• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANCANGAN SOFT SENSOR UNTUK MEMPREDIKSI KOMPOSISI PRODUK PADA KOLOM DISTILASI MELALUI DISTRIBUTED CONTROL SYSTEMS DAN OLE FOR PROCESS CONTROL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERANCANGAN SOFT SENSOR UNTUK MEMPREDIKSI KOMPOSISI PRODUK PADA KOLOM DISTILASI MELALUI DISTRIBUTED CONTROL SYSTEMS DAN OLE FOR PROCESS CONTROL"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR TF 141581

PERANCANGAN SOFT SENSOR UNTUK MEMPREDIKSI

KOMPOSISI PRODUK PADA KOLOM DISTILASI

MELALUI DISTRIBUTED CONTROL SYSTEMS DAN

OLE FOR PROCESS CONTROL

RAHADIAN AGNIES SEPTANTO PAMUNGKAS NRP 2414.106.025

Dosen Pembimbing :

1. Totok Ruki Biyanto, ST, MT, Ph.D. 2. Dr. Katherin Indriawati, ST, MT. Departemen Teknik Fisika

Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017

(2)

FINAL PROJECT TF 141581

DESIGN OF SOFT SENSOR FOR PREDICTING

COMPOSITION OF PRODUCT ON DISTILLATION

COLUMN VIA DISTRIBUTED CONTROL SYSTEMS

AND OLE FOR PROCESS CONTROL

Rahadian Agnies Septanto Pamungkas NRP 2414.106.025

Supervisor :

1. Totok Ruki Biyanto, ST, MT, Ph.D. 2. Dr. Katherin Indriawati, ST, MT.

Study Program S1 Departement Of Physics Engineering Faculty of Industrial Technology

Institute Of Technology Sepuluh Nopember Surabaya 2017

(3)
(4)
(5)

PERANCANGAN SOFT SENSOR UNTUK MEMPREDIKSI

KOMPOSISI PRODUK PADA KOLOM DISTILASI MELALUI DISTRIBUTED CONTROL SYSTEMS DAN

OLE FOR PROCESS CONTROL

Nama Mahasiswa : Rahadian Agnies Septanto P.

NRP : 2414106025

Departemen : Teknik Fisika

Pembimbing : 1. Totok Ruki Biyanto, ST, MT, Ph.D

2. Dr. Katherin Indriawati, ST, MT

Abstrak

Kualitas komposisi produk merupakan salah satu parameter keberhasilan dari suatu industri proses. Untuk memperoleh kualitas komposisi produk yang sesuai yaitu dengan menerapkan instrumen proses kontrol. Namun pengukuran yang dilakukan oleh instrumen analiser memiliki kinerja respon yang lambat, kurangnya kehandalan, dan mahal. Oleh karena itu dibuatlah estimasi berupa soft sensor yaitu sensor yang berbasis model dari masukan berupa temperatur dan tekanan yang diperoleh dari proses kolom distilasi debutanizer. Pemodelan soft sensor dilakukan menggunakan metode jaringan syaraf tiruan (JST) dan didapatkan nilai RMSE dari keluaran berupa komposisi distilat (Xd) sebesar 0.00000709 kgmole/h dan komposisi bawah (Xb) sebesar 0.00002617 kgmole/h. Dengan memanfaatkan Distributed Control systems dan OLE for Process Control maka soft sensor dapat dirancang dengan menanamkan bobot yang telah diperoleh sehingga hasil prediksi komposisi dapat dipantau dan dievaluasi. Nilai prediksi komposisi yang dihasilkan dari soft sensor divalidasi dengan data komposisi proses kolom debutanizer dan menghasilkan penyimpangan maksimal sebesar 0.61%.

KataKunci: Distributed Control Systems, Jaringan Syaraf Tiruan, Kolom Distilasi, Soft Sensor.

(6)

DESIGN OF SOFT SENSOR FOR PREDICTING COMPOSITION OF PRODUCT ON DISTILLATION COLUMN VIA DISTRIBUTED CONTROL SYSTEMS AND

OLE FOR PROCESS CONTROL Student Name : Rahadian Agnies Septanto P.

NRP : 2414106025

Department : Engineering Physics

Supervisor : 1. Totok Ruki Biyanto, ST, MT, Ph.D 2. Dr. Katherin Indriawati, ST, MT

Abstract

The quality of product composition is one of the parameters to be achieved of an industrial process. To obtain the appropriate quality product composition that is able to implement process control instruments. But measurements made by the analyzer instruments have slow response performance, lack of reliability, and expensive. Therefore made estimates in the form of soft sensor is a sensor based on models of the input of temperature and pressure were obtained from the distillation column debutanizer. Soft sensor modeling is using by method of artificial neural network (ANN) and RMSE values obtained from the output of the distillate composition (Xd) of 0.00000709 kgmole / h and bottom composition (Xb) of 0.00002617 kgmole / h. By using Distributed Control systems and OLE for Process Control, then soft sensors can be designed to implant a weight that has been obtained so that the predicted composition can be monitored and evaluated. Predictive value of the resulting composition of the soft sensor is validated with composition data distillation column debutanizer process and produces a maximum error of 0.61%.

Keywords: Artificial Neural Network, Distillation Column, Distributed Control Systems, Soft Sensor.

(7)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME, karena

anugerah dan hikmatNya sehingga penulis diberikan

kesehatan, kemudahan dan kelancaran dalam menyusun laporan tugas akhir yang berjudul:

“PERANCANGAN SOFT SENSOR UNTUK MEMPREDIKSI KOMPOSISI PRODUK PADA KOLOM DISTILASI MELALUI DISTRIBUTED CONTROL

SYSTEMS DAN OLE FOR PROCESS CONTROL”

Dalam proses menyelesaikan seluruh pengerjaan tugas akhir ini penulis mendapatkan banyak bantuan, pengetahuan dan dukungan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan banyak terima kasih untuk bantuan dan motivasi yang diberikan kepada: 1. Bapak Agus Muhamad Hatta, ST, Msi, Ph.D selaku Ketua

Jurusan Teknik Fisika FTI-ITS.

2. Kedua Orang Tua saya yang tercinta, kakak-kakak saya, terima kasih atas segala dukungan dan kepercayaan baik moril, spiritual dan material. Semoga selalu diberikan berkat dan kesehatan selalu.

3. Bapak Totok Ruki Biyanto, ST, MT, Ph.D dan Ibu Dr. Katherin Indriawati, ST, MT selaku dosen pembimbing tugas akhir.

4. Bapak Dr. Ir. Purwadi Agus Darwito, MSc selaku Dosen Wali.

5. Bapak-Ibu tim penguji yang selalu memberikan kritik, saran dan masukan mulai dari seminar proposal sampai sidang ujian tugas akhir.

6. Rizal Rivaldi, Bramantyo Krisdito Adi dan Bagus Rachman Fadhililah selaku rekan tugas akhir yang bersama-sama berjuang dalam pengerjaan tugas akhir. Semoga suka dan duka yang kita lalui memberikan kesuksesan dimasa datang, Amin.

(8)

8. Teman-teman seperjuangan Teknik Fisika dan teman-teman Lintas Jalur Genap 2014.

9. Serta semua pihak yang turut membantu dan memperlancar pengerjaan tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini bukanlah suatu hasil yang sempurna, harapannya agar tugas ini menjadi referensi bagi rekan-rekan untuk menambah wawasan dan dapat digunakan sebagai referensi pengerjaan tugas akhir selanjutnya. Semoga yang sederhana ini dapat menjadi motivasi untuk berkembang lebih sempurna.

Surabaya, Januari 2017

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... .i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 3 1.3 Lingkup Kerja ... 3 1.4 Tujuan ... 3 1.5 Sistematika Laporan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Kolom Distilasi ... 5

2.1.1 Proses Kerja Kolom Distilasi ... 5

2.1.2 Kesetimbangan Uap-Air pada Kolom Distilasi ... 6

2.2 Soft Sensor ... 7

2.3 Jaringan Syaraf Tiruan (JST) ... 7

2.3.1 Model Jaringan Syaraf Tiruan ... 8

2.3.2 Algoritma Pelatihan Levenberg-Marquardt ... 11

2.4 Distributed Control Systems ... 13

2.4.1 Field Control Station (FCS) ... 14

2.4.2 Human Interface Station (HIS) ... 15

2.4.3 Engineering Work Station (EWS) ... 16

2.5 OLE for Process Control ... 16

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 19

3.1 Pengambilan Data Sekunder ... 20

3.2 Variasi Data Temperatur ... 22

(10)

3.3 Perancangan Jaringan Syaraf Tiruan ... 22

3.3.1 Data Pelatihan, Validasi, dan Pengujian ... 23

3.3.2 Perancangan Soft Sensor (Model JST) ... 26

3.4 Perancangan Komunikasi Data antar Sistem ... 26

3.4.1 Perancangan Komunikasi data Matlab-OPC ... 27

3.4.2Perancangan Komunikasi data OPC-Centum VP . 29 3.5 Perancangan Soft Sensor pada Centum VP ... 29

3.5.1 Blok Fungsi Soft Sensor... 29

3.5.2 Blok Fungsi Sequence and Batch Oriented Language (SEBOL) ... 30

3.6 Validasi Pemodelan ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1 Pelatihan dan Validasi Model Jaringan Syaraf Tiruan ... 31

4.2 Pengujian Soft Sensor pada Centum VP ... 40

4.3 Validasi Hasil Prediksi Komposisi pada Centum VP dengan Matlab ... 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

5.1 Kesimpulan ... 48 5.2 Saran ... 48 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BIODATA PENULIS

x

(11)

Gambar Gambar

2.1 2.2

Grafik komposisi uap-air terhadap temperatur

Struktur Biologis Jaringan Syaraf Tiruan 7 8 Gambar 2.3 Jaringan Syaraf Tiruan dengan struktur

MLP 9 Gambar Gambar 2.4 2.5

Fungsi Aktivasi Sigmoid Uniplar Fungsi Aktivasi Sigmoid Bipolar

10 11

Gambar 2.6 Konfigurasi Sistem pada DCS 14

Gambar Gambar Gambar Gambar 2.7 2.8 2.9 2.10 Slot FCS

Human Interface Station

Konfigurasi OPC Server dan Client OPC Toolbox for Matlab

15 16 17 18

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 19

Gambar 3.2 Skema Proses Debutanizer 20

Gambar 3.3 Model Sistem Debutanizer pada Aspen

HYSYS 21 Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 3.10

Struktur Jaringan Syaraf Tiruan

Perubahan laju aliran panas terhadap waktu

Perubahan temperature top stage terhadap waktu

Perubahan temperature bottom stage terhadap waktu

Perubahan tekanan terhadap waktu

Perubahan komposisi distilat (Xd) terhadap waktu

Perubahan komposisi bawah (Xb) terhadap waktu 23 24 24 24 25 25 25

Gambar 3.11 Soft Sensor (Model JST) 26

Gambar 3.12 Komunikasi Integrasi antar Sistem 27

Gambar 3.13 Konfigurasi Simulink untuk OPC for Matlab

28

Gambar 3.14 Blok Fungsi Soft Sensor pada Centum VP 30

Gambar 4.1 Grafik Nilai RMSE terhadap Hidden Node

pada Komposisi Distilat (Xd)

34

(12)

Gambar 4.2 Grafik Nilai RMSE terhadap Hidden Node pada Komposisi Bawah (Xb)

35

Gambar 4.3 Nilai Aktual dan Prediksi Komposisi

Distilat (Xd) pada Tahap Pelatihan

35

Gambar 4.4 Nilai Aktual dan Prediksi Komposisi

Bawah (Xb) pada Tahap Pelatihan

36

Gambar 4.5 Nilai Aktual dan Prediksi Komposisi

Distilat (Xd) pada Tahap Validasi

36 Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10

Nilai Aktual dan Prediksi Komposisi Bawah (Xb) pada Tahap Validasi

Penurunan laju aliran umpan

Pengujian disturbance +5% pada

komposisi distilat

Pengujian disturbance +5% pada

komposisi bawah

Pengujian disturbance -5% pada

komposisi distilat 37 38 38 39 39 Gambar Gambar 4.11 4.12

Pengujian disturbance -5% pada

komposisi bawah

Tampilan prediksi komposisi pada blok fungsi BD001 CentumVP 40 41 Gambar Gambar Gambar 4.11 4.12 4.13

Tampilan Trend Group Hasil Prediksi Komposisi

Grafik perbandingan hasil prediksi komposisi distilat pada DCS dengan data proses

Grafik perbandingan hasil prediksi komposisi bawah pada DCS dengan data proses

42 44

44

(13)

Tabel 3.1 Kondisi Operasi Sistem Debutanizer 21 Tabel

Tabel 4.1 4.2

Hasil Nilai RMSE dengan Peubahan Hidden Node

Hasil nilai RMSE pada pengujian dengan disturbance

33 40

Tabel 4.3 Perbandingan Hasil Prediksi Komposisi

Centum VP dengan data proses

43

(14)

1.1. Latar Belakang

Saat ini perkembangan industri proses di dunia berkembang dengan pesat sehingga menuntut sebuah industri untuk meningkatkan daya saingnya di pasar global. Hal ini dapat dicapai dengan melakukan desain yang baik dan pemeliharaan yang aktif dari sisi material dan peralatan, serta sumber daya manusia yang menjamin produksi sebanyak-banyaknya. Salah satu parameter keberhasilan suatu industri proses mengacu pada kualitas komposisi produk. Untuk memperoleh kualitas komposisi produk yang sesuai yaitu dengan menerapkan instrumen proses kontrol.

Tujuan utama di dalam instrumen proses kontrol yaitu untuk mengukur dan menjaga kualitas distilat secara akurat dalam waktu sesingkat mungkin dengan adanya gangguan. Pengukuran yang dilakukan oleh instrumen analiser memiliki kinerja respon yang lambat, kurangnya kehandalan, dan mahal[3]. Untuk itu diperlukan soft sensor untuk memperkirakan komposisi produk pada kolom distilasi. Dengan memanfaatkan Distributed Control Systems (DCS) dan OLE for Process Control (OPC) yang sudah banyak tersedia dan digunakan di plan serta familier dengan operator yang ada maka soft sensor pada kolom distilasi dapat dioperasikan dibawah sistem kontrol[4].

Di lapangan DCS tersedia dari beberapa tipe dan merek. Pada prinsip kerjanya serupa namun perbedaannya terletak pada syntax dan strukturnya. Oleh sebab itu pada penelitian ini digunakan salah satu merek DCS yang banyak digunakan di dunia industri. Syntax dan struktur pemograman di dalam DCS mempunyai perbedaan yang tergantung pada tujuan operasi, ketersediaan dan kemampuan instrumen DCS itu sendiri. Pemodelan struktur pada soft sensor bisa diterapkan pada kontrol DCS dengan memanfaatkan OPC[5] dari perangkat lunak Matlab yang mempunyai OPC toolbox sebagai OPC server penghubung[6] antara perangkat lunak Aspen HYSYS sebagai plan dengan DCS

(15)

sebagai kontroler. Bila kemampuan DCS terutama mikroprosesor masih mampu untuk memproses (soft sensor) maka operasi ini bisa ditanamkan dalam fungsi khusus yang tersedia di DCS.

Operasi pada DCS dan OPC untuk kepentingan soft sensor memerlukan komponen yaitu model yang bisa dibangun mengunakan Jaringan Syaraf Tiruan (JST). JST dikembangkan pada kolom distilasi untuk memperkirakan komposisi produk. JST berdasarkan soft sensor dapat dengan mudah beradaptasi

melalui perilaku masukan-keluaran dari proses dengan

meminimalkan mean square error antara keluaran jaringan dan target keluaran. Setelah sensor dilatih, mereka dapat memprediksi keluaran dengan dalam sepersekian detik. Soft sensor memiliki model yang dinamis dan dapat diperbarui setiap saat ketika akan diperlukan. Soft sensor non linier dikembangkan menggunakan korelasi temperatur pada kolom distilasi menggunakan Aspen HYSYS[1].

Plan yang paling kompleks serta non linier dan banyak digunakan di industri adalah kolom distilasi. Pada kolom distilasi kualitas produk yang sesuai dan penghematatan energi mendapatkan perhatian yang utama. Oleh sebab itu pada penelitian ini dilakukan pada kolom distilasi untuk mencapai fungsi tujuan untuk mendapatkan kualitas produk yang sesuai[2].

Untuk mencapai hal tersebut maka komposisi distilat dan komposisi bawah dapat diprediksi dengan menggunakan korelasi temperatur. Jadi, soft sensor harus memiliki kemampuan untuk memprediksi produk komposisi tanpa dipengaruhi oleh hal lain, non linier, mudah untuk dibangun, dan tidak perlu instrumentasi khusus[2].

Oleh karena itu, pada tugas akhir ini dilakukan perancangan soft sensor untuk memprediksi komposisi produk pada kolom distilasi melalui Distributed Control System dan OLE for Process Control dalam upaya untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi dalam pengukuran komposisi sebagai alternatif yang layak untuk sensor perangkat keras atau instrumen analiser.

(16)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan yang bisa diangkat dalam tugas akhir ini yaitu :

1. Bagaimana merancang soft sensor untuk memprediksi komposisi produk pada kolom distilasi melalui Distributed Control Systems dan OLE for Process Control ?

2. Bagaimana akurasi hasil prediksi soft sensor dengan menggunakan pendekatan model jaringan syaraf tiruan melalui Distributed Control System Centum VP ?

1.3. Lingkup Kerja

Untuk menghindari meluasnya permasalahan yang muncul, maka dalam pengerjaan tugas akhir ini diambil beberapa lingkup kerja sebagai berikut :

1. Pengambilan data sekunder pada kolom distilasi debutanizer yang telah tervalidasi oleh perangkat lunak Aspen HYSYS.

2. Variabel proses yang divariasi pada kolom distilasi adalah temperatur dan tekanan pada kolom utama dan dilakukan saat kondisi steady state.

3. Soft sensor dirancang menggunakan pendekatan model jaringan syaraf tiruan dengan algoritma belajar Levenberg Marquardt .

4. Sistem disimulasikan melalui perangkat lunak Distributed Control System Centum VP dan OPC for Matlab.

1.4. Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari tugas akhir ini yaitu: 1. Merancang soft sensor untuk memprediksi komposisi

produk pada kolom distilasi melalui Distributed Control System Centum VP dan OLE for Process Control.

2. Menganalisa akurasi hasil prediksi soft sensor dengan menggunakan pendekatan model jaringan syaraf tiruan melalui Distributed Control System Centum VP agar diperoleh unjuk kerja kolom distilasi yang baik.

(17)

1.5. Sistematika Laporan

Secara sistematis, laporan tugas akhir ini tersusun dalam lima bab dengan penjelasan sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan

Berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan tugas akhir, dan sistematika laporan. BAB II Teori Penunjang

Berisi tentang teori–teori dasar yang menunjang dalam pembuatan tugas akhir, meliputi teori mengenai kolom distilasi, soft sensor, jaringan syaraf tiruan, Distributed Control System dan OPC for Matlab.

BAB III Metodologi Penelitian

Berisi tentang cara perancangan soft sensor menggunakan jaringan syaraf tiruan (JST) dengan mengambil data dari proses kolom distilasi yang akan divariasi nilai temperatur dan tekanannya, kemudian bobot yang dihasilkan oleh proses pelatihan JST ditanamkan pada DCS CentumVP dengan memanfaatkan OPC for Matlab untuk memperoleh hasil prediksi, setelah itu membandingkan hasil prediksi soft sensor dengan data proses kolom distilasi debutanizer.

BAB IV Analisa Data dan Pembahasan

Berisi tentang analisa data dan pembahasan hasil soft sensor. Pada bab ini diberikan data hasil simulasi untuk dilakukan analisa lebih lanjut.

BAB V Kesimpulan dan Saran

Berisi kesimpulan tentang tugas akhir yang telah dilakukan berdasarkan data-data yang didapat, serta diberikan saran sebagai penunjang maupun pengembangan tugas akhir ini untuk masa-masa yang akan datang.

(18)

2.1 Kolom Distilasi

Unit operasi distilasi adalah sebuah metode yang digunakan untuk memisahkan komponen dari larutan cair, dimana tergantung pada distribusi komponen antara fase uap dan fase cair. Kedua komponen berada pada kedua fase ini. Fase uap dibentuk dari fase cair menggunakan vaporization pada titik didih.

Persyaratan utama untuk memisahkan komponen menggunakan distilasi adalah volatilitas dari uap berbeda dengan volatilitas cair yang bisa memisahkan dua campuran uap atau cair. Semakin dekat titik didih dua komponen maka semakin susah dipisahkan, karena distilasi adalah pemisahan berdasarkan titik didih.

Proses distilasi dalam prakteknya mempunyai dua metode. Metode pertama dengan mendidihkan campuran zat cair yang akan dipisahkan dan mengembunkan (kondensasi) uap tanpa ada zat cair yang kembali kedalam bejana didih, jadi tidak ada refluks. Metode kedua didasarkan atas pengembalian sebagian dari kondensat ke bejana didih dalam satu kondisi tertentu sehingga zat cair yang dikembalikan mengalami kontak dengan uap yang mengalir ke atas menuju kondensor. Masing-masing metode ini dilakukan dengan proses kontinyu dalam keadaan steady.

2.1.1 Proses Kerja Kolom Distilasi

Umpan yang masuk ke unit kolom distilasi berupa campuran gas dan liquid, campuran gas dan liquid tersebut mengalami pemisahan komposisi berdasarkan titik didihnya Umpan yang memiliki fraksi yang lebih ringan akan mengalir ke atas karena memiliki volatilitas yang lebih rendah dibandingkan dengan produk bawah yang memiliki volatilitas lebih tinggi. Gas yang mengalir keluar top stage masuk ke dalam condeser untuk didinginkan sehingga berubah fasa menjadi liquid. Liquid yang terkondensasi disimpan pada sebuah vessel yang dikenal sebagai

(19)

reflux drum. Sebagian dari liquid ini ada yang diumpan balikkan ke bagian atas kolom dan ada pula yang dikeluarkan sebagai produk. Liquid yang diumpan balikkan disebut sebagai reflux. Sistem reflux dibutuhkan untuk mempertahankan kualitas distilat produk dengan mengubah kembali liquid menjadi vapour. Sedangkan umpan yang memiliki fraksi lebih berat akan mengalir ke bagian bawah kolom yang selanjutnya dikumpulkan pada reboiler. Panas ditambahkan pada reboiler digunakan untuk menguapkan kembali produk atas yang tidak teruapkan. Vapour yang dihasilkan reboiler diumpankan kembali ke bagian bawah kolom. Sedangkan liquid yang dikeluarkan reboiler disebut sebagai produk bawah[2].

2.1.2 Kesetimbangan Uap-Air pada Kolom Distilasi

Tekanan uap suatu cairan akan meningkat seiring dengan bertambanya temperatur, dan titik dimana tekan uap sama dengan tekanan eksternal cairan disebut sebagai titk didih. Proses pemisahan campuran cairan biner A dan B menggunakan distilasi dapat dijelaskan dengan hukum Dalton dan Raoult. Menurut hukum Dalton, tekanan gas total suatu campuran biner, atau tekanan uap suatu cairan (P), adalah jumlah tekanan parsial dari masing-masing komponen A dan B. Sedangkan Hukum Raoult menyatakan bahwa pada suhu dan tekanan tertentu, tekanan parsial uap komponen A (PA) dalam campuran sama dengan hasil

kali antara tekanan uap komponen murni A (PA

murni

) dan fraksi molnya XA. Hukum Dalton dan Raoult merupakan pernyataan

matematis yang dapat menggambarkan apa yang terjadi selama distilasi, yaitu menggambarkan perubahan komposisi dan tekanan pada cairan yang mendidih selama proses distilasi. Uap yang dihasilkan selama mendidih akan memiliki komposisi yang berbeda dari komposisi cairan itu sendiri. Komposisi uap komponen yang memiliki titik didih lebih rendah akan lebih banyak (fraksi mol dan tekanan uapnya lebih besar). Komposisi uap dan cairan terhadap suhu tersebut dapat digambarkan dalam suatu grafik diagram fasa berikut ini[9].

(20)

Gambar 2.1 Grafik komposisi uap-air terhadap temperatur[9] 2.2 Soft Sensor

Soft sensor adalah suatu model yang digunakan untuk mengestimasi output unmeasurable pada proses diindustri. Soft sensor merupakan sebuah perangkat lunak atau dimana dapat memproses beberapa pengukuran secara bersamaan, yang pengukurannya berjumlah banyak pengukuran. Interaksi dari sinyal-sinyal yang terjadi dapat digunakan untuk mengkalkulasi besaran baru. Biasanya berguna untuk penggabungan data dimana pengukuran pada karakteristik berbeda dan dinamis dikombinasikan. Soft sensor dapat digunakan untuk mendiagnosa kesalahan pengukuran sebaik pada aplikasi kontrol. Soft sensor menerima input dari variabel yang terukur sensor lain, kemudian diolah dengan persamaan matematis sistem, setelah itu dihasilkan output variabel yang diingikan berdasarkan persamaan matematis sistem tersebut[8].

2.3 Jaringan Syaraf Tiruan (JST)

Jaringan syaraf tiruan merupakan suatu pemodelan yang diilhami oleh jaringan syaraf biologis. Terdapat analogi yang sangat dekat antara struktur syaraf biologis (missal otak atau sel syaraf) dengan elemen pemroses (syaraf buatan). Syaraf biologis memiliki tiga komponen penting yang menjadi perhatian khusus

(21)

dalam mempelajari syaraf buatan, yaitu dendrites, soma, dan axon. Fungsi dendrites adalah untuk menerima sinyal inputdari syaraf yang lain. Sinyal ini berupa impulse elektrik yang ditransmisikan melalui celah sinapsis berupa proses kimiawi. Aksi pengirim kimiawi ini akan memodifikasi sinyal yang dating (dengan men-skala frekuensi sinyal yang diterima), serupa dengan aksi pembobotan pada jaringan syaraf tiruan[10].

Soma atau badan sel mengakumulasi sinyal yang dating. Ketika jumlah input telah cukup, sel bereaksi dengan mentransmisikan sinyal melalui axon ke sel yang lain. Bereaksi atau tidaknya sel ini dalam waktu yang singkat dapat diumpamakan sebagai sinyal biner, akan tetapi frekuensi reaksi sel ini bervariasi. Syaraf biologis secara umum diilustrasikan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.2 Struktur Biologis Jaringan Syaraf Tiruan[8]

2.3.1 Model jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan syaraf tiruan merupakan sebuah sistem pemrosesan informasi yang terbagi menjadi dua komponen fisik utama, yaitu elemen pemrosesan (neuron) dan koneksi antar elemen. Dalam lingkup yang lebih besar, jaringan syaraf tiruan dibangun oleh

(22)

tiga prinsip dasar yaitu topologi, pembelajaran (learning) dan penarikan informasi (recall). Topologi adalah bagaimana setiap komponen dalam jaringan syaraf tiruan terorganisir kedalam lapisan – lapisan tertentu. Pembelajaran dalam jaringan syaraf tiruan adalah bagaimana suatu informasi diolah dan disimpan. Dan penarikan informasi adalah bagaimana suatu informasi yang telah tersimpan dapat ditarik dari jaringan. Topologi suatu jaringan syaraf tiruan memiliki peranan penting dalam menentukan penforma jaringan syarat tiruan, karena suatu topologi jaringan syaraf tiruan yang memiliki lebih banyak koneksi antar setiap lapisannya memungkinkan jaringan syaraf tiruan tersebut menyelesaikan permasalahan nonlinear yang lebih kompleks. Topologi atau struktur jaringan yang umum digunakan adalah Multi Layer Perceptron (MLP). Berikut ini adalah gambar dari jaringan syarat tiruan dengan struktur MLP.

Gambar 2.3 Jaringan syaraf tiruan dengan struktur MLP[8] Representasi matematis dari Gambar 2.2 diatas adalah sebagai berikut:

(23)

        +         + ϕ = ∑ ∑ = = ϕ h n 1 j 0 , i n 1 l 0 , j l l , j j j , i i i F W .f w w W y (2.1) Dimana: ϕ = Input eksternal

ηϕ = Jumlah input dalam sebuah input layer

ηh = Jumlah hidden neuron dalam sebuah hidden layer

W = Weights (bobot)

F dan f = Fungsi aktivasi untuk hidden layer dan output layer Dalam menentukan nilai bobot W, maka dibutuhkan data

berupa keluaran dan masukan ϕ yang cukup dan saling

berkorelasi. Proses penentuan nilai bobotnya sendiri disebut dengan pelatihan (training) atau pembelajaran (learning). Tujuan dari pelatihan jaringan syaraf tiruan ini adalah untuk memperkecil kesalahan antara keluaran jaringan syaraf tiruan dan keluaran proses yang di identifikasi y (sasaran/target).

Fungsi aktivasi neuron (F) adalah fungsi pengolahan dari input menjadi sinyal output. Banyak fungsi yang dapat dipakai sebagai aktivasi, seperti fungsi goniometri, unit step, impulse, dan sigmoid. Tetapi yang lazim digunakan adalah fungsi sigmoid, karena dianggap lebih mendekati kinerja sinyal pada otak. Ada dua jenis fungsi sigmoid, yaitu sigmoid unipolar dan bipolar[10].

(24)

Gambar 2.5 Fungsi aktivasi sigmoid bipolar[10]

2.3.2 Algoritma Pelatihan Levenberg-Marquardt

Algoritma pelatihan yang digunakan dalam tugas akhir kali ini adalah algoritma pelatihan Levenberg-Marquardt. Meskipun algoritma pelatihan ini lebih komplek dibandingkan dengan algoritma back-propagation, namun algoritma ini mampu menghasilkan hasil yang lebih baik. Penurunan algoritma Levenberg-Marquardt dapat dilihat pada jurnal karangan Norgaard yang membahas tentang aplikasi jaringan syaraf tiruan dalam pemodelan dan pengendalian sistem dinamik [11]. Berikut ini penjelasan singkatnya. Anggap data masukan u(k) dan data keluaran yang diharapkan atau sasaran y(k). Maka data pelatihan:

ZN = u k, y (k)|k=1, …, N (2.2)

Karena tujuan dari pelatihan sendiri adalah untuk

menentukan bobot yang sesuai dengan data yang ada, ZN→ ,

atau supaya jaringan syaraf tiruan mampu menghasilkan keluaran ŷ(k) yang mendekati nilai sasaran y(k). Maka nilai bobot dihitung dengan persamaan berikut:

W=arg min𝑤𝑤𝑉𝑉𝑁𝑁(𝑤𝑤, 𝑍𝑍𝑁𝑁) (2.3)

Dengan skema minimalisir yang berulang:

(25)

Dan w(i) sebagai iterasi pada saat ini, ( i) sebagai ukuran step serta f (i) sebagai arah pencarian pada skema minimalisir. Pada algoritma pelatihan ini, terdapat parameter λ untuk memastikan bahwa perhitungan konvergen. Nilai λ sendiri dipengaruhi oleh rasio pengurangan nilai keluaran jaringan syaraf tiruan dan pengurangan nilai sasaran sesuai dengan persamaan berikut:

R(i) = 𝑉𝑉𝑁𝑁 𝑤𝑤(𝑖𝑖)𝑍𝑍𝑁𝑁−𝑉𝑉𝑁𝑁 𝑤𝑤(𝑖𝑖)+𝑓𝑓(𝑖𝑖)𝑍𝑍𝑁𝑁

𝑉𝑉𝑁𝑁 𝑤𝑤(𝑖𝑖)𝑍𝑍𝑁𝑁−𝐿𝐿(𝑖𝑖)𝑤𝑤(𝑖𝑖)+𝑓𝑓(𝑖𝑖) (2.5)

Dimana:

L(i) w(i) + f(i) = 𝜆𝜆(i) f i T f(i) – f i TG (2.6) G merepresentasikan besar gradien criteria yang dipengaruhi bobot w, sedangkan R merupakan perkiraan Hessian. Berikut ini langkah–langkah algoritma Levenberg-Marquardt[12]:

1. Pilih bobot awal berupa vektor w

(0)

dan nilai λ

(0)

awal. 2. Tentukan arah pencarian dari persamaan berikut

R w(i) + λ(i)I f(i) = - G w(i) (2.7) 3. Apabila r (i) > 0.75 maka λ (i) = λ (i) /2 4. Apabila r (i) < 0.25 maka λ (i) = 2λ (i) 5. Apabila VN (w (i) +f (i) , Z N ) < VN (w (i) , Z N ) maka w(i+1) = w(i)+ f(i) dan λ(i+1)=λ(i)

6. Apabila syarat batas belum dipenuhi maka kembali ke langkah 2.

Dan perhitungan respon masing – masing perseptron adalah sebagai berikut.

(26)

sebagai nilai masukan.

2. Y = b + ∑ 𝑥𝑥𝑖𝑖 𝑤𝑤𝑖𝑖𝑛𝑛𝑖𝑖 dengan wi sebagai bobot pada node i, b

sebagai nilai bias dan n adalah jumlah node pada layer yang diproses.

3. = ( yin ) dengan y sebagai nilai keluaran jaringan,nilai

y didapat sebagai fungsi dari nilai yin.

Untuk melihat keberhasilan proses pelatihan dan pengujian, maka digunakan acuan parameter nilai RMSE (Root Mean Square Error). RMSE merupakan akar-akar total kuadrat error yang terjadi antara keluaran proses dan keluaran target. Semakin kecil nilai RMSE maka semakin besar tingkat keberhasilan pelatihan dan pengujian. Persamaan RMSE dapat dituliskan sebagai berikut[12]:

𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 = �∑𝑁𝑁𝑖𝑖=1(𝑦𝑦𝑖𝑖−𝑦𝑦𝑖𝑖́ )2

𝑁𝑁 (2.8)

dimana,

Yi = nilai aktual

Y’i = nilai prediksi

N = banyaknya jumlah observasi

2.4 Distributed Control System

Distributed Control System (DCS) berhubungan dengan kontrol sistem yang biasanya digunakan pada sistem manufacturing, proses atau jenis sistem dinamik lainya, dimana di dalamnya menggunakan elemen kontrol yang terletak di pusat sebagai pengendali utama seperti CPU pada computer tetapi semua kontroler yang digunakan menyebar ke seluruh sistem. Sistem tersebut dihubungkan oleh suatu jaringan untuk tujuan komunikasi dan monitoring. Pada umumnya DCS menggunakan desain prosesor sebagai kontroler dan menggunakan keduanya untuk tujuan interkoneksi dan komunikasi protokol. Modul masukan dan keluaran merupakan salah satu komponen DCS. Secara umum, modul masukan dan keluaran yang sering

(27)

digunakan adalah analog dan digital[7]. Berikut ini adalah bentuk konfigurasi sistem dalam perangkat DCS. Secara garis besar, komponen-komponen yang menyusunnya adalah FCS, HIS, EWS, dan komponen lapangan (field equipment).

Gambar 2.6 Konfigurasi sistem pada DCS[7]

2.4.1 Field Control Station (FCS)

FCS memiliki fungsi sebagai tempat untuk mendeskripsikan detail I/O, fungsi logic, detail perangkat lunak, mengambil input yang masuk dari transmitter dan perintah operator, perhitungan sinyal kontrol, dan mengirim sinyal kontrol ke aktuator. Komponen FCS terdiri dari CPU (Central Processing Unit), catu daya (power supply unit), VLnet coupler, dan I/O modul. Fungsi masing-masing komponen adalah sebagai berikut.

- CPU (unit prosesor) berfungsi untuk melakukan komputasi

fungsi kontrol dan pengaturan nomor domain dan station.

- Catu daya (unit catu daya) berfungsi untuk menerima daya

dari power distribution board dan mengkonversinya menjadi tegangan searah (DC) dan mendistribusikan tegangan DC ke semua unit pada FCS.

(28)

- VLnet coupler berfungsi untuk merangkaikan (couple) processor card pada Field Control Unit (FCU) pada kabel Vnet.

- I/O module berfungsi untuk mengubah sinyal analog atau

digital dari field equipment yang menuju FCS atau sebaliknya. Tipe-tipe I/O module antara lain analog, analog multipoint, relay, multiplexer, digital, komunikasi, dan communication card.

Penamaan FCS menggunakan format FCSXXYY, dimana XX adalah nomor domain dan YY adalah nomor station, seperti contoh FCS0101 artinya FCS berada di domain 1 dan station 1. Berikut ini adalah contoh gambar dari slot FCS yang digunakan pada CENTUM[7].

Gambar2.7 Slot FCS[7]

2.4.2 Human Interface Station (HIS)

HIS digunakan untuk operasi dari unit proses dan proses monitoring, parameter kontrol dan alarm, dan kebutuhan user (operator) untuk secara cepat mengetahui status plan secara cepat. Penamaan HIS sama seperti penamaan pada FCS dengan menggunakan format HISXXYY. Perbedaannya adalah nomor

(29)

station HIS dimulai dari yang paling besar, seperti contoh HIS0164.

Gambar 2.8 Human Interface Station (HIS)[7]

2.4.3 Engineering Work Station (EWS)

EWS merupakan perangkat keras dari sistem yang dibentuk oleh CENTUM berupa PC (personal computer) yang dikendalikan oleh operator di sebuah control room. Fungsinya sebagai control dan maintenance.

2.5 OLE for Process Control

Ole for Process Control (OPC) adalah perangkat lunak antar

muka yang memungkinkan program Windows untuk

berkomunikasi dengan perangkat keras industri. OPC di implementasikan pada server / klien. OPC Server adalah sebuah program perangkat lunak yang mengkonversi protokol komunikasi perangkat keras yang digunakan oleh PLC atau DCS ke dalam protokol OPC. Perangkat lunak klien OPC adalah program yang perlu untuk terhubung ke perangkat keras, seperti HMI. OPC klien menggunakan server OPC untuk mendapatkan

(30)

data dari perangkat keras atau mengirim perintah ke perangkat keras[13].

Gambar 2.9 konfigurasi OPC server dan client[7]

Keuntungan OPC adalah memiliki standar terbuka, yang berarti biaya yang lebih rendah bagi produsen dan lebih banyak pilihan bagi pengguna. Produsen perangkat keras hanya perlu menyediakan OPC server tunggal untuk perangkat mereka untuk berkomunikasi dengan klien OPC. Vendor perangkat lunak hanya mencakup kemampuan klien OPC dalam produk mereka dan mereka menjadi langsung kompatibel dengan ribuan perangkat keras. Pengguna dapat memilih perangkat lunak klien OPC yang mereka butuhkan[13].

Skenario koneksi OPC adalah koneksi server-klien tunggal pada satu komputer seperti digambarkan di atas, tetapi ada lebih banyak kemungkinan, contohnya:

1. Menghubungkan klien OPC ke beberapa server OPC. Ini disebut agregasi OPC.

2. Menghubungkan klien OPC ke server OPC melalui jaringan. Hal ini dapat dilakukan dengan OPC tunneling.

3. Menghubungkan server OPC ke server OPC lain untuk berbagi data. Hal ini dikenal sebagai OPC bridging.

(31)

Gambar 2.10 OPC Toolbox for Matlab[13] Dalam perangkat lunak Matlab terdapat fasilitas sebagai OPC sebagai media penghubung antara Matlab dengan perangkat lunak lainnya yang memiliki OPC Client seperti halnya DCS Yokogawa yang memiliki OPC Client. OPC Toolbox merupakan suatu fasilitas yang ada dalam Matlab untuk menyediakan akses untuk terhubung langsung dengan OPC client dan data OPC historikal langsung dari Matlab dan Simulink. OPC Toolbox ini dapat membaca, menulis, dan melihat data log OPC dari perangkat lunak lain, seperti Distributed Control Systems, kontrol pengawasan dan sistem akuisisi data, dan Programmable Logic Controller(PLC). OPC Toolbox memungkinkan untuk bekerja dengan data dari server OPC dan historikal data yang sesuai dengan OPC Data Access (DA) standar, OPC Historical Data Access (HDA) standar, dan OPC Unified Architecture(UA).

(32)

Diagram alir dalam perancangan soft sensor untuk memprediksi komposisi produk pada kolom distilasi melalui Distributed Control System dan OLE For Process Control yang akan dilakukan seperti pada Gambar 3.1 sebagai berikut:

Mulai

Variasi data temperatur dan tekanan

Perancangan JST (Soft Sensor model)

Validasi prediksi Soft Sensor dengan

data real proses debutanizer Pengujian data (testing)

Soft Sensor

Selesai Pengambilan data sekunder

proses debutanizer

Perancangan komunikasi data (Matlab-DCS) melalui OPC

Tidak

Ya Perancangan Soft Sensor

pada Centum VP

Analisa hasil prediksi komposisi Prediksi komposisi

Soft Sensor

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 19

(33)

3.1. Pengambilan Data Sekunder

Pada penelitian ini proses yang digunakan dimodelkan menggunakan perangkat lunak Aspen HYSYS. Berikut ini adalah gambar skema proses debutanizer.

Gambar 3.2 Skema Proses debutanizer[14]

Proses debutanizer yang dimodelkan pada perangkat lunak Aspen HYSYS dipilih karena terdapat penelitian sebelumnya yang juga mengacu pada referensi data yang sama [14]. Data pemodelan yang digunakan merupakan data operasional kolom distilasi debutanizer. Berikut ini gambar pemodelan proses debutanizer pada Aspen HYSYS.

(34)

Gambar 3.3. Model Sistem debutanizer pada Aspen HYSYS[14] Berikut ini data kondisi operasi yang digunakan pada model, data ini juga mengacu pada referensi sebelumnya[14].

Tabel 3.1 Kondisi Operasi Sistem Debutanizer

Bagian Nilai

Fraksi Uap 0.466

Temperatur Umpan 62.91°C

Tekanan Umpan 4.85 barg

Temperature Top Stage 50.89°C

Temperature Bottom stage 89.76°C

Tekanan Top Stage 4.60 barg

Tekanan Bottom stage 4.89 barg

Laju Aliran Umpan 212.6 kgmol/jam

Propane 0.015 i-Butane 0.3503 n-Butane 0.38469 i-Pentane 0.11893 n-Pentane 0.0731 n-Hexane 0.04337 n-Heptane 0.00944

(35)

3.2 Variasi Data Temperatur

Untuk memperoleh hasil prediksi yang baik, data yang akan diproses dengan menggunakan JST pada proses validasi harus mewakili seluruh data yang akan diujikan. Oleh karena itu dilakukan variasi data temperatur melalui perangkat lunak Aspen HYSYS dengan memberi perubahan nilai laju aliran panas pada reboiler. Dengan adanya perubahan laju aliran panas pada reboiler maka temperature top dan bottom stage pada kolom utama akan mengalami perubahan pula, sehingga akan mempengaruhi hasil dari komposisi distilat (Xd) dan komposisi bawah (Xb). Variasi data ini nantinya akan dijadikan data keluaran yang akan dipasangkan dengan data masukan pada proses pelatihan dengan menggunakan JST.

3.3 Perancangan Jaringan Syaraf Tiruan

Pada penelitian kali ini, Jaringan syarat tiruan digunakan sebagai model sistem untuk memprediksi komposisi produk, hal ini dilakukan karena apabila prediksi menggunakan model pada Aspen HYSYS secara langsung akan memakan waktu yang sangat lama. JST yang digunakan merupakan jaringan syaraf tiruan dengan struktur Multi Layer Perceptron (MLP) dan dilatih dengan algoritma pelatihan Levenberg Marquardt. Pada tahap ini beberapa hal yang harus diperhatikan adalah pemilihan masukan dan keluaran dan penentuan jumlah hidden node. Pemilihan masukan dan keluaran harus mengacu pada korelasi antara setiap masukan terhadap keluaran, pemilihan yang kurang baik akan menghasilkan JST dengan akurasi yang kurang baik. Penentuan jumlah hidden node juga harus diperhatikan karena terlalu sedikit atau terlalu banyak jumlah hidden node yang digunakan pada JST juga mempengaruhi akurasi JST tersebut.

Data yang didapatkan berupa data sekunder yaitu temperatur, tekanan, komposisi distilat (Xd) dan komposisi bawah (Xb) yang ada pada kolom distilasi melalui perangkat lunak Aspen HYSYS. Dari Gambar 3.4 tersebut struktur JST dipilah menjadi 3 bagian untuk diproses, yaitu pelatihan, validasi dan pengujian.

(36)

tgh tgh tgh tgh tgh tgh tgh tgh tgh tgh tgh tgh tgh tgh Lin Lin

Layer Input Layer Hidden Layer Output

Bias Temperature Top Stage Temperature Bottom Stage Tekanan Bias Komposisi Distilat (Xd) Komposisi Bawah (Xb) tgh = tangen hiperbolik Lin = linear

Gambar 3.4 Struktur Jaringan Syaraf Tiruan

3.3.1 Data Pelatihan, Validasi dan Pengujian

Data yang sudah diperoleh dibagi menjadi 3 bagian dimana data yang digunakan untuk proses pelatihan lebih banyak dari pada proses validasi. Data-data tersebut nantinya akan berfungsi sebagai masukan jaringan syaraf tiruan dan juga sebagai validasi dari hasil keluaran jaringan syaraf tiruan. Berikut ini merupakan data set temperature top stage, temperature bottom stage, komposisi distilat (Xd) dan komposisi bawah (Xb) yang digunakan untuk proses pelatihan jaringan syaraf tiruan dan didapatkan dengan merubah nilai laju aliran panas pada reboiler dari proses kolom distilasi debutanizer pada Aspen HYSYS melalui strip charts.

(37)

2.80E+06 2.90E+06 3.00E+06 3.10E+06 3.20E+06 3.30E+06 3.40E+06 3.50E+06 3.60E+06 3.70E+06 3.80E+06 1 21 41 61 81 101 121 141 161 181 201 221 241 He at Fl ow (k j/ ja m ) Waktu (Jam)

Gambar 3.5 Perubahan laju aliran panas terhadap waktu

50 50.5 51 51.5 52 52.5 53 1 21 41 61 81 101 121 141 161 181 201 221 241 Te m pe ra tu r ( ) Waktu (Jam)

Gambar 3.6 Perubahan temperature top stage terhadap waktu

82 84 86 88 90 92 94 1 21 41 61 81 101 121 141 161 181 201 221 241 Te m pe ra tu r ( ) Waktu (Jam)

(38)

Gambar 3.8 Perubahan tekanan terhadap waktu 0.91 0.915 0.92 0.925 0.93 0.935 0.94 0.945 0.95 0.955 1 21 41 61 81 101 121 141 161 181 201 221 241 Ko m po sisi Waktu(Jam)

Gambar 3.9 Perubahan komposisi distilat (Xd) terhadap waktu

0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18 1 21 41 61 81 101 121 141 161 181 201 221 241 Ko m po sisi Waktu(Jam)

(39)

3.3.2 Perancangan Soft Sensor (Model JST)

Pada Gambar 3.5 adalah model soft sensor yang mana proses awal pembuatan soft sensor menggunakan masukan berupa temperatur dan tekanan, kemudian diproses menggunakan jaringan syaraf tiruan dengan algoritma belajar Levenberg Marquart sehingga menghasilkan keluaran berupa komposisi distilat (Xd) dan komposisi bawah (Xb).

Gambar 3.11 Soft Sensor (Model JST) 3.4 Perancangan Komunikasi Data Antar Sistem

Komunikasi dan integrasi antar sistem di industri sering digunakan untuk saling melengkapi, karena fitur pada perangkat lunak yang ditawarkan kurang lengkap dan harganya mahal. Contohnya pada pengendali DCS tidak dilengkapi fitur untuk mengolah data untuk manajemen alarm dan proses, tentu perlu adanya tambahan seperti produk Honeywall (PI) dan Yokogawa (EXAquantum) untuk melengkapi masalah tersebut. Pada penelitian ini komunikasi yang dilakukan adalah perangkat lunak Matlab-CentumVP. Matlab digunakan sebagai model untuk membangun jaringan syaraf tiruan untuk memprediksi komposisi produk. Kemudian di dalam perangkat lunak Matlab terdapat OPC ToolBox for Matlab sebagai inisialisai masukan atau keluaran dan juga digunakan untuk membaca serta mengirim data proses antara Matlab dengan DCS Yokogawa CentumVP. DCS Yokogawa CentumVP digunakan untuk pengujian data soft sensor dan menampilkan data berupa trend yang sudah diolah sebelumnya di perangkat lunak Matlab. Berikut ini gambar detail integrasi antara Matlab-CentumVP.

(40)

Gambar 3.12 Komunikasi integrasi antar sistem

3.4.1 Perancangan Komunikasi Data Matlab-OPC

Data yang sudah diperoleh dibagi menjadi 2 bagian yaitu proses pembacaan dari Matlab dan proses pengiriman data ke CentumVP. Kemudian kedua data tersebut dapat diatur oleh OPC yang fungsinya sebagai pengatur lalu lintas data antar perangkat lunak yang berbeda tipe ataupun fungsi, karena pada perangkat lunak Matlab terdapat sebuah fungsi OPC yang disebut OPC for Matlab yang mana dapat memberi akses penuh untuk mengambil historikal data dari Matlab dan Simulink kemudian OPC ini bisa melakukan pembacaan, pengiriman, melihat data log dari perangkat lain seperti DCS CentumVP. Berdasarkan fungsi tersebut maka data dari Matlab dan CentumVP bisa melakukan komunikasi dua arah yaitu pembacaan dan pengiriman. Untuk mengaktifkan OPC matlab maka harus melakukan instalasi OPC dengan perintah berikut:

% % Create a connection to opc. opcregister('install')

(41)

Setelah itu membuat Simulink dengan membuat sebuah fungsi yang tersedia pada library Simulink seperti OPC config-real time, OPC read, OPC write, simin, simout.

Gambar 3.13 Konfigurasi Simulink untuk OPC for Matlab OPC Configuration real time digunakan untuk mendaftarkan dan mendefinisikan sebuah OPC client yang akan diambil data prosesnya. OPC Read digunakan untuk membaca data proses apa yang akan diambil dari OPC client untuk diproses pada Matlab. OPC Write digunakan untuk mengirim data proses dari matlab ke OPC Client. Simin digunakan untuk membaca data proses dari Matlab ke Simulink. Simout digunakan untuk mengirim data dari Simulink ke Matlab.

(42)

3.4.2 Perancangan Komunikasi Data OPC-CentumVP Setelah komunikasi antara Matlab dengan OPC berhasil maka proses selanjutnya adalah komunikasi antara OPC dengan DCS CentumVP langkah awal yang harus dilakukan adalah dengan melakukan pengujian (testing) pada OPC HIS dengan cara mendaftarkan OPC client DCS dengan OPC Matlab. Kemudian melakukan konfigurasi regristasi data dengan menggunakan OPC write kemudian data akan masuk sesuai face plate pada perangkat lunak CentumVP. Apabila data tidak sesuai maka koneksi antara OPC toolbox dengan CentumVP terputus.

3.5 Perancangan Soft Sensor pada CentumVP

DCS (Distributed Control Systems) CentumVP merupakan sebuah perangkat lunak yang digunakan untuk membuat adressing I/0, kontrol berupa logika dan interface berupa grafik dan Human Interface Machine (HMI) yang di integrasikan pada sebuah pengendali DCS, dengan begitu dapat memudahkan dalam melakukan Engineering dan pengamatan proses yang di kontrol melalui DCS. pada penelitian ini DCS CentumVP digunakan untuk memprediksi komposisi produk pada blok fungsi soft sensor dan membuat algoritma dengan menggunakan blok fungsi SFC (Sequencial Function Charts).

3.5.1 Blok Fungsi Soft Sensor

Blok fungsi soft sensor digunakan untuk memprediksi komposisi berdasarkan bobot yang diperoleh dari proses pelatihan pada Matlab. Untuk membuat soft sensor dengan struktur MIMO hanya dengan membuat block Process Input Output (pio) untuk masukan dan keluaran kemudian di koneksikan ke function block diagram kemudian set in untuk pio input dan set out untuk pio output. Untuk menampilkan nilai hasil prediksi soft sensor dapat menggunakan blok fungsi BD001 yang sekaligus dapat menampilkan hasil prediksi pada Matlab.

(43)

Gambar 3.14 Blok fungsi soft sensor pada Centum VP

3.5.2 Blok Fungsi SEquence and Batch Oriented Language

(SEBOL)

SEBOL adalah bahasa pemrograman yang dirancang untuk kontrol proses. Function block ini memiliki fitur khusus untuk pengendalian proses, disamping fungsi bahasa pemrograman generik. Program yang ditulis dalam SEBOL dijalankan sebagai tindakan setara dengan satu langkah SFC pada FCS. SFC (Sequencial Function Charts) adalah bahasa pemrograman grafis yang digunakan untuk mendefinisikan urutan kontrol. SFC dapat ditulis dengan menggunakan blok fungsi SFC, yang merupakan blok fungsi termasuk dalam fungsi urutan kontrol.

3.6 Validasi Pemodelan

Validasi pemodelan dilakukan untuk memberikan kepastian terhadap pemodelan sistem yang telah dilakukan dan untuk mengetahui model yang telah diperoleh menggunakan DCS CentumVP untuk memberikan model yang mendekati prediksi asli plan. Hasil prediksi komposisi distilat (Xd) dan bawah (Xb) pada soft sensor dibandingkan dengan data komposisi pada proses debutanizer. Kemudian digunakan RMSE untuk mengetahui keakuratan model yang paling dekat dengan respon asli. Semakin besar nilai RMSE yang didapat, maka semakin buruk model yang dibuat. Dari hasil tersebut, pemodelan proses yang disimulasikan dapat dikatakan valid atau sesuai dengan data desain jika memiliki error dibawah 2%.

(44)

4.1 Pelatihan dan Validasi model Jaringan Syaraf Tiruan Struktur jaringan syaraf tiruan pada penelitian ini menggunakan MLP (Multi Layer Perceptron), dimana variabel masukan jaringan syaraf tiruan mengandung masukan (U) dan keluaran (Y). Menurut Cybenko [9], pemilihan jumlah layer ada tiga yaitu layer input, layer hidden dan layer output dengan fungsi aktivasi hyperbolic tangent atau sigmoid bipolar pada hidden node dan fungsi aktivasi linear pada keluaran neuron, sudah mampu memodelkan sistem dinamik dengan baik.

U adalah masukan plan dan Y adalah keluaran plan sedangkan Yhat adalah keluaran model. Pada saat awal pelatihan, bobot model diambil secara acak, maka Y dan Yhat akan menunjukan harga yang berbeda pada keseluruhan data set pelatihan atau masih terdapat penyimpangan. Penyimpangan ini adalah fungsi tujuan yang akan diminimisasi pada setiap iterasi atau epoch selama pelatihan menggunakan algoritma Levenberg Marquardt dengan mengubah bobot W1 dan W2 pada jaringan syaraf tiruan.

Proses pelatihan pada dasarnya adalah untuk menentukan bobot antara layer input dan layer hidden serta bobot antara layer hidden dan layer output. Dari hasil penelitian sebelumnya [2], diketahui bahwa metode penentuan bobot pada pelatihan jaringan syaraf tiruan yang terbaik adalah Levenberg Marquardt. Metode ini menggabungkan metode Newton yang unggul dari segi kecepatan dan metode Steepest Descent yang baik dalam hal kestabilan.

Proses pelatihan jaringan syaraf tiruan ini dilakukan secara offline. Data set yang diambil untuk masing-masing node input seluruhnya berjumlah 250 data, yang terbagi atas 2 bagian yaitu 200 data digunakan untuk pelatihan dan 50 data digunakan untuk validasi model jaringan syaraf tiruan yang telah didapat.

Masukan jaringan syaraf tiruan terdiri dari top stage temperature, bottom stage temperature dan tekanan, sedangkan keluaran terdiri dari komposisi distilat (Xd) dan komposisi bawah

(45)

(Xb). Iterasi dilakukan sebanyak 150 kali dengan perubahan hingga 50 hidden node untuk mendapatkan hasil pelatihan dan validasi terbaik. Hasil dari pemrosesan tersebut akan menampilkan nilai RMSE pada tahap pelatihan dan validasi. Nilai RMSE terkecil menunjukkan bahwa struktur tersebut adalah pemodelan terbaik yang dapat digunakan. Pada Tabel 4.1 tersebut dapat dilihat bahwa nilai RMSE pada tahap pelatihan dan paling rendah terdapat pada hidden node dengan jumlah 36 dan 37 dengan nilai RMSE komposisi distilat (Xd) sebesar 0.00000615 kgmole/h dan nilai RMSE pada komposisi bawah (Xb) sebesar 0.00002357 kgmole/h. Sedangkan pada tahap validasi, nilai terendah yang ditunjukkan pada perubahan struktur hidden node dengan jumlah 37 dan 47 dengan nilai RMSE komposisi distilat (Xd) sebesar 0.00000710 kgmole/h dan komposisi bawah (Xb) sebesar 0.00002526 kgmole/h Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa model terbaik yang dipilih dari variasi ini adalah pada hidden node yang berjumlah 37.

Tabel 4.1 Hasil nilai RMSE dengan perubahan hidden node HN Nilai RMSE Training Validasi Xd Xb Xd Xb 1 0.00007718 0.00024771 0.00002620 0.00018937 2 0.00001116 0.00008180 0.00000903 0.00011141 3 0.00001101 0.00007434 0.00000805 0.00008748 4 0.00001137 0.00005100 0.00000999 0.00005892 5 0.00000986 0.00002595 0.00000764 0.00002550 6 0.00000958 0.00002876 0.00000732 0.00002845 7 0.00000964 0.00002532 0.00000766 0.00002651 8 0.00001144 0.00003630 0.00000888 0.00003841 9 0.00000979 0.00002804 0.00000785 0.00002705 10 0.00000818 0.00002400 0.00000767 0.00002632 11 0.00001025 0.00003450 0.00000731 0.00002916 12 0.00000957 0.00002680 0.00000754 0.00002664 13 0.00000925 0.00002445 0.00000768 0.00002630 14 0.00000982 0.00002781 0.00000751 0.00002613

(46)

Tabel 4.1 Hasil nilai RMSE dengan perubahan hidden node (Lanjutan) 15 0.00000838 0.00002424 0.00000761 0.00002624 16 0.00000907 0.00002424 0.00000740 0.00002617 17 0.00001026 0.00003372 0.00000765 0.00003065 18 0.00000828 0.00002423 0.00000753 0.00002673 19 0.00000934 0.00002549 0.00000737 0.00002586 20 0.00000881 0.00002457 0.00000787 0.00002571 21 0.00000834 0.00002410 0.00000739 0.00002627 22 0.00000954 0.00002585 0.00000747 0.00002704 23 0.00000920 0.00002442 0.00000762 0.00002570 24 0.00000711 0.00002400 0.00000746 0.00002597 25 0.00000947 0.00002828 0.00000762 0.00002768 26 0.00001003 0.00003119 0.00000763 0.00002887 27 0.00000942 0.00002575 0.00000761 0.00002651 28 0.00000882 0.00002598 0.00000770 0.00002798 29 0.00000975 0.00002904 0.00000738 0.00002681 30 0.00000960 0.00002634 0.00000754 0.00002754 31 0.00000995 0.00002905 0.00000737 0.00002759 32 0.00000918 0.00002585 0.00000770 0.00002784 33 0.00000894 0.00002542 0.00000729 0.00002528 34 0.00000944 0.00002657 0.00000757 0.00002727 35 0.00000861 0.00002470 0.00000756 0.00002742 36 0.00000615 0.00002365 0.00000713 0.00002694 37 0.00000629 0.00002357 0.00000710 0.00002617 38 0.00000845 0.00002410 0.00000749 0.00002653 39 0.00000825 0.00002465 0.00000745 0.00002693 40 0.00000942 0.00002768 0.00000751 0.00002733 41 0.00000679 0.00002363 0.00000712 0.00002605 42 0.00000956 0.00002785 0.00000734 0.00002566 43 0.00000967 0.00002940 0.00000724 0.00002846 44 0.00000871 0.00002603 0.00000718 0.00002637 45 0.00000804 0.00002415 0.00000761 0.00002605 46 0.00000667 0.00002377 0.00000725 0.00002660 47 0.00000927 0.00002506 0.00000768 0.00002526

(47)

Dari hasil pelatihan dan validasi didapatkan nilai RMSE yang secara umum semua nilai RMSE ini cukup baik dalam suatu proses pelatihan dan validasi dan dapat diterapkan sebagai prediksi, khusunya pada plant kolom distilasi. Hasil pengolahan dengan metode NN dengan 1 hidden layer dan perubahan hidden node kemudian dibuat grafik seperti pada Gambar 4.1 yang berisi data nilai RMSE pada komposisi distilat (Xd) dan Gambar 4.2 yang berisi data nilai RMSE pada komposisi bawah (Xb). Pada tahap pelatihan dan validasi grafik terlihat stabil dan trennya mengalami penurunan nilai RMSE dan hal tersebut menunjukkan bahwa tahap pelatihan dan validasi pada komposisi distilat (Xd) dan komposisi bawah (Xb) berjalan semakin baik dan dengan jumlah hidden node yang semakin banyak maka nilai RMSE akan semakin rendah. Tampilan grafik pada Matlab saat program JST dijalankan akan menghasilkan empat macam grafik yang dapat dilihat pada Gambar 4.3, Gambar 4.4, Gambar 4.5 dan Gambar 4.6 yang menunjukkan nilai aktual dan nilai prediksi komposisi distilat (Xd) dan komposisi bawah (Xb) pada tahap pelatihan dan validasi. Pada keempat grafik tersebut dapat dilihat bahwa nilai aktual dan nilai prediksi pada kedua tahap yaitu pelatihan dan validasi sangatlah dekat sehingga dapat dikatakan bahwa ini adalah model terbaik untuk digunakan pada tahap perancangan soft sensor pada CentumVP.

0.00000 0.00001 0.00002 0.00003 0.00004 0.00005 0.00006 0.00007 0.00008 0.00009 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 R M SE Hidden Node Xd Pelatihan Xd Validasi

Gambar 4.1 Grafik nilai RMSE terhadap hidden node pada komposisi distilat (Xd)

(48)

0.00000 0.00005 0.00010 0.00015 0.00020 0.00025 0.00030 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 R M SE Hidden Node Xb Pelatihan Xb Validasi

Gambar 4.2 Grafik nilai RMSE terhadap hidden node pada komposisi bawah (Xb)

Gambar 4.3 Nilai aktual dan prediksi komposisi distilat (Xd) pada tahap pelatihan

(49)

Gambar 4.4 Nilai aktual dan prediksi komposisi bawah (Xb) pada tahap pelatihan

Gambar 4.5 Nilai aktual dan prediksi komposisi distilat (Xd) pada tahap validasi

(50)

Gambar 4.6 Nilai aktual dan prediksi komposisi bawah (Xb) pada tahap validasi

Uji perubahan laju aliran umpan adalah berdasarkan kejadian sebenarnya pada plant dimana suplai gas alam sebagai bahan baku utama plant mengalami kelangkaan. Laju aliran umpan pada kondisi operasi normal adalah 212.6 kgmol/jam. Sesuai ganguan di plant maka disimulasikan kenaikan dan penurunan laju aliran umpan sebesar ± 5% menjadi 222.6 kgmol/jam dan 202.6 kgmol/jam dengan pengambilan sebanyak 20 data (Gambar 4.7). Kemudian data ini akan diujikan pada jaringan syaraf tiruan dengan menggunakan hidden node yang berjumlah 37, sehingga akan diperoleh nilai RMSE pengujian dengan adanya gangguan pada laju aliran umpan.

(51)

Gambar 4.7 Perubahan laju aliran umpan terhadap waktu

Gambar 4.8 Pengujian disturbance +5% pada komposisi distilat

200 205 210 215 220 225 1 21 41 61 81 101 121 141 161 181 201 221 241 261 La ju A lira n (k gmo le /j am) Waktu (jam)

(52)

Gambar 4.9 Pengujian disturbance +5% pada komposisi bawah

(53)

Gambar 4.11 Pengujian disturbance -5% pada komposisi bawah Berdasarkan Gambar 4.8, Gambar 4.9, Gambar 4.10 dan Gambar 4.11 di atas tampak bahwa perubahan disturbance sebesar ± 5% dengan hidden node berjumlah 37 dapat memprediksi komposisi dengan baik. Berikut ini nilai RMSE komposisi distilat (Xd) dan komposisi bawah (Xb) akibat gangguan disturbance berupa perubahan laju aliran umpan, ditunjukkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil nilai RMSE pada pengujian dengan disturbance Perubahan Laju Aliran Umpan RMSE Komposisi Distilat (Xd) Komposisi Bawah (Xb) +5% 2.70E-05 8.89E-05 -5% 2.40E-05 7.22E-05

4.2 Pengujian Soft Sensor pada CentumVP

Hasil keluaran dari simulasi model dengan menggunakan metode jaringan syaraf tiruan yang berupa nilai prediksi

(54)

komposisi distilat (Xd) dan komposisi bawah (Xb) akan menjadi masukan soft sensor pada DCS (Distributed Control Systems) CentumVP bersama dengan nilai temperatur dan tekanan. Nilai prediksi tersebut didapatkan dari bobot (weight) yang berhubungan dengan masing-masing node pada proses training dan validasi jaringan syaraf tiruan. Sedangkan pembacaan nilai temperatur dan tekanan pada CentumVP dilakukan melalui OPC for Matlab dan Simulink.

Dengan menggunakan SFC (Sequence Function Charts) nilai bobot dapat ditanamkan atau diimplan berdasarkan langkah-langkah algoritma Levenberg Marquardt. Nilai bobot (W1 dan W2) dari masing-masing perhitungan tersebut terdapat pada workspace Matlab yang nantinya akan dimasukan pada setiap perubahan nilai hidden node. Hasil prediksi komposisi pada CentumVP dan Matlab dapat ditampilkan dengan menggunakan blok fungsi BD001.

Gambar 4.12 Tampilan prediksi komposisi pada blok fungsi BD001 CentumVP

Tampilan hasil prediksi komposisi pada Gambar 4.10 berisi data nilai prediksi komposisi distilat (Xd) dan komposisi bawah (Xb). Untuk DT01, DT02 dan DT03 merupakan hasil pembacaan masukan temperatur dan tekanan dari OPC for Matlab, sedangkan DT05 dan DT07 adalah hasil prediksi komposisi dengan menggunakan model jaringan syaraf tiruan pada Matlab yang dilakukan pembacaan dengan OPC for Matlab, kemudian untuk

(55)

DT04 dan DT06 merupakan hasil prediksi komposisi pada soft sensor CentumVP. Untuk membandingkan hasil prediksi matlab dengan soft sensor CentumVP, yaitu dengan menggunakan fungi trend group pada CentumVP. Fungsi trend group ini dapat menampilkan hasil prediksi secara real time. Berikut ini tampilan grafik hasil prediksi dengan menggunakan trend group.

Gambar 4.13 Tampilan trend group hasil prediksi komposisi Berdasarkan Gambar 4.11 grafik perbandingan antara hasil prediksi pada Matlab dan soft sensor CentumVP dapat dibedakan berdasarkan warna pada kolom tag name. Untuk kolom BD001.DT04 dan BD001.DT06 yang ditandai dengan warna biru muda dan ungu merupakan hasil prediksi komposisi melalui soft

sensor CentumVP. Sedangkan untuk BD001.DT05 dan

BD001.DT07 yang ditandai dengan warna biru tua dan abu-abu merupakan hasil prediksi dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan pada Matlab. Untuk temperatur dan tekanan ditandai dengan warna merah, oranye dan kuning pada kolom BD001.DT01, BD001.DT02 dan BD001.DT03.

4.3 Validasi Hasil Prediksi Komposisi pada Centum VP dengan Matlab

Setelah dilakukan simulasi pada DCS CentumVP untuk memprediksi komposisi produk pada proses debutanizer didapatkan hasil seperti pada Tabel 4.2 yaitu perbandingan nilai

(56)

komposisi distilat (Xd) dan komposisi bawah (Xb) antara hasil prediksi komposisi menggunakan soft sensor CentumVP dengan data komposisi pada proses debutanizer.

Tabel 4.3 Perbandingan hasil prediksi komposisi pada Centum VP dengan data proses

Xd DCS Xd Proses Selisih Xd (%) Xb DCS Xb Proses Selisih Xb (%) 0.92588 0.92604 0.0179 0.10253 0.10277 0.2417 0.93768 0.93504 0.2818 0.10253 0.10277 0.2417 0.94005 0.94238 0.2468 0.08772 0.08806 0.3939 0.94002 0.94238 0.2497 0.08790 0.08806 0.1829 0.94002 0.94238 0.2497 0.08790 0.08806 0.1829 0.94662 0.94672 0.0102 0.05645 0.05630 0.2769 0.94956 0.94977 0.0222 0.04255 0.04282 0.6144 0.94955 0.94877 0.0827 0.04259 0.04282 0.5319 0.95226 0.95099 0.1339 0.02948 0.02952 0.1630 0.95226 0.95099 0.1339 0.02948 0.02938 0.3174 0.94949 0.94874 0.0784 0.04310 0.04331 0.4926 0.94961 0.94974 0.0135 0.04289 0.04281 0.1919 0.94644 0.94652 0.0081 0.05797 0.05787 0.1728 0.94645 0.94652 0.0078 0.05796 0.05763 0.5831 0.94300 0.94426 0.1335 0.07453 0.07443 0.1344 0.94300 0.94426 0.1335 0.07453 0.07443 0.1344 0.93966 0.93529 0.4672 0.08991 0.08981 0.1113 0.93971 0.93929 0.0444 0.08986 0.08976 0.1114 0.93966 0.93729 0.2531 0.09016 0.09006 0.1110

Berikut ini adalah grafik perbandingan hasil prediksi komposisi distilat (Xd) dan komposisi bawah (Xb) pada DCS Centum VP dengan data proses.

(57)

0.89 0.9 0.91 0.92 0.93 0.94 0.95 0.96 0.97 51.8578 51.118 51.55 51.3115 52.0072 51.8542 52.067 Ko m po sis i Dis tila t Temperatur (ºC) Xd DCS Xd Proses

Gambar 4.14 Grafik perbandingan hasil prediksi komposisi distilat pada DCS dengan data proses

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 87.6226 90.5916 88.821 89.7825 87.0646 87.6406 86.8363 Ko m po sis i B aw ah Temperatur (ºC) Xb DCS Xb Proses

Gambar 4.15 Grafik perbandingan hasil prediksi komposisi distilat pada DCS dengan data proses

Berdasarkan grafik perbandingan hasil prediksi komposisi menggunakan DCS CentumVP pada Tabel 4.3 menunjukkan

(58)

adanya penyimpangan maksimal untuk komposisi distilat (Xd) sebesar 0,54% dan komposisi bawah (Xb) sebesar 0,61%. Pada Gambar 4.12 dan Gambar 4.13 terlihat penurunan nilai komposisi bawah disebabkan adanya kenaikan komposisi distilat. Sehingga komposisi bawah harus turun sesuai dengan kesetimbangan pada kolom distilasi. Secara keseluruhan soft sensor sudah menghasilkan prediksi komposisi yang cukup baik dengan penyimpangan yang tidak terlalu tinggi

(59)
(60)

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Telah berhasil dirancang soft sensor pada Distributed

Control Systems CentumVP untuk memprediksi

komposisi produk pada kolom distilasi debutanizer dengan penyimpangan maksimum untuk komposisi distilat (Xd) sebesar 0.54%dan komposisi bawah (Xb) sebesar 0.61%.

2. Model prediksi terbaik yang digunakan dengan hidden node berjumlah 37 dan menghasilkan penyimpangan komposisi distilat (Xd) dengan RMSE sebesar 0.00000709 kgmole/h dan penyimpangan komposisi bawah (Xb) dengan RMSE sebesar 0.00002617 kgmole/h. 3. Terdapat korelasi antara jumlah hidden layer dan hidden node dengan nilai RMSE. Sampai batas tertentu, jumlah hidden layer dan hidden node berbanding terbalik dengan nilai RMSE. Dengan jumlah hidden layer berjumlah 1 dan hidden node sebesar 37, didapatkan nilai RMSE yang paling minimum. Dengan memperbesar jumlah hidden layer justru akan memperbesar nilai RMSE.

5.2. Saran

Adapun saran dari hasil penelitian yang mampu dikembangkan untuk penelitian selanjutnya yaitu perancangan soft sensor juga dapat digunakan untuk metode lain seperti metode fuzzy, ANFIS, dan lain-lain. Serta dapat digunakan sebagai estimator dalam proses optimisasi.

(61)

Gambar

Gambar  4.2  Grafik Nilai RMSE terhadap Hidden Node  pada Komposisi Bawah (Xb)
Gambar 2.2 Struktur Biologis Jaringan Syaraf Tiruan[8]
Gambar 2.3 Jaringan syaraf tiruan dengan struktur MLP[8]
Gambar 2.6 Konfigurasi sistem pada DCS[7]
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seluruh Dosen dan Staf Pengajar Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memberikan ilmu pengetahuan.. Untuk seluruh

Proyek ini bertujuan antara lain mencari alternatif penggantian pestisida POPs dengan bahan kimia lain yang lebih aman, atau metode pengurangan pestisida, penggantian DDT

Lansia yang mengalami gangguan muskuloskeletal seperti osteoarthrtitis yang akan menimbulkan nyeri dapat mengakibatkan lansia terganggu untuk melakukan senam secara

Kepala Seksi Penilaian Kinerja Usaha I, Sub Direktorat Penilaian Kinerja Usaha, Direktorat Usaha Jasa Lingkungan dan Hasil Hutan Bukan Kayu Hutan Produksi,

Apakah suara merambat melalui media udara: dalam ruang, udara bebas, dan lain lain atau merambat melalui struktir benda padat seperti tanah, konstruksi bangunan dan

20 Manfaat penelitian ini adalah menghasilkan sistem pendukung keputusan tes tipe kecerdasan majemuk pada anak usia taman kanak-kanak dan memberikan hasil yang

Buta warna (color blindness) merupakan suatu penyakit yang kasusnya banyak ditemukan di dunia. Penyakit buta warna terbagi menjadi dua macam, yaitu buta warna