• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi jamur Helminthosporium turcicum menurut Alexopoulus and. : Helminthosporium turcicum (Pass.) Leonard et Suggs.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi jamur Helminthosporium turcicum menurut Alexopoulus and. : Helminthosporium turcicum (Pass.) Leonard et Suggs."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Penyebab Penyakit

Klasifikasi jamur Helminthosporium turcicum menurut Alexopoulus and Mims (1979) adalah :

Divisio : Amastigomyceta Sub Divisio : Deuteromycotina Kelas : Deuteromycetes Sub Kelas : Hyphomycetidae Ordo : Hyphales

Family : Dematiaceae Genus : Helminthosporium

Spesies : Helminthosporium turcicum (Pass.) Leonard et Suggs.

Dari Dematiaceae- Phragmospore, marga Helminthosporium kebanyakan menyerang Graminae. Ini mempunyai konidiofor tegak dan kuat, berwarna coklat. Konidium seperti kumparan atau seperti gada panjang, sering agak bengkok, bersekat banyak berwarna coklat, konidium berdinding tebal. Marga Helminthosporium dipecah menjadi beberapa marga, antara lain Drechslera, Bipolaris, dan Exserohilum. Helminthosporium turcicum (Exserohilum turcicum) menyerang bunga dan daun jagung (Semangun, 1996)

Penyakit hawar daun (leaf blight) turcicum disebabkan oleh jamur Helminthosporium turcicum (Pass.) Leonard et Suggs. Jamur membentuk konidiofor yang keluar dari mulut daun (stomata), satu atau dua dalam kelompok, lurus atau lentur, berwarna coklat, panjangnya sampai 300 μm, tebal 7-11 μm,

(2)

secara umum 8-9 μm. Konidium lurus atau agak melengkung, jorong atau berbentuk gada terbalik, pucat atau berwarna coklat jerami, halus mempunyai 4-9 sekat palsu, panjang 50-144 (115) μm, dan bagian yang paling lebar berukuran 18-33 μm, kebanyakan 20-24 μm. Konidium mempunyai hilum menonjol dengan jelas, yang merupakan ciri dari marga Drechslera. Dalam biakan murni, D. turcicum membentuk askus dalam peritesium. Stadium sempurna dari jamur ini disebut Setosphaeria turcica (Luttrell) Leonard et Suggs atau Trichometasphaeria turcica (Pass.) Luttrell (Holliday, 1980).

Penyakit bercak daun yang disebabkan oleh Helminthosporium turcicum merupakan salah satu penyakit utama pada jagung setelah bulai. Patogen ini menular melalui udara sehingga mudah menyebar. Kehilangan hasil akibat bercak daun mencapai 59%, terutama bila penyakit menginfeksi tanaman sebelum bunga betina keluar (Poy 1970).

Daur Hidup Penyakit

Jamur Helminthosporium turcicum dapat bertahan hidup pada tanaman jagung yang masih hidup, beberapa jenis rumput-rumputan termasuk sorgum, pada sisa-sisa tanaman jagung sakit, dan pada biji jagung. Konidium jamur ini disebarkan melalui angin. Di udara, konidium yang terbanyak terdapat menjelang tengah hari. Konidium berkecambah dan pembuluh kecambah mengadakan infeksi melalui mulut kulit atau dengan mengadakan penetrasi secara langsung, yang didahului dengan pembentukan apresorium (Semangun,1991).

Sporulasi Helminthosporium turcicum di lapang terjadi pada permukaan tanaman yang terinfeksi. Setelah itu spora lepas, kemudian terbawa oleh angin dan

(3)

b a

hinggap pada permukaan tanaman yang lain. Selanjutnya spora beradhesi, melakukan penetrasi awal, kemudian membentuk bercak dan berkembang. Siklus hidup cendawan Exserohilum turcicum berlangsung 2–3 hari. Dalam 72 jam satu

bercak mampu menghasilkan 100–300 konidia (Govitawawong dan Kengpiem, 1975).

Sumber: Shurtleff 1980 Sumber: Foto Langsung Gambar 1. Jamur Helminthosporium turcicum (Pass.) Leonard et Suggs.

Keterangan : a = konidium b = sekat konidium

Gejala Serangan

Gejala visual yang menunjukkan ciri khas serangan H. turcicum adalah bercak agak memanjang, bagian tengah agak melebar, makin ke pinggir makin kecil, berwarna cokelat keabuan, dikelilingi oleh warna kekuningan sejajar tulang daun. Isolat Helminthosporium turcicum yang ditumbuhkan pada media potato dextrose agar (PDA) berwarna hitam putih keabuan dengan zonasi beraturan dan tidak beraturan. Konidia mulai terlihat setelah 6 hari dan semakin banyak pada 12

(4)

x

hari. Bentuk konidia agak melengkung, ujungnya tumpul, bersekat 3−10 buah (Shurtleff, 1980).

Gambar 2. Gejala serangan hawar daun turcicum Sumber : Foto Langsung

Tanaman jagung yang tertular Helminthosporium turcicum, gejala awalnya muncul bercak-bercak kecil, jorong, hijau tua/hijau kelabu kebasahan. Selanjutnya, bercak-bercak tadi berubah warna menjadi coklat kehijauan. Bercak kemudian membesar dan mempunyai bentuk yang khas, berupa kumparan atau perahu. Lebar bercak 1-2 cm dan panjang 5-10 cm, tetapi lebar dapat mencapai 5 cm dan panjang 15 cm. Konidia banyak terbentuk pada kedua sisi bercak pada kondisi banyak embun atau setelah turun hujan, yang menyebabkan bercak berwarna hijau tua beledu, yang makin ke tepi warnanya makin muda. Beberapa bercak dapat bersatu membentuk bercak yang lebih besar sehingga dapat mematikan jaringan daun Pertanaman jagung yang tertular berat tampak kering seperti habis terbakar (Semangun, 1991).

Faktor yang Mempengaruhi

Jarak tanam yang rapat menyebabkan kelembaban udara di sekitar x

(5)

Helminthosporium turcicum. Suhu optimal untuk pertumbuhan, pembentukan, dan

perkecambahan konidia Helminthosporium turcicum adalah 200C- 260C (Renfro and Ultstrup 1976).

Tanaman jagung yang terinfeksi penyakit hawar daun pada fase vegetatif menyebabkan tingkat penularan yang lebih berat dibanding bila penularan terjadi pada tanaman yang lebih tua dan ini akan berpengaruh terhadap kehilangan hasil (Sumartini dan Sri Hardaningsih 1995). Namun menurut Sudjono (1988), jika tanaman jagung tertular sebelum keluar rambut (bunga betina) dapat menyebabkan kehilangan hasil 59%. Kehilangan hasil akibat H. turcicum dapat mencapai 100% atau puso pada tingkat penularan yang berat (Roliyah 2000).

Perkembangan penyakit ditentukan oleh kondisi lingkungan. Suhu optimal untuk perkembangan penyakit adalah 200− 300C (Schenck and Steller 1974). Keadaan suhu tersebut umum dijumpai pada areal pertanaman jagung di Indonesia sehingga hawar daun hampir selalu ditemukan pada setiap musim tanam. Patogen dalam bentuk miselium dorman juga mampu bertahan hingga satu tahun pada sisa tanaman jagung (Shurtleff 1980; Sumartini dan Srihardiningsih 1995) sehingga penyakit bersifat laten serta mampu menyebabkan serangan secara sporadis yang serius terutama pada varietas rentan (Pakki, 2005).

Pengendalian Penyakit

Penanaman varietas tahan merupakan cara pengendalian yang mudah, murah, dan aman bagi lingkungan (Wakman dan Burhanuddin, 2007). Menurut Sudjono (1988) jenis Kalingga, Arjuna, dan Hibrida C1 adalah tahan terhadap Helminthosporium turcicum.

(6)

Pengendalian Helminthosporium turcicum pada daerah endemis dapat dilakukan dengan pembenaman sisa-sisa panen untuk mengurangi sumber inokulum awal. Cara ini efektif menekan intensitas serangan pada daerah endemis H. turcicum (Summer dan Litteral, 1974)

Helminthosporium turcicum selain menginfeksi tanaman jagung, juga dapat merusak beberapa jenis gulma atau tanaman inang alternatif. Oka (1993) mengemukakan bahwa untuk mengendalikan penyakit tanaman, maka sumber inokulum awal (X) harus dihilangkan/dikurangi. Pengolahan tanah yang baik dan penyiangan yang sempurna dapat menekan/mengurangi sumber inokulum awal.

Pengendalian secara biologis dengan menggunakan mikroorganisme antagonis belum banyak dilaporkan. Cendawan antagonis Trichosporom sp. (Wang dan Wu 1987) dan bakteri Pseudomonas cepacia (Upadhyal dan Jasaswal 1992) berpotensi dikembangkan di areal pertanaman jagung.

Jika diperlukan, penyakit ini dapat dikendalikan dengan fungisida dengan bahan aktif carbendazin 6,2% + mancozeb 73,8%, mancozeb 80%, trishloromethylthio-4-cyclohexene-1,2-dicarboximide (Muis dkk, 2000).

Fungisida Nabati

Secara umum, pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Pestisida nabati relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas. Oleh karena terbuat dari bahan alami/nabati maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai (biodegerable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak (Kardinan, 2004).

(7)

Untuk menghasilkan bahan pestisida nabati dapat dilakukan beberapa teknik, diantaranya:

1. Pengerusan, penumbukan, pembakaran, atau pengepresan untuk menghasilkan produk berupa tepung, abu, atau pasta.

2. Rendaman untuk produk ekstrak.

3. Ekstraksi dengan menggunakan bahan kimia pelarut disertai perlakuan khusus oleh tenaga yang terampil dan dengan peralatan khusus.

(Kardinan, 2004) Sirih (Piper betle L.)

Dalam daun sirih terkandung beberapa senyawa seperti minyak atsiri, zat penyamak, cineole, dan yang terpenting senyawa alkoloid. Komposisi kimia pada tanaman sirih yaitu, saponi, flafonida dan polypenol mampu memberikan ketahanan pada tanaman. Senyawa fenol yang terkandung pada daun sirih dapat berfungsi sebagai penahan serangan patogen. Dengan cara menghambat sporulasi dari patogen, sehingga tanaman dapat terlindung (Hendra dkk, 1995).

Ekstrak daun sirih telah dikembangkan dalam beberapa bentuk sediaan misal pasta gigi, sabun, obat kumur karena daya antiseptiknya. Sediaan perasan, infus, ekstrak air-alkohol, ekstrak heksan, ekstrak kloroform maupun ekstrak etanol dari daun sirih mempunyai aktivitas antibakteri terhadap gingivitis, plak dan karies (Sari dan Dewi, 2006).

Sereh (Andropogon nardus L.)

Sereh dapat berfungsi sebagai insektisida dan fungisida yang mengandung bahan aktif atsiri yang terdiri dari senyawa sintral, sitronela, geraniol, mirsena, nerol, farnesol, metil heptenon dan dipentena. Serai menghasilkan minyak pati

(8)

yang dikenal sebagai `citronella oil’ di pasaran. Minyak sitronela mengandung dua bahan kimia penting yaitu sitronelal dan geraniol. Sitronelal dan geraniol digunakan untuk bahan dasar pembuatan ester-ester seperti hidroksi sitronelal, genaniol asetat dan mentol sintetik yang mempunyai sifat lebih stabil dan banyak digunakan dalam industri wangi-wangian (Kardinan, 2004).

Fungisida Kimiawi Propineb

Fungisida dari kelompok ditiokarbamat merupakan fungisida sintetik organik generasi pertama yang hingga kini paling banyak digunakan di seluruh dunia. Propineb ditemukan pada tahun 1963. Fungisida ini bersifat non sistemik, non spesifik, dan multisite inhibitor. Propineb digunakan sebagai protektan dengan cara disemprotkan untuk menghambat perkecambahan spora. Dengan rumus kimia C5H8N2S4Zn (Djojosumarto, 2008).

Propineb yang terdapat pada produk yang digunakan bertuliskan 70 WP, yang artinya dalam 1 Kg produk terdapat 700 gr bahan aktif propineb dengan berbentuk tepung. WP adalah formulasi bentuk tepung yang bila dicampur air akan membentuk suspensi yang penggunaannya dengan cara disemprotkan (Djojosumarto, 2000).

(9)

Heksakonazol

Merupakan fungisida golongan triazol, ditemukan pada tahun 1986, yang berspektrum luas, bersifat kuratif dan protektan mengendalikan jamur patogen. Bekerja secara sistemik ke seluruh bagian tanaman melalui pembuluh kayu (xylem) dengan rumus kimia C14H17Cl2N3O (Djojosumarto, 2008).

Heksaconazole yang terdapat pada produk yang digunakan bertuliskan 50EC, yang artinya dalam 1 liter produk terdapat 500 ml bahan aktif heksaconazole. EC merupakan sediaan berbentuk pekatan (konsentrat) cair dengan konsentrasi bahan aktif yang cukup tinggi. Konsentrat cair ini akan membentuk emulsi (butiran benda cair melayang dalam media cair lain) (Djojosumarto, 2000).

Gambar 4. Rumus Bangun Heksaconazol Sumber : Chemblink, 2008

Gambar

Gambar 2. Gejala serangan hawar daun turcicum  Sumber : Foto Langsung
Gambar 3. Rumus Bangun Propineb
Gambar 4. Rumus Bangun Heksaconazol  Sumber : Chemblink, 2008

Referensi

Dokumen terkait

Serangan pada benih yang lebih tua atau yang baru dipindah menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat, daun menguning, layu, pangkal batang berlekuk, busuk,

Gejala awal dari tanaman yang terinfeksi MYMV adalah dengan munculnya bercak kuning pada sekitar tulang daun muda yang kemudian menyebar keseluruh bagian daun

Gejala yang tampak pada tanaman adalah berubahnya warna daun menjadi keperakan atau berwarna perunggu.. Kerusakan yang berat oleh hama menyebabkan

Dalam proses budidayanya, tanaman jagung manis tidak membutuhkan persyaratan yang khusus karena tanaman ini tumbuh hampir pada semua jenis tanah, dengan kriteria

Beberapa penyakit yang sering menyerang tanaman jagung adalah bulai, bercak daun, hawar daun, karat daun, busuk batang bakteri (Wakman dan Burhanuddin, 2007), bercak abu – abu,

Mekanisme ketahanan tanaman karet terhadap penyakit gugur daun Corynespora belum diketahui secara pasti, tetapi kerapatan stomata daun menentukan ketananan tanaman karet