• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Teoretis Struktur Elektronik dan Sifat Transisi Spin Kompleks [Fe(dpa) 2 (NCS) 2 ]

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Studi Teoretis Struktur Elektronik dan Sifat Transisi Spin Kompleks [Fe(dpa) 2 (NCS) 2 ]"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

81

Yusthinus Thobias Male, Djulia Onggo, Muhamad Abdulkadir Martoprawiro, dan Ismunandar

Kelompok Keilmuan Kimia Anorganik dan Fisik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Institut Teknologi Bandung, Bandung

e-mail: [email protected]

Diterima 29 Juni 2009, disetujui untuk dipublikasikan 31 Juli 2009

Abstrak

Metode komputasi B3LYP*/6-31G(d) telah digunakan untuk meramalkan sifat transisi spin (TS) kompleks berinti tunggal [Fe(dpa)2(NCS)2] isomer cis dan trans. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa dalam vakum dan metanol, cis-[Fe(dpa)2(NCS)2] memiliki ∆Eel yang lebih sesuai untuk terjadinya TS. Dalam metanol, isomer cis-cis-[Fe(dpa)2(NCS)2] memiliki momen dipol yang lebih tinggi (21,59 D) dibanding isomer trans-[Fe(dpa)2(NCS)2] dan kompleks tak tersubstitusi, [Fe(dpa)3]2+ (5,70 dan 0,03 D) sehingga metanol sebagai pelarut polar lebih menstabilkan konfigurasi cis dalam larutan. Dapat diramalkan bahwa jika dilakukan sintesis, pada suhu kamar ketiga kompleks bersifat spin tinggi tetapi hanya isomer cis-[Fe(dpa)2(NCS)2] yang berpotensi menjadi kompleks TS. Analisis populasi orbital atom utama menunjukkan bahwa antara pita dasar elektronik terjadi transisi yang menunjuk pada pengalihan muatan dari ligan NCS- ke ligan utama (ligand-to-ligand charge-transfer, LLCT). Dapat disimpulkan bahwa metode komputasi B3LYP* /6-31G(d) memberikan daya ramal yang baik terhadap kompleks TS berinti tunggal.

Kata kunci: B3LYP*/6-31G(d), Transisi spin, Konfigurasi, Transfer muatan Abstract

The computational method B3LYP*/6-31G(d) has been used for predicting the mononuclear spin transition (ST) complexes properties, i.e. [Fe(dpa)2(NCS)2] with cis and trans isomers. Computational results showed that in vacuum and methanol, cis-[Fe(dpa)2(NCS)2] isomer gave a reasonable value of ∆Eel for ST. In methanol, the cis isomer was more stabilized because that isomer showing more higher dipole moments (21,59 D) than the trans isomer and unsubstituted complex, [Fe(dpa)3]2+ (5,70 and 0,03 D). This results showed that if those complexes were synthesized, in the ambient temperature they have high spin properties but only cis-[Fe(dpa)2(NCS)2] isomer has ST properties. Analysis of main atomic orbitals populations showed that the electronic ground bands and the next ground bands are assigned to ligand-to-ligand charge-transfer (LLCT) transitions because of the charge transfer from NCS-ligand to the main ligand. It can be concluded that computational method B3LYP*/6-31G(d) gives more predictive power to mononuclear ST complex.

Keywords: B3LYP*/6-31G(d), Spin transition, Configuration, Charge transfer

1. Pendahuluan

Pengembangan saklar molekular yang mampu menyimpan dan memindahkan informasi saat ini menjadi kajian yang menarik dalam sains molekul. Kompleks besi(II) sangat potensial dijadikan saklar molekular karena mengalami transisi spin (TS) atau perubahan secara dapat-balik dari suatu keadaan spin rendah (low spin, LS) diamagnetik ke keadaan spin tinggi (high spin, HS) paramagnetik melalui induksi suhu, tekanan, penyinaran dan medan magnet (Kahn dan Martinez, 1998).

Fenomena TS pada ion besi(II) pertama kali ditemukan pada kompleks [Fe(phen)2(NCS)2

(phen=1,10-fenantrolin) tahun 1964 oleh Baker dan Bobonich (Gütlich dan Goodwin, 2004) dan sejak saat itu banyak dilaporkan senyawa TS baru. Untuk menghasilkan senyawa TS, dilakukan modifikasi

struktur untuk mengurangi kekuatan medan ligan bidentat sistem diimin. Modifikasi antara lain dilakukan dengan mengganti salah satu ligan bidentat diimin dengan ion-lawan (counterions) sebagai ligan, misalnya NCS- atau NCSe- yang menghasilkan kompleks dengan

konfigurasi cis (Gaspar dkk., 2002). Belum diperoleh penjelasan mengenai faktor yang mempengaruhi kemampuan interaksi intra dan intermolekul jenis isomer serta kontribusinya terhadap sifat spin rendah-spin tinggi (LS-HS) kompleks TS.

Dalam fasa padat, TS ditentukan oleh gaya interaksi antar molekul yang menghasilkan efek kooperatif. Interaksi antar molekul terjadi melalui gaya van der Waals, ikatan-π (pi) dan ikatan hidrogen. Kimiawan berupaya menemukan metode yang dapat meramalkan potensi interaksi suatu senyawa sehingga mengurangi sifat coba-coba dari proses sintesis. Dengan kajian teoretis, mekanisme efek kooperatif

(2)

dapat dijelaskan tetapi sebagian model teori hanya menjelaskan hasil eksperimen dan tidak memiliki kemampuan peramalan terhadap potensi TS senyawa yang belum disintesis (Real dkk., 2003). Banyak fenomena yang belum dijelaskan secara eksperimen, misalnya pengaruh konfigurasi struktur, variabel termodinamika, dinamika serta jenis fasa terhadap TS. Untuk keperluan prediksi, simulasi dan identifikasi kompleks TS, dibutuhkan suatu metode yang dapat menghubungkan landasan teoretis dengan hasil eksperimen.

Pada penelitian ini, aspek teoretis sistem TS dipelajari melalui kimia komputasi. Kimia komputasi sangat bermanfaat dalam pengujian metode dan peramalan reaksi. Dalam pengujian metode, sifat molekul atau sistem kimia misalnya struktur, energi dan dinamika sistem molekul yang dikaji langsung dapat dibandingkan dengan hasil eksperimen. Kimia komputasi juga bermanfaat untuk meramalkan struktur, mekanisme dan energetika reaksi yang terjadi di laboratorium sehingga kimiawan dapat mendesain struktur dan meramalkan sifat suatu senyawa sebelum melakukan sintesis (Cramer, 2004).

Perhitungan komputasi untuk optimasi geometri, energi dan struktur elektron kompleks logam transisi membutuhkan metode komputasi yang melibatkan efek korelasi elektron sehingga metode Hartree-Fock tidak dapat digunakan, sedangkan pelibatan korelasi elektron melalui prosedur multikonfigurasi sangat tidak efisien sehingga metode teori fungsional rapatan (Density Functional Theory, DFT) dijadikan pilihan utama untuk menghitung struktur elektronik kompleks logam transisi. Metode DFT terdiri dari fungsi lokal atau LDA (Local Density Approximation), fungsi non-lokal dengan GGA (Generalized Gradient Approximation) yang terdiri dari metode BLYP, PW91 dan BP86 serta fungsional hibrid (Paulsen dan Trautwein, 2004).

Aplikasi teori fungsional kerapatan untuk kompleks TS umumnya menggunakan pendekatan GGA dan fungsional hibrid karena metode LDA memiliki kelemahan dalam mengestimasi energi pertukaran. Telah dilaporkan penggunaan DFT untuk menghitung energi dan geometri senyawa (Chen dkk., 2000; Zcheng dkk., 2001), termokimia reaksi dan vibrasi (Baranovic dan Babić, 2002), vibrasi ulur ikatan besi-ligan (Pálfi dkk., 2005), simulasi spektra NIS (Nuclear Inelastic Scattering) (Paulsen dkk., 1999), quadrupol Mössbauer 57Fe (Zhang dan Oldfield, 2003) serta energi bebas kompleks TS (Paulsen dkk., 2001).

Aplikasi metode DFT menghasilkan parameter geometri dan frekuensi vibrasi yang sesuai dengan hasil eksperimen, termasuk ∆Evib, dan ∆S, sedangkan

perbedaan energi elektronik total antara isomer HS dan LS, (∆Eel), sukar ditentukan karena energi HS dan LS

berada dalam kisaran energi 107 kJ/mol sedangkan

selisih HS-LS hanya sekitar 10 kJ/mol sehingga DFT gagal memprediksi ∆Eel. Fungsi non-lokal (BLYP,

PW91) lebih menstabilkan posisi LS sehingga menghasilkan nilai ∆Eel yang sangat besar (positif);

sebaliknya metode hibrid (B3LYP) menghasilkan nilai ∆Eel yang sangat negatif. Walaupun B3LYP gagal

memprediksi multiplisitas spin keadaan dasar, tetapi metode ini banyak digunakan dalam komputasi kompleks TS karena menghasilkan perbedaan nilai ∆Eel

yang kecil antara energi sebenarnya dan hasil perhitungan (Reiher dkk., 2001).

Fungsional hibrid B3LYP (Becke Three Parameter Hybrid Functionals) dikemukakan Becke (1993) mengikuti rumus: 3

(1

)

B L YP L S D H F xc x x

E

=

a E

+

a E

+

8 8

(1

)

B L YP L S D x c c

b E

+

cE

+

c E

(1)

dengan a, b, dan c adalah konstanta semiempiris dengan nilai a = 0,2; b = 0,72 dan c = 0,81. Nilai konstanta a sebesar 0,2 menunjukkan bahwa Becke memasukkan sumbangan pertukaran Hartree-Fock (

E

exHF) sebesar 20% pada fungsional hibrid B3LYP. Nilai ∆Eel ditentukan oleh jumlah sumbangsih

pertukaran eksak

E

exHFdalam fungsional B3LYP. Reiher dkk. (2001) melakukan reparameteri-sasi dengan mengusulkan pengurangan sumbangan

HF ex

E

dari a = 0,2 menjadi a = 0,15 dan fungsional hibridnya disebut B3LYP*. Aplikasi B3LYP* pada

kompleks TS menghasilkan ∆Eel yang lebih sesuai

(Reiher, 2002; Paulsen dan Trautwein, 2004; Male dkk., 2008). Pada penelitian ini digunakan fungsional B3LYP* dengan himpunan basis 6-31G(d).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kapasitas metode komputasi B3LYP*/6-31G(d) dalam

meramalkan kestabilan isomer cis-trans dan kontribusinya terhadap sifat LS-HS pada kompleks berinti tu006Eggal [Fe(dpa)2(NCS)2]. Perhitungan

dilakukan terhadap kompleks tanpa substituen, [Fe(dpa)3]2+ (I), isomer cis-[Fe(dpa)2(NCS)2] (II) serta

isomer trans-[Fe(dpa)2(NCS)2] (III) dalam keadaan

vakum dan dalam pelarut metanol.

2. Metode Penelitian

2.1 Perangkat keras dan lunak

Perhitungan dilakukan menggunakan kompu-ter klaskompu-ter (cluskompu-ter), yaitu gabungan dari sepuluh buah komputer dengan spesifikasi prosesor Xeon 3.0 GHz dan memori 2 GHz. Perhitungan komputasi menggunakan sistem operasi Linux yaitu Mandriva 2008.0 dan manajemen klaster Linda. Untuk perangkat lunak, digunakan Gaussian 03 Revisi E.01 (Frisch dkk., 2003), Molden 4.7 (Schaftenaar dan Noordik, 2000)

(3)

dan GaussSum-2.1.4. Gaussian 03 digunakan untuk melakukan optimasi geometri, perhitungan frekuensi, perhitungan energi keadaan dasar serta pengaruh pelarut. Molden 4.7 digunakan untuk membuat koordinat awal struktur molekul serta melihat keluaran (viewer) sedangkan GaussSum-2.1.4 digunakan untuk melihat spektrum IR.

2.2 Metode komputasi

Metode komputasi yang digunakan adalah B3LYP*/6-31G(d). B3LYP* adalah fungsional B3LYP

yang direparameterisasi dengan

E

exHF = 0,15 sedang-kan 6-31G(d) adalah himpunan basis yang umum digunakan (Foresman dan Frisch, 1993). Optimasi struktur dilakukan tanpa unsur simetri (grup titik C1).

Koordinat struktur awal dibuat dengan menggunakan format Z-matriks sesuai muatan total kompleks dan multiplisitas minimum/LS (S = 0) atau maksimum/HS (S = 2). Untuk mengetahui pengaruh pelarut terhadap

struktur dan energi relatif molekul, dilakukan perhitungan energi satu titik dan frekuensi menggunakan metode CPCM yaitu COSMO dengan pelarut metanol (ε = 32). COSMO merupakan metode perhitungan untuk menentukan interaksi elektrostatik antara molekul terlarut dengan pelarut (Tomasi dkk., 2005).

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Pengaruh ion-lawan terhadap parameter struktur kompleks

Hasil optimasi struktur kompleks [Fe(dpa)2(NCS)2] isomer cis dan trans untuk keadaan

HS dalam vakum ditampilkan dalam Gambar 1. Dalam keadaan bebas, ligan dpa berbentuk planar dengan sudut dihedral antar cincin nol derajat. Tabel 1 menyajikan data pengaruh substituen terhadap paramater struktur senyawa kompleks.

Gambar 1. Struktur hasil optimasi [Fe(dpa)2(NCS)2] isomer cis dan trans.

Tabel 1. Perbandingan efek ion-lawan terhadap jarak ikatan (Å), sudut ikatan dan sudut dihedral (°)

Fe-Nma Fe-Ncb C-Nm Am Dm Komp. LS HS LS HS LS HS LS HS LS HS I 2,05 2,24 -- -- 1,38 1,39 92,9 83,5 −99,1 −17,9 II 2,00 2,22 1,95 2,04 1,39 1,39 90,3 79,8 −16,5 −11,2 Perc.* -- 2,20 -- 2,13 -- -- -- 80,9 -- -- III 2,04 2,22 1,93 1,99 1,38 1,40 82,0 79,5 27,0 39,7 * I = Kompleks [Fe(dpa) 3]2+ II = Kompleks cis-[Fe(dpa)2(NCS)2] III = Kompleks trans-[Fe(dpa)2(NCS)2] a Fe-N

m menunjukkan jarak ikatan antara Fe dan N dari ligan utama

Am menunjukkan sudut ikatan N-Fe-N antara ligan utama dan Fe

Dm menunjukkan sudut dihedral antar cincin pada ligan utama

C-Nm menunjukkan ikatan C-N antar cincin pada ligan utama b Fe-N

c menunjukkan jarak ikatan antara Fe dan N dari ligan/ion-lawan NCS

Perc.* Data percobaan cis-[Fe(dpa)

2(NCS)2] dari Gaspar dkk. (2005)

Fe S N C

(4)

Kompleks cis-[Fe(dpa)2(NCS)2] dilaporkan

pembuatannya oleh Gaspar dkk. (2005), sedangkan trans-[Fe(dpa)2(NCS)2] belum berhasil disintesis.

Struktur cis-[Fe(dpa)2(NCS)2] hasil perhitungan

komputasi menunjukkan kesesuaian yang tinggi dengan struktur yang dilaporkan tersebut. Jarak ikatan logam-ligan untuk posisi HS sekitar 0,2 Å. Konfigurasi trans memiliki jarak ikatan Fe-N(NCS) dan sudut ikatan yang lebih kecil karena ligannya tertekuk (bent). 3.2 Pengaruh subsituen terhadap perbedaan energi elektronik isomer HS-LS dalam vakum dan metanol

Untuk meramalkan pengaruh medium ter-hadap perbedaan energi elektronik HS-LS (∆Eel) dan konfigurasi kompleks [Fe(dpa)2(NCS)2], dilakukan

perhitungan dalam medium vakum dan dalam pelarut metanol menggunakan model CPCM-COSMO (Tabel 2). Hasil optimasi struktur dalam pelarut metanol (data tidak ditampilkan) menunjukkan bahwa dalam pelarut metanol, jarak ikatan logam-ligan juga menunjukkan perbedaan jarak HS-LS sebesar 0,2 Å.

Tabel 2. Pengaruh substituen terhadap ∆Eel, ∆Evib(T),

∆H(T), ∆G(T) (kJ mol-1) dan ∆S(T) (J mol-1 K-1) dalam

vakum dan metanol

Kompleks vakum el

E

metanol el

E

∆S(T) ∆H(T) ∆G(T) I 169,65 −15,13 170 169, 86 164,83 II 39,52 3,69 38 39,5 2 27.94 III 139,82 −21,35 35 139, 08 138,98 I = Kompleks [Fe(dpa)3]2+; II = Kompleks cis-[Fe(dpa)2(NCS)2]

III = Kompleks trans-[Fe(dpa)2(NCS)2]

Dalam metanol, kompleks cis-[Fe(dpa)2(NCS)2] memiliki momen dipol yang lebih

tinggi (21,59 D) dibanding kompleks tak tersubstitusi, [Fe(dpa)3]2+ dan trans-[Fe(dpa)2(NCS)2] (0,03 dan 5,70

D) sehingga metanol sebagai pelarut polar lebih

menstabilkan konfigurasi cis dalam larutan. Hasil perhitungan komputasi menunjukkan bahwa pada suhu kamar, ketiga kompleks bersifat HS tetapi dalam vakum dan metanol kompleks cis-[Fe(dpa)2(NCS)2]

memiliki selisih energi elektronik ∆Eel yang lebih

sesuai untuk terjadinya TS. Berdasarkan teori medan ligan, ligan NCS- lebih lemah dibanding ligan dpa

sehingga kombinasi kedua ligan tersebut seharusnya menghasilkan kompleks spin tinggi.

Fakta menunjukkan bahwa kompleks cis-[Fe(dpa)2(NCS)2] mengalami transisi spin (Gaspar

dkk., 2005) dengan T1/2 = 88 K. Komputasi yang

dilakukan sesuai dengan hasil percobaan sehingga dapat dikatakan bahwa metode komputasi yang digunakan memiliki daya ramal yang baik dan dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan kerja sintesis yang lebih terarah. Penelitian ini juga mengkonfirmasi hasil penelitian Sumarna (1996) yang menyatakan bahwa sampai pada suhu 27 K, kompleks [Fe(dpa)3]3+

tetap bersifat HS sehingga tidak mengalami transisi spin.

Hasil yang diperoleh juga sesuai dengan penelitian Marchivie dkk. (2001) yang menyatakan bahwa jika salah satu ligan bidentat diimin (L) pada kompleks [Fe(L)3]2+ diganti ion lawan NCX- (X = S,

Se), umumnya akan diperoleh konfigurasi cis. Posisi ini memudahkan terjadinya interaksi intra dan intermolekul melalui interaksi-π (pi) dan ikatan hidrogen antar unit molekul.

3.3 Pengaruh konfigurasi kompleks terhadap komponen orbital Molekul terdepan

Analisis komponen orbital molekul terdepan (HOMO dan LUMO) dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan substituen dan konfigurasi cis-trans terhadap sifat spektral dan keadaan tereksitasi kompleks TS (Tabel 3). Untuk memperoleh gambaran terinci dari karakteristik orbital terdepan, stereograf HOMO-LUMO dari ketiga kompleks disajikan pada Gambar 2.

Tabel 3. Populasi orbital atom utama (%) dari kompleks [Fe(dpa)3]2+ dan turunan tersubstitusinya

Fe Nm Cm N C S Komp*. s p d s p s p s p p p I NH 0,0 0,2 8,6 2,3 27,0 0,5 61,2 -- -- -- -- H 0,0 0,0 60,2 2,1 22,2 2,5 10,4 -- -- -- -- L 0,0 1,6 0,3 0,4 28,8 0,7 68,3 -- -- -- -- NL 0,0 0,0 0,8 0,2 26,8 2,1 70,1 -- -- -- -- II NH 1,0 0,6 1,1 0,3 0,4 3,7 4,2 0,1 44,6 4,6 39,4 H 0,0 2,9 0,2 0,1 0,3 0,1 0,8 0,4 46,3 5,8 42,9 L 0,0 0,0 0,7 0,1 23,2 0,4 75,2 0,0 0,0 0,0 0,1 NL 0,0 0,0 0,2 0,0 22,6 0,6 75,1 0,0 0,0 0,0 0,1 III NH 0,3 0,0 0,5 0,6 10,6 0,9 46,2 0,0 22,1 0,2 18,0 H 0,0 0,2 0,3 0,4 21,7 0,5 7,1 0,0 5,9 0,4 63,3 L 0,0 0,0 2,7 0,2 18,1 0,3 21,1 0,0 14,4 0,5 42,7 NL 0,0 0,5 0,4 0,4 19,8 0,6 66,7 0,0 0,2 0,5 0,3 *

(5)

I

II

III

Gambar 2. Stereograf HOMO (kiri) dan LUMO (kanan) kompleks (I-III).

(6)

Dari populasi orbital-orbital atom yang membentuk orbital molekul terdepan (Tabel 3 dan Gambar 2), dapat dilihat bahwa: i) Komponen utama HOMO dari kompleks [Fe(dpa)3]2+ berasal dari orbital

d ion logam pusat sedangkan komponen utama LUMO dan NLUMO berasal dari orbital-orbital pz atom C dan

N pada ligan utama. Dengan demikian, antara pita dasar elektronik terjadi transisi yang menunjuk pada pengalihan (transfer) muatan dari logam ke ligan (metal-to-ligand charge-transfer, MLCT); ii) Komponen utama NHOMO dan HOMO dari kompleks cis-[Fe(dpa)2(NCS)2] dan trans-[Fe(dpa)2(NCS)2]

berasal dari orbital-orbital pz atom N dan S pada ligan

NCS- sedangkan komponen utama dan NLUMO dan

LUMO berasal dari orbital pz atom-atom C pada ligan

utama. Dengan demikian, antara pita dasar elektronik terjadi transisi yang menunjuk pada pengalihan muatan dari ligan NCS- ke ligan utama (ligand-to-ligand

charge-transfer, LLCT).

3.4 Pengaruh konfigurasi terhadap energi orbital terdepan dan spektra karakteristik kompleks

Energi dan selisih energi dari beberapa orbital molekul terdepan (Tabel 4) menunjukkan kecen-derungan yang berhubungan dengan perubahan konfigurasi kompleks akibat penambahan subtituen NCS- yaitu: i) Energi orbital molekul terdepan

kompleks εi (II) > εi (I) > εi (III) sesuai dengan

penurunan kontribusi orbital p dari atom N ligan NCS-,

(II’(0,0) dan III’(14,4); ii) Urutan selisih energi (∆ε L-H) antara LUMO dan HOMO untuk ketiga

kompleks adalah ∆εL-H(II) < ∆εL-H(III) < ∆εL-H(I).

Karena selisih energi orbital terluar berhubungan dengan spektrum ultra-violet (UV), kita dapat meramalkan urutan panjang gelombang (λ) pita-pita dasar elektronik ketiga kompleks, yaitu: λ(II) > λ(III) > λ(I). Jadi dapat dikatakan bahwa penambahan subtituen NCS- pada posisi cis menyebabkan pergeseran panjang

gelombang (red shift) spektra UV menuju daerah tampak.

3.5 Populasi muatan atomik senyawa kompleks

Muatan atomik berdasarkan analisis populasi Mulliken pada kerangka utama ligan disajikan pada Tabel 5. Hasil perhitungan menunjukkan beberapa karakteristik dari populasi muatan atomik dalam hubungannya dengan konfigurasi kompleks: i) Muatan paling negatif berada pada atom N1 dari setiap kompleks, di mana atom N1 pada kompleks [Fe(dpa)3]2+ paling negatif (-0,6401); ii) Di antara

atom-atom C dari ligan utama, muatan paling negatif terletak pada atom C4 dari kompleks cis-[Fe(dpa)2(NCS)2] (-0,2005); iii) Di antara atom-atom C

dari ligan utama, muatan paling positif terletak pada atom C5 dari kompleks cis-[Fe(dpa)2(NCS)2]; dan iv)

Atom hidrogen yang paling positif terikat pada atom atom Nitrogen di antara cincin ligan, diikuti atom hidrogen pada atom C3. Pada konfigurasi cis, interaksi interaksi intra dan intermolekul juga dapat terjadi melalui atom S.

3.6 Peramalan spektrum vibrasi inframerah

Spektrum inframerah (infrared, IR) dari sistem besi(II) dapat memberikan informasi penting mengenai keadaan spin dari atom logam, khususnya dalam rentang frekuensi ulur logam-nitrogen. Spektrum ulur (stretching) Fe-N untuk keadan LS dan HS dapat dibedakan karena HS memiliki frekuensi ulur yang lebih rendah. Pada Gambar 3, disajikan spektrum IR kompleks cis-[Fe(dpa)2(NCS)2] pada keadaan HS.

Spektrum IR di atas menunjukkan dua puncak utama dan satu daerah dengan pita serapan lebar. Puncak pertama dengan intensitas tertinggi, 2022 cm-1,

adalah vibrasi ulur Fe-N(NCS) sedangkan puncak kedua, 1433 cm-1, adalah vibrasi ulur tak-simetris untuk

ikatan –C-H dalam sistem cincin ligan utama. Daerah dengan pita lebar, ~ 500 cm-1, merupakan frekuensi

karakteristik untuk vibrasi ulur Fe-N(ligan). Hasil yang diperoleh sesuai dengan eksperimen Nakamoto (1997), bahwa vibrasi ulur Fe-N(NCS) berada di bawah 2050 cm-1.

Tabel 4. Energi (ε/a.u) dari beberapa orbital molekul [Fe(dpa)3]2+ dan turunan tersubstitusinya

L-1 NH H L NL Vir ∆ε L-H ∆εNL-H

I -0,4079 -0,4054 -0,4035 -0,2470 -0,2452 -0,2420 0,1565 0,1583 II -0,1458 -0,1429 -0,1390 -0,0691 -0,0624 -0,0566 0,0699 0,0766 III -0,4417 -0,4392 -0,4298 -0,4148 -0,2842 -0,2752 0,1306 0,1456

(7)

Tabel 5. Populasi muatan pada cincin pertama ligan kompleks [Fe(dpa)3]2+ dan turunan tersubstitusinya (satuan: |e|)

C4 C5 N1 Fe N2* H-(C3) H-(N2) S

I -0,1916 0,5633 -0,6401 1,2553 -0,7369 0,2004 0,3632 -- II -0,2005 0,6574 -0,5943 1,1006 -0,7822 0,1516 0,3379 -0,2508 III -0,1662 0,5601 -0,6173 1,4530 -0,6748 0,2157 0,3729 0,0829

N*) Menunjukan atom N pada ligan NCS-.

*I = Kompleks [Fe(dpa)

3]2+

II = Kompleks cis-[Fe(dpa)2(NCS)2] III = Kompleks trans-[Fe(dpa)2(NCS)2]

Gambar 3. Spektrum IR hasil perhitungan untuk kompleks cis-[Fe(dpa)2(NCS)2] 4. Kesimpulan

Metode komputasi B3LYP*/6-31G(d) telah digunakan untuk meramalkan sifat TS kompleks berinti tunggal [Fe(dpa)2(NCS)2] konfigurasi cis dan trans.

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa dalam vakum dan metanol, kompleks cis-[Fe(dpa)2(NCS)2] memiliki

∆Eel yang lebih sesuai untuk terjadinya TS. Dapat

diramalkan bahwa jika dilakukan sintesis, hanya kompleks cis-[Fe(dpa)2(NCS)2] yang berpotensi

menjadi kompleks TS. Antara pita dasar elektronik terjadi transisi yang menunjuk pada pengalihan muatan dari ligan NCS- ke ligan utama (ligand-to-ligand

charge-transfer, LLCT). Hasil komputasi dapat dikonfirmasikan dengan beberapa hasil percobaan sehingga dapat dikatakan bahwa metode komputasi yang digunakan memiliki daya ramal yang baik dan dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan kerja sintesis yang lebih terarah

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional RI atas dukungan pembiayaan riset ini melalui BPPS.

Daftar Pustaka

Baranović, G. and D. Babić, 2004, Vibrational Study of the Fe(phen)2(NCS)2 Spin-Crosover Complex

by Density-Functional Calculations, Spectro-chim. Acta Part A, 60, 1013-1025.

Becke, A. D., 1993, Density Functional Thermo-chemistry-III; The Role of Exact Exchange, J. Chem .Phys., 98, 5648-5651.

Chen, G., G. E. Perez, A. Z. Dehesa, I. S. Dumitrescu, and F. L. Ochoa, 2000, (Tetrakis(2-pyridylmethyl)ethylenediamine)iron(II)Perchl orate: Study Density Functional Methods, Inorg. Chem., 39, 3440-3448.

Cramer, C. J., 2004, Essentials of Computational Chemistry, John Wiley and Sons, Chicester. Foresman, J. B., and A. E. Frisch, 1993, Exploring

Chemistry with Electronic Structure Method,

2nd, Gaussian, Inc., Pittsburg.

Gaspar, A. B., M. C. Muňoz, N. Moliner, V. Ksenofontov, G. Levchenko, P. Gütlich, and J. A. Real, 2002, Polymorphism and Pressure Driven Thermal Spin Crossover Phenomenon in [Fe(abpt)2(NCX)2] (X = S and Se) :

(8)

Sysnthesis, Structure and Magnetic Properties, Monaschefte für Chemie, 134, 285-294. Gaspar, A. B., G. Agusti, V. Martǐnes, M. C. Muńoz,

G. Levchenko, and J. A. Real, 2005, Spin Crossover Behavior in the Iron(II)-2,2-dipyridilamine System: Synthesis, X-ray Structure and Magnetic Studies, Inorg. Chim. Acta, 358, 4089-4094.

Frisch, M. J., G. W. Trucks, H. B. Schlegel, G. E. Scuseria, M. A. Robb, J. R. Cheeseman, V. G. Zakrewski, J. A. Montgomery, Jr., R. E. Startmann, J. C. Buratn, S. Dapprich, J. M. Millam, A. D. Daniels, K. N. Kudin, M. C. Strain, O. Farkas, J. Tomasi, V. Barone, M.Cossi, R. Cammi, B. Menucci, C. Pomelli, C. Adamo, S. Clifford, J. Ochterski, G. A. Petersson, P. Y. Ayala, Q. Cui, K. Morokuma, D. K. Malick, A. D. Rabuck, K. Raghavachari, J. B. Foresman, J. Cioslowski, J. V. Ortis, A. G. Baboul, B. B. Stefanov, G. Liu, A. Liashenko, P. Piskorz, I. Komaromi, R. Gomperts, R. L. Martin, D. J. Fox, T. Keith, M. Al-Laham, C. Y. Peng, A. Nayakkara, C. Gonzales, M. Challacombe, P. M. W. Gill, B. Johnson, W. Chen, M. W. Wong, J. L. Andreas, C. Gonzales, M. Head-Gordon, E. S. Reploge and J. A. Pople, 1998, Gausian 03 Rev. E.01., Gausian, Inc., Pittsburgh.

Gütlich, P. and H.A. Goodwin, 2004, Spin Crossover in Transition Metal Compounds, Top. Curr. Chem., 233-235, Springer, Heildelberg.

Kahn, O. and J. Martinez, 1998, Spin-Transition Polymers: From Molecular Materials Toward Memory Devices, Sci. 279, 44-48.

Male, Y. T., D. Onggo, Ismunandar and M. A. Martoprawiro, 2008, Quantum Chemical Study of Fe(en)2(NCS)2 cis-trans Geometry in

Vacuum and in Methanol with Reparameterized Density Functionals, Proceedings of the International Seminar on Chemistry, UNPAD, Bandung, 426-430. Palfi, V. K., T. Guillon, H. Paulsen, G. Molnar, and A.

Bousseksou, 2005, Isotope Effects on the Vibrational Spectra of the Fe(phen)2(NCS)2

Spin-crossover Complex Studied by Density Functional Calculations, C.R. Chimie, 1-8.

Paulsen, H. and A. X. Trautwein, 2004, Calculation of the Electronic Energy Differences of Spin Crossover Complexes, J. Phys. Chem. Sol., 65, 793-798.

Paulsen, H., L. Duelund, H. Winkler, H. Toftlund, and A.X. Trautwein, 2001, Free Energy of Spin-Crossover Complexes Calculated with Density Functionals Methods, Inorg. Chem., 40, 2201-2203.

Paulsen, H., H. Winkler, A. X. Trautwein, H. Grünsteudel, V. Rusanov, and H. Toftlund, 1999, Measurement and Simulation of Nuclear Inelastic-Scatering Spectra of Molecular Crystals, PRB, 59:2, 975-983.

Real, J. A., A.B. Gaspar, V. Niel, and M.C. Muňoz, 2003, Communication Between Iron(II) Building Blocks in Cooperative Spin Transition Phenomena, Coord. Chem. Rev.,

236, 121-141.

Reiher, M., 2002, Theoretical Study of the Fe(phen)2(NCS)2 Spin-Crossover Complex

with Reparameterized Density Functional, Inorg. Chem., 41, 6928-6935.

Schaftenaar, G. and J. H. Noordik, 2000, Molden: a pre-and post-processing program for molecular and electronic structures, J. Comput.-Aided Mol. Design, 14, 23-134. Sumarna, O., 1996, Sintesis and Karakterisasi Senyawa

Kompleks Fe(II), Co(II), and Ni(II) Menggunakan Ligan-Ligan Turunan 2,2’-bipiridin, Thesis S2 ITB.

Tomasi J., B. Menucci, and R. Cammi, 2005, Quantum Mechanical Continuum Solvation Models, Chem. Rev., 105, 2999-3093.

Zhang, Y. and E. Oldfield, 2003, 57Fe Mössbauer

Quadrupole Splittings and Isomer Shifts in Spin-Crossover Complexes: A Density Functional Theory Investigation, J. Phys. Chem, A, 107, 4147-4150.

Zheng, K. C., J. P. Wang, X. W. Liu, W. L. Peng, and F. C. Yun, 2002, Studies of Substituent Effects on the Electronic Structure and Related Properties of [Ru(L)3]2+ (L = bpy, bpm, bpz)

with DFT Method, J. Mol. Struct.,(Theochem),

Gambar

Gambar 1.  Struktur hasil optimasi [Fe(dpa) 2 (NCS) 2 ] isomer cis dan trans.
Tabel 3. Populasi orbital atom utama (%) dari kompleks [Fe(dpa) 3 ] 2+  dan turunan tersubstitusinya
Gambar 2.  Stereograf HOMO (kiri) dan LUMO (kanan) kompleks (I-III).
Tabel 4. Energi (ε/a.u) dari beberapa orbital molekul [Fe(dpa) 3 ] 2+  dan turunan tersubstitusinya
+2

Referensi

Dokumen terkait