• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kolelitiasis pada Anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kolelitiasis pada Anak"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Kolelitiasis pada Anak

I W. Gustawan, K. Nomor Aryasa, I P. G. Karyana, I G. N. Sanjaya Putra

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RS Sanglah Denpasar

Abstrak: Kolelitiasis pada anak termasuk penyakit yang jarang. Beberapa kondisi yang berhubungan dengan kolelitiasis yaitu penyakit hemolitik kronik (anemia sel sickle, sferositosis), kegemukan, penyakit atau reseksi ileum, fibrosis kistik, penyakit hati kronis, penyakit Crohn, nutrisi parenteral yang lama, prematuritas dengan komplikasi bedah atau non bedah, pengobatan kanker pada anak. Gejala klinik kolelitiasis bervariasi, bahkan lebih dari 80% kasus bersifat asimptomatik. Gejala klinis yang sering ditemukan adalah nyeri bilier dan jaun-dice obstructive. USG merupakan pemeriksaan pilihan untuk memeriksa anak dan remaja dengan keluhan nyeri perut kanan atas atau nyeri epigastrium. Alat ini aman dan sensitif untuk mengidentifikasi batu di kandung empedu. Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan nonbedah dan bedah, namun sebagai baku emas penanganan kolelitiasis dengan gejala adalah Cholecystectomy.

(2)

Choletithiasis in Children

I W Gustawan, K Nomor Aryasa, IPG Karyana, IGN Sanjaya Putra

Departemen of Child Health, Medical Faculty Udayana University/Sanglah Hospital, Denpasar

Abstract: Cholelithiasis in children is rare. There are several conditions associated with

cholelithi-asis, i.e. chronic hemolytic diseases (sickle cell anemia, spherocytosis), obesity, ileal disease or resection, cystic fibrosis, chronic liver disease, crohnis disease, parenteral nutrition, prematurity with surgical or nonsurgical complication, cancer therapy. The clinical course of cholelitiasis is widely varied, but 80% of them are asymptomatic. The most frequent clinical courses are bilier pain and obstructive jaundice. USG is the first choice in examining child and adolescent with right upper abdominal pain or epigastric pain, since this examination is save and sensitive to identify cholelithiasis. The treatment is including surgical and non surgical therapy, but for symptomatic cholelithiasis, cholecystectomy is the first choice.

Keywords: cholelithiasis, cholecystectomy

Definisi

Kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam kandung empedu.1 Komposisi dari

kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol, pigmen empedu, kalsium dan matriks inorganik.2,3 Lebih dari 70% batu saluran

empedu pada anak-anak adalah tipe batu pigmen, 15-20% tipe batu kolesterol dan sisanya dengan komposisi yang tidak diketahui.2 Di negara-negara Barat, komponen utama

dari batu empedu adalah kolesterol, sehingga sebagian batu empedu mengandung kolesterol lebih dari 80%.3

Epidemiologi

Kolelitiasis termasuk penyakit yang jarang pada anak.1

Di Amerika Serikat, prevalensi kolelitiasis pada anak dilaporkan hanya 0,15-0,22%, sedangkan pada orang dewasa berkisar 4-11%.4 Ganesh et al4 dalam pengamatannya dari Januari 1999 sampai Desember 2003 di Kanchi Kamakoti

Child Trust Hospital, mendapatkan dari 13 675 anak yang mendapat pemeriksaan ultrasonografi (USG), 43 (0,31%) terdeteksi memiliki batu kandung empedu. Rasio laki-laki dan perempuan adalah 2,3:1. Median umur untuk anak laki-laki adalah 5 tahun (3 bulan-14 tahun) dan median umur untuk anak perempuan adalah 9 tahun (7 bulan-15 tahun). Semua ukuran batu kurang dari 5 mm dan 56% merupakan batu yang soliter. Empat puluh satu anak (95,3%) dengan gejala asimtomatik dan hanya 2 anak dengan gejala.

Bakhotmah5 dalam pengamatannya di Rumah Sakit

Universitas Jeddah antara Januari 1986 sampai Juli 1996 hanya mendapatkan 8 kasus dengan kolelitiasis.Kumar et al6 dalam

pengamatannya tentang kolelitiasis pada anak antara tahun 1979-1996 mendapatkan dari 2000 tindakan bedah di Rumah

Sakit Anak Royal Alexandra antara tahun 1979-1987 dan 2500 tindakan bedah antara tahun 1988-1996 didapatkan insiden tindakan operasi karena kolelitiasis sebesar 0,2%.

Etiologi dan Faktor Risiko

Penyebab dan faktor risiko terbentuknya batu kandung empedu tidak secara jelas dibedakan. Ada yang menyebutkan faktor tertentu sebagai penyebab, namun sumber lain menyebutnya sebagai faktor risiko. Kumar et al6 mendapatkan

penyebab batu kandung empedu adalah idiopatik, penyakit hemolitik dan penyakit spesifik non hemolitik. Schweizer et

al7 anak yang mendapat nutrisi parenteral total yang lama,

setelah menjalani operasi by pass kardiopulmonal, reseksi usus, kegemukan dan anak perempuan yang mengkonsumsi kontrasepsi hormonal mempunyai risiko untuk menderita kolelitiasis.

Suchy2 menyebutkan beberapa kondisi yang

berhu-bungan dengan kolelitiasis adalah penyakit hemolitik kronik (anemia sel sickle, sferositosis), kegemukan, penyakit atau reseksi ileum, fibrosis kistik, penyakit hati kronis, penyakit Crohn, nutrisi parenteral yang lama, prematuritas dengan komplikasi bedah atau non bedah, pengobatan kanker pada anak.2 Schirmer et al8 menyebutkan faktor-faktor risiko

terbentuknya batu kandung empedu adalah kegemukan, dia-betes melitus, hormon estrogen dan kehamilan, penyakit hemolitik dan sirosis.

Berdasarkan jenis batu yang terbentuk, faktor risiko yang mempengaruhi terbentuknya batu berbeda-beda sesuai jenis batunya. Kondisi-kondisi yang merupakan faktor predisposisi terbentuknya batu pigmen hitam adalah penyakit hemolitik yang kronik, pemberian nutrisi parenteral total, kolestasis

(3)

kronik dan sirosis, pemberian obat (ceftriaxone). Ceftriaxone didapatkan dalam konsentrasi tinggi di kandung empedu dalam keadaan yang utuh. Sedangkan faktor predisposisi terbentuknya batu pigmen coklat adalah adanya infestasi parasit seperti Ascharis lumbricoides. Batu pigmen coklat ini sangat jarang dijumpai pada bayi dan anak. Untuk batu kolesterol, faktor risikonya adalah kegemukan, reseksi ileum, penyakit Crohn’s ileal dan fibrosis kistik.9

Kegemukan merupakan faktor yang signifikan untuk terjadinya batu kandung empedu. Pada keadaan ini hepar memproduksi kolesterol yang berlebih, kemudian dialirkan ke kandung empedu sehingga konsentrasinya dalam kandung empedu menjadi sangat jenuh. Keadaan ini merupakan faktor predisposisi terbentuknya batu.Kejadian batu kandung empedu meningkat pada wanita gemuk dan pubertas.9,10

Hubungan antara pemberian nutrisi parenteral total dengan batu kandung empedu, dibuktikan oleh Roslyn et

al11 yang menyelidiki secara prospektif 21 anak yang

mendapat nutrisi parenteral total yang lama, ternyata insiden terjadinya batu kandung empedu adalah 43%. Tipe batu yang terbentuk adalah batu nonkolesterol.

Risiko terjadinya kolelitiasis juga dijumpai pada anak dengan sindrom Down. Toscano et al12 melaporkan adanya

kolelitiasis pada anak dengan sindrom Down. Dari 126 anak dengan sindrom Down yang menjalani pemeriksaan Ultrasonografi (USG), 4,7% dijumpai adanya kolelitiasis.

Insidensi kolelitiasis meningkat pada anak yang menderita penyakit anemia sel sickle. Umur dan adanya hemolisis yang kronik diduga sebagai risiko terbentuknya batu pigmen. Pembentukan batu pada pasien ini 15% terjadi umur kurang dari 10 tahun dan meningkat 50% pada yang sudah berumur 20 tahun.13

Faktor genetik diduga berperan dalam terjadinya batu kandung empedu. Risiko menderita batu kandung empedu meningkat apabila kita memiliki keluarga dengan batu kandung empedu. Beberapa gen mungkin terlibat. Faktor etnis mungkin berperan dalam terjadinya batu kandung empedu. Sebagai contoh insiden kolelitiasis tinggi pada penduduk Indian Pima di Amerika dan penduduk asli di Chili dan Peru. Perempuan Indian Pima mempunyai risiko 80% untuk menderita batu kandung empedu.10

Faktor lain yang diduga berhubungan dengan kejadian kolelitiasis dan kolesistitis adalah adanya infeksi

Helico-bacter pylori dalam jaringan kandung empedu maupun cairan empedu. Silva et al14menemukan adanya Helicobacter DNA pada jaringan kandung empedu maupun cairan empedu penderita kolelitiasis. Namun hanya Helicobacter DNA pada jaringan kandung empedu yang mempunyai hubungan yang bermakna secara statistik dengan kejadian kolelitiasis. Tidak ditemukan adanya organisme Helicobacter pylori dalam kandung empedu maupun cairan empedu.

Bor et al15meneliti hubungan antara pemberian terapi ceftriaxone dengan terbentuknya batu kandung empedu, mendapatkan dari 38 anak (umur 1 bulan-17 tahun) yang mendapat terapi ceftriaxone selama 10 hari, 28,9% dideteksi menderita kolelitiasis dan 7,9% didapatkan endapan empedu pada kandung empedunya. Namun pada hari ke 90 setelah selesai pengobatan, semuanya menunjukkan hasil USG yang normal. Terjadi batu kandung empedu pada pemberian

ceftriaxone bersifat reversibel, tidak menunjukkan gejala dan biasanya hilang spontan begitu pengobatan dihentikan.15

Sakopoulos et al17 melaporkan dalam penelitiannya dari bulan Mei 1985 sampai Desember 1998, dari 311 anak-anak yang mendapat transplantasi jantung, 3,2% diketahui

Tabel 1. Perbedaan Batu Kolesterol, Batu Pigmen Hitam dan Batu Pigmen Coklat17

Karakteristik Batu Kolesterol Batu Pigmen Hitam Batu Pigmen Coklat

Warna Kuning pucat putih kecoklatan Hitam Coklat -oranye Konsistensi Keras Keras, mengkilat Lembek

Kristal berlapis Kristal Inti warna gelap

Jumlah, ukuran, dan keta- Multipel: 2-25 mm, halus Multipel: <5 mm tidak teratur, Multipel: 10-30 mm jaman Soliter: 2-4 cm, bulat, halus halus bulat, halus

Komposisi Kolesterol monohidrat > 50% Polimer pigmen (40%) Kalsium bilirubinat (60%) Lainnya: glikoprotein, garam Garam Kalsium (Karbonat, fosfat) Calcium fatty acid soaps

kalsium -15% palmitat, stearat)-15%

Kolesterol (2%) Kolesterol (15%) Lainnya (30%) Lainnya 10%

Radiodensitas Lusen 50% - opaque Lusen

CT scan (Hounsfield unit) <20-60 >140 60-140

Lokasi dalam sistem bilier Kandung empedu Kandung empedu Duktus Duktus Duktus intrahepatik

Asosiasi klinik Metabolik Hemolisis Infeksi

Tidak ada infeksi Sirosis Infestasi

(4)

menderita kolelitiasis. Delapan puluh persen dari penderita tersebut menerima transplantasi pada umur kurang dari 3 bulan. Walaupun angka insiden ini kecil, tetapi semua kejadian tersebut signifikan berhubungan dengan transplantasi jantung.16

Jenis Batu Kandung Empedu

Schirmer et al8membagi batu kandung empedu menjadi tiga jenis yaitu batu kolesterol, batu pigmen dan campuran (tabel 1).1,8,17 Batu kolesterol mengandung lebih dari 50%

kolesterol dari seluruh beratnya, sisanya terdiri dari protein dan garam kalsium.9 Batu kolesterol sering mengandung

kristal kolesterol dan musin glikoprotein. Kristal kolesterol yang murni biasanya agak lunak dan adanya protein menyebabkan kosistensi batu empedu menjadi lebih keras.3

Batu pigmen merupakan campuran dari garam kalsium yang tidak larut, terdiri dari kalsium bilirubinat, kalsium fosfat dan kalsium karbonat. Kolesterol terdapat dalam batu pigmen dalam jumlah kecil yaitu 10% dalam batu pigmen hitam dan 10-30% dalam batu pigmen coklat.9 Batu pigmen dibedakan

menjadi dua yaitu batu pigmen hitam dan batu pigmen coklat, keduanya mengandung garam kalsium dari bilirubin. Batu pigmen hitam mengandung polimer dari bilirubin dengan musin glikoprotein dalam jumlah besar, sedangkan batu pigmen coklat mengandung garam kalsium dengan sejumlah protein dan kolesterol yang bervariasi. Batu pigmen hitam umumnya dijumpai pada pasien sirosis atau penyakit hemolitik kronik seperti talasemia dan anemia sel sickle. Batu pigmen coklat sering dihubungkan dengan kejadian infeksi.1,3,17

Patogenesis Kolelitiasis

Patogenesis terbentuknya batu telah diselidiki dalam beberapa tahun terakhir. Walaupun beberapa aspek yang berperan sebagai penyebab belum diketahui sepenuhnya, namun komposisi kimia dan adanya lipid dalam cairan empedu memegang peran penting dalam proses terbentuknya batu. Kira-kira 8% dari lipid empedu dalam bentuk kolesterol dan 15-20% dalam bentuk fosfolipid. Keduanya tidak larut dalam air, dalam cairan empedu terikat dengan garam empedu dengan komposisi 70-80% dari lipid empedu.1

Empedu adalah suatu cairan aqueous yang terdiri dari lemak hidropobik yang tidak larut (kolesterol dan fosfolipid), yang selanjutnya bisa terlarut dengan bantuan suatu asam empedu.9 Empedu terdiri dari air (97,5 g/dL) garam empedu

(1,1 g/dL) bilirubin (0,04 g/dL) kolesterol (0,1 g/dL) asam lemak (0,12 g/dL) leshitin/fosfolipid (0,04 g/dL) Na+ (145 mEq/

L), K+ (5 mEq/L), Ca2+ (5 mEq/L), Cl- (100 mEq/L), HCO 3

- (28

mEq/L).18

Kolesterol dalam empedu bercampur dengan garam empedu dan fosfolipid membentuk campuran micelles dan vesikel.3 Micelles adalah kumpulan lemak yang mempunyai

dinding yang hidrofilik (larut dalam air) dan inti yang hidrofobik (tidak larut dalam air).20 Vesikel adalah suatu

Gambar 1. Triangular Coordinats yang Menggambarkan Kon-sentrasi Kelarutan Kolesterol dalam Suatu Cam-puran dengan Fosfolipid dan Garam Empedu3

bentukan sferik bilayers dari fosfolipid yang terdiri dari 2 rantai yaitu rantai nonpolar hidrokarbon menghadap dan rantai polar mengarah ke larutan. Pada keadaan kosentrasi kolesterol yang tinggi vesikel membawa kolesterol dalam jumlah besar.3

Hubungan antara kolesterol, fosfolipid dan garam empedu digambarkan dalam suatu segitiga yang sering disebut Triangular Coordinats yang menggambarkan konsentrasi kelarutan kolesterol dalam suatu campuran dengan fosfolipid dan garam empedu (gambar 1). The

maxi-mum equilibrium solubility dari kolesterol ditentukan oleh Tabel 2. Mekanisme Patologis sebagai Faktor Predisposisi

Terbentuknya Batu Kandung Empedu1 Mekanisme Patologis

Terbentuknya empedu abnormal akibat penyakit hati primer Penurunan konsentrasi garam empedu bilier

Peningkatan konsentrasi kolesterol bilier

Kelainan ileum yang menyebabkan peningkatan siklus entero-hepatikGangguan fungsi kandung empedu:

Kegagalan dalam pengosongan kandung empedu

Peningkatan konsentrasi empedu sehingga menjadi sangat jenuh

Hiperkonsentrasi empedu di level mukosa Abnormalitas kandungan empedu:

Peningkatan produksi bilirubin pada penyakit hemolitik Abnormalitas mukoprotein pada penyakit fibrosis kistik Bakteri

Parasit : Ascharis, Clonorchis sinensis Debris sel

Stasis – obstruksi duktus empedu Stasis – abnormalitas duktus empedu

Obat atau toksin menyebabkan kolestasis, peningkatan kolesterol bilier atau garam empedu

(5)

rasio kolesterol, fosfolipid dan garam empedu, yang dinyatakan dalam indeks saturasi kolesterol.1,3,9 Micelles

terbentuk jika titik potong konsentrasi relatif dari ketiga komponen (kolesterol, lesitin dan garam empedu) terletak pada area micellar. Keadaan ini berada dalam kondisi stabil untuk mencegah terbentuknya batu. Jika titik potong konsentrasi empedu terletak di luar area tersebut maka empedu bersifat litogenik. Berbagai kondisi dapat menyebabkan ketidakstabilan komposisi dari ketiga komponen tersebut, seperti terlihat dalam tabel 2.1

Patogenesis Batu Empedu Kolesterol

Terbentuknya batu kolesterol diawali adanya presipitasi kolesterol yang membentuk kristal kolesterol. Beberapa kondisi yang menyebabkan terjadinya presipitasi kolesterol adalah:

1. absorpsi air,

2. absorpsi garam empedu dan fosfolipid18

3. sekresi kolesterol yang berlebihan pada empedu,9,20

4. adanya inflamasi pada epitel kandung empedu20 dan

5. kegagalan untuk mengosongkan isi kandung empedu,9

6. adanya ketidakseimbangan antara sekresi kolesterol, 7. fosfolipid dan asam empedu, peningkatan produksi

musin di kandung empedu dan penurunan kontraktilitas dari kandung empedu.19 Batu kolesterol terbentuk ketika

konsentrasi kolesterol dalam saluran empedu melebihi kemampuan empedu untuk mengikatnya dalam suatu pelarut, kemudian terbentuk kristal yang selanjutnya membentuk batu.3,20

Pembentukan batu kolesterol melibatkan tiga proses yang panjang yaitu pembentukan empedu yang sangat jenuh (supersaturasi), pembentukan kristal kolesterol dan agregasi serta proses pertumbuhan batu. Proses supersaturasi terjadi akibat peningkatan sekresi kolesterol, penurunan sekresi garam empedu atau keduanya.17

Konsentrasi empedu yang melebihi indeks saturasi kolesterol membuat empedu menjadi sangat jenuh. Akibatnya terjadi peningkatan kolesterol dalam vesikel. Vesikel unilamelar yang jenuh kolesterol ini bergabung membentuk vesikel kolesterol multilamelar, kemudian terbentuk cluster yang dapat bertindak sebagai inti pembentukan kristal kolesterol. Pembentukan inti ini bisa bersifat homogen dan heterogen. Inti homogen terjadi apabila pembentukan kristal tanpa material asing, sedangkan heterogen apabila pem-bentukan kristal disertai material asing seperti sel epitel, pro-tein, garam kalsium atau benda asing. Pembentukan inti yang bersifat heterogen lebih sering terjadi dibandingkan dengan homogen.Kristal kolesterol ini terus tumbuh dan meng-gumpal dengan musin membentuk suatu batu (Gambar 2).3,9,17

Pembentukan kristal kolesterol dapat dipacu (promoter) dan dihambat (inhibitor) oleh suatu zat tertentu. Diper-kirakan promoter dan inhibitor tersebut berperan saat pembentukan inti kolesterol. Protein dapat bertindak sebagai

promoter dan inhibitor. Protein bilier dengan berat molekul

Gambar 2. Proses Pembentukan Batu Kandung Empedu3

lebih dari 130 kDa (Kilo Dalton) merupakan suatu promoter, sedangkan protein dalam empedu normal merupakan suatu

inhibitor. Faktor antinukleasi dari protein tersebut menjaga kestabilan vesikel kolesterol fosfolipid dalam empedu nor-mal dan menghambat proses kristalisasi. Faktor antinukleasi tersebut adalah Apolipoprotein A-I dan Apolipoprotein A-II. Musin dari kandung empedu juga merupakan promoter. Musin mempercepat pembentukan kristal kolesterol. Pemberian obat aspirin yang menghambat pengeluaran musin dikatakan mampu menghambat pembentukan kristal kolesterol. Kecepatan pembentukan kristal ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara faktor pro dan antinukleasi.9

Stasis dari kandung empedu juga mempengaruhi pembentukan kristal empedu dari bentuk mikroskopik menjadi bentuk makroskopik. Pergerakan kandung empedu meng-hambat pembentukan batu.9

Patogenesis Batu Non Kolesterol (Batu Pigmen)

Batu pigmen sebagian besar terbentuk dari bilirubin yang tak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi terdapat dalam pigmen empedu normal dalam jumlah yang sedikit, namun sangat sensitif untuk mengalami presipitasi oleh ion kalsium. Proses ini belum sepenuhnya diketahui, namun diduga sebagai awal terbentuknya batu adalah terjadi proses polimerisasi sehingga terbentuk polymers of cross-linked

bilirubin tetrapyrroles. Pencetus terjadinya proses poli-merisasi juga belum diketahui, namun diduga disebabkan oleh radikal bebas atau singlet oksigen yang diproduksi oleh hepar atau oleh makrofag atau neutrofil dalam mukosa kandung empedu.2 Pada manusia peningkatan kadar bilirubin tak

terkonjugasi merupakan akibat dari peningkatan kadar he-moglobin. Peningkatan bilirubin tak terkonjugasi dapat juga timbul akibat peningkatan proses hidrolisis enzimatik (beta glukoronidase) dari bilirubin terkonjugasi atau penurunan

(6)

jumlah inhibitor beta glukoronidase yaitu asam glutarat.9

Musin glikoprotein merupakan kerangka terbentuknya batu pigmen. Musin diproduksi oleh kripta kandung empedu. Hipersekresi musin juga memainkan peranan penting dalam pembentukan batu pigmen.3,9

Patogenesis Batu Pigmen Hitam

Batu pigmen hitam banyak dijumpai pada pasien-pasien sirosis, penyakit hemolitik seperti talasemia dan anemia sel

sickle.2 Batu pigmen hitam dijumpai dalam empedu yang steril

dalam kandung empedu. Pada gambaran radiologis hampir 50% terlihat sebagai gambaran radioopak, akibat me-ngandung kalsium karbonat dan kalsium fosfat dalam konsentrasi yang tinggi. Batu pigmen hitam biasanya mengkilat atau tumpul seperti aspal, sedangkan batu pigmen coklat lembek, dengan konsistensi seperti sabun.9,17

Batu pigmen hitam terjadi akibat melimpahnya bilirubin tak terkonjugasi dalam cairan empedu. Peningkatan ini disebabkan oleh karena peningkatan sekresi bilirubin akibat hemolisis, proses konjugasi bilirubin yang tidak sempurna (penyakit sirosis hati) dan proses dekonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi ini kemudian membentuk kompleks dengan ion kalsium bebas membentuk kalsium bilirubinat yang mempunyai sifat sangat tidak larut. Proses asidifikasi yang tidak sempurna menyebabkan peningkatan pH, dan keadaan ini merangsang pembentukan garam kalsium. Kalsium bilirubinat yang terbentuk terikat dengan musin tertahan di kandung empedu. Hal ini sebagai awal proses terbentuknya batu (gambar 3).9,17 BILIRUBIN DIGLUKURONIDE Beta Glukoronidase BILIRUBIN TAK TERKONJUGASI Kalsium Bilirubinat, Kalsium Karbonat dan Kalsium Fosfat

Musin

BATU PIGMEN HITAM

Gambar 3. Patogenesis Terbentuknya Batu Pigmen Hitam17

BILIRUBIN LECHITIN Bakteri Beta-Glukoronidase Bilirubin tak terkonjugasi Asam lemak Fosfolipase A1 Calcium Precipitates KOLESTEROL MUSIN BATU PIGMEN COKLAT

Pada penyakit batu pigmen hitam, empedu biasanya jenuh oleh adanya kalsium bilirubinat, kalsium karbonat dan kalsium fosfat. Garam kalsium ini merupakan akibat dari peningkatan jumlah bilirubin tak terkonjugasi atau pening-katan kalsium yang terionisasi. Peningpening-katan kalsium yang terionisasi biasanya akibat peningkatan jumlah kalsium terionisasi dalam plasma atau penurunan jumlah zat pengikat kalsium di dalam cairan empedu seperti garam empedu

mi-cellar dan vesikel lesitin kolesterol.9

Patogenesis Batu Pigmen Coklat

Batu pigmen coklat umumnya terbentuk dalam duktus biliaris yang terinfeksi. Gambaran radiologisnya biasanya radiolusen karena mengandung kalsium karbonat dan fosfat dalam konsentrasi yang kecil. Batu pigmen coklat me-ngandung lebih banyak kolesterol dibanding batu pigmen hitam, karena terbentuknya batu mengandung empedu dengan kolesterol yang sangat jenuh.3,9

Garam asam lemak merupakan komponen penting dalam batu pigmen coklat. Palmitat dan stearat yang merupakan komponen utama garam tersebut tidak dijumpai bebas dalam empedu normal, dan biasanya diproduksi oleh bakteri. Kondisi stasis dan infeksi memudahkan pembentukan batu pigmen coklat (gambar 4).9 Dalam keadaan infeksi kronis dan

stasis empedu dalam saluran empedu, bakteri memproduksi enzim b-glukoronidase yang kemudian memecah bilirubin glukoronida menjadi bilirubin tak terkonjugasi. Bakteri juga memproduksi phospholipase A-1 dan enzim hidrolase garam empedu. Phospholipase A-1 mengubah lesitin menjadi asam lemak jenuh dan enzim hidrolase garam empedu mengubah garam empedu menjadi asam empedu bebas. Produk-produk tersebut kemudian mengadakan ikatan dengan kalsium membentuk suatu garam kalsium. Garam kalsium bilirubinat,

(7)

garam kalsium dari asam lemak (palmitat dan stearat) dan kolesterol membentuk suatu batu lunak. Bakteri berperan dalam proses adhesi dari pigmen bilirubin.17

Gejala Klinik Kolelitiasis

Gejala klinik kolelitiasis bervariasi dari tanpa gejala hingga munculnya gejala. Lebih dari 80% batu kandung empedu memperlihatkan gejala asimptomatik.19 Gejala klinik

yang timbul pada orang dewasa biasanya dijumpai gejala dispepsia non spesifik, intoleransi makanan yang me-ngandung lemak, nyeri epigastrium yang tidak jelas, tidak nyaman pada perut kanan atas. Gejala ini tidak spesifik karena bisa terjadi pada orang dewasa dengan atau tanpa kolelitiasis.9

Pada anak-anak, gejala klinis yang sering ditemui adalah adanya nyeri bilier dan obstructive jaundice.5 Nyeri bilier

yang khas pada penderita ini adalah kolik bilier yang ditandai oleh gejala nyeri yang berat dalam waktu lebih dari 15 menit sampai 5 jam. Lokasi nyeri di epigastrium, perut kanan atas menyebar sampai ke punggung. Nyeri sering terjadi pada malam hari, kekambuhannya dalam waktu yang tidak beraturan.19 Nyeri perut kanan atas yang berulang merupakan

gambaran penting adanya kolelitiasis.2,9 Umumnya nyeri

terlokalisir di perut kanan atas, namun nyeri mungkin juga terlokalisir di epigastrium. Nyeri pada kolelitiasis ini biasanya menyebar ke bahu atas. Mekanisme nyeri diduga ber-hubungan dengan adanya obstruksi dari duktus. Tekanan pada kandung empedu bertambah sebagai usaha untuk melawan obstruksi, sehingga pada saat serangan, perut kanan atas atau epigastrium biasanya dalam keadaan tegang.9

Studi yang dilakukan oleh Kumar et al2 didapatkan gejala

nyeri perut kanan atas yang berulang dengan atau tanpa mual dan muntah mencapai 75% dari gejala klinik yang timbul, sisanya meliputi nyeri perut kanan atas yang akut, jaundice,

failure to thrive, keluhan perut yang tidak nyaman. Hanya 10% dijumpai dengan gejala asimptomatik.6

Mual dan muntah juga umum terjadi.6,9,21 Demam umum

terjadi pada anak dengan umur kurang dari 15 tahun. Nyeri episodik terjadi secara tidak teratur dan beratnya serangan sangat bervariasi.9

Pada pemeriksaan fisik mungkin tidak dijumpai kelainan. Pada sepertiga pasien terjadi inflamasi mendahului nekrosis, kemudian diikuti perforasi atau empiema pada kandung empedu. Lewatnya batu pada kandung empedu menye-babkan obstruksi kandung empedu, kolangitis duktus dan pankreatitis.9

Manifestasi pertama gejala kolelitiasis sering berupa kolesistitis akut dengan gejala demam, nyeri perut kanan atas yang dapat menyebar sampai ke skapula dan sering disertai teraba masa pada lokasi nyeri tersebut.2 Pada pemeriksaan

fisik dijumpai nyeri tekan pada perut kanan atas yang dapat menyebar sampai daerah epigastrium. Tanda khas (Murphy’s

sign) berupa napas yang terhenti sejenak akibat rasa nyeri yang timbul ketika dilakukan palpasi dalam di daerah subkosta kanan.22

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap, tes fungsi hepar, kadar lipase dan amilase serum. Pada keadaan kolik bilier kronis maupun episodik beberapa pasien memiliki kadar atau nilai laboratorium yang normal, khususnya pada pasien yang tidak menunjukkan gejala pada saat diperiksa.9,23 Sedangkan pada keadaan akut, khususnya

pada kasus dengan batu pada saluran empedu akan terjadi peningkatan kadar aminotransferase, alkalin fosfatase dan bilirubin.23

Pasien dengan komplikasi kolesistitis akut akan memperlihatkan peningkatan lekosit, 15% dari pasien tersebut terjadi peningkatan ringan dari aminotransferase, alkalin fosfatase dan bilirubin. Pada pasien dengan komplikasi pankreatitis akan terjadi peningkatan serum amilase dan li-pase dan tes fungsi hepar yang abnormal. 23

Pemeriksaan radiologi untuk membantu menegakkan diagnosis adanya batu kandung empedu bisa dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG), cholescintigraphy dan foto polos abdomen.

Pada umumnya USG merupakan pemeriksaan pilihan untuk memeriksa anak dan remaja dengan keluhan adanya nyeri perut kanan atas atau nyeri epigastrium. USG merupakan pemeriksaan yang aman dan sensitif untuk mengidentifikasi adanya batu di kandung empedu. Apabila kandung empedu teridentifikasi saat dilakukan USG, maka angka keberhasilan menemukan batu dapat mencapai 98%.9,23,24

Pemeriksaan foto polos abdomen dapat mengidentifikasi batu jika batu tersebut radioopak24 atau terbuat dari kalsium

dalam konsentrasi tinggi.9 Pemeriksaan cholecystography

dan cholangiography jarang dilakukan pada anak-anak.24

Pemeriksaan skintigrafi dengan menggunakan

techne-tium-99m-labeled aminodiacetic acid, sangat akurat dalam mengevaluasi pasien-pasien dengan kolesistitis.9 Dalam

mendeteksi batu, khususnya pada pasien yang mendapat nutrisi parenteral yang lama, pemeriksaan USG lebih akurat dibandingkan dengan skintigrafi.23

Diagnosis

Diagnosis adanya kolelitiasis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan USG sebagai pilihan utama untuk menegakkan diagnosis (gambar 5). USG tidak bisa membedakan jenis batu. Pemeriksaan terbaik untuk mengetahui jenis batu adalah pemeriksaan kolesistografi oral.19,22 USG merupakan pemeriksaan diagnostik utama pada

pasien yang dicurigai menderita kolelitiasis. Sensitivitas pemeriksaan ini dalam mendeteksi batu ini adalah 96%. Gambaran yang dijumpai adalah bayangan fokus eklogenik yang khas. USG juga dapat membedakan adanya penebalan dinding kandung empedu karena proses inflamasi. Adanya batu di saluran kandung empedu juga dapat dideteksi pada pemeriksaan USG.22

(8)

Nyeri kolik perut kanan atas dengan kecurigaan suatu kolelitiasis Anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan USG Kelainan positif di kandung empedu Kelainan negatif di kandung empedu Pemeriksaan radiologis Batu radiolusen Batu radioopaque Pembedahan

Pemeriksaan Kolesistografi oral untuk mengevaluasi jenis batu, fungsi kandung empedu

atau pemeriksaan skintigram

Batu kolesterol radiolusen Kandung empedu tidak

nampak, atau tampak batu pigmen atau kandung empedu penuh dengan batu

Pemberian obat disolusi oral (Ursofalk)

bila diameter batu ? 10 mm

ESWL jika batu soliter dengan diameter batu 5-20 mm Ukuran batu tidak berkurang dalam 6 bulan Pemeriksaan diagnostik lanjutan di tempat lain seperti di saluran biler, duodenum, lambung, dan usus halus

Gambar 5. Bagan Alur Diagnosis dan Penatalaksanaan Kolelitiasis19

Diagnosis Banding

Diagnosis banding nyeri karena kolelitiasis adalah ulkus peptikum, refluks gastroesofagus, dispepsia non ulkus, dismotilitas esofagus, irritable bowel syndrome, kolik ginjal.22

Nyeri ulkus peptikum biasanya lebih sering, hampir setiap hari dan berkurang sehabis makan. Nyeri yang timbul biasanya menetap di perut kanan atas, pada kolelitiasis frekuensinya lebih jarang.22

Nyeri karena refluks dapat dibedakan dengan nyeri kolelitiasis dilihat dari adanya rasa terbakar, lokasi nyeri di substernal, dan sering dipengaruhi oleh posisi, dimana pada posisi supine rasa nyeri akan memberat. Nyeri epigastrium karena kolelitiasis dan dispepsia nonulkus sukar dibedakan. Namun demikian nyeri karena kolik bilier biasanya lebih hebat, frekuensinya sporadik, dan penyebaran nyeri sampai perut kanan atas dan skapula.22

Diagnosis banding untuk kolesistitis akut adalah apendisitis akut, pankreatitis akut, hepatitis akut, perforasi ulkus, perforasi ulkus peptikum dan penyakit intestinal akut

lainnya. Untuk membedakan dengan pankreatitis akut, biasanya nyeri pada pankreatitis akut lebih terlokalisir dan jarang disertai tanda peritoneal akut. Nyeri sampai ke punggung, menghilang saat posisi duduk adalah khas untuk pankreatitis akut. Gejala demam dan leukositosis mungkin sama pada kedua kasus, tetapi peningkatan kadar serum amilase jauh lebih tinggi pada keadaan pankreatitis akut. Pada keadaan pankreatitis yang berat, penderita tampak sangat toksik. Namun pada penderita dengan kolesistitis akut dengan komplikasi pankreatitis akut USG diperlukan untuk segera membedakan keadaan tersebut.22

Untuk membedakan dengan kolesistitis, pada keadaan hepatitis biasanya pada pemeriksaan laboratorium menun-jukkan kadar serum enzim hepar akan jauh lebih tinggi dibanding dengan kolesistitis akut. Pada keadaan apendisitis akut, ditandai oleh nyeri khas pada perut kanan bawah, diawali dari sekitar daerah umbilikal yang kemudian menetap di perut kanan bawah. Pada keadaan perforasi usus, pada pemeriksaan radiologis sering dijumpai adanya udara bebas pada foto polos abdomen.22

(9)

Komplikasi Kolelitiasis

Komplikasi yang umum dijumpai adalah (batu saluran empedu), kolesistitis akut, pakreatitis akut, emfiema dan perforasi kandung empedu, seperti terlihat pada gambar 6.6,21

Penatalaksanaan Kolelitiasis

Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non bedah dan bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang menyertai kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simp-tomatik dan kolelitiasis yang asimpsimp-tomatik.

Penatalaksanaan Non Bedah

Pada orang dewasa alternatif terapi non bedah meliputi penghancuran batu dengan obat-obatan seperti

chenode-oxycholic atau ursodeoxycholic acid, extracorporeal

shock-wave lithotripsy dengan pemberian kontinyu obat-obatan, penanaman obat secara langsung di kandung empedu.9

Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan pemberian obat-obatan oral. Ursodeoxycholic

acid lebih dipilih dalam pengobatan daripada

chenodeoxy-cholic karena efek samping yang lebih banyak pada penggunaan chenodeoxycholic seperti terjadinya diare, peningkatan aminotransfrase dan hiperkolesterolemia sedang. Pemberian obat-obatan ini dapat menghancurkan batu pada 60% pasien dengan kolelitiasis, terutama batu yang kecil. Angka kekambuhan mencapai lebih kurang 10%, terjadi dalam 3-5 tahun setelah terapi. Pada anak-anak terapi ini tidak dianjurkan, kecuali pada anak-anak dengan risiko tinggi untuk menjalani operasi.9,21

Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan batu kolesterol dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter

perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam. Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus dengan batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan dapat menye-babkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung empedu.3

Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy (ESWL) menggunakan gelombang suara dengan amplitudo tinggi untuk menghancurkan batu pada kandung empedu.3,9 Pasien

dengan batu yang soliter merupakan indikasi terbaik untuk dilaskukan metode ini. Namun pada anak-anak penggunaan metode ini tidak direkomendasikan, mungkin karena angka kekambuhan yang tinggi.9

Penatalaksanaan Bedah

Cholecystectomy sampai saat ini masih merupakan baku emas dalam penanganan kolelitiasis dengan gejala.3,9,21 Yang

menjadi pertanyaan kapan sebaiknya operasi dilakukan. Penelitian tentang ini didapatkan bahwa pasien dengan gejala nyeri perut yang berulang merupakan indikasi segera dilakukan operasi karena dapat menyebabkan komplikasi yang serius.9

Prosedur Cholecystectomy terdiri dari beberapa jenis tindakan yaitu Laparoscopic Cholecystectomy, open

Chole-cystectomy, open Cholecystectomy dengan eksplorasi saluran empedu, open Cholecystectomy dengan eksplorasi saluran empedu dan choledochoenterostomy dan

chole-dochoenterostomy yang diikuti open Cholecystectomy.25 Laparoscopic Cholecystectomy mempunyai keun-tungan lebih dibandingkan dengan Cholecystectomy konvensional. Pada anak-anak, indikasi Laparoscopic

Chole-cystectomy sama dengan Cholecystectomy konvensional

Batu Kandung Empedu

Duktus atau saluran empedu Leher Kandung Empedu Kolesistitis Akut (infeksi) Gejala Asimptomatik (80%) Kolesistitis kronis Karsinoma kandung empedu Obstruksi Obstruksi Pankreatitis Cholestatic jaundice Infeksi Bilier Sirosis Kolangitis Septikemia Striktura bilier

(10)

terutama pada anak kolelitiasis dengan gejala atau pada anak yang juga menderita hemoglobinopati9 atau pada anak

dengan kolelitiasis tanpa gejala berumur kurang dari 3 tahun, yang telah mendapatkan makanan oral minimal selama 12 bulan.21 Teknik ini bermanfaat pada pasien dengan familial hyperlipidemia, hereditary spherocytosis, glucose-6-phos-phatase deficiency, thalassemia, glicogen strage disease dan sickle cell anemia.9 Prosedur ini tidak dianjurkan pada

anak dengan kolelitiasis yang disertai kolesistitis akut, pankreatitis atau kemungkinan menderita perlengketan usus.9

Pada anak yang menderita anemia sel sickle dengan kolelitiasis, laparoscopic cholecystectomy elektif merupakan pilihan utama. Tindakan elektif lebih dipilih dibandingkan dengan tindakan cholecystectomy emergensi karena untuk menghindari risiko komplikasi seperti komplikasi intraoperatif (vaso-oklusi), komplikasi sesudah operasi (pneumonia) dan komplikasi lain seperti kolangitis, koledokulitiasis atau kolesistitis akut.13

Prognosis

Untuk penderita dengan ukuran batu yang kecil, pemeriksaan serial USG diperlukan untuk mengetahui perkembangan dari batu tersebut. Batu bisa menghilang secara spontan. Untuk batu besar masih merupakan masalah, karena merupakan risiko terbentuknya karsinoma kandung empedu (ukuran lebih dari 2 cm). Karena risiko tersebut, dianjurkan untuk mengambil batu tersebut. Pada anak yang menderita penyakit hemolitik, pembentukan batu pigmen akan semakin memburuk dengan bertambahnya umur penderita, dianjurkan untuk melakukan kolesistektomi.9

Kesimpulan

Prematuritas dengan komplikasi bedah atau non bedah, pengobatan kanker pada anak. Gejala klinik kolelitiasis bervariasi dari tanpa gejala sampai dengan adanya gejala. Lebih dari 80% batu kandung empedu memperlihatkan gejala asimptomatik. Gejala klinis yang sering ditemui adalah adanya nyeri bilier dan obstruktif jaundice. USG merupakan pemeriksaan pilihan untuk memeriksa anak dan remaja dengan keluhan adanya nyeri perut kanan atas atau nyeri epigas-trium. USG merupakan pemeriksaan yang aman dan sensitif untuk mengidentifikasi batu di kandung empedu. Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non bedah dan bedah. Cholecystectomy merupakan baku emas dalam penanganan kolelitiasis dengan gejala.

Daftar Pustaka

1. Mowat AP. Liver disorders in childhood. 2nd edition London:

Butterworths; 1987.p.337-55.

2. Suchy FJ. Diseases of the gallbladder. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: WB Saunders; 2004. p.1345-6.

3. Johnston DE, Kaplan MM. Pathogenesis and treatment of gall-stones. The New Eng J Med 1993; 328:412-21.

4. Ganesh R, Muralinath S, Sankaranarayanan VS, Sathiyasekaran

M. Prevalence of cholelithiasis in children–a hospital-based ob-servation. Indian J Gastroenterol 2005; 24:85-6.

5. Bakhotmah MA. Symptomatic cholelithiasis in children: A Hos-pital-Based Review. Ann Saudi Med 1999; 19(3):251-2. 6. Kumar R, Nguyen K, Shun A. Gallstones and common bile duct

calculi in infancy and childhood. Aust NZJ Surg 2000;70:88-91. 7. Schweizer P, Lenz MP, Kirschner HJ. Pathogenesis and symp-tomatology of cholelithiasis in childhood. Dig Surg 2000;17:459-67.

8. Schirmer B, Winters KL, Edlich RF. Cholelithiasis and cholecys-titis. Jurnal of Long-Term Effects of Medical Implants 2005; 15(3):329-38.

9. Heubi JE, Lewis LG, Pohl JF. Diseases of the gallbladder in in-fancy, childhood, and adolescence. In: Suchy FJ, Sokol RJ, Balistreri WF editor. Liver desease in children. 2nd Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2001. h.343-59.

10. Simon H. Gallstones and gallbladder disease. Gallstones and gall-bladder disease. 2003 (diakses tanggal 7 Maret 2006) Diperoleh dari: http://www.healthandage.com/html/well_connected/pdf/doc 10.pdf.

11. Roslyn JJ, Berquist WE, Pitt HA, Mann LL, Kangarloo H, DenBesten L, et al. Increased risk of gallstones in children re-ceiving total parenteral nutrition. Pediatrics 1983; 71(5):784-9. 12. Toscano E, Trivellini V, Andria G. Cholelithiasis in Down’s

syn-drome. Arch Dis Child 2001; 85:242-3.

13. Hendricks-Ferguson, Nelson MA. Treatment of cholelithiasis in children with sickle cell disease. AORN Journal 2003; 77(6):1170-82.

14. Silva CP, Pereira-Lima JC, Oliveira AG, Guerra JB, Marques DL, Sarmanho L, et al. Association of the presence of helicobacter in gallbladder tissue with cholelithiasis and cholecystitis. Journal of Clinical Microbiology 2003;41(12):5615-8.

15. Bor O, Dinleyici EC, Kebapsi M, Aydogdu SD. Ceftriaxone-asso-ciated biliary sludge and pseudocholelithiasis during childhood: a prospective study. Pediatrics International 2004;46:322-4. 16. Sakopoulos AG, Gundry S, Razzouk AJ, Andrews HG, Bailey LL.

Cholelithiasis in infant and pediatric heart transplant patients. Pediatr Transplantation 2002:6:231–4.

17. Shaffer EA, Gallbladder disease. In: Walker WA, Durie PR, Hamilton JR, Walker-Smith JA, editors. Pediatrics gastrointesti-nal disorders. 3rd ed. Hamilton-Ontario: Bc Decker;

2000.p.1291-309.

18. Guyton AC, Hall JE. Secretory functions of the alimentary tract. In: Guyton AC, Hall JE, editors. Textbook of medical physiol-ogy. 10th Ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company;

2000.p.749-53.

19. Pharma F. Practice manual cholestatic liver diseases. Revised Edition. Freiburg Germany; 2004.

20. Sherwood L. The Digestive System. In: Sherwood L, editor. Human physiology from cells to systems. Edisi ke-5. Australia: Thompson Brooks/cole; 2004.p.618-23.

21. Lugo-Vicente H. Infantile cholelithiasis. Pediatric Surgery Up-date 2004;23(5):1-3.

22. Jacobson IM. Gallstones. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH, editor. Current Diagnosis & Treatment in Gastroenterology. 2rd ed. Boston: Mc Graw Hill, 2003.p.772-83.

23. Vogt DP. Gallbladder Disease: An update on diagnosis and treat-ment. Cleveland Clinical Journal of Medicine 2002;69(12):977-83.

24. El-Mouzan MI. Disorder of Biliary System. In: Elzouki AY, Harfi HA, Nazer HM, editors. Textbook of clinical pediatrics. Phila-delphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2001. p.1180-1. 25. Miltenburg DM, Schaffer R, Breslin T, Brandt ML. Changing

indications for pediatrics cholecystectomy. Pediatrics 2000;105(6):1250-3.

Gambar

Tabel 1. Perbedaan Batu Kolesterol, Batu Pigmen Hitam dan Batu Pigmen Coklat 17
Gambar 1. Triangular Coordinats  yang Menggambarkan Kon- Kon-sentrasi Kelarutan Kolesterol dalam Suatu  Cam-puran dengan Fosfolipid dan Garam Empedu 3
Gambar 2. Proses Pembentukan Batu Kandung Empedu 3
Gambar 3. Patogenesis Terbentuknya Batu Pigmen Hitam 17
+3

Referensi

Dokumen terkait