• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINTESIS HIDROGEL SUPERABSORBAN POLI (KALIUM AKRILAT) MENGGUNAKAN IRADIASI GAMMA DAN KARAKTERISASINYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SINTESIS HIDROGEL SUPERABSORBAN POLI (KALIUM AKRILAT) MENGGUNAKAN IRADIASI GAMMA DAN KARAKTERISASINYA"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS PANCASILA FAKULTAS FARMASI

SKRIPSI

SINTESIS HIDROGEL SUPERABSORBAN POLI (KALIUM AKRILAT) MENGGUNAKAN IRADIASI

GAMMA DAN KARAKTERISASINYA

Oleh :

Tifany Irjayanti NPM : 2009210200

Dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada

Universitas Pancasila

JAKARTA

2014

(2)

i

PERNYATAAN SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa skripsi dengan judul

“SINTESIS HIDROGEL SUPERABSORBEN POLI (KALIUM AKRILAT) MENGGUNAKAN IRADIASI GAMMA DAN KARAKTERISASINYA” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan untuk publikasi dalam bentuk apapun kepada pihak manapun. Informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah dicantumkan dalam daftar rujukan di bagian akhir skripsi ini.

Jakarta, September 2014

Tifany Irjayanti NPM: 2009210200

(3)

ii

FAKULTAS FARMASI JAKARTA

PERSETUJUAN SKRIPSI

NAMA : Tifany Irjayanti NPM : 2009210200

PEMINATAN : SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI

JUDUL : SINTESIS HIDROGEL SUPERABSORBEN POLI (KALIUM AKRILAT) MENGGUNAKAN IRADIASI GAMMA DAN KARAKTERISASINYA

Disetujui oleh :

Pembimbing

(Dra. Titiek Martati, M.Si., Apt.) (Drs. Erizal, APU.) Tangal ....30 Januari 2015... Tanggal….29 Januari 20015...

(4)

iii

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang telah dianugerahkanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini dengan baik.

Skripsi dengan judul “SINTESIS HIDROGEL POLI (KALIUM AKRILAT) MENGGUNAKAN IRADIASI GAMMA DAN KARAKTERISASINYA” ini disusun untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta.

Dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, baik berupa bimbingan, saran maupun dorongan moril terutama Dosen Pembimbing Skripsi I dan II. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Titiek Martati, M.Si., Apt.

selaku Dosen Pembimbing Skripsi I dan Bapak Drs. Erizal, APU selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, dan perhatian dalam memberikan bimbingan dan saran selama proses penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Prof. Dr. Shirly Kumala, M.Biomed.,Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Pancasila.

2. Ibu Afiati Muflihah, S.farm., Apt. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis selama masa perkuliahan.

3. Mas Aji dan Mba Uki serta staf yang ada di BATAN yang senantiasa membantu pemahaman penulis.

4. Seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Pancasila.

5. Almarhum papa tersayang dan mama terkasih yang selalu mencurahkan kasih sayangnya, doa serta dukungan baik moral maupun materil.

(6)

v

6. Sahabatku Suhar, Safirah, Niken, Nurul, Nur, Jovi serta semua teman seperjuanganku di BATAN Delia, Hafizh, ka Indri yang telah membantu memberikan semangat dan masukan berarti bagi penyelesaian skripsi ini.

7. Sahabat dekatku Desy Irta Irianti yang selalu mendoakan dan memberi support selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

8. Adikku Angan dan Syahrul, serta keluarga besar, sahabat, teman, dan semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat berterima kasih bila ada kritik dan saran yang membangun dari pembaca dalam upaya penyempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penelitian dan ilmu pengetahuan khususnya di bidang Kimia Farmasi dan kepustakaan di Fakultas Farmasi Universitas Pancasila serta berguna bagi para pembacanya.

Jakarta, Oktober 2014

Penulis

(7)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI ... i

PERSETUJUAN SKRIPSI ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

ABSTRAK ... xiv

ABSTRACT ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hidrogel ... 5

1. Pengertian ... 5

2. Karakteristik hidrogel ... 6

3. Klasifikasi hidrogel ... 7

4. Sintesis hidrogel dan teknik polimerisasi iradiasi .. 8

5. Sifat fisika-kimia dan biologi ... 10

B. Asam akrilat ... 15

C. Polimer ... 16

(8)

vii

D. Radiasi ... 18

1. Radiasi elektromagnetik ... 18

2. Sinar gamma ... 18

3. Sumber radiasi ... 18

4. Dosis radiasi ... 19

5. Efek radiasi ... 19

6. Keunggulan dan kelemahan teknik radiasi ... 20

E. Karakterisasi ... 21

1. Spektrofotometri Inframerah ... 21

2. Spektrofotometer FTIR ... 22

3. DSC ... 25

F. Landasan Teori ... 25

G. Hipotesis ... 26

BAB III RANCANGAN PENELITIAN A. Prinsip Penelitian ... 27

B. Tempat Penelitian ... 27

C. Bahan Penelitian ... 27

D. Tahap Penelitian ... 27

E. Analisis Data………. 28

BAB IV BAHAN, ALAT, DAN METODE PENELITIAN A. Bahan ... 29

B. Alat ... 29

C. Metode Penelitian ... 29

1. Pembuatan HSA poli(kalium akrilat) ... 29

2. Karakterisasi hidrogel ... 29

a. Rasio swelling dan Degree of Swelling (EDS) . 29 b. Fraksi gel ... 31

(9)

viii

c. Analisis gugus fungsi dengan sepektrofotometer

FTIR ... 32

d. Analisis termal DSC ... 32

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi hidrogel ... 33

1. Pengaruh waktu perendaman dalam air terhadap rasio swelling... 33

2. Pengaruh waktu perendaman dalam NaCl terhadap rasio swelling... 40

3. Pengaruh waktu perendaman dalam urea terhadap rasio swelling ... 41

4. Pengaruh waktu perendaman dalam campuran NaCl dan urea terhadap rasio swelling ... 43

5. Fraksi gel... 46

6. Analisis gugus fungsi menggunakan FTIR ... 47

7. Analisis termal menggunakan DSC ... 51

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 55

B. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

LAMPIRAN ... 69

(10)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel II.1 Model difusi hidrogel dan aplikasinya ... 14 Tabel II.2 Frekuensi absorbsi daerah Inframerah dari berbagai gugus fungsi

... 22 Tabel V.1 Hasil uji Pengaruh lama waktu perendaman dalam air suling

terhadap rasio swelling HAS dengan varias konsentrasi penetralan menggunakan KOH hasil iradiasi 10 kGy ... 33 Tabel V.2 Hasil uji pengaruh lama waktu perendaman dalam air suling

terhadap rasio swelling HSA dengan variasi penetralan

menggunakan KOH hasil iradiasi pada dosis 10 kGy ... 35 Tabel V.3 Pengaruh lama waktu perendaman dalam air suling terhadap

rasio swelling HSA hasil penetralan 75% menggunakan KOH

pada variasi dosis iradiasi ... 37 Tabel V.4 Hasil uji EDS (Equilibrium Degree of Swelling) HSA hasil

penetralan 75% menggunakan KOH pada variasi dosis iradiasi 38 Tabel V.5 Hasil uji pengaruh lama waktu perendaman dalam NaCl dengan

variasi konsentrasi yang berbeda terhadap rasio swelling HSA

hasil penetralan 75% pada dosis iradiasi 10 kGy... 40 Tabel V.6 Hasil uji pengaruh lama waktu perendaman dalam urea dengan

variasi konsentrasi yang berbeda terhadap rasio swelling HSA

hasil penetralan 75% pada dosis iradiasi 10 kGy... 41 Tabel V.7 Hasil uji pengaruh lama waktu perendaman dalam campuran

NaCl +urea dengan variasi konsentrasi yang berbeda terhadap rasio swelling HAS hasil penetralan 75% pada dosis

iradiasi 10 kGy ... 43 Tabel V.8 Hasil uji pengaruh lama waktu perendaman dalam campuran

(11)

x

NaCl +urea dengan variasi konsentrasi yang berbeda terhadap rasio swelling HAS hasil penetralan 75% pada dosis

iradiasi 10 kGy ... 45 Tabel V.9 Hasil uji pengaruh iradiasi terhadap fraksi gel dari HSA

hasil penetralan 75% menggunakan KOH pada variasi

dosis iradiasi ... 46 Tabel V.10 Hasil identifikasi gugus fungsi dari spektrum inframerah

asam akrilat ... 48

Tabel V.11 Hasil identifikasi gugus fungsi dari spektrum inframerah

kalium akrilat hasil penetralan 75% sesudah diiradiasi ... 51 Tabel V.12 Suhu leleh HSA hasil netralisasi asam akrilat pada beragam

konsentrasi yang diiradiasi dengan sinar gamma pada dosis

10 kGy ... 54

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar II.1 Respon rangsangan swelling hidrogel ... 6 Gambar II.2 Kemungkinan skema reaksi yang terjadi dalam proses radiasi

pada hasil penetralan asam akrilat menggunakan KOH dalam

larutan ... 9 Gambar II.3 Susunan rantai polimer ... 17 Gambar II.4 Skema instrumentasi Sistem Optik FTIR ... 24 Gambar V.1 Pengaruh lama waktu perendaman dalam air suling terhadap

rasio swelling HSA dengan variasi konsentrasi penetralan hasil

hasi iradiasi pada dosis 10 kGy ... 34 Gambar V.2 Hasil uji pengaruh lama waktu perendaman dalam air suling

terhadap rasio swelling HSA dengan variasi penetralan

menggunakan KOH hasil iradiasi pada dosis 10 kGy ... 35 Gambar V.3 Kemampuan HSA menyerap air yang relatif tinggi ... 37 Gambar V.4 Pengaruh lama waktu perendaman dalam air suling terhadap

rasio swelling HSA hasil penetralan 75% menggunakan KOH

pada variasi dosis iradiasi ... 37 Gambar V.5 Hasil uji EDS (Equilibrium Degree of Swelling) HSA hasil

penetralan 75% menggunakan KOH pada variasi dosis iradiasi 39 Gambar V.6 Hasil uji pengaruh lama waktu perendaman dalam NaCl dengan

variasi konsentrasi yang berbeda terhadap rasio swelling HSA

hasil penetralan 75% pada dosis iradiasi 10 kGy ... 40 Gambar V.7 Hasil uji pengaruh lama waktu perendaman dalam urea dengan

variasi konsentrasi yang berbeda terhadap rasio swelling HSA

hasil penetralan 75% pada dosis iradiasi 10 kGy ... 42

(13)

xii

Gambar V.8 Hasil uji pengaruh lama waktu perendaman dalam campuran NaCl +urea dengan variasi konsentrasi yang berbeda terhadap rasio swelling HAS hasil penetralan 75% pada dosis iradiasi

10 kGy ... 44 Gambar V.9 Hasil uji pengaruh lama waktu perendaman dalam campuran

NaCl +urea dengan variasi konsentrasi yang berbeda terhadap rasio swelling HAS hasil penetralan 75% pada dosis iradiasi

10 kGy ... 45 Gambar V.10 Hasil uji pengaruh iradiasi terhadap fraksi gel dari HSA

hasil penetralan 75% menggunakan KOH pada variasi

dosis iradiasi ... 47 Gambar V.11 Spektrum inframerah asam akilat ... 48 Gambar V.12 Overlay spektrum inframerah hidrogel poli (kalium akrilat)

yang dinetralkan 75% hasil iradiasi gamma pada beragam

dosis iradiasi ... 49 Gambar V.13 Spektrum inframerah hidrogel poli (kalium akrilat) yang

dinetralkan 75% hasil iradiasi gamma pada dosis 10 kGy ... 50 Gambar V.14 Termogram DSC HSA poli (kalium akrilat) hasil penetralan

25% pada dosis 10 kGy ... 51 Gambar V.15 Termogram DSC HSA poli (kalium akrilat) hasil penetralan

50% pada dosis 10 kGy ... 52 Gambar V.16 Termogram DSC HSA poli (kalium akrilat) hasil penetralan

75% pada dosis 10 kGy ... 52 Gambar V.17 Termogram DSC HSA poli (kalium akrilat) hasil penetralan

100% pada dosis 10 kGy ... 53 Gambar V.18 Overlay termogram DSC HSA poli (kalium akrilat) hasil

penetralan dari keempat konsentrasi penetralan pada

dosis 10 kGy ... 53

(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Skema kerja pembuatan hidrogel ... 59

Lampiran 2 Skema kerja rasio swelling dalam air ... 60

Lampiran 3 Skema kerja rasio swelling dalam NaCl ... 61

Lampiran 4 Skema kerja rasio swelling dalam urea ... 62

Lampiran 5 Skema kerja rasio swelling dalam campuran NaCl+urea ... 63

Lampiran 6 Skema kerja penetapan fraksi gel (gel fraction) ... 64

Lampiran 7 Spektrum FT-IR HSA poli (kalium akrilat) yang dinetralkan 75% hasil iradiasi gamma pada beragam dosis iradiasi ... 65

Lampiran 8 Pengaruh waktu perendaman (detik) terhadap rasio swelling HSA pada dosis iradiasi 10 kGy dengan variasi konsentrasi penetralan ... 67

Lampiran 9 Pengaruh waktu perendaman (menit) terhadap rasio swelling HSA pada dosis iradiasi 10 kGy dengan variasi konsentrasi penetralan ... 72

Lampiran 10 Pengaruh waktu perendaman (menit) terhadap rasio swelling HSA pada konsentrasi netralisasi 75% dengan variasi dosis iradiasi ... 75

Lampiran 11 EDS (Equilibrium Degree of Swelling)HSA hasil penetralan 75% hasil iradiasi dosis 10 kGy ... 78

Lampiran 12 Pengaruh waktu perendaman (menit) terhadap rasio swelling HSA konsentrasi 75% hasil iradiasi 10 kGy dalam larutan NaCl ... 79

Lampiran 13 Pengaruh waktu perendaman (menit) terhadap rasio swelling HSA konsentrasi 75% hasil iradiasi 10 kGy dalam larutan urea ... 82

(15)

xiv

Lampiran 14 Pengaruh waktu perendaman (menit) terhadap rasio swelling HSA konsentrasi 75% hasil iradiasi 10 kGy dalam campuran

larutan NaCl + urea ... 85 Lampiran 15 Fraksi gel HSA hasil penetralan 75% pada variasi dosis

iradiasi ... 88 Lampiran 16 Foto bahan, sampel dan alat penelitian ... 89

(16)

xv

ABSTRAK

(A) TIFANY IRJAYANTI (2009210200)

(B) SINTESIS HIDROGEL SUPERABSORBEN POLI (KALIUM

AKRILAT) MENGGUNAKAN IRADIASI GAMMA DAN

KARAKTERISASINYA

(C) xvi + 91 halaman; 14 tabel; 22 gambar; 16 lampiran

(D) Kata kunci; hidrogel superabsorben, asam akrilat, iradiasi, ikatan silang (E) Hidrogel superabsorben berikatan silang berkemampuan daya serap tinggi

dapat disintesis dari asam akrilat yang dinetralkan sebagian menggunakan iradiasi gamma. Dalam tahap mendapatkan hirogel dengan kemampuan absorbsi yang tinggi, telah dilakukan sintesis hidrogel superabsorben (HSA) dari asam akrilat (AA) yang dinetralkan sebagian menggunakan teknik radiasi. Satu seri larutan asam akrilat (15%, v/v) masing-masing dinetralkan 25%, 50%, 75% dan 100% (% mol) menggunakan kalium hidroksida (KOH), diiradiasi sinar gamma dari kobalt-60 pada dosis 10 kGy, 20 kGy, 30 kGy dan 40 kGy (laju dosis 6 kGy/jam). Telah diteliti pengaruh variasi perbandingan netralisasi asam akrilat terhadap rasio swelling hidrogel. Karakterisasi HSA diukur menggunakan Spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FT-IR) dan Differential Scanning Calorymetry (DSC). Pada kondisi optimum (75% netralisasi, 10 kGy), hidrogel menunjukan swelling yang tinggi (15 menit) dengan kemampuan menyerap air (swelling) 1000 g/g. Hasil analisis gugus fungsi menggunakan FT-IR mengkonfirmasi kemungkinan perubahan gugus fungsi dan ikatan rangkap dari struktur hidrogel yang diperoleh dari hasil iradiasi dari netralisasi monomer AA sebagian. Hasil pengukuran DSC mengkonfirmasi kemungkinan terbentuknya jenis HSA hasil iradiasi dari netralisasi sebagian asam akrilat. Diperoleh pula bahwa hidrogel peka terhadap kekuatan ionik dari medium.

(F) Daftar Rujukan: 33 buah (1990-2014)

(G) Dra. Titiek Martati, M.Si., Apt. ; Drs. Erizal, APU.

(H) 2014

(17)

xvi

ABSTRACT

(A) TIFANY IRJAYANTI (2009210200)

(B) SYNTHESIS OF HYDROGEL SUPERABSORBENT POLY

(POTASSIUM ACRYLIC ACID) BY GAMMA IRRADIATION AND CHARACTERIZATION

(C) xvi + 91 pages; 14 tables; 22 pictures; 16 attachments

(D) Keywords; hydrogel, superabsorbent, acrylic acid, irradiation, crosslinking (E) Gamma radiation synthesis of high absorbtion crosslinked superabsorbent of partially neutralized acrylic acid. In order to prepare a high absorbtion hydrogel, hydrogel superabsorbent (HSA) has been synthesized from a partially neutralized of acrylic acid (AA) through gamma radiation techniques. A seriesacrylic acid solution (15%, v/v) were partially neutralized (25%, 50%, 75%, 100%, mol ratio) with potassium hydroxide (KOH), irradiated using gamma rays from Co-60 with a dose of kGy, 20 kGy, 30 kGy, 40 kGy (dose rate 6 kGy/hr). The effects of reaction variable, such as the mole ratio AA to KOH on swelling ratio hydrogels were investigated. Characterization of the hydrogels were carried out using Spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FT-IR) and Differential Scanning Calorymetry (DSC) equipment. At optimum conditions ( 75%

neutralized, 10 kGy), the hydrogel exhibited rapid swelling (15 min) with the highest water absorption of approximately 1000 g/g. The result of FT- IR measurement confirmed the possibility modification fungtional groups and crosslinking structure of HSA obtained from of irradiated partially neutralized monomer acrylic acid. The result of DSC measurement confirmed possibility formation of the types of HSA of irradiated partially neutralized acrylic acid. The hydrogels were also found to be sensitive to the ionic strength of the medium.

(F) References: 33 pieces (1990-2014)

(G) Dra. Titiek Martati, M.Si., Apt. ; Drs. Erizal, APU.

(H) 2014

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BALAKANG

Jenis-jenis hidrogel telah dikenal luas setidaknya sejak pertengahan tahun 1990 dan memiliki aplikasi dalam biosensor, imobilisasi enzim, enkapsulasi sel dan sebagai perangkat penghantar obat. Pada bidang farmasi dan kesehatan hidrogel juga digunakan sebagai pembalut luka, sistem transdermal, implant, dental applications, injectable polymers, ophthalmic applications dan stimulansia sistem rangsang (1). Melihat banyaknya aplikasi penggunaan hidrogel sebagai biomaterial yang semakin meluas, saat ini produk yang berfungsi serupa terus menerus ditingkatkan kualitasnya oleh para peneliti untuk menghasilkan produk yang memiliki kemampuan daya serap yang lebih baik.

Hidrogel dapat didefinisikan sebagai jaringan polimer hidrofilik yang dapat mempertahankan sejumlah air yang banyak dalam strukturnya. Hidrogel yang dapat menyerap sejumlah air yang sangat banyak dan mempertahankan cairan yang terserap bahkan ketika di bawah tekanan disebut hidrogel superabsorben (2). Hidrogel superabsorben (HSA) tidak hanya mampu menyerap sejumlah besar air tetapi juga larutan garam maupun cairan fisiologis diatas 100 kali berat keringnya (3).

Setiap jenis polimer hidrogel mempunyai cara yang berbeda dalam mencapai fenomena superbasorben dan laju absorpsi. HSA mampu mengabsorbsi banyak air dan mengembang namun tidak larut di dalam air karena pada hakikatnya HSA adalah polimer berikatan silang yang memiliki struktur tiga dimensi pada jaringan polimernya. Bahan tersebut sangat unik karena sifat kelarutan dan daya angkut air yang unik. HSA memiliki bentuk yang mirip dengan air karena polimer tersebut hampir seluruh bagiannya terdiri dari air (4).

(19)

Sifat yang unik dari HSA ini menjadikannya banyak diaplikasikan dalam bidang kesehatan, kosmetik, pertanian, serta pengemasan makanan (5).

Saat ini aplikasi HSA yang umumnya dapat kita jumpai di pasaran adalah penggunaannya dalam produk diaper dan pembalut wanita. HSA yang digunakan dalam kedua produk tersebut harus memenuhi persyaratan SNI dan ISO sebelum dijual dipasaran. Persyaratan daya serap produk diaper berdasarkan ISO 17190-5:

2001 adalah tidak kurang dari 46 kali bobot bahan pengabsorbsi (6), dan persyaratan untuk pembalut wanita berdasarkan SNI 16-6363-2000 adalah tidak kurang dari 10 kali bobot pembalut (7).

Salah satu bahan dasar yang dapat dipakai untuk pembuatan HSA adalah asam akrilat (AA) karena merupakan monomer hidrofilik yang dalam bentuk ioniknya (-C-OO-) mempunyai afinitas yang besar terhadap air. Asam akrilat merupakan bahan monomer yang relatif murah, ramah lingkungan, mudah dalam pengerjaannya dan produk yang dihasilkan mempunyai kemampuan menyerap air yang tinggi. Namun demikian, sintesis asam akrilat menjadi poli (asam akrilat) (PAA) sukar dilakukan, baik dengan reaksi kimia maupun radiasi. Hal ini disebabkan PAA yang akan membentuk homopolimer yang larut di dalam air.

Oleh karena itu untuk mengatasi hal tersebut, maka pada pembuatan hidrogel poli (asam akrilat) digunakan asam akrilat dalam bentuk garamnya (4). Basa yang biasa digunakan untuk membentuk garam dari poli (asam akrilat) antara lain kalium hidroksida, natrium hidroksida, dan natrium bikarbonat (8).

Hidrogel dapat disintesis dengan polimerisasi larutan, inverse suspension polymerization, chemical cross-linking, grafting polymerization dan polimerisasi iradiasi(3). Masing-masing metode memiliki kelebihan sendiri dalam proses pembentukan ikatan silang. Namun polimerisasi iradiasi gamma lebih popular dikarenakan prosesnya yang relatif cepat, reaksinya tidak memerlukan katalis sehingga tidak ada residu yang tersisa dan dosisnya juga dapat diatur sesuai keperluan (9). Selain itu, HSA yang dihasilkan oleh polimerisasi iradiasi gamma

(20)

memiliki kemampuan mengabsorbsi air lebih baik dibanding HSA yang dihasilkan dengan menggunakan metode inverse suspension polymerization (2).

Namun, metode iradiasi gamma memiliki kelemahan seperti memerlukan tenaga ahli dalam pengerjaannya, membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan irradiator serta biaya oprasi dan modal yang sangat tinggi (10).

Sebelumnya telah dilakukan penelitian HSA hasil penetralan dengan NaOH menggunakan iradiasi gamma dan rasio swelling optimum HSA yang dihasilkan mencapai sekitar 900 g/g dalam waktu 10 menit (11) . Pada Penelitian lainnya sintesis HSA dari asam akrilat dapat dicampur dengan polimer lain membentuk campuran kopolimer seperti pada sintesis HSA akrilamida-ko-kalium akrilat yang memiliki rasio swelling optimum sekitar 200 g/g dalam waktu 6 jam (3) dan HSA poli (akrilamid-ko-kalium akrilat)-pati memiliki rasio swelling optimum sekitar 400 g/g dalam waktu 20 menit (12). Pencampuran asam akrilat dengan polimer lain bertujuan menutupi kekurangan dari sintesis HSA-PAA sendiri. HSA-PAA merupakan homopolimer yang memiliki kekurangan sulit mempertahankan kandungan airnya pada kondisi ditekan. Hal tersebut dikarenakan hanya sebagian struktur jaringan polimernya yang membentuk ikatan silang dan bagian tersebut larut air (4).

Pada penelitian ini dilakukan sintesis hidrogel superabsorben poli (kalium akrilat) yang mengandung 15% (v/v) asam akrilat yang dinetralisasi sebagian menggunakan KOH dengan perbandingan mol yang bervariasi berdasarkan hasil orientasi yang mengacu penelitian sebelumnya (11, 12) yaitu 25%, 50%, 75% dan 100%, lalu diradiasi dengan variasi dosis iradiasi gamma 10 kGy, 20 kGy, 30 kGy, dan 40 kGy yang berasal dari Co-60. Hidrogel yang dihasilkan lalu diuji karakteristiknya yang meliputi rasio swelling terhadap waktu perendaman dalam air, dalam larutan NaCl (NaCl digunakan sebagai simulasi pengganti cairan fisiologis), dan dalam larutan urea(urea digunakan sebagai simulasi pengganti

(21)

urin), uji fraksi gel, karakterisasi gugus fungsi menggunakan FTIR, dan uji termal menggunakan DSC.

B. PERUMUSAN MASALAH

1. Apakah hidrogel superabsorben poli (kalium akrilat) dapat disintesis dari monomer asam akrilat yang dinetralkan dengan KOH menggunakan iradiasi gamma

2. Apakah konsentrasi penetralan asam akrilat menggunakan KOH dan dosis iradiasi yang digunakan berpengaruh meningkatkan nilai swelling dan fraksi gel pada hidrogel superabsorben yang dihasilkan

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Mensintesis hidrogel superabsorben dengan bahan baku asam akrilat yang dinetralkan dengan KOH menggunakan teknik iradiasi gamma.

2. Mengetahui pengaruh besarnya konsentrasi netralisasi dan dosis iradiasi terhadap rasio swelling hidrogel superabsorben yang dihasilkan.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh kondisi optimum sintesis hidrogel superabsorben poli (kalium akrilat) sebagai superabsorben.

2. Mengembangkan pemakaian hidrogel dalam industri farmasi.

(22)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hidrogel

1. Pengertian Hidrogel

Hidrogel didefinisikan sebagai dua atau multikomponen sistem yang terdiri dari jaringan tiga dimensi dari rantai polimer dan air yang mengisi ruang antar molekul. Yang paling umum dari ini adalah bahwa hidrogel merupakan cross- linked jaringan polimer yang dihasilkan oleh reaksi sederhana dari satu atau lebih monomer. Definisi lain menyatakan bahan polimer yang menunjukkan kemampuan swelling dan mempertahankan sebagian besar air dalam strukturnya, tetapi tidak akan larut dalam air (13).

Sebagaimana disebutkan di atas, hidrogel sebagai jaringan polimer hidrofilik silang tiga dimensi memiliki kemampuan swelling atau de-swelling yang reversibel dalam air. Sifat hidrofilik dari hidrogel dipengaruhi oleh adanya gugus- gugus –OH, -COOH, -CONH2 atau –SO3H, sedangkan sifat ketidaklarutan dalam air dipengaruhi oleh struktur tiga dimensi dari hidrogel. Hidrogel dapat dirancang dengan mengendalikan kemampuan responnya dalam hal menyusut atau mengembang ketika terjadi perubahan kondisi lingkungan eksternal. Hidrogel dapat melakukan transisi volume yang dramatis dalam menanggapi berbagai rangsangan fisika dan kimia, dimana rangsangan fisika meliputi suhu, medan listrik atau magnet, cahaya, tekanan, dan suara, sedangkan rangsangan kimia meliputi pH, komposisi pelarut, kekuatan ion, dan jenis molekul (13).

(23)

Gambar II.1. Respon rangsangan swelling hidrogel (13)

2. Karakteristik Hidrogel

Kemampuan menahan air dan permeabilitas adalah fitur karakteristik yang paling penting dari hidrogel. Gugus-gugus polar hidrofilik adalah yang pertama kali akan terhidrasi ketika kontak dengan air yang mengarah pada pembentukan air primer terikat. Akibatnya jaringan membengkak dan memaparkan gugus hidrofobik yang juga mampu berinteraksi dengan molekul air. Jaringan akan menyerap air tambahan, karena kekuatan pendorong osmotik dari rantai jaringan terhadap pengenceran yang tak terbatas (14).

Biokompatibilitas adalah karakteristik ketiga yang paling penting yang dimiliki oleh hidrogel. Biokompatibilitas adalah sebutan untuk kompatibilitas, artinya produk hidrogel yang dihasilkan seharusnya tidak toxic akibat sistem kekebalan yang dihasilkan hidrogel itu sendiri dan produk hasil degradasi yang terbentuk. Umumnya hidrogel memiliki sebuah biokompatibilitas baik karena permukaan hidrofiliknya memiliki energi bebas antarmuka yang rendah ketika kontak dengan cairan tubuh.

(24)

Cross-links yang dihasilkan antara rantai polimer yang berbeda dapat menghasilkan viscoelastic yang berbeda dan memberikan struktur gel (kekerasan), lengket serta elastisitas yang berbeda pula.

3. Klasifikasi hidrogel

a. Hidrogel secara luas diklasifikasikan ke dalam dua kategori (14):

1) Permanen / gel kimia: disebut "permanen" atau gel "kimia" ketika jaringan hidrogel ini secara kovalen berikatan silang (menggantikan ikatan hidrogen dengan ikatan kovalen yang lebih kuat dan stabil). Hidrogel mencapai suatu pembengkakan dalam keadaan setimbang yang tergantung pada parameter interaksi polimer-air dan kepadatan crosslink yang dihasilkan.

2) Reversible / gel fisika: disebut "reversible" atau gel "fisika" ketika jaringan yang digabungkan oleh keterikatan molekul, dan / atau kekuatan sekunder termasuk kekuatan ionik, ikatan hidrogen atau interaksi hidrofobik. Ikatan silang dalam gel fisika memberikan interaksi fisik yang ada di antara rantai polimernya yang berbeda sehingga dapat mencegah terjadinya disolusi produk. Semua interaksi ini reversibel, dan dapat terganggu oleh perubahan kondisi fisik atau aplikasi tekanan.

b. Klasifikasi menurut komposisi polimer

Metode persiapan mengarah ke formasi dari beberapa kelas penting dari hidrogel. Ini dapat dicontohkan sebagai berikut (13):

1) Hidrogel homopolimer disebut jaringan polimer yang berasal dari satu jenis monomer, yang merupakan unit struktural dasar yang terdiri dari jaringan polimer. Homopolimer mungkin memiliki ikatan silang struktur rangka yang tergantung pada sifat dari monomer dan teknik polimerisasinya.

2) Hidrogel kopolimer yang terdiri dari dua atau lebih jenis monomer yang berbeda dengan setidaknya satu komponen hidrofilik, diatur secara acak,

(25)

memblok atau konfigurasi bolak-balik sepanjang rantai dari jaringan polimer.

3) Hidrogel multipolimer atau Interpenetrating polymeric network ( IPN ) , sebuah kelas penting dari hidrogel , terdiri dari dua independen sintetik ikatan silang dan / atau komponen polimer alam , yang terkandung dalam bentuk jaringan . Di semi- IPN hidrogel , salah satu komponen merupakan polimer cross-linking dan komponen lainnya adalah polimer non - cross- linking.

4. Sintesis hidrogel dengan teknik polimerisasi iradiasi

Secara umum, hidrogel dapat disintesis baik dari polimer sintetis atau polimer alam. Polimer sintetis bersifat hidrofilik dan secara kimia lebih kuat dibandingkan dengan polimer alam. Namun hasil kekuatan mekanik mereka dalam laju degradasi lambat, tetapi di sisi lain, kekuatan mekanik ini memberikan daya tahan yang baik. Kedua sifat yang berlawanan ini harus seimbang melalui desain yang optimal. Hal tersebut dapat diaplikasikan pada sintesis hidrogel berbasis polimer alam asalkan kedua polimer ini memiliki gugus fungsional yang sesuai atau telah difungsikan dengan gugus radikal yang terpolimerisasi (13).

Radiasi pengion berenergi tinggi, seperti sinar gamma dan berkas elektron, telah digunakan sebagai inisiator untuk mensintesis hidrogel. Iradiasi larutan polimer menghasilkan pembentukan radikal pada rantai polimer. Selain itu, radiolisis hasil molekul air dalam pembentukan radikal hidroksil, yang juga menyerang rantai polimer, sehingga terbentuknya makro-radikal. Rekombinasi makro-radikal pada rantai yang berbeda menghasilkan pembentukan ikatan kovalen, sehingga akhirnya, struktur cross-linked terbentuk. Contoh polimer yang dapat membentuk ikatan silang dengan metode radiasi adalah poli (vinil alkohol), poli (etilena glikol), dan poli (asam akrilat).

Reaksi sintesis hidrogel secara kimia umumnya dilakukan dengan menggunakan katalis, dengan penggunaan katalis memerlukan biaya yang mahal

(26)

dan dapat menghasilkan residu. Dengan demikian pada penelitian ini digunakan sintesis hidrogel dengan menggunakan iradiasi gamma.

Untuk menjelaskan kemungkinan produk hidrogel yang terbentuk hasil iradiasi asam akrilat yang dinetralisasi sebagian dapat diramalkan berdasarkan mekanisme reaksi yang terjadi pada pengaruh iradiasi terhadap monomer atau polimer pada umumnya (3).

+ KOH

H2O

H + OH

H

H2C C

H C

OH H2C C

H C

OH

H2C C

H C

OK

Asam Akrilat Kalium Akrilat

Co-60

+

OH O

OK

n m

+

H2

C H

C

C HO H3C C

H C

OH O

H3C C H

C OH O

H3C C H

C OH O

H3C C H

C OH O

H3C C H

C OK O

Homopolimer

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Kopolimer O

O O

O

O

Gambar II.2. Kemungkinan skema reaksi yang terjadi dalam proses radiasi pada hasil penetralan asam akrilat menggunakan KOH dalam larutan (15)

Crosslinking

(27)

Berdasarkan reaksi pada gambar II.2 dapat dijelaskan reaksi (1) merupakan reaksi penetralan asam akrilat sebagian menggunakan KOH yang menghasilkan kalium akrilat. Reaksi (2) merupakan tahap inisiasi dimana molekul air (H2O) mengalami reaksi radiolisis membentuk radikal OH dan H. Reaksi (3) merupakan proses dimana radikal OH dan H menumbuk molekul asam akrilat yang tersisa membentuk radikal asam akrilat. Reaksi (4) merupakan tahap propagasi yaitu reaksi crosslinking dimana molekul radikal antara dua molekul asam akrilat radikal setelah diriadiasi membentuk homopolimer poli(asam akrilat). Reaksi (5) merupakan reaksi crosslinking radikal antara molekul asam akrilat radikal dan kalium akrilat radikal setelah diiradiasi (15).

Reaksi sintesis hidrogel menggunakan radiasi mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan reaksi kimia, antara lain :

a. Reaksi dapat dikontrol b. Tidak terdapat residu

c. Reaksi dapat berlangsung pada suhu yang relatif rendah d. Pelarut dapat menginduksi reaksi

e. Sterilisasi dapat dilakukan dengan serentak

5. Sifat fisika-kimia dan biologi hidrogel a. Sifat biologis hidrogel

Ditinjau dari sifat biologisnya yang diperoleh dari hasil sintetis maupun proses alamiah, hidrogel dapat bersifat biodegradable (mudah terdegradasi), non biodegradable ( sukar terdegradasi ) dan bio-erodible (mudah terkikis dalam air). Hidrogel biodegradable umumnya berasal dari senyawa-senyawa alami misalnya, asam-asam amino dan turunannya yang mudah terdegradasi oleh enzim. Sedang hidrogel non-biodegradable umumnya terdapat pada hidrogel yang terbentuk dari senyawa-senyawa sintetik (16).

(28)

b. Penyerapan air (water absorbtion)

Jika hidrogel kering mulai menyerap air, mula-mula molekul air akan menghidrasi gugus yang paling polar, gugus hidrofilik, gugus ionik, dan gugus yang dapat membentuk ikatan hidrogen. Air jenis ini disebut sebagai

“air terikat rantai utama” (16).

Selanjutnya rantai dalam hidrogel mulai mengembang, gugus-gugus hidrofobik mulai “terekspos” pada molekul air dan berinteraksi melalui interaksi hidrofobik membentuk system dengan entropi yang relatif rendah melapisi gugus hidrofobik. Air jenis ini disebut sebagai “air terikat sekunder”.

Jika interaksi antara air dengan punggung polimer telah jenuh, lalu jaringan hidrogel akan menghambat air dan selanjutnya berekspansi membentuk keadaan kesetimbangan. Air ini disebut sebagai “air bebas” (free water) yang mengisi pori dan makropori atau lubang.

Proses pengembangan pada hidrogel berlangsung secara kontinyu disebabkan oleh adanya tekanan osmosis. Akhirnya keadaan kesetimbangan dari hidrogel tercapai, keadaan tersebut disebut sebagai kondisi swelling(16).

Parameter yang digunakan untuk menguji jumlah air terserap pada hidrogel digunakan parameter air terserap dengan rumus sebagai berikut :

Rasio swelling = Ws/ W0 Ws = berat hidrogel dalam keadaan swelling (g)

W0 = berat hidrogel dalam keadaan kering (g) c. Swelling- deswelling

Swelling-deswelling merupakan salah satu fenomena yang khas dari hidrogel.

Swelling adalah kondisi hidrogel mengembung dan deswelling adalah kondisi hidrogel menciut kembali. Terjadinya kondisi swelling-deswelling hidrogel

(29)

merupakan kondisi perubahan fisika yang dapat ditinjau dari hukum termodinamika materi berdasarkan energi bebas Gibbs (G), entalpi (H) dan entropi (S) terhadap sistem yang terdiri atas hidrogel yang diwakili oleh polimet (P) dan pelarut (W) (13).

G0 adalah kondisi air dalam polimer terpisah dalam masing-masing berada dalam keadaan kesetimbangan dengan nilai entropi = 0.

Gsol adalah kondisi hidrogel swelling (air masuk kedalam kerangka jaringan hidrogel) keadaan kesetimbangan tersebut dipengaruhi oleh suhu, entalpi dan entropi dari sistem. Hubungan parameter-parameter tersebut dengan energy bebas Gibbs dirumuskan sebagai berikut :

ΔG= ΔH-T.ΔS ΔG= Gsol-Go

Jika suhu naik atau entropi dari sistem naik, maka ΔG > 0 ; hidrogel akan deswelling atau sebaliknya ΔG < 0, hidrogel swelling. Air masuk secara random kedalam hidrogel hingga tercapai kesetimbangan.

d. Adsorpsi

Sifat adsorpsi adalah salah satu jenis sifat permukaan yang khas dari hidrogel. Pada umumnya senyawa yang dapat diabsorpsi adalah senyawa yang larut dalam air (dipengaruhi oleh ukuran diameter senyawa), sedangkan sebagian besar senyawa non polar tidak dapat diadsorpsi oleh hidrogel (tidak dipengaruhi oleh ukuran diameter) (16).

Sifat adsorpsi hidrogel dipengaruhi oleh sifat interaksi antara senyawa dengan hidrogel dan beberapa kemungkinan yang terjadi sebagai akibat interaksi tersebut antara lain adalah:

1) Solvasi gugus hidrofilik

Solvasi gugus hidrofilik yang menyebabkan derajat hidrasi meningkat, hidrogel akan swelling dan koefisien partisi naik.

(30)

2) Interaksi ionik

Interaksi ionik dapat berupa interaksi dengan muatan ionik yang sama dan muatan yang berbeda antara hidrogel dan senyawa. Pada muatan yang sama, senyawa tidak dapat diadsorpsi oleh hidrogel, derajat hidrasi turun dan hidrogel deswelling, sedangkan pada keadaan muatan yang berbeda, jika ikatan ionik antara senyawa dengan hidrogel dan koefisien partisi meningkat (r > 1) disertai deswelling hidrogel yang disebabkan pembentukan rantai atau turunnya derajat ionisasi atau swelling meningkat terjadinya pertukaran ion dan derajat ionisasi naik.

3) Penolakan senyawa oleh hidrogel

Hal ini disebabkan oleh tidak larutnya senyawa pada matriks polimer hidrogel dan karena ukuran dari senyawa relatif besar dibandingkan ukuran pori hidrogel. Karena adanya sifat adsorpsi tersebut, hidrogel dapat digunakan untuk pelepasan obat terkendali, ekstraksi kontaminan dalam suatu sistem, pembersih bercak pada permukaan dan pemisahan senyawa secara spesifik.

e. Permeabel dan difusi

Pada umumnya hidrogel permeable terhadap senyawa yang larut dalam air, jarang sekali terjadi pada senyawa yang non polar misalnya steroid. Proses difusi senyawa kedalam hidrogel terutama adalah melalui perantara seluruh air yang terserap (±80%).

Sifat permeable hidrogel sangat penting kegunaanya dalam proses pemisahan senyawa berdasarkan ukuran molekul, pengontrolan pelepasan obat, penghilang residu, dan sebagi barier bagi metabolit.

Model difusi zat terlarut pada hidrogel adalah dengan model free volume dan model filtrasi (16).

(31)

Tabel II.1. Model difusi hidrogel dan aplikasinya (16) Model difusi Terjadi dalam kondisi hidrogel

Free volume

1. Kerangka jaringan rapat 2. Kandungan air yang rendah 3. Solute ukuran besar

Filtrasi

1. Berpori

2. Kandungan air yang relatif besar 3. Solute ukuran kecil

f. Sifat permukaan hidrogel

Berdasarkan sifat fisika-kimia hidrogel, permukaan hidrogel mempunyai beberapa sifat yang khas untuk setiap jenis hidrogel. Pada aplikasinya diperlukan suatu kondisi standar sifat permukaan hidrogel. Sifat permukaan hidrogel dipengaruhi oleh sifat komponen utamanya yang terdiri atas gugus hidrofilik dan hidrofobik.

Jika hidrofilisitas relatif dominan dalam hidrogel, maka hidrogel dengan mudah dibasahi oleh air (sudut kontak = 0), suka dibasahi oleh cairan non polar dan relative sukar mengabsorpsi protein.

Pada hidrogel yang sifat permukaanya didominasi oleh gugus hidrofobik, maka permukaannya relatif sukar dibasahi oleh air, dan mudah dibasahi oleh minyak.

Pada hidrogel yang terdiri dari gugus hidrofilik dan hidrofobik yang terdistribusi secara heterogen, maka permukaan hidrogel dapat dibasahi baik oleh air maupun minyak (16).

g. Sifat mekanik

Adanya ikatan kovalen dan sifat plastis menyebabkan hidrogel mempunyai sifat mekanik yang mirip dengan elastomer. Beberapa sifat mekanik yang diukur, antara lain (16) :

1. Tegangan tarik

(32)

2. Tahan sobek 3. Tahan penetrasi h. Biokompatibilitas

Hidrogel ditinjau berdasarkan dari beberapa sifat fisika-kimia yang khas dapat memenuhi syarat sebagai bahan biomaterial dengan beberapa keunggulan antara lain adalah sebagai berikut (16) ;

1. Permeable terhadap zat dalam larutan encer 2. Permeable terhadap cairan tubuh

3. Lunak dalam kedaan terhidrasi

4. Mempunyai friksi yang rendah dalam kondisi swelling 5. Absorpsi dan swelling

6. Kering (keras), basah (lunak) 7. Permeable dalam larutan obat

B. Asam Akrilat

Rumus bangun :

Rumus molekul : C3H4O2

Nama IUPAC : Asam propenoat

Nama lain : Asam etilenkarboksilat, asam propenoat, asam vinilformat

Bobot molekul : 72,06 g/mol

Pemerian : asam akrilat jernih, cairan tidak berwarna dengan karakteristik bau asam.

Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, alkohol, eter dan

kloroform. Mampu mengembang di dalam air dan gliserin dan, setelah dinetralisasi, dalam akhohol 95%

Kegunaan : Homopolimer yang biasa digunakan untuk pembuatan

(33)

pembalut bereksudat dan preparasi dalam bidang kimia Asam akrilat merupakan suatu monomer sintetik tinggi golongan karbomer. Asam akrilat yang memiliki struktur kimia (C3H4O2) termasuk kedalam asam karboksilat sederhana tak jenuh dengan gugus vinil pada posisi α karbon. Asam akrilat dilarutkan di air, ketika di netralisai menghasilkan viskositas gel yang tinggi. 1 gram asam akrilat dapat di netralisasi oleh 0,4 gram basa. (8, 17, 18)

C. Polimer

Polimer adalah gabungan dari beberapa monomer dengan rangkaian ikatan kovalen.

Polimer merupakan molekul yang mempunyai massa molekul yang besar (19).

Polimer dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Berdasarkan sumber (19, 20)

1. Polimer alam yaitu polimer yang terjadi secara alami. Contohnya antara lain karet alam, karbohidrat (pati) , protein (kolagen), selulosa dan wol.

2. Polimer semi sintetik, yaitu polimer yang diperoleh dari hasil modifikasi polimer alam dan bahan kimia. Contohnya antara lain selulosa nitrat, metil selulosa dan eter selulosa.

3. Polimer sintetik yaitu polimer yang dibuat melalui polimerisasi dari monomer- monomer polimer. Contohnya antara lain asam askrilat, PVA, PVP, PVC dan etilen oksida.

b. Berdasarkan bentuk susunan rantainya (20)

1. Polimer linier yaitu polimer yang tersusun dengan unit ulang berikatan satu sama lainnya membentuk rantai polimer yang panjang .

2. Polimer bercabang yaitu polimer yang terbentuk jika beberapa unit ulang membentuk cabang pada rantai utama.

3. Polimer berikatan silang (crosslinking) yaitu polimer yang karena beberapa rantai polimer saling berikatan satu sama lain pada rantai umumnya.

(34)

Gambar II.3 Susunan rantai polimer; a. Polimer linier, b. Polimer bercabang, c. Polimer berikatan silang (crosslinking) (20)

Polimer dapat disintesis melalui polimerisasi polimer. Dr. W. H. Carothers, seorang ahli kimia di Amerika Serikat, mengelompokan polimerisasi menjadi dua golongan, yakni :

1. Polimerisasi adisi yang melibatkan reaksi rantai. Penyebab reaksi rantai dapat berupa radikal bebas (partikel reaktif yang mengandung elektron tak berpasangan) atau ion. Polimerisasi adisi terjadi khusus pada senyawa yang mempunyai ikatan rangkap, seperti misalnya etena dan turunannya. Proses polimerisasi ini berlangsung sangat cepat, sering dalam waktu hanya beberapa detik.

2. Polimerisasi kondensasi dipandang mempunyai kesamaan dengan reaksi kondensasi(atau adisi-penyingkiran) yang terjadi reaksi kimia antara dua molekul bergugus fungsi banyak (molekul yang mengandung dua gugus fungsi atau lebih yang dapat bereaksi) dan memberikan satu molekul besar bergugus fungsi banyak pula, dan diikuti oleh penyingkiran molekul kecil, seperti misalnya air. (19)

(35)

D. Radiasi

Istilah umum radiasi biasa digunakan untuk semua jenis energi yang dipancarkan tanpa media sedangkan iradiasi adalah penggunaan energi untuk penyinaran bahan dengan menggunakan sumber radiasi buatan (21). Proses iradiasi dapat menyebabkan beberapa atom menjadi radikal memungkinkan ikatan panjang polimer ini akan saling berhubungan satu sama lain (crosslinking) (22).

1. Radiasi elektomagnetik

Radiasi elektromagnetik tidak mempunyai massa dan tidak dapat mengionisasi zat. Contoh: radiasi sinar x dan radiasi γ.

Sinar gamma tergolong sinar atau gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang sangat pendek disebut juga sinar piko, mempunyai daya tembus yang sangat besar dan daya penetrasi yang sangat kuat. Panjang gelombang sinar gamma sekitar 10-9 meter. Daya tembus sinar gamma hanya dapat ditahan oleh lempeng logam yang berasal dari logam berat (21).

2. Sinar gamma

Sinar gamma (γ) merupakan sebuah bentuk sinar bergelombang pendek dan berenergi tinggi dari iradiasi elektromagnetik yang diproduksi oleh radioaktivitas atau proses nuklir seperti penghancuran elektron dan transisi energi karena

percepatan elektron. Sinar gamma (γ) disebut juga sinar piko dengan daya tembus yang sangat besar dan daya penetrasi yang sangat kuat. Sinar gamma (γ)

berpenetrasi ke dalam jaringan lebih dalam dibandingkan dengan partikel α (alfa) atau β (beta). Panjang gelombang sinar gamma (γ) sekitar 0,001nm=10-9m = 10 Angstrom (23).

3. Sumber iradiasi

Pada umumnya dua jenis sumber iradiasi yang sering digunakan dalam industri ialah sumber radioisotop Kobalt-60 dan mesin elektron (Electron Beam Machine). Kedua alat tersebut sangat popular dimanfaatkan untuk sterilisasi

(36)

dibidang kesehatan dan pengawetan makanan. Selain itu kedua alat tersebut dimanfaatkan untuk surface coating dan pembuatan heat shrinkable cable. (24) 4. Dosis iradiasi

Dosis iradiasi sangat menentukan efektivitas hasil yang di peroleh. Satuan dosis yang biasa digunakan adalah Radiation Absorbed Dose (RAD). Rad digunakan untuk mengukur dosis serapan. Satu Rad adalah sejumlah energi yang diserahkan kepada suatu medium oleh partikel (radiasi) pengion per satuan massa dari bahan yang diradiasi pada tempat yang diamati. Satu Rad sama dengan 100 erg/gram sampel (energi sebesar 100 erg yang diserap oleh setiap gram materi yang diradiasi) (22).

Gray (Gy) adalah satuan lain untuk dosis terabsorbsi yang diukur. Satuan dosis radiasi atau penyinaran yang dipakai adalah Rad, Mrad (106 Rad) atau kGy/Gy.

1 Gy = 100 rad, 1 J = 107/erg, 1 Rad = 100erg/g

Umumnya dosis iradiasi dinyatakan dalam kGy. Keseragaman distribusi dosis pada bahan yang diiradiasi sangat penting, terutama bagi proses sterilisasi alat kedokteran, sediaan farmasi dan bagi proses pengawetan bahan makanan (20).

5. Efek iradiasi pada polimer

Berdasarkan sifat radiasi pada saat iradiasi, maka polimer dikelompokkan atas polimer yang mudah mengalami degradasi dan pengikatan silang (crosslinking).

Pada degradasi terjadi pemutusan ikatan rantai utama polimer, sedangkan pada pengikatan silang terjadi pembentukan ikatan antar molekul polimer (21).

a. Pembentukan ikatan silang (Crosslinking)

Pembentukan silang terjadi antara dua molekul yang tergabung secara kimia menjadi suatu molekul yang lebih besar. Pembentukan ikatan silang pada polimer akan menghasilkan jaringan tiga dimensi. Pada selang dosis tertentu, derajat pembentukan ikatan silang sebanding dengan naiknya dosis radiasi.

Proses ini ditandai dengan naiknya berat molekul, kekuatan mekanik dan

(37)

kenaikan titik leleh tetapi akan menurunkan kelarutan dan derajat pengembangannya dalam pelarut. Menurut Chapiro, pada konsentrasi polimer diatas 1%, semakin tinggi konsentrasi semakin tinggi dosis radiasi minimum yang dibutuhkan untuk pembentukan gel awal (21).

Laju dan derajat ikatan silang dapat ditentukan dengan mengukur kesetimbangan swelling dari gel yang terbentuk. Semakin tinggi konsentrasi polimer, kesetimbangan swellingnya makin kecil. Hal ini berarti bahwa ikatan silang yang terbentuk makin besar dengan bertambahnya konsentrasi polimer (16).

b. Degradasi

Selain ikatan silang degradasi dapat terjadi jika polimer atau monomer jika terkena sinar iradiasi. Degradasi pada polimer dapat diartikan sebagai perubahan sifat-sifat polimer yang disebabkan oleh perubahan tidak bolak- balik (irreversible) yang dialami atom-atom penyusun rantai polimer.

Tingkatan elektron akan naik ke tingkat yang lebih tinggi (tereksitasi) atau terjadi ionisasi pada peristiwa radiasi dalam polimer yang diiradiasi. Hal ini menyebabkan pecahnya ikatan kimia antara atom-atom penyusun polimer itu dan membentuk spesi radikal dan ionik. Pada degradasi polimer terjadi penurunan berat molekul, sifat mekanik dan elastisitas polimer. Hal ini terjadi karena adanya pemutusan ikatan rantai polimer secara acak (24).

6. Keunggulan dan Kelemahan Teknik Radiasi a. Keunggulan (9, 22, 23 )

1. Crosslinking hidrogel dapat terjadi tanpa penambahan zat aditif, dan tingkat kerapatan crosslinkingnya bisa diatur dengan hanya mengubah kekuatan iradiasi

2. Produknya bebas kontaminasi katalis dan kualitasnya lebih homogen (ada kemungkinan katalis mengalami keracunan sehingga produk tidak homogen)

(38)

3. Proses pada suhu rendah sehingga hemat energi, kerusakan produk akibat pemanasan berkurang, karena tidak ada pemanasan, tidak akan terjadi kebakaran atau peledakan

4. Bahan yang diradiasi tidak perlu transparan. Daya tembusnya yang besar menyebabkan reaksi dapat berlangsung pada luas permukaan yang lebih besar

5. Mudah dikontrol

6. Tidak menimbukan residu dan mengurangi pencemaran 7. Didapatkan produk dengan kualitas lebih baik

b. Kelemahan (23)

1. Diperlukan tenaga ahli

2. Membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan iradiator 3. Biaya operasi dan modal sangat tinggi

4. Penggunaan terbatas

5. Radiasi tidak selektif untuk membunuh virus dan enzim 6. Keamanan harus sangat diperhatikan

E. Karakterisasi

1. Spektrofotometri Inframerah a. Definisi

Spektrofotometer inframerah adalah salah metode analisis spektroskopik yang mengukur radiasi elektromagnetik suatu zat pada panjang gelomabang tertentu memakai sumber radiasi inframerah. Spektrofotometri inframerah merupakan spektrofotometer untuk merekam spektrum didaerah IR terdiri dari sistem optik dengan kemampuan menghasilkan cahaya monokromatik didaerah 4000 cm-1 – 650 cm-1 dan suatu metode untuk mengukur perbandingan intensitas cahaya yang ditransmisikan dan cahaya yang datang (25).

(39)

b. Daerah Inframerah

Daerah radiasi spektroskopi infra merah atau Infrared Spectroscopy Daerah (IR) berkisar pada bilangan gelombang 12800-10 cm-1, atau panjang gelombang 0,78-1000 µm. Daerah radiasi IR terbagi menjadi IR dekat (12800- 400 cm-1, 3,8 - 1,2 x 10-4 Hz, 0,78-2,5 µm), dan daerah IR tengah (4000-200 cm-1; 0,016-6x104 Hz; 2,5-50 μm), dan daerah IR jauh (200-10 cm-1; 60- 3x1011Hz; 50-1000μm). Daerah yang paling banyak digunakan untuk berbagai keperluan praktis adalah 4000-690 cm-1 (12-2x1013 Hz; 2,5-1,5 μm) (26).

Daerah absorpsi panjang gelombang inframerah meliputi daerah panjang gelombang cahaya tampak dari 800 nm sampai sekitar 1 nm. Spektrum yang biasa digunakan untuk identifikasi senyawa organik adalah mulai dari 4000 sampai 650 cm-1. Beberapa daerah penting pada pemeriksaan spektrum inframerah disajikan pada Tabel berikut.

Tabel II.2. Frekuensi Absorbsi Daerah Inframerah dari Berbagai Gugus Fungsi (27) No. Bilangan gelombang (cm-1) Ikatan yang mengabsorbsi

1. 3700 – 3000 O-H ulur, N-H

2. 3300 – 2800 C-H ulur dari alkena, alkuna, dan aromatik

3. 3000 – 2700 C-H ulur alkana

4. 2400 – 2100 Rangkap tiga alkuna dan CN

5. 1820 – 1640 C=O ulur

6. 1700 – 1600 C=C ulur dari alifatik dan aromatik

7. 1475 – 1300 C-H tekuk alkana

8. 1300 – 900 C-N/C-O

2. Spektrofotometer FT-IR 1) Definisi

Fourier Transform Infrared (FT-IR) merupakan metode yang digunakan untuk memperoleh spektrum inframerah. Berkas sinar dari seluruh jarak

(40)

frekuensi, khususnya 5000-400 cm-1 direfleksikan menjadi dua. Kombinasi kedua refleksi berkas sinar tersebut menghasilkan pola-pola gangguan yang dibentuk oleh refleksi sinar dari tiap panjang gelombang. FT-IR merupakan alat yang kuat untuk mengidentifikasi FT-IR merupakan alat yang kuat untuk mengidentifikasi tipe ikatan kimia dalam molekul berupa berupa spektrum serapan inframerah sampai molekul di daerah fingerprint.

Kelebihan-kelebihan dari FT-IR mencangkup persyaratan ukuran sampel yg kecil, perkembangan spektrum yang cepat, dank arena instrumen ini memiliki komputer yang terdedikasi. FT-IR mampu menentukan suatu truktur polimer karena spektrum-spektrumnya bisa di-scan, disimpan, dan ditransformasikan dalam hitungan detik, teknik ini memudahkan penalitian reaksi-reaksi polimer seperti degradasi dan crosslinking. sering digunakan untuk mengidentifikasi kimia senyawa organik maupun anorganik. Sekarang ini alat FT-IR lebih cepat dan lebih sensitif dalam identifikasi senyawa organik khususnya (19, 27).

Keunggulan FT-IR dibandingkan dengan spektrofotometer IR antara lain:

tidak memerlukan monokromator, scanning cepat (seluruh frekuensi serentak mengenai sampel), sensitif, resolusi tinggi, manipulasi data dimungkinkan oleh konversi analog ke digital, dan kombinasi GC-FT IR atau HPLC-FT IR dimungkinkan (28)

2) Instrumentasi

Sistem optik FT-IR terdiri dari cermin yang bergerak tegak lurus, cermin yang diam, dan beamsplitter. Radiasi dari sumber IR terdiri dari sebuah cermin dan hasil sinar terbagi pada beamspitter, sebagian sinar melewati cermin yang diam dan sebagian dipantulkan oleh cermin yang bergerak.

Setelah dipantulkan, kedua sinar bergabung kembali pada beamsplitter.

Kemudian cahaya melewati ruang sampel dan fokus masuk pada detektor.

Hasil sinyal atau intensitas radiasi yang terukur disebut sebagai interferogram

(41)

yang berisi semua informasi yang diperlukan untuk merekonstruksi spektrum melalui proses matematis. Hubungan antara intensitas radiasi IR yang didasarkan atas bekerjanya interferometer disebut sebagai sistem optik FT- IR. (29).

Detektor yang digunakan dalam sektrofotometer FTIR adalah Tetra Glycerine Sulphate (TGS) atau Mercury Cadmium Telluride (MCT).

Detektor MCT lebih banyak digunakan karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan detektor TGS, yaitu memberikan respon yang lebih baik pada frekuensi modulasi tinggi, lebih sensitif, lebih cepat, tidak dipengaruhi oleh temperature, sangat selektif terhadap energi vibrasi yang diterima dari radiasi inframerah (30). Berikut ini adalah bagian-bagian utama dari spektrofotometer FTIR:

Gambar II.4. Skema instrumentasi Sistem Optik FTIR (29)

3) Kegunaan dari spektoskopi inframerah : a. Untuk menganalisis struktur

b. Untuk penentuan kadar (analisa kuantitatif)

c. Untuk menentukan gugus fungsional (analisa kualitatif)

(42)

3. Differensial Scanning Calorimetri (DSC)

Differensial Scanning Calorimetri (DSC) adalah suatu metode untuk mempelajari reaksi-reaksi atau perubahan fasa dari suatu material akibat terjadinya perubahan suhu. Terjadinya perubahan-perubahan pada material ditunjukkan dengan adanya pelepasan panas (eksotermik) dan penyerapan panas (endotermik). Metode DSC dilakukan dengan sampel polimer dan referensi inert yang dipanaskan, biasanya dalam atmosfer nitrogen, dan kemudian transisi termal dalam sampel tersebut dideteksi dan diukur. Wadah sampel yang paling umum dipakai adalah wadah aluminium sangat kecil dipakai untuk analisis di atas suhu 200oC, dan referensinya wadah yang mengandung bahan inert dalam daerah temperatur yang diinginkan, misalkan alumina bebas air. Ukuran sampel bervariasi dari 0,5 mg sampai sekitar 10 mg (20).

Dari proses pelepasan atau penyerapan panas tersebut dapat diperkirakan saat terjadinya pelepasan air atau zat-zat yang menguap lainnya, oksidasi/reduksi, perubahan struktur fasa (transformasi polimorf) dan proses peleburan. Apabila suatu material dikristalkan maka efek eksotermik akan terjadi, saat energi bebas pada pola kristal yang teratur lebih sedikit dibanding energi bebas dalam keadaan cair. Sebaliknya proses peleburan kristal memberikan efek endotermik.

Prinsip dari analisis ini adalah mengukur perbedaan suhu (ΔT) antara suhu sampel yang diukur dengan suhu sampel standar/acuan (reference), sebagai bahan acuan adalah material yang stabil (inert) terhadap perubahan suhu dan lingkungan atmosfir misalnya serbuk α-Alumina (α-A12O3), bila dalam pengamatan ternyata suhu bahan acuan lebih tinggi dari sampel maka diperoleh ΔT negatif atau terjadi perubahan endotermik, dan sebaliknya akan diperoleh ΔT positif atau terjadi perubahan eksotermik. Bila suhu sampel dan suhu acuan sama berarti tidak terjadi perubahan, dalam hal ini hanya tampak garis lurus (base line) (20).

(43)

F. Landasan Teori

Hidrogel superabsorben adalah bahan yang mempunyai kemampuan menyerap cairan dalam jumlah yang sangat besar dan dapat menahan cairannya di bawah tekanan. Hidrogel superabsorben poli (kalium akrilat) dapat disintesis dengan meradiasi monomer asam akrilat yang dinetralisasi sebagian menggunakan KOH sehingga dihasilkan hidrogel superabsorben yang memiliki sifat hidrofilik yang dapat mengadsorpsi sediaan yang larut air. Prinsip sintesis hidrogel superabsorben dengan teknik radiasi berdasarkan reaksi polimerisasi radikal bebas sehingga terbentuk ikatan silang antar radikal polimer.

Asam akrilat sebagai salah satu bahan baku hidrogel superabsorben yang apabila diiradiasi akan menghasilkan karbondioksida dan air. Untuk mencegah hal ini, asam akrilat dapat dinetralkan dengan kalium hidroksida menjadi kalium akrilat sehingga jika diiradiasi akan membentuk ikatan silang pada gugus rangkapnya.

G. Hipotesis

1. Hidrogel superabsorben poli (kalium akrilat) dapat disintesis dengan menetralkan monomer asam akrilat menggunakan KOH dan menggunakan teknik iradiasi gamma dengan variasi dosis iradiasi 10, 20, 30 dan 40 kGy.

2. Variasi konsentrasi penetralan dan dosis iradiasi berpengaruh terhadap hidrogel superabsorben yang dihasilkan.

(44)

27

BAB III

RANCANGAN PENELITIAN

A. Prinsip Penelitian

Sintesis hidrogel superabsorben dari asam akrilat 15mL yang dinetralkan menggunakan KOH dengan perbandingan mol yang bervariasi 25%, 50%, 75% dan 100% , kemudian diiradiasi dengan sinar gamma pada dosis iradiasi 10 kGy, 20 kGy, 30 kGy, dan 40 kGy, lalu hidrogel superabsorben yang terbentuk diuji karakteristik, meliputi fraksi gel, rasio swelling dalam air suling, NaCl, dan urea pada suhu ruangan dan analisis gugus fungsi dengan spektrofotometri FT-IR.

B. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium Biomaterial, Bidang Proses Radiasi. Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Jalan Lebak Bulus No. 49 Pasar Jumat, Jakarta Selatan 12440.

C. Bahan Penelitian

Asam akrilat dan KOH dengan kualitas pro analisis yang diperoleh dari Laboratorium Biomaterial, Bidang Proses Radiasi, Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN).

D. Tahap Penelitian

1. Pembuatan hidrogel superabsorben(HSA) poli(kalium akrilat).

2. Uji karakteristik.

a. Rasio swelling.

b. Penetapan fraksi gel.

c. Analisis gugus fungsi dengan spektrofotometer FT-IR.

d. Analisis termal menggunakan DSC

(45)

E. Analisis Data

Data karakterisasi yang diperoleh dianalisis secara deskriptif untuk melihat variasi konsentrasi dan dosis radiasi pada karakter hidrogel superabsorben hasil síntesis.

(46)

29

BAB IV

BAHAN, ALAT DAN METODE PENELITIAN

A. Bahan

Asam akrilat (Merck), KOH (Merck), NaCl,Urea, dan air suling (aquadest).

B. Alat

Timbangan analitik NJW 300, oven Hereaus Instrumen, iradiator Co60 (Iradiator karet), Spektrofotometer Fourier Transform Infrared Shimadzu Prestige-21, magnet stirer (motor Heildoph), blender, saringan, stopwatch, alat-alat gelas (gelas ukur, beaker dan lain-lain)

C. Metode Penelitian

1. Pembuatan hidrogel superabsorben(HSA) poli(kalium akrilat)

a. Mula-mula disiapkan 4 formula hidrogel dimana satu seri asam akrilat 15 % (v/v) masing-masing akan dinetralkan menggunakan KOH berdasarkan perbandingan mol, yaitu 25%, 50%, 75% dan 100%.

b. KOH ditimbang, lalu dimasukkan ke dalam beaker glass 250 mL.

c. Kemudian diencerkan dengan air suling 55 mL.

d. Asam akrilat dimasukan ke dalam wadah yang berbeda, lalu encerkan dengan air suling 15 mL.

e. Setelah itu kedua larutan tersebut dicampur kemudian di-ad dengan air suling hingga 100 mL lalu dihomogenkan dengan menggunakan stirer.

f. Campuran larutan tersebut dikemas dalam wadah plasik 10x15 cm2 dengan ketebalan 0,5 cm. Kemudian diiradiasi dengan sinar gamma pada tiap dosis yang berbeda yaitu 10 kGy , 20kGy ,30 kGy, dan 40 kGy.

2. Uji karakteristik

a. Rasio swelling dan Equilibrium Degree of Swelling (EDS) 1) HSA terhadap pengaruh waktu dalam air suling

(47)

Untuk pengujian rasio swelling, hidrogel kering dalam bentuk serbuk dengan bobot 100 mg (W0) dimasukkan ke dalam gelas piala berisi 100 mL air suling. Kemudian dihomogenkan menggunakan stirer dengan kecepatan 200 rpm dalam waktu 1 jam. Selanjutnya air suling dalam wadah yang mengandung hidrogel disaring dan hidrogel yang menyerap air suling didiamkan selama 1 jam dan air suling yang keluar dari hidrogel ditampung dalam wadah yang mengandung air suling yang tidak terserap oleh hidrogel sehingga bobot air suling sisa diukur. Air suling yang terserap pada hidrogel dihitung dari hasil selisih volume awal terhadap volume air suling yang tidak terserap oleh hidrogel (Ws). Hal yang sama dilakukan untuk pengujian penyerapan air suling masing-masing dalam waktu 15; 30; 45; 60; 75; 90;

120; 150; 180 detik. Masing-masing pengujian dilakukan triplo. Hasil pengujian dari masing-masing waktu dihitung menggunakan persamaan:

Rasio swelling = W0

Ws

(3) Keterangan :

Ws : Berat hidrogel dalam keadaan swelling optimum (g) W0 : Berat hidrogel kering (g)

Selain itu, dilakukan pula pengukuran Equilibrium Degree of Swelling (EDS) yaitu rasio swelling dari hidrogel pada keadaan swelling maksimum setelah hidrogel direndam selama 24 jam terhadap berat kering. Rasio swelling dihitung menggunakan persamaan diatas , Ws = berat hidrogel pada keadaan swelling maksimum dan W0 = berat hidrogel kering. Data yang diperoleh dari hasil perhitungan tiga sampel tersebut, dihitung nilai rata-rata dan standar deviasinya.

Referensi

Dokumen terkait

pelanggan untuk bertanya kembali. Pengetahuan dan kehandalan karyawan pada Restoran A&amp;W sangat penting dengan menunjang program layana prima terutama menguasai

Menurut hemat penulis, tanggapan psikologi Nabi Muhammad ini sebenanrya merupakan kritik terhadap sistem jahiliyah yang sangat terasa kurang adil, bagaimana mungkin

Kegiatan-kegiatan penafsiran al-Quran yang dilakukan oleh orang- orang yang tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang kaidah tafsir dan bahasa Arab, cenderung melakukan

Sebagaimana yang termuat dalam Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor: 213/PMK.07/2010 t Nomor: 58 Tahun 2010 tentang Tahapan Persiapan

Untuk mengetahui bagaimana pengaruh suhu perawatan terhadap perilaku agregat buatan ini, benda uji akan dirawat pada suhu kamar (27-34ºC) dan pada suhu 40ºC, 60ºC, serta80ºC

Seperti pendapat Stange (2009), bahwa hakikat kejawen adalah kebatinan. Penelitian ini akan memeriksa bagaimana pengalaman ritual penghayat dan mencoba mengkontraskan

Bahan induk tanah mineral berasal dari berbagai jenis batuan induk, sehingga dalam proses pelapukannya akan menghasilkan keragaman mineral tanah yang lebih