Penilaian Visi Misi Calon Presiden
Versi Masyarakat Sipil
Pengantar
•
Penilaian diberikan kepada visi misi masing-‐masing Calon Presiden (Capres) berdasarkan kesesuaian antara program mereka
dengan kondisi dan harapan masyarakat sipil dalam setiap isu-‐isu utama yang diukur.
•
Penilaian dilakukan pada empat wilayah utama yaitu tata pemerintahan; demokrasi & kebebasan sipil; pembentukan
hukum; penegakan hukum; dan pelayanan dasar.
•
Penilaian diberikan dengan memberikan skor 1 (satu) untuk setiap substansi visi misi yang ditemukan sesuai dengan isu-‐isu
utama yang diukur.
•
Nilai adalah kumulatif skor yang diperoleh.
Hasil Penilaian
No Aspek Prabowo-‐Hatta Jokowi-‐JK
Deskripsi Nilai Deskripsi Nilai
A. TATA PEMERINTAHAN 1. Transparansi dan Akses
Informasi
Jaminan terhadap Hak
Akses Informasi Tidak tersedia 0 • Menjalankan secara konsisten UU No.14 tahun 2008 termasuk membuka akses publik (BDBP, poin 5, a,b,c,d,e,f,g)
1
ketersediaan Informasi
dengan menerapkan manajemen terbuka dan akuntabel, (Agenda kerja VIII, poin 4)
• Sistem Informasi dan penguatan
perangkat Pemerintahan desa. (Agenda Kerja II point6, angka 8)
1
membuka akses informasi publik seperti yang diatur dalam UU No. 14 tahun 2008.
(Sembilan Agenda Prioritas Poin 2)
• meningkatkan pengelolaan dan pelayanan
informasi di pemerintah, (BDBP, poin 5, huruf b)
• Mewujudkan pelayanan publik yang bebas
korupsi melalui teknologi informasi yang transparan, (BDBP, poin11, huruf f)
• mendorong mekanisme transparansi dalam
pembuatan kebijakan, terutama pada kebijakan-‐kebijakan yang berpotensi terjadinya korupsi oleh pejabat Negara, (BDBP, poin 11, huruf k) 1 1 1 Proactive Publication
Tidak tersedia 0 • Mewajibkan laporan kinerja pemerintah yang bisa di akses oleh publik sesuai dengan UU, (BDBP, poin 5, huruf c) 1 Penguatan Komisi Informasi
Tidak tersedia 0 Tidak tersedia 0
2. Partisipasi Pembangunan Pelayanan Publik
Jaminan hak dalam pengambilan keputusan dan kebijakan publik
Tidak tersedia 0 • Menjamin hak warga negara untuk
mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik serta alasan pengambilan keputusan publik, (BDBP, poin 5, huruf e) 1
• Perbaikan kualitas pelayanan Publik dan
mendorong partisipasi publik dalam mengambil kebijakan. (Sembilan Agenda Prioritas poin. 2)
• mendorong partisipasi masyarakat dalam
proses pengambilan kebijakan publik, (BDBP, poin 5, huruf d) 1 1 Kolaborasi aktif/inklusif
dari lembaga publik/ pelayanan
Tidak tersedia 0 • Perbaikan kualitas pelayanan publik,
kompetensi aparatur, kinerja pelayanan publik, dan citizen charter dimaksudkan untuk menjamin partisipasi masyarakat (Sembilan Agenda Prioritas poin 2)
• membuka ruang partisipasi publik melalui
citizen charter dalam UU Kontrak Layanan Publik, (BDBP, poin 12, huruf e)
• Menyediakan forum untuk melibatkan
masyarakat dalam proses legislasi dan menyediakan akses terhadap proses dan produk legislasi (BDBP poin 11 huruf d) 1 1 1
Penguatan lembaga yang menjamin partisipasi publik
Tidak tersedi 0 Tidak tersedia 0
3. Akuntabilitas
Kode Etik terhadap penyelenggaraan negara
• Mempercepat peningkatan
kesejahteraan aparatur negara dan reformasi birokrasi untuk mencapai sistem birokrasi efisien dan melayani dengan sistem insentif dan hukuman yang efektif (Program VIII poin 2)
1 • Memberantas korupsi di kalangan aparatur
sipil negara dengan memastikan komitmen terbuka dan terekspos, (BDBP, poin 12, huruf d)
• Menjalankan dengan konsisten UU Aparatur
Sipil Negara yang menjamin hak yang sama bagi setiap warga. (BDBP poin 7 huruf h) 1 1
Efisiensi Kelembagaan Tidak tersedia 0 • Aksi-‐aksi kongkrit untuk r4estrukturisasi
kelembagaan yang cenderung gemuk, (BDBP, poin 12, huruf b)
• Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang
didasarkan pada prinsip-‐prinsip tata kelola yang baik dan bersih, (BDBP, poin 6, huruf f)
• Inisiatif penetapan payung hukum yang lebih
kuat dan berkesinambungan bagi agenda reformasi birokrasi, (BDBP, poin 12, huruf a) 1 1 1 Penanganan konflik kepentingan
Tidak tersedia 0 • Penyusunan kebijakan pengendalian atas
impor pangan melalui pemberantasan
terhadap “mafia” impor yang sekedar mencari keuntungan pribadi/kelompok tertentu dengan mengorbankan kepentingan pangan nasional, (BDBE), poin 2, ayat (1))
1
Prosedur Pengadaan
layanan Publik • Melaksanakan pemangkasan rantai dan proses birokrasi yang berbelit-‐belit dan berpotensi menjadi sumber KKN di semua tingkat dan sektor
pemerintahan (Program VIII poin 5)
• Pemangkasan rantai birokrasi dan
perijinan (program I poin 11 huruf a). 1 1
• Aksi-‐aksi nyata bagi perbaikan kualitas
pelayanan publik, seperti meningkatkan kompetensi aparatur, memperkuat
monitoring dan supervisi kinerja pelayanan publik, dan lain-‐lain (BDBP, poin 12, huruf e)
• Reformasi pelayanan publik melalui
penguatan desa, kelurahan dan kecamatan (BDBP, poin 7, huruf g) 1 1 Penguatan lembaga pengawasan terhadap negara (Parlemen), Budgeting (BPK), Pelayanan Publik (Ombudsman dan
• Mencegah dan memberantas KKN
dengan menrapkan manajemen terbuka dan akuntabel; memperkuat peranan KPK dengan menambah tenaga penyidik dan fasilitas
penyelidikan;dan penguatan peranan
1 • Mendukung penciptaan struktur
Ketatanegaraan dan Tata Pemerintahan yang mampu melaksanakan good and clean governance melalui check and balances antar lembaga negara, (BDBP, poin 6, huruf e)
• Merestorasi undang-‐undang tentang partai
1
Reformasi Birokrasi),
Hukum (KY, KPK, Komjak) KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi secara sinergis (Program VIII point. 4)
politik untuk mendorong pelembagaan partai politik, melalui penguatan sistem kaderisasi, rekruitmen, dan pengelolaan keuangan partai, (Berdaulat dalam bidang politik (BDBP), poin 6, huruf a)
• Reformasi pengaturan pengawasan atas
penyelenggaraan Pemilu, (BDBP, poin 6, huruf d)
• Membuat RUU Perampasan Aset, RUU
Perlindungan Sanksi dan Korban, RUU kerja sama Timbal Balik (MLA) dan RUU
Pembatasan Transaksi Tunai, (BDBP, poin 11, huruf g)
• Merevitalisasi Komisi Kepolisian dalam rangka
meningkatkan efektivitas pengawasan terhadap kinerja Kepolisian RI, (BDBP, poin 3, huruf f)
• Memperkuat kewenangan lembaga-‐lembaga
tersebut dalam mengawasi praktek mafia hukum di lembaga-‐lembaga tersebut (BDBP, poin 11, huruf m)
• Memprioritaskan penanganan kasus korupsi
di sektor penegakan hukum, politik, pajak, bea cukai, dan industri sumber daya alam, (BDBP, poin 11, huruf j)
• Mengambil sikap zero toleran terhadap tindak
kejahatan perbankan dan kejahatan pencucian uang, (BDBP, poin 11, huruf r) 1 1 1 1 1 1 1 Wishtleblower Protection
and social accountability
Tidak tersedia 0 • Membuka keterlibatan publik dan media
massa dalam pengawasan terhadap upaya tindakan korupsi maupun proses penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi,
1
(BDBP, poin 11, huruf l)
• Alokasi lebih banyak untuk pelayanan publik,
(BDBP, poin 7, huruf f)
• Membuka ruang pengawasan rakyat melalui
wakil wakilnya di DPR. (BDBP poin 4 huruf f)
• Membuka keterlibatan publik dan media
massa dalam pengawasan terhadap upaya tindakan korupsi maupun proses penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi, (BDBP, poin 11, huruf l) 1 1 1 Akuntabilitas Keuangan Negara
• Melaksanakan Reformasi belanja
negara untuk efisiensi dan meminimalkan kebocoran dan
pemborosan anggaran. (Agenda kerja I, poin 9, huruf a)
• Melaksanakan Reformasi perpajakan
yang efektif. (Program I poin 8 huruf a)
• Mengelola utang Pemerintah dengan
cermat dan bijak (program I poin 10 huruf c)
• Melaksanakan reformasi pengelolaan
sumber daya alam dan industri ( program I poin 4 huruf a) 1 1 1 1
• Sinkronisasi antara perencanaan
pembangunan dan alokasi anggaran, (BDBE), poin 8, ayat (1))
• Pengaturan pembiayaan Partai Politik melalui
APBN/APBD, (BDBP, poin 6, huruf b)
• Reformasi pengaturan pembiayaan
kampanye, (BDBP, poin 6, huruf c)
• Reformasi keuangan daerah dengan
mendorong daerah untuk melakukan pengurangan over head cost (biaya rutin), (BDBP, poin 7, huruf f)
• Memfasilitasi daerah agar mampu mengelola
keuangan daerah secara efektif, efisien dan akuntabel berbasis kinerja, (BDBP, poin 7, huruf f)
• Pemberian insentif bagi lembaga dan daerah
yang memiliki penyerapan tinggi dalam mendukung prioritas pembangunan dan kebocorannya rendah, (BDBE), poin 8, ayat (6))
• Tata kelola Migas yang efektif dan efisien.
(BDBE poin 3.e) 1 1 1 1 1 1 1 4. Inovasi
Kebijakan nasional ICT dan open data secara partisipatoris
• Mengembangkan fasilitasi dan keadilan
melalui program penyediaan komputer. (program IV poin 7)
1 • Penguatan teknologi melalui kebijakan
penciptaan sistem inovasi. (Sembilan Agenda Prioritas poin 7)
• Mewajibkan aparatur pemerintah untuk
menganut techno ideology. (Sembilan Agenda Prioritas poin 8) 1 1 Jaminan terhadap hak
warga negara terhadap akses data dan ICT
• Integrasi teknologi informasi dalam
meningkatkan peranan bea cukai (program kerja I poin 8 huruf b).
• Sistem Informasi dan penguatan
perangkat Pemerintahan desa. (Agenda Kerja II poin 6, angka 8)
• Membangun prasarana telekomunikasi
(program VI poin 2)
• Mempercepat pembangunan
konektivitas melalui TIK (Program VI poin 6) 1 1 1 1
• Membangun Science and techno park di
daerah dengan sarana dan prasarana (Sembilan Agenda Prioritas poin 6)
1
Penguatan terhadap lembaga pelaksana kebijakan open data dan TIK
Tidak tersedia 0 Tidak tersedia 0
5. Pemerintahan Daerah :
• Mayoritas
kementerian dan lembaga menyerap belanja kegiatan begitu besar dan didominasi oleh perjalanan dinas, 2014 sebesar Rp 267,6 Triliun atau
• Pemangkasan rantai birokrasi dan
perijinan yang berlebihan di tingkat pusat dan daerah.
• Melaksanakan pemangkasan rantai dan
proses birokrasi yang berbelit-‐belit dan berpotensi menjadi sumber KKN di semua tingkat dan sektor
pemerintahan
• Memperbesar porsi anggaran transfer
1 1
• Pengurangan over head cost (anggaran rutin), • Penerapan UU KIP secara konsisten
• Menjalankan dengan konsisten UU ASN • Melakukan lelang jabatan strategis pada
lembaga penegak hukum.
• Membangun sistem penilaian kinerja lembaga
penegak hukum berbasis pada tingkat kepercayaan publik.
• Membuka ruang partisipasi publik melalui
1 1 1 1 1
meningkat hingga Rp 43,5 Triliun (FITRA).
• Lemahnya supervisi
Kementerian dalam negeri yang lebih banyak menggunakan instrumen peraturan dan persetujuan, bukan pembinaan langsung. • Pemekaran vs pemberdayaan fungsi kecamatan, prolegnas 2014 : 65 RUU Pemekaran, ada 34 RUU Pemekaran yang akan diprioritaskan (KPPOD). Sedangkan Pemekaran kabupaten, sejak 1998-‐2012 bertambah 65% atau sebesar 205 kabupaten/kota (Kemenkeu, 2013).
• Skema supervisi yang
tidak jelas akan menyebabkan alokasi sumberdaya publik di desa tak efektif.
ke daerah yang disyaratkan untuk pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dan fasilitas publik
• Peninjauan rencana dan penajaman
kembali pemekaran daerah administratif.
• Alokasi Rp. 1 Milyar per
desa/kelurahan, untuk 8 prioritas infrastruktur, ekonomi dan pelayanan dasar. 1 1 1
dalam UU Pelayanan Publik.
• Meletakkan dasar-‐dasar dimulainya
desentralisasi asimetris
• Perumusan kembali posisi gubernur sebagai
mata rantai penghubung antara pemerintah nasional dengan pemerintah daerah melalui penegasan fungsinya sebagai pengendali sumber daya nasional yang disalurkan masing-‐ masing sektor ke daerah
• Operasionalisasi rezim desentralisasi dengan
pendekatan kewilayahan
• Perubahan tata kelembagaan di Bappenas dan
kementerian koordinator dari sektoral menjadi berbasis kewilayahan.
• Perubahan kebijakan DAU,
• Penahapan pembentukan daerah otonom
baru, dan mendorong penggabungan atau penghapusan daerah otonom .
• Menjadikan Kecamatan kecamatan sebagai
ujung tombak pelayanan publik.
• Evaluasi komponen DBH yang lebih
mencerminkan pemerataan pembangunan antara pusat dan daerah.
• Peningkatan tax sharing
• Insentif tambahan bagi pemda yang mampu
mengelola keuangannya secara
berkesinambungan dan menyejahterakan daerahnya
• Penguatan desa dan kelurahan sebagai ujung
tombak pelayanan publik.
• Fasilitasi, supervise, dan pendampingan untuk
pelaksanaan UU Desa.
• Share holding antara pemerintah, desa dan
investor dalam pengelolaan SDA.
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
• Share holding pemerintah, desa, dan warga
dalam menjalankan program-‐program investasi pembangunan desa.
1
NILAI TATA PEMERINTAHAN 20 62
B. DEMOKRASI & KEBEBASAN SIPIL 1. Partai Politik • Rekrutmen/Kaderisasi Partai politik • Quota perempuan
• Menempatkan 30 % perempuan dalam
posisi menteri dan/atau pejabat setingkat menteri serta mendorong kedudukan strategis lainnya bagi perempuan pada pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota.
1 • Merestorasi undang-‐undang tentang partai
politik untuk mendorong pelembagaan partai politik, melalui penguatan kaderisasi,
rekrutmen, dan pengelolaan keuangan partai
• Mendorong pengaturan pembiayaan partai
politik melalui APBN/APBD
• Menginisiasi pengaturan pembiayaan
kampanye.
• Berkomitmen memperjuangkan pemenuhan
quota perempuan 30 % tidak sekedar angka tetapi juga mendorong agar semua partai politik memiliki dan menyiapkan kader politik perempuan yang mumpuni melalui
perekrutan, pendidikan politik, kaderisasi dan memberikan akses yang sama dan adil kepada politis perempuan untuk terlibat.
1 1 1 1 2. Organisasi Masyarakat Sipil dan Media (Kebebasan Sipil)
• Kekacauan kerangka
hukum bagi
organisasi masyarakat sipil dengan adanya UU Ormas, yang mengakibatkan terjadinya restriksi terhadap kemerdekaan
• Melindungi rakyat dari berbagai bentuk
diskriminasi, gangguan dan ancaman, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.
• Menciptakan kepastian dan
menegakkan hukum tanpa pandang bulu dan seadil-‐adilnya.
1 1
• Memperjuangkan untuk tidak berlaku
diskriminatif terhadap kelompok atau golongan tertentu dalam negara.
• Menerapkan kebijakan tindakan khusus
sementara terhadap kelompok-‐kelompok marjinal, termasuk kelompok perempuan di dalamnya untuk menjamin kesetaraan dengan warga negara lainnya.
• Membangun kembali modal sosial dengan
1 1
berserikat dan berorganisasi
• Ancaman
kriminalisasi terhadap masyarakat yang berekspresi di media sosial melalui UU ITE
• Peran dan kontribusi
organisasi masyarakat sipil dalam pembangunan demokrasi meningkat, namun sikap negara/pemerintah masih parsial terhadap organisasi masyarakat sipil sebagai bagian dari check and balance
• Partisipasi masyarakat secara individu maupun kolektif masih rendah. Berdasarkan Human Development Report 2013 Indonesia menempati urutan 121 dari 187 negara dengan ketimpangan gender yang tinggi pada aspek partisipasi politik perempuan (18,2%), partisipasi
membangun kembali kepedulian sosial, pranata gotong-‐royong, melindungi lembaga-‐ lembaga adat di tingkat lokal, membangun kepercayaan di antara anak bangsa, dan mencegah diskriminasi.
• Memberikan jaminan perlindungan dan hak
kebebasan beragama dan berkeyakinan.
• Melakukan langkah-‐langkah hukum terhadap
pelaku kekerasan yang mengatasnamakan agama.
• Menghapus regulasi yang berpotensi
melanggar HAM kelompok rentan, termasuk perempuan, anak, masyarakat adat, dan penyandang disabilitas.
• Menata frekuensi untuk menghindari Kartel
dan Monopoli pada industri penyiaran.
• Membuka keterlibatan publik dan media
massa dalam pengawasan terhadap upaya tindakan korupsi maupun proses penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi.
• Berkomitmen melindungi dan memajukan Hak-‐
hak Masyarakat Adat. ( BDBP poin 9)
• Menjamin kepastian hukum hak kepemilikan
tanah , penyelesaian sengketa tanah dan menentang kriminalisasi penuntutan kembali hak tanah masyarakat (sembilan agenda prioritas poin 4)
• Membangun kapasitas untuk melindungi hak
dan keselamatan WNI di luar negeri Khususnya TKI (BDBP poin 1 huruf b)
• Mendorong partisipasi masyarakat dalam
proses pengambilan kebijakan publik dengan meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
pendidikan untuk perempuan (36,2%), partisipasi kerja perempuan (51,2%)
Badan Publik yang baik.
• Menjamin hak akses warga negara untuk
mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik. 1 • Lembaga yang menjamin kebebasan Sipil Tidak tersedia
0 • Kurikulum pendidikan dan latihan untuk menghasilkan anggota POLRI yang berwatak sipil, tidak militeristik, dalam tugas penegakan hukum. (BDBP poin 3 huruf b)
1
• Freedom of
Expression
Tidak tersedia 0 • Membangun pemahaman tentang pluralisme
(keberagaman) dalam kurikulum pendidikan dan pemahaman masyarakat.(BDBK poin 1.huruf d,dan poin 2huruf a,b,c,d)
• Pendidikan kewarganegaraan dalam kurikulum
pendidikan nasional (BDBK poin 1.huruf a)
• Melakukan revolusi karakter bangsa. Untuk
pendidikan dasar, pembobotan dilakukan dengan menekankan 70% budi pekerti dan pembangunan karakter peserta didik. (sembilan agenda prioritas poin 8)
1 1 1 • Freedom of Association
• Melindungi rakyat dari berbagai bentuk
diskriminasi (program VIII poin 1)
• Memperbaiki koordinasi dan
komunikasi antara pekerja, dunia usaha dan pemerintah. (Program kerja I poin 11 huruf b) 1 1
• Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat
restorasi sosial Indonesia. (sembilan agenda prioritas poin 9)
• Memberikan prioritas pada upaya pemulihan
pada kepercayaan publik pada institusi-‐ institusi demokrasi (sembilan agenda prioritas poin 2) 1 1
• Freedom to vote
NILAI DEMOKRASI & KEBEBASAN SIPIL 5 23 C. PEMBENTUKAN HUKUM
1. Kinerja legislasi pemerintah yang terorganisasikan secara efektif dan bertanggung jawab secara sosial. Catatan: • Terorganisasikan secara efektif mencakup keberadaan desain perencanaan legislasi dan naskah akademik yang disusun secara komprehensif dan partisipatif
• Bertanggung jawab
secara sosial meliputi ketersediaan ruang kontrol dan
pemberdayaan partisipasi publik, keberpihakan terhadap kelompok rentan, dan perlindungan HAM (termasuk hak ekonomi, sosial, dan budaya serta
kelestarian lingkungan dan SDA)
• Menciptakan kepastian hukum
Catatan: secara umum, kepastian hukum ditafsirkan (salah satunya) berada pada wilayah ketersediaan dan kualifikasi peraturan perundang undangan sebagai rujukan atau panduan
1 • Membangun politik legislasi yang jelas, terbuka,
dan berpihak pada pemberantasan korupsi, penegakan HAM, perlindungan lingkungan hidup, dan reformasi lembaga penegak hukum
• Menyusun rencana legislasi tahunan yang
terarah dan realistis melalui penetapan prioritas RUU (maksimal 20 RUU) dengan naskah yang terencana, sinkron, dan berkualitas
• Menyediakan forum dan akses publik terhadap
produk dan proses legislasi
1 1 1
2. Pengelolaan inisiatif dan sumber strategis bagi pembentukan dan
pembaruan hukum
Catatan:
• Targetnya terletak
pada mengefektifkan kinerja monitoring dan evaluasi legislasi melalui konsolidasi database, publikasi peraturan perundang-‐ undangan dan reformasi regulasi
• Agar tidak melangkah
pada intervensi dan pelanggaran independensi
kekuasaan peradilan, maka sasarannya terbatas pada lebih mengoptimalkan pembelajaran yang diperoleh dari proses peradilan di MK maupun MA dan lembaga peradilan di bawahnya
3. Pengharmonisasian produk legislasi di semua tingkatan level (pusat maupun daerah) dan sektor (politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, dll)
Menciptakan kepastian hukum
Catatan: secara umum, kepastian hukum ditafsirkan (salah satunya) berada pada wilayah ketersediaan dan kualifikasi peraturan perundang undangan sebagai rujukan atau panduan
1
• Membangun politik legislasi yang jelas, terbuka, dan berpihak pada pemberantasan korupsi, penegakan HAM, perlindungan lingkungan hidup, dan reformasi lembaga penegak hukum
• Memperkuat kapasitas fungsi legislasi
pemerintah untuk menghasilkan produk legislasi yang solutif dan berpihak pada kepentingan masyarakat 1 1
NILAI PEMBENTUKAN HUKUM 2 5 D. PENEGAKAN HUKUM
1. Berkontribusi dalam menjamin efektifitas dan independensi lembaga peradilan (MA dan MK)
Catatan: kontribusi dalam konteks politik hukum (yang bisa diterjemahkan dalam peraturan
perundang-‐undangan) dan kecukupan anggaran, dukungan SDM, dan perangkat teknis operasional lainnya
• Menegakkan hukum tanpa pandang bulu
dan seadil-‐adilnya
• Mempercepat peningkatan
kesejahteraan aparatur negara dan reformasi birokrasi melalui sistem insentif dan hukuman yang efektif
1 1
Memberikan dukungan khusus untuk membongkar jaringan dan praktik mafia peradilan dengan memberdayakan lembaga pengawasan yang sudah ada
1 1
2. Peran dan tanggung jawab pemerintah yang dijalankan secara profesional, transparan, dan berintegritas dalam pengisian atau
penempatan pejabat publik di lembaga penegak hukum di kejaksaan dan kepolisian
• Reformasi birokrasi untuk mencapai
sistem birokrasi yang efisien dan melayani dengan sistem insentif dan hukuman yang efektif
• Menerapkan manajemen terbuka dan
akuntabel 1 1
• Melakukan lelang jabatan strategis pada
lembaga penegak hukum
• Membentuk regulasi tentang penataan aparat
penegak hukum 1 1 3. Komitmen terhadap agenda pemberantasan korupsi
terutama yang dilakukan oleh KPK dan
mensinergikannya dengan peran kepolisian dan kejaksaan
• Menegakkan hukum tanpa pandang bulu
dan seadil-‐adilnya
• Mencegah dan memberantas KKN,
dengan menerapkan manajemen terbuka dan akuntabel
• Memperkuat KPK dengan menambah
tenaga penyidik dan fasilitas penyelidikan 1 1 1
• Memberantas korupsi di sektor legislasi dengan
menindak tegas oknum pemerintah yang menerima suap untuk memperdagangkan kepentingan masyarakat
• Membentuk regulasi yang mendukung
pemberantasan korupsi (seperti RUU Perampasan Aset, RUU Perlindungan
Saksi/Korban, RUU Kerja sama Timbal Balik, dan 1 1
• Penguatan peranan dan sinergitas KPK,
kepolisian, dan kejaksaan dalam pemberantasan korupsi
• Mempercepat peningkatan
kesejahteraan aparatur negara dan reformasi birokrasi untuk mencapai sistem birokrasi yang efisien dan melayani melalui sistem insentif dan hukuman yang efektif
• Memangkas rantai dan proses birokrasi
yang berbelit-‐belit 1 1 1
RUU Pembatasan Transaksi Tunai)
• Mendukung keberadaan KPK
• Memastikan sinergi di antara kepolisian,
kejaksaan, dan KPK
• Memprioritaskan penanganan kasus korupsi di
sektor penegakan hukum, politik, pajak, bea cukai, dan industri SDA
• Melakukan aksi pencegahan korupsi melalui
penerapan Sistem Integritas Nasional (SIN)
• Menciptakan mekanisme transparansi dalam
pembuatan kebijakan
• Membuka keterlibatan publik dan media massa
dalam mengawasi upaya tindakan korupsi maupun proses penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi
• Memberikan dukungan khusus untuk
membongkar jaringan dan praktik mafia peradilan dengan memberdayakan lembaga pengawasan yang sudah ada
1 1 1 1 1 1 1 4. Penghormatan dan perlindungan terhadap HAM, termasuk penyelesaian terhadap kasus pelanggaran HAM dan kejahatan terutama yang dialami kelompok rentan
• Melindungi rakyat dari berbagai bentuk
diskriminasi, gangguan, dan ancaman
• Menjunjung tinggi hak asasi manusia • Menegakkan hukum tanpa pandang bulu
dan seadil-‐adilnya
1 1 1
• Menghapus semua bentuk impunitas di dalam
sistem hukum nasional, termasuk di dalamnya merevisi UU Peradilan Militer
• Menyelesaikan secara berkeadilan terhadap
kasus pelanggaran HAM di masa lalu
• Memasukkan muatan HAM dalam kurikulum
pendidikan umum di SD dan SMP maupun pendidikan aparat negara seperti TNI dan Polri
• Menjamin pemenuhan hak atas kesehatan,
pendidikan, perburuhan, dan hak masyarakat adat
• Memberikan jaminan perlindungan dan hak
kebebasan beragama dan berkeyakinan
• Melakukan langkah-‐langkah hukum terhadap
pelaku kekerasan yang mengatasnamakan
1 1 1 1 1 1
agama
• Memprioritaskan penanganan kasus kekerasan
seksual terutama pada perempuan dan anak
• Menghapus regulasi yang berpotensi melanggar
HAM kelompok rentan, termasuk perempuan, anak, masyarakat adat, dan penyandang disabilitas
• Melakukan pemberantasan tindakan kriminal
yang menjadikan anak dan perempuan sebagai obyek eksploitasi di dunia kerja dan human trafficking
• Memberikan perlindungan hukum, mengawasi
pelaksanaan penegakan hukum khususnya yang terkait anak, perempuan, dan kelompok
termarjinalkan 1 1 1 1
NILAI PENEGAKAN HUKUM 13 23
E. PELAYANAN DASAR 1. PENDIDIKAN
• APM dan APK
mengalami perbaikan, namun semakin rendah pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Menurut data BPS 2012: APM SD sebesar 92,4%, SMP 70,84%, dan SMA 51,46%. Sedangkan APK SD sebesar 104,20%, SMP 89,18%, SMA 67,88%, dan PT 18,53%. • Kualitas pendidikan • IPM 75-‐85 pada 2019
• Melaksanakan reformasi pendidikan • Melaksanakan wajib belajar 12 tahun
dengan biaya negara.
• Menghapus pajak buku pelajaran. • Menghentikan penggantian buku
pelajaran setiap tahun.
• Mengembangkan pendidikan jarak jauh
terutama untuk daerah yang sulit terjangkau dan miskin.
• Memberikan beasiswa bagi mahasiswa
kurang mampu dan lulusan dan pencari kerja yang mengikuti pelatihan pada bidang dan lembaga tertentu.
• Fasilitas kredit bank untuk mahasiswa
berprestasi. 1 1 1 1 1 1 1 1
• Angka partisipasi 100% untuk SD, 95% untuk
tingkat SLTP.
• Pendidikan tinggi dengan jumlah Politeknik
60% dan 40% sains.
• Program Indonesia pintar dengan wajib belajar
12 tahun bebas pungutan.
• Memperbesar akses warga pada pendidikan
tinggi dengan cara memberi subsidi kepada PTN.
• Pemberian beasiswa jenjang pendidikan D3, S1
sampai S3 di dalam maupun luar negeri.
1 1 1 1 1
rendah.
• Berdasarkan data BPS
2012, angka putus sekolah semakin tinggi pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi seperti berikut: SMP 21% dan SMA 31,13%.
• Rata-‐rata penduduk
Indonesia yang berusia ± 15 tahun merupakan usia kerja dengan waktu pendidikan rata-‐rata SMP, sebesar 1.681.945 juta jiwa berdasarkan BPS 2013. • Permendiknas No 23 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Permendiknas No. 15 Tahun 2010 mengenai Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar, yaitu: 1 guru mengajar 32 siswa.
• Jumlah guru yang
bersertifikat 25,5 % (746.727 guru) berbanding dengan jumlah guru yang belum 2.178.949
• Pengiriman tunjangan profesi guru
bersertifikat langsung ke rekening guru yang bersangkutan
• Merekrut 800 ribu guru selama 5 tahun • Menaikkan tunjangan profesi guru
menjadi rata-‐rata Rp 4 juta per bulan.
1 1 1
• Insentif bagi guru daerah terpencil:
o Tunjangan fungsional memadai o Asuransi keselamatan kerja o Fasilitas yang memadai untuk
pengembangan keilmuan serta promosi kepangkatan dan karier.
• Kebijakan rekrutmen dan distribusi tenaga
pengajar yang berkualitas akan dilakukan secara merata. 1 1
(Kompas.com, 23 Nov 2011)
Kurikulum • Mengembangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
• Mewajibkan kembali kurikulum
matematika dan Bahasa Inggris untuk sekolah dasar.
• Pendidikan anti korupsi.
1 1 1
• Mengedepankan pendidikan kewarganegaraan
(civic education).
• Proporsi 70% budi pekerti dan pembangunan
karakter pada pendidikan dasar.
• Muatan nilai kesetaraan gender, penghargaan
terhadap keberagaman, HAM, dan bahaya narkoba dalam kurikulum.
• Tidak memberlakukan model penyeragaman
dalam sistem pendidikan nasional, termasuk Ujian Akhir Nasional.
1 1 1 1 • Alokasi anggaran pendidikan sebesar 20% APBN: o untuk infrastruktur sebesar 1 triliun pada APBN TA 2013, APBN TA 2014 tidak ada. o Baru 10% dari alokasi anggaran pendidikan digunakan untuk belanja langsung siswa.
• Ruang kelas yang
rusak pada 2013 berjumlah 141.941 ruang kelas SD dan 67.065 ruang kelas SMP (Kemendikbud).
• Dana perbaikan kualitas fasilitas
pendidikan rata-‐rata Rp 150 juta per sekolah.
• Meningkatkan kualitas fasilitas
pendidikan di universitas negeri maupun swasta dengan alokasi dana APBN Rp 20 triliun selama 2015-‐2019.
• Menyediakan komputer di sekolah
dasar dan menengah, sekolah kejuruan, sekolah agama dan pesantren.
• Membangun jaringan internet gratis. • Mengembangkan sekolah-‐sekolah
kejuruan pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, maritim dan industri, termasuk Balai Latihan Kerja.
1 1 1 1 1
• Pemerataan fasilitas pendidikan di seluruh
wilayah yang selama ini merupakan area dengan tingkat dan pelayanan pendidikan rendah atau buruk.
• Penyediaan dan pembangunan sarana
transportasi dan perbaikan akses jalan menuju fasilitas pendidikan/sekolah dengan kualitas memadai.
• Peningkatan jumlah politeknik, SMK, dan Balai
Latihan Kerja. 1 1 1
2. • Menurut data SDKI
2012: •• Meningkatkan IPM 75-‐85 pada 2019 Pembangunan rumah sakit modern di
1
1 • Menyediakan jaminan persalinan gratis bagi setiap perempuan yang melakukan persalinan. 1
o AKB/1000 kelahiran hidup sebesar 32 (target MDGs 2015: 23/1000 kelahiran hidup). o AKI/100.000 kelahiran sebesar 359 (target MDGs 2015: 108/100.000 ribu kelahiran hidup). • Data Kemenkes (SMS gateway) tentang kasus penderita gizi buruk meningkat: 81 kasus (2012), 561 kasus (2013), 145 kasus (2014).
• Penyakit menular dan
kronis belum teratasi dan temuan kasus cenderung meningkat: o HIV/AIDS pada 2009 sebesar 28.260 kasus; o TBC berada pada peringkat 4 dunia, dengan jumlah penderita sebesar 800.000-‐ 900.000 (2013), prevalensi setiap kabupaten/kota
• Meningkatkan peran PKK, Posyandu
dan Puskesmas.
• Revolusi putih mandiri, susu untuk anak
sekolah melalui peternakan sapi dan kambing.
• Mengembangkan program KB • Mewajibkan dokter yang baru lulus
untuk mengabdi di daerah miskin dan tertinggal. Catatan: PTT sudah dilakukan. 1 1 1 1
• Mengalokasikan sekurang-‐kurangnya 5% APBN
untuk penurunan AKI, AKB, pengendalian HIV/Aids, penyakit menular dan kronis.
• Pembangunan 50.000 rumah sakit dan 6000
puskesmas dengan fasilitas rawat inap. Catatan: Tenaga kesehatan. 1 1
297/100.000 penduduk; o Kusta berada pada peringkat 3 dunia, dengan jumlah penderita sebesar 18.994 (2012); o Malaria pada 2010, terdapat 465.764 kasus, pada 2012 terdapat 417.819 kasus. • Alokasi anggaran kesehatan hanya 46,45 triliun atau 2,4 persen dari APBN. Hal ini jelas melanggar Undang-‐Undang 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, terutama pasal 171 ayat (1), (2), dan (3) yang menyebutkan bahwa besaran anggaran kesehatan minimal 5% APBN, minimal 10% APBD –diluar gaji, dan sekurang-‐ kurangnya 2/3 dari anggaran kesehatan diprioritaskan untuk pelayanan publik.
• Alokasi anggaran
untuk Program Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak atau kelas ibu hamil dan kesehatan reproduksi hanya sekitar 6,56% dari anggaran Kemenkes. 3. Administrasi Kependudukan
• Tidak tersedia 0 Melanjutkan reformasi sistem kependudukan
nasional yang terintegrasi (Nomor Induk
Kependudukan Nasional/National Single Identity Number).
1
4. Jaminan Sosial
• Jaminan hari tua
hanya terbatas pada kaum pekerja sektor formil
• Jaminan sosial
nasional
• Memberikan jaminan sosial untuk fakir
miskin, penyandang cacat dan rakyat terlantar. • Percepatan pelaksanaan BPJS Kesehatan. 1 1
• Implementasi SJSN secara merata di seluruh
Indonesia.
• Menyediakan sistem perlindungan sosial
bidang kesehatan yang inklusif.
• Pengalihan konsorsium asuransi TKI menjadi
bagian dari BPJS kesehatan.
1 1 1 5. Refromasi Birokrasi Pelayanan Publik • Berdasar laporan penelitian Ombudsman RI 2013, tingkat kepatuhan terhadap mandat UU Pelayanan Publik hanya 22,2% (Juni 2013) dan 77,8% (November 2013) pada Kementerian; sedangkan pada lembaga negara
• Pemangkasan rantai birokrasi dan
perijinan yang berlebihan di tingkat pusat dan daerah.
• Melaksanakan pemangkasan rantai dan
proses birokrasi yang berbelit-‐belit dan berpotensi menjadi sumber KKN di semua tingkat dan sektor
pemerintahan
• Mempercepat peningkatan
kesejahteraan aparatur negara dan reformasi birokrasi untuk mencapai sistem birokrasi efisien dan melayani dengan sistem insentif dan hukuman yang efektif 1 1 1
• Pengurangan overhead cost (anggaran rutin)
dan meningkatkan alokasi lebih banyak untuk pelayanan publik
• Penerapan UU KIP (Keterbukaan Informasi
Publik) secara konsisten
• Membuka ruang partisipasi publik melalui
citizen charter dalam UU Pelayanan Publik
• Menjalankan dengan konsisten UU ASN
(Aparatur Sipil Negara)
• Penguatan desa, kelurahan, dan kecamatan
sebagai ujung tombak pelayanan publik yang diatur dengan UU Desa
• Meningkatkan kapasitas pemerintah nasional
dalam menjalankan fungsi pembinaan dan
1 1 1 1 1 1
hanya 27,8% dan pemda hanya 10,5%. Mandat UU Pelayanan Publik diantaranya standar pelayanan/maklumat pelayanan, mekanisme penanganan pengaduan, sistem informasi pelayanan publik. Sementara 2014 ini merupakan batas pencapaian target pelayanan publik prima dari Program Reformasi Birokrasi Nasional.
• Evaluasi kinerja
pemerintah selama ini belum mendorong terjadinya
peningkatan kualitas pelayanan publik bagi masyarakat.
• Tidak ada sanksi yang
tegas maupun penegakannya jika terjadi pelanggaran dalam pelayanan publik.
pengawasan, termasuk pengelolaan keuangan dan pelayanan
NILAI PELAYANAN DASAR 30 27
NILAI TOTAL 70 140