• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG DIAKIBATKAN OLEH DUMPING (PEMBUANGAN) LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU TANPA IZIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG DIAKIBATKAN OLEH DUMPING (PEMBUANGAN) LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU TANPA IZIN"

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG DIAKIBATKAN OLEH DUMPING (PEMBUANGAN) LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU TANPA IZIN

(STUDI PUTUSAN NO: 115/Pid.Sus/2014/PN.Kdr)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH

SITI ALAWIYAH HASIBUAN NIM : 150200188

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Siti Alawiyah Hasibuan NIM : 150200188

Departemen : Hukum Pidana

Judul Skripsi : Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup yang Diakibatkan oleh Dumping (Pembuangan) Limbah Cair Industri Tahu Tanpa Izin (Studi Putusan 115/Pid.Sus/2014/PN.Kdr)

Dengan ini menyatakan :

1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis tersebut adalah benar tidak merupakan jiplakan atau plagiat dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut adalah jiplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, Mei 2019

SITI ALAWIYAH HASIBUAN NIM :150200188

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya dalam penulisan skripsi ini, sehingga penulis skripsi ini berjalan lancar dan tepat pada waktunya. Skripsi ini merupakan tugas akhir penulis sebagai mahasiswa untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup Yang Diakibatkan Oleh Dumping (Pembuangan) Limbah Tanpa Izin (Studi Putusan 115/Pid.Sus/2014/PN.Kdr)”. Besar harapan penulis semoga skripsi dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan bagi pembaca sekalian. Meskipun demikian, penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini sehingga segala kritik dan saran akan sangat berguna bagi penulis.

Melalui kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terimakasih tak terhingga dan rasa hormat yang setinggi-tingginya kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Ali Sahbana Hasibuan yang selalu memberikan semangat dan motivasi serta mendidik dan membimbing anak-anaknya untuk menjadi orang yang berhasil dan juga tiada hentinya menafkahi keluarga dan membiayai penulis hingga saat ini, dan juga kepada Ibunda tercinta Eriani Harahap yang mengandung, melahirkan dan membesarkan penulis dengan segenap kasih sayang, kesabaran dan tidak henti-hentinya memanjatkan doa kepada Allah SWT disetiap

(5)

sujudnya demi kesuksesan penulis dan juga terus memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, tidak lupa juga penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada kakak tercinta Roswita Raya Hasibuan serta adik tercinta Hanafi Al Rasyid Hasibuan dan Fauzi Agmal Hasibuan yang telah memberikan dukungan dan doa agar skripsi ini selesai tepat pada waktunya.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis juga menyadari akan pentingnya orang-orang yang telah memberikan pemikiran, dorongan dan dukungan secara moril, sehinngga skripsi ini dapat diselesaika sesuai dengan yang diharapkan.

Untuk itu, penulis menyampaikan ucapan terimakasih

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum USU;

2. Prof. Dr. Saidin, S.H., M.Hum., sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum USU;

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum., sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU;

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H, M.Hum., sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Hukum USU;

5. Bapak Dr. M. Hamdan, S.H, M.Hum., sebagai Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU;

(6)

6. Ibu Liza Erwina S.H, M.Hum., sebagai sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU, serta Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, ilmu, dan saran bagi penulis dalam penulisan skripsi ini;

7. Bapak Syafruddin Sulung Hasibuan, S.H., M.H., sebagai Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, kritik dan saran bagi penulis dalam pengerjaan skripsi ini;

8. Kepada ibu Dr. Idha Apriliana Sembiring selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang memberikan dukungan dan nasehat kepada penulis;

9. Seluruh dosen dan staf pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberi banyak ilmu bagi penulis selama masa perkuliahan.

10. Kepada teman-teman Organisasi KPS (Komunitas Peradilan Semu) yang telah memberikan dukungan dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini;

11. Kepada teman-teman NMCC Bulak Sumur III yang telah memberikan dukungan dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini;

12. Kepada seluruh sahabat-sahabat penulis yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Semoga kita sukses dalam tujuan masing-masing;

13. Kepada teman-teman seperjuangan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Stambuk 2015 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang sama-sama berjuang dari awal perkuliahan sampai sekarang demi meraih gelar sarjana.

(7)

Demikian yang dapat penulis sampaikan. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Medan, Mei 2019

SITI ALAWIYAH HASIBUAN

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAK ... viii

BAB I PENDAHULUAN .. . . ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penulisan ... 6

D. Manfaat Penulisan ... 7

E. Keaslian Penulisan ... 8

F. Tinjauan Pustaka ... 8

1. Pengertian Tindak Pidana ... 8

2. Pengertian Lingkungan Hidup, Pencemaran Lingkungan Hidup, dan Jenis-jenis Pencemaran Lingkungan Hidup ... 16

3. Pengertian Dumping (Pembuangan) ... 28

4. Pengertian Limbah dan Jenis-jenis Limbah ... 28

5. Pengertian Industri dan Klasifikasi Industri ... 32

6. Pengertian Izin dan Jenis-Jenis Izin Dalam Bidang Lingkungan Hidup ... 36

G. Metode Penulisan ... 40

H. Sistematika Penulisan ... 41

(9)

BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG DIAKIBATKAN OLEH DUMPING (PEMBUANGAN) LIMBAH TANPA IZIN ... 44

A. Pengertian Tindak Pidana di Bidang Lingkungan Hidup ... 44 B. Regulasi Pembuangan Limbah Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup ... 52

C. Regulasi Pembuangan Limbah Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82

Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air ... 57

D. Regulasi Pembuangan Limbah Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan

Beracun ... 61

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU

PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG DIAKIBATKAN OLEH DUMPING (PEMBUANGAN) LIMBAH TANPA IZIN ... 66

A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana ... 66 B. Asas Strict Liability dan Asas Vicarious Liability Dalam

Pertanggungjawaban Pidana di Bidang Lingkungan Hidup ... 75

(10)

C. Sanksi Pidana Terhadap Dumping (Pembuangan) Limbah Tanpa

Izin ... 97

BAB IV PENERAPAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG DIAKIBATKAN OLEH DUMPING (PEMBUANGAN) LIMBAH TANPA IZIN (STUDI PUTUSAN 115/Pid.Sus/2014/PN.Kdr) ... 114

A. Kasus Posisi ... 114

1. Kronologis ... 114

2. Dakwaan ... 116

3. Tuntutan ... 117

4. Fakta-Fakta Hukum ... 118

5. Pertimbangan Hakim ... 122

6. Putusan Hakim ... 126

B. Analisis kasus ... 127

BAB V PENUTUP ... 135

A. Kesimpulan ... 135

B. Saran ... 137

DAFTAR PUSTAKA ... 139

(11)

ABSTRAK Siti Alawiyah Hasibuan1

Liza Erwina**

Syafruddin Sulung Hasibuan***

Tindak pidana pencemaran lingkungan merupakan tindak pidana yang sering terjadi di Indonesia, salah satunya adalah pencemaran lingkungan hidup yang disebabkan oleh dumping (pembuangan) limbah industri tahu cukup sering terjadi di Indonesia. Industri tahu sering membuang limbahnya secara sembarangan pada sungai yang mengakibatkan sungai tercemar. Padahal dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan, terutama dalam hal membuang limbah industri harus memiliki Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC).

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research). Seluruh data yang diperoleh dan dikumpulkan selanjutnya dianalisis secara kualitatif.

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pertama, peraturan perundang-undangan telah mengatur secara mendalam mengenai dumping limbah tanpa izin, mulai dari undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, hingga ke peraturan daerah. Kedua pertanggungjawaban pidana tindak pidana pencemaran lingkungan hidup dalam hal dumping limbah tanpa izin, pihak-pihak yang dapat dipertanggungjawabkan tidak hanya orang perorangan, tetapi juga korporasi. Sistem pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi antara lain adalah berdasarkan asas strict liability dan asas vicarious liability. Ketiga, implementasi penegakan hukum dari peraturan perundangan-undangan yang ada terhadap Putusan Nomor: 115/Pid.Sus/2014/Pn.Kdr, Terdakwa terbukti melanggar Pasal 104 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Kata Kunci: Pencemaran Lingkungan Hidup, Dumping Limbah Tanpa Izin, Pertanggungjawaban Tindak Pidana Lingkungan Hidup, Penegakan Hukum.

1 Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Departemen Hukum Pidana

**Dosen Pembimbing I, Staff Pengajar Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

*** Dosen Pembimbing II, Staff Pengajar Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(12)

ABSTRACT Siti Alawiyah Hasibuan

Liza Erwina **

Syafruddin Sulung Hasibuan ***

The crime of environmental pollution is a crime that often occurs in Indonesia, one of which is the environmental pollution caused by dumping (disposal) of tofu industry waste is quite common in Indonesia. The tofu industry often dumps its waste carelessly on rivers which causes the river to be polluted. In fact, in every activity carried out by the company, especially in terms of disposing of industrial waste must have a Liquid Waste Disposal License (IPLC).

The research method used is normative juridical research or library law research.

The data source used is secondary data which includes primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials obtained through library research. All data obtained and collected subsequently were analyzed qualitatively.

Based on this research, it can be concluded that first, the statutory regulations have set in depth regarding waste dumping without permits, ranging from laws, government regulations, ministerial regulations, to regional regulations. Second, criminal liability for environmental pollution in the case of waste dumping without permission, the parties that can be held accountable are not only individuals, but also corporations. The system of criminal liability towards corporations is based on the principle of strict liability and the principle of vicarious liability. Third, the implementation of law enforcement from the existing laws and regulations against Decision Number 115 / Pid.Sus / 2014 / Pn.Kdr, the Defendant is proven to have violated Article 104 of Law Number 32 Year 2009 concerning Environmental Protection and Management.

Keywords: Environmental Pollution, Waste Dumping Without Permits, Environmental Criminal Liability, Law Enforcement.

Students of the Faculty of Law, University of North Sumatra, Department of Criminal Law

** Supervisor I, Teaching Staff of the Criminal Law Department, Faculty of Law, University of North Sumatra

*** Supervisor II, Teaching Staff of the Criminal Law Department, Faculty of Law, University of North Sumatra

(13)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Meningkatnya laju pembangunan yang ditandai dengan meningkatnya kegiatan industri berpotensi besar menimbulkan akibat terganggunya lingkungan dan kesehatan manusia dan mahkluk hidup lainnya. Hal ini disebabkan antara lain karena limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri mengandung sejumlah unsur kimiawi berbahaya dan beracun yang mencemari air, merusak tanah dan tanaman serta berakibat lebih jauh terhadap kesehatan makhluk hidup. Atau sekurang- kurangnya mendegradasi kualitas lingkungan hidup, dan semua pihak harus menanggungnya.2

Dengan semakin meningkatnya pelaksanaan pembangunan menyebabkan semakin meningkat dampaknya terhadap lingkungan hidup.3 kegiatan pembangunan juga mengandung resiko terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan.4 Salah satunya adalah pencemaran sungai yang diakibatkan oleh limbah industri.

Dinamika pembangunan nasional saat ini, di satu sisi memberikan kontribusi bagi peningkatan kualitas kesejahteraan hidup masyarakat, tetapi di sisi lain juga menimbulkan kekhawatiran terhadap merosotnya kualitas lingkungan hidup, khususnya air secara permanen dalam jangka panjang. Kekhawatiran ini

2 Samsul Wahidin, Dimensi Hukum Perlindungan & Pengelolaan Lingkungan Hidup, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), hlm. 104.

3 Gatot Supramono, Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Indonesia, (Jakarta:

Rineka Cipta, 2013), hlm. 6.

4 Samsul Wahidin, Loc. Cit.

(14)

cukup beralasan, karena kenyataan menunjukkan bahwa lingkungan hidup di negeri ini belum terhindar dari ancaman dan pencemaran akibat buangan limbah industri yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan industri nasional. Kasus- kasus pencemaran lingkungan hidup ini karena kecerobohan atau kelalaian perusahaan-perusahaan industri termasuk industri tahu membuang limbahnya secara sembarangan pada tempat-tempat seperti sungai yang masih digunakan oleh masyarakat, seperti untuk kebutuhan mandi, mencuci dan lainnya, dan juga karena ketidakjujuran perusahaan-perusahaan industri membuang limbah yang tidak sesuai dengan ketentuan baku mutu atau batas maksimum limbah cair yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan alam. Padahal dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan, terutama dalam hal membuang limbah industri harus memiliki izin lingkungan.5

Dalam pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan, disebutkan bahwa Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin Usaha dan / atau Kegiatan.

Berdasarkan penelitian observasi yang dilakukan oleh penulis disalah satu pabrik tahu yang ada di Kota Medan yaitu Pabrik Tahu E.P yang beralamat di Jl.

Tanjung Balai, Medan Sunggal. Hasil dari penelitian observasi ini, penulis menemukan bahwa pabrik tersebut membuang limbah cair tahu ke sungai tanpa

5 Syamsuharya Bethan, Penerapan Prinsip Hukum Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Dalam Aktivitas Industri Nasional Sebuah Upaya Penyelamatan Lingkungan Hidup dan Kehidupan Antar Generasi, (Bandung : PT Alumni, 2008), hlm.1.

(15)

ada pengolahan terlebih dahulu . Sungai tersebut terletak tepat di belakang Pabrik Tahu E.P dan banyak warga masyarakat yang tinggal di daerah sungai tesebut.

Penulis melihat sungai tersebut telah tercemar dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Penelitian observasi yang dilakukan penulis ini hanya untuk sebagai data pendukung bahwa masih sangat banyak pabrik tahu yang melakukan dumping limbah ke sungai tanpa izin yang dapat merusak lingkungan.

Air sebagai sumber daya alam mempunyai arti dan fungsi sangat vital bagi manusia. Air merupakan sumber daya alam untuk memenuhi hajat hidup orang banyak, sehingga perlu dipelihara kualitasnya agar tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya dengan tetap dilakukan Pengendalian Pencemaran Air.6

Pertumbuhan industri di Indonesia berjalan sangat pesat, selain memberikan dampak yang positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional juga memberika dampak negatif bagi lingkungan melalui pencemaran yang dihasilkan dari limbah industri. Buangan air limbah industri mengakibatkan timbulnya pencemaran air sungai yang dapat merugikan masyarakat yang tinggal di sepanjang aliran sungai maupun bagi ekosistem sungai.7

Tindak pidana lingkungan merupakan tindak pidana yang sering terjadi di Indonesia. Salah satu faktor penyebabnya yaitu keadaan geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terletak pada posisi silang antara dua benua dan dua samudera dengan iklim tropis dan cuaca serta musim yang menghasilkan

6 P. Joko Subagyo, Hukum Lingkungan Masalah dan Penanggulangannya, (Jakarta : Rineka Cipta, 2005), hlm. 47.

7 Syamsuharya Bethan, Op. Cit, hlm. 196.

(16)

kondisi alam yang tinggi nilainya. Di samping itu Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia dengan jumlah penduduk yang besar. Indonesia memiliki kekayaan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam yang melimpah. Selain itu Indonesia sebagai Negara berkembang, dimana salah satu aspek kehidupan seperti ekonomi yang kian lama semakin pesat perkembangannya menjadi salah satu faktor maraknya terjadi tindak pidana lingkungan hidup.8

Sungai sudah menjadi bagian penting dari kehidupan manusia. Bahkan peradaban manusia zaman dahulu dimulai dari daerah yang berada dekat dengan aliran sungai. Sejak zaman dahulu air sungai banyak dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai macam keperluan, seperti untuk mencuci, mandi atau pun sebagai sanitasi. Di dalam sungai juga terdapat bermacam- macam ikan yang bisa dikonsumsi dan dapat memenuhi gizi yang dibutuhkan manusia. Akan tetapi beberapa tahun belakangan ini air sungai sudah tak jernih lagi. Tak hanya keruh dan berwarna coklat bahkan hitam, air sungai juga kerap kali berbau tak sedap.

Berubahnya warna dan bau air sungai karena masuknya polutan atau zat- zat kimia itulah yang disebut dengan pencemaran air sungai. Tak sedikit limbah industri yang dibuang di sungai. Masyarakat yang tak memiliki kesadaran menjaga kelestarian lingkungan juga sering membuang sampah di sungai. Sungai sudah menjadi tempat sampah raksasa. Air sungai sudah tidak bisa digunakan untuk berbagai keperluan lagi karena kandungan airnya sudah tidak sehat lagi.

8 Helmi, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm. 4.

(17)

Tercemarnya air sungai banyak yang disebabkan oleh kebiasaan buruk dan kelalaian manusia. 9

Adapun salah satu penyebabnya limbah industri yaitu berkembangnya industri berbanding lurus dengan meningkatnya limbah yang dihasilkan oleh proses produksi pada suatu industri. Permasalahannya, limbah industri di Indonesia tidak ditangani dengan baik. Masih banyak industri- industri yang nakal dan tidak mengelola limbahya dengan baik. Limbah industri dibuang begitu saja di aliran air sungai. Padahal tak sedikit dari limbah industri yang mengandung senyawa- senyawa berbahaya. Senyawa- senyawa berbahaya sisa dari kegiatan industri akan bercampur dengan air sungai dan menyebabkan pencemaran sungai.

Air sungai mengalami perubahan warna dan menibulkan bau menyengat. Dampak pencemaran air sungai sangat besar bagi kehidupan manusia, bahkan keseimbangan ekosistem sungai juga akan terganggu. Dampak lain dari pencemaran air sungai yaitu:10

a. Terjadinya banjir air sungai.

b. Timbulnya berbagai penyakit dari mikroba pathogen.

c. Sungai menjadi kumuh & tidak sedap dipandang.

d. Berkurangnya ketersediaan air bersih.

e. Air sungai kekurangan oksigen dan membahayakan kehidupan ikan- ikan di dalamnya.

9 https://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/sungai/pencemaran-air-sungai (Diakses Pada Tanggal 05 Januari 2019, Pukul 08.30 WIB).

10 Ibid.

(18)

f. Reaksi kimia di dalam air sungai menjadi lebih cepat.

g. Produktivitas tanaman menjadi terganggu.

Beradasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk menulis skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup Yang Diakibatkan Oleh Pembuangan Limbah Cair Industri Tahu Tanpa Izin (Studi Putusan Nomor:

115/Pid.Sus/2014/PN.Kdr”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan diatas, maka permasalahan yang akan penulis bahas dalam skripsi ini adalah :

1. Bagaimana Pengaturan Hukum Mengenai Pencemaran Lingkungan Hidup Dalam Kaitannya dengan Dumping Limbah Tanpa Izin?

2. Bagaimana Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Pencemaran Lingkungan Hidup Dalam Kaitannya dengan Dumping Limbah Tanpa Izin?

3. Bagaimana Penerapan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Pencemaran Lingkungan Hidup Dalam Kaitannya dengan Dumping Limbah Tanpa Izin (Analisis Putusan Nomor: 115/Pid.Sus/2014/PN.Kdr)?

C. Tujuan Penulisan

Setiap usaha maupun kegiatan sudah dapat dipastikan mempunyai tujuan yang hendak dicapai, karena tujuan akan memberikan manfaat dan penyelesaian

(19)

dari pembahasan yang akan dilaksanakan. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk Mengetahui Pengaturan Hukum Mengenai Pencemaran Lingkungan Hidup Dalam Kaitannya Dengan Dumping Limbah Tanpa Izin

2. Untuk Mengetahui Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Pencemaran Lingkungan Hidup Dalam Kaitannya Dengan Dumping Limbah Tanpa Izin 3. Untuk Mengetahui Penerapan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Pencemaran

Lingkungan Hidup Dalam Kaitannya Dengan Dumping Limbah Tanpa Izin

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan skripsi ini adalah 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan serta kontribusi pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum secara ilmiah, pembaharuan ilmu hukum nasional dan diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan pengetahuan penulis tentang ilmu hukum lingkungan hidup, khususnya dalam pengaturan masalah pertanggungjawaban terhadap pencemaran sungai akibat limbah industri serta dapat menjadi referensi tambahan bagi penulisan yang akan datang apabila sama bidang penulisannya.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penulis mengharapkan dari hasil penelitian ini memberikan manfaat serta diharapkan hasil penelitian ini bisa dijadikan bahan pemikiran atau

(20)

sumbangan saran bagi Pemerintah dalam melakukan pengaturan dan penegakan hukum terkait pencemaran sungai akibat limbah cair industri .

E. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup Yang Diakibatkan Oleh Dumping (Pembuangan) Limbah Cair Industri Tahu Tanpa Izin (Studi Putusan Nomor 115/Pid.Sus/2014/PN.Kdr) belum pernah dilakukan sebelumnya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU). Hal ini didukung dengan hasil pemeriksaan dari perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) melalui surat tertanggal 08 Mei 2019 yang menyatakan tidak ada judul yang sama dengan judul skripsi penulis. Oleh karena itu, tujuan serta permasalahan yang diangkat diangkat di dalam penulisan skripsi ini merupakan karya asli dari penulis serta hasil pemikiran penulis.

Penulisan skripsi ini disusun berdasarkan literatur-literatur yang ada dan dikaitkan dengan teori-teori hukum yang ada serta mengutip data dari buku, internet, pendapat-pendapat ahli, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, apabila ternyata dikemudian hari ditemukan skripsi dengan judul dan permasalahan yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab atas skripsi ini.

F. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Tindak Pidana

(21)

Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari “strafbaar feit”, di dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana tidak terdapat penjelasan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan strafbaar feit itu sendiri. Biasanya tindak pidana disinonimkan dengan delik, yang berasal dari bahasa latin yakni kata delictum. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tercantum sebagai berikut :

“Delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana”.11

Tindak pidana, dapat dikatakan berupa istilah resmi dalam perundang- undangan pidana kita, hampir seluruh peraturan perundang-undangan menggunakan istilah tindak pidana.12 Tindak pidana merupakan terjemahan dari pendekatan Strafbaar Feit atau delik dalam bahasa inggrisnya Criminal Act, ada beberapa pendapat dari pakar-pakar hukum pidana mengenai pengertian tindak pidana yaitu:

1. Menurut Simons, menyatakan tindak pidana ialah suatu tindakan atau perbuatan yang diancam dengan pidana oleh Undang-undang Hukum Pidana, bertentangan dengan hukum pidana dan dilakukan dengan kesalahan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab.13

2. Menurut E. Utrecht menyatakan tindak pidana ialah dengan istilah peristiwa pidana yang sering juga ia sebut delik, karena peristiwa itu merupakan suatu

11 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana Edisi Revisi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 47.

12 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1 : Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 67.

13 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta : Bina Aksara, 2005), hlm. 20.

(22)

perbuatan atau sesuatu yang melalaikan maupun akibatnya (keadaan yang ditimbulkan karena perbuatan melalaikan itu).14

3. Sementara itu, menurut Moeljatno, perbuatan tindak pidana ialah perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, terhadap siapa saja yang melanggar larangan tersebut. Perbuatan tersebut harus juga dirasakan oleh masyarakat sebagai suatu hambatan tata pergaulan yang dicita-citakan oleh masyarakat.15

Keragaman pendapat di antara para sarjana hukum mengenai definisi strafbaar feit telah melahirkan beberapa rumusan atau terjemahan mengenai strafbaar feit itu sendiri, yaitu :

1. Perbuatan Pidana

Prof. Mulyatno, S.H. menerjemahkan istilah strafbaar feit dengan perbuatan pidana. Menurut pendapat beliau istilah “perbuatan pidana” menunjuk kepada makna adanya suatu kelakuan manusia yang menimbulkan akibat tertentu yang dilarang hukum dimana pelakunya dapat dikenakan saksi pidana.

2. Peristiwa Pidana

Istilah ini pertama kali dikemukakan oleh Prof. Wirjono Prodjodikoro, S.H., dalam perundang-undangan formal Indonesia, istilah “peristiwa pidana”

pernah digunakan secara resmi dalam Undang-undang Dasar Sementara 1950, yaitu dalam pasal 14 ayat (1). Secara substansif, pengertian dari istilah “peristiwa pidana”lebih menunjuk kepada suatu kejadian yang dapat ditimbulkan baik oleh

14 Ibid.

15 Ibid, hlm. 22.

(23)

perbuatan manusia maupun oleh gejala alam. Oleh karea itu, dalam percakapan sehari-hari sering didengar suatu ungkapan bahwa kejadian itu merupakan peristiwa alam.

3. Tindak Pidana

Istilah tindak pidana sebagai terjemahan strafbaar feit adalah diperkenalkan oleh pihak pemerintah cq Departemen Kehakiman. Istilah ini banyak dipergunakan dalam undang-undang tindak pidana khusus, misalnya : Undang-undang Tindak Pidana Korupsi, Undang-undang Tindak Pidana Narkotika, dan Undang-undang mengenai Pornografi yang mengatur secara khusus Tindak Pidana Pornografi.

Sudarto berpendapat bahwa pembentuk undang-undang sudah tetap dalam pemakaian istilah tindak pidana, dan beliau lebih condong memakai istilah tindak pidana seperti yang telah dilakukan oleh pembentuk undang-undang. Pendapat Prof. Sudarto diikuti oleh Teguh Prasetyo karena pembentuk undang-undang sekarang selalu menggunakan istilah tindak pidana sehingga istilah tindak pidana itu sudah mempunyai pengertian yang dipahami oleh masyarakat.

Oleh karena itu, setelah melihat berbagai definisi di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang disebut dengan tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana, dimana pengertian perbuatan disini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum) juga perbuatan yang bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum).

(24)

Setelah mengetahui definisi dan pengertian yang lebih mendalam dari tindak pidana itu sendiri, maka di dalam tindak pidana tersebut terdapat unsur- unsur tindak pidana, yaitu :

a. Unsur objektif

Unsur yang terdapat di luar si pelaku. Unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan dimana tindakan-tindakan si pelaku itu harus dilakukan. Terdiri dari :

1) Sifat melanggar hukum 2) Kualitas dari si pelaku

Misalnya keadaan sebagai pegawai negeri di dalam kejahatan jabatan menurut pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas di dalam kejahatan menurut pasal 398 KUHP.

3) Kausalitas

Yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat.

b. Unsur subjektif

Unsur yang terdapat atau melekat pada diri si pelaku, atau yang dihubugkan dengan diri si pelaku dan termasuk di dalamnya segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur ini terdiri dari :

1) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa).

(25)

2) Maksud pada suatu percobaan, seperti ditentukan dalam pasal 53 ayat (1) KUHP.

3) Macam-macam maksud seperti terdapat dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, dan sebagainya.

4) Merencanakan terlebih dahulu, seperti tercantum dalam pasal 340 KUHP, yaitu pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu.

5) Perasaan takut seperti terdapat di dalam pasal 308 KUHP.

Pembahasan unsur tindak pidana ini terdapat dua masalah yang menyebabkan perbedaan pendapat dikalangan sarjana hukum pidana. Salah satu pihak lain berpendapat bahwa masalah ini merupakan unsur tindak pidana, di pihak lain berpendapat bukanlah merupakan unsur tindak pidana, masalah tersebut adalah : a. Syarat tambahan suatu perbuatan dikatakan sebagai tindak pidana, (Bijkomende

voor waarde strafbaarheid) contoh Pasal 123,164, dan Pasal 531 KUHP.

b. Syarat dapat dituntutnya seseorang yang telah melakukan tindak pidana, (Voorwaarden van verlog baarheid) contoh Pasal 310, 315, dan 284 KUHP.

Sebagian besar sarjana berpendapat, bahwa hal itu bukanlah merupakan unsur tindak pidana, oleh karena itu syarat tersebut terdapat timbulnya kejadian atau peristiwa. Pihak lain yang berpendapat ini merupakan unsur tindak pidana, oleh karena itu jika syarat ini tidak dipenuhi maka perbuatan tersebut tidak dapat dipidana. Menurut Prof. Moelyatno, S.H. Unsur atau elemen perbuatan pidana terdiri dari :

a. Kelakuan dan akibat (perbuatan).

(26)

Misalnya pada Pasal 418 KUHP, jika syarat seorang PNS tidak terpenuhi maka secara otomatis perbuatan pidana seperti yang dimaksud pada pasal tersebut tidak mungkin ada, jadi dapat dikatakan bahwa perbuatan pidana pada Pasal 418 KUHP ini ada jika pelakunya adalah seorang PNS.

b. Hal ikhwal keadaan yang menyertai perbuatan.

Misalnya pada Pasal 160 KUHP, ditentukan bahwa penghasutan itu harus dilakukan di muka umum, jadi hal ini menentukan bahwa yang harus menyertai perbuatan penghasutan tadi adalah dengan dilakukan di muka umum.

c. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana

Maksudnya adalah tanpa suatu keadaan tambahan tertentu seorang terdakwa telah dapat dianggap melakukan perbuatan pidana yang dapat dijatuhi pidana, tetapi dengan keadaan tambahan tadi ancaman pidananya lalu diberatkan.

Misalnya pada Pasal 351 ayat 1 KUHP tentang penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan, tetapi jika penganiayaan tersebut menimbulkan luka berat ancaman pidananya diberatkan menjadi lima tahun dan jika menyebabkan kematian menjadi tujuh tahun.

d. Unsur melawan hukum yang objektif

Unsur melawan hukum yang menunjuk kepada keadaan lahir atau objektif yang menyertai perbuatan.

e. Unsur melawan hukum yang subjektif

Unsur melawan hukum terletak di dalam hati seseorang pelaku kejahatan itu sendiri. misalnya pada Pasal 362 KUHP, terdapat kalimat “ dengan maksud”

(27)

kalimat ini menyatakan bahwa sifat melawan hukumnya perbuatan tidak dinyatakan dari hal-hal lahir, tetapi tergantung pada niat seseorang yang mengambil barang. Apabila niat hatinya baik, contohnya mengambil barang untuk kemudian dikembalikan pada pemiliknya, maka perbuatan tersebut tidak dilarang, sebaliknya jika niat hatinya jelek, yaitu mengambil barang untuk dimiliki sendiri dengan tidak mengacuhkan pemiliknya menurut hukum, maka hal itu dilarang dan masuk rumusan pencurian.16

Adapun jenis-jenis tindak pidana, yaitu awalnya para ahli hukum membagi jenis tindak pidana ke dalam apa yang disebut rechtdelicten dan wetsdelicten.

Rechtdelicten adalah delik-delik yang bertentangan dengan hukum yang tidak tertulis, sedangkan wetsdelicten adalah delik-delik yang memperoleh sifatnya sebagai tindakan-tindakan yang pantas untuk dihukum, oleh karena dinyatakan demikian di dalam peraturan undang-undang.17

KUHP sendiri membagi tindak pidana menjadi dua yaitu kejahatan (misdijven) dan pelanggaran (overtredingen). Namun secara umum tindak pidana dapat dibagi sebagai berikut:18

a. Kejahatan dan pelanggaran;

b. Delik formil dan delik materil;

c. Delik dolus dan delik culpa ;

d. Delik commisionis, delik ommissionis;

16 Teguh prasetyo. Op.Cit. hlm. 48-53.

17 P.A.F Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia Cetakan 2, (Bandung: Sinar Baru, 1990), hlm. 200.

18https://www.kaskus.co.id/thread/534a15c138cb17a8718b463f/jenis-jenis tindak pidana.

(Diakses Pada Tanggal 08 Mei 2019 Pukul 15.20 WIB).

(28)

e. Delik tunggal dan delik berganda;

f. Delik aduan dan delik biasa;

h. Delik sederhana dan delik yang ada pemberatannya;

2. Pengertian Lingkungan Hidup, Pencemaran Lingkungan Hidup, dan Jenis-jenis Pencemaran Lingkungan Hidup

Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Lingkungan Hidup, menyatakan lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Dari pengertian lingkungan hidup menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Lingkungan Hidup, maka dapat dirumuskan menjadi unsur- unsur sebagai berikut :

a. Kesatuan Ruang

Maksud kesatuan ruang, yang berarti ruang adalah suatu bagian tempat berbagai komponen lingkungan hidup bisa menempati dan melakukan proses interaksi diantara berbagai komponen lingkungan hidup tersebut. Jadi, ruang merupakan suatu tempat berlangsungnya ekosistem, misalnya ekosistem pantai, ekosistem hutan. Ruang atau tempat yang mengitari berbagai komponen

(29)

lingkungan hidup yang merupakan suatu ekosistem satu sama lain pada hakikatnya berwujud pada satu kesatuan ruang.19

b. Semua Benda

Benda dapat dikatakan juga sebagai materi atau zat. Materi atau zat merupakan segala sesuatu yang berada pada suatu tempat dan pada suatu waktu.

Pendapat kuno mengatakan suatu benda terdiri atas empat macam materi asal (zat asal), yaitu api, air, tanah dan udara. Dalam perkembangan sekarang empat materi tersebut tidak dapat lagi disebut zat tunggal (zat asal). Perkembangan ilmu pengetahuan alam dan teknologi, materi adalah apa saja yang mempunyai massa dan menempati suatu ruang baik yang berbentuk padat, cair, dan gas. Materi ada yang dapat dilihat dan dipegang seperti kayu, kertas, batu, makanan, pakaian. Ada materi yang bisa dilihat, tetapi tidak bisa dipegang seperti air, ada pula materi yang tidak dapat dilihat dan dipegang seperti udara, memang udara tidak dapat dilihat dan dipegang, tetapi memerlukan tempat.20

c. Daya

Daya atau disebut juga dengan energi atau tenaga merupakan sesuatu yang memberi kemampuan untuk menjalankan kerja atau dengan kata lain energi atau tenaga adalah kemampuan untuk melakukan kerja. Alam lingkungan hidup penuh dengan energi yang berwujud seperti energi cahaya, energi panas, energi magnet, energi listrik, energi gerak, energi kimia dan lain-lain. Menurut hukum pertama termodinamika bahwa dalam seluruh proses di alam semesta, jumlah seluruh

19 Sodikin, Penegakan Hukum Lingkungan : Tinjauan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Edisi Revisi Cet. 2, (Jakarta : Djambatan, 2007), hlm. 2.

20 Ibid.

(30)

energi tetap. Energi dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain, tetapi tidak dapat hilang, dihancurkan atau diciptakan. Energi mengalami transformasi ke bentuk yang lain seperti cahaya ke panas, panas ke gerak, gerak ke listrik dan seterusnya, tetapi dalam proses transformasi tersebut pada hakikatnya tidak ada yang hilang. Kenyataannya seakan-akan ada yang hilang tetapi hanya berubah dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain seperti memancarkan, memanaskan benda- benda lain dan seterusnya. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan dala hukum kedua termodinamika : “tidak ada sistem pengubahan energi yang betul-betul efisien”.21

d. Keadaan

Keadaan disebut juga dengan situasi dan kondisi. Keadaan memiliki berbagai ragam yang satu sama lainnya ada yang membantu berlangsungnya proses kehidupan lingkungan, ada yang merangsang makhluk hidup untuk melakukan sesuatu, ada juga yang mengganggu berprosesnya interaksi lingkungan dengan baik. Sebagai contoh misalnya kucing atau musang dalam waktu gelap bukannya tidak bisa melihat justru lebih mempertajam matanya untuk mencari mangsa atau makananya. Dalam keadaan berisik, pada umumnya orang sulit untuk tidur nyenyak atau pulas. Dalam keadaan miskin masyarakat cenderung merusak lingkungannya.22

5. Makhluk hidup (termasuk manusia dan perilakunya)

Makhluk hidup merupakan komponen lingkungan hidup yang sangat dominan dalam siklus kehidupan. Makhluk hidup memiliki ragam yang berbeda

21 Ibid, hlm. 3.

22 Ibid.

(31)

satu sama lainnya. Makhluk hidup seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan peranannya dalam lingkungan hidup sangat penting, tetapi makhluk hidup seperti itu tidaklah merusak dan mencemari lingkungan, lain halnya dengan manusia.

Menurut falsafahnya manusia terdiri dari unsur jasmani dan rohani. Dengan adanya kedua unsur tersebut, maka manusia dapat berperilaku atau bertindak, perilaku manusia itu ada yang baik da nada yang tidak baik, sehingga disinilah perlu adanya hukum untuk mengatur perilaku tersebut. Manusia dengan perilakunya akan mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup yang lain termasuk binatang tidak merusak atau mencemari. Manusia merupakan komponen biotik dalam lingkungan hidup yang memiliki daya pikir tertinggi dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya, maka manusia seharusnya menyadari dengan betul segala macam perubahan dalam lingkungan sekitarnya untuk meningkatkan kualitas atas merosotnya lingkungan hidup, yang diakibatkan dari tingkah laku manusia sendiri.23

Dari uraian tersebut berarti pengertian lingkungan hidup disini hanyalah lingkungan fisik saja, baik yang abiotik maupun biotik. Maksud lingkungan abiotik adalah semua benda mati yang ada disekitarnya sebagai salah satu unsur lingkungan hidup, seperti batu-batuan, mineral, air, udara, unsur-unsur iklim, cuaca, suhu, kelembaban, dan lain-lain. Lingkungan biotik adalah segala makhluk hidup yang ada disekitarnya, seperti tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia, tiap unsur biotik ini saling berinteraksi antar biotik maupun dengan abiotik, dan tidak

23 Ibid.

(32)

menyangkut lingkungan sosial, tetapi masalah-masalah lingkungan hidup berkaitan pula dengan masalah-masalah sosial, seperti pertumbuhan penduduk, migrasi penduduk, tingkah laku manusia dan lain-lain.24

Lingkungan mempunyai kemampuan mengabsorbsi limbah yang di buang ke dalamnya. Kemampuan ini tidak terbatas, apabila jumlah dan kualitas limbah yang dibuang ke dalam lingkungan melampaui kemampuan untuk mengabsorpsi, maka dikatakan bahwa lingkungan itu tercemar.

Pencemaran lingkungan sebagaimana pengertiannya dirumuskan dalam Pasal 1 angka 12 Undang – Undang No. 23 Tahun 1997 adalah “ pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya”.

Dari rumusan pasal tersebut dapat disimpulkan adanya unsur-unsur pencemaran sebagai berikut:

1. Masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energy, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan, yang mengakibatkan berubahnya tatanan lingkungan hidup. Maksud unsur yang pertama ini berupa masuk atau dimasukkannya zat pencemar, yang berarti baik disengaja maupun tidak memasukkan zat pencemar atau komponen lainnya yang kira – kira sangat berbahaya bagi lingkungan, yang mengakibatkan berubahnya tatanan lingkungan hidup tersebut.

24 Ibid. hlm. 4.

(33)

2. Adanya kegiatan manusia atau adanya proses alam. Unsure kedua ini dengan melihat faktor penyebabnya, yaitu pencemaran lingkungan dapat dibedakan antara pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan manusia, dan pencemaran lingkungan yan disebabkan oleh proses alam.

3. Turunnya kualitas lingkungan. Dengan demikian, pencemaran lingkungan dalam dirinya selalu mengandung pengertian terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Penurunan kualitas lingkungan merupakan yang esensial, sehingga perlu ditanggulangi dan tidak berdampak pada masyarakat.

4. Mengakibatkan berkurangnya atau tidak dapatnya lingkungn berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. Dari pengertian ini dapat disimpulkan, bahwa pencemaran lingkungan selalu berkaitan dengan peruntukan lingkungan (tata guna lingkungan).25

Sedangkan, berdasarkan Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pengertian secara otentik mengenai istilah “pencemaran lingkungan hidup”, yang dicantumkan pada Pasal 1 angka (14), yaitu:

“Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.”

Adapun unsur pengertian “pencemaran lingkungan hidup” sebagaimana diatur dalam pasal 1 angka (14) UUPPLH, yaitu :

25 Ibid. hlm. 7-8.

(34)

1. Masuk atau dimasukkannya:

- Makhluk hidup, - Zat,

- Energi dan/atau

- Komponen lain ke dalam lingkungan;

2. Dilakukan oleh kegiatan manusia;

3. Melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) UUPPLH dinyatakan bahwa penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur melalui baku mutu lingkungan hidup. Berdasarkan Pasal 1 angka (13) UUPPLH, yaitu:

“Ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.”

Baku mutu lingkungan hidup, berdasarkan Pasal 20 ayat (2) UUPPLH, Meliputi :

a. Baku mutu air,

b. Baku mutu air limbah, c. Baku mutu air laut,

d. Baku mutu udara ambient, e. Baku mutu emisi,

f. Baku mutu gangguan, dan

(35)

g. Baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.26

Pencemaran lingkungan hidup secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:

a. Pencemaran Udara

Pengertian pencemaran udara adalah pencemaran yang terjadi karena

masuknya substansi yang dapat mengganggu mutu udara dan tentunya sangat membahayakan bagi makhluk hidup.27 Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. KEP- 03/MENKLH/II/1991 menyebutkan :

“Pencemaran udara adalah masukan atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya”.28

Sifat udara yang mudah menyebar inilah yang membuat penyebaran menjadi lebih cepat dan tidak terarah sehingga menimbulkan pencemaran udara di berbagai tempat tanpa mengenal waktu. Pada umumnya pencemaran udara terbagi atas dua macam, yaitu pencemaran primer dan pencemaran sekunder.

Pencemar udara dibedakan menjadi dua yaitu :

26 Alvi Syahrin, Ketentuan Pidana Dalam UU No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, (Jakarta: PT. Sofmedia, 2011), hlm. 36-37.

27 https://ilmugeografi.com/biogeografi/pencemaran-lingkungan-hidup (Diakses Pada Tanggal 04 Februari 2019, Pukul 09.25 WIB).

28 Arif Sumantri, Kesehatan Lingkungan Edisi Ketiga, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2015), hlm. 203.

(36)

1. Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran udara. Karbon monoksida adalah sebuah contoh dari pencemar udara primer karena ia merupakan hasil pembakaran.

2. Pencemar sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemar-pencemar primer di atmosfer. Pembentukan ozon dalam smog fotokimia adalah sebuah contoh dari pencemaran udara sekunder.29

Adapun sumber pencemaran udara lainnya yang menjadi penyebab pencemaran udara diantaranya adalah sebagai berikut ini:

1. Aktivitas manusia – hal ini meliputi transportasi, adanya berbagai pabrik dan industri yang membuang gas buang atau asapnya secara sembarangan dan tidak melalui mekanisme yang seharusnya, karena pembangit listrik, dari alat pembakaran baik dalam skala besar atau kecil seperti kompor, tungku, frunance dan lainnya dan gas buang yang dimiliki oleh pabrik terutama yang mengandung Klorofluorokarbon (CFC) di dalamnya.

2. Sumber alami – pencemaran udara yang terjadi ini dikarenakan oleh sumber alami dari fenomena alam seperti adanya letusan gunung berapi, rawa-rawa, terjadinya kebakaran hutan pada musim kemarau dan juga denitrifikasi serta dalam kondisi tertentu pada tumbuhan mampu menghasilkan volatile organik yang bisa menjadi polutan di dalam udara.

3. Sumber lain – pencemaran udara juga bisa terjadi karena berbagai sumber lainnya diantaranya adalah karena kebocoran tangki gas yang disebabkan

29 Ibid, hlm. 197.

(37)

karena kelalaian manusia, adanya transportasi yang meningkat jumlanya, karena uap pelarut organik dan juga dari gas metana yang berasal dari tempat pembuangan sampah akhir.

b. Pencemaran Tanah

Jenis pencemaran lingkungan yang kedua adalah pencemaran tanah, dimana pencemaran ini terjadi karena adanya zat atau bahan kimia yang ada di dalam tanah dan biasanya terjadi karena hasil dari ulah manusia sehingga mengubah struktur dan kandungan tanah yang masih alami. Ada banyak hal yang membuat bahan kimia ini masuk ke dalam tanah misalnya saja kebocoran limbah kimia cair hasil dari pabrik industri tertentu, adanya penggunaan pestisida pada tanaman yang masuk ke dalam lapisan tanah, adanya kecelakaan pengendara yang mengangkut minyak sehingga bahan kimia yang ada di dalam minyak tumpah ke dalam tanah, serta pembuangan sampah yang langsung ditimbun ke dalam tanah tanpa dilakukan penguraian dulu sebelumnya.30 Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa, menyatakan:

“Tanah adalah salah satu komponen lahan, berupa lapisan teratas kerak bumi yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik serta mempunyai sifat fisik, kimia, biologi, dan mempunyai kemampuan menunjang kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya”.31

30 https://ilmugeografi.com/ilmu-sosial/pencemaran-lingkungan (Diakses Pada Tanggal 05 Februari 2019, Pukul 08.30 WIB).

31 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa, Pasal 1 ayat (1).

(38)

Pasal 1 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa.

“Biomassa adalah tumbuhan atau bagian-bagiannya, yaitu bunga, biji, buah, daun, ranting, batang dan akar termasuk tanaman yang dihasilkan oleh kegiatan petanian, perkebunan dan hutan tanaman.”32

c. Pencemaran Air

Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Ketergantungan manusia pada air sangat tinggi, air dibutuhkan untuk keperluan hidup sehari-hari seperti untuk minum, memasak, mandi, mencuci dan sebagainya. Air juga dijadikan sebagai sumber mata pencarian seperti menangkap ikan, membudidayakan ikan, dan lain-lain. Bahkan air juga berguna sebagai prasarana pengangkutan.33

Berdasarkan Pasal 1 butir (11) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, menyatakan:

“Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya”.34

Berdasarkan pencemaran air, penyebab terjadinya pencemaran dapat berupa masuknya makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam air sehingga menyebabkan kualitas air tercemar. Masukan tersebut sering disebut

32 Ibid, Pasal 1 ayat (4).

33 Sukanda Husin, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm. 62.

34 Ibid, hlm. 63.

(39)

dengan istilah unsur pencemar, yang pada praktiknya masukan tersebut berupa buangan yang bersifat rutin, misalnya buangan limbah cair. Pencemaran yang disebabkan oleh alam tidak dapat berimplikasi hukum, tetapi pemerintah tetap harus menanggulangi pencemaran tersebut. Adapun aspek akibat dapat dilihat berdasarkan penurunan kualitas air sampai ke tingkat tertentu.35

Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi :

1. Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya perubahan warna, bau dan rasa.

2. Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasaarkan zat kimia yang terlarut, perubahan pH.

3. Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri patogen.36

Banyak penyebab sumber pencemaran air, tetapi secara umum dapat dikategorikan menjadi dua yaitu sumber kontaminan langsung dan tidak langsung.

Sumber langsung meliputi efluen yang keluar dari industri, TPA sampah, rumah tangga dan sebagainya. Sumber tak langsung ialah kontaminan yang memasuki

35 Arif Sumantri, Op. Cit, hlm. 221.

36 Ibid, hlm. 222.

(40)

badan air dari tanah, air tanah atau atmosfer berupa hujan. Pada dasarnya sumber pencemaran air berasal dari industri, rumah tangga (pemukiman) dan pertanian.37

3. Pengertian Dumping (Pembuangan)

Dumping diatur dalam pasal 1 ayat (24) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dinyatakan bahwa:

“Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu”38

4. Pengertian Limbah dan Jenis-jenis Limbah

Berdasarkan pasal 1 ayat (20) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan :

“Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan”39

Limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan suatu proses produksi atau konsumsi yang keberadaannya dapat mengganggu keasrian, kenyaman dan kesehatan hidup manusia. Keberadaan limbah harus ditangani secara serius

37 Ibid, hlm. 226.

38 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pelindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 1 ayat (24).

39 Ibid, Pasal 1 ayat (20).

(41)

supaya tidak menimbulkan masalah yang berkelanjutan bagi hajat hidup orang banyak.

Secara umum, limbah sendiri dapat digolongkan berdasarkan 4 faktor, yaitu dari wujudnya, dari kandungan senyawanya, sumber, serta dari sifatnya.

1. Jenis limbah berdasarkan wujudnya

Yang pertama penggolongan limbah berdasarkan wujudnya. Seperti diketahui, zat dapat digolongkan menjadi 3, yaitu padat, cair, dan gas. Begitupun dengan zat limbah.

a. limbah cair adalah limbah yang berada dalam fase cair. Contoh limbah cair yaitu air bekas pencucian, air buangan usaha laundry, limbah cair yang berasal dari industri, limbah cair tahu, dan lain sebagainya.

Secara umum limbah cair dapat dibagi menjadi : a) Human excreta (feses dan urine) b) Sewage (air limbah)

c) Industrial waste (bahan buangan dari sisa proses industri)40

b. Limbah padat adalah limbah yang berbentuk padat, contohnya limbah pasar, kotoran hewan atau manusia, limbah padat industri, dan blotong dari proses pengolahan tebu menjadi gula, dan lain sebagainya.

c. limbah gas adalah limbah yang berada dalam fase gas, biasanya diperoleh dari hasil pembakaran. Contohnya limbah yang dikeluarkan dari cerobong asap suatu pabrik pengolahan.

40 Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan, (Jakarta : Buku Kedokteran EGC, 2006), hlm. 124.

(42)

2. Jenis Limbah Berdasarkan Senyawa

Jenis-jenis limbah juga dapat digolongkan berdasarkan kandungan senyawanya. Ada limbah organik, ada pula limbah anorganik.

a. Limbah organik adalah yang mengandung senyawa-senyawa organik atau yang berasal dari produk-produk makhluk hidup seperti hewan dan tumbuhan. Limbah organik cenderung lebih mudah ditangani karena dapat terdekomposisi menjadi senyawa organik melalui proses biologis (baik aerob maupun anaerob) secara cepat. Contoh limbah organik misalnya tinja, kertas, limbah rumah jagal hewan, limbah pasar dari jenis dedaunan atau sayuran sisa, dan lain sebagainya.

b. Limbah anorganik adalah limbah yang lebih banyak mengandung senyawa anorganik, biasanya cenderung lebih sulit ditangani. Contoh limbah anorganik misalnya kaca, plastik, logam berat, besi tua, dan lain sebagainya.

3. Jenis Limbah Berdasarkan Sumbernya

Berdasarkan sumbernya, jenis-jenis limbah dibedakan menjadi 2, yaitu limbah industri dan limbah domestik.

a. Limbah industri adalah limbah yang dihasilkan dari proses industri.

Contohnya limbah pabrik, limbah penambangan, limbah radioaktif dari pembangkit listrik tenaga nuklir, limbah rumah sakit, dan lain sebagainya.

Limbah industri cenderung ditangani dengan serius karena pemerintah telah mengatur mekanismenya bagi setiap perusahaan (industri).

(43)

b. Limbah domestik adalah limbah yang dihasilkan dari konsumsi rumah tangga. Contohnya kaleng-kaleng bekas keperluan rumah tangga, air cucian (detergen), kantong plastik, kardus bekas, dan lain sebagainya.

4. Jenis Limbah Berdasarkan Sifatnya

Limbah juga dapat digolongkan berdasarkan sifatnya dalam merusak atau mempengaruhi kenyamanan manusia.

a. Limbah biasa adalah jenis limbah yang tidak menyebabkan kerusakan secara serius pada skala kecil dan jangka panjang. Limbah organik termasuk ke dalam jenis limbah biasa.

b. limbah B3 atau limbah bahan berbahaya dan beracun adalah limbah yang dapat menyebabkan kerusakan serius meski pada skala kecil pada jangka pendek maupun panjang. Berdasarkan pasal 1 ayat (22) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan :

“Limbah bahan berbahaya dan beracun, yang selanjutnya disebut Limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3”

Pasal 1 ayat (21) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan :

“Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat

(44)

mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain”.

Contoh limbah B3 diantaranya adalah limbah yang memiliki sifat korosif, mudah meledak, mudah terbakar, menyebabkan infeksi, keracunan, dan lain sebagainya.41

5. Pengertian Industri dan Klasifikasi Industri

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, menyatakan :

“Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri”.42

Klasifikasi berdasarkan SK Menteri Perindustrian No.19/M/I/1986

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian Indonesia No.19/M/I/1986, industri dibedakan menjadi:

1. Industri kimia dasar: misalnya industri semen, obat-obatan, kertas, pupuk, dsb.

2. Industri mesin, dan logam dasar: misalnya industri pesawat terbang, kendaraan bermotor, tekstil, dll.

41 http://www.ebiologi.net/2017/01/jenis-jenis-limbah-dan-contohnya.html (Diakses Pada Tanggal 07 Februari 2019, Pukul 10.30 WIB).

42 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, Pasal 1 Ayat (2).

(45)

3. Industri kecil: industri roti, kompor minyak, makanan ringan, es, minyak goreng curah, dll.

4. Aneka industri: industri pakaian, industri makanan, dan minuman, dan lain- lain.

Klasifikasi berdasarkan tempat bahan baku

1. Industri ekstraktif, yaitu industri yang bahan baku diambil langsung dari alam sekitar. Contoh : pertanian, perkebunan, perhutanan, perikanan, peternakan, pertambangan, dan lain lain;

2. Industri nonekstaktif, yaitu industri yang bahan baku didapat dari tempat lain selain alam sekitar;

3. Industri fasilitatif, yaitu industri yang produk utamanya adalah berbentuk jasa yang dijual kepada para konsumennya. Contoh : Asuransi, perbankan, transportasi, ekspedisi, dan lain sebagainya.43

Jenis industri berdasarkan modal

1. Industri padat modal, yaitu industri yang dibangun dengan modal yang jumlahnya besar untuk kegiatan operasional maupun pembangunannya.

2. Industri padat karya, yaitu industri yang lebih dititik beratkan pada sejumlah besar tenaga kerja atau pekerja dalam pembangunan serta pengoperasiannya.

43 https://id.wikipedia.org/wiki/Industri (Diakses Pada Tanggal 08 Februari 2019, Pukul 09.30 WIB).

(46)

Jenis industri berdasarkan jumlah tenaga kerja

1. Industri rumah tangga, adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 1-4 orang.

2. Industri kecil, adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 5-19 orang.

3. Industri sedang atau industri menengah, adalah industri yang jumlah karyawan/tenaga kerja berjumlah antara 20-99 orang.

4. Industri besar, adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 100 orang atau lebih.44

Penggolongan industri berdasakan pemilihan lokasi

1. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada pasar (market oriented industry), yaitu industri yang didirikan sesuai dengan lokasi potensi target konsumen. Industri jenis ini akan mendekati kantong-kantong di mana konsumen potensial berada. Semakin dekat ke pasar akan semakin menjadi lebih baik.

2. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada tenaga kerja (man power oriented industry), adalah industri yang berada pada lokasi di pusat pemukiman penduduk karena bisanya jenis industri tersebut membutuhkan banyak pekerja / pegawai untuk lebih efektif, dan efisien.

44 Ibid.

(47)

3. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada bahan baku (supply oriented industry), yaitu jenis industri yang mendekati lokasi di mana bahan baku berada untuk memangkas atau memotong biaya transportasi yang besar.

4. Industri yang tidak terkait oleh persyaratan yang lain, yaitu industri yang didirikan tidak terkait oleh syarat-syarat di atas. Industri ini dapat didirikan di mana saja, karena bahan baku, tenaga kerja, dan pasarnya sangat luas serta dapat ditemukan di mana saja. Misalnya : Industri elektronik, Industri otomotif, dan industri transportasi.

Klasifikasi Industri berdasarkan Proses Produksi

1. Industri Hulu, yaitu industri yang hanya mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi. Industri ini sifatnya hanya menyediakan bahan baku untuk kegiatan industri yang lain. Misalnya : Industri kayu lapis, industri alumunium, industri pemintalan, dan industri baja.

2. Industri Hilir, yaitu industri yang mengolah barang setengah jadi menjadi barang jadi sehingga barang yang dihasilkan dapat langsung dipakai atau dinikmati oleh konsumen, misalnya: Industri pesawat terbang, industri konveksi, industri otomotif, dan industri meubeler.45

Jenis industri berdasarkan produktivitas perorangan

Pada level atas, industri seringkali dibagi menjadi tiga bagian, yaitu primer (ekstraktif), sekunder (manufaktur), dan tersier (jasa). Beberapa penulis

45 Ibid.

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang, bahwa Terdakwa / Para Terdakwa* telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan subsideritas, maka Majelis Hakim terlebih dahulu

Menimbang, bahwa Terdakwa / Para Terdakwa* telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan kumulatif, maka Majelis Hakim terlebih dahulu

Menimbang, bahwa Terdakwa / Para Terdakwa* telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan kumulatif, maka Majelis Hakim terlebih dahulu

Menimbang, bahwa Terdakwa / Para Terdakwa* telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan kumulatif, maka Majelis Hakim terlebih dahulu

Menimbang, bahwa Terdakwa / Para Terdakwa* telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan kumulatif, maka Majelis Hakim terlebih dahulu

Menimbang, bahwa Terdakwa / Para Terdakwa* telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan kumulatif, maka Majelis Hakim terlebih dahulu

Dalam perkara ini, Terdakwa didakwa oleh Penuntut Umum dengan bentuk dakwaan alternatif yaitu dakwaan primer: didakwa dengan Pasal 374 KUHP dan dakwaan subsidair:

Didalam dakwaan primer majelis hakim telah menimbang bahwa karena semua unsur pidana yang didakwakan dalam dakwaan primer dari Penuntut Umum telah terpenuhi, maka perbuatan