• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengapresiasi Potensi Seni (Tayub) di Lingkungan Masyarakat. Oleh : Drs. DARYANTO, M.Sn. WIDYAISWARA PPPPTK SENI DAN BUDAYA YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Mengapresiasi Potensi Seni (Tayub) di Lingkungan Masyarakat. Oleh : Drs. DARYANTO, M.Sn. WIDYAISWARA PPPPTK SENI DAN BUDAYA YOGYAKARTA."

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1

Mengapresiasi Potensi Seni (Tayub) di Lingkungan Masyarakat

Oleh : Drs. DARYANTO, M.Sn.

WIDYAISWARA PPPPTK SENI DAN BUDAYA YOGYAKARTA

==========================================================

Abstrak

Tari tayub adalah salah satu pertunjukan tari tradisional yang berkembang di

masyarakat khususnya daerah Jawa Tengah. Di daerah lain jenis tari ini juga berkembang sesuai nama dan ciri khas nya masing-masing. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sangat menarik di apresiasi. Dalam hal ini kegiatan mengapresiasi dibatasi pada ruang lingkup seni tarinya dengan harapan dapat dijadikan sumber inspirasi dalam berkarya tari pendidikan pada jenjang SLTA

Keyword : apresiasi, tayub, tari

=========================================================== PENDAHULUAN

Pada dasarnya seni memiliki peran fungsi yang banyak di masyarakat, salah satunya termasuk tari. Pada masyarakat tertentu, tari berperan sebagai sarana untuk pernyataan kehendak. Kebanyakan fungsi ini ada pada jenis tari Primitif. Tari yang berperan untuk kepentingan upacara lebih didominasi tari-tarian jenis Tradisional. Apabila ada tarian upacara yang berkembang di masyarakat memiliki peran fungsi lain adalah sebagai wujud ungkapan syukur atau pernyataan terima kasih saja, biasanya didominasi oleh tari-tarian yang berkembang untuk upacara adat.

Salah satu obyek apresiasi ini adalah tari Tayub didaerah Ngenthak Bantul Yogyakarta. Apresiasi karya seni tari dapat ditelaah melalui pengamatan

(2)

2

berdasarkan estetika tradisional. Estetika tradisional cukup mampu digunakan untuk menelaah kasus-kasus tari yang sedang berkembang dewasa ini. Secara umum dapat dijelaskan, estetika tradisional yang berkembang sekarang bertumpu pada logika bentuk dan isi, keduanya menjadi fondasi bagaimana seni ditelaah secara detail. Masalah inner kehendak sangat resistensi ke dalam karya tari dalam banyak bentuk masih kurang diperhitungkan. Perlu dicermati, pelaku aktif (seniman, kritikus seni) sewaktu melakukan apresiasi berusaha memahami beberapa pikiran berhubungan dengan:

(1) bentuk atau wujud beserta isi seni yang disampaikan, (2) pelaku seni (siapa obyek dan konsumsi publiknya), (3) ide konsep dalam melahirkan karya atau kontekstual,

(4) gaya dan aliran yang digunakan sebagai pijakan dalam menuangkan

ide.

Aspek yang dicermati dalam karya tari adalah bentuk dan isi agar dapat diserap oleh panca indera (elemen komposisi dan pendukungnya). Selanjutnya, pemahaman tentang keindahan karya seni memiliki nilai yang disebut dengan Indah. Keindahan dalam seni adalah merupakan satu nilai. Nilai merupakan unsur yang dapat memuaskan keinginan manusia. Benda seni dapat digunakan untuk memuaskan keinginan manusia, termasuk adalah karya tari. Indah adalah suatu nilai. Nilai tari dipakai untuk memberikan arti suatu tarian(elemen komposisi dan elemen pendukungun tari). Nilai tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu nilai intrinsik dan ekstrinsik. Nilai ekstrinsik nilai benda tersebut. Jenis nilai benda merupakan kesatuan dari hubungan bentuk dan isinya.

(3)

3

Dari uraian di atas dalam pembekalan ini disampaikan secara mendasar apa itu tari, jenis tari dan fungsinya serta bagaimana melakukan proses koreografi tari pendidikan.

PERMASALAHAN

Proses pembelajaran seni budaya yang ada di Indonesia relative belum berjalan dengan semestinya. Apalagi pada jenjang sekolah dasar karena diampu oleh guru kelas. Permasalahan utamanya adalah bagaimana metode pengajarannya?

Kegiatan pembelajaran seni pertunjukan pada tingkat SLTA atau SMA dan SMK dalam ruang lingkupnya dituntut untuk melakukan apresiasi seni. Dalam hal senagai contah perilaku apresiasi seni budaya ( Seni Tari ) dari potensi lingkungan atau local genius dalam bentuk upacara majemukan yang di dalamnya disajikan tari Tayub atau Tayuban. Dalam mengapresiasi ini disesuaikan dalam pencapaiaan kompetensi dasar siswa SLTA.

Permasalahan yang timbul bagaimana langkah awal mengapresiasi, bagaimana bekal yang harus dimiliki dan sejauhmana ruang lingkupnya. Dalam kegiatan ini mengetahui tujuan pembelajrannya pada cakupan materi adalah :

a. Menyegarkan dan mengingatkan kembeli tentang pengetahuan tari b. Memahami proses apresiasi tari

c. Memahami materi penunjang tari.

d. Memahami proses karya tari pendidikan.

Konsep apresiasi dalam seni budaya tari sesungguhnya untuk mengetahui apa yang terlihat dan sesuatu nilai dibalik pertunjukan seni untuk dijadikan dasar

(4)

4

pijakan gagasan atau imajinasi untuk proses karya tari pendidikan. Sejalan dengan itu diawali dengan beberapa pertanyaan seperti :

1. Bagaimana peran dan fungsi pertunjukan Tayub dalam budaya masyarakat Ngenthak.

2. Bagaimana proses pertunjukan Tayub dalam ritual majemukan.

3. Bagaimana tata gerak, iringan, Tata rias dan busanannya,dan penyajiannya. TEORI

Apresiatif, adalah suatu kemampuan dalam memberikan respons berupa deskripsi, analisis, interpretasi, dan penilaian terhadap nilai estetik suatu karya seni atau kondisi lingkungan. Secara psikologis dalam melakukan apresiasi dapat terjadi suatu proses mental yaitu sensasi berupa kegembiraan atau kepuasan atau malah sebaliknya. Karna apresiasi cenderung untuk dapat memahami suatu karya seni atau kondisi lingkungan, maka di dalamnya ada kegiatan analisis. Agar dapat melakukan analisis diperlukan pengetahuan yang berkaitan dengan seni. Dalam melakukan apresiasi dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yakni pendekatan analitik, pendekatan perkembangan kognitif, dan pendekatan empatik. Dengan pendekatan analitik, Feldman (1970) merumuskan empat langkah dalam menganalisis karya seni yakni deskripsi, analisis, interpretasi, dan judgement.

Namun untuk melakukan hal itu, sebelumnya perlu dibekali dengan

pengetahuan karena tanpa pengetahuan sangat sulit untuk melakukan analisis. Oleh sebab itu dalam mengembangkan kemampuan apresiatif siswa perlu dibekali dengan beberapa kemampuan sebagai berikut:

(5)

5

1) Pengetahuan, pembekalan aspek pengetahuan dalam hal ini disesuaikan dengan tingkatan ranah. Kognitif yakni pengetahuan, pemahaman, analisis, aplikasi, sintesa, dan evaluasi.

2) Kemampuan analistis meliputi deskripsi, analisis, interpretasi, dan

judgement diuraikan dalam pengalaman belajar.

3) Kepekaan estetik.

PEMBAHASAN

Dalam kegiatan ini kita mengapresiasi kegiatan pertunjukan tayub dari obyek pertunjukan melalui beberapa aspek.

a) Aspek Gerak

Konsep gerak koreografi tari Tayub ini, indikasi atau kesan komunikatif, luwes, lembut, memikat, lincah, erotis, merupakan unsur gerak yang laku jual (diminati dan disenangi konsumen). Kehadiran motif-motif tari tayub memiliki daya tarik tersendiri dalam penampilannya. Hal ini tampak pada gerak-gerak yang rumit, seperti gerak mengangkat kaki kiri dan kanan secara bergantian dipadukan dengan gerak tangan serta posisi tangan dan kepala. Misalnya pada motif gerak laku telu, gajah ngoling, nacah miring,

wedhi kengser, kawilan, dan lain-lain. Juga tampil gerak-gerak yang khas,

yaitu nacah (kaki diangkat bergantian dengan berjalan ke samping), ogek

lambung (gerak lambung ke samping kanan dan kiri), ukel asta (gerak leher

dan kepala). Di samping itu susunan gerak tari tayub tampak mengalir, sehingga cukup sulit untuk dikenal sambungan serta penggalan pola gerak satu dengan yang lain.

(6)

6

Motif gerak pada bagian ciblon merupakan bagian penting dari bentuk tari tayub, karena bagian ini memberikan ciri bentuk tari tayub. Pada bagian ini ditampilkan motif-motif gerak, seperti batangan, pilesan, laku telu, ukel

pakis, dan sebagainya. Kedudukan penting bagian ini tampak jelas dalam

struktur koreografi tari tayub, yaitu merupakan bagian terpanjang dari seluruh susunan dan ditempatkan pada bagian pusat. Motif-motif gerak tersebut telah memiliki pola gerak yang menimbulkan kesan kenes (lincah). Selain itu terdapat rangkaian gerak kiprahan pada bagian kebar yang menunjukkan gerak-gerak berkesan gembira, rangkaian gerak ini juga digunakan untuk menggambarkan seseorang yang sedang jatuh

cinta.

Gbr.1 Adegan awal tari tayub

Tatanan gerak tari tayub sebagian besar berpusat pada penggunaan gerak kaki, tubuh, lengan, dan kepala. Gerak tangan dalam tari tayub memiliki sentuhan dinamika pada gerak. Gerak tangan dan kepala yang halus dan terkendali merupakan spesifikasi dalam tari tayub. Arah pandangan mata yang bergerak mengikuti arah gerak tangan dengan memandang jari-jari tangan, menjadikan faktor dominan gerak tangan dalam ekspresi tari tayub. Hal ini dapat dinikmati pada gerak ukel asta (memutar pergelangan tangan) yang merupakan gerak yang sering

(7)

7

dilakukan. Juga posisi-posisi tangan seperti ngruji (jari-jari rapat, ibu jari menempel pada telapak tangan), ngithing (sikap jari ditekuk dan ujungnya menempel pada ujung ibu jari, sedangkan jari yang lain ditekuk seperti jari tengah), nyempurit (sikap jari tengah ditekuk, ujung ibu jari diletakkan di tengah jari tengah dan jari-jari yang lain ditekuk).

Gerak kaki pada saat sikap berdiri dan berjalan mempunyai hubungan yang harmonis. Sebagai contoh: pada gerak srisig (berjalan dengan langkah jinjit dan langkah kecil-kecil), nacah miring (kaki kiri bergerak ke samping, bergantian atau disusul kaki kanan diletakkan di depan kaki kiri),

kengser (gerak kaki ke samping dengan cara bergeser atau posisi telapak

kaki tetap merapat ke lantai).

Gbr.2. Salah satu pose Srisig tawing asta tengen miwir sampur (koleksi Unit Diklat PPPG Kesenian YK)

Gerak kaki yang khas pada tari tayub adalah gerak embat atau entrag, yaitu membuka posisi lutut yang membuka karena mendhak atau “demi plie”) bergerak ke bawah dan ke atas. Gerak ini mengakibatkan gerak panggul berirama dan tampak indah. Sikap menari (adeg) dengan posisi kaki mebuka dan lutut diputar ke luar, dengan memutar panggul lebih keluar, dapat menciptakan banyak kemungkinan bergerak.

(8)

8

Gerak tubuh yang dilakukan adalah gerak hoyog atau leyek (tubuh diayun ke samping kiri atau kanan). Seperti pada tari tradisional yang lain, badan tidak memiliki berbagai variasi gerak, bahkan ketika berjalan posisi badan masih tetap mendhak (demi plie).

Gerak kepala yang terdapat dalam bentuk penyajian tari tayub cukup beragam, apabila dibandingkan dengan gerak kepala yang terdapat pada tari bedhaya atau srimpi. Gerak kepala atau disebut dengan pacak gulu

ganil dalam tari tayub mempunyai sifat yang genit. Selain itu bentuk pacak

gulu yang digunakan memiliki pola yang berbeda yaitu:

1) memutar kepala secara horizontal, misalnya pada motif gerak batangan,

pilesan, dan wedhi kengser

2) menekuk leher ke kanan dan ke kiri secara bergantian, misalnya pada motif gerak kawilan, tetapan dan ukel pakis

3) menjulurkan leher ke depan dan menariknya kembali (pacak gulu lenggut ), misalnya pada motif gerak menthogan.

Gerak kepala yang dilakukan untuk mendukung sifat dan karakter tari. Ekspresi wajah pada umumnya digarap untuk mendukung ungkapan tari, tetapi biasanya hanya ditujukkan secara sederhana. Dalam tari tradisional Jawa, terutama pada tari putri, mimik wajah atau ekspresi wajah kurang banyak ditampilkan, karena semakin banyak pergantian ekspresi yang ditunjukkan melalui wajah, semakin banyak hal-hal yang bersifat dangkal. Maka ekspresi wajah yang digunakan adalah tajam dengan polatan (arah pandangan) datar. Ekspresi wajah pada tari tayub berbeda dengan

(9)

9

ekspresi wajah tari putri pada umumnya yaitu digarap sumeh (pandangan mata yang didasari ungkapan bahagia yang muncul dari dalam).

Sekalipun sikap kepala, pandangan mata, dan sikap badan saling berkait dan mengandung unsur-unsur yang berharga di dalam melakukan gerak, tetapi tangan dan lengan bersama-sama memainkan peranan ekspresi yang paling jelas dalam gerak tari. Tangan dan lengan yang menunjukkan kekuatan, ekspresi, dan emosi pada seluruh kompleks isyarat sudah dikuasai, sehingga dari tangan dan lengan mengalir aktivitas seluruh badan. Motif gerak tari tayub mempunyai sifat yang bervariasi, ada yang tenang dan halus (misalnya motif gerak batangan dan pilesan), ada yang

kenes atau lincah (misalnya motif gerak laku telu dan nacah miring), dan

ada yang tragel (genit) dengan tekanan-tekanan gerak (misalnya tumpang

tari dan tatapan). Dalam tari tayub selalu dijaga keseimbangan antara

suasana hati dan gerak-gerak yang dilakukan, maka setiap gerakan dilakukan dengan hati-hati, halus dan mengalir.

Penggarapan pola lantai pada tari tayub dilakukan pada peralihan rangkaian gerak, yaitu pada saat peralihan rangkain gerak yang satu dengan rangkaian gerak berikutnya, sehingga setiap rangkaian gerak dilakukan penari pada tempat yang berbeda, sehingga menghasilkan gawang dan posisi penari yang berbeda. Perpindahan posisi penari biasanya dilakukan pada gerak penghubung, yaitu srisig, singket ukel

karna, kengser, dan nacah miring. Selain itu juga dapat dilakukan pada

rangkaian gerak berjalan (sekaran mlaku), bahkan pada rangkaian gerak yang pada mulanya sebagai rangkaian gerak di tempat (sekaran mandheg ), digarap menjadi rangkaian gerak berpindah tempat (sekaran mlaku), misalnya pilesan digarap nacah ke kiri, kawilan digarap nacah ke samping

(10)

10

atau kengser ke samping kanan. Garap pola lantai tari tayub biasanya dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah penari, kemampuan penari, rangkaian gerak yang dilakukan, dan tempat pentas. Selain itu tempat penataan tinggi rendah (level) penari juga dilakukan untuk menambah varisi gerak. Penggarapan pola lantai yang bervariasi dan penataan level penari itu juga memungkinkan sajian tari tayub lebih menarik, dinamis, dan beragam.

b) Aspek Iringan Tari

Aspek iringan tari merupakan bagian produk tari Tayub yang membentuk suasana, menguatkan ekspresi, dinamika dan keharmonisannya bahkan penyesuaiannya dengan kebutuhan waktu. Dalam komoditas jasa seringkali waktu menjadi ketentuan yang harus dituruti sehingga juga merubah penampilan secara menyeluruh tetapi tidak menghilangkan kesan utamanya. Maka nilai estetis tari tayub melekat untuk membentuk keharmonisan gerak dengan iringan tari, terutama keharmonisan gerak dengan irama kendang. Motif gerak yang beraneka ragam itu diberi ragam atau tingkahan-tingkahan kendang dengan berbagai variasi ritme. Kekhususan kendang ciblon ini mempunyai sifat gembira. Terbukti bentuk kendangan ini sering digunakan untuk klenengan dan juga untuk iringan tari, seperti tari Klana, Gunung Sari, Enggar-Enggar, dan Driasmara. Seperti bentuk tari tradisional gaya Surakarta yang lain, peranan iringan (karawitan) tari tayub sangat penting. Lebih dari itu kekuatan ekspresi tari banyak dibantu, bahkan kerap kali diganti oleh kekuatan iringan yang dipadu dari unsur-unsur melodi dalam tempo, irama/ ritme, dan volume yang khas.

(11)

11

Instrumen pengatur ritme yang utama adalah kendang. Iringan tari Tayub menggunakan kendang ciblon (kendang berukuran sedang). Kendang berperan sebagai pemimpin pada iringan tari, karena kendang yang menentukan irama. Pemain kendang dengan jari-jarinya yang lentur membuat suara yang berbeda-beda pada instrumen kendang untuk mengiringi tari. Pola-pola kendangan yang dilakukan bervariasi dengan membuat kombinasi berbagai suara yang disesuaikan dengan gerak-gerak tari. Hubungan yang erat antara kendang dengan

gerak-gerak tari tayub ini juga menjadi ciri tari tayub. Selain kendang, tari tayub juga mengacu pada kempul, kenong, dan gong yang menentukan

seleh gerak pada frase-frase gerak. Ritme yang dinamis dari tari Jawa

merupakan satu kesatuan yang utuh dengan ritme musik gamelan yang mengiringi. Hubungan ini membuat tari Jawa indah, karena sesuai dengan suasana dan karakter Jawa. Dibandingkan dengan tari yang lain (bedhaya atau srimpi), hubungan gerak dan iringan tari (terutama kendang) dalam tari tayub sangat erat, sebab gerak penari mengikuti dengan ketat pola kendangan (mungkus). Hubungan gerak dan ritme iringan disebut nungkak dan kadang-kadang nggandhul. Perpaduan gerak dan ritme ini menjadikan tari tayub tampil lebih sigrak (tangkas). Selain itu, gendhing-gendhing yang digunakan untuk mengiringi tari tayub telah memiliki rasa prenes atau gembira.

c) Aspek Busana dan Tata Rias

Busana dan rias pada tari tayub memiliki peran yang mendukung ekspresi tari dan juga faktor penting untuk suksesnya penyajian. Bentuk rias

corrective make up yang menghasilkan wajah cantik dan tampak alami,

menarik untuk dilihat. Sementara itu, nusana tari tayub yang disebut

(12)

12

terbentuk. Dengan demikian bagian-bagian tubuh yang digerakkan kelihatan jelas, sehingga gerak seperti ogek lambung yang bervolume kecil dan tampak jelas. Bentuk busana ini memungkinkan juga memberikan keleluasaan gerak sesuai dengan perwujudan dan kelincahan tari tayub. Selain itu busana tari ini membangun penampilan wujud tari. Dengan penggunaan kain yang diwiru, maka pada saat berjalan atau bergerak, lipatan kain (wiron) itu akan membuka dan menutup serta kelihatan hidup, sehingga dapat memperkuat kesan kenes. Maka busana yang dianggap sesuai untuk ekspresi tari tayub adalah busana angkinan dengan gelung

gedhe. Bagian bahu dibuat terbuka, bahkan kadang-kadang payudara

dinaikkan sehingga tampak monthok, yang disebut glathik mungup (lekukan payudara, tampak seperti burung gelatik muncul).

d) Aspek Penyajian Tari

Penyajian tari tayub akan dapat mencapai nilai estetis apabila dilakukan oleh penari yang memiliki kemampuan tari gaya Surakarta. Kemantapan sajian tari dari seorang penari dipengaruhi oleh latar belakang budaya yang membentuk diri penari, di samping faktor kebiasaan dan kematangan. Kebiasaan dan kematangan pada tari tayub akan membentuk penari itu menjadi penari yang luluh atau menyatu dengan tari yang disajikan.

Nilai estetis tari tayub juga ditentukan oleh interpretasi penari terhadap koreografi tari tayub. Interpretasi seorang penari terhadap karakter koreografi tari tayub dipengaruhi pula oleh konteks dan suasana pada saat penyajian. Walaupun tari tayub yang ditampilkan itu mempunyai koreografi yang sama, tetapi dalam penyajiannya dimungkinkan dapat berbeda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan konteks dan suasana yang mempengaruhi

(13)

13

interpretasi. Interpretasi ini yang kemudian menuntun penari dalam menyajikan tari tayub. Biasanya interpretasi ini kan tampak dalam penggarapan unsur-unsur gerak tari, yang sangat dipengaruhi oleh kemampuan penari secara individu. Penggarapan terjadi pada tempo atau kecepatan gerak secara keseluruhan dari setiap gerak dan hubungan gerak satu dengan gerak yang lain. Perubahan sikap dalam kehidupan tampaknya mempengaruhi kecepatan atau tempo dalam sajian tari.

Sajian tari tayub di desa Ngenthak dirasakan memiliki tempo yang lebih cepat dari sebelumnya. Perbedaan tempo disebabkan oleh perbedaan tempo musik iringannya, sehingga menyebabkan langkah lebih cepat. Langkah-langkah cepat ini menimbulakn kesan lebih bergairah.

Penggarapan unsur gerak yang lain, dilakukan pada volume gerak. Dalam sajian tari tayub yang belum menggarap pola lantai, gerak peralihan atau penghubung hanya digunakan untuk berpindah tempat, sedangkan pada bentuk sajian tari tayub sekarang, gerak peralihan atau gerak berpindah tempat berkaitan dengan penggarapan pola lantai sesuai dengan penggunaan ruang dengan variasi gerak.

Dalam menyajikan tari tayub yang tidak berpijak pada koreografi dan yang berpijak pada koreografi, seorang penari mempunyai jangkauan interpretasi yang berbeda. Interpretasi penari dalam sajian tari tayub yang tidak menggunakan koreografi lebih kompleks, dapat lebih banyak dan lebih luas. Dalam hal itu, seorang penari bertindak sebagai penyaji sekaligus koreografer. Oleh karena interpretasi penari dapat tampil lebih luas, sehingga sajian tari tayub yang dilakukan oleh penari yang sama dapat berbeda dari satu kajian ke kajian yang lain. Hal ini terjadi karena interpretasi dan pembawaan penari tidak dipengaruhi oleh tari susunan

(14)

14

orang lain. Akibatnya, sajian tarinya mempunyai penampilan yang spesifik. Perbedaan ini lebih besar terjadi karena interpretasi penari dapat muncul lebih bebas dan susunan tari yang dilakukan cenderung spontan. Dalam bentuk sajian ini, tampak jelas hubungan penari dan pengendang, dan keduanya mempunyai kesempatan untuk berimprovisasi. Dalam hal ini, penari memiliki peluang berekspresi lebih bebas dengan memilih ornamen-ornamen gerak yang sesuai. Bentuk sajian tari tayub itu memberi kesempatan pamer kemampuan, ketrampilan, dan penjiwaan tari secara penuh yang dapat dilakukan oleh penari dan pengendang. Bentuk sajian ini menampilkan situasi lebih murni, hampir merupakan ekspresi yang spontan. Peran emosional sebagai pendorong bergerak lepas dari ketegangan fisik yang dipertunjukkan oleh anggota badan.

Dalam sajian tari yang telah dibakukan koreografinya, bentuk sajiannya dipengaruhi oleh interpretasi penari dan penyusunan tari. Dalam hal ini, seorang penari hanya bertindak sebagai penyaji, sehingga interpretasinya dibatasi oleh susunan tari yang telah ada atau interpretasi penari telah dibatasi oleh interpretasi koreografi. Sementara itu koreografer yang satu dengan yang lain juga memiliki interpretasi yang berbeda, sehingga memunculkan susunan-susunan tari tayub yang berbeda-beda.

Perbedaan susunan tari itu biasanya dipengaruhi oleh konsep-konsep yang mendasari interpretasi itu. Interpretasi seorang koreografer dan juga penari membutuhkan referensi mengenai tari tayub, misalnya tentang asal mula tari tayub, fungsi serta kedudukannya, dan sebagainya. Walaupun interpretasi penari telah dibatasi oleh susunan tari yang ada tetapi interpretasi penari tetap mewarnai sajian tari tayub, sehingga sajian tari tayub yang dilakukan oleh penari yang sama dapat juga berbeda jika

(15)

15

disajikan pada waktu yang berbeda, meskipun perbedaan yang ada tidak sebesar jika dilakukan oleh penari lain. Perbedaan ini, selain disebabkan oleh interpretasi penari, juag dipengaruhi oleh suasana, kondisi, dan tempat pentas. Susunan tari yang ada biasanya cenderung lebih menekankan pada bentuk visual, terutama pada bentuk dan garis yang dibentuk oleh penari. Interpretasi seorang penari dalam bentuk sajian berjalan lebih baik, jika rangkaian gerak yang dilakukan tampak mengalir dan berjalan terus secara kontinyu, dengan pola gerak lebih bersih dan lebih harmonis, yang akan mencerminkan keselarasan.

Nilai estetis tari tayub juga dipengaruhi oleh kesan erotis yang timbul dari penyajiannya. Kesan erotis ditentukan oleh postur tubuh penari dengan penataan busana yang ketat rapi serta segala gerak yang dilakukan oleh penari, yang didukung oleh unsur sensual yang lain seperti tubuh sintal dan genit, wajah yang cantik dan manis. Kesan erotis juga melekat pada ornamen-ornamen gerak tari tayub, walaupun tetap ada keterkaitan dengan penari yang melakukannya. Tari tayub tidak menampilkan gerak secara tematis, tetapi menggambarkan nilai keluwesan wanita Jawa, di samping nilai kedalaman. Penghayatan total dan penampilan yang wajar seorang penari tayub juga dapat menimbulkan rasa sensualitas. Nilai sensual tidak selalu dijumpai para penonton setiap sajian tari tayub, karena hal ini melekat pada pembawaan yang luwes dari seorang penari. Hal ini juga tergantung pada penonton, apakah ia dapat atau tidak tersentuh oleh sensualitas itu. Apabila seorang penghayat memiliki daya apresiasi tinggi, ia akan mampu menyerap nilai estetis tari tayub yang diungkapkan penari secara lengkap.

(16)

16

Penilaian mengenai nilai estetis itu relatif dan sangat dipengaruhi oleh kehidupan sosio-kultural masyarakat serta tata nilai yang berlaku dalam masyarakat itu. Perbedaan penilaian ini disebabkan adanya perbedaan persepsi, kepekaan terhadap keindahan dan wawasan seni.

Bentuk sajian tari tayub berkaitan pula dengan sikap pendukungnya. Artinya, bentuk sajian tari tayub masa kini harus disesuaikan dengan nilai masa kini., yang dimaksud dengan bentuk adalah bentuk fisik dan bentuk ungkap (ekspresi) yang berkaitan dengan nilai estetisnya.

Bentuk sajian tari tayub di desa Ngenthak tak pelak harus berkaitan dengan para pendukung dan penontonnya yang sekaligus sebagai penari. Keberagam gerak improvisasi, busana dan aspek penyajiannya secara menyeluruh tetaplah sangat menarik, komunikatif, dan dalam suasana yang menggembirakan dari awal hingga akhir pertunjukan.

KESIMPULAN

Kegiatan mengapresiasi akan mudah dilakukan dengan ada batasan apa yang seharusnya diapresiasi, sehingga Nampak focus. Sesungguhnya banyak aspek yang menarik untuk diapresiasi antara lain peran, fungsi, manfaat maupun nilai-nilai ritual dalam pertunjukan tari tayub.Beberapa aspek ini dapat juga diamati sebagai nilai tambah dan pendukung dalam berdiskusi maupun kematangan dalam membuat konsep karya tari nantinya.

Bekal kemampuan yang menarik dalam melakukan apresiasi yaitu :

(17)

17

1) Pengetahuan, pembekalan aspek pengetahuan dalam hal ini disesuaikan dengan tingkatan ranah. Kognitif yakni pengetahuan, pemahaman,

analisis, aplikasi, sintesa, dan evaluasi.

2) Kemampuan analistis meliputi deskripsi, analisis, interpretasi, dan judgement diuraikan dalam pengalaman belajar.

Kemampuan Estetik juga sangat diperlukan untuk memberikan kontribusi dalam menginterpretasikan data yang diperoleh.sehingga dapat dijadikan sumber inspirasi dan mengembangkan ide gagasannnya ke dalam proses dan pembuatan karya tari pendidikan.

===========================================================

Referensi :

Bahar, Mahdi. Ed. (2004), “Bunga Rampai”, Seni tradisi menantang Perubahan”, STSI-Padang Panjang, Solo.

Brakel, Clara. (1991), ”Tradisi Surakarta dan Peristilahannya”, Seni Tari Jawa, Mursabyo, Jakarta.

Damardjati, RS. (1995), Istilah-Istilah Dunia Pariwisata, PT Pradnya Pamarita, Jakarta.

Djelantik. (2004), Estetika, MSPI, Bandung.

Gunawan, Adi. (2001), Kamus Lengkap Inggris-Indonesia dan Indonesia-Inggris, Kartika, Surabaya.

Hadi, Y Sumandiya. (2005), Sosiologi Tari, Pustaka, Yogyakarta.Haryono,

Sutarno. (2002), ”Greget”, Penari Tayub Sebagai Dukun dalam Ritus Bersih Desa Di Jogowangsan Purworejo Jawa Tengah, Jurusan Tari

STSI, Solo.

Hassan, Fuad. (1976), Heteronomia, Dunia Pustaka Jaya, Jakarta

(18)

18

Kussudiardja, Bagong. (2000), Dari Klasik Hingga Kontemproer, Padepokan Press, Yogyakarta.

Widyastutieningrum, Sri Rochana. (2004), ”Seni Rakyat Menuju Istana”, Sejarah

Tari Gambyong”, Citra Etnika, Surakarta

Soedarsono. (1999), Seni Pertunjukan Indonesia Dan Pariwisata, MSPI, Bandung.

___________ (2003), Seni Pertunjukan Dari Perspektif Politik, Sosial, dan

Ekonomi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Soetarno. (2002), ”Greget”, Tari Tayub Dalam Ritual Bersih Desa, Jurusan Tari STSI, Solo.

Suwito,Yuwono Sri. (28 Juni 2005), ”Pemberdayaan Dalam Seni Pertunjukan

Tradisional” dalam Seminar Upaya Revitalisasi Seni Pertunjukan Melalui Festival, di PPPG Kesenian, Yogyakarta

Sumjati. (2001), Manusia Dan Dinamika Budaya, Fakultas Sastra UGM, Yogyakarta.

Williams, Raymond. (1981), Culture, Fontana Paper books, Glasgow. ============================================================= BIODATA PENULIS Nama : Drs. Daryanto, MSn

Tempat dan Tangal Lahir : Surakarta 28 Desember 1963

NIP : 19631228 199003 1 003

Pangkat/Golongan : Pembina , IV a

Jabatan : Widyaiswara Madya

Unit Kerja : P4TK Seni dan Budaya Yogyakarta

Alamat Unit Kerja : Jl. Kaliurang Km 12,5 Ngaglik Sleman Yogyakarta No Telepon Kantor : 0274 895803

No Telepon HP : 081 328 794 550

Alamat Email : dearyantoargo@gmail.com

Alamat Rumah : Peleman rt 33 rw 10, Rejowinangun, Kotagede, Yogyakarta.

Kualifikasi Akademik : S2 (pengkajian seni tari ISI Yogyakarta)

(19)

19

Referensi

Dokumen terkait

Dari pandangan yang agak berbeda dari pola pikir dijelaskan di atas, tetapi dapat dipakai sebagai kerangka teoritis untuk mengungkap interaksi komponen pluralitas hukum

Penelitian yang dilakukan memiliki tujuan untuk mengkaji dan mengulas pengaruh dari e-WOM negatif terhadap kepercayaan yang dimiliki oleh konsumen, pengaruh dari

Untuk sekolah yang tingkat kemampuan siswanya tinggi, guru perlu memberikan pengayaan kepada para siswa yang telah menguasai materi pada bab III terkait dengan dampak

Adapun makna dan simbol kembang setaman yang digunakan mandi ialah sebagai pembersihan diri dan pembersihan pusaka atas dosa dan kesalahan dalam perang , kembang

Proses pengeringan adalah perpindahan panas dan uap air secara simultan yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air dari permukaan bahan oleh media pengering

Dalam menunjang kegiatan pelayanan kesehatan tersebut banyak menggunakan bahan –bahan yang sifatnya berbahaya dan beracun bagi pasien, keluarga, pengunjung, staff rumah sakit

have / had been and the present / past participle. Beberapa kata keterangan dapat juga ditempatkan di antara has / have / had been dan partisip masa kini / masa lampau.

Dari hasil analisis data tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial dengan prestasi belajar siswa dalam mata