207
PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN PENDEKATAN KETERAMPILAN
PROSES DENGAN METODE EKSPERIMEN DAN DEMONSTRASI
DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH DAN KEMAMPUAN ANALISIS
Hadma Yuliani 1, Widha Sunarno 2, Suparmi 3
1
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sains Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret hadmayuliani@yahoo.co.id
2
Dosen Program Studi Pendidikan Sains Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret widhasunarno@gmail.com
3
Dosen Program Studi Pendidikan Sains Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret suparmiuns@gmail.com
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses menggunakan metode eksperimen dan demonstrasi, sikap ilmiah, kemampuan analisis, dan interaksinya terhadap prestasi belajar siswa. Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen. Populasinya terdiri dari siswa kelas XI SMAN 1 Jakenan tahun pelajaran 2011/2012. Sampel yang diambil 2 kelas yaitu kelas XI IPA 5 dan XI IPA 6 dengan menggunakan teknik cluster random sampling. Teknik pengumpulan data kemampuan analisis dan prestasi kognitif menggunakan metode tes. Untuk data sikap ilmiah dan prestasi afektif menggunakan metode angket. Teknik analisis data menggunakan multivariate analysis of variance (manova). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: 1) tidak terdapat pengaruh pembelajaran dengan metode terhadap prestasi kognitif. Namun, terdapat pengaruh pembelajaran dengan metode terhadap prestasi afektif; 2) terdapat pengaruh sikap ilmiah tinggi dan rendah terhadap prestasi kognitif dan afektif; 3) terdapat pengaruh kemampuan analisis tinggi dan rendah terhadap prestasi kognitif. Namun tidak terdapat pengaruh kemampuan analisis tinggi dan rendah terhadap prestasi afektif; 4) tidak terdapat interaksi antara metode dengan sikap ilmiah terhadap prestasi kognitif dan afektif; 5) tidak terdapat interaksi antara metode dengan kemampuan analisis terhadap prestasi kognitif, namun terdapat interaksi antara metode dengan kemampuan analisis terhadap prestasi afektif; 6) tidak terdapat interaksi sikap ilmiah dengan kemampuan analisis terhadap prestasi kognitif dan afektif; 7) tidak terdapat interaksi pembelajaran antara metode, sikap ilmiah, dan kemampuan analisis terhadap prestasi kognitif dan afektif.
Kata kunci : pendekatan keterampilan proses, sikap ilmiah, kemampuan analisis, prestasi belajar, fluida statis.
Pendahuluan
Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi: “Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Untuk mendukung tercapainya fungsi
tersebut perlu adanya pengembangan
kemampuan siswa maka perlu adanya
keterlibatan dari orang tua, guru, dan pemerintah. Pengembangan kemampuan siswa perlu adanya dukungan dari orang tua. Selain itu, perubahan di bidang pendidikan terus diupayakan baik
perubahan kurikulum pendidikan maupun
peranan guru dalam melaksanakan pembelajaran. Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu: ”Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan
208
pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olahhati, olahpikir, olahrasa dan olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global”. Tetapi pada kenyataannya, mutu pendidikan di Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan mutu pendidikan negara-negara lain di tingkat regional dan internasional. Indonesia dengan telah tiga kali berpartisipasi dalam TIMSS, yaitu tahun 1999, 2003, dan 2007 dengan mengikutkan siswa kelas VIII SMP/MTs. Capaian siswa kelas VIII di Indonesia dalam matematika dan sains yang berada di papan bawah dibandingkan capaian siswa di beberapa negara di Asia (Hongkong, Japan, Korea, Taiwan, Malaysia, Thailand). Siswa Indonesia menempati peringkat 32 dari 38 negara (tahun 1999), peringkat 37 dari 46 negara (tahun 2003), dan peringkat 35 dari 49 negara (tahun 2007). Dengan capaian tersebut, rata-rata siswa Indonesia hanya mampu mengenali sejumlah
fakta dasar tetapi belum mampu
mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai topik sains, apalagi menerapkan konsep-konsep yang kompleks dan abstrak (data dari TIMSS diambil dari Prosiding Seminar Nasional Fisika 2010 pada tanggal 28 April 2010)
Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia berdasarkan TIMSS, khususnya pembelajaran sains karena pembelajaran sains tidak diajarkan sesuai dengan karakteristik sains itu sendiri. Pembelajaran sains adalah pembelajaran untuk
mendapatkan pengetahuan yang dengan
menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena – fenomena yang terjadi di alam.
Fisika oleh Piaget dikelompokkan sebagai pengetahuan fisis. Pengetahuan fisis terjadi karena abstraksi terhadap alam. Pengetahuan fisis adalah pengetahuan akan sifat-sifat fisis dari suatu objek atau kejadian dalam bentuk, besar kekasaran, berat serta bagaimanan objek-objek itu berinteraksi satu dengan yang lainnya (Piaget, 1970, 1971: Wadsworth, 1989) yang dikutip oleh
Suparno (2007: 12). Siswa memperoleh
pengetahuan fisis tentang suatu objek dengan mengerjakan atau bertindak terhadap objek itu melalui inderanya. Pengetahuan fisis ini didapat dari abstraksi langsung akan suatu objek. Oleh karena itu fisika adalah pengetahuan fisis, maka sangat jelas bahwa untuk mempelajari fisika dan
membentuk pengetahuan tentang fisika,
diperlukan kontak langsung dengan hal yang ingin diketahui. Inilah sebabnya dalam fisika terdapat metode eksperimen dan inkuiri, dimana
siswa dapat mengamati, mengukur,
mengumpulkan data, menganalisa data, dan menyimpulkan sangat cocok dalam mendalami fisika. Metode ilmiah yang sangat jelas menunjukkan proses abstraksi terhadap kejadian
konkrit, tepat untuk digunakan dalam
mempelajari fisika (Suparno, 2007: 12). Selain itu fisika juga merupakan ilmu pengetahuan yang berusaha menguraikan dan menjelaskan hukum-hukum dan kejadian-kejadian dalam alam menurut pemikiran manusia.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan
bahwa fisika adalah pengetahuan yang
mempelajari kejadian-kejadian yang bersifat fisis yang mencakup proses, produk dan sikap ilmiah bersifat siklik, saling berhubungan, dan menerangkan bagaimana gejala-gejala alam tersebut terukur melalui pengamatan dan
penelitian. Produk merupakan kumpulan
pengetahuan yang dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori. Proses merupakan langkah-langkah yang harus ditempuh untuk memperoleh pengetahuan misalnya mengamati,
menafsirkan pengamatan, mengklarifikasi,
meramalkan, menerapkan konsep, merencanakan percobaan, berkomunikasi dan menyimpulkan. Sikap ilmiah terbentuk saat melakukan proses,
misalnya objektif dan jujur pada saat
mengumpulkan dan menganalisa data.
Pembelajaran sains khususnya fisika harus sesuai karakteristik fisika melalui pengukuran langsung, penggunaan metode eksperimen dan demonstrasi dan penjabaran rumus. Mata pelajaran fisika di SMA dikembangkan untuk mendidik siswa agar mampu mengembangkan observasi dan eksperimentasi serta berfikir taat asas. Berfikir taat asas dikembangkan dari kemampuan matematis yang dimiliki lewat pelajaran matematika. Kemampuan observasi dan eksperimentasi ditekankan pada melatih kemampuan berpikir eksperimental. Kemampuan berpikir eksperimental mencakup tata laksana percobaan dan mengenal peralatan laboratorium. Standar kompetensi mata pelajaran fisika untuk
SMA kelas XI telah dirumuskan oleh
Departemen Pendidikan Nasional antara lain: menganalisis gejala alam dan keteraturannya
dalam cakupan mekanika benda titik,
menerapkan konsep dan prinsip mekanika klasik sistem kontinyu dalam menyelesaikan masalah,
209
menerapkan konsep termodinamika dalam mesin kalor.
Materi dalam pembelajaran fisika untuk SMA kelas XI salah satunya fluida statis yang terdapat dalam standar kompetensi menerapkan konsep dan prinsip mekanika klasik sistem
kontinyu dalam menyelesaikan masalah.
Karakteristik materi fluida statis merupakan materi pembelajaran yang bisa diamati oleh siswa secara langsung. Pada materi fluida statis banyak berkaitan dalam kehidupan sehari-hari maka materi fluida statis penting untuk dipahami siswa. Dalam pembelajaran fluida statis kurang berhasil bila tidak ditunjang dengan kegiatan praktikum/laboratorium. Metode eksperimen dan demonstrasi yang digunakan untuk proses
pembelajaran dalam kegiatan
praktikum/laboratorium dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses.
Pembelajaran keterampilan proses dengan metode eksperimen dan demonstrasi di SMA Negeri 1 Jakenan sudah dilaksanakan dalam pembelajaran fisika tetapi kurang maksimal. Maka sebaiknya, siswa diberikan pembelajaran fisika dengan pembelajaran proses dimana
melibatkan siswa secara aktif dalam
pembelajaran dengan melakukan pengamatan
dalam memperoleh pengetahuan/konsep
pembelajaran sehingga pembelajaran bermakna. Pembelajaran bermakna diharapkan mampu bertahan lama diingatan/memori siswa karena siswa menemukan pengetahuannya melalui metode ilmiah.
Pendidikan sains di Indonesia khususnya fisika masih monoton dan membosankan. Proses belajar mengajar yang dilakukan guru pada umumnya adalah guru sebagai pusat pengetahuan di depan kelas, siswa belum terlibat aktif dari pembelajaran, pembelajaran belum melibatkan keterampilan proses dan kontekstual, dan soal yang diberikan belum kontekstual sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa rendah karena guru fisika SMA lebih menekankan pada pencapaian target kurikulum dan kurang menekankan pada pemahaman konsep. Selain itu, pelajaran fisika merupakan salah satu pelajaran yang dianggap sulit dan tidak disukai oleh siswa, karena fisika biasanya melalui pendekatan secara matematis. Pembelajaran fisika bukan hanya sekedar mengerti matematika, tetapi lebih jauh siswa diharapkan mampu memahami konsep yang terdapat dalam pembelajaran fisika, menuliskan simbol-simbol fisis, memahami permasalahan serta menyelesaikan secara matematis.
Ada faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa antara lain adalah kondisi internal dan kondisi eksternal dari siswa. Kondisi internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa meliputi kemampuan awal, pengetahuan prasyarat yang telah dimiliki siswa, aktivitas, kreativitas, sikap ilmiah, intelegensi, gaya belajar, interaksi sosial, bakat, dan
kemampuan analisis. Sikap ilmiah dan
kemampuan analisis berpengaruh terhadap
pembelajaran fisika. Baharuddin (1982:34) mengemukakan bahwa sikap ilmiah pada dasarnya adalah sikap yang diperlihatkan oleh para ilmuwan saat ilmuwan melakukan kegiatan
eksperimen. Dengan perkataan lain
kecenderungan siswa untuk bertindak atau berperilaku dalam memecahkan suatu masalah secara sistematis melalui langkah-langkah ilmiah. Aspek sikap ilmiah terdiri dari sikap ingin tahu, sikap kritis, sikap obyektif, sikap menghargai karya orang lain, sikap tekun, dan sikap terbuka.
Faktor lain yang harus diperhatikan adalah kemampuan analisis. Kemampuan analisis adalah kemampuan menjabarkan atau menguraikan konsep menjadi bagian-bagian yang lebih rinci dan menjelaskan keterkaitan atau hubungan antar bagian-bagian tersebut. Komponen kemampuan analisis yang dimaksud adalah mengintepretasi data, menentukan hubungan antar hal, memerinci
informasi, menginterprestasi data untuk
memecahkan masalah dan membuat hipotesis. Kondisi pembelajaran harus diperbaiki yaitu dengan berbagai pendekatan, model dan metode pembelajaran antara lain pendekatan keterampilan proses, pendekatan kontekstual, model kooperatif, model PBI, metode inkuiri, metode eksperimen, dan metode demonstrasi.
Keterampilan proses atau metode ilmiah
merupakan bagian dari sains (Subiyanto, 1988:
114). Dengan menggunakan
keterampilan-keterampilan memproses perolehan pengetahuan, siswa akan mampu untuk menemukan konsep atau prinsip tau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan (falsfilasi) (Indrawati, 1999: 3). Proses
belajar mengajar dengan pendekatan
keterampilan prose akan menciptakan kondisi belajar yang melibatkan siswa serta aktif.
Ada beberapa alasan yang melandasi perlu diterapkannya pendekatan keterampilan proses dalam kegiatan belajar mengajar. Alasan
210
berlangsung semakin cepat sehingga tak
mungkin lagi para guru mengajar semua fakta dan konsep kepada siswa. Kedua, para ahli psikologi pada umumnya sependapat bahwa anak-anak mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh-contoh konkret. Ketiga, penemuan ilmu pengetahuan tidak bersifat mutlak benar seratus persen, penemuannya bersifat relatif. Alasan keempat, dalam proses belajar mengajarnya seyogyanya pengembangan konsep tidak lepas dari perkembangan sikap dan nilai dalam anak didik. Karena itu, pengembangan keterampilan dalam memperoleh data dan pengetahuan akan
berperan sebagai wahana penyatu antara
pengembangan konsep dan pengembangan sikap dan nilai (Conny, 1988: 14-16)
Selain pendekatan pembelajaran, guru didukung metode pembelajaran. Seorang guru
diharapkan dapat menggunakan metode
pembelajaran yang tepat, sehingga materi akan lebih mudah diterima siswa. Metode eksperimen dan demonstrasi merupakan salah satu alternatif metode pembelajaran yang digunakan guru pada
proses pembelajaran berlangsung. Metode
eksperimen mempunyai tujuan agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atas persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri. Metode eksperimen merupakan suatu cara mengajar agar siswa dapat terlatih dalam cara berpikir yang ilmiah (scientific thinking). Dengan eksperimen siswa menemukan bukti kebenaran dari sesuatu yang telah dipelajarinya. Sedangkan, metode demonstrasi merupakan suatu cara mengajar yang hampir sejenis dengan eksperimen tetapi siswa tidak melakukan percobaan. Siswa hanya melihat yang dikerjakan oleh guru atau perwakilan dari siswa. Metode demonstrasi adalah cara mengajar agar seseorang siswa menunjukkan dan memperlihatkan sesuatu proses/kegiatan percobaan (Roestiyah, 2008: 80-82). Berdasarkan uraian diatas maka akan dilakukan penelitian menerapkan pembelajaran fisika dengan pendekatan keterampilan proses dengan metode eksperimen dan demonstrasi ditinjau dari sikap ilmiah dan kemampuan analisis. Adapun tujuan dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui: (1) pengaruh
pendekatan keterampilan proses dengan metode eksperimen dan demonstrasi terhadap prestasi belajar siswa, (2) pengaruh sikap ilmiah terhadap prestasi belajar siswa, (3) pengaruh kemampuan analisis terhadap prestasi belajar siswa, (4)
interaksi antara pendekatan keterampilan proses dengan metode eksperimen dan demonstrasi dengan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar
siswa, (5) interaksi antara pendekatan
keterampilan proses dengan metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan analisis terhadap prestasi belajar siswa, (6) interaksi antara sikap ilmiah dengan kemampuan analisis terhadap prestasi belajar siswa, (7) interaksi antara pendekatan keterampilan proses dengan metode eksperimen dan demonstrasi dengan sikap ilmiah dan kemampuan analisis terhadap prestasi belajar siswa.
Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri – 1 Jakenan Tahun Pelajaran 2011/2012 yang beralamat di Kecamatan Jakenan, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah. Adapun waktu pelaksanaan penelitian ini mulai dari penyusunan proposal hingga pembuatan laporan penelitian dimulai bulan September tahun 2011 sampai dengan tahun Juli 2012. Penelitian ini adalah
penelitian kuasi eksperimen. Kelompok
eksperimen I diajar dengan pendekatan
keterampilan proses menggunakan metode
eksperimen dan kelompok eksperimen II dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses menggunakan metode demonstrasi.
Rancangan penelitian dalam penelitian ini disusun sesuai dengan variabel-variabel yang terlibat. Variabel-variabel terlibat dalam penelitian ini merupakan cerminan dari data-data yang akan diperoleh setelah perlakuan terhadap sampel penelitian yang dilakukan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan uji
manova. Teknik pengambilan sampel
menggunakan teknik cluster random sampling.
“Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti” (Suharsimi: 2006). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 kelas, yaitu kelas XI IPA 5 sebagai kelas eksperimen pertama
dengan pendekatan keterampilan proses
menggunakan metode eksperimen dan kelas XI IPA 6 sebagai kelas eksperimen kedua dengan pendekatan keterampilan proses menggunakan metode demonstrasi.
Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan: (1) metode tes untuk mengetahui prestasi belajar siswa dalam ranah kognitif dan juga untuk mengetahui kemampuan analisis siswa, (2) metode angket digunakan untuk mengetahui sikap ilmiah dan
211
prestasi afektif siswa, (3) metode observasi dilakukan untuk mendapatkan kumpulan data dari aktivitas belajar siswa pada saat melakukan kegiatan praktikum dan untuk pengamatan perilaku penilaian prestasi belajar ranah afektif.
Instrumen pelaksanaan penelitian dalam
penelitian ini berupa silabus, Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Instrumen pengambilan data digunakan tes, angket dan observasi. Tes digunakan untuk mengukur prestasi belajar kognitif siswa dan mengukur kemampuan
analisis siswa. Angket digunakan untuk
mengukur sikap ilmiah dan prestasi belajar ranah afektif. Observasi untuk mengukur penilaian prestasi belajar ranah afektif.
Uji normalitas data menggunakan uji Shapiro-Wilk yang terdapat pada software SPSS 17. Dan uji homogenitas digunakan adalah test
of
homogeneity
variances
. KemudianPengujian hipotesis pada penelitian ini
menggunakan uji manova dengan bantuan
software SPSS 17 (Budiyono: 2009).
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Deskripsi data untuk kedua kelas eksperimen tersebut dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Ditinjau Dari Metode Belajar
Kelompok Jumlah
Data Maks. Min.
Rata-rata SD
Metode Eksperimen 36 87 60 75.47 6.609 Metode Demonstrasi 36 87 47 68.94 9.295
Pada Tabel 1 diperlihatkan nilai rata-rata prestasi belajar kognitif kelas dengan metode eksperimen lebih tinggi dan memiliki standar deviasi yang lebih kecil dibandingkan metode demonstrasi. Dengan standar deviasi yang kecil pada metode eksperimen menunjukkan bahwa data mengumpul. Data mengumpul menunjukkan data nilai siswa yang baik untuk prestasi belajar kognitif. Sedangkan standar deviasi yang besar pada metode demonstrasi menunjukkan data
menyebar. Dengan metode eksperimen
menunjukkan nilai siswa lebih baik daripada metode demonstrasi terhadap prestasi belajar kognitif.
Tabel 2. Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Ditinjau Dari Sikap Ilmiah
Kelompok Jumlah
Data Maks. Min.
Rata-rata Standar Deviasi Sikap Ilmiah Tinggi 37 87 63 76.95 6.191 Sikap Ilmiah Rendah 35 83 47 67.20 8.102
Pada Tabel 2 diperlihatkan nilai rata-rata prestasi belajar kognitif kelas dengan sikap ilmiah tinggi lebih tinggi dan memiliki standar deviasi yang lebih kecil dibandingkan sikap ilmiah rendah. Dengan standar deviasi yang kecil pada sikap ilmiah tinggi menunjukkan bahwa data mengumpul. Data mengumpul menunjukkan data nilai siswa yang baik untuk prestasi belajar kognitif dengan sikap ilmiah tinggi. Sedangkan standar deviasi yang besar pada sikap ilmiah rendah menunjukkan data menyebar. Jadi, siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi menunjukkan nilai siswa lebih baik daripada sikap ilmiah.
Tabel 3. Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Ditinjau Dari Kemampuan Analisis
Kelompok Jumlah
Data Maks. Min.
Rata-rata Standar Deviasi Kemp. Analisis Tinggi 48 84 63 75.20 5.143 Kemp. Analisis Rendah 28 82 62 70.93 5.422
Pada Tabel 3 diperlihatkan nilai rata-rata
prestasi belajar kognitif kelas dengan
kemampuan analisis tinggi lebih tinggi dan memiliki standar deviasi yang lebih kecil
dibandingkan kemampuan analisis rendah.
Dengan standar deviasi yang kecil pada kemampuan analisis tinggi menunjukkan bahwa data mengumpul. Data mengumpul menunjukkan data nilai siswa yang baik untuk prestasi belajar kognitif dengan kemampuan analisis tinggi. Sedangkan standar deviasi yang besar pada kemampuan analisis rendah menunjukkan data
menyebar. Jadi, siswa yang memiliki
kemampuan analisis tinggi menunjukkan nilai siswa lebih baik daripada kemampuan analisis rendah.
Tabel 4. Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau Dari Metode Belajar
Kelompok Jumlah
Data Maks. Min.
Rata-rata SD Metode eksperimen 36 84 67 75.58 4.735 Metode Demonstrasi 36 84 62 71.50 5.755
212
Pada Tabel 4 diperlihatkan nilai rata-rata prestasi belajar afektif kelas dengan metode eksperimen lebih tinggi dan memiliki standar deviasi yang lebih kecil dibandingkan metode demonstrasi. Dengan standar deviasi yang kecil pada metode eksperimen menunjukkan bahwa data mengumpul. Data mengumpul menunjukkan data nilai siswa yang baik untuk prestasi belajar afektif. Sedangkan standar deviasi yang besar pada metode demonstrasi menunjukkan data menyebar. Dengan demikian metode eksperimen menunjukkan nilai siswa lebih baik daripada metode demonstrasi terhadap prestasi belajar afektif.
Tabel 5. Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau Dari Sikap Ilmiah
Kelompok Jumlah
Data Maks. Min.
Rata-rata SD Sikap Ilmiah Tinggi 37 84 65 76.11 4.932 Sikap Ilmiah Rendah 35 82 62 70.83 5.050
Pada Tabel 5 diperlihatkan nilai rata-rata prestasi belajar afektif kelas dengan sikap ilmiah tinggi lebih tinggi dan memiliki standar deviasi yang lebih kecil dibandingkan sikap ilmiah rendah. Dengan standar deviasi yang kecil pada sikap ilmiah tinggi menunjukkan bahwa data mengumpul. Data mengumpul menunjukkan data nilai siswa yang baik untuk prestasi belajar afektif dengan sikap ilmiah tinggi. Sedangkan standar deviasi yang besar pada sikap ilmiah rendah menunjukkan data menyebar. Jadi, siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi menunjukkan nilai siswa lebih baik daripada sikap ilmiah terhadap prestasi afektif.
Tabel 6. Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau Dari Kemampuan Analisis
Kelompok Jumlah
Data Maks. Min.
Rata-rata SD Kemp. Analisis Tinggi 48 84 63 75.20 5.143 Kemp. Analisis Rendah 28 82 62 70.93 5.422
Pada Tabel 6 diperlihatkan nilai rata-rata prestasi belajar afektif kelas dengan kemampuan analisis tinggi lebih tinggi dan memiliki standar
deviasi yang lebih kecil dibandingkan
kemampuan analisis rendah. Dengan standar deviasi yang kecil pada kemampuan analisis tinggi menunjukkan bahwa data mengumpul. Data mengumpul menunjukkan data nilai siswa yang baik untuk prestasi belajar afektif dengan
kemampuan analisis tinggi. Sedangkan standar deviasi yang besar pada kemampuan analisis rendah menunjukkan data menyebar. Jadi, siswa yang memiliki kemampuan analisis tinggi menunjukkan nilai siswa lebih baik daripada kemampuan analisis rendah terhadap prestasi belajar afektif.
Setelah dilakukan uji hipotesis
menggunakan manova, dapat dirangkum uji hipotesis penelitian, terlihat pada Tabel 7 :
Tabel 7. Rangkuman Uji Hipotesis Penelitian
Hipotesis dengan MANOVA Signifika nsi Terhadap Prestasi Belajar Kognitif Keputus an Signifi kansi Terhad ap prestas i Belajar Afektif Keput usan Metode 0,059 > 0,05 Ho diterim a 0,009 < 0,05 Ho ditolak Sikap Ilmiah 0,000 < 0,05 Ho ditolak 0,000 <0,05 Ho ditolak Kemampuan Analisis 0,003 < 0,05 Ho ditolak 0,088> 0,05 Ho diterim a Metode * Sikap Ilmiah 0,409 > 0,05 Ho diterim a 0,982 > 0,05 Ho diterima Metode * Kemampuan Analisis 0,133> 0,05 Ho diterim a 0,024 <0,05 Ho ditolak Sikap Ilmiah * Kemampuan Analisis 0,860> 0,05 Ho diterim a 0,373 > 0,05 Ho diterim a Metode * Sikap Ilmiah * Kemampuan Analisis 0,920 > 0,05 Ho diterim a 0,134 > 0,05 Ho diterim a
Berdasarkan Tabel 7 dan kriteria pengujian hipotesis pada uraian diatas, maka kesimpulan dari pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Hipotesis pertama
Hipotesis pertama mengenai pengaruh
metode pembelajaran terhadap prestasi kognitif dan afektif. Hasil hipotesis pengaruh metode pembelajaran pada prestasi belajar kognitif menunjukkan P-value bernilai 0,059 dan prestasi belajar afektif menunjukkan P-value bernilai 0,009. Berdasarkan hasil keputusan uji maka Ho diterima untuk prestasi kognitif dan HO ditolak
pada prestasi afektif. Hal ini berarti dapat
disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh
pembelajaran fisika dengan pendekatan
keterampilan proses dengan menggunakan
213
prestasi belajar kognitif. Sedangkan, untuk prestasi belajar afektif terdapat pengaruh
pembelajaran fisika dengan pendekatan
keterampilan proses dengan menggunakan
metode eksperimen dan demonstrasi terhadap prestasi kognitif. Sehingga hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal untuk prestasi kognitif. Namun, sesuai dengan hipotesis awal untuk prestasi afektif yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh pembelajaran fisika dengan pendekatan
keterampilan proses dengan menggunakan
metode eksperimen dan demonstrasi terhadap prestasi belajar afektif.
Pada pelaksanaan kedua metode
pembelajaran eksperimen dan demonstrasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kognitif siswa. Pembelajaran fisika dengan menggunakan metode demonstrasi dapat memberikan prestasi kognitif yang baik. Hal ini dikarenakan, siswa masih dapat belajar dirumah tentang materi yang diajarkan. Selain itu, siswa dapat bertanya kepada teman sekelasnya apabila kurang mengerti dengan materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru.
Pada hasil penelitian di Tabel 7 dapat
disimpulkan bahwa metode ekseperimen
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar afektif daripada metode demonstrasi. Hal ini dikarenakan melalui metode eksperimen dapat melibatkan siswa secara aktif, antara lain dalam melaksanakan eksperimen, menemukan fakta, mengumpulkan data, menarik kesimpulan, merumuskan konsep. Sehingga, siswa dapat melakukan pengujian kesimpulan atau pembuktian/penelitian kembali terhadap konsep atau prinsip yang telah ditemukan melalui eksperimen. Berdasarkan analisis di atas pada dasarnya dengan menggunakan metode eksperimen akan dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap siswa. Hal ini dikarenakan dengan metode eksperimen siswa akan banyak berinteraksi dengan teman sehingga akan menumbuhkan sikap, nilai, kepedulian antara teman sekelompoknya (Sagala: 2009). Pada aspek afektif yang dinilai adalah pada sikap dan tingkah laku siswa sehingga jelas bahwa metode eksperimen akan dapat memberikan pengaruh yang lebih baik pada prestasi afektif.
Metode demonstrasi kurang dapat
meningkatkan prestasi belajar afektif seperti metode eksperimen. Hal ini dikarenakan, pembelajaran dengan metode demonstrasi kurang melibatkan seluruh siswa dalam pembelajaran karena siswa hanya melihat peragaan yang
dilakukan oleh guru atau temannya saja. Sehingga siswa yang kurang memperhatikan peragaan dari awal sampai akhir percobaan yang dilakukan guru atau temannya akan mendapatkan prestasi belajar kognitif yang rendah. Hal ini sesuai dengan salah satu kelemahan dari metode
demonstrasi dalam pembelajaran yang
dikemukan Roestiyah (2008). b. Hipotesis Kedua
Pada hipotesis kedua mengenai pengaruh sikap ilmiah terhadap prestasi kognitif dan afektif. Hasil hipotesis pengaruh sikap ilmiah pada prestasi belajar kognitif menunjukkan P-value bernilai 0,000 dan prestasi belajar afektif
menunjukkan P-value bernilai 0,000.
Berdasarkan hasil keputusan uji maka Ho ditolak pada prestasi kognitif maupun afektif. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh sikap ilmiah terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif. Sehingga hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh sikap ilmiah terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif
Sikap ilmiah pada dasarnya adalah sikap yang diperlihatkan oleh para ilmuwan saat siswa melakukan kegiatan sebagai seorang ilmuwan seperti kegiatan percobaan. Dengan perkataan lain kecenderungan siswa untuk bertindak atau berprilaku dalam memecahkan suatu masalah secara sistematis melalui langkah-langkah ilmiah. Pada hasil penelitian ini berdasarkan Tabel 7 disimpulkan bahwa sikap ilmiah tinggi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif daripada sikap ilmiah rendah. Hal ini dikarenakan, siswa memecahkan masalah secara matematis melalui langkah-langkah ilmiah dan siswa memiliki sikap ilmiah yang sangat baik berupa rasa ingin tahu, jujur, obyektif, tekun, teliti, terbuka kritis, menghargai penemuan orang lain, menghargai pendapat orang lain, dan mampu menerima gagasan baru dapat meningkatkan prestasi belajar baik kognitif maupun afektif. Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian dan kerangka berpikir dalam penelitian ini
.
c. Hipotesis Ketiga
Pada hipotesis ketiga mengenai pengaruh kemampuan analisis terhadap prestasi kognitif
dan afektif. Hasil hipotesis pengaruh
kemampuan analisis pada prestasi belajar kognitif menunjukkan P-value bernilai 0,003 dan prestasi belajar afektif menunjukkan P-value
214
maka Ho ditolak pada prestasi kognitif dan Ho diterima afektif. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar kognitif dan tidak terdapat pengaruh kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar afektif. Sehingga hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang
menyatakan bahwa terdapat pengaruh
kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif.
Kemampuan analisis dapat diartikan
sebagai kemampuan individu untuk menentukan
bagian-bagian dari suatu masalah dan
menunjukkan hubungan antar bagian-bagian tersebut, melihat penyebab-penyebab dari suatu peristiwa atau memberi argumen-argumen yang
menyokong suatu pernyataan. Selain itu,
kemampuan analisis dapat diartikan sebagai kemampuan menjabarkan atau menguraikan konsep menjadi bagian-bagian yang lebih rinci dan menjelaskan keterkaitan atau hubungan antar bagian-bagian tersebut. Selain itu, apabila mengacu pada indikator kemampuan analisis siswa yang diukur adalah mengintepretasi data, menentukan hubungan antar hal, memerinci
informasi, menginterprestasi data untuk
memecahkan masalah dan membuat hipotesis.
Indikator pada kemampuan analisis ini
mempengaruhi siswa dalam prestasi kognitif siswa.
Pada hasil hipotesis prestasi belajar afektif bahwa tidak terdapat pengaruh kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar afektif. Hal ini dikarenakan beberapa hal yang terjadi,
seperti pada siswa baik yang memiliki
kemampuan analisis tinggi dan rendah dapat mengikuti pembelajaran dengan baik. Selain itu sistem penilaian prestasi belajar afektif hanya menggunakan angket sehingga terdapat beberapa siswa yang asal-asalan menjawab pertanyaan pada angket.
Pada penilaian kemampuan analisis siswa hanya menggunakan beberapa perwakilan soal materi pembelajaran fisika saja dan tidak mencakup semua soal materi fisika. Sehingga siswa yang mengerti di soal perwakilan yang mengukur kemampuan analisis siswa akan mendapat nilai kemampuan analisis yang tinggi dibandikan temannya yang lain. Walaupun sebenarnya, siswa tersebut tidak mengusai semua soal kemampuan analisis yang ada pada keseluruhan materi pembelajaran fisika.
d. Hipotesis Keempat
Pada hipotesis keempat mengenai interaksi pembelajaran keterampilan proses menggunakan metode eksperimen dan demonstrasi dengan sikap ilmiah terhadap prestasi kognitif dan afektif. Hasil hipotesis interaksi pembelajaran
keterampilan proses menggunakan metode
eksperimen dan demonstrasi dengan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar kognitif menunjukkan
P-value bernilai 0,409 dan prestasi belajar afektif
menunjukkan P-value bernilai 0,982.
Berdasarkan hasil keputusan uji maka Ho diterima pada prestasi kognitif dan afektif. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
interaksi pembelajaran fisika pendekatan
keterampilan proses menggunakan metode
eksperimen dan demonstrasi dengan sikap ilmiah terhadap prestasi kognitif dan afektif. Sehingga hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang
menyatakan bahwa terdapat interaksi
pembelajaran fisika pendekatan menggunakan metode eksperimen dan demonstrasi dengan sikap ilmiah terhadap prestasi kognitif dan afektif.
Metode pembelajaran yang diberikan pada siswa dan sikap ilmiah yang dimiliki siswa adalah merupakan dua hal yang berdiri sendiri. Sehingga jika keduanya dipadukan maka tidak terdapat interaksi. Siswa yang memiliki sikap
ilmiah tinggi jika diberikan perlakuan
menggunakan metode apapun akan memiliki nilai yang baik dan sebaliknya. Jadi tidak terdapat interaksi antara metode pembelajaran dengan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif.
e. Hipotesis Kelima
Pada hipotesis kelima mengenai interaksi pembelajaran pendekatan keterampilan proses
menggunakan metode eksperimen dan
demonstrasi dengan kemampuan analisis
terhadap prestasi kognitif dan afektif. Hasil hipotesis interaksi pendekatan keterampilan proses menggunakan metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar kognitif menunjukkan
P-value bernilai 0,133 dan prestasi belajar afektif
menunjukkan P-value bernilai 0,024.
Berdasarkan hasil keputusan uji maka Ho diterima pada prestasi kognitif dan Ho ditolak pada prestasi afektif. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat interaksi pembelajaran fisika dengan pendekatan keterampilan proses
menggunakan metode eksperimen dan
demonstrasi dengan kemampuan analisis
215
pembelajaran fisika dengan pendekatan
keterampilan proses menggunakan metode
eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan analisis terhadap prestasi afektif.
Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan analisis siswa yang memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar kognitif. Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kedua hal antara metode dan kemampuan analisis merupakan hal yang berdiri sendiri, sehingga tidak berhubungan. Sedangkan, terdapat interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar afektif. Maka dapat disimpulkan bahwa kedua hal antara metode dan kemampuan analisis merupakan hal yang berkaitan.
f. Hipotesis Keenam
Pada hipotesis keenam mengenai interaksi sikap ilmiah dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi kognitif dan afektif. Hasil hipotesis sikap ilmiah dengan kemampuan analisis terhadap prestasi belajar kognitif menunjukkan P-value bernilai 0,860 dan prestasi belajar afektif menunjukkan P-value bernilai 0,373. Berdasarkan hasil keputusan uji maka Ho diterima pada prestasi kognitif dan afektif. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat interaksi sikap ilmiah dengan kemampuan analisis terhadap prestasi kognitif dan afektif. Sehingga hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa terdapat interaksi sikap ilmiah dengan kemampuan analisis terhadap prestasi kognitif dan afektif.
Siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi
dan rendah ketika berinteraksi dengan
kemampuan analisis tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap prestasi kognitif dan afektif. Sehingga keduanya antara sikap ilmiah rendah dengan kemampuan analisis siswa merupakan dua hal yang berbeda dan tidak saling berhubungan.
g. Hipotesis Ketujuh
Pada hipotesis ketujuh mengenai interaksi pendekatan keterampilan proses menggunakan metode eksperimen, demonstrasi, sikap ilmiah dan kemampuan analisis terhadap prestasi kognitif dan afektif. Hasil hipotesis interaksi pendekatan keterampilan proses menggunakan metode eksperimen, demonstrasi, sikap ilmiah dan kemampuan analisis terhadap prestasi prestasi belajar kognitif menunjukkan P-value
bernilai 0,920 dan prestasi belajar afektif
menunjukkan P-value bernilai 0,134.
Berdasarkan hasil keputusan uji maka Ho diterima pada prestasi kognitif dan afektif. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
interaksi pendekatan keterampilan proses
menggunakan metode eksperimen, demonstrasi, sikap ilmiah dan kemampuan analisis terhadap prestasi kognitif dan afektif.
Tidak terdapat interaksi pendekatan
keterampilan proses menggunakan metode
eksperimen, demonstrasi, sikap ilmiah dan kemampuan analisis terhadap prestasi kognitif dan afektif. Hal disebabkan karena beberapa faktor baik internal maupun eksternal dari dalam diri siswa yang dapat mempengaruhi siswa untuk mendapatkan prestasi belajar yang baik.
Faktor-faktor tersebut meliputi pendekatan
pembelajaran, metode pembelajaran, sikap
ilmiah dan kemampuan analisis siswa yang digunakan dalam penelitian ini, serta masih banyak keterbatasan dalam penelitian sehingga peneliti tidak dapat mengontrol faktor-faktor di luar kegiatan pembelajaran.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) tidak terdapat pengaruh pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses menggunakan metode eksperimen dan demonstrasi terhadap prestasi kognitif, namun terdapat pengaruh metode eksperimen dan demonstrasi terhadap prestasi afektif; 2) terdapat pengaruh sikap ilmiah tinggi dan rendah terhadap prestasi kognitif dan afektif; 3) terdapat pengaruh kemampuan analisis tinggi dan rendah terhadap prestasi kognitif. Namun tidak terdapat pengaruh kemampuan analisis tinggi dan rendah terhadap prestasi afektif; 4) tidak terdapat interaksi pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses menggunakan metode eksperimen dan demonstrasi dengan sikap ilmiah terhadap prestasi kognitif dan afektif; 5) tidak terdapat interaksi pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses menggunakan metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan analisis terhadap prestasi kognitif. Namun terdapat interaksi pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses menggunakan metode eksperimen dan demonstrasi dengan kemampuan analisis terhadap prestasi afektif; 6) tidak terdapat interaksi sikap ilmiah dengan kemampuan analisis terhadap prestasi kognitif dan afektif; 7) tidak terdapat
216
interaksi pembelajaran dengan pendekatan
keterampilan proses menggunakan metode
eksperimen dan demonstrasi kemampuan berpikir abstrak, aktivitas siswa terhadap prestasi kognitif dan afektif.
Hasil penelitian ini memberikan gambaran yang jelas tentang penerapan pembelajaran fisika dengan pendekatan keterampilan proses dengan metode eksperimen dan demonstrasi ditinjau dari sikap ilmiah dan kemampuan analisis pada materi pembelajaran fluida statis
Implikasi praktis yang dapat dikemukakan berdasarkan kesimpulan penelitian ini antara lain: 1) sebaiknya guru menggunakan metode eksperimen untuk meningkatkan prestasi belajar afektif; 2) hendaknya guru memperhatikan sikap ilmiah siswa agar guru lebih mengetahui sikap yang seharusnya dimiliki dalam pembelajaran fisika salah satunya materi fluida statis; 3)
hendaknya memperhatikan seberapa besar
kemampuan analisis siswa dalam pembelajaran untuk membantu dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.
Daftar Pustaka
Budiyono. (2009). Statistika Untuk Penelitian. Surakarta. Sebelas Maret University Press. Baharuddin. (1982). Peranan Kemampuan Dasar
Intelektual, Sikap, dan Pemahaman dalam Fisika Terhadap Kemampuan Siswa SMA di Sulawesi Selatan Membangun Model Analog dan Model Mental. Bandung: Disertasi Pada PPs IKIP Bandung.
Conny Semiawan, Tangyong, Belen, Yulaelawati Matahelemual & Wahyudi Suseloardjo. (1988). Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Gramedia.
Indrawati. (1999). Keterampilan Proses Sains: Tinjauan Kritis dan Teori ke Praktis.
Bandung: Pusat Pengembangan Penataran Guru Ilmu Pengetahuan Alam..
Roestiyah N.K. (2008). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Saiful Sagala. (2009). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Subiyanto. (1988). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidik.
Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta:Jakarta.
Paul Suparno. (2007). Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivis dan Menyenangkan. Yogyakarta: UniversitasSanata Dharma
TIMSS. (2007). International Press Release . dalam timss.bc.edu/timss2007/release.html diakses 26 April 2011.