• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada berbagi pengetahuan yang terjadi antar anggota di dalamnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada berbagi pengetahuan yang terjadi antar anggota di dalamnya"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tim merupakan unit dasar pelaksanaan suatu pekerjaan pada tingkat organisasi (Gerard, 1995). Untuk itu, tim menjadi wadah utama yang memfasilitasi mengalirnya pengetahuan baik antar tim maupun di dalam tim itu sendiri (Brass, 1984). Keluasan pengetahuan pada level tim dan organisasi tergantung pada berbagi pengetahuan yang terjadi antar anggota di dalamnya (Cabrera dan Cabrera, 2005; Davenport dan Prusak, 1998; Nonaka, 1994). Berbagi pengetahuan dibutuhkan oleh individu sebagai anggota tim agar memiliki kinerja lebih baik dan efektif (Balkundi dan Harrison, 2006; Cohen dan Levinthal, 1990). Hal itu akan efektif terutama bila didukung oleh adanya ikatan dan kepaduan/kekompakan di antara anggota tim (Brass, 1984; Woerkom dan Sanders, 2010). Disamping itu, berbagi pengetahuan juga merupakan hal penting dan menantang untuk meningkatkan pemanfaatan pengetahuan antar anggota tim (Cabrera dan Cabrera, 2002).

Berbagi pengetahuan di dalam tim terjadi dalam konteks tidak hanya karyawan di lingkungan organisasi tetapi juga mahasiswa dalam konteks belajar-mengajar. Mahasiwa yang terlibat dalam tim akan lebih efektif dalam menyelesaikan tugas karena mereka akan menemukan pengalaman dan pengetahuan baru (Hamlyn-Harris et al., 2006). Kerja tim dibentuk untuk membantu mahasiswa mengembangkan kreativitas, pengetahuan, kompetensi,

(2)

2 dan pembelajaran hidup jangka panjang (Southern Cross University, 2013). Kerja tim juga memiliki peran penting bagi dunia pendidikan terutama mahasiswa sebagai persiapan kesuksesan mereka (Hughes dan Jones, 2011).

Lebih lanjut, terdapat beberapa keuntungan kerja tim bagi mahasiswa antara lain dapat meningkatkan kemampuan pengelolaan proyek, manajemen waktu, menyelesaikan masalah, komunikasi, pengambilan keputusan, dan negosiasi (Crebert et al., 2011). Selama satu dekade terakhir, mahasiswa yang siap kerja dan mampu kerja tim telah banyak dibutuhkan perusahaan (Dunne dan Rawlins, 2000). Hal ini karena memperpendek masa belajar dan mempersiapkan masa depan mahasiswa menjadi anggota tim yang efektif ketika menjadi karyawan (Kunkel dan Shafer, 1997; Ulloa dan Adams, 2004). Salah satu cara meningkatkan keefektifan kerja tim adalah adanya kemauan mahasiswa untuk berbagi pengetahuan. Dengan berbagi pengetahuan yang dimiliki akan meningkatkan pemanfaatan pengetahuan di dalam tim.

Berbagi pengetahuan merupakan proses berbagi informasi, ide, saran, keahlian, pemahaman, dan penyerapan pengetahuan yang relevan diantara anggota tim (Bartol dan Srivastava, 2002; Ipe, 2003; Liebowitz, 2001). Berbagi pengetahuan juga merupakan kekuatan untuk mendorong pertukaran dan penciptaan pengetahuan, sehingga dapat meningkatkan kapasitas intelekual anggota tim (Liebowitz, 2001). Berbagi pengetahuan yang efisien dapat dicirikan dari adanya penggabungan individu dari sub unit organisasi yang berbeda ke dalam sebuah tim (Hansen, 1999; Szulanski, 1996).

(3)

3 Dalam tim, setiap anggota dapat belajar tidak hanya dari pengalaman sendiri tetapi juga pengalaman anggota lain di dalam tim. Anggota tim dapat saling berinteraksi, berbagi pengetahuan, memberikan tanggapan, penjelasan, maupun nasehat (Ellis et al., 2003). Berbagi pengetahuan antar anggota tim memberikan sumber pengetahuan baru dan aliran pengetahuan yang rutin (Clark et al., 2002). Adanya berbagi pengetahuan juga akan mendorong anggota tim untuk berpikir bersama dalam menyelesaikan tugas dan mengambil keputusan.

Pengetahuan yang dibagi dalam tim dapat dibedakan menjadi dua yaitu pengetahuan tacit dan pengetahuan eksplisit (Nonaka dan Takeuchi, 1995). Pengetahuan tacit adalah pengetahuan yang bersifat pribadi dan dalam konteks-spesifik (Nonaka dan Takeuchi, 1995). Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang ditularkan secara formal dengan bahasa yang sistematis dan lebih mudah untuk diakses (Nonaka dan Konno, 1998; Nonaka dan Takeuchi, 1995). Pengetahuan tacit lebih sulit untuk diubah menjadi bentuk eksplisit (Berman et al., 2002). Untuk itu, berbagi pengetahuan tacit antar individu dengan latar belakang, perspektif, dan motivasi yang berbeda merupakan tahap penting bagi penciptaan pengetahuan (Nonaka dan Takeuchi, 1995). Lebih lanjut, proses ini dapat terjadi melalui komunikasi dan merupakan proses simultan dari hal atau situasi yang kompleks.

Situasi yang kompleks mengenai pengetahuan ternyata belum dapat diatasi dengan adanya teknologi informasi (Yang dan Farn, 2009). Hal ini disebabkan karena individu masih mengandalkan rekan kerja agar dapat

(4)

4 menangani pekerjaan mereka melalui berbagi pengetahuan (Lin, 2007). Untuk mendapatkan pengetahuan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan pekerjaan, biasanya individu akan mengandalkan jejaring sosial yang dimilikinya (Granovetter, 1973). Hal ini karena berbagi pengetahuan melekat pada jejaring tim yang luas (Wang dan Noe, 2010). Selain itu, dalam jejaring sosial terdapat ikatan antar individu yang memfasilitasi berbagi pengetahuan dan meningkatkan kualitas pengetahuan yang diterima (Cross dan Cummings, 2004; Hansen, 1999; Reagans dan McEvily, 2003).

Menurut literatur yang membahas tentang jejaring sosial, terdapat tiga teori paling terkemuka dan banyak digunakan untuk menjelaskan tentang jejaring sosial. Tiga teori tersebut antara lain struktur jejaring, kekuatan ikatan (strength ties), dan konten ikatan (tie content) (Zhou et al., 2010). Pertama, teori struktur jejaring lebih dikenal dengan jejaring lintas lubang struktural (structural holes) yang dikemukakan oleh Burt (1992). Teori ini mengemukakan bahwa struktur jejaring yang efisien ditandai dari perkenalan yang tidak berlebihan dan dapat dihubungkan oleh siapapun (Burt, 1992). Lebih lanjut, jejaring ini digunakan untuk memperoleh informasi baru dari jejaring yang belum terhubung sebelumnya dan bersifat terbuka. Struktur jejaring yang terbuka akan memberikan manfaat optimal dalam memperoleh informasi dan pembelajaran (Burt, 1992).

Lebih lanjut, untuk menghubungkan jejaring yang sebelumnya tidak berhubungan dapat diisi dengan adanya modal sosial. Modal sosial adalah kemampuan individu untuk berasosiasi dengan individu lain, sehingga terjalin

(5)

5 kerja sama diantara mereka (Burt, 1992). Dalam modal sosial dapat diperoleh manfaat yang oleh Putnam (2000) dalam Norris (2002) disebut dengan ikatan “bridging” (bridging ties) dan ikatan “bonding” (bonding ties). Ikatan “bridging” diartikan sebagai menghubungkan „ikatan lemah‟ (Granovetter, 1983). Ikatan “bridging” menghubungkan hubungan yang longgar, seperti saling memberikan informasi atau saling menawarkan perspektif baru, tetapi tidak memberikan dukungan emosional secara khusus. Sedangkan ikatan “bonding”, menggambarkan ikatan kuat dengan keluarga atau teman dekat. Ikatan “bonding” disertai dengan adanya dukungan emosi atau akses kepada sumber daya (pengetahuan) yang langka (Stone, 2003).

Kedua, teori kekuatan ikatan dikemukakan oleh Granovetter (1973) yang fokus pada membangun sumber pengetahuan melalui pembentukan jejaring dengan adanya ikatan dan hubungan timbal balik. Kekuatan ikatan dilihat berdasarkan kuat-lemahnya ikatan yang menunjukkan kedekatan dan frekuensi interaksi antara dua pihak (Granovetter, 1973; Hansen, 1999). Dalam konteks ini, dapat berupa interaksi antara pencari pengetahuan dan sumber pengetahuan. Pencari pengetahuan adalah individu atau dalam konteks penelitian ini adalah mahasiswa yang membutuhkan suatu pengetahuan tertentu untuk menyelesaikan pekerjaannya. Disisi lain, sumber pengetahuan adalah individu yang memiliki pemahaman atas pengetahuan yang dibutuhkan oleh individu lain/rekan kerja.

Ketiga, teori konten ikatan yang dibedakan menjadi dua yaitu ikatan instrumental (instrumenal ties) dan ikatan ekspresif (expressive ties) (Lincoln

(6)

6 dan Miller, 1979). Ikatan instrumental adalah ikatan yang timbul sebagai proses penyelesaian tugas secara formal, contohnya adalah ikatan antara atasan dan bawahan (Manev dan Stevenson, 2001; Zhou et al., 2010). Ikatan instrumental menghubungkan individu yang memiliki kesamaan misi, sifat, nilai, dan persepsi (Lin, 2007; Marsden, 1988). Disisi lain, ikatan ekspresif adalah ikatan informal yang melibatkan masalah emosi, pertemanan, dan dukungan sosial (Ibarra, 1993). Ikatan ekspresif cenderung menghubungkan individu yang memiliki kesamaan jenis kelamin, budaya, dan ras (Ibarra, 1992; Zhou et al. 2010).

Penelitian ini fokus pada kekuatan ikatan dalam jejaring sosial untuk menjelaskan berbagi pengetahuan. Hal ini karena kekuatan ikatan dapat menjelaskan hubungan timbal balik antara pencari pengetahuan dan sumber pengetahuan (Granovetter, 1973; Hansen, 1999). Selain itu, kekuatan ikatan merupakan saluran penting untuk mendorong berbagi pengetahuan (Hansen, 1999; Szulanski, 1996), namun masih sedikit yang melakukan penelitian mengenai konsep ini (Levin dan Cross, 2004; Lin, 2007).

Dalam teori kekuatan ikatan yang menjelaskan tentang pembangunan jejaring, ikatan dibedakan menjadi dua yaitu ikatan kuat dan ikatan lemah (Granovetter, 1973; Granovetter, 1983). Ikatan lemah ditandai oleh adanya jarak dan interaksi yang sedikit. Ikatan lemah dikatakan efisien untuk berbagi pengetahuan ketika menyediakan akses pada informasi baru (Hansen, 1999). Selain itu, ikatan lemah juga menghubungkan tim maupun individu yang

(7)

7 tidak memiliki ikatan (Hansen, 1999) dan penyebaran pengetahuan (Granovetter, 1982; Rogers, 1995).

Di sisi lain, ikatan kuat mengarah pada berbagi pengetahuan yang lebih dalam (Hansen, 1999), mudah diakses, dan adanya kesediaan untuk membantu (Krackhardt, 1992). Hal ini terjadi pada tim kecil dimana setiap individu mengetahui apa yang diketahui individu lain. Contoh tim dalam konteks mahasiswa yaitu, ketika mahasiswa berdiskusi mengerjakan tugas membentuk tim kecil yang terdiri dari beberapa individu. Adanya diskusi yang terjadi antar mahasiswa menandakan adanya interaksi satu sama lain untuk berbagi pengetahuan. Frekuensi interaksi tersebut menunjukkan adanya peningkatan ikatan antar mahasiswa karena mereka semakin saling mengenal dan percaya (Hansen, 1999).

Berdasarkan beberapa literatur yang melakukan penelitian (e.g Hansen, 1999; Levin dan Cross, 2004; Zhou et.al., 2010) tentang pengaruh kekuatan ikatan pada berbagi pengetahuan, masih terdapat hasil yang berbeda-beda. Penelitian Hansen (1999) menunjukkan bahwa ikatan lemah membantu berbagi pengetahuan yang sifatnya tidak kompleks di seluruh tim dalam waktu singkat, namun akan menghambat bila pengetahuan itu kompleks. Tim yang memiliki ikatan lemah kurang bersedia berbagi pengetahuan secara kompleks karena enggan untuk berbagi (Lin, 2007). Selain itu, ikatan lemah juga memfasilitasi berbagi pengetahuan yang bersifat eksplisit, sedangkan ikatan kuat lebih memudahkan berbagi pengetahuan tacit karena adanya kepercayaan (Hansen, 1999; Lin, 2007).

(8)

8 Penemuan Hansen (1999) tersebut bertolak belakang dengan hasil penelitian Levin dan Cross (2004). Hasil penelitian Levin dan Cross (2004) menunjukkan bahwa ikatan kuat mempengaruhi berbagi pengetahuan melalui mediasi berupa kepercayaan. Lebih lanjut, ikatan lemah memberikan akses pada berbagi pengetahuan yang sifatnya tidak kompleks. Namun antara kekuatan ikatan dan pengetahuan tacit tidak ada efek interaksi (Levin dan Cross, 2004). Pendek kata, masih terdapat ketidakkonsistenan penemuan terkait dengan pengaruh ikatan pada keefektifan berbagi pengetahuan. Karenanya, penelitian ini ditujukan untuk memberikan kontribusi dalam mengatasi perbedaan penemuan tersebut.

Kekuatan ikatan sebagai refleksi dari interaksi jejaring sosial dapat membantu terciptanya kepercayaan (Tsai dan Ghosal, 1998). Kepercayaan tersebut diharapkan akan meningkatkan berbagi pengetahuan dan penyediaan pengetahuan yang efektif (Levin dan Cross 2004; Tsai dan Ghosal 1998). Individu yang memiliki ikatan kuat akan mendapatkan dukungan sosial dan kepercayaan dari individu lain (Krackhardt, 1992). Hal ini akan mempengaruhi individu untuk berbagi pengetahuan.

Kepercayaan adalah sesuatu yang berkembang dari waktu ke waktu ketika individu saling mengenal (Sondergaard et al., 2007). Sumber pengetahuan yang handal dan memiliki kredibilitas akan dipercaya oleh penerima pengetahuan (Riege, 2005; Szulanski et al., 2004). Penelitian tentang peran kepercayaan sebagai pemediasi antara kekuatan ikatan dan berbagi pengetahuan masih dibutuhkan (Wang dan Noe, 2010). Hal ini karena

(9)

9 masih sedikit yang meneliti peran kepercayaan sebagai pemediasi, padahal unsur utama penghubung kekuatan ikatan dan berbagi pengetahuan adalah kepercayaan (Castelfranchi, 1998).

Dalam jejaring sosial dan berbagi pengetahuan, kepercayaan terhadap rekan kerja dipercaya dapat memediasi antara jejaring dan berbagi pengetahuan (Zhou et al., 2010). Studi mengenai kekuatan ikatan pada jejaring sosial telah dilakukan Levin dan Cross (2004) pada tiga divisi, masing-masing satu divisi dari perusahaan farmasi Amerika, bank Inggris, dan perusahaan minyak dan gas di Kanada. Studi tersebut menguji dan menemukan bahwa kepercayaan secara penuh memediasi antara kekuatan ikatan dan berbagi pengetahuan. Kepercayaan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu kepercayaan berdasarkan afektif dan kognitif (McAllister, 1995). Dalam bahasa berbeda, Mayer et al. (1995) mengartikan kepercayaan berdasarkan afektif sebagai kepercayaan berdasarkan perbuatan baik (benevolence), sedangkan kepercayaa berdasarkan kognitif diartikan sebagai kepercayaan berdasarkan kompetensi.

Penelitian ini menggunakan konsep kepercayaan berdasarkan afektif dan kognitif dari McAllister (1995) sebagai pemediasi kekuatan ikatan dan berbagi pengetahuan. Hal ini karena kepercayaan berdasarkan afektif dan kognitif dapat menjembatani adanya kekuatan ikatan dan ikatan emosi yang lebih besar untuk mendorong individu bersedia membagi pengetahuannya (Rulke dan Rau, 2000; Levin et al., 2002). Selain itu, kepercayaan dapat meminimalkan ketakutan individu untuk berbagi pengetahuan/membantu

(10)

10 rekan kerja ketika bekerja sama dalam sebuah jejaring sosial yang memiliki ikatan kuat (Castelfranchi, 1998).

Levin dan Cross (2004) melakuan studi pada tim penelitian dan pengembangan, menemukan bahwa kepercayaan berdasarkan kognitif memediasi pengaruh kekuatan ikatan tim pada berbagi pengetahuan dengan melihat kompetensi yang dimiliki sumber pengetahuan. Lebih lanjut, pencari pengetahuan akan menjalin ikatan kuat dan percaya dengan melihat kompetensi, keterampilan, dan keahlian yang dimiliki sumber pengetahuan (Rulke dan Rau, 2000). Di sisi lain, kepercayaan berdasarkan afektif menentukan luasnya berbagi pengetahuan dengan melihat adanya kepedulian, perhatian, dan melihat sifat dasar individu (McAllister, 1995; Mayer et al., 1995). Individu bersedia membagi pengetahuannya karena terdapat kekuatan ikatan dan kepercayaan dari adanya perhatian dan kepedulian yang diberikan oleh individu lain.

Sebagian besar penelitian tentang pengaruh kekuatan ikatan terhadap berbagi pengetahuan hanya fokus membahas peran dan penggunaan mediasi (e.g Levin dan Cross, 2004; Lin, 2007; Zhou et al., 2010). Penelitian yang memasukkan konsekuensi kekuatan ikatan, kepercayaan, dan berbagi pengetahuan terhadap kinerja tim masih minim dilakukan (Cross dan Cummings, 2004, Levin dan Cross, 2004). Untuk itu, penelitian ini ditujukan untuk mengisi gap penelitian sebelumnya dengan meneliti pengaruh kekuatan ikatan terhadap berbagi pengetahuan dan kinerja tim yang dimediasi oleh kepercayaan.

(11)

11 Kinerja menjadi hal yang sangat penting bagi tim karena menunjukkan adanya integrasi anggota di dalamnya (Balkundi dan Harrison, 2006). Kemampuan menyelesaikan tugas tim adalah hasil kerja sama yang baik diantara anggota tim. Salah satu faktor penting penentu kinerja tim adalah adanya berbagi pengetahuan (Argote, 1999). Meningkatnya berbagi pengetahuan di dalam tim akan mendorong penggunaan pengetahuan menjadi lebih baik, terutama untuk memperbaiki pengambilan keputusan (Stasser dan Titus, 1985 dalam Srivastava et al., 2006).

Menurut Kilduff dan Tsai (2003), kekuatan ikatan dapat mempengaruhi kinerja tim, namun hal ini disesuaikan dengan pengetahuan yang ada dalam jejaring sosial. Tanpa adanya ikatan, tim akan sulit mendapatkan pengetahuan itu dari mana dan dari siapa, terutama pengetahuan tacit (Rulke dan Galaskiewicz, 2000). Pengetahuan tacit ini sangat berpengaruh pada kinerja dan penyelesaian tugas individu dengan baik. Karenanya, semakin kuat ikatan antar individu di dalam tim semakin meningkatkan interaksi berbagi pengetahuan, yang pada akhirnya semakin meningkatkan kinerja tim itu sendiri.

Penelitian ini dilakukan dalam konteks tim mahasiswa di Indonesia karena kerja tim juga terjadi dalam proses belajar-mengajar. Dalam proses tersebut, mahasiswa menyelesaikan tugas kuliah baik kuliah klasikal, praktikal maupun outdoor yang banyak diterapkan oleh universitas di Indonesia. Untuk menyelesaikan tugas, mahasiswa sering dibentuk dalam sebuah tim yang dapat berbentuk tim tugas di kelas/diskusi, tugas rumah,

(12)

12 magang, maupun Kuliah Kerja Nyata (KKN). KKN menjadi fokus penelitian ini karena KKN memungkinkan menjadi media terjadinya interaksi yang intens antar mahasiswa dari berbagai latar belakang program studi, seperti program studi eksak dan non eksak. Lebih lanjut, pada konteks natural antar individu di dalam tim akan memiliki keeratan ikatan apabila mereka tinggal bersama (Balkundi dan Harrison, 2006).

Dalam tim KKN UGM, mahasiswa tinggal bersama selama dua bulan, mengerjakan satu aktivitas dalam durasi tertentu, dibebani tugas untuk setting the goal, berinteraksi 24 jam sehingga aspek emosional dan kepercayaan (afektif dan kognitif) dapat dilihat. Interaksi dalam tim KKN melibatkan adanya ikatan sehingga dapat saling mengetahui karakter, sifat dari masing-masing anggota tim, dan itu tidak terlihat pada proses belajar-mengajar secara klasikal. Dalam proses belajar-mengajar secara klasikal biasanya dosen mendesain kelas, anggotanya berbeda-beda sehingga sulit untuk diukur kinerjanya, sedangkan dalam konteks KKN kinerjanya lebih mudah diukur (Muis, 2011). Hal ini karena anggota tim KKN jelas, memiliki anggota yang sama, berasal dari poin of zero until something, dan ikatan akan terbentuk bila ada hubungan jangka panjang.

Untuk memudahkan pengamatan, data penelitian tidak diambil dari KKN semua universitas, tetapi menggunakan KKN dari universitas yang secara historis adalah universitas tertua di Indonesia yaitu Universitas Gadjah Mada (UGM). KKN UGM ini dipilih karena di UGM terdapat dinamika kultur, heterogenitasnya tinggi baik heterogen dari latar belakang ilmu

(13)

13 (multidisiplin) maupun geografi. Selain faktor tersebut, komposisi mahasiswa di UGM juga datang dari beragam karakteristik, disamping karena memiliki kemudahan akses.

Berdasarkan diskusi pada latar belakang, secara singkat terdapat beberapa gap penelitian sebelumnya yang diisi oleh penelitian ini, yaitu: penelitian tentang pengaruh kekuatan ikatan tim terhadap berbagi pengetahuan dan kinerja tim masih sedikit (Cross dan Cummings, 2004; Levin dan Cross, 2004; dan Lin, 2007). Disisi lain, adanya kekuatan ikatan antar individu dalam jejaring sosial dapat memfasilitasi berbagi pengetahuan dan meningkatkan kualitas informasi yang diterima (Cross dan Cummings, 2004; Hansen, 1999). Berbagi pengetahuan juga merupakan faktor paling penting untuk meningkatkan kinerja individu yang dapat meningkatkan kinerja tim itu sendiri (Balkundi dan Harrison, 2006). Penelitian-penelitian terdahulu tentang topik ini menunjukkan adanya kebutuhan untuk menganalisis lebih lanjut pengaruh kekuatan ikatan pada berbagi pengetahuan dan kinerja, terutama yang dimediasi oleh kepercayaan pada konteks tim mahasiswa (Cross dan Cummings, 2004; Levin dan Cross, 2004; Zhou et al., 2010).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah menguji pengaruh kekuatan ikatan pada berbagi

(14)

14 pengetahuan dan kinerja tim yang dimediasi oleh kepercayaan. Secara rinci, gap penelitian yang akan diisi penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis, berdasarkan reviu mengenai kekuatan ikatan dan berbagi pengetahuan yang dilakukan penelitian sebelumnya (e.g. Cross dan Cummings, 2004; Levin dan Cross, 2004; Zhou et al., 2010) menunjukkan masih ada kebutuhan untuk dilakukan pengujian pengaruh kekuatan ikatan pada berbagi pengetahuan dan kinerja.

2. Secara metodologikal, berdasarkan penelitian sebelumnya (e.g. Castelfranchi, 1998; Levin dan Cross, 2004) diperlukan adanya variabel pemediasi, oleh karena itu penelitian ini memperlakukan variabel kepercayaan berdasarkan afektif dan kognitif sebagai variabel pemediasi yang merupakan penghubung antara kekuatan ikatan dan berbagi pengetahuan. Selain itu, Levin dan Cross (2004) menyarankan untuk memasukkan variabel kinerja tim sebagai konsekuensi dari berbagi pengetahuan, serta masih ada ketidakkonsistenan hasil penelitian sebelumnya (e.g. Levin dan Cross, 2004; Hansen, 1999) sehingga penelitian ini masih relevan untuk dilakukan.

3. Secara empiris, penelitian sebelumnya tentang pengaruh kekuatan ikatan pada berbagi pengetahuan banyak dilakukan dalam konteks perusahaan dan masih sedikit yang mengambil konteks tertentu seperti pada konteks dinamika mahasiswa (Zhou et al., 2010). Untuk itu, penelitian ini menggunakan konteks tim pada mahasiswa untuk menguji pengaruh kekuatan ikatan pada berbagi pengetahuan.

(15)

15 C. Pertanyaan Penelitian

Isu riset ini dapat dirumuskan dalam beberapa pertanyaan penelitian berikut:

1. Apakah kekuatan ikatan berpengaruh pada berbagi pengetahuan?

2. Apakah kekuatan ikatan berpengaruh pada berbagi pengetahuan yang dimediasi oleh kepercayaan berdasarkan afektif?

3. Apakah kekuatan ikatan berpengaruh pada berbagi pengetahuan yang dimediasi oleh kepercayaan berdasarkan kognitif?

4. Apakah berbagi pengetahuan berpengaruh pada kinerja tim?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menguji pengaruh kekuatan ikatan pada berbagi pengetahuan.

2. Menguji pengaruh kekuatan ikatan pada berbagi pengetahuan yang dimediasi oleh kepercayaan berdasarkan afektif.

3. Menguji pengaruh kekuatan ikatan pada berbagi pengetahuan yang dimediasi oleh kepercayaan berdasarkan kognitif.

4. Menguji pengaruh berbagi pengetahuan pada kinerja tim.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi teoritis, metodologis, dan empiris mengenai pengaruh kekuatan ikatan terhadap

(16)

16 berbagi pengetahuan dan kinerja tim yang dimediasi oleh kepercayaan pada konteks kerja tim mahasiswa.

2. Hasil penelitian ini secara praktikal dapat menjadi masukan bagi perumusan kebijakan dalam hal mendorong individu (mahasiswa) agar bersedia berbagi pengetahuan sehingga dapat meningkatkan kinerja.

F. Struktur Penulisan

Struktur penulisan tesis ini terdiri dari 5 (lima) bab. Bab I mendiskusikan latar belakang yang mendasari pentingnya dilakukan penelitian ini, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur penelitian. Bab II menjelaskan teori yang melandasi penelitian, definisi variabel penelitian, dan pengembangan hipotesis penelitian. Bab III berisi tentang desain penelitian, sampel, uji instrumen, prosedur pengolahan data level tim dan analisi data. Bab IV mendiskusikan hasil penyebaran kuesioner, deskripsi responden, hasil pengujian instrumen, hasil pengujian hipotesis penelitian, dan pembahasan. Terakhir, Bab V membahas uraian tentang simpulan hasil penelitian, keterbatasan dan saran penelitian mendatang, serta implikasi teori dan manajerial.

Referensi

Dokumen terkait

(2013) menunjukkan fakta uji in vitro bahwa konsentrasi 10% ekstrak etanol biji pinang memiliki aktifitas antelmintik yang dapat menyebabkan paralisis cacing

Sosialisasi yang lakukan oleh tim pengabdian ini adalah mengarahkan remaja di pedesaan untuk berpikir kreatif, produktif, inovatif dan anti terhadap narkoba

Pada tahun ini terjadi peningkatan posisi keuangan dari tahun sebelumnya yang sempat terpuruk, peningkatan tersebut disebabkan oleh bertambahnya jumlah total

Berdasarkan simpulan, maka penulis memberikan saran sebagai berikut: (1) penggunaan model pem4 belajaran inkuiri dengan pendekatan nilai dapat dijadikan salah

dalam pembelajaran IPA khususnya pada materi Perubahan Wujud Benda. 4) Metode inkuiri dengan media pictorial riddle memberikan pengaruh yang sedang terhadap hasil

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa dari 346 responden diketahui bahwa konsumen percaya bahwa atribut jeruk lokal yang memiliki kinerja paling baik hingga terendah

Pada kondisi lingkungan bisnis yang lebih kompleks seperti yang terjadi dewasa ini, sudah saatnya perusahaan-perusahaan mulai menerapkan perhitungan laba setiap pelanggan