• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT KOPI MENJADI BIOETANOL DENGAN PROSES FERMENTASI MENGGUNAKAN BAKTERI ZYMOMONAS MOBILIS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMANFAATAN LIMBAH KULIT KOPI MENJADI BIOETANOL DENGAN PROSES FERMENTASI MENGGUNAKAN BAKTERI ZYMOMONAS MOBILIS."

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

ZYMOMONAS MOBILIS

DISUSUN OLEH :

MOHAMMAD YATIM 0831010011

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA

(2)

SKRIPSI

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT KOPI MENJADI BIOETANOL DENGAN PROSES FERMENTASI MENGGUNAKAN BAKTERI

ZYMOMONAS MOBILIS

Oleh :

MOHAMMAD YATIM 0831010011

Telah Diterima dan Disetujui Untuk Diseminarkan

Mengetahui, Dosen Pembimbing

(3)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan karunia beserta rahmat-Nya kepada kita semua, sehingga kami

diberikan kekuatan dan kelancaran dalam menyelesaikan laporan penelitian kami

yang berjudul “Pemanfaatan Limbah Kulit Kopi menjadi Bioetanol dengan Proses

Fermentasi menggunakan Bakteri Zymomonas Mobilis”.

Adapun penyusunan penelitian ini merupakan salah satu syarat yang harus

ditempuh dalam kurikulum program studi S-1 Teknik Kimia dan untuk

memperoleh gelar Sarjana Teknik Kimia di Fakultas Teknologi Industri UPN

“Veteran” Jawa Timur, Surabaya.

Laporan penelitian yang kami dapatkan tersusun atas kerjasama dan berkat

bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini kami

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Sutiyono, MT selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri UPN

“Veteran” Jawa Timur.

2. Ibu Ir. Retno Dewati, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia UPN

“Veteran” Jawa Timur.

3. Ibu Nana Dyah Siswati, MKes selaku Dosen Pembimbing Penelitian.

4. Ibu Ir. Lucky Indrati. U, MT selaku Dosen penguji Penelitian.

5. Ibu Ir. Suprihatin, MT selaku Dosen penguji Penelitian.

6. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan moril dan material

dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan penelitian.

7. Seluruh teman-teman yang telah memberikan dorongan semangat dalam

(4)

Akhir kata, kami menyampaikan maaf atas kesalahan yang terdapat dalam

laporan penelitian ini, semoga dapat memenuhi syarat akademis dan bermanfaat

bagi kita semua. Kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan

penyusun berikutnya, penyusun mengucapkan terima kasih.

Surabaya, Agustus 2011

(5)

DAFTAR ISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kopi...4

2.2. Limbah Kulit Kopi...5

2.3. Sellulosa...7

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan- bahan yang digunakan...16

3.2. Alat-alat yang digunakan...16

3.3. Gambar susunan Alat...17

3.4. Variabel...19

3.3. Prosedur penelitian...19

(6)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil...34

4.2. Pembahasan...38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan...43

5.2. Saran...44

DAFTAR PUSTAKA...45

APPENDIKS...48

(7)

hanya biji kopi. Pada proses pengolahan kopi akan menghasilkan 35% limbah

kulit kopi yang merupakan sumber bahan organic berkadar selulosa cukup tinggi

dan tersedia melimpah di Indonesia, sehingga limbah kulit kopi dapat

dimanfaatkan menjadi bioetanol. Sebagai energy alternative pengganti BBM,

bioetanol memiliki kelebihan dibanding dengan BBM, diantaranya memiliki

kandungan oksigen yang lebih tinggi (35%) sehingga terbakar lebih sempurna,

bernilai oktan lebih tinggi (118) dan lebih ramah lingkungan karena mengandung

emisi gas CO lebih rendah 19–25 % (Indartono Y., 2005). Proses pembuatan

bioetanol dilakukan dengan menghidrolisis kulit kopi menjadi glukosa

menggunakan katalis H2SO4 (10, 20, 30 % v/v) dan HCl (10, 20, 30 % v/v). Selanjutnya glukosa difermentasi menjadi bioetanol menggunakan bakteri

Zymomonas Mobilis. Dengan variabel waktu Fermentasi (2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 hari),

dan konsentrasi starter Zymomonas mobilis ( 9, 10, 11 % v/v). Penelitian

menunjukkan bahwa kulit kopi dapat digunakan sebagai bahan baku alternative

pembuatan bioetanol dengan proses hidrolisis dan fermentasi, hasil terbaik

diperoleh pada konsentrasi starter 11 %, waktu fermentasi 7 hari menghasilkan

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dunia, kebutuhan akan

energi semakin hari semakin meningkat. Sementara itu sumber daya alam yang

dapat menghasilkan energi selama ini semakin terkuras. Hal inilah yang

mendorong berbagai negara berusaha keras untuk mengadakan efisiensi dan

penghematan energi serta mencari sumber energi baru sebagai energi alternatif.

Salah satu teknologi yang berpeluang dikembangkan untuk mendukung

pengadaan energi adalah produksi bioetanol. Bioetanol memiliki kelebihan

dibanding dengan BBM, diantaranya memiliki kandungan oksigen yang lebih

tinggi (35%) sehingga terbakar lebih sempurna, bernilai oktan lebih tinggi (118)

dan lebih ramah lingkungan karena mengandung emisi gas CO lebih rendah

19–25% (Indartono Y., 2005). Selain itu bioetanol dapat diproduksi oleh

mikroorganisme secara terus menerus. Produksi bioetanol di berbagai negara telah

dilakukan dengan menggunakan bahan baku yang berasal dari hasil pertanian dan

perkebunan (Sarjoko, 1991). Oleh karena itu dilakukan upaya mencari bahan baku

alternatif lain dari sektor non pangan untuk pembuatan etanol. Bahan selulosa

memiliki potensi sebagai bahan baku alternatif pembuatan etanol. Salah satu

contohnya adalah limbah kulit kopi.

Limbah kopi dibedakan menjadi dua macam, yaitu limbah pada

pengolahan kopi merah (masak) dan limbah pengolahan kopi hijau (mentah).

Pengolahan kopi merah diawali dengan pencucian, perendaman, dan pengupasan

kulit luar. Proses ini akan menghasilkan 65% biji kopi dan 35% limbah kulit

kopi.

Limbah kulit kopi merupakan sumber bahan organik yang tersedia cukup

melimpah di sentra produksi kopi. Areal perkebunan kopi di Indonesia mencapai

lebih dari 1,291 juta hektar dimana 96% diantaranya adalah areal perkebunan kopi

(9)

bahwa pada tahun 2009 produksi kopi Indonesia mencapai total 689 ribu ton.

Produksi kopi robusta mencapai 81% dari total produksi (sekitar 557 ribu ton) dan

19% untuk produksi kopi Arabika (sekitar 131 ribu ton).

Limbah Kulit kopi selama ini tidak mengalami pemrosesan di pabrik

karena yang digunakan hanya biji kopi yang kemudian dijadikan bubuk kopi

instan (Baon, 2005). Namun saat ini kulit kopi sudah dapat dimanfaatkan oleh

penduduk setempat. Kulit cangkang kopi atau yang disebut Parchment (hull,

endocarp) digunakan untuk pakan ternak dan kulit buah kopi dibiarkan

menumpuk disekitar area perkebunan hingga menjadi pupuk kompos. Limbah

kulit kopi. Dengan adanya kandungan serat kasar tersebut memungkinkan untuk

dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk produksi bioetanol.

Bioetanol yang dibuat dari limbah kulit kopi dilakukan dengan

menghidrolisis menjadi glukosa dengan menggunakan asam, kemudian

dilanjutkan dengan proses fermentasi. Ada berbagai macam jenis mikroorganisme

yang dipakai untuk memproduksi bioetanol, salah satu mikrooganisme yang

paling banyak digunakan di perusahaan bioetanol di dunia adalah Zymomonas

Mobilis. Bakteri ini memiliki kemampuan yang dapat melampaui Saccharomices

cerevisiae, kelebihan bakteri ini antara lain dapat tumbuh secara anaerob fakultatif

dan mempunyai toleransi suhu yang tinggi, mempunyai kemampuan untuk

mencapai konversi yang lebih tinggi, tahan terhadap kadar etanol yang tinggi dan

pH yang rendah. Banyak para peneliti yang telah membuktikan kemampuan

bakteri ini dan hasilnya sangat luar biasa, bakteri ini mampu menghasilkan yield

etanol 92% dari nilai teoritisnya (Gunasekaran et al, 1999).

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari jenis katalis untuk proses

hidrolisis, konsentrasi starter dan waktu fermentasi yang terbaik dalam proses

(10)

1.3. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :

1. Mengurangi banyaknya limbah kulit kopi.

2. Memberikan nilai tambah dari limbah padat kopi dengan menjadikan sebagai

bahan baku alternatif untuk pembuatan bioetanol.

3. Memberi informasi tentang teknologi fermentasi bioetanol dari limbah kulit

(11)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kopi

Kopi (Coffea sp.) adalah kelompok tumbuhan berbunga dari genus Coffea yang bijinya diolah menjadi minuman berkafein. Anggota suku Rubiacceae ini

tersebar di berbagai negara seperti Brazil, Kolombia, Ethiopia, Uganda, India dan

Indonesia. Perkebunan kopi di Indonesia umumnya terdapat di Pulau Jawa,

terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur serta Pulau Sumatra. Untuk pertumbuhan

yang optimum kopi sebaiknya ditanam pada daerah dengan ketinggian sekitar

300 - 1700 m di atas permukaan laut, temperatur sekitar 16 – 26 oC dan curah

hujan sekitar 1500 – 2000 mm per tahun.

Tiga spesies kopi yang banyak dibudidayakan karena memiliki nilai

ekonomi yang tinggi adalah kopi arabika (Coffea Arabica), kopi robusta (Coffea

canephora var Robusta) dan kopi Liberia (Coffea liberica).

Gambar 1. Buah Kopi

(12)

Gambar 2. Struktur Lapisan Penyusun Buah Kopi (Anonim, 2008)

Keterangan Gambar 2 :

1. Inti biji

2. Biji (endosperm)

3. Silver skin (testa, epidermis)

4. Parchment (hull, endocarp)

5. Lapisan pektin

6. Kulit (mesocarp)

7. Kulit terluar (pericarp, exocarp)

2.2. Limbah Kulit Kopi

Limbah kopi dibedakan menjadi dua macam, yaitu limbah pada

pengolahan kopi merah (masak) dan limbah pengolahan kopi hijau (mentah). Pada

suatu proses Pengolahan kopi akan menghasilkan 65% biji kopi dan 35% limbah

kulit kopi. Limbah Kulit kopi selama ini tidak mengalami pemrosesan di pabrik

karena yang digunakan hanya biji kopi yang kemudian dijadikan bubuk kopi

instan (Baon, 2005). Namun saat ini kulit kopi sudah dapat dimanfaatkan oleh

penduduk setempat. Kulit cangkang kopi atau yang disebut Parchment (hull,

endocarp) digunakan untuk pakan ternak dan kulit buah kopi dibiarkan

(13)

Berikut ini adalah gambar limbah kulit kopi merah dibiarkan menumpuk di

sekitar area produksi kopi.

Gambar 3. Limbah Kulit Kopi

Kandungan zat nutrisi yang terdapat pada kulit kopi, seperti dapat kita

lihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Zat Nutrisi Pada Kulit Kopi.

No. Zat nutrisi prosentase (%)

1 Komposisi dari buah 6

2 Bahan kering 94,3

3 Energi bruto (Mj/kg) 18,76

4 Protein kasar 4,61

5 Lemak 0,46

6 Serat kasar 65,2

7 Abu 2,2

8 Kalsium 0,34

9 Phosphor 0,01

10 Kecernaan protein 51,43

(14)

2.3. Selulosa

Selulosa (C6H10O5)n adalah polimer berantai panjang polisakarida

karbohidrat, dari beta-glukosa. Selulosa berfungsi sebagai bahan struktur dalam

jaringan tumbuhan dalam bentuk campuran polimer homolog dan biasanya

disertai polosakarida lain dan lignin dalam jumlah yang beragam. Molekul

selulosa memanjang dan kaku, meskipun dalam larutan. Gugus hidroksil yang

menonjol dari rantai dapat membentuk ikatan hidrogen dengan mudah,

mengakibatkan kekristalan dalam batas tertentu. Derajat kekristalan yang tinggi

menyebabkan modulus kekenyalan sangat meningkat dan daya regang serat

selulosa menjadi lebih besar dan mengakibatkan makanan yang mengangung

selulosa lebih liat (John,1997). Selulosa yang merupakan polisakarida terbanyak

di bumi dapat diubah menjadi glukosa dengan cara hidrolisis asam

(Groggins,1958). Adapun rumus bangun selulosa dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Rumus Bangun Selulosa

2.4. Bioetanol

Bioetanol merupakan cairan hasil proses fermentasi gula dari polisakarida

menggunakan bantuan mikroorganisme. Bioetanol dapat dibuat dari berbagai

bahan hasil pertanian. Secara umum bahan - bahannya dapat dibagi dalam 3

golongan yaitu :

1. Bahan yang mengandung turunan gula (sakarin) : molase, gula tebu, gula bit,

sari buah.

2. Bahan yang mengandung pati : biji - bijian, kentang, tapioka.

3. Bahan yang mengandung selulosa : kayu, dan beberapa limbah pertanian

(15)

Bahan - bahan yang mengandung sakarin dapat langsung di fermentasi,

akan tetapi bahan yang mengandung pati dan selulosa harus dihidrolisis terlebih

dahulu menjadi komponen yang sederhana. Meskipun pada dasarnya fermentasi

dapat langsung menggunakan enzim tetapi saat ini industri fermentasi masih

memanfaatkan mikroorganisme karena cara ini jauh lebih mudah dan murah,

mikroba yang banyak digunakan dalam proses fermentasi adalah khamir, kapang

dan bakteri (Agus Krisno, 2002).

2.5. Hidrolisis

Hidrolisis merupakan proses pemecahan suatu senyawa menjadi senyawa

yang lebih sederhana dengan bantuan molekul air. (Kirck Othmer, 1967).

Menurut Groggins (1958), jenis hidrolisis ada lima macam yaitu sebagai

berikut :

1. Hidrolisis murni

Pada proses ini hanya melibatkan air saja. Proses ini tidak dapat

menghidrolisis secara efektif karena reaksi berjalan lambat. Hidrolisis murni

ini biasanya hanya untuk senyawa yang sangat reaktif dan reaksinya dapat

dipercepat dengan memakai uap air.

2. Hidrolisis dengan larutan asam

Menggunakan larutan asam sebagai katalis. Larutan asam yang

digunakan dapat encer atau pekat, seperti H2SO4 atau HCl.

3. Hidrolisis larutan basa

Menggunakan larutan basa encer maupun pekat sebagai katalis. Basa

yang digunakan pada umumnya adalah NaOH atau KOH. Selain berfungsi

sebagai katalis, larutan basa pada proses hidrolisis berfungsi untuk mengikat

asam sehingga kesetimbangan akan bergeser ke kanan.

4. Alkali fusion

Hidrolisis ini dilakukan tanpa menggunakan air pada suhu tinggi,

(16)

5. Hidrolisis dengan enzym

Hidrolisis ini dilakukan dengan mengunakan enzym sebagai katalis. Enzym

yang digunakan dihasilkan dari mikroba seperti enzym α-amylase yang dipakai

untuk hidrolisis pati menjadi glukosa dan maltosa.

Hidrolisis asam adalah hidrolisis dengan mengunakan asam yang dapat

mengubah polisakarida (pati, selulosa) menjadi gula. Dalam hidrolisis asam

biasanya digunakan asam chlorida (HCl) atau asam sulfat (H2SO4) dengan kadar

tertentu. Hidrolisis ini biasanya dilakukan dalam tangki khusus yang terbuat dari

baja tahan karat atau tembaga yang dihubungkan dengan pipa saluran pemanas

dan pipa saluran udara untuk mengatur tekanan dalam udara (Soebijanto, 1986).

Reaksi hidrolisis secara kimia dapat dilakukan dengan menggunakan asam

encer maupun asam pekat. Penggunaan asam encer pada proses hidrolisis

dilakukan pada temperatur dan tekanan tinggi dengan waktu reaksi yang singkat

(beberapa menit). Temperatur yang dibutuhkan adalah mencapai 200oC. Asam

encer yang digunakan adalah 0,2 - 4% berat (Nguyen and Tucker, 2002).

Penggunaan asam encer untuk menghidrolisis selulosa biasa mampu mencapai

konversi reaksi sampai 50% (Badger, 2002). Konversi yang rendah ini disebabkan

oleh degradasi gula hasil hidrolisis yang terbentuk karena temperatur reaksi yang

digunakan tinggi. Proses hidrolisis menggunakan asam encer terdiri dari dua

tahap. Tahap pertama adalah konversi bahan berselulosa menjadi gula sederhana

dan tahap kedua adalah degradasi gula sederhana yang terbentuk menjadi struktur

kimia yang lain. Degradasi gula tersebut tidak hanya menurunkan konversi reaksi,

namun juga dapat meracuni mikroorganisme pada saat reaksi fermentasi pada

pembentukan etanol.

Selain asam encer, proses hidrolisis juga dapat dilakukan dengan

menggunakan asam pekat. Penggunaan asam pekat pada proses hidrolisis selulosa

dilakukan pada temperatur yang lebih rendah daripada asam encer. Konsentrasi

asam yang digunakan adalah 10 - 30% (Zimbardi et.al). Sumber asam yang biasa

digunakan adalah asam sulfat. Temperatur reaksi adalah 100oC dan membutuhkan

(17)

degradasi gula. Keuntungan dari penggunaan asam pekat ini adalah konversi gula

yang dihasilkan tinggi, yaitu bisa mencapai konversi 90% (Badger, 2002).

2.6. Fermentasi

Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan

anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk

respirasi anaerobik, akan tetapi terdapat definisi yang lebih jelas yang

mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan

tanpa elektron eksternal (Dirmanto,2006).

Prinsipnya reaksi proses pembentukan etanol dengan fermentasi sebagai

berikut :

……(1)

Faktor - faktor yang mempengaruhi dalam proses fermentasi antara lain

sebagai berikut :

1. Nutrien

Unsur-unsur dasar untuk suplai zat gizi mikroba adalah karbon,

nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, magnesium, zat besi dan sejumlah

kecil logam lainnya. Karbon dan sumber energi untuk hampir semua bakteri

yang berhubungan dengan bahan pangan, dapat diperoleh dari jenis gula

karbohidrat sederhana seperti glukosa. Tergantung dari spesiesnya, kebutuhan

nitrogen dapat diperoleh dari sumber-sumber anorganik seperti (NH4)2SO4

atau NaNO3 atau sumber-sumber organik seperti asam amino dan protein.

Molekul-molekul kompleks dari zat-zat organik seperti polisakarida, lemak

dan protein harus dipecahkan terlebih dahulu menjadi unit yang lebih

sederhana sebelum zat tersebut dapat masuk ke dalam sel dan dipergunakan.

Pemecahan awal ini dapat terjadi akibat ekskresi enzim ekstraseluler – suatu

sifat yang sangat erat hubungannya dengan pembusukan bahan pangan. C6H12O6 2 C2H5OH + 2CO2

(18)

2. Suhu

Suhu adalah salah satu faktor lingkungan terpenting yang

mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan organisme. Beberapa

mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran suhu yang luas. Berkaitan dengan

suhu pertumbuhan dikenal suhu minimum, maksimum dan optimum. Suhu

minimum adalah suhu yang paling rendah dimana kegiatan mikroba masih

berlangsung. Suhu optimum adalah suhu yang paling baik untuk kehidupan

jasad. Sedangkan suhu maksimum adalah suhu tertinggi yang masih dapat

menumbuhkan mikroba tetapi pada tingkat kegiatan fisiologi yang paling

rendah.

3. pH

Setiap organisme mempunyai kisaran nilai pH dimana pertumbuhan

masih memungkinkan. Masing-masing mikroorganisme biasanya mempunyai

pH optimum.untuk menjaga agar pH dalm medium konstan, maka perlu

ditambahkan zat-zat buffer, misalnya KH2PO4 dan K2HPO4. Dalam campuran

garam tersebut garam-garam dibasis akan mengadsorbsi ion-ion H, sedangkan

garam-garam monoabsis akn menyerap ion OH.

4. Jumlah Starter

Kuantitas starter yang ditambahkan dalam media bergantung pada

temperatur inkubasi, kurang lebih 5 – 10 % (v/v). Pada umumnya jumlah

starter yang ditambahkan tergantung pada keasaman starter, suhu dan lama

fermentasi yang diinginkan.

5. Lama Fermentasi

Lama fermentasi adalah waktu yang dibutuhkan oleh suatu

mikroorganisme untuk merombak bahan menjadi lebih sederhana. Media bisa

berupa karbohidrat atau protein. Lama fermentasi dipengaruhi oleh

konsentrasi gula, kultur yang digunakan dan suhu fermentasi

(19)

2.7. Zymomonas mobilis

Zymomonas mobilis adalah bakteri yang berbentuk batang,termasuk dalam

bakteri garam negatif, tidak membentuk spora, dan merupakan bakteri yang dapat

bergerak (Lee, et al, 1979). Zymomonas mobilis mempunyai klasifikasi ilmiah

sebagai berikut :

Kerajaan : Bakteri

Filum : Proteobacteria

Kelas : Alpha Proteobacteria

Order : Sphingomonadales

Keluarga : Sphingomonadaceae

Genus : Zymomonas

Spesies : Z. mobilis

Bakteri ini banyak digunakan di perusahaan bioetanol karena

menghasilkan kemampuan yang dapat melampaui ragi dalam beberapa aspek.

Menurut Gunasekaran, 1999 Zymomonas Mobilis memiliki beberapa kelebihan

dibandingkan dengan Sacharomyces Cerevisieae yaitu:

1. Dapat tumbuh secara anaerob fakultatif dan mempunyai toleransi suhu yang

tinggi.

2. Mempunyai kemampuan untuk mencapai konversi yang lebih tinggi.

3. Tahan terhadap kadar etanol yang tinggi dan pH yang rendah.

4. Mampu menghasilkan yield etanol 92% dari nilai teoritisnya.

Bakteri ini awalnya terisolasi dari minuman beralkohol seperti tuak Afrika,

Meksiko pulque , dan juga sebagai kontaminan dari sari buah apel dan bir di

negara - negara Eropa. Suhu optimum proses fermentasi dengan menggunakan

Zymomonas mobilis adalah pada kisaran pH 4 – 7. Karakteristik menarik

Zymomonas mobilis adalah bahwa perusahaan membran plasma mengandung

hopanoid, senyawa pentasiklik mirip dengan eukariotik sterol. Hal ini

memungkinkan untuk memiliki toleransi yang luar biasa untuk kondisi lingkungan

(20)

Beberapa penelitian fermentasi etanol dari berbagai substrat dengan menggunakan mikroba Zymomonas mobilis telah dilakukan, diantaranya dengan menggunakan substrat glukosa dengan Zymomonas mobilis mutan oleh Muspahaji (2008) dan Alfena (2009), glukosa dengan Zymomonas mobilis amobil (Pancasning, 2008), sukrosa dengan Z. mobilis ATCC 10988 oleh Hany (2009), sari buah pisang dengan Zymomonas mobilis FNCC 0056 oleh Imamah (2006),sari buah pepaya oleh Sujito (2008), limbah karet alam oleh Tripetchul, dkk (1992), buah dan limbah nanas dengan. Zymomonas mobilis ATCC 10988 oleh Tanaka, dkk (1999).

2.8. Landasan Teori

Selulosa dari kulit kopi dapat diubah menjadi bioetanol dengan proses

hidrolisis asam dengan kadar tertentu. Proses hidrolisa selulosa harus dilakukan

dengan asam pekat agar dapat menghasilkan glukosa yang tinggi (Fieser, 1963)

lalu difermentasi hingga terbentuk bioetanol. Mekanisme reaksi seperti di bawah

ini :

selulosa Hidrolisis Glukosa Fermentasi Etanol

Hidrolisis merupakan proses pemecahan suatu senyawa menjadi senyawa

yang lebih sederhana dengan bantuan molekul air (Kirck Othmer, 1967). Ada

berbagai macam hidrolisis yaitu hidrolisis dengan larutan asam hidrolisis larutan

basa alkali fusion, dan hidrolisis dengan enzim. Hidrolisis yang paling sering

digunakan untuk menghidrolisis selulosa adalah hidrolisis secara asam. Beberapa

asam yang umum digunakan untuk hidrolisis asam antara lain adalah asam sulfat

(H2SO4), asam perklorat, dan HCl. Berikut ini adalah reaksi hidrolisa sellulosa

menjadi glukosa :

H2SO4 / HCl

(C6H10O5)n + n H2O C6H12O6 ... (2)

Sellulosa Glukosa

(21)

Hidrolisis asam dapat dikelompokkan menjadi hidrolisis asam pekat dan

hidrolisis asam encer (Taherzadeh & Karimi, 2007). Penggunaan asam pekat pada

proses hidrolisis selulosa dilakukan pada temperatur yang lebih rendah daripada

asam encer. Konsentrasi asam yang digunakan adalah 10 – 30% (Zimbardi et.al).

Temperatur reaksi adalah 100oC dan membutuhkan waktu reaksi antara 2 – 6 jam.

Temperatur yang lebih rendah meminimalisasi degradasi gula. Keuntungan dari

penggunaan asam pekat ini adalah konversi gula yang dihasilkan tinggi, yaitu bisa

mencapai konversi 90% (Badger, 2002), kemudian glukosa difermentasi dengan

menggunakan bakteri atau ragi yang dapat mengkonversi gula menjadi bioetanol.

Bioetanol yang dihasilkan dari proses fermentasi biasanya mempunyai

kadar yang masih rendah. Untuk mempertinggi kadar bioetanol dalam produk

sering kali hasil fermentasi di distilasi dan kadar alkohol yang dihasilkan antara

29 – 50 %.

Dalam proses fermentasi ini, glukosa dari hasil fermentasi diubah menjadi

etanol dengan reaksi sebagai berikut :

Zymomonas mobilis

C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2 ... (3)

Glukosa Etanol

Proses fermentasi merupakan salah satu cara yang banyak dilakukan untuk

mendapatkan bioetanol dalam dunia industri dengan memanfaatkan kemampuan

mikroorganisme. Adapun mikroorganisme yang digunakan untuk memproduksi

bioetanol dalam penelitian ini adalah bakteri Zymomonas mobilis, karena

memiliki toleransi suhu yang tinggi, kemampuan untuk mencapai konversi yang

lebih cepat, lebih tahan terhadap kadar ethanol yang tinggi yang dihasilkan pada

proses fermentasi apabila dibandingkan Saccharomices cerevisiae. Bakteri ini

mampu menghasilkan yield etanol 92% dari nilai teoritisnya. Suhu optimum

proses fermentasi dengan menggunakan Zymomomobilis adalah pada kisaran

pH 4 - 7. (Gunasekaran, 1999). Bioetanol hasil fermentasi dapat dimurnikan lagi

(22)

2.9. Hipotesis

Adanya kandungan selulosa yang terdapat didalam limbah kulit kopi

memungkinkan untuk dapat dijadikan bioetanol dengan cara menghidrolisis

selulosa menjadi glukosa menggunakan asam, yang kemudian dilanjutkan dengan

proses fermentasi. Pada proses fermentasi diduga konsentrasi starter dan waktu

(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Bahan-Bahan yang Digunakan

(24)

9. Pipet

19. Seperangkat alat hidrolisa

20. Seperangkat alat fermentasi

21. Seperangkat alat destilasi

3.3. GAMBAR SUSUNAN ALAT

Gambar 5. Alat Hidrolisis

Keterangan Gambar 5 :

1. Labu leher tiga 5. Kondensor

2. Pemanas listrik 6. Air masuk

(25)

Gambar 6. Alat Fermentasi

Gambar 7. Alat Destilasi

Keterangan Gambar 7 :

1. Kompor listrik 4. Kondensor

2. Labu destilasi 5. Statif & klem

3. Thermometer 6. Penampung destilasi

Keterangan Gambar 6 :

1. Botol fermentasi

2. Selang

3. Botol yang berisi air

1 2 3

2

1

5

4

(26)

3.4. Variabel

1. Proses Hidrolisis

Kondisi yang ditetapkan :

a.Massa kulit kopi = 100 gram

Variabel yang dijalankan :

a. Volume H2SO4 = 10, 20, 30 ( % v/v )

b. Volume HCl = 10, 20, 30 ( % v/v )

2. Proses Fermentasi

Kondisi yang ditetapkan :

a. Suhu Fermentasi = 30oC

b. pH awal Fermentasi = 6

c. Volume filtrat = 500 ml

Variabel yang dijalankan :

a. Waktu Fermentasi = 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 (hari)

b. Starter Zymomonas mobilis = 9, 10, 11 (% v/v )

3.5. Prosedur Penelitian 1. Persiapan Alat

Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini harus dibersihkan

(27)

2. Persiapan Bahan Baku

1. Bersihkan Kulit kopi dari kotoran-kotoran.

2. Keringkan dengan menggunakan oven pada suhu 100oC selama 2 jam.

3. Hancurkan Kulit kopi dengan cara diblender / digiling hingga berbentuk

serbuk.

4. Ayak kulit kopi pada ayakan 80 mesh.

5. Analisa kandungan sellulosanya dengan dengan spektrofotometer.

(28)

3. Proses Hidrolisis

1. Timbang Serbuk kulit kopi sebanyak 100 gram.

2. Tambahkan aquadest dan larutan H2SO4 pekat dengan perbandingan volume

10, 20, 30 % (v/v) hingga total larutan 1 liter.

3. Masukkan kedalam labu hidrolisis dan hidrolisis dengan suhu 100oC selama

4 jam.

4. Saring larutan hasil hidrolisis dan filtrat diambil untuk dianalisa kadar

glukosanya dengan spektrofotometer.

5. Ulangi langkah 2 – 4, tetapi menggunkan larutan HCl 10, 20, 30 % (v/v)

(29)

4. Pembuatan Media Nutrient Agar

1. Nutrient agar sebanyak 20 gr dan aquadest 200 ml dimasukkan kedalam

erlenmeyer / beaker gelas, lalu dipanaskan sampai larut semua.

2. Sterilkan dalam autoclave selama 15 menit dengan suhu 121oC

3. Dinginkan sampai kira-kira 70oC, lalu pindahkan dalam tabung reaksi yang

steril, lalu tabung dimiringkan.

4. Media padat dalam tabung siap ditanami.

   

(30)

5. Pembuatan Media Cair untuk Pembiakkan Kultur dan Pengukuran

Kurva Pertumbuhan

1. Media dan bahan-bahan nutrien dimasukkan kedalam erlenmeyer dengan

komposisi sebagai berikut :  10 g/L ekstrak ragi  100 g/L glukosa  0,5 g/L MgSO4.7H2O

 1 g/L (NH4)2SO4

 1 g/L KH2PO4

2. Aduk bahan-bahan tersebut hingga bercampur.

3. Erlenmeyer berisi media yang telah dibuat ditutup dengan menggunakan

penutup kapas yang dilapisi dengan alumunium foil.

4. Sterilkan media dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.

(31)

Gambar 11. Diagram Alir Pembuatan Media Cair untuk Pembiakkan

(32)

6. Persiapan untuk Pengukuran Kurva Pertumbuhan Zymomonas mobilis.

1. Zymomonas mobilis ditumbuhkan pada media nutrien agar miring.

2. Media yang telah diinokulasi ini kemudian diinkubasi pada suhu 30oC

selama 24 jam.

3. Ambil tiga ose sel Zymomonas mobilis dari agar miring kemudian

dimasukan ke dalam 25 ml larutan media cair.

4. Inkubasikan selama 48 jam dengan dishaker pada kecepatan 120 rpm dan

suhu 30oC.

5. Ambil 25 ml media cair yang telah diinkubasi selanjutnya diinokulasikan

kembali ke dalam 225 mL media cair dan dishaker 120 rpm selama 48

jam.

6. Setiap 2 jam sekali diambil sample ( contoh ) untuk dianalisa sel keringnya

( sebentar – sebentar dikocok / dishaker ).

7. Analisa sel keringnya dengan cara sebagai berikut:

Ambil sample setiap 2 jam sekali sebanyak 10 ml, lalu disaring,

kemudian dioven pada suhu 105oC – 110oC selama 30 menit, lalu

dimasukkan ke eksikator. Setelah dingin ditimbang, kemudian dioven lagi

dan seterusnya sampai beratnya konstan.

(33)

 

Gambar 12. Diagram Alir Persiapan untuk Pengukuran Kurva

(34)

7. Pembuatan Starter Untuk Fermentasi

1. Zymomonas mobilis ditumbuhkan pada media nutrien agar miring.

2. Media yang telah diinokulasi ini kemudian diinkubasi pada suhu 30oC

selama 24 jam.

3. Ambil satu ose sel Zymomonas mobilis dari agar miring kemudian

dimasukan ke dalam 1 liter larutan media cair.

4. Inkubasi dengan dishaker pada kecepatan 120 rpm dan suhu 30oC, sampai

awal exsponensial kemudian masukkan dalam media fermentasi.

Zymomonas mobilis

Penumbuhan pada media nutrien agar miring

Inkubasi 30oC , 24 jam.

Penanaman pada media cair 1 liter

Inkubasi dengan dishaker 120 rpm , 30oC sampai awal exsponensial

masukkan dalam media fermentasi

(35)

8. Proses Fermentasi

1. Ambil filtrat dari proses hidrolisis sebanyak 500 ml dan tambahkan

NaOH 6 N hingga pH = 6.

2. Sterilkan dalam autoklaf pada suhu 120oC selama 15 menit.

3. Dinginkan hingga suhu ruang.

4. Masukkan starter Zymomonas mobilis dengan variabel volume starter 9,

10, 11 % v/v  dan dikocok.

5. Tutup botol fermentasi hingga rapat dan gas dialirkan kedalam botol lain

yang berisi air.

6. Fermentasi sesuai dengan variabel waktu fermentasi yaitu 2, 3, 4, 5, 6, 7

dan 8 hari dengan suhu fermentasi 30oC.

7. Saring dan ambil filtrat untuk proses destilasi. 

Fermentasi

(36)

9. Proses Destilasi

Filtrat hasil fermentasi didestilasi pada suhu 80oC untuk mendapatkan

kadar yang lebih tinggi sesuai yang diinginkan dan kemudian dianalisa kadar

etanolnya.

Gambar 15. Diagram Alir Proses Destilasi

3.6. Prosesdur Analisa

1. Analisa Kadar Sellulosa

a. Analisa Kadar ADF

1. Timbang contoh sebanyak 0,5 gr.

2. Tambahkan aquadest 10 ml dan larutan aseton sebanyak 5 ml.

3. Kocok hingga merata.

4. Baca absorbansinya Pada λ = 520 nm spektofotometer

b. Analisa Kadar Lignin

1. Timbang contoh sebanyak 0,5 gr dan tambahkan aquadest 10 ml

2. Tambahkan H2SO4 72 % sebanyak 5 ml dan larutan aseton sebanyak 5 ml.

3. Kocok hingga merata.

(37)

Perhitungan :

Kadar Sellulosa = Kadar ADF – Kadar Lignin

(38)

2. Analisa Kadar Glukosa

1. Pipet contoh sebanyak 0,5 ml.

2. Etanol diuapkan dengan aliran udara pada suhu kamar.

3. Sample diencerkan hingga 100 ml.

4. Sample diambil 2,0 ml dengan pipet

5. Tambahkan 0,1 ml larutan fenol 80 % lalu ditambahkan 0,5 ml H2SO4

pekat dan Dikocok selama 10 menit, lalu diinkubasi pada 25–30oC dalam

pemanas air selama 20 menit

(39)
(40)

3. Analisa Kadar Etanol

1. Pipet 1,5 ml Larutan NaNO2.

2. Tambahkan 5 ml 4 - Nitro Aniline dan kocok.

3. Diamkan selama 2 menit hingga larutan berwarna putih tulang.

4. Tambahkan cairan sample sebanyak 25 ml dan 2 ml Na2NO3

5. Kocok selama 10 menit

6. Baca absorbansinya Pada λ = 470 nm spektofotometer.

(41)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Seluruh analisa dalam proses pembuatan bioetanol dari kulit kopi ini,

dianalisakan di Balai Penelitian dan Konsultasi Industri (BPKI) Surabaya dengan

methode spektrofotometri.

4.1.1. Analisa Bahan Baku

Berdasarkan hasil analisa bahan awal ( limbah kulit buah kopi ) diperoleh

data sebagai berikut :

Tabel 2. Hasil Analisa Limbah Kulit Kopi

Sumber : Balai Penelitian dan Konsultasi Industri (BPKI) Surabaya (2011)

4.1.2. Analisa Kadar Glukosa Pada Proses Hidrolisis

Pada proses hidrolisis dengan variabel katalis yang dijalankan didapatkan

hasil analisa glukosa sebagai berikut :

Tabel 3. Hasil Analisa Kadar Glukosa setelah Proses Hidrolisis

KADAR KATALIS KADAR GLUKOSA

JENIS KATALIS

Sumber : Balai Penelitian dan Konsultasi Industri (BPKI) Surabaya (2011)

NAMA SAMPEL KADAR SELULOSA

(42)

4.1.3. Pengukuran Kurva Pertumbuhan Bakteri Zymomonas Mobilis

Untuk mengetahui kurva pertumbuhan bakteri Zymomonas mobilis

dilakukan analisa secara gravimetri dengan melakukan pengamatan selama 48

jam, dan didapatkan data sebagai berikut :

Tabel 4. Hasil Pengukuran Kurva Pertumbuhan Bakteri Zymomonas mobilis

secara Gravimetri

PENGAMATAN MASSA BAKTERI PENGAMATAN MASSA BAKTERI

JAM KE ( gr ) JAM KE ( gr )

0 0.0144 26 0.0792

2 0.0156 28 0.0787

4 0.0316 30 0.0723

6 0.0498 32 0.0687

8 0.0606 34 0.0649

10 0.0702 36 0.0611

12 0.0781 38 0.0581

14 0.0787 40 0.0542

16 0.0788 42 0.0508

18 0.0789 44 0.0478

20 0.0793 46 0.0414

22 0.0795 48 0.0323

(43)

4.1.4. Analisa Kadar Etanol Pada Proses Fermentasi

Proses fermentasi berlangsung selama 7 hari dengan variable konsentrasi

starter. Setelah proses fermentasi berlangsung didapatkan kadar etanol sebagai

berikut :

Tabel 5. Analisa Kadar Etanol setelah Proses Fermentasi

STARTER WAKTU FERMENTASI KADAR ETANOL

( % ) ( HARI ) ( % )

(44)

4.1.5. Analisa Glukosa Sisa Setelah Proses Fermentasi

Setelah Proses fermentasi berlangsung sesuai dengan variabel yag

dijalankan, maka telah didapatkan kondisi terbaik untuk memperoleh kadar etanol

yang terbaik. Kondisi yang terbaik yaitu pada konsentrasi starter 11 % dengan

waktu fermentasi selama 7 hari. Untuk melihat prosentase glukosa yang dapat

terkonversi maka dilakukan analisa kadar sebelum proses fermentasi ( glukosa

awal ) dan kadar glukosa setelah proses fermentasi ( glukosa sisa ) pada kondisi

terbaik tersebut. Adapun hasil analisa kadar glukosanya adalah sebagai berikut :

Tabel 6. Hasil Analisa Kadar Glukosa Sisa setelah Proses Fermentasi pada

Kondisi terbaik ( Konsentrasi Starter 11 % dan Waktu Fermentasi 7 Hari )

NAMA SAMPEL KADAR GLUKOSA ( % )

Larutan sebelum proses fermentasi

( glukosa awal ) 8,96

Larutan setelah proses fermentasi

( glukosa sisa ) 0,18

(45)

4.2. Pembahasan

Dari hasil analisa yang didapat, maka diperlukan pembahasan yang lebih

mendetail agar dapat diambil kesimpulan pada setiap tahapan proses.

4.2.1 Hasil Proses Hidrolisis

Gambar 19. Pengaruh Konsentrasi Katalis terhadap hasil glukosa pada

proses hidrolisis

Pada Gambar 19 terlihat bahwa pengunaan katalis yang terbaik adalah

pada konsentrasi katalis 20 % (v/v), Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi

10 % terjadi degradasi glukosa yang terbentuk menjadi struktur kimia yang lain

sehingga dapat menurunkan konversi reaksi. Sedangkan pada konsentrasi yang

lebih tinggi yaitu 30 % terjadi proses pembakaran selulosa sehingga selulosa yang

dirubah menjadi glukosa menjadi sedikit dan pada akhirnya glukosa yang

dihasilkan juga sedikit. Katalis HCl menghasilkan glukosa lebih tinggi jika

dibandingkan H2SO4, Hal ini diakibatkan H2SO4 bersifat membakar selulosa sedangkan HCl tidak, sehingga glukosa yang dihasilkan lebih sedikit.

Menurut Zimbardi et.al penggunaan asam pekat pada proses hidrolisis

selulosa dilakukan pada temperatur 100oC dan membutuhkan waktu reaksi antara 2 - 6 jam. Konsentrasi asam yang digunakan adalah 10 – 30 %. Keuntungan dari

(46)

mencapai konversi 90% (Badger, 2002). Namun pada penelitian kali ini hasil

glukosa yang didapatkan tidak terlalu tinggi hal ini terjadi karena adanya lignin

yang berada didalam kulit kopi. Lignin ini mengikat selulosa sehingga

mengganggu berlangsungnya proses hidrolisis. Didalam limbah kulit kopi

mengandung lignin sebanyak 7,63 % (Balai Penelitian dan Konsultasi Industri

(BPKI) Surabaya, 2011)

Dari grafik dapat dilihat bahwa kondisi terbaik proses hidrolisis yaitu pada

penggunaan katalis HCl dengan konsentrasi 20 % (v/v) menghasilkan glukosa

sebesar 10,04 %. Kondisi terbaik ini dipilih untuk proses selanjutnya yaitu proses

fermentasi.

4.2.2. Kurva Pertumbuhan Bakteri Zymomonas mobilis

Gambar 20. Kurva Pertumbuhan Bakteri Zymomonas mobilis

Pada Gambar 20 menunjukkan bahwa kurva pertumbuhan bakteri

Zymomonas mobilis mengalami empat fase yaitu fase lag yang mana bakteri

mulai beradaptasi untuk tumbuh yaitu pada waktu 0 - 2 jam. Kemudian

(47)

waktu 12 – 28 jam terjadi fase stasioner dan waktu selanjutnya merupakan fase

kematian. Sehingga berdasarkan data, waktu yang terbaik untuk memasukkan

starter ke dalam filtrat hidrolisis adalah pada waktu 2 jam. Hal ini dikarenakan

pada waktu tersebut bakteri Zymomonas mobilis mulai tumbuh dan siap untuk

mengkonversi gukosa menjadi etanol.

4.2.3. Hasil Proses Fermentasi

Gambar 21. Hubungan antara kadar etanol hasil fermentasi terhadap

waktu fermentasi

Pada Gambar 21 dapat diketahui bahwa adanya hubungan yang linier

antara waktu fermentasi dengan kadar etanol. Semakin lama waktu fermentasi

maka semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan. Waktu yang terbaik untuk

proses fermentasi diperoleh pada hari ke-7.

Hubungan atara konsentrasi starter dengan kadar etanol yang dihasilkan

juga linier, semakin tinggi konsentrasi starter maka kadar etanol yang dihasilkan

(48)

proses fermentasi adalah pada konsentrasi starter 11 % dengan waktu fermentasi

selama 7 hari yang menghasilkan kadar etanol sebesar 9,04 %. Dari kadar etanol

yang didapat dari kondisi terbaik tersebut didapatkan yield sebesar 51,02 %.

Setelah proses fermentasi dilanjutkan dengan proses destilasi selama 8 jam dan

menghasilkan bioetanol dengan konsentrasi 38,68 %.

4.2.3. Konversi Glukosa menjadi Etanol

Gambar 22. Konversi Glukosa pada kondisi terbaik fermentasi

( starter 11 % dan waktu 7 hari )

Pada proses hidrolisis telah didapatkan kondisi terbaik yaitu pada

penggunaan katalis HCl dengan konsentrasi 20 % yang menghasilkan kandungan

glukosa 10,04 %. Larutan ini masih bersifat asam dengan pH yang sangat rendah

( pH = 1 ), sedangkan kondisi yang di tetapkan untuk proses fermentasi adalah

larutan dengan pH = 6. Oleh sebab itu dilakukan proses netralisasi yang

(49)

kadar glukosa pada larutan hasil hidrolisis berkurang menjadi 8,96 % . Pada

kondisi terbaik proses fermentasi yaitu pada konsentrasi starter 11 % dan waktu 7

hari, menghasilkan kadar glukosa sisa sebesar 0,18 %. Sehingga konversi glukosa

(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Kadar Selulosa pada limbah kulit kopi sebesar 49,87 %.

2. Pada proses hidrolisis, kondisi terbaik diperoleh pada penggunaan

katalis HCl dengan konsentrasi 20 % (v/v) yang menghasilkan kadar

glukosa sebesar 10,04 %.

3. Pada proses hidrolisis hasil glukosa yang dihasilkan tidak terlalu tinggi,

hal ini terjadi karena adanya lignin yang berada didalam kulit kopi yang

mengikat selulosa sehingga mengganggu berlangsungnya proses

hidrolisis. Didalam limbah kulit kopi mengandung lignin sebanyak 7,63

% (Balai Penelitian dan Konsultasi Industri (BPKI) Surabaya, 2011)

4. Pada proses fermentasi kondisi terbaik diperoleh pada penambahan

starter dengan konsentrasi starter 11 % dan waktu fermentasi selama 7

hari yang menghasilkan kadar etanol sebesar 9,04 %.

5. Pada kondisi terbaik proses fermentasi bakteri Zymomonas mobilis

mampu mengkonversi glukosa sebesar 97,99 %.

6. Pada kondisi terbaik proses fermentasi didapatkan yield etanol sebesar

51,02 %.

7. Proses destilasi dilakukan selama 8 jam dan menghasilkan bioetanol

dengan konsentrasi 38,68 %.

8. Kulit kopi dapat digunakan sebagai bahan baku alternatif pembuatan

(51)

5.2. Saran

1. Melakukan proses delignifikasi ( menghilangkan lignin ) sebelum

melakukan proses hidrolisis, agar proses hidrolisis dapat berjalan

dengan sempurna dan menghasilkan kadar glukosa yang tinggi.

2. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya menggunakan alat bioreaktor

yang standart sehingga dapat dihasilkan kadar etanol yang tinggi.

3. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya menggunakan alat destilasi

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008. Perkembangan Industri Biofuel di Indonesia. Indonesian

Commercial Newsletter, (Online) , (http://www.datacom.co.id/Biofuel

2008 Ind. Html, di akses 14 Juli 2010).

Badger, PC., 2002. Ethanol from Cellulose : A General Review. In Trend in

New Crops and New Uses., J.Jannick and A.Whipkey (eds).

Alexandria,VA : ASHS Press.

Baon, J.B., Sukasih.R, Nurkholis, 2005. Laju Dekomposisi dan kualitas

kompos limbah padat kopi : Pengaruh Aktivator dan Bahan Baku

Kompos. Pelita Perkebunan : Universitas Jember.

Budiyanto, Krisno Agus.H.DR.MKes., 2002. Mikrobiologi Dasar, hal 71 – 75.

Malang : Universitas Muhammadiyah Malang.

Desmayati, Z dan Muladi, 1995. Pemanfaatan Limbah Kopi Ransum Ayam

Pedaging. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian XII (3) : 79.

Dirjen Perkebunan, 2006. Statistik Perkebunan Indonesia 2003 – 2005 (kopi).

Jakarta : Departemen Pertanian.

Dirmanto, S., 2006. Fermentasi Anaerobik, (Online) (http://www.kompas.com,

diakses 1 Oktober 2010).

Gunasekaran, P., Karunakaran, T., Kasthuribai, M.. 1986. Fermentation

Pattern of Zymomonasmobilis strains of different substrate-a

comparative study. Department of Microbial Technology, School of

Biological Sciences, Madurai Kamaraj University, India. diambil dari

Ghani Arasyid dkk, (Online) , (

http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-12522-Paper.pdf diakses 15 oktober 2010).

Gunasekaran, P. and Raj, K. C. 1999. Ethanol Fermentation Technology –

Zymomonas mobilis. Current Science. Vol. 77, #1, 56-68 diambil dari

Ghani Arasyid dkk, (Online) , (

(53)

Groggins P. H.,1958. Unit Process Inorganic Syntesis 5th Edition. Japan : Mc

Graw Hill Kogakusa, Ltd.

Indartono Y, 2005. Bioethanol, Alternatif Energi Terbarukan : Kajian Prestasi

Mesin dan Implementasi di lapangan. Fisika, LIPI.

Judoamidjoyo, M., A.a.Darwis dan E.G.Said, 1982. Teknologi Fermentasi.

Jakarta : Rajawali Pres.

Kim, K. H., & Hong, J. (2001). Supercritical CO2 pretreatment of

lignocellulose enhances enzymatic cellulose hydrolysis. Bioresource

Technology 77, hal 139-144, (online), (http//:isroi.wordpress.com

/2008/07/23/preatment, diakses 01 oktober 2010).

Lee, K.J., Tribe, D.E. and Rogers, P.L., 1979. Biotechnol. Lee, K.J., Suku,

D.E. dan Rogers, P.L, 1979. Biotechnol. Lett., 1 , 421. Lett 1.,, 421.

Louis F. Fieser, Mary Fieser, 1963. Pengantar Kimia Organik. Bandung :

Dhiwantara.

Melyani, V. 2009. Petani Kopi Indonesia Sulit Kalahkan Brazil.

(URL:http://www.Tempointeraktif.com/hg/bisnis/2009/07/02/brk,200

90702-184943,id.html, diakses 26 September 2010).

Najafpour, G. D., Lim, J. K. 2002. Fermentation of Ethanol , School of

Chemical Engineering, Universiti Sains Malaysia. diambil dari

Ghani Arasyid, dkk, (Online) ,(

http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate- 12522-Paper.pdf diakses 15 Oktober 2010).

Nguyen, Q. A.; Dickow, J. H.; Duff, B. W.; Farmer, J. D.; Glassner, D. A.;

Ibsen, K. N.; Ruth, M. F.; Schell, D. J.; Thompson, I. B. & Tucker, M.

P. (1996), ‘NREL/DOE ethanol pilot-plant: Current status and

capabilities’, Bioresource Technology 58(2), 189–196. (Online),

(http://www. Technology indonesia.com/columns.php?id=36 diakses

15 Oktober 2010).

(54)

Othmer, Kirk.,1967. Encyclopedia of Chemical Technology second edition vol

5. New York : Interscience Publisher a division of John Wiley &

Sons, Inc.

Parry, T. J & Powsey, R. K, 1973, Principles of Microbiology for Student of

Food Technology, diambil dari Purnomo Hari, dkk, 1987, Ilmu

Pangan, Universitas Indonesia, Jakarta.

Robert H. Perry, Perry’s Chemical Engineers Handbook 7th , New York, The McGraw Hill Companies, Inc.

Sarjdoko, 1991. Bioteknologi Latar Belakang dan Beberapa Penerapannya.

Jakarta : Gramedia Pustaka Umum.

Soebiyanto PT, 1986. HFS dan industri ubi kayu lainnya. PT Gramedia.

Jakarta.

Syukur, Abdul, dkk. 2005. Ensiklopedi Umum untuk Pelajar jilid 6. Jakarta:

PT Ichtiar Barovan Hoeve.

Taherzadeh, M. and Karimi, K. 2007. Acid-based Hydrolysis Processes for

Ethanol from Lignosellulosic Material : A Review, Bioresources 2

(3), 472-499, diambil dari Ghani Arasyid dkk, (Online),

(http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-12522-Paper.pdf

diakses 15 oktober 2010).

Viola, E., Cardinale, M., Santarcangelo, R., Villone, A., & Zimbardi, F.

(2008). Ethanol from eel grass via steam explosion and enzymatic

hydrolysis. Biomass and Bioenergy , (in Press). (Online),

((http://www. Technology indonesia.com/columns.php?id=36 diakses

(55)

APPENDIKS

1. Pembuatan Larutan HCL 10 % (v/v) sebanyak 1 liter

=

Jadi memipet 100 ml HCl pekat sebanyak 100 ml lalu ditambahkan aquadest

hingga 1 liter.

NB : dengan cara yang sama untuk menghitung HCl 20 %, HCl 30 %, H2SO4 10 % , 20 % dan 30 %

2. Pembuatan Larutan NaOH 6 N sebanyak 1 liter

Massa NaOH = 240 gr

Jadi menimbang NaOH sebanyak 240 gr dan dilarutkan hingga 1 liter dengan

aquadest.

3. Perhitungan Konversi Glukosa

= 97,99 %

(56)

4. Perhitungan Kadar Etanol setelah Proses Destilasi

Diketahui : Berat pikno kosong = 11,2052 gr

Berat pikno isi = 20,5098 gr

Volume piknometer = 10 ml

Maka :

Dillihat pada Tabel 2-110 Perry edisi 7 didapatkan interpolasi data :

kadar ethanol = SG

38,68 %

Sehingga didapatkan konsentrasi bioetanol setelah proses destilasi sebesar

38,68 %.

5. Perhitungan Yield etanol

Diketahui :

Kadar etanol pada kondisi optimum = 9,04 %

Kadar glukosa awal sebelum fermentasi = 8,96 %

Volume larutan = 500 ml

etanol = 0,78075 gr/ml

glukosa = 1,544 gr/ml

Maka :

(57)

 Volume etanol =

 Massa etanol = Volume etanol x etanol

= 45,2 ml x 0,78075 gr/ml

= 35,2899 gr

 Massa glukosa = Volume glukosa x glukosa

= 44,8 ml x 1,544 gr/ml

= 69,1712 gr

  

 

Gambar

Gambar 1. Buah Kopi
Gambar 2. Struktur Lapisan Penyusun Buah Kopi (Anonim, 2008)
Gambar 3. Limbah Kulit Kopi
Gambar 4. Rumus Bangun Selulosa
+7

Referensi

Dokumen terkait

mobilis dan waktu fermentasi yang terbaik pada proses pembuatan bioetanol dari.. kulit durian sehingga diperoleh hasil

Pada proses fermentasi buah pepaya afkir dengan inokulum Zymomonas mobilis ini didapatkan kondisi terbaik ketika fermentasi berlangsung di hari ke 9 dengan dosis starter 15%

Untuk produksi etanol dilakukan fermentasi pada pati biji durian yang telah dihidrolis menggunakan enzim amylase ( α -amylase dan glucoamylase) oleh Zymomonas mobilis. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pembuatan bioetanol dengan proses fermentasi kultur padat ( Solid State Fermentation) dari limbah kulit nanas dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa limbah padat fiber ex-fibercyclone dan tandan kosong memiliki potensi untuk dijadikan bioetanol dengan menggunakan bakteri

Penelitian tentang kinerja mikroba Zymomonas mobilis dan Saccharomyces cerevisiae untuk menguraikan hidrolisat tongkol jagung menjadi bioetanol dengan pengaruh waktu

Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan volume starter Zymomonas mobilis dan waktu fermentasi yang terbaik pada proses pembuatan bioetanol dari kulit durian sehingga

Pada penelitian ini akan dilakukan karakterisasi dari pola fermentasi etanol menggunakan koamobil Zymomonas mobilis dan ekstrak kasar invertase dengan alginat dari sukrosa