• Tidak ada hasil yang ditemukan

PUTUSAN Nomor 96/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PUTUSAN Nomor 96/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

[1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan putusan dalam perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhadap Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang diajukan oleh:

[1.2] 1. PERKUMPULAN UNTUK PEMILU DAN DEMOKRASI (PERLUDEM), dalam hal ini diwakili oleh:

Nama : Titi Anggraini

Jabatan : Direktur Eksekutif Perludem

Alamat : Gedung Dana Graha, Lantai 1, Ruang 108, Jalan Gondangdia Kecil Nomor 12 – 14, Jakarta Pusat 2. PERKUMPULAN INDONESIAN PARLIAMENTARY CENTER

(IPC), dalam hal ini diwakili oleh:

Nama : Sulastio Jabatan : Direktur IPC

Alamat : Jalan Teuku Cik Ditiro, Nomor 37A/Pav. Menteng Jakarta Pusat

Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 21 September 2012 memberi kuasa kepada Veri Junaidi, S.H.,M.H., Erik Kurniawan, S.H., Jamil Burhan, dan Bisman Bahtiar, S.H.,M.H., Advokat dan Pengabdi Bantuan Hukum, berdomisili hukum di Jalan Teuku Cik Ditiro Nomor 37A/Pav. Menteng Jakarta Pusat, bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa, baik bersama-sama ataupun sendiri-sendiri;

Selanjutnya disebut sebagai ---para Pemohon;

legalitas.org

(2)

[1.3] Membaca permohonan para Pemohon;

Mendengar keterangan para Pemohon;

Mendengar keterangan Pemerintah;

Membaca dan mendengar keterangan Dewan Perwakilan Rakyat;

Mendengar dan membaca keterangan ahli para Pemohon;

Memeriksa bukti-bukti para Pemohon;

Membaca kesimpulan Pemohon;

2. DUDUK PERKARA

[2.1] Menimbang bahwa para Pemohon telah mengajukan permohonan bertanggal 21 September 2012, yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Kepaniteraan Mahkamah) pada tanggal 21 September 2012 berdasarkan Akta Penerimaan Berkas Permohonan Nomor 338/PAN.MK/2012 dan telah dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi dengan Nomor 96/PUU-X/2012 pada tanggal 28 September 2012 dan telah diperbaiki dengan surat permohonan bertanggal 25 Oktober 2012, yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 25 Oktober 2012, yang pada pokoknya menguraikan hal-hal sebagai berikut:

A. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

1. Bahwa Pasal 24C ayat (1) Perubahan Ketiga UUD 1945 menyatakan:

“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”;

2. Bahwa berdasarkan ketentuan di atas, Mahkamah Konstitusi mempunyai kewenangan untuk melakukan pengujian Undang-Undang (UU) terhadap UUD 1945 yang juga didasarkan pada Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan: “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: (a) menguji Undang-Undang (UU) terhadap UUD RI Tahun 1945”;

legalitas.org

(3)

3. Mahkamah Konstitusi dibentuk sebagai lembaga pengawal konstitusi (The Guardian of The Constitution). Apabila terdapat Undang-Undang yang bertentangan dengan konstitusi, Mahkamah dapat menyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat baik sebagian maupun seluruhnya;

4. Bahwa sebagai pengawal konstitusi, Mahkamah juga berwenang memberikan penafsiran terhadap pasal-pasal dalam Undang-Undang agar tidak bertentangan dengan konstitusi. Tafsir Mahkamah terhadap konstitusionalitas pasal-pasal Undang-Undang tersebut merupakan tafsir satu-satunya (the sole interpretation of the constitution) yang memiliki kekuatan hukum. Dengan demikian terhadap pasal-pasal yang memiliki makna ambigu, tidak jelas, dan/atau multitafsir dapat pula dimintakan penafsirannya kepada Mahkamah;

5. Bahwa melalui permohonan ini, para Pemohon mengajukan pengujian Pasal 22 ayat (4) dan Lampiran Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD terhadap Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

6. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka Mahkamah berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan a quo;

B. KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PARA PEMOHON

7. Bahwa Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan: “Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang, yaitu : (a) perorangan WNI, (b) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam Undang-Undang, (c) badan hukum publik dan privat, atau (d) lembaga negara”;

8. Bahwa mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005 dan Nomor 11/PUU-V/2007, Pemohon harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. adanya hak konstitusional para Pemohon yang diberikan oleh Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;

b. bahwa hak konstitusional para Pemohon tersebut dianggap oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji;

c. bahwa kerugian konstitusional para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yanglegalitas.org

(4)

menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;

d. adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya Undang- Undang yang dimohonkan untuk diuji;

e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi.

9. Bahwa lima syarat sebagaimana dimaksud di atas dijelaskan lagi oleh Mahkamah melalui Putusan Nomor 27/PUU-VII/2009 dalam pengujian formil Perubahan Kedua Undang-Undang Mahkamah Agung (halaman 59), yang menyebutkan sebagai berikut:

“Dari praktik Mahkamah (2003-2009), perorangan WNI, terutama pembayar pajak (tax payer; vide Putusan Nomor 003/PUU-I/2003) berbagai asosiasi dan NGO/LSM yang concern terhadap suatu Undang-Undang demi kepentingan publik, badan hukum, Pemerintah daerah, lembaga negara, dan lain-lain, oleh Mahkamah dianggap memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan pengujian, baik formil maupun materiil, Undang-Undang terhadap UUD 1945 (lihat juga Lee Bridges, dkk. Dalam “Judicial Review in Perspective, 1995)”;

Pemohon Badan Hukum Privat

10. Bahwa Pemohon adalah Pemohon yang merupakan badan hukum privat, yang memiliki legal standing dan menggunakan haknya untuk mengajukan permohonan ini dengan menggunakan prosedur organization standing (legal standing);

11. Bahwa Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagai Pemohon pengujian Undang-Undang karena terdapat keterkaitan sebab akibat (causal verband) berlakunya dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD, sehingga menyebabkan hak konstitusional para Pemohon dirugikan;

12. Bahwa doktrin organization standing atau legal standing merupakan sebuah prosedur beracara yang tidak hanya dikenal dalam doktrin, melainkan juga telah dianut dalam berbagai peraturan perundangan di Indonesia seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;

13. Bahwa pada praktik peradilan di Indonesia, legal standing telah diterima dan diakui menjadi mekanisme dalam upaya pencarian keadilan, yang mana dapat

legalitas.org

(5)

dibuktikan antara lain:

a. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 060/PUU-II/2004 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air terhadap UUD 1945;

b. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 003/PUU-III/2005 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang terhadap UUD 1945;

c. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan;

d. Dalam Putusan Mahkamah Konstusi Nomor 140/PUU-VII/2009 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 1/PNPS/Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.

14. Bahwa organisasi dapat bertindak mewakili kepentingan publik/umum adalah organisasi yang memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam berbagai peraturan perundang-undangan maupun yurisprudensi, yaitu:

a. berbentuk badan hukum atau yayasan;

b. dalam anggaran dasar organisasi yang bersangkutan menyebutkan dengan tegas mengenai tujuan didirikannya organisasi tersebut;

c. telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.

15. Bahwa Pemohon adalah Organisasi non pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang tumbuh dan berkembang secara swadaya, atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat yang didirikan atas dasar kepedulian dan dalam rangka turut serta mewujudkan Pemilu yang demokratis dan demokratisasi di Indonesia;

16. Bahwa tugas dan peranan Pemohon dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk mewujudkan Pemilu yang demokratis dan demokratisasi di Indonesia telah secara terus-menerus mendayagunakan lembaganya sebagai sarana untuk memerjuangkan penyelenggaran Pemilu yang demokratis, jujur dan adil dan perjuangan demokrasi pada umumnya;

17. Bahwa tugas dan peranan Pemohon dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang mendorong pelaksanaan Pemilu yang demokratis dan demokratisasi di

legalitas.org

(6)

Indonesia, dalam hal ini telah mendayagunakan lembaganya sebagai sarana untuk mengikutsertakan sebanyak mungkin anggota masyarakat dalam mewujudkan Pemilu yang demokratis dan demokratisasi di Indonesia. Hal ini tercermin di dalam anggaran dasar dan/atau akta pendirian para Pemohon (bukti P-3);

18. Bahwa dasar dan kepentingan hukum Pemohon dalam mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang a quo dapat dibuktikan dengan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga lembaga di mana para Pemohon bekerja. Dalam anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga menyebutkan dengan tegas mengenai tujuan didirikannya organisasi, serta telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasar-nya:

Dalam Pasal 3 Akta Pendirian Yayasan Perludem (Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi) Nomor 279 tertanggal 15 November 2011 yang merupakan Anggaran Dasar dari Pemohon I, Perludem menjalankan kegiatan yang meliputi pengkajian mengenai Pemilu dan demokrasi, memberikan pendidikan tentang Pemilu dan demokrasi, memberikan pelatihan kepada masyarakat tentang Pemilu dan demokrasi, serta melakukan pemantauan Pemilu dan demokrasi;

Dalam Pasal 4 Akta Pendirian Perkumpulan Indonesian Parliamentari Center (IPC) Nomor 23 tertanggal 8 Juli 2005 yang merupakan anggaran dasar dari Pemohon II, IPC memfokuskan diri pada kajian dan membantu parlemen dalam rangka memperkuat posisi dan peran kelembagaan mewujudkan parlemen yang mampu merepresentasikan kepentingan publik sehingga dapat meningkatkan kualitas produk legislasi serta dapat mengembangkan kemampuan pengawasan terhadap pemerintah dalam implementasi kebijakan dan penggunaan anggaran.

19. Bahwa aktivitas Pemohon di atas merupakan wujud pelaksanaan

“kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya” sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 28 UUD 1945;

20. Bahwa Pemohon I dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 28 UUD 1945 secara khusus telah melakukan kajian dan menerbitkan buku tentang Alokasi Kursi DPR 560 ke Provinsi dan Pembentukan Daerah Pemilihan 3-6 Kursi, 3-8 Kursi, dan 3-10 Kursi: Berdasarkan prinsip kesetaraan suara [Pasal 27 ayat (1)

legalitas.org

(7)

UUD 1945] dan berbasis data sensus penduduk 2010 (bukti P-4)

21. Bahwa berdasarkan kajian tersebut, dalam penentuan daerah pemilihan anggota DPR harus memenuhi kaidah-kaidah tertentu dan bukan semata-mata atas dasar argumentasi politik. Kaidah yang dimaksud yakni didasarkan pada data kependudukan tertentu yang melandasi pengalokasian kursi DPR ke provinsi yang didasarkan pada prinsip kesetaraan suara (equality);

22. Bahwa pemberlakuan Pasal 22 ayat (4) dan Lampiran Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD tegas menyalahi prinsip diatas yang ditetapkan tanpa mencantumkan secara tegas jenis data kependudukan yang akan digunakan dan prinsip kesetaraan suara. Dengan demikian, ketentuan tersebut tegas bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, yang nyata-nyata telah mengakibatkan kerugian secara langsung maupun tidak langsung atau setidak-tidaknya potensial merugikan hak-hak konstitusional para Pemohon;

23. Bahwa bentuk kerugian konstitusional (constitutional loss) yang dialami Pemohon I adalah sebagai berikut:

Terhambatnya hak konstitusional pemohon dalam melakukan kajian terhadap mekanisme pengalokasian kursi DPR secara benar akibat ketidaktepatan dan ketidakpastian hukum dasar pengalokasian kursi DPR dengan berlakunya pasal a quo, sehingga menghambat pencapaian tujuan organisasi para Pemohon dan kebenaran hasil kajian Pemohon;

24. Bahwa lahirnya pasal dan frasa dalam Undang-Undang a quo, telah sangat mengganggu dan menghambat aktivitas para Pemohon yang selama ini concern dalam isu Pemilu dan demokrasi di Indonesia, sehingga telah merugikan hak-hak konstitusional para Pemohon, untuk berperan secara kelembagaan dalam memastikan terselenggaranya Pemilu yang jujur dan adil serta tercapainya hak keterwakilan pemilih melalui Pemilu sebagai wujud pelaksanaan hak berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan sebagaimana diamanahkan Pasal 28 UUD 1945.

C. ALASAN-ALASAN PERMOHONAN

C.1 Penyimpangan terhadap Prinsip Kesetaraan

25. Bahwa salah satu prinsip Pemilu demokratis adalah equality, yaitu kesetaraan suara sebagaimana lazim disebut dengan istilah opovov: one person, one vote, one value. Maknanya, nilai suara setiap pemilh adalah sama dalam suatu

legalitas.org

(8)

pemilihan. Oleh karena itu, pengalokasian kursi perwakilan ke provinsi dan daerah pemilihan, harga kursi perwakilan nilainya kurang lebih sama. Para ahli Pemilu sepakat batas toleransi harga kursi lebih kurang 10% dari harga kursi.

Misalnya, jika 1 kursi DPR mewakili 400.000 penduduk maka setiap kursi harus bernilai 400.000 penduduk atau sekurang-kurangnya 360.000 atau sebanyak-banyaknya 440.000 penduduk.

26. Bahwa dalam rangka menjamin prinsip kesetaraan, Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menyatakan: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”

27. Bahwa dalam pemilihan anggota DPR, mestinya prinsip kesetaraan diimplementasikan dalam pengalokasian kursi DPR ke provinsi dan pembentukkan daerah pemilihan di setiap provinsi. Dalam pengalokasian kursi dan pembentukan daerah pemilihan seharusnya mempertimbangkan kesetaraan suara pemilih tanpa melihat perbedaan ideologi, agama, etnis, daerah, kelas ekonomi dan kelas sosial. Sebab prinsip perwakilan dalam DPR adalah keterwakilan orang atau penduduk, bukan keterwakilan wilayah sebagaimana DPD.

28. Bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan dua jenis lembaga perwakilan tingkat nasional yaitu DPR dan DPD. DPR dibentuk untuk mewakili orang atau penduduk sedangkan DPD dibentuk untuk mewakili daerah atau provinsi. Dengan demikian, tidak ada lagi pengalokasian 50% kursi DPR untuk mewakili penduduk Pulau Jawa dan 50%

kursi DPR untuk mewakili penduduk Pulau Luar Jawa (sebagaimana pernah diatur oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-Anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat, yang saat itu hanya mengenal satu lembaga perwakilan tingkat nasional yakni DPR).

Konsekuensi dari adanya dua jenis lembaga perwakilan tersebut adalah jumlah kursi DPR yang mewakili penduduk Pulau Jawa lebih banyak daripada jumlah kursi DPR yang mewakili penduduk Pulau Luar Jawa karena jumlah penduduk Pulau Jawa memang lebih banyak daripada jumlah penduduk Pulau Luar Jawa. Meskipun demikian, tetap terjadi keseimbangan keterwakilan di tingkat nasional karena jumlah kursi DPD yang mewakili provinsi Pulau Luar Jawa lebih banyak daripada jumlah kursi DPD yang mewakili provinsi Pulau

legalitas.org

(9)

Jawa, sebab jumlah provinsi di Pulau Luar Jawa lebih banyak daripada jumlah provinsi di Pulau Jawa.

29. Bahwa kesepakatan nasional yang menetapkan setiap provinsi minimal mendapatkan 3 kursi DPR perlu dipertahankan dengan pertimbangan sebagai berikut: pertama, kewenangan DPD sebagai lembaga perwakilan daerah masih sangat terbatas, sehingga kehadiran wakil DPR yang mencukupi dari provinsi yang berpenduduk sedikit, masih sangat dibutuhkan; kedua, Pemilu DPR menggunakan sistem proporsional, sehingga apabila jumlah kursi dari setiap provinsi atau daerah pemilihan hanya 2 kursi, dapat mengarah ke sistem Pemilu mayoritarian, dan; ketiga, pengurangan kursi perwakilan terhadap provinsi yang memiliki kursi perwakilan paling sedikit, akan menimbulkan ketidakadilan yang menyakitkan bagi penduduk provinsi tersebut.

C.2 Ketidakjelasan Metode Pengalokasian Kursi

30. Bahwa untuk mendapatkan pembagian kursi perwakilan secara proporsional sesuai jumlah penduduk di setiap provinsi dan daerah pemilihan, sejauh ini dikenal dua metode: pertama, metode kuota yang memiliki varian Kuota Murni dan Kuota Droop; kedua, metode divisor yang memiliki varian Divisor D’Hont dan Divisor Webster. Para ahli Pemilu menyimpulkan bahwa metode Kuota Murni dan Divisor Webster lebih proporsional dibandingkan dengan metode lain. Cara mengalokasikan kursi DPR ke provinsi dengan menggunakan metode kuota murni: pertama, membagi jumlah penduduk setiap provinsi dengan jumlah penduduk nasional, lalu dikalikan dengan jumlah kursi nasional;

kedua, jika terdapat sisa kursi maka sisa kursi itu dibagikan kepada provinsi yang memiliki sisa penduduk terbanyak secara berturut-turut hingga kursi habis. Adapun cara mengalokasikan kursi mengalokasikan kursi DPR ke provinsi dengan menggunakan metode Divisor Webster: pertama, membagi jumlah penduduk setiap provinsi dengan bilangan pembagi bilangan ganjil (1, 3, 5, 7, dan seterusnya); kedua, hasil pembagian jumlah penduduk setiap provinsi dengan bilangan pembagi tersebut diperingkat, dan angka tertinggi secara berturut-turut mendapatkan kursi sesuai dengan jumlah kursi yang tersedia.

31. Bahwa Lampiran Undang-Undang a quo merupakan lampiran yang ditetapkan tanpa menggunakan metode penghitungan yang jelas untuk mendapatkan

legalitas.org

(10)

jumlah kursi di setiap provinsi dan daerah pemilihan secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk sesuai dengan prinsip kesetaraan. Lampiran ini serta merta ditetapkan dan merupakan lampiran yang sama dalam Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD dalam Pemilu 2009.

32. Bahwa pengalokasian kursi DPR ke provinsi dan daerah pemilihan dalam Pemilu 2009, yang mengabaikan prinsip kesetaraan dan tidak menggunakan metode yang jelas, mengakibatkan beberapa provinsi mengalami over- represented (jumlah kursi melebihi dari yang seharusnya) dan beberapa provinsi lainnya mengalami under-represented (jumlah kursi kurang dari yang seharusnya). Sebagai contoh, jika dihitung secara proporsional menggunakan metode Kuota Murni atau Divisor Webster dan berdasarkan data penduduk hasil Sensus Penduduk 2010, Sulawesi Selatan seharusnya hanya mendapatkan 19 kursi, tetapi dalam Pemilu 2009 mendapatkan 24 kursi.

Sebaliknya, Kepulauan Riau seharusnya mendapatkan 4 kursi, tetapi pada Pemilu 2009 hanya mendapatkan 3 kursi. Selengkapnya lihat Tabel 1.

Tabel 1: Kondisi Keterwakilan Pemilu 2009

Pemilu 2009 Kursi 560 Kuota 1 kursi 403.690

Under-represented Over-represented Provinsi Harga

Kursi Provinsi Harga

Kursi

Jawa Tengah 447,593 Papua 209,019

DIY 450,153 Papua Barat 219,373

Kalimantan

Barat 453,482 Kalimantan Selatan 253,829 Kepulauan

Riau 501,455 Sulawesi Barat 293,977

Sumatera Barat 309,364 Kalimantan Tengah 309,492 Nusa Tenggara Timur 317,082 Maluku Utara 319,274 Sulawesi Selatan 321,370 Nanggroe Aceh

Darussalam 325,875

Maluku legalitas.org

(11)

342,765 Kepulauan Bangka

Belitung 349,768

Bengkulu 359,975

Gorontalo 361,682

33. Bahwa demi menegakkan prinsip kesetaraan keterwakilan sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mempertahankan kesepakatan nasional di mana setiap provinsi mendapatkan minimal 3 kursi, maka pengalokasian 560 kursi DPR ke provinsi dilakukan dengan cara sebagai berikut: pertama, setiap provinsi mendapatkan sedikitnya 3 kursi; kedua, sisa kursi yang belum teralokasikan dibagi secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk dengan menggunakan metode kuota murni atau metode Divisor Webster. Apabila cara penghitungan tersebut diterapkan terhadap jumlah Penduduk Indonesia berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, maka alokasi 560 kursi DPR ke provinsi tampak terlihat pada Tabel 2.

legalitas.org

(12)

Tabel 2. Perbandingan Alokasi Kursi DPR RI 560 Secara Proporsional dengan

Ketentuan Minimal 3 Kursi Setiap Provinsi dengan Metode Kuota Murni dan Metode Divisor Webster serta Pemilu 2009 dan Lampiran UU No. 8/2012

No Provinsi Penduduk

Sensus 2010 Kuota Kursi

Final Alokasi Kursi

Alokasi Kursi 2009 dan Lampiran UU

No. 8/2012 Metode Kuota Metode Divisor

1 Jawa Barat 43,021,826 101.451 101 101 91

2 Jawa Timur 37,476,011 88.373 88 88 87

3 Jawa Tengah 32,380,687 76.358 76 76 77

4 Sumatera Utara 12,985,075 30.620 30 31 30

5 Banten 10,644,030 25.100 25 25 22

6 DKI Jakarta 9,588,198 22.610 23 23 21

7 Sulawesi Selatan 8,032,551 18.942 19 19 24

8 Lampung 7,596,115 17.913 18 18 18

9 Sumatera Selatan 7,446,401 17.560 18 17 17

10 Riau 5,543,031 13.071 13 13 11

11 Sumatera Barat 4,845,998 11.427 11 11 14

12 Nusa Tenggara Timur 4,679,316 11.034 11 11 13

13 Nanggroe Aceh Darussalam 4,486,570 10.580 11 11 13

14 Nusa Tenggara Barat 4,416,855 10.416 10 10 10

15 Kalimantan Barat 4,393,239 10.360 10 10 10

16 Bali 3,891,428 9.176 9 9 9

17 Kalimantan Selatan 3,626,119 8.551 9 9 11

18 Kalimantan Timur 3,550,586 8.373 8 8 8

19 DIY 3,452,390 8.141 8 8 8

20 Jambi 3,088,618 7.283 7 7 7

21 Papua 2,851,999 6.725 7 7 10

22 Sulawesi Tengah 2,633,420 6.210 6 6 6

23 Sulawesi Utara 2,265,937 5.343 5 5 legalitas.org6

(13)

24 Sulawesi Tenggara 2,230,569 5.260 5 5 5

25 Kalimantan Tengah 2,202,599 5.194 5 5 6

26 Bengkulu 1,713,393 4.040 4 4 4

27 Kepulauan Riau 1,685,698 3.975 4 4 3

28 Maluku 1,531,402 3.611 4 4 4

29 Bangka Belitung 1,223,048 2.884 3 3 3

30 Sulawesi Barat 1,158,336 2.732 3 3 3

31 Gorontalo 1,038,585 2.449 3 3 3

32 Maluku Utara 1,035,478 2.442 3 3 3

33 Papua Barat 760,855 1.794 3 3 3

TOTAL 237,476,363 560 560 560 560

Kursi 560

Kuota 424,065

legalitas.org

(14)

34. Bahwa Tabel 2 di atas menunjukkan hasil pengalokasian kursi DPR ke provinsi dalam Pemilu 2009 dan Lampiran Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tidak sesuai dengan hasil pengalokasian kursi yang menggunakan metode Kuota Murni atau Divisor Webster dengan ketentuan setiap provinsi minimal mendapatkan 3 kursi. Dengan demikian, pengalokasian kursi DPR ke provinsi dalam Pemilu 2009 dan Lampiran Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tidak memenuhi prinsip kesetaraan, karena tidak dihitung secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk.

35. Bahwa setelah pengalokasian 560 kursi DPR ke provinsi sebagaimana tersebut dalam Tabel 2 maka selanjutnya dilakukan pembentukkan daerah pemilihan dengan tetap berpedoman pada prinsip kesetaraan ditambah prinsip integralitas wilayah, kesinambungan wilayah, dan kohesivitas penduduk.

Berdasarkan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 di mana setiap daerah pemilihan memiliki kursi minimal 3 dan maksimal 10, maka pengalokasian 560 kursi DPR ke provinsi dan pembentukkan daerah pemilihan dalam Lampiran Undang-Undang a quo setidak-tidaknya mengacu pada hasil penghitungan, sebagaimana tampak pada Tabel 3. Selanjutnya, tabel 3a sampai 3hh menjelaskan pembentukan daerah pemilihan pada setiap provinsi.

Tabel 3: Pengalokasian 560 Kursi DPR ke provinsi dan Pembentukan Daerah Pemilihan 3-10 Kursi

NO PROVINSI KURSI JUMLAH DAPIL

1 Jawa Barat 101 15

2 Jawa Timur 88 12

3 Jawa Tengah 76 10

4 Sumatera Utara 30 4

5 Banten 25 4

6 DKI Jakarta 23 3

7 Sulawesi Selatan 19 2

8 Lampung 18 2

9 Sumatera Selatan 18 2

10 Riau 13 2

11 Sumatera Barat 11 2

12 Nusa Tenggara Timur 11 legalitas.org2

(15)

13 Nanggroe Aceh Darussalam 11 2

14 Nusa Tenggara Barat 10 1

15 Kalimantan Barat 10 1

16 Bali 9 1

17 Kalimantan Selatan 9 1

18 Kalimantan Timur 8 1

19 DIY 8 1

20 Jambi 7 1

21 Papua 7 1

22 Sulawesi Tengah 6 1

23 Sulawesi Utara 5 1

24 Sulawesi Tenggara 5 1

25 Kalimantan Tengah 5 1

26 Bengkulu 4 1

27 Kepulauan Riau 4 1

28 Maluku 4 1

29 Bangka Belitung 3 1

30 Sulawesi Barat 3 1

31 Gorontalo 3 1

32 Maluku Utara 3 1

33 Papua Barat 3 1

560 82

Tabel 3a: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi Jawa Barat

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

JABAR I KOTA BANDUNG 2,393,633 5.62

KOTA CIMAHI 541,139 1.27 6.89 7

JABAR II BANDUNG 3,174,499 7.45 7.45 8

JABAR III KAB. BANDUNG BARAT 1,513,634 3.55 3.55 4

JABAR IV KOTA BOGOR 949,066 2.23

BOGOR I 2,055,842 4.83 7.05 7

JABAR V BOGOR II 2,707,367 6.36 6.36 6

JABAR VI CIANJUR 2,168,514 5.09 5.09 5

JABAR VII SUKABUMI 2,339,348 5.49

KOTA SUKABUMI 299,247 0.70 6.19 6

JABAR VIII PURWAKARTA 851,566 2.00

KARAWANG 2,125,234 4.99 6.99 7

JABAR IX KOTA DEPOK 1,736,565 4.08

KOTA BEKASI 2,336,489 5.49 9.56 10

JABAR X BEKASI 2,629,551 6.17 6.17 6

legalitas.org

(16)

JABAR XI CIREBON 2,065,142 4.85

KOTA CIREBON 295,764 0.69

INDRAMAYU 1,663,516 3.91 9.45 9

JABAR XII MAJALENGKA 1,166,733 2.74

SUMEDANG 1,091,323 2.56

SUBANG 1,462,356 3.43 8.73 9

JABAR XIII CIAMIS 1,531,359 3.60

KUNINGAN 1,037,558 2.44

KOTA BANJAR 175,165 0.41 6.44 6

JABAR XIV GARUT 2,401,248 5.64 5.64 6

JABAR XV TASIKMALAYA 1,675,544 3.93

KOTA TASIKMALAYA 634,424 1.49 5.42 5

43,021,826 101 101 101

Kabupaten Bogor BOGOR I

Kecamatan Penduduk Alokasi Kursi

CIBINONG 327,045 0.77

GUNUNG PUTRI 312,682 0.73

CILEUNGSI 246,041 0.58

CITEUREUP 198,197 0.47

SUKARAJA 168,871 0.40

JONGGOL 123,053 0.29

CISARUA 112,335 0.26

BABAKAN MADANG 103,208 0.24

CIAWI 102,501 0.24

MEGAMENDUNG 96,535 0.23

KELAPA NUNGGAL 95,372 0.22

SUKAMAKMUR 73,841 0.17

TANJUNGSARI 49,987 0.12

CARIU 46,174 0.11

Sub Total 2,055,842 4.83 BOGOR II

Kecamatan Penduduk Alokasi Kursi

BOJONG GEDE 237,376 0.56

CIOMAS 148,553 0.35

CIAMPEA 146,608 0.34

legalitas.org

(17)

PAMIJAHAN 133,834 0.31

RUMPIN 128,404 0.30

CIBUNGBULANG 125,567 0.29

CIGUDEG 116,973 0.27

CARINGIN 114,123 0.27

LEUWILIANG 114,083 0.27

PARUNG PANJANG 109,799 0.26

PARUNG 107,688 0.25

GUNUNG SINDUR 102,841 0.24

DRAMAGA 100,652 0.24

CISEENG 97,521 0.23

TAJUR HALANG 97,175 0.23

JASINGA 93,033 0.22

TAMANSARI 91,899 0.22

KEMANG 91,740 0.22

CIGOMBONG 88,345 0.21

NANGGUNG 85,483 0.20

CIJERUK 78,023 0.18

LEUWISADENG 70,880 0.17

TENJO 66,171 0.16

SUKAJAYA 55,673 0.13

TENJOLAYA 54,770 0.13

RANCA BUNGUR 50,153 0.12

Sub Total 2,707,367 6.36

Total 4,763,209 11.18

legalitas.org

(18)

Tabel 3b: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi Jawa Timur

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

JATIM I KOTA SURABAYA 2,765,908 6.49 6.49 7

JATIM II SIDOARJO 1,945,252 4.57 4.57 5

JATIM III PASURUAN 1,510,261 3.55 KOTA PASURUAN 186,322 0.44 KOTA PROBOLINGGO 216,967 0.51

PROBOLINGGO 1,095,370 2.57 7.07 7

JATIM IV BONDOWOSO 736,530 1.73

SITUBONDO 647,500 1.52

BANYUWANGI 1,554,997 3.65 6.90 7

JATIM V LUMAJANG 1,006,563 2.36

JEMBER 2,346,498 5.51 7.87 8

JATIM VI MALANG 2,443,609 5.74 KOTA MALANG 819,708 1.92

KOTA BATU 189,793 0.45 8.11 8

JATIM VII TULUNGAGUNG 989,821 2.32 KOTA BLITAR 132,018 0.31

BLITAR 1,116,010 2.62

KOTA KEDIRI 267,435 0.63

KEDIRI 1,498,803 3.52 9.40 9

JATIM VIII JOMBANG 1,201,557 2.82

NGANJUK 1,016,393 2.39

MADIUN 661,886 1.55

KOTA MADIUN 170,851 0.40 KOTA MOJOKERTO 120,132 0.28

MOJOKERTO 1,023,526 2.40 9.85 10

JATIM IX PACITAN 540,516 1.27

PONOROGO 854,878 2.01

TRENGGALEK 674,521 1.58

MAGETAN 620,146 1.46

NGAWI 817,076 1.92 8.24 8

JATIM X BOJONEGORO 1,209,008 2.84

TUBAN 1,117,539 2.62 5.46 5

JATIM XI LAMONGAN 1,179,770 2.77

GRESIK 1,177,201 2.76 5.53 5

JATIM XII BANGKALAN 907,255 2.13

legalitas.org

(19)

SAMPANG 876,950 2.06

PAMEKASAN 795,526 1.87

SUMENEP 1,041,915 2.45 8.50 9

37,476,011 88 88 88

Tabel 3c: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi Jawa Tengah

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

JATENG I SEMARANG 931,041 2.18

KOTA SEMARANG 1,553,778 3.64 KOTA SALATIGA 171,067 0.40

KENDAL 900,611 2.11 8.32 8

JATENG II DEMAK 1,058,936 2.48

KUDUS 777,954 1.82

JEPARA 1,097,158 2.57 6.87 7

JATENG III PATI 1,190,821 2.79

REMBANG 691,617 1.62

BLORA 829,604 1.94

GROBOGAN 1,308,592 3.06 9.41 9

JATENG IV SRAGEN 856,483 2.00

KARANGANYAR 813,159 1.90

WONOGIRI 928,687 2.17 6.08 6

JATENG V SUKOHARJO 823,800 1.93

KOTA SURAKARTA 500,642 1.17

KLATEN 1,129,862 2.64

BOYOLALI 931,537 2.18 7.92 8

JATENG VI MAGELANG 1,181,916 2.77 KOTA MAGELANG 118,316 0.28

TEMANGGUNG 708,109 1.66

PURWOREJO 694,404 1.62

WONOSOBO 754,698 1.77 8.09 8

JATENG VII KEBUMEN 1,158,828 2.71 BANJARNEGARA 869,284 2.03

PURBALINGGA 849,323 1.99 6.73 7

JATENG VIII BANYUMAS 1,553,902 3.64

CILACAP 1,641,031 3.84 7.48 8

JATENG IX BREBES 1,732,719 4.05

TEGAL 1,392,260 3.26 legalitas.org

(20)

KOTA TEGAL 242,127 0.57 7.88 8

JATENG X PEMALANG 1,262,013 2.95

BATANG 706,015 1.65

PEKALONGAN 838,254 1.96

KOTA PEKALONGAN 282,137 0.66 7.23 7

32,480,685 76 76 76

Tabel 3d: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi Sumatera Utara

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

SUMUT I KOTA MEDAN 2,109,339 4.87 4.87 5

SUMUT II DELISERDANG 1,789,243 4.13 KOTA TEBING TINGGI 145,180 0.34

SERDANG BEDAGAI 592,922 1.37 5.84 6

SUMUT

III BATUBARA 374,535 0.87

ASAHAN 667,563 1.54

KOTA TANJUNGBALAI 154,426 0.36 KOTA PEMATANG SIANTAR 234,885 0.54

SIMALUNGUN 818,104 1.89

KARO 350,479 0.81

KOTA BINJAI 246,010 0.57

LANGKAT 966,133 2.23

DAIRI 269,848 0.62

PAKPAK BHARAT 40,481 0.09 9.52 9

SUMUT

IV TAPANULI TENGAH 310,962 0.72

KOTA SIBOLGA 84,444 0.20

TAPANULI UTARA 278,897 0.64

HUMBANG HASUNDUTAN 171,687 0.40

SAMOSIR 119,650 0.28

TOBA SAMOSIR 172,933 0.40

KOTA PADANG SIDEMPUAN 191,554 0.44

PADANGLAWAS 223,480 0.52

PADANGLAWAS UTARA 223,049 0.52 MANDAILING NATAL 403,894 0.93 TAPANULI SELATAN 264,108 0.61

NIAS 132,329 0.31 legalitas.org

(21)

NIAS BARAT 81,461 0.19

NIAS SELATAN 289,876 0.67

NIAS UTARA 127,530 0.29

GUNUNG SITOLI 125,566 0.29

LABUHAN BATU 414,417 0.96

LABUHAN BATU SELATAN 277,549 0.64

LABUHAN BATU UTARA 331,660 0.77 9.76 10

12,984,194 30 30 30

Tabel 3e: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi Banten

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

BANTEN

I PANDEGLANG 1,145,792 2.69

LEBAK 1,203,680 2.83 5.52 5

BANTEN

II KOTA CILEGON 374,464 0.88

SERANG 1,403,228 3.30

KOTA SERANG 576,961 1.36 5.53 6

BANTEN

III TANGERANG 2,838,621 6.67

KOTA TANGERANG

SELATAN 1,303,569 3.06 9.73 10

BANTEN

IV KOTA TANGERANG 1,797,715 4.22 4.22 4

10,644,030 25 25 25

Tabel 3f: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi DKI Jakarta

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

DKI I KOTA JAKARTA TIMUR 2,687,027 6.45 6.45 6 DKI II KOTA JAKARTA PUSAT 898,883 2.16

KOTA JAKARTA BARAT 2,278,825 5.47 7.63 8 DKI

III KOTA JAKARTA SELATAN 2,057,080 4.93 KOTA JAKARTA UTARA 1,645,312 3.95

KEPULAUAN SERIBU 21,071 0.05 8.93 9

9,588,198 23 23 23

legalitas.org

(22)

Tabel 3g: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi Sulawesi Selatan

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

SULSEL I KOTAMAKASSAR 1,339,374 3.17

GOWA 652,329 1.54

TAKALAR 269,171 0.64

JENEPONTO 342,222 0.81

BANTAENG 176,984 0.42

SELAYAR 121,905 0.29

BULUKUMBA 394,757 0.93

SINJAI 228,936 0.54

BONE 717,268 1.70 10.04 10

SULSEL II MAROS 318,238 0.75

PANGKAJENEKEPULA

UAN 305,758 0.72

BARRU 165,900 0.39

SOPPENG 223,757 0.53

KOTAPAREPARE 129,542 0.31

WAJO 384,694 0.91

SIDENRENGRAPPANG 271,801 0.64

ENREKANG 190,175 0.45

PINRANG 351,161 0.83

TANATORAJA 221,795 0.52

TORAJA UTARA 215,400 0.51

LUWU 332,863 0.79

LUWUUTARA 287,606 0.68

LUWUTIMUR 242,882 0.57

KOTAPALOPO 148,033 0.35 8.96 9

8,032,551 19 19 19

legalitas.org

(23)

Tabel 3h: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi Lampung

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

LAMPUNG I KOTA BANDAR

LAMPUNG 879,651 2.08

PESAWARAN 397,294 0.94

TANGGAMUS 534,595 1.27

PRINGSEWU 364,825 0.86 LAMPUNG BARAT 418,560 0.99

LAMPUNG SELATAN 909,989 2.16 8.31 8 LAMPUNG II WAY KANAN 406,735 0.96

TULANG BAWANG 397,079 0.94 TULANG BAWANG

BARAT 250,208 0.59

MESUJI 187,286 0.44

LAMPUNG UTARA 583,925 1.38 LAMPUNG TENGAH 1,170,048 2.77 LAMPUNG TIMUR 950,574 2.25

KOTA METRO 145,346 0.34 9.69 10

7,596,115 18 18 18

Tabel 3i: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi Sumatera Selatan

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

SUMSEL I KOTA PALEMBANG 1,452,840 3.51

BANYUASIN 749,107 1.81

MUSI BANYUASIN 562,584 1.36

MUSI RAWAS 524,919 1.27

KOTA LUBUK LINGGAU 201,217 0.49 8.44 8 SUMSEL

II EMPAT LAWANG 220,694 0.53

LAHAT 370,146 0.89

KOTA PAGAR ALAM 126,363 0.31

MUARAENIM 717,717 1.73

KOTA PRABUMULIH 161,814 0.39 OGAN KOMERING ULU 323,420 0.78 OGAN KOMERING ULU

SELATAN 318,345 0.77

legalitas.org

(24)

OGAN KOMERING ULU

TIMUR 609,715 1.47

OGAN ILIR 380,861 0.92

OGAN KOMERING ILIR 726,659 1.76 9.56 10

7,446,401 18 18 18

Tabel 3j: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi Riau

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

RIAU I KOTA PEKANBARU 903,902 2.12

KAMPAR 686,030 1.61

KUANTAN SINGINGI 291,044 0.68

PELALAWAN 303,021 0.71

INDRAGIRI HILIR 662,305 1.55

INDRAGIRI HULU 362,961 0.85 7.53 8

RIAU

II SIAK 377,232 0.88

BENGKALIS 498,384 1.17

KEPULAUAN MERANTI 176,371 0.41

KOTA DUMAI 254,337 0.60

ROKAN HULU 475,011 1.11

ROKAN HILIR 552,433 1.30 5.47 5

5,543,031 13 13 13

Tabel 3k: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi Sumatera Barat

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

SUMBAR I KOTA PADANG 833,584 1.89

PESISIR SELATAN 429,699 0.98 KEPULAUAN MENTAWAI 76,421 0.17

SOLOK 348,991 0.79

SOLOK SELATAN 144,236 0.33

KOTA SOLOK 59,317 0.13

DHARMAS RAYA 191,277 0.43

SAWAHLUNTO

SIJUNJUNG 201,627 0.46

legalitas.org

(25)

KOTA SAWAHLUNTO 56,812 0.13

TANAH DATAR 338,584 0.77

KOTA PADANG PANJANG 47,008 0.11 6.19 6 SUMBAR II LIMAPULUH KOTO 348,249 0.79

KOTA PAYAKUMBUH 116,910 0.27

KOTA PARIAMAN 79,073 0.18

PADANG PARIAMAN 390,204 0.89 PASAMAN BARAT 364,587 0.83

PASAMAN 252,981 0.57

AGAM 455,484 1.03

KOTA BUKITTINGGI 110,954 0.25 4.81 5

4,845,998 11 11 11

Tabel 3l: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi Nusa Tenggara Timur

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

NTT I KOTAKUPANG 335,585 0.79

KUPANG 303,998 0.71

SABU RAIJUA 73,000 0.17

TIMORTENGAHUTARA 229,603 0.54 TIMORTENGAHSELATAN 440,470 1.04

BELU 352,400 0.83

ROTENDAO 119,711 0.28

SUMBABARAT 111,023 0.26

SUMBA TENGAH 62,510 0.15

SUMBATIMUR 227,835 0.54

SUMBA BARAT DAYA 283,818 0.67 5.97 6

NTT II MANGGARAI 292,037 0.69

MAGGARAIBARAT 221,430 0.52

MANGGARAI TIMUR 252,745 0.59

NGADA 142,254 0.33

ENDE 260,428 0.61

NAGEKEO 129,956 0.31

SIKKA 300,301 0.71

FLORESTIMUR 232,312 0.55

LEMBATA 117,638 0.28

ALOR 190,253 0.45 5.03 5

4,679,307 11 11legalitas.org11

(26)

Tabel 3m: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

NAD I ACEH BARAT 172,896 0.42

ACEH BARAT DAYA 125,991 0.31

ACEH BESAR 350,225 0.86

ACEH JAYA 76,892 0.19

ACEH SELATAN 202,003 0.50

ACEH SINGKIL 102,213 0.25

SUBULUS SALAM 67,316 0.17

KOTA BANDA ACEH 224,209 0.55

NAGAN RAYA 138,670 0.34

SIMEULEU 80,279 0.20

GAYO LUES 79,592 0.20

KOTA SABANG 30,647 0.08

ACEH TENGGARA 178,852 0.44

PIDIE 378,278 0.93

PIDIE JAYA 132,858 0.33 5.74 6

NAD II ACEH TAMIANG 250,992 0.62

BENER MERIAH 121,870 0.30

ACEH TENGAH 175,329 0.43

ACEH TIMUR 359,280 0.88

ACEH UTARA 529,746 1.30

BIREUEN 389,024 0.95

KOTA LANGSA 148,904 0.37

KOTA LHOKSEUMAWE 170,504 0.42 5.26 5

4,486,570 11 11 11

Tabel 3n: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi Nusa Tenggara Barat

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

NTB KOTA MATARAM 402,296 0.91

LOMBOK BARAT 599,609 1.36 LOMBOK UTARA 119,904 0.27 LOMBOK TENGAH 859,309 1.95 LOMBOK TIMUR 1,105,671 2.50

legalitas.org

(27)

SUMBAWABARAT 114,754 0.26

SUMBAWA 415,363 0.94

DOMPU 218,984 0.50

BIMA 438,522 0.99

KOTA BIMA 142,443 0.32 10.00 10

4,416,855 10 10 10

Tabel 3o: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi Kalimantan Barat

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

KALBAR KOTAPONTIANAK 551,983 1.26

PONTIANAK 233,797 0.53

KUBU RAYA 502,249 1.14

BENGKAYANG 214,785 0.49

SAMBAS 496,116 1.13

KOTASINGKAWANG 186,306 0.42

LANDAK 330,484 0.75

KAYONG UTARA 95,605 0.22

KETAPANG 427,158 0.97

MELAWI 179,586 0.41

KAPUASHULU 221,952 0.51

SINTANG 363,852 0.83

SEKADAU 181,377 0.41

SANGGAU 407,989 0.93 10.00 10

4,393,239 10 10 10

Tabel 3p: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi Bali

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

BALI KOTADENPASAR 788,445 1.82

GIANYAR 470,380 1.09

KLUNGKUNG 170,559 0.39

KARANGASEM 396,829 0.92

BANGLI 215,404 0.50

BADUNG 543,681 1.26

TABANAN 420,370 0.97

BULELENG 624,079 1.44

legalitas.org

(28)

JEMBRANA 261,618 0.61 9.00 9

3,891,365 9 9 9

Tabel 3q: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi Kalimantan Selatan

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

KALSEL KOTABANJARMASIN 625,395 1.55

BANJAR 506,204 1.26

KOTABANJARBARU 199,359 0.49

BARITOKUALA 276,066 0.69

TANAHLAUT 296,282 0.74

TANAHBUMBU 267,913 0.66

TAPIN 167,796 0.42

HULUSUNGAISELATAN 212,678 0.53 HULUSUNGAITENGAH 243,389 0.60 HULUSUNGAIUTARA 209,037 0.52

TABALONG 218,954 0.54

BALANGAN 112,395 0.28

KOTABARU 290,651 0.72 9.00 9

3,626,119 9 9 9

Tabel 3r: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi Kalimantan Timur

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

KALTIM KOTASAMARINDA 726,223 1.64 KUTAIKERTANEGAR

A 626,286 1.41

KOTABALIKPAPAN 559,196 1.26

KOTABONTANG 140,787 0.32

PENAJAMPASERUT

ARA 142,693 0.32

PASER 231,593 0.52

KUTAIBARAT 165,934 0.37

MALINAU 62,423 0.14

KUTAITIMUR 253,904 0.57

BERAU 179,444 0.40

BULUNGAN 113,045 0.25

legalitas.org

(29)

TANA TIDUNG 15,147 0.03

KOTATARAKAN 193,069 0.44

NUNUKAN 140,842 0.32 8.00 8

3,550,586 8 8 8

Tabel 3s: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi DI Yogyakarta

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

DIY KOTA YOGYAKARTA 388,088 0.90

SLEMAN 1,090,567 2.53

KULONPROGO 388,755 0.90

BANTUL 910,572 2.11

GUNUNG KIDUL 674,408 1.56 8.00 8

3,452,390 8 8 8

Tabel 3t: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi Jambi

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

JAMBI KOTA JAMBI 529,118 1.20

MUARO JAMBI 341,588 0.77

TANJUNG JABUNG TIMUR 204,557 0.46 TANJUNG JABUNG BARAT 278,937 0.63

BATANGHARI 240,743 0.55

SAROLANGUN 245,848 0.56

MERANGIN 336,050 0.76

TEBO 298,043 0.68

BUNGO 302,558 0.69

KERINCI 229,387 0.52

KOTA SUNGAI PENUH 81,789 0.19 7.00 7

3,088,618 7 7 7

legalitas.org

(30)

Tabel 3u: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi Papua

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

PAPUA KOTAJAYAPURA 114,515 0.28

JAYAPURA 261,776 0.64

KEEROM 48,527 0.12

PEGUNUNGANBINTANG 65,399 0.16

YAHUKIMO 166,716 0.41

SARMI 33,263 0.08

TOLIKARA 114,240 0.28

JAYAWIJAYA 199,557 0.49

MAMBERAMO RAYA 18,424 0.05 MAMBERAMO TENGAH 43,266 0.11

YALIMO 51,137 0.13

LANNY JAYA 151,384 0.37

NDUGA 79,520 0.20

PUNCAK 93,363 0.23

PUNCAKJAYA 101,906 0.25

WAROPEN 24,988 0.06

YAPENWAROPEN/KEP.

YAPEN 83,593 0.21

NABIRE 130,314 0.32

DOGIYAI 83,324 0.20

PANIAI 149,093 0.37

DEIYAI 62,998 0.15

INTAN JAYA 38,844 0.10

MIMIKA 183,633 0.45

ASMAT 77,053 0.19

MAPPI 81,781 0.20

BOVENDIGOEL 55,822 0.14

SUPIORI 15,861 0.04

BIAKNUMFOR 126,125 0.31

MERAUKE 195,577 0.48 7.00 7

2,851,999 7 7 7

legalitas.org

(31)

Tabel 3v: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi Sulawesi Tengah

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

SULTENG BANGGAI 323,872 0.86

BANGGAIKEPULAUAN 171,685 0.46

TOJOUNA-UNA 137,880 0.37

MOROWALI 206,189 0.55

POSO 209,252 0.56

KOTAPALU 335,297 0.89

PARIGIMOUTONG 413,645 1.10

DONGGALA 277,236 0.74

SIGI 214,700 0.57

BUOL 132,381 0.35

TOLITOLI 211,283 0.56 7.00 7

2,633,420 7 7 7

Tabel 3w: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi Sulawesi Utara

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

SULUT KOTAMANADO 408,354 0.90

MINAHASAUTARA 188,467 0.42

SIAU TAGULANDANG BIARO 63,543 0.14 KEPULAUANSANGIHETALUD 126,133 0.28

KEPULAUANTALAUD 83,441 0.18

KOTABITUNG 187,932 0.41

KOTATOMOHON 91,592 0.20

MINAHASASELATAN 195,087 0.43

MINAHASA TENGGARA 100,305 0.22

MINAHASA 309,876 0.68

BOLAANGMONGONDOW 213,223 0.47

BOLAANGMONGONDOW UTARA 70,629 0.16

KOTAMOBAGU 107,216 0.24

BOLAANGMONGONDOW

SELATAN 56,546 0.12

BOLAANGMONGONDOW TIMUR 63,593 0.14 5.00 5

2,265,937 5 5 5

legalitas.org

(32)

Tabel 3x: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi Sulawesi Tenggara

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

SULTRA BOMBANA 139,271 0.31

KOTA KENDARI 289,468 0.65 KOLAKAUTARA 121,476 0.27 KONAWESELATAN 264,197 0.59

KONAWE 241,428 0.54

KONAWE UTARA 51,447 0.12

KOLAKA 314,812 0.71

KOTABAUBAU 137,118 0.31

MUNA 268,140 0.60

WAKATOBI 92,922 0.21

BUTON UTARA 54,816 0.12

BUTON 255,474 0.57 5.00 5

2,230,569 5 5 5

Tabel 3y: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi Kalimantan Tengah

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

KALTENG KOTAPALANGKARAYA 220,223 0.50

PULANGPISAU 119,630 0.27

KAPUAS 329,406 0.75

BARITOSELATAN 123,991 0.28

BARITOTIMUR 97,080 0.22

BARITOUTARA 120,879 0.27

GUNUNGMAS 96,838 0.22

MURUNGRAYA 97,029 0.22

KATINGAN 141,350 0.32

KOTAWARINGINBARAT 235,274 0.53 KOTAWARINGINTIMUR 373,842 0.85

LAMANDAU 62,776 0.14

SERUYAN 139,443 0.32

SUKAMARA 44,838 0.10 5.00 5

2,202,599 5 5 5

legalitas.org

(33)

Tabel 3z: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi Kepulauan Riau

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

KEPRI KARIMUN 212,812 0.50

BINTAN 142,382 0.34

NATUNA 69,319 0.16

LINGGA 86,230 0.20

BATAM 949,775 2.25

TANJUNG PINANG 187,687 0.45

KEPULAUAN ANAMBAS 37,493 0.09 4.00 4

1,685,698 4 4 4

Tabel 3aa: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi Bengkulu

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

BENGKULU BENGKULU SELATAN 142,722 0.33 BENGKULU UTARA 258,125 0.60

KAUR 107,627 0.25

KEPAHIANG 125,011 0.29

KOTA BENGKULU 308,756 0.72

LEBONG 97,091 0.23

MUKOMUKO 156,312 0.36

REJANG LEBONG 246,378 0.58

SELUMA 172,801 0.40

BENGKULU TENGAH 98,570 0.23 4.00 4

1,713,393 4 4 4

Tabel 3bb: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi Maluku

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

MALUKU BURU 108,235 0.28

KEPULAUANARU 83,977 0.22

KOTAAMBON 330,355 0.86

MALUKUTENGAH 361,287 0.94

MALUKUTENGGARA 96,429 0.25

legalitas.org

(34)

MALUKUTENGGARABARAT 105,394 0.28 SERAMBAGIANBARAT 164,654 0.43 SERAMBAGIANTIMUR 99,033 0.26

KOTA TUAL 58,073 0.15

MALUKU BARAT DAYA 70,372 0.18

BURU SELATAN 53,593 0.14 4.00 4

1,531,402 4 4 4

Tabel 3cc: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi Bangka Belitung

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

BABEL BANGKA 277,193 0.68

BANGKA BARAT 175,110 0.43

BANGKA SELATAN 172,476 0.42

BANGKA TENGAH 161,075 0.40

BELITUNG 155,924 0.38

BELITUNG TIMUR 106,432 0.26

KOTA PANGKALPINANG 174,838 0.43 3.00 3

1,223,048 3 3 3

Tabel 3dd: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi Sulawesi Barat

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

SULBAR MAJENE 150,939 0.39

POLEWALI MANDAR 396,253 1.03

MAMASA 139,962 0.36

MAMUJU 336,879 0.87

MAMUJU UTARA 134,303 0.35 3.00 3

1,158,336 3 3 3

Tabel 3ee: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi Gorontalo

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

GORONTALO BOALEMO 129,177 0.37

BONEBOLANGO 141,721 0.41

GORONTALO 354,857 1.03

KOTAGORONTALO 179,991 0.52

legalitas.org

(35)

POHUWATO 128,771 0.37 GORONTALO

UTARA 104,068 0.30 3.00 3

1,038,585 3 3 3

Tabel 3ff: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi Maluku Utara

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

MALUT HALMAHERABARAT 96,727 0.28 HALMAHERASELATAN 198,032 0.57 HALMAHERATENGAH 42,742 0.12 HALMAHERATIMUR 72,879 0.21 HALMAHERAUTARA 165,005 0.48 KEPULAUANSULA 132,070 0.38

KOTATERNATE 185,655 0.54

KOTATIDOREKEPULA

UAN 89,506 0.26

PULAU MOROTAI 52,862 0.15 3.00 3

1,035,478 3 3 3

Tabel 3gg: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi Papua Barat

Dapil Kab./Kota Penduduk Alokasi Kursi

PAPUABARAT FAKFAK 67,153 0.26

KAIMANA 46,243 0.18

KOTASORONG 190,341 0.75

MANOKWARI 187,591 0.74

RAJAAMPAT 42,471 0.17

SORONG 70,635 0.28

SORONGSELATAN 37,579 0.15 TELUKBINTUNI 52,403 0.21 TELUKWONDAMA 26,311 0.10

TAMBRAU 6,393 0.03

MAYBRAT 33,735 0.13 3.00 3

760,855 3 3 3

legalitas.org

(36)

36. Bahwa berdasarkan argumentasi di atas, berlakunya lampiran tentang Pembagian Daerah Pemilihan Anggota DPR Undang-Undang a quo telah secara tegas dan nyata bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945;

C.2 Ketiadaan Kepastian Hukum dalam Penggunaan Data

37.Bahwa Pasal 22 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD selengkapnya berbunyi: Penentuan daerah pemilihan anggota DPR dilakukan dengan mengubah ketentuan daerah pemilihan pada Pemilu terakhir berdasarkan ketentuan pada ayat (2);

38. Bahwa ketentuan di atas berpotensi melanggar Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang selengkapnya berbunyi, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”

39. Bahwa ketentuan a quo telah menimbulkan ketidakpastian hukum terkait jenis data yang digunakan dalam pengalokasian kursi DPR ke provinsi dan pembentukan daerah pemilihan.

40. Bahwa terkait dengan jenis data dalam pengalokasian kursi DPR ke provinsi dan pembentukkan daerah pemilihan, mestinya Undang-Undang a quo menetapkan apakah akan menggunakan data agregat kependudukan per kecamatan sebagaimana dalam penyusunan daerah pemilihan anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota yang tertuang dalam Pasal 32 ayat (1) Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2012 atau akan menggunakan data Sensus Kependudukan yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik;

41. Bahwa kepastian akan data yang digunakan dalam pengalokasian kursi DPR ke provinsi dan pembentukkan daerah pemilihan akan menjamin akurasi data dan kepastian perolehan kursi setiap provinsi dalam mengalokasikan kursi berdasarkan asas kesetaraan. Kepastian penggunaan jenis data tertentu dapat memengaruhi hak setiap warga negara untuk dapat terwakili dalam kursi DPR secara adil;

42. Bahwa Pemohon menganggap penggunaan data sensus penduduk dinilai lebih netral, kredibel, periodik serta lazim digunakan di banyak negara.

[a] netral: sebab data dikeluarkan oleh lembaga yang secara politik bersikap netral, [b] kredibilitas: data diproduksi oleh lembaga kompeten yang biasa dijadikan rujukan oleh berbagai pihak, [c] periodik: data diperbarui secara berkala melalui sensus penduduk yang dilakukan secara rutin setiap 10 tahunlegalitas.org

(37)

sekali, dan [d] lazim: banyak negara menggunakan data sensus penduduk untuk penghitungan alokasi kursi parlemen ke provinsi atau negara bagian dan pembentukan daerah pemilihan.

43. Bahwa ketidakpastian terhadap data yang digunakan telah menyebabkan ketidakpastian terhadap mekanisme dan hasil penentuan daerah pemilihan dan alokasi kursi DPR ke provinsi. Ketentuan Pasal 22 ayat (5) Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2012 justru secara serta merta melampirkan pembagian daerah pemilihan dan alokasi kursi Anggota DPR tanpa mekanisme yang jelas;

44. Bahwa penetapan Lampiran dalam Undang-Undang a quo tidak didasarkan pada mekanisme penetapan yang benar namun justru mengambil secara serta merta Lampiran dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 (UU Pemilu 2008). [bukti P-5]

45. Bahwa berdasarkan argumentasi di atas, berlakunya Pasal 22 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang a quo telah secara tegas dan nyata bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945;

D. PETITUM

Berdasarkan alasan-alasan yang telah diuraikan di atas dan bukti-bukti terlampir, maka para Pemohon memohonkan kepada Majelis Hakim Konstitusi Yang Terhormat pada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa dan memutus permohonan uji materil sebagai berikut:

1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan Pengujian Undang- Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diajukan para Pemohon;

2. Menyatakan Pasal 22 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat atau setidak-tidaknya menyatakan bahwa Pasal 22 ayat (4) harus dibaca bahwa penentuan daerah pemilihan anggota DPR dilakukan dengan mengubah ketentuan daerah pemilihan pada Pemilu terakhir berdasarkan ketentuan pada ayat (2) dengan syarat:

Menggunakan data sensus penduduk sebagai basis data dalam penentuan daerah pemilihan.

legalitas.org

(38)

3. Menyatakan Lampiran Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan menetapkan pengalokasian 560 kursi DPR ke provinsi dan pembentukan daerah pemilihan yang disampaikan Pemohon sebagai Lampiran yang sah dan tidak terpisahkan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012

4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

Apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya—ex aequo et bono;

Pemohon prinsipal Perludem, diwakili oleh Ketua Perludem yaitu Didik Supriyanto, juga memberikan keterangan lisan dalam persidangan tanggal 8 November 2012, yang dilengkapi dengan keterangan tertulis yang diterima dalam persidangan pada tanggal yang sama, menguraikan sebagai berikut:

Jauh hari sebelum DPR dan pemerintah mengesahkan Undang-Undang Pemilu sebagai pengganti UU 10/2008, kami sudah mengingatkan bahwa Undang- Undang yang mengatur penyelenggaraan Pemilu harus menegakkan prinsip kesetaraan suara, atau one man one person one vote, atau opovov, dalam menentukan jumlah dan alokasi kursi DPR ke provinsi dan pembentukan daerah pemilihan DPR dan DPRD. Jika tidak, masalah ini akan berujung ke persidangan sengketa di Mahkamah Konstitusi, karena ini menyangkut hak konstitusional warga negara;

Dalam perspektif hak warga negara, kesetaraan suara adalah perwujudan asas persamaan kedudukan warga negara dalam hukum dan pemerintahan. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 mengakui bahwa, "Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”;

Konstitusi menegaskan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR mewakili rakyat, sedang Dewan Perwakilan Daerah atau DPD mewakili daerah. Huruf "R"

dalam DPR menunjukkan, DPR mewakili penduduk atau orang, sehingga setiap anggota DPR harus mewakili jumlah penduduk yang sama. Sedang huruf "D"

dalam DPD menunjukkan bahwa DPD mewakili daerah atau ruang, sehingga setiap daerah provinsi memiliki wakil yang jumlah dan kedudukan sama denganlegalitas.org

(39)

daerah provinsi lain. Dengan kata lain, untuk memilih anggota DPR berlaku prinsip kesetaraan suara nasional; sedang untuk memilih anggota DPD, berlaku prinsip kesetaraan suara provinsi;

Oleh karena UUD 1945 telah mengatur eksistensi lembaga perwakilan rakyat dan lembaga perwakilan daerah, maka Undang-Undang harus menerapkannya secara konsisten dengan segala konsekuensinya. Di balik keberadaan DPR dan DPD dengan posisi dan fungsi masing-masing, UUD 1945 sebetulnya memberikan solusi atas ketidakseimbangan politik Jawa dan Luar Jawa sebagai akibat konsentrasi penduduk di Jawa dan potensi sumber daya alam di Luar Jawa.

Penerapan prinsip keterwakilan, memang akan menyebabkan dominasi DPR oleh wakil-wakil penduduk Jawa. Namun hal ini akan diseimbangkan oleh dominasi DPD oleh wakil-wakil provinsi Luar Jawa;

Memang wewenang DPD masih kalah kuat dari DPR. Namun hal ini bukan berarti harus mengabaikan prinsip perwakilan, bahwa DPR mewakili orang dan DPD mewakili wilayah. Justru dengan konsisten menerapkan prinsip perwakilan itu, maka DPR dan DPD akan terdorong untuk bersama-sama menemukan solusi atas berbagai permasalahan daerah dan nasional, karena masing-masing berkedudukan sebagai lembaga perwakilan. Penyelesaian atas persengketaan wewenang antara DPR dan DPD selama ini harus dimulai dari akarnya, yakni menerapkan prinsip perwakilan: DPR mewakili orang, DPD mewakili wilayah. Jika akar perwakilan ini selesai, maka masalah berikutnya akan lebih gampang diurai dan dicari jalan keluarnya. Pada titik inilah Mahkamah Konstitusi punya peran strategis menyelesaikan persengketaan DPR dengan DPD melalui putusan yang memastikan bahwa masing-masing lembaga tersebut harus diposisikan sebagai wakil rakyat dan wakil daerah secara konsisten;

Sejenak melihat ke belakang. Dalam rangka menjaga stabilitas politik nasional, rezim Orde Baru menerapkan konsep politik keseimbangan Jawa dan Luar Jawa untuk menghasilkan wakil-wakil rakyat di DPR. UU 15/1969 menyatakan bahwa anggota DPR dari Jawa dan Luar Jawa yang dipilih melalui Pemilu, jumlahnya seimbang. Artinya Undang-Undang itu menetapkan bahwa jumlah kursi perwakilan DPR dari Jawa yang dipilih melalui Pemilu, 50% dan dari Luar Jawa 50%.

Konsep dan desain keseimbangan perwakilan politik pada zaman Orde Baru tersebut, dapat kita pahami karena saat itu DPR satu-satunya lembaga perwakilan

legalitas.org

(40)

tingkat nasional, yang di dalamnya juga terdapat anggota ABRI yang ditunjuk. Dari sinilah konsep keseimbangan perwakilan Jawa dan Luar Jawa terus didengungkan, meskipun UUD 1945 kini menetapkan ada dua lembaga perwakilan, yakni DPR dan DPD, yang masing-masing anggotanya harus dipilih melalui Pemilu. Di satu pihak, usaha-usaha untuk terus melanjutkan konsep keseimbangan perwakilan politik Jawa dan Luar Jawa di DPR, merupakan bentuk ketidaksadaran bahwa konstitusi telah berubah; di lain pihak merupakan bentuk dari permainan politik untuk mempertahankan kekuasaan;

Jika konsep keseimbangan politik Jawa dan Luar Jawa ini dipertahankan (dengan asumsi bahwa konsep itu tidak bertentangan dengan konstitusi), maka konsep itu harus diterapkan secara konsisten, yakni membagi 50% kursi DPR untuk Jawa dan 50% kursi lainnya untuk Luar Jawa. Selanjutnya alokasi kursi dihitung berdasarkan prinsip kesetaraan suara Jawa dan Luar Jawa, agar "pengorbanan"

penduduk Jawa dinikmati secara merata oleh penduduk Luar Jawa. Namun kenyataan, apabila hal itu kita hitung secara konsisten, Lampiran UU 8/2012 menunjukkan adanya ketidakadilan perwakilan di DPR di antara provinsi-provinsi luar Jawa;

Apabila 560 kursi DPR dibagi fity-fifty Jawa dan Luar Jawa, maka masing-masing mendapatkan 280 kursi. Jika 280 kursi itu dihitung secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk hasil Sensus Penduduk 2010, maka masih terdapat 4 provinsi yang kursinya kelebihan, yaitu Sulawesi Selatan (mestinya mendapat 22 kursi, kenyataannya sekarang memiliki 24 kursi) dan Kalimantan Selatan (mestinya mendapatkan 10 kursi, kenyataannya sekarang memiliki 11 kursi); sebaliknya Sumatera Utara seharusnya mendapatkan 36 kursi, kenyataannya sekarang hanya memiliki 30 kursi, Kalimantan Timur seharusnya mendapatkan 12 kursi, kenyataannya kini hanya memiliki 10 kursi. Dengan demikian jika pun konsep keseimbangan politik Jawa dan Luar Jawa diterapkan (dengan asumsi tidak melanggar konstitusi), maka penerapannya saat ini – sebagaimana tertera dalam Lampiran UU 8/2012 – tetap mengabaikan prinsip kesetaraan suara di kalangan provinsi-provinsi di Luar Jawa;

Jadi alokasi kursi DPR ke provinsi dan pembentukan daerah pemilihan sebagimana diatur dalam Lampiran UU 8/2012, tidak saja menyalahi prinsip kesetaraan suara sebagaimana diatur oleh Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, tetapi juga tidak konsiten menerapkan konsep keseimbangan politik Jawa dan Luar Jawa

legalitas.org

(41)

karena di antara provinsi-provinsi di Luar Jawa juga terdapat ketidakadilan pengalokasian kursi. Dengan demikian nyata sekali, bahwa alokasi kursi DPR ke provinsi dan pembentukan daerah pemilihan Pemilu DPR saat dilakukan demi menjaga keseimbangan politik Jawa dan Luar Jawa, hanya bagian dari permainan politik belaka;

Prinsip pertama alokasi kursi perwakilan dan pembentukan daerah pemilihan dalam Pemilu demokratis adalah kesetaraan, artinya harga kursi di setiap provinsi dan daerah pemilihan kurang lebih sama. Para ahli Pemilu masih mentolerir kekurangan dan kelebihan harga kursi dalam kisaran 10%. Misalnya, jika satu kursi DPR harganya sama dengan 400.000 penduduk, maka harga kursi di setiap provinsi dan derah pemilihan harganya antara 360.000 penduduk sampai dengan 440.000 penduduk. Kenyataannya, Lampiran UU 8/2012 menyalahi formula tersebut;

Selain prinsip kesetaraan suara, alokasi kursi perwakilan dan pembentukan daerah pemilihan harus berdasarkan prinsip integralitas wilayah, kesinambungan wilayah dan kohesivitas penduduk. Prinsip integralitas berarti satu daerah pemilihan harus integral secara geografis. Prinsip kesinambungan berarti satu daerah pemilihan harus utuh dan saling berhubungan secara geografis. Sedang prinsip kohesivitas berarti satu daerah pemilihan hendaknya dapat menjaga kesatuan unsur sosial budaya penduduk. Lampiran UU 8/2012 jelas-jelas menyalahi prinsip tersebut, sebagaimana terlihat pada Daerah Pemilihan Jawa Barat III yang menyatukan Kota Bogor dengan Kabupaten Cianjur, padahal kedua wilayah itu dipisah oleh Kabupaten Bogor yang bergunung. Hal yang sama juga terjadi pada Daerah Pemilihan Lampung I yang menyatukan Kota Metro dengan beberapa kabupaten di sebelah selatan;

Tidak dipenuhinya prinsip pembentukan daerah pemilihan tersebut, tidak saja menyulitkan partai politik dan calon-calon anggota legislatif melakukan kampanye dan menyulitkan pemilih dalam mengenali calon-calon dan partai politik yang (hendak) didukungnya; tetapi juga mengaburkan tujuan pembentukan daerah pemilihan. Sebagaimana diketahui tujuan pembentukan daerah pemilihan adalah memudahkan komunikasi dan interaksi pemilih dengan para calon (terpilih), sehingga pemilih dapat mengalamatkan aspirasinya dan mengontrol perilaku wakil-wakilnya; sebaliknya para calon (terpilih) dapat mengidentifikasi kepentingan pemilih sehingga lebih mudah untuk memperjuangkan aspirasi pemilih;

legalitas.org

(42)

Pemilu adalah proses mengubah suara menjadi kursi. Jumlah kursi perwakilan ditentukan berdasarkan jumlah penduduk, jumlah suara ditentukan oleh jumlah penduduk yang memilih hak pilih. Untuk memastikan jumiah kursi dan jumlah suara, maka diperlukan data penduduk yang akurat. Pada wilayah inilah kita masih menghadapai banyak masalah. Hampir tidak ada penyelengaraan Pemilu, baik Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden maupun Pemilu Kepala Daerah yang tidak menghadapi masalah akurasi data penduduk dan data pemilih;

Dalam rangka alokasi kursi DPR ke provinsi dan pembentukan daerah pemilihan, masalahnya tidak hanya akurasi data, tetapi juga kejelasan sumber data.

Berdasarkan penelusuran kami, alokasi kursi dan pembentukan daerah pemilihan seperti dalam Lampiran UU 8/2012, menggunakan data yang tidak jelas sumbernya. Beberapa pihak menyebutkan, sumber data alokasi kursi dan pembentukan daerah pemilihan adalah data penduduk Kemendagri, namun tetap tidak jelas data penduduk Kemendagri yang mana yang dipakai, sebab sepanjang proses penyusunan Undang-Undang itu Kemendagri memiliki banyak data, baik yang dikemas dalam bentuk keputusan menteri maupun yang tidak. Oleh karena itu data (jika ada) yang digunakan untuk menyusun Lampiran UU 8/2012 tidak bisa dipertanggungjawabkan sampai pihak yang berkompeten bisa menunjukkan adanya data resmi yang digunakan untuk alokasi kursi dan pembentukan daerah pemilihan tersebut;

Mengenai data dari pemerintah dalam hal ini Kemendagri, akurasinya selalu dipertanyakan, karena metode administrasi kependudukan yang digunakan Kemendagri dan Pemerintah Daerah tidak bisa serta-merta mampu menghitung jumlah penduduk secara akurat. Permasalah DPT dalam pilkada dan Pemilu 2009 adalah contoh nyata yang akan selalu terulang karena sampai sejauh ini belum ada tanda-tanda akan adanya perbaikan kualitas data penduduk. Contoh terakhir, KPU Sulawesi Selatan yang tahun depan akan menggelar pilkada, mendapatkan DP4 yang tidak masuk akal dan diragukan akurasinya, karena tingkat pertambahan penduduk melampaui perkiraan normal. Setelah diteliti ternyata banyak nama dobel dan banyak nama orang mati dicatat masih hidup;

Sehubungan dengan fakta-fakta tersebut, akan lebih menjamin kepastian hukum apabila data penduduk yang digunakan untuk alokasi kursi DPR ke provinsi dan pembentukan daerah pemilihan adalah data sensus penduduk yang dilakukan setiap 10 tahun sekali. Penggunaan data sensus penduduk atas pertimbangan:

legalitas.org

Gambar

Tabel 1: Kondisi Keterwakilan Pemilu 2009
Tabel 2. Perbandingan Alokasi Kursi DPR RI 560 Secara Proporsional dengan
Tabel 3: Pengalokasian 560 Kursi DPR ke provinsi dan Pembentukan Daerah Pemilihan 3-10 Kursi
Tabel 3a: Daerah Pemilihan 3-10: Provinsi Jawa Barat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemeliharaan berkala yang bersifat perbaikan dimaksudkan untuk memperbaiki sebagian prasarana sungai yang telah mengalami kerusakan agar kembali berfungsi sesuai dengan

Bersedia untuk dilakukan peninjauan terhadap sarana dan alat yang akan digunakan dalam proses Pemeriksaan Kesehatan Berkala oleh pihak PT PJB UP Gresik

Waktu yang diperlukan untuk mengirim semua informasi adalah 12.5 menit dengan menggunakan navigasi pesan, penerima mampu menentukan waktu transmisi dari masing-masing sinyal

Dari penelitian mengenai construction waste yang telah dilakukan melalui penyebaran kuesioner dengan responden yang berasal darikontraktor yang sedang atau telah menangani

Data Trends in Mathematic and Science Study 2003/2004 mencatat bahwa siswa Indonesia (SD) hanya berada di rangking ke 35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan

berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Dalam studi kerangka konseptual diharapkan memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu manajemen khususnya manajemen sumber

Peserta wajib hadir 30 menit sebelum tes dimulai dan mengisi daftar hadir yang telah disiapkan oleh panitia dengan menunjukkan Tanda Peserta Seleksi dan identitas diri. Tempat

Faktanya, tidak semua perempuan dapat mandiri karena mengalami ketakutan akan kemandirian serta mempunyai keinginan yang mendalam untuk dirawat dan dilindungi oleh orang