha, jaringan pemasaran itu berkelanjutan terus. M as Susilo melakukan strategi ini dalam mempertahankan jaringan pasarnya. Demikian halnya dengan pak Abidin dan istrinya, juga menggunakan strategi tersebut.

3. Strategi sales untuk memperluas jaringan di Jawa

Sistem sales digunakan oleh pengusaha untuk memasarkan produknya. Sistem sales ini mengakibatkan pasar yang lancar bagi pengusaha, meskipun keuntungan yang diambil dari masing-masing sales sangat tipis. Sales ini menjual produk mbak Ul sekitar salatiga, Solo, Boyolali dan Ambarawa. M ereka memasarkan dengan cara pembayaran kredit pada kelompok-kelompok pengajian maupun PKK yang berada di desa. Biasanya dibayar 10 kali. Kita pertama kali dibayar

untuk sales. ang ke-2 sampai ke-10 disetor ke juragannya, kata mbak

(35)

Pengusaha

Ket ua sales 1

Pedagang Anggot a sales 1

Konsumen 1

Konsumen 2 , dst nya

Pedagang anggot a sales 2

Konsumen 1

Konsumen2 dst nya

Pedagang anggot a sales 3

Konsumen 1

Konsumen 2 dst nya

Pedagang anggot a sales 13 s/ d 20

Konsumen 1

Konsumen 2 dst nya

Ket ua sales 2

Pedagang anggot a sales 1

Konsumen 1

Konsumen 2 dst nya

Pedagang anggot a sales 2 s/ d 20

Konsumen 1

Konsumen 2 dst nya

(36)

4. Strategi keberagaman merk

Ada Strategi menarik yang diterapkan mbak UL pada sales, yaitu keberagaman merek, agar aktivitas sales di pasar lebih luwes. Produk seprei yang ketika proses pengepakan, dimasukan selembar kertas, ternyata itu mereka, namun mereka menggunakan berbagai merek. Kata mbak Ul, beliau sengaja tidak mematenkan merek supaya sales yang jualan di pasar lebih luwes. Demikian kutipan wawancara penulis dengan mbak ul :

Punya saya emang Ribel, tetapi untuk salesnya memberi nama sendiri-sendiri. Jadi seperti Laras untuk orang Solo. Kemudian, untuk orang M agelang namanya Biyung. Terus ada yang namanya Permata Hati. M akanya saya tidak mau dipatenkan merknya. Nanti kalo mereknya udah dipatenkan udah ngga iso diubah-ubah bu… Tapi kan untuk sementara ini kan saya jualan, kita laku sama-sama untung. Ini kerjasama saya dengan ketua-ketua salesnya. Jadi label ini permintaan sales, saya ya buatkan. Soalnya begini bu, yang di Solo Radius 1 kilo dari sini udah menjual produk saya, jadi kalo namanya masih Ribel, yah pembelinya akan bilang : yah iki gon ne mbak Ul, la e murah. Saya sengaja ngga patenkan merek, supaya di pasar lebih luwes. Kalo selalu harus ribel, terus jualnya hanya 1 kilo dari sini yah orang pada tahu semua tokh buk..jadi nanti salesnya tinggal jual, kalo ditanya diambil dimana bilang aja ngga tahu atau dari teman.

5. Distribusi barang yang memperhatikan keuntungan pedagang

(37)

Tingginya biaya pengiriman berpengaruh terhadap harga jual di pasar. Pedagang akan mengalami kesulitan jika harga jualnya tinggi.Demikian penggalan kutipan wawancara dengan mbak Ul pemilik Ribel :

Gambar

Gambar 5.2  jaringan pemasaran yang diperluas di masa Krisis
Gambar 5.3 jaringan sales mbak Ul

Referensi

Dokumen terkait

Indeks plastisitas ini bersifat plastis rendah dan kohesif sebagian, memiliki sifat yang sama dengan batuan dengan derajat pelapukan 6.. Berbeda dari keduanya, pada

berupa sendok sebagai elektroda pengahantar arus pada pembuatan generator HHO, potensi penggunaan sendok tersebut bisa dilihat dari pengaruh penambahan gas HHO

Salah satu resiko usaha yang dihadapi Bank perkreditan Rakyat adalah Resiko kredit atau credit risk yaitu risiko yang timbul dalam hal debitur gagal memenuhi kewajiban

1) Setiap dokter atau dokter dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis. 2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah

Dewan Legislatif Filipina mempunyai dua kamar: Kongres terdiri dari Senat dan Dewan Perwakilan; anggota keduanya dipilih oleh pemilu.10 Cabang yudikatif

Memilih seperangkat sasaran jangka panjang dan strategi umum yang akan mencapai pilihan yang paling dikehendaki... Mengembangkan sasaran

Sehubungan dengan dasar dan hasil tersebut diatas, Panitia Pengadaan Barang/Jasa pada Pengadilan Negeri Arga Makmur Tahun Anggaran 2011 mengumumkan Pemenang

Mata bor helix kecil ( Low helix drills ) : mata bor dengan sudut helix lebih kecil dari ukuran normal berguna untuk mencegah pahat bor terangkat ke atas