• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Representasi Citra Institusi Kepolisian Republik Indonesia pada Film “Enigma” Serial “Kematian Alana” T1 362012027 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Representasi Citra Institusi Kepolisian Republik Indonesia pada Film “Enigma” Serial “Kematian Alana” T1 362012027 BAB II"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

9

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Komunikasi

Komunikasi adalah salah satu dari aktivitas manusia yang dikenali oleh semua orang namun sangat sedikit yang dapat mendefinisikannya secara memuaskan. John Fiske (2014) menyatakan komunikasi sebagai ͞interaksi sosial melalui pesan͟. Terdapat dua mahzab utama dalam ilmu komunikasi. Mahzab Pertama, kelompok yang melihat komunikasi sebagai transmisi pesan. Kelompok ini fokus dengan bagaimana pengirim dan penerima megirimkan dan menerima pesan. Pandangan ini melihat komunikasi sebagai proses dimana seseorang mempengaruhi perilaku atau cara berpikir orang lain. Jika efek yang muncul tidak sesuai keinginan, mahzab ini menyatakan bahwa itu sebuah kegagalan komunikasi. Fiske menyebut pandangan ini sebagai kelompok ͞proses͟. Mahzab proses cenderung mengaitkan diri dengan ilmu-ilmu sosial, terutama psikologi dan sosiologi, dan cenderung memfokuskan dirinya terhadap tindak (acts) komunikasi.

(2)

10 Kelompok pertama (kelompok proses) mendefinisikan komunikasi sebagai proses dimana seseorang berhubungan dengan orang lain, atau proses mempengaruhi perilaku, cara berpikiran ataupun respon emosional, terhadap orang lain dan tentu saja sebaliknya. Kelompok kedua (kelompok semiotik) mendefinisikan komunikasi sebagai hal yang membuat individu menjadi anggota budaya atau masyarakat tertentu.

Komunikasi berlangsung bukan hanya melalui kata-kata, tetapi juga dengan bantuan tindakan, gerak isyarat, ekspresi wajah, dan gambar yang merupakan lambang makna. Komunikasi visual (visual communication) adalah salah satu cara berkomunikasi yang tertua dan paling efektif dalam menyampaikan makna. Gambar menyampaikan makna lebih cepat dari kata-kata, yang memungkinkan berkomunikasi secara cepat, yang memerlukan waktu lama jika dilakukan secara verbal. (Moore, 2005 : 99)

Berdasarkan konteks tatanan komunikasi, komunikasi dapat di klarifikasikan ke dalam beberapa jenis diantaranya komunikasi intrapersonal, komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, koumikasi publik dan komunikasi massa. Komunikasi massa merupakan salah satu bentuk komunikasi yang memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia saat ini. Dari sinilah informasi dibawa dan disampaikan keseluruh pelosok daerah melalui berbagai media massa, baik media cetak maupun media elektronik.1

Komunikasi massa merupakan sebuah proses komunikasi yang berlangsung dimana pesannya dikirim dari sumber melembaga kepada khalayak yang sifatnya massal melalui alat-alat yang bersifat mekanis, seperti surat kabar, majalah, buku, poster, pampflet, internet, radio, televisi dan film.

1

Sumber jurnal: Mellisa, 2013. “Pembentukan Opini Publik Tentang Citra Polisi Terkait Berita

(3)

11

2.2. Film

Media massa mengacu pada media komunikasi dan informasi yang melakukan penyebaran informasi secara masal dan dapat diakses secara masal pula (Bungin, 2007 : 71). Dalam media massa, film merupakan salah satu golongan komunikasi massa yang bersifat media elektronik. Menurut Susanto (1982 : 58) film adalah gerakan atau lebih tepat lagi gambar yang bergerak. Dahulu film dikenal dengan istilah gambar hidup, dan memang gerakan itulah yang merupakan unsur pemberi “hidup” kepada suatu gambar, yang betapapun sempurnanya teknik yang dipergunakan, belum mendekati kenyataan hidup sehari-hari, sebagai halnya dengan film. Untuk meningkatkan kesan dan dampak dari film, suatu film diiringi dengan suatu yang dapat berupa dialog atau musik. Dalam film yang baik, dialog dan musik hanya dipergunakan apabila film tidak atau kurang mampu memberi kesan yang jelas kepada komunikan melalui gerakan saja, sehingga dialog maupun musik merupakan alat bantu penguat ekspresi. Di samping suara dan musik, warna juga mempertingkat nilai “kenyataan” pada film, sehingga “sungguh-sungguh terjadi” dan “sedang dialami oleh khalayak” pada saat film diputari makin terpenuhi. Dengan demikian, film merupakan suatu sarana komunikasi yang mengaktualisasikan suatu kejadian untuk dinikmati pada saat tertentu oleh khalayak.

(4)

12 gambaran yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksikannya (Sobur, 2001:87-88).

Dalam perkembangannya, film tidak hanya dijadikan sebagai media hiburan semata tetapi juga digunakan sebagai alat propaganda, terutama menyangkut tujuan sosial atau nasional. Berdasarkan pada pencapaiannya yang menggambarkan realitas, film dapat memberikan imbas secara emosional dan popularitas. 2 Film sebagai suatu media komunikasi, merupakan suatu kombinasi antara usaha penyampaian pesan melalui gambar yang bergerak, pemanfaatan teknologi kamera, warna dan suara. Unsur-unsur tersebut dilatarbelakangi oleh suatu cerita yang mengandung suatu pesan yang ingin disampaikan oleh sutradara kepada khalayak film (Susanto, 1982 : 60). Menurut Moore (2005), sebuah gambar menyampaikan makna lebih cepat daripada kata-kata. Berdasarkan pernyataan Moore dan Susanto, peneliti menyimpulkan bahwa setiap film memiliki sebuah makna dan pesan dibaliknya. Secara umum film dibangun dengan banyak tanda, didalam tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya mencapai efek yang diharapkan. 3

2.3. Semiotika

Semiotika merupakan suatu studi ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda dalam suatu konteks skenario, gambar, teks, dan adegan di film menjadi sesuatu yang dapat dimaknai. Sedangkan, kata “semiotika” itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti “tanda” atau seme ,yang berarti “penafsir tanda”. (Kurniawan, 2001 : 49)

Tanda yang terdiri dari bunyi dan gambar disebut signifier atau penanda, dan konsep dari bunyi dan gambar tersebut disebut signified. Dalam komunikasi, seseorang memakai tanda untuk mengirim makna tentang objek dan orang lain

2

Sumber Jurnal: Faddli, Ilham M & Rochim M, 2015. “Kajian Representasi Pencitraan Polisi di Film Comic 8”, Prosiding Penelitian SPeSIA 2015

3

(5)

13 akan menginterpretasikan tanda tersebut. Misalnya ketika orang menyebut kata “dasar” (signifier) dengan nada mengumpat maka hal tersebut merupakan tanda kemarahan (signified). Signifier dan signified merupakan kesatuan, tak dapat dipisahkan seperti dua sisi dari sehelai kertas (Sobur, 2003:46).

Bidang kajian semiotik atau semiologi adalah mempelajari fungsi tanda dalam teks, yaitu bagaimana memahami sistem tanda yang ada dalam teks yang berperan membimbing pembacanya agar bisa menangkap pesan yang terkandung di dalamnya. Dengan ungkapan lain, semiologi berperan untuk melakukan interogasi terhadap tanda-tanda yang dipasang oleh penulis agar pembaca bisa memasuki bilik-bilik makna yang tersimpan dalam sebuah teks. (Hidayat, 1996 : 163).

Istilah teks biasanya mengacu pada pesan yang telah dibuat dalam beberapa cara (tulisan, rekaman audio dan video) sehingga secara fisik, antara pengirim dan penerima tidak terikat satu sama lain. Teks adalah kumpulan tanda-tanda (seperti kata-kata, gambar, suara dan atau gerakan) yang dikonstruksikan (dan diinterpretasikan) dengan mengacu pada konvensi yang terkait dengan genre dan media komunikasi.4

Tradisi semiotika tidak pernah menganggap terdapatnya kegagalan pemaknaan, karena setiap „pembaca‟ mempunyai pengalaman budaya yang relatif berbeda, sehingga pemaknaan diserahkan kepada pembaca. Roland Barthes mengatakan bahwa dalam memahami teks, pengarang dianggap mati. Dengan kata lain, setelah teks diciptakan oleh pengarang maka pemaknaan diserahkan pada pembaca teks tersebut. Dalam bahasanya, Barthes menyatakan bahwa “kelahiran pembaca pastilah dibayar dengan kematian pengarang”. Teks di tangan pembaca seolah-olah bebas, agrefis, terkelupas, tanpa campur tangan penciptanya.

Pemikir strukturalis yang mempraktikkan model linguistik dan semiologi adalah Roland Barthes (1915-1950). Dalam karyanya yang berjudul Elements of Semiology (1964) terdapat beberapa elemen yang dikemukakan Barthes tentang

4

Chandler, Daniel. 12 Mei 2016. Diakses dari

(6)

14 tanda dan pemaknaannya dalam semiotik, diantaranya adalah signifier dan signified serta denotasi dan konotasi. Barthes melengkapi penanda dan petanda dengan dua strata dimana penanda ataupun petanda juga memuat bentuk dan substansi (Kurniawan, 2001:56).

Barthes membedakan dua level pengertian (signification) dari semiotika yaitu denotasi dan konotasi. Denotasi adalah level deskriptif dan harafiah makna yang disepakati seluruh anggota budaya. Pada level konotasi, makna dihasilkan oleh hubungan antara signifier dan budaya secara luas yang mencakup kepercayaan, tingkah laku, kerangka kerja dan ideologi dari sebuah formasi sosial. Semiologi, dalam istilah Barthes, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memakai hal-hal (things), memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampur-adukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Sobur, 2001:15).

Gambar 1

Signifikasi Dua Tahap Roland Barthes (Sumber: Sobur, 2001:12)

(7)

15 Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai “mitos”dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya, atau dengan kata lain, mitos adalah juga suatu sistem pemaknaan tataran kedua.5

Ketika menganalisis sebuah film, akan menjadi jelas bahwa tanda linguistik, visual, dan jenis tanda lain mengenai bagaimana film itu di representasikan (seperti scene, actor, caption, jingle, dan sebagainya) tidaklah sesederhana mendenotasikan suatu hal , tetapi juga menciptakan tingkat konotasi yang dilampirkan pada tanda. Barthes menyebut fenomena ini, membawa tanda dan konotasinya untuk menimbulkan kesan atau pesan tertentu, sebagai penciptaan mitos (Bignell, 1997:16). Pengertian mitos disini bukanlah menunjuk pada mitologi dalam pengertian sehari-hari seperti halnya dongeng atau cerita-cerita tradisional, melainkan sebuah cara pemaknaan. (Barthes, 2004:152)

Pada film “ENIGMA” ada sesuatu hal yang bias mengenai citra polisi yang dibentuk oleh sang sutradara, dimana pada film tersebut citra positif polisi lebih ditonjolkan. Untuk melakukan analisis film “ENIGMA”, peneliti menemukan scene atau adegan dalam film tersebut yang menunjukkan adanya representasi citra Institusi Kepolisian Republik Indonesia. Dari setiap scene tersebut akan dilakukan analisis terhadap setiap penanda yang muncul untuk mengetahui makna denotatif pada signifikasi tahap pertama. Kemudian makna denotatif tersebut menjadi penanda pada signifikasi tahap kedua untuk mengetahui makna konotatif. Setelah itu, dilakukan analisis untuk mencari mitos yang terkandung pada makna konotatif tersebut. Melalui pendekatan Semiotika analisis Roland Barthes, peneliti akan menelaah representasi citra Institusi Kepolisian Republik Indonesia pada film “ENIGMA” serial “Kematian Alana”

5Sumber Jurnal : Asrofah. 2014. “Semiotik Mitos Roland Barthes dalam Analisis Iklan di Media

(8)

16

2.4. Representasi

Representasi berasal dari bahasa Inggris, representation, yang berarti perwakilan, gambaran atau penggambaran. Secara sederhana, representasi dapat diartikan sebagai gambaran mengenai suatu hal yang terdapat dalam kehidupan yang digambarkan melalui suatu media (Vera, 2014:96)

Menurut David Croteau dan William Hoynes (2000:194), representasi merupakan hasil proses pemilihan yang terjadi secara bervariasi yang berarti adalah terdapat aspek-aspek tertentu dari realitas yang secara sengaja ditonjolkan dan ada pula aspek – aspek realitas yang lain diabaikan. Semua jenis representasi adalah “menghadirkan-lagi” dunia sosial baik dengan sifat yang tidak lengkap maupun sedemikian sempit.

Representasi menurut Chris Barker adalah konstruksi sosial yang mengharuskan kita mengeksplorasi pembentukan makna tekstual dan menghendaki penyelidikan tentang cara dihasilkannya makna pada beragam konteks. Representasi dan makna budaya memiliki materialitas tertentu. Mereka melekat pada bunyi, prasasti, objek, citra, buku, majalah, dan program televisi. Mereka diproduksi, ditampilkan, digunakan, dan dipahami dalam konteks sosial tertentu (Barker, 2004:9).

(9)

17

2.5. Teori Hiperealitas

Hiperealitas digunakan di dalam semiotika dan filsafat pascamodern untuk menjelaskan ketidakmampuan kesadaran hipotesis untuk membedakan kenyataan dan fantasi, khususnya di dalam budaya pascamodern berteknologi tinggi. (Tiffin, 2001:1). Umberto Eco, di dalam Travels in Hyper-reality, menggunakan istilah-istilah copy, replica, replication, imitation, likeness, dan reproduction untuk menjelaskan apa yang disebutnya hiperealitas. Umberto Eco merupakan profesor semiotika pertama di universitas tertua di Eropa, yakni Universitas Bologna.

Menurut Eco, hiperealitas adalah segala sesuatu yang merupakan replikasi, salinan, atau imitasi dari unsur-unsur masa lalu, yang dihadirkan di dalam konteks masa kini sebagai sebuah nostalgia. Akan tetapi, ketika masa lalu tersebut dihadirkan didalam konteks waktu masa kini, maka ia kehilangan kontak dengan realitas, dengan pengertian ia bisa tampak seakan-akan lebih dari kenyataan yang disalinnya, lebih sejati dari model yang ditirunya, sehingga menciptakan sebuah kondisi meleburnya salinan (copy) dan aslinya (original), (Piliang, 2004 : 59). Hiperealitas juga dikenal sebagai gaya melebihkan sesuatu (Audifax, 2006 : 19).

2.6. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang “Representasi Citra Institusi Kepolisian Republik Indonesia pada film “Enigma” serial Kematian Alana ” ini terinspirasi dari beberapa penelitian terdahulu. Akan tetapi dari berbagai penelitian tersebut, belum ada yang meneliti mengenai film bergenre serial crime yakni “Enigma”. Berikut beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang akan di lakukan oleh peneliti.

No. Penelitian Hasil Penelitian

1 Natasya Rambu Kadunga. 2015. Pemaknaan Roland Barthes dalam Ritual Perkawinan Sumba Tengah

Hasil dari penelitian ini adalah:

(10)

18 Tahap Keempat (Dadang

Nulang Lunung Tapu). Universitas Kristen Satya Wacana.

mengenai makna denotasi dan konotasi, namun fungsi teks terjawab melalui hubungan antara Semiotika Barthes, Hermeneutika, dan Kebudayaan.

2.Seluruh simbol yang digunakan dalam adat perkawinan yaitu benda alat maupun syair adat merupakan hasil interpretasi yang dibangun dari budaya masyarakat.

2 Priscillia Marietta. 2012. Analisis Semiotika Fashion pada Rubrik What‟s Hot Now Majalah Go‟Girl Periode

1.Elemen semiotik (tanda yang berupa pakaian, aksesoris, gaya dandan) berpadu sebagai sebuah komposisi semiotik yang bermakna. Makna yang ditafsirkan dilihat secara denotatif dan konotatif juga berkaitan dengan mitos sesuai dengan kebudayaan masyarakat. Sehingga budaya menjadi kunci penting dalam memahami fenomena busana. 2.Budaya, dalam hal ini dilihat dari cara berpakaian dan berdandan yang ada dalam rubrik fashion “What‟s Hot Now” adalah budaya barat, khususnya budaya negara Amerika Serikat (Hollywood), London, dan Paris. Sehingga, tidak semua yang ditampilkan dalam rubrik tersebut relevan dengan kehidupan di Indonesia dan harus melalui proses penyesuaian baik dalam acara maupun pemakainya.

3 Ilham Maizha Faddli dan M. Rochim. 2015. Kajian Representasi Pencitraan

Hasil dari penelitian ini adalah:

(11)

19 Polisi di Film Comic 8.

Universitas Islam Bandung

“Comic 8” , yaitu kode penampilan, kode lingkungan, gesture (gerakan) dan kode expression (ekspresi), dimana kode tersebut dapat merepresentasikan citra polis pada film tersebut.

2.Dalam level Representasi, peneliti menemukan 3 kode sosial yang muncul dalam film “Comic 8”, yaitu kode camera (kamera), kode setting (latar) dan kode conflict (konflik). Citra polisi pada film di sini terbentuk dengan sistemik.

3. Dalam level Ideologi, peneliti menemukan bahwa sutradara “Comic 8” memproduksi citra polisi dalam praktek-praktek nyata dari kebiasaan sehari-hari. Ideologi yang ditonjolkan sutradara yaitu membentuk citra yang baik tentang kinerja kepolisian. Sutradara dalam filmnya tidak merepresentasikan tentang keburukan atau sisi negatif dari polisi itu sendiri, melainkan membangun citra yang baik dari kerja polisi dalam menangani sebuah kasus perampokkan.

(12)

20 yang muncul hanya congkak dan pestimistis. Sedangkan untuk peran negatif yang muncul adalah calon Kapolri yang glamour dan Kapolri yang akan segera pensiun.

2.Sampul majalah Tempo syarat akan muatan simbol-simbol dan pemaknaan stereotipe terhadap Institusi Kepolisian dilihat dari karakteristik negatif yang muncul dalam sampul majalah Tempo seperti rakus, bengis, tamak, sok jago, congkak, dan pesimistis. Sedangkan peran negatif dalam sampul majalah Tempo seperti koruptor, Markus, pelaku kriminal, calon Kapolri yang glamour dan Kapolri yang akan segera pensiun.

5 Nidya Syifa dan M. Husen Fahmi. 2015. Hubungan Antara Tayangan 86 di Net TV dengan Citra Polisi di Kalangan Masyarakat. Universitas Islam Bandung.

Hasil dari penelitian ini adalah:

1.Terdapat hubungan yang sedang antara Intensitas tayangang 86 di Net TV dengan citra polisi di mata masyarakat.

2. Terdapat hubungan yang kuat antara isi pesan tayangan 86 di Net TV dengan citra polisi di mata masyarakat.

3.Terdapat hubungan yang kuat antara daya tarik tayangan 86 di Net TV dengan citra polisi di mata masyarakat.

Tabel 2.1

(13)

21

Content Form

2.7. Kerangka Pikir

Citra Polisi di mata masyarakat

Film “Enigma” serial “Kematian Alana”

Semiotika menurut Roland Barthes

Denotasi

First order

Signifier Signified

Second order

Konotasi Mitos

Representasi Citra Institusi Kepolisian Republik Indonesia pada film “Enigma”

serial “Kematian Alana”

Gambar 2

Gambar

Gambar 1 Signifikasi Dua Tahap Roland Barthes
Tabel 2.1 Kajian Penelitian Terdahulu
Gambar 2 Kerangka Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Mengingat pentingnya acara ini diminta kepada saudara hadir tepat waktu dan apabila diwakilkan diharapkan membawa surat kuasa, serta membawa berkas klarifikasi 1 (satu)

kom unikasi m odern t elah m em ungkin seseorang m em bina hubungan baik dengan orang lain di seluruh dunia.  Didukung t eknologi inform asi, proses

jasa lainnya berupa kegiatan rutin (honorarium panitia pelaksana kegiatan, dan belanja perjalanan dinas dalam daerah untuk monev dan pembinaan), pembayaran honorarium PPK, PPTK,

perhatian kita hanya tertuju pada hal-hal yang menarik. Penglihatan hanya tertuju pada objek yang

[r]

tersebut dengan tanda-tanda yang lain serta dapat memperdalam sebuah pesan. dari

After then, The purpose of this research is to test the influences of Brand Image both directly on purchase intention and indirectly via perceived risk and

Jika sebuah merek sudah dikenal dan kemudian dalam benak konsumen ada asosiasi tertentu terhadap sebuah merek untuk membedakannya dengan merek yang lain lalu konsumen