8
Perubahan Indeks Kenyang Caplak Haemaphysalis bispinosa (Acari, Ixodidae) Selama Masa Makan
Changes in The Engorgement Index of Haemaphysalis bispinosa (Acari, Ixodidae) During Feeding
WINARUDDIN1)
1)
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala 23111 Email: winaruddin2008@gmail.com
Abstract. The objective of this research was to know various engorgement indices and duration
of attachment of female Haemaphysalis bispinosa. Two feeding experiment were designed using the following female-male ratio 1:1 and 30:1. At same time every day up to detachment the body length, width and depth of females were measured using a caliper to the determine of body volume. Fed body weights of the females were weighed on a electric balance. The result of this research indicates that rate of engorgement indices in females (1:1 ratio) and (30:1 ratio) increased with increasing duration of attachment (P< 0.05) and the relationship between duration of tick attachment was above 92%. The feeding rate of females of the 30:1 ratio was lower than that of 1:1 ratio ones up to the 72 hours in the duration attachment.
Key words: Haemaphysalis bispinosa, engorgement index, duration of attachment.
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berbagai indeks kenyang dan lama
pelekatan pada caplak betina Haemaphysalis bispinosa. Dua eksperimen pola makan caplak dengan rancangan pasangan caplak betina-jantan yaitu 1:1 dan 30:1. Setelah caplak melekat pada saat yang sama caplak diangkat setiap hari sampai masa jatuh kenyang. Pengukuran caplak menggunakan jangka sorong meliputi panjang, lebar dan tebal tubuh sehingga volume tubuh dapat ditentukan, serta berat tubuh caplak betina yang ditimbang dengan timbangan elektrik. Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan indeks kenyang secara nyata (P< 0,05) sejalan dengan periode pelekatan pada caplak betina baik pada rasio pasangan 1:1 dan 30:1, dengan hubungan keeratan antara peningkatan ukuran tubuh dan periode pelekatan diatas 92%. Pada perlakuan rasio caplak betina - caplak jantan 30:1 menunjukkan bahwa peningkatan indeks kenyang lebih rendah bila dibandingkan pada perlakuan caplak dengan rasio 1:1 terutama setelah 72 jam ke atas.
Kata kunci: Haemaphysalis bispinosa, indeks kenyang, periode pelekatan
PENDAHULUAN
Caplak Haemaphysalis bispinosa adalah organisme ektoparasit hematofagus pada berbagai hewan ataupun ternak. Setelah melekat pada tubuh inang caplak mengisap darah, sehingga menyebabkan kerugian bagi inang (Kaufman, 2007). Selama pelekatan, caplak betina dewasa memiliki tiga fase makan yaitu fase persiapan makan, fase makan lambat dan fase makan cepat. Fase persiapan makan ditandai dengan aktifitas makan yang sangat lambat, sehingga tidak terjadi pembesaran tubuh. Pada fase makan lambat aktifitas
makan mulai lebih aktif dan terjadi sintesis kutikula yang disekresi oleh sel-sel epidermis, selanjutnya diikuti fase makan cepat (Okura et al.,1997a; Vincent dan Wegst 2004).).
Selama mengisap darah, tubuh caplak ditandai dengan pertambahan ukuran, berat dan volume tubuh kenyang. Pertambahan ini akibat perubahan morfologi dan fisiologi tubuh caplak (Yoder et al., 1997). Kecenderungan peningkatan status kenyang tersebut difasilitasi oleh struktur anatomi, perkembangan dan karakteristik kutikula. Namun untuk
menentukan tingkat status kenyang masih
digunakan pengukuran secara
konvensional yang hanya berdasarkan bobot berat tubuh kenyang. Pengukuran ini memiliki kelemahan, oleh karena sulit mendapatkan indeks kenyang yang lebih representatif. Oleh karena itu diperlukan konsep pengukuran cara lain yang dinilai representatif.
Oleh karena itu diperlukan suatu landasan pengukuran untuk menentukan indeks kenyang caplak terutama pada
Haemaphysalis bispinosa. Menurut
Obenchain et al (1980), pengukuran dengan mengikuti rumus spheroid diasumsikan lebih representatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui indeks kenyang caplak betina
Haemaphysalis bispinosa selama periode
pelekatan. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memberikan teknik estimasi yang lebih baik untuk menentukan indeks kenyang caplak yang sebenarnya.
METODE PENELITIAN
Caplak Haemaphysalis bispinosa betina kenyang dikumpulkan dari hewan yang terinfeksi. Caplak tersebut dimasukkan ke dalam cawan petri dan dibiarkan beroviposisi pada kondisi 22-24 0C dengan kelembaban 90-95%. Pemeliharaan stadium larva dan nimfa mengikuti metode modifikasi Uspensky et al. (1997) dengan menggunakan tikus putih, serta stadium dewasa pada kelinci sebagai inang. Sebagai bahan penelitian, caplak yang digunakan adalah caplak betina dengan pengujian indeks kenyang caplak sebagai berikut.
Kelompok I: 30 caplak betina dan 30 jantan (rasio pasangan 1 : 1). Sebanyak 30 caplak betina tidak diinfeksikan ke dalam telinga kelinci dan dianggap hari ke-0. Selanjutnya sebanyak 300 pasang caplak diinfeksikan ke dalam telinga kelinci dengan masing-masing kelinci dinfeksikan sebanyak 30 pasang caplak. Selanjutnya dilakukan pengangkatan setiap 24 jam caplak betina sebanyak 30 ekor yang
melekat. Pengangkatan dilakukan sampai masa jatuh kenyang caplak betina tercapai. Kelompok II: 30 caplak betina dan 1 jantan (rasio pasangan 30 : 1). Sebanyak 30 caplak betina tidak diinfeksikan ke dalam telinga kelinci dan dianggap hari ke-0. Selanjutnya sebanyak 300 caplak betina diinfeksikan ke dalam telinga kelinci dengan masing-masing kelinci dinfeksikan sebanyak 30 caplak betina dan satu caplak jantan. Selanjutnya dilakukan pengangkatan caplak betina sebanyak 30 caplak yang melekat pada setiap 24 jam. Pengangkatan dilakukan sampai masa jatuh kenyang caplak betina tercapai. Caplak pada semua perlakuan, setelah pengangkatan diukur panjang, lebar, tebal dan ditimbang beratnya tubuhnya. Pengukuran tubuh caplak menggunakan jangka sorong, sehingga volume tubuh kenyang dapat ditentukan. Penentuan volume tubuh kenyang caplak dengan menggunakan formula spheroid, V=(π/6 x d3 ), d = diameter tubuh (dinyatakan dari hasil pengukuran panjang, lebar dan tebal tubuh caplak).
Data yang diperoleh dari seluruh hasil penelitian dianalisis dengan analisis variansi rancangan acak lengkap dengan ulangan n=30. Untuk melihat adanya hubungan antara perubahan ukuran tubuh dan volume tubuh kenyang terhadap lama periode pelekatan dilakukan analisis variansi regresi polinomial.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil perlakuan caplak Haemaphysalis
bispinosa saling berpasangan (perlakuan I).
yang dinfeksikan pada inangnya diperoleh data sebagaimana yang ditunjukkan dalam Tabel 1. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa terjadi peningkatan indeks kenyang (ukuran, volume dan berat tubuh) caplak betina yang sangat nyata (P < 0,05) sejalan dengan periode pelekatan. Peningkatan indeks kenyang disebabkan oleh perubahan morfologi dan fisiologi caplak betina selama periode makan.
10
Tabel 1. Laju rata-rata peningkatan indeks kenyang caplak Haemaphysalis bispinosa betina selama pelekatan (perlakuan I) n = 30.
Jam Panjang (mm) Lebar (mm) Tebal (mm) Volume (mm3) Berat (mg) 0 2,12 ± 0,13 a 1,26 ± 0,10 a 0,63 ± 0,04 a 0,89 ± 0,12 a 1,65 ± 0,02 a 24 2,36 ± 0,08 b 1,32 ± 0,09 b 0,70 ± 0,03 b 1,14 ± 0,11 b 3,19 ± 0,02 b 48 2,65 ± 0,13 c 1,41 ± 0,09 c 0,78 ± 0,04 c 1,53 ± 0,18 c 4,05 ± 0,09 c 72 3,26 ± 0,16 d 1,75 ± 0,10 d 0,91 ± 0,02 d 2,71 ± 0,26 d 5,09 ± 0,04 d 96 4,01 ± 0,08 e 2,57 ± 0,12 e 1,23 ± 0,06 e 6,65 ± 0,54 e 11,77 ± 0,076 e 120 5,15 ± 0,13 f 3,52 ± 0,14 f 3,0 3 ±0,04 f 28,74 ± 1,51 f 115,42 ± 2,67 f >144 7,40 ± 0,30 g 5,48 ± 0,35 g 3,41 ± 0,06 g 10,47 ± 2,80 g 205,80 ± 2,9 g Keterangan : Nilai rata-rata dalam satu kolom bila diikuti huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).
Perubahan tersebut dapat terjadi karena difasilitasi oleh struktur dan karakteristik lapisan kutikula caplak betina yang bersifat elastis. Menurut Walker et al. (1996) elastisitas lapisan kutikula terutama terdapat pada lapisan epikutikula dan endokutikula. Selama aktif makan, lapisan endokutikula akan mengalami pengurangan ketebalan, tetapi lipatan-lipatan zig-zag pada lapisan epikutikula akan mengalami peregangan secara bertahap sejalan dengan besarnya tekanan massa makanan di dalam abdomen. Semakin tinggi aktifitas makan caplak maka semakin besar tekanannya terhadap kedua lapisan tersebut (Vincent dan Wegst 2004).
Pada periode pelekatan ≤ 72 jam menunjukkan bahwa ukuran, volume dan berat kenyang berjalan lambat walaupun peningkatan indeks kenyang tetap nyata (P<0,05). Setelah memasuki periode pelekatan > 72 jam terjadi peningkatan
perubahan ukuran tubuh secara cepat dan diikuti masa jatuh kenyang caplak betina dari tubuh inangnya. Perubahan ukuran secara cepat tersebut disebabkan caplak betina telah memasuki proses fase kopulasi. Selama fase kopulasi caplak betina menjadi sangat rakus mengisap darah inangnya. Akibat sangat tingginya aktivitas makan, sel-sel epidermis menjadi lebih aktif mensekresi kutikulin sehingga terjadi perluasan integumen yang berlangsung sangat cepat (Okura et al.,1997b).
Hubungan antara peningkatan indeks kenyang caplak betina sejalan dengan periode pelekatan sangat tinggi yaitu di atas 92% (Gambar 1 dan 2). Fakta ini membuktikan adanya hubungan yang sangat kuat antara jumlah massa makanan yang diambil sejalan dengan masa pengisapan darah pada tubuh inang.
Gambar 1. Hubungan antara laju peningkatan panjang, lebar dan tebal tubuh dengan periode pelekatan (Perlakuan I).
Gambar 2. Hubungan antara laju peningkatan ukuran volume dan berat tubuh dengan periode pelekatan (Perlakuan I).
Pada perlakuan pasangan caplak dengan rasio caplak betina-jantan 30:1 yang diinfeksikan pada tubuh inang menunjukkan perubahan ukuran tubuh secara nyata (P<0,05) selama periode pelekatan. Tetapi tidak menunjukkan peningkatan ukuran panjang dan tebal tubuh yang nyata (P>0,05) selama periode pelekatan 96-120 jam (Tabel 2). Peningkatan indeks kenyang pada perlakuan ini lebih rendah, bila dibandingkan dengan perlakuan caplak betina-jantan 1:1.
Penundaan laju indeks kenyang pada caplak betina Haemaphysalis bispinosa pada perlakuan ini disebabkan oleh
ketidaksetaraan jumlah caplak jantan untuk terjadinya kopulasi. Rendahnya rasio pasangan caplak menyebabkan caplak betina gagal melakukan kopulasi secara sempurna. Tidak ditemukan caplak betina yang mencapai status kenyang sempurna. Menurut Kaufman dan Lomas, (1996), kehadiran caplak jantan memainkan peranan sangat penting terhadap perilaku makan dan perkembangan ovum pada caplak betina. Selama kopulasi, caplak jantan mengekskresikan senyawa kimiawi yang akan merangsang caplak betina menjadi rakus makan. Senyawa kimia ini diejakulasikan bersama spermatofor pada saat kopulasi.
Tabel 2. Laju rata-rata peningkatan indeks kenyang caplak Haemaphysalis bispinosa betina selama pelekatan (Perlakuan II) n = 30.
Jam Panjang (mm) Lebar (mm) Tebal (mm) Volume (mm3) Berat (mg) 0 2,08 ± 0,05 a 1,15 ± 0,07 a 0,60 ± 0,04 a 0,75 ± 0,09 a 1,64 ± 0,02 a 24 2,29 ± 0,05 b 1,29 ± 0,04 b 0,70 ± 0,03 b 1,09 ± 0,04 b 2,10 ± 0,08 b 48 2,55 ± 0,10 c 1,45 ± 0,04 c 0,81 ±0,04 c 1,57 ±0,16 c 2,65 ± 0,07 c 72 2,79 ± 0,05 d 1,65 ± 0,04 d 0,92 ± 0,02 d 2,21 ± 0,09 d 2,74 ± 0,03 d 96 2,90 ± 0,03 e 1,73 ± 0,05 e 1,01 ± 0,04 e 2,66 ± 0,11 e 2,77 ± 0,07 e 120 2,92 ± 0,04 e 1,89 ± 0,04 f 1,00 ± 0,05 e 2,90 ± 0,23 f 2,94 ± 0,08 f >144 3,04 ± 0,04 f 1,92 ± 0,02 g 1,04 ± 0,01 f 3,21 ± 0,06 g 2,97 ± 0,03 g Keterangan : Nilai rata-rata dalam satu kolom bila diikuti huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).
Hubungan antara berbagai indeks kenyang pada perlakuan ini menunjukkan hubungan yang sangat erat yaitu di atas 93% (Gambar 3 dan 4). Walaupun laju
peningkatan ukuran tubuh berjalan lambat dan stabil, tetapi terdapat keselarasan antara peningkatan ukuran tubuh selama masa pelekatan pada tubuh inang.
12
Gambar 3. Hubungan antara laju peningkatan panjang, lebar dan tebal tubuh dengan periode pelekatan (Perlakuan II).
Gambar 4. Hubungan antara laju peningkatan ukuran volume dan berat tubuh dengan periode pelekatan (Perlakuan II)
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, sejalan dengan periode pelekatan terjadi peningkatan secara nyata (P< 0,05) indeks kenyang pada caplak betina Haemaphysalis bispinosa baik dengan pasangan rasio caplak betina-jantan 1:1 dan rasio caplak betina-betina-jantan 30:1, dengan hubungan keeratan antara di atas 92%. Perlakuan rasio caplak jantan-betina 30:1 menunjukkan peningkatan indeks kenyang lebih rendah dan tidak mengalami kenyang sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Kaufman WR and Lomas LO. 1996. “Male
factors” in ticks : Their role in feeding and egg development. Invert. Reproduct. and Dev. 30: 191-198.
Kaufman WR. 2007. Gluttony and sex in
female ixodid ticks: how do they compare to other blood-sucking arthropods? J. Insect Physiol. 53: 264-273.
Obenchain FD, Leahy SMG. and Oliver Jr. JH. 1980. Implications of tick
size on the quantification of engorgement in female Dermacentor
variabilis. J. Parasitol. 66(2): 282-286.
Okura N, Mori T, Ando K. and Shiraishi S. 1997a. Cuticular plasticization
caused by cuticular pH descent, and mitochondria-rich acidophilic epidermal cells in adult female
Haemaphysalis longicornis (Acari:
Ixodidae). Zool. Sci. 14: 211-217.
Okura N, Mori T, Shiraishi S, and Ando K. 1997b. Cuticular plasticization
induced by injection of synganglion extracts, haemolymph or biogenic amines in virgin female
Haemaphysalis longicornis (Acari:
Ixodidae). J. Acarol. Soc. Jpn. 6: 49- 56.
Uspensky II, Kmumcuoglu KY, Uspensky I and Galun R. 1997. Rhipicephalus
sanguineus and Rhipicephalus
turanicus (Acari : Ixodidae): closely
related species with different biological characteristics. J. Med.
Entomol. 34(1): 74-81.
Vincent JFV and Wegst UGK. 2004.
Design and mechanical properties of insect cuticle. Arthropod Struct. Dev. 33: 187-199.
Walker AR, Lloyd CM, McGuire K, Harrison SJ, and Hamilton JGC.
1996. Integument and sensillum auriforme of the opisthosoma of
Rhipicephalus appendiculatus (Acari :
Ixodidae). J. Med. Entomol. 33(5): 734-742.
Yoder JA, Selim ME, and Needham GR.
1997. Impact of feeding, molting relative humidity on cuticular wax deposition and water loss in the Lone Star Tick, Amblyomma americanum.