• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Karya sastra berbentuk novel merupakan sebuah karangan prosa fiksi yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Karya sastra berbentuk novel merupakan sebuah karangan prosa fiksi yang"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

15 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Novel Sebagai Realitas Sosial

Karya sastra berbentuk novel merupakan sebuah karangan prosa fiksi yang dikreasikan dan diciptakan oleh pengarang. Keindahan novel dapat dilihat dari keterjalinan kata, frasa, klausa, dan bahasa yang didalamnya tersusun rapi sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Pada saat seseorang membaca novel pasti dengan sendirinya dia akan berimajinasi dan merasa senang maupun terharu karena cerita yang ada didalamnya mudah dipahami dan dimengerti. Unsur karya sastra menurut Nurgiyantoro (2009:23) disebut sebagai unsur pembangun novel yang terbagi menjadi dua macam yaitu unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur instrinsik tersebut meliputi: tema, alur, tokoh dan penokohan, latar, amanat, sudut pandang, dan gaya bahasa. Sementara unsur ekstrinsik novel terdiri dari unsur biografi, unsur sosial, dan unsur nilai yang ada di luar novel.

Karya sastra merupakan segala sesuatu tertulis dan tercetak yang bersifat fiktif sehingga dapat dibaca oleh masyarakat akan tetapi, segala sesuatu yang tertulis belum tentu bisa dikatakan sebagai karya sastra kecuali yang bersifat fiktif. Pengarang dalam menulis karya sastra tidak terlepas dari pengalaman, ide, gagasan, dan pengetahuannya. Dia senantiasa mengarang berdasarkan khayalan/imajinasi yang kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan sehingga menjadi sebuah karya sastra yang bermakna (Faruk, 2014:45).

Karya sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang sebagian diambil dari

realitas sosial dan juga berisi ide penulis yang dipaparkan dalam

(2)

bentuk tulisan. Isi dari karya sastra itu bersifat imajinatif dan tidak terlepas dari unsur di luar pengarang dalam membuat karya sastra yakni tentang pengalaman pribadinya, dan situasi atau kondisi di lingkungannya. Pengertian sastra adalah produk masyarakat yakni kedudukan sastra berada di tengah-tengah masyarakat karena dibentuk oleh anggota masyarakat berdasarkan sikap emosional dan daya imajinasi yang rasional (Sumardjo, 1979:12). Jadi dapat disimpulkan bahwa ilmu kesusastraan dapat dipelajari berdasarkan disiplin ilmu sosial karena karya sastra dalam ilmu sosiologi dapat diartikan bahwa ciri suatu masyarakat tertentu dan kedudukannya dapat dilihat di dalam novel.

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa novel merupakan bentuk dan jenis karangan fiksi yang bentuknya lebih panjang dari cerpen yang muncul paling akhir jika dibandingkan dengan cerita-cerita fiksi lain. Novel mengungkapkan konflik kehidupan para tokohnya secara lebih mendalam dan rinci. Selain tokoh-tokoh, serangkaian peristiwa dan latar ditampilkan secara tersusun didalamnya.

Novel merupakan ungkapan perasaan pengarang yang diambil dari realitas

kehidupan nyata. Hal yang diambil misalnya berupa permasalahan hidup yaitu konflik

dan pertikaian. Pengarang biasanya menceritakan kehidupannya lewat tulisan dan

diulas lagi sehingga menjadi sebuah novel yang bermakna dan dapat dibaca oleh

penikmat sastra. Sama halnya dengan kehidupan nyata, cerita dalam novel ini juga

mencerminkan perilaku manusia di lingkungan masyarakat, oleh karena itu novel ini

bisa memberikan dampak positif yakni mempelajari kehidupan manusia pada zaman

tertentu (Wellek dan Warren, 2014:98).

(3)

2.2 Tokoh sebagai Perwatakan dalam Masyarakat

Ruang lingkup masyarakat terdiri dari individu-individu dalam satu kelompok yakni manusia saling berinteraksi dan melakukan komunikasi dengan individu lainnya. Hal ini senada dengan novel yang didalamnya terdapat berbagai tokoh yang melakukan interaksi secara aktif. Menurut Nurgiyantoro (2009:165) yang dimaksud tokoh selalu menunjuk pada orangnya atau pelaku dalam cerita yang memiliki watak yang berbeda-beda dari individu lainnya. Pengertian watak yaitu karakter atau tabiat yang dimiliki individu dan di dalam tokoh tersebut tercermin sikap dan watak yang tertanam sejak lahir.

Dalam dunia fiksi atau rekaan, pengertian watak mengandung arti yang berbeda yaitu penokohan yang terdiri dari tiga tokoh. Ketiga tokoh yang dimaksud di atas yaitu:

a) Tokoh antagonis merupakan tokoh yang memiliki watak jahat dan berperan sebagai orang jahat. b) Tokoh protagonis merupakan seorang tokoh yang kedudukannya sebagai tokoh utama dalam cerita fiksi atau berperan sebagai orang baik yang menyebabkan pembaca termotivasi. c) Tokoh tritagonis adalah tokoh pembantu atau penengah dalam cerita baik untuk tokoh protagonis maupun tokoh antagonis.

Penokohan adalah gambaran umum seseorang yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi (Nurgiyantoro,2009:165) jadi, penggabungan tokoh dan penokohan merupakan unsur paling penting dalam karya fiksi.

2.3 Pendekatan Sosiologi Sastra

Pendekatan sosiologi sastra adalah disiplin ilmu yang mempelajari hubungan

antar sastra, sastrawan, dan masyarakat karena sosiologi sastra tidak hanya berisi

tentang karya sastra saja tetapi, hubungan masyarakat dengan lingkungan dan

kebudayaannya. Sosiologi sastra bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang

(4)

sebuah karya sastra dalam ranah masyarakat. Dalam hal ini, karya sastra yang dipandang berkaitan dengan masyarakat dan menjelaskan bahwa rekaan tidak berbanding terbalik dari kenyataan (Ratna, 2004:11).

Pendekatan sosiologi sastra terkait dengan manusia dalam ruang lingkup masyarakat, tentang sosial, dan proses sosial. Sosiologi juga mempelajari bagaimana masyarakat tumbuh dan berkembang dalam sebuah karya sastra. Pengertian sosiologi menurut Endraswara (2004:79) yaitu jenis pendekatan penelitian yang terfokus pada masalah manusia di lingkungan masyarakat. Sastra sering mengungkapkan perjuangan manusia untuk menggapai masa depannya berdasarkan daya imajinasi dan perasaannya. Sementara menurut Faruk (2014:1) mengungkapkan bahwa sastra berbicara tentang manusia dalam ruang lingkup masyarakat, bagaimana cara kerja masyarakat di lingkungannya, dan mengapa masyarakat itu dapat bertahan.

Sosiologi adalah suatu telaah sosiologis terhadap karya sastra, menurut Wellek dan Warren (dalam Atar Semi 1988 :53) pendekatan sosiologi sastra terdiri dari tiga macam yaitu: (a) Sosiologi pengarang yang berarti menjelaskan tentang status sosial, ideologi politik, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan status pengarang; (b) Sosiologi karya sastra mengungkapkan suatu karya sastra dan tujuan atau amanat yang akan disampaikannya; (c) Sosiologi pembaca menjelaskan tentang pembaca dan pengaruh karya sastra terhadap kesenangan pembaca. Dalam penelitiam ini, peneliti lebih menekankan pada sosiologi karya sastra karena objek kajian yang dikaji adalah tentang novel.

Sosiologi mengungkapkan perilaku individu dalam masyarakat dan bukan

sebagai individu mandiri yang terlepas dari kehidupan masyarakat. Pengaruh interaksi

manusia yaitu pengaruh timbal balik antara dua orang atau lebih dalam

(5)

mengungkapkan perasaan, sikap, dan perilakunya (Narwoko, 2006: 3-4). Jadi, sosiologi yang dimaksud tidak mempelajari sesuatu yang terjadi dalam diri manusia, akan tetapi mempelajari hal yang berlangsung dan berkaitan dengan manusia itu sendiri.

Sastra memperlihatkan individu pada saat berinteraksi di lingkungan barunya yakni interaksi yang dimaksudkan yaitu hubungan seseorang dengan masyarakat di lingkungannya (Damono, 1979:1). Penggambaran dunia sosial dalam ilmu sastra berguna untuk memberikan kesan yang bermanfaat bagi para pembaca sehingga dapat memahami isi dan amanat yang terkandung didalam cerita. Jadi, karya sastra diciptakan melalui bahasa yang kemudian ditulis menjadi karya sastra berbentuk novel.

Sastra menampilkan kehidupan masyarakat dengan segala permasalahannya yakni sastra bukan hanya tentang imajinasi pengarang belaka melainkan sebagian cerita didalamnya diambil dari dunia luar manusia. Kebanyakan orang saat membaca novel terpengaruh dengan isi ceritanya sehingga terkadang dia meniru gaya hidup tokoh-tokoh dalam novel. Mereka bercinta dan melakukan tindak kejahatan seperti cerita-cerita yang ada dalam cerita novel (Wellek & Warren, 2013:109).

2.4 Manusia dan Lingkungan Sosial

Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri karena saling

ketergantungan dengan orang lain. Dalam kehidupannya, individu secara keseluruhan

berhubungan dengan orang lain dan membutuhkan individu lain untuk menjalin

komunikasi dan melakukan interaksi (Narwoko, 2004:124). Oleh karena itu, seseorang

membutuhkan bahasa sebagai alat komunikasi dengan orang lain untuk menjalin

kerjasama dengan orang lain. Melalui komunikasi, manusia dapat menyampaikan ide

atau gagasannya kepada orang lain secara langsung. Untuk dapat bertahan hidup di

(6)

lingkungan masyarakat yang baru individu harus melakukan adaptasi atau penyesuaian diri.

2.4.1 Adaptasi Sosial dalam Masyarakat

Adaptasi merupakan salah satu sistem yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan serta dapat menyesuaikan lingkungan untuk kebutuhannya Martono (2016:59). Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah adaptasi sosial diartikan sebagai proses perubahan yang menyebabkan seseorang bertahan hidup dan berfungsi lebih baik di lingkungannya. Sedangkan menurut Gerungan (1996:55) adaptasi merupakan suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk mencapai keseimbangan dengan lingkungannya. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa adapatasi adalah proses penyesuaian diri terhadap masyarakat di lingkungan sekitar, penyesuaian yang dilakukan oleh seseorang bertujuan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik di lingkungan yang baru.

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan dari manusia lainnya. Dalam menjalani kehidupan di lingkungan masyarakat, manusia membutuhkan individu lain untuk melangsungkan kehidupannya agar dapat bertahan hidup di lingkungan yang baru, seseorang harus beradaptasi (Sanderson, 2003:43). Individu dikatakan berhasil dalam beradaptasi jika seseorang itu dapat diterima oleh masyarakat. Untuk melihat keberhasilan seseorang beradaptasi dapat dilihat dari ciri individu pada saat melakukan penyesuaian diri.

Masyarakat merupakan sekelompok orang yang tidak terlepas dari individu lainnya dan saling berkomunikasi untuk mencapai tujuan yang hendak disepakati.

Ciri individu dalam beradaptasi di lingkungan masyarakat yang baru yakni ia selalu

(7)

berinteraksi dengan orang lain dan antara keduanya saling mendukung pendapat masing-masing. Dalam kehidupan bermasyarakat, individu akan merasa sadar bahwa kehadirannya merupakan satu-kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan orang lain. Oleh karena itu, interaksi seseorang dengan orang lain akan berjalan secara terus-menerus dan seseorang tersebut harus mengikuti aturan atau kebiasaan yang tertanam di lingkungan yang baru Soerjono, Soekanto (dalam Soyomukti, 2013:63).

Motivasi masyarakat dalam beradaptasi di lingkungan yang baru yaitu karena faktor lingkungan khususnya dari perlakuan masyarakat yang membuat seseorang merasa nyaman tinggal di lingkungan itu. Perlakuan masyarakat dalam melayani pendatang membuat dia merasa senang dan ingin segera melakukan adaptasi (Basri,2015:10).

2.4.2 Bentuk-Bentuk Adaptasi Sosial

Berbicara tentang individu dalam ruang lingkup masyarakat di lingkungan

yang baru selalu membutuhkan penyesuaian diri yang disebut dengan adaptasi

sosial. Dalam kehidupan masyarakat, seseorang harus bisa menyesuaikan diri

dengan lingkungan tempat tinggalnya yang baru. Individu dikatakan berhasil jika

dapat menyesuaikan diri dengan aturan atau norma yang ada di lingkungannya. Pola

adaptasi yang dilakukan oleh individu ketika beradaptasi harus sesuai dengan

kebiasaan yang ada di lingkungannya. Bentuk-bentuk adaptasi sosial terdapat tiga

macam yaitu: sistem sosial, sistem kultural, dan sistem kepribadian Parsons (dalam

Ritzer, 2011:122). Berikut ini akan dijelaskan mengenai ketiga bentuk adaptasi

sosial itu yakni dapat dilihat di bawah ini.

(8)

a. Sistem Sosial

Definisi sistem merupakan suatu cara untuk melakukan segala sesuatu yang bersifat teknis dan untuk mencapai tujuan tertentu. Sistem sosial merupakan keseluruhan dari interaksi individu dalam masyarakat untuk mencapai satu tujuan yang telah disepakati. Pada dasarnya sistem sosial menurut Abdulsyani (2002:125) yaitu sistem yang terbentuk dari interaksi antar individu untuk mencapai kesepakatan dan tujuan bersama. Berbeda dengan pendapat Soerjono, Soekanto (2013:382) yang mengartikan sistem sosial sebagai bidang kehidupan yang merupakan subsistem karena menjadi bagian dari kesatuan sistem yang menyeluruh dalam kehidupan masyarakat.

Pendapat ahli lain yang mengemukakan pengertian dari sistem sosial yaitu inti dari suatu sistem yang berisi hubungan timbal balik antara individu dengan masyarakat Robert, 1985 (dalam Abdulsyani, 2002:125). Sistem sosial muncul apabila individu yang ada di lingkungan masyarakat melakukan interaksi dan ingin memenuhi kepentingan mereka sendiri (Saifuddin, 2005:142). Dalam lingkungan masyarakat yang baru, manusia diharuskan untuk melakukan penyesuaian diri. Individu sebagai pendatang harus melakukan adaptasi sesuai dengan norma atau aturan yang ada di lingkungan tersebut.

Demi terjalinnya sistem sosial terdapat empat persyaratan yang harus dipenuhi. Menurut Parsons (dalam Ritzer, 2011:124) empat persyaratan fungsional yang dimaksudkan itu yakni sebagai berikut:

1) Individu dalam lingkungan masyarakat harus bisa menciptakan hubungan

yang harmonis. Hubungan ini dapat terjalin apabila seseorang bisa menerima

kekurangan dan kelebihan masyarakat di lingkungan yang baru. Cara paling

(9)

efektif untuk menciptakan hubungan harmonis yaitu memusatkan pandangan terhadap masyarakat, bersikap ramah, dan penuh perhatian karena hal itu akan memicu keberhasilan dalam beradaptasi. Hal berbeda dalam menjalin hubungan yang harmonis yaitu: berkenalan dengan warga sekitar, mengajak bicara masyarakat, dan lain sebagainya.

2) Dalam lingkungan masyarakat yang baru seseorang harus mampu melahirkan partisipasi terhadap masyarakat di lingkungan yang baru. Partisipasi yang

dimaksudkan adalah keikutsertaan seseorang dan peran serta dalam suatu aktivitas (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Lingkungan yang baru merupakan lingkungan yang berbeda dari tempat asalnya maka seseorang harus melakukan adaptasi demi terjalinnya komunikasi yang baik agar individu merasa nyaman tinggal di lingkungan itu. Hal yang harus dipenuhi sebagai pendatang yaitu melakukan aktivitas sesuai dengan kebiasaan masyarakat.

Partisipasi yang dimaksudkan di atas meliputi: partisipasi tenaga, waktu, dan pengetahuan.

3) Individu hidup di lingkungan yang baru harus mampu mengendalikan perilaku yang bersifat mengganggu (menyimpang) seperti pertikaian dan

perselisihan. Perilaku menyimpang adalah bentuk perilaku yang dianggap tidak sesuai dengan kebiasaan, aturan, atau norma dalam masyarakat (Narwoko, 2004:78). Jika terjadi perselisihan di masyarakat maka individu lain sebagai pendatang di lingkungan itu harus bisa memisahkan atau menetralkan suasana yang sedang terjadi.

4) Demi menjaga kelangsungan hidup di lingkungan yang baru, individu

memerlukan bahasa sebagai alat komunikasi. Manusia yang berada di

(10)

lingkungan masyarakat harus berinteraksi dan berkomunikasi dengan aktif melalui bahasa yang baik dan sekiranya tidak menyinggung orang lain di lingkungannya. Hal ini yang memungkinkan adanya keberhasilan dalam beradaptasi misalnya: berbicara sopan santun, ramah, dan tidak melukai perasaan orang lain di lingkungannya.

b. Sistem Kultural

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah kultural berhubungan dengan kebudayaan. Konsep kultural diartikan sebagai bentuk pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, dan kepemilikan yang diakui oleh sekelompok orang yang kemudian diturunkan kepada orang lain (Liliweri, 2014:276). Berbeda dengan pendapat Parsons (dalam Ritzer, 2011:130) yang mengungkapkan bahwa sistem kultural adalah kekuatan utama tersusun yang menjadi pandangan pemikiran seseorang dan berhubungan dengan unsur dunia sosial.

Kultur atau kebudayaan adalah suatu komponen yang berguna dalam kehidupan, khususnya dalam lembaga kemasyarakatan. Definisi sederhana tentang sistem kultural adalah cara hidup seseorang dalam berpikir dan bertindak yang dianggap benar sesuai dengan kesepakatan bersama (Abdulsyani, 2002:41).

Konsep kebudayaan yaitu pengalaman manusia yang meliputi pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat-istiadat, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan yang dimiliki seseorang sebagai anggota masyarakat (Saifuddin, 2005:82).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sistem kultural sangat erat

kaitannya dengan kebudayaan yang sudah ditetapkan sesuai dengan kesepakatan

bersama. Kebudayaan itu berupa kepercayaan dan pengetahuan individu tentang

sesuatu yang sekiranya menjadi pandangan pemikiran masyarakat dalam

(11)

melakukan sesuatu, misalnya kebiasaan yang ada di lingkungan yang baru sangat berbeda dengan kebiasaan di tempat asalnya.

Ciri atau karakteristik dari sistem kebudayaan atau kultural bisa digolongkan menjadi empat jenis yaitu: a) kebudayaan mendasarkan pada simbol karena berisi sejumlah informasi untuk membentuk kebudayaan; b) Kebudayaan diperlajari dan tidak bergantung kepada pewarisan; c) Kebudayaan merupakan sistem yang dijalankan oleh sekelompok orang dalam masyarakat; d) kebudayaan pada hakikatnya menyatu atau terintegrasi dengan yang lainnya (Sanderson, 2003:44).

c. Sistem Kepribadian

Istilah kepribadian berasal dari kata pribadi (private) yang artinya kesatuan yang ada dalam diri seseorang dan tidak mudah terpisahkan dari hal-hal lain di dunia ini. Kedudukannya terpisah dari hal-hal yang ada dalam diri manusia lain Gestalt (dalam Prawira, 2013:244). Sementara menurut KBBI kepribadian adalah sifat hakiki yang tercermin pada sikap individu yang tidak akan sama dengan individu lainnya.

Sistem kepribadian adalah sistem yang mendasari kebebasan individu dalam

berpikir Parsons (dalam Ritzer, 2011: 131). Kebebasan personal didefinisikan

sebagai sistem orientasi dan motivasi tindakan individu yang telah tersusun. Hal

tersebut bertujuan untuk memenuhi pendapat seorang pegawai pemerintah

mengenai urusan yang diperlukan dalam surat dinas. Jadi, dapat disimpulkan

bahwa kepribadian seseorang tidak mudah untuk diubah karena sudah tercemin

dari dirinya sendiri akan tetapi, dengan masuknya individu di lingkungan

(12)

masyarakat maka ia berkepribadian yang baik sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.

2.4.3 Faktor Pendorong Adaptasi Sosial

Faktor pendorong adalah hal-hal yang dapat memicu seseorang untuk beraksi dan melakukan sesuatu atau kegiatan. Faktor pendorong ada dua macam yaitu: faktor pendorong sebagai pendukung dan faktor pendorong sebagai penyebab. Faktor pendukung menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sesuatu yang sifatnya menyokong, menunjang, membantu, dan lain sebagainya.

Faktor pendorong sebagai pendukung bersifat memicu dan memotivasi seseorang, sedangkan faktor pendorong sebagai penyebab adalah hal-hal yang sifatnya memaksa sehingga mau tidak mau harus dilakukan demi kepentingannya sendiri.

Faktor penyebab diartikan sebagai hal-hal yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu yang sifatnya wajib dilakukan misalnya karena faktor ekonomi yang mengharuskan seseorang bertransmigrasi.

Faktor pendorong sebagai faktor pendukung termasuk didalamnya yakni faktor sosial yang tujuannya untuk memotivasi seseorang agar kerasan hidup di lingkungan yang baru. Kedua faktor pendorong sebagai faktor penghambat yang meliputi faktor ekonomi dan faktor geografis yang bersifat memaksa dan harus dilakukan oleh seseorang karena tujuannya untuk mensejahterakan kehidupannya.

Alasan seseorang melakukan adaptasi di lingkungan yang baru karena ia ingin tetap bertahan (survive) dan ingin membiayai kehidupan keluarganya.

Menurut Muksin dkk, (2018:341) yang mendorong seseorang untuk beradaptasi

terdapat tiga alasan yaitu: faktor ekonomi, faktor sosial, dan faktor geografis. Dari

ketiga hal tersebut akan diuraikan lebih jelasnya di bawah ini.

(13)

a. Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi merupakan faktor pendorong dalam beradaptasi sosial.

Kesenjangan ekonomi disebabkan karena sikap antipati individu dalam menghadapi perbedaan antar individu lainnya. Dalam kehidupan masyarakat, perselisihan terjadi diakibatkan karena faktor ekonomi yang rendah atau kesenjangan ekonomi (Narwoko, 2004:180). Pada umumnya masyarakat yang melakukan perpindahan ke daerah lain pasti memiliki alasan yang rasional. Hal yang mendorong individu untuk melakukan proses adaptasi di lingkungan yang baru adalah karena ingin memperbaiki nasib karena tempat tinggal mereka tidak lagi bisa dijadikan sebagai tempat mengadu nasib. Alasan lain yang menyebabkan individu beradaptasi adalah karena ingin memperbaiki masalah perekonomiannya (Muksin,dkk:2018).

b. Faktor Sosial

Faktor sosial adalah salah satu pendorong individu untuk melakukan adaptasi di lingkungan yang baru. Munculnya faktor sosial didasari dari adanya ikatan yang bisa menimbulkan konflik individu dengan orang lain. Terjadinya konflik diakibatkan dari solidaritas etnis, kelas, dan kedaerahan (Narwoko, 2004:181). Perilaku seseorang dipengaruhi oleh masyarakat, faktor keluarga, serta peran dan status. Hal inilah yang disebut dengan faktor sosial Teguh (2013:116).

Faktor sosial didasari atas hubungan individu dengan masyarakat di

lingkungan sosialnya. Hubungan seseorang dengan masyarakat terbagi menjadi

dua macam yakni: hubungan positif dan hubungan negatif, hubungan positif

adalah hubungan yang memberikan keuntungan sedangkan hubungan negatif

yaitu hubungan yang merugikan seseorang di tempat tinggalnya. Jadi,

(14)

keberhasilan masyarakat Jawa dalam beradaptasi di lingkungan yang baru dipengaruhi oleh kondisi sosial masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya misalnya: masyarakat memberikan pengalaman, pengetahuan, dan lain sebagainya. (Muksin, 2018:344).

c. Faktor Geografis

Faktor geografis adalah faktor pendorong seseorang untuk melakukan adaptasi sosial di lingkungan yang baru. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia geografis adalah ilmu yang mempelajari tentang permukaan bumi, iklim, penduduk, dan hasil yang diperoleh oleh bumi. Faktor geografis berkaitan dengan penduduk dan lingkungan yakni karena tidak adanya lapangan pekerjaan yang dapat dimaksimalkan dan karena kepadatan penduduk membuat masyarakat berpindah dari tempat asalnya. Hal inilah yang menjadi faktor pendorong seseorang untuk beradaptasi di lingkungan yang baru (Muksin,2018:343).

2.4.4 Nilai-Nilai Sosial dalam Masyarakat

Nilai adalah segala sesuatu yang berharga, bermutu, memperlihatkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Segala sesuatu dikatakan bernilai apabila berharga dan berguna bagi kehidupan masyarakat baik jasmani maupun rohani (Setiadi, 2006:117). Pengertian nilai menurut Soekanto (1993:161) ialah sesuatu tak terwujud yang didapat dari pengalaman-pengalaman pribadi seseorang yang menunjukkan bahwa nilai tertinggi didapat dari hal-hal yang bersifat hakiki. Jadi, dapat disimpulkan bahwa nilai adalah sesuatu yang berharga dan senantiasa dapat berguna bagi manusia.

Pengertian nilai menurut Abdulsyani (2002:49) yaitu ukuran sikap dan

perasaan seseorang yang senantiasa berhubungan dengan baik-buruknya keadaan

(15)

yang bersifat materil maupun non materil. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia nilai mengandung pengertian harga atau taksiran harga yang ukurannya tidak pasti.

Sementara pengertian nilai sosial menurut Raven (dalam Zubaedi, 2005:12) yaitu seperangkat sikap seseorang yang dihargai sebagai salah satu kebenaran dan dijadikan sebagai tolak ukur dalam bertingkah laku untuk mendapatkan kehidupan yang harmonis.

Dalam menjalani kehidupan, manusia senantiasa berpegang teguh pada nilai-nilai yang dianggap benar, pantas, dan sesuai kebiasaan masyarakat. Menurut Notonegoro (dalam Budiwati, 2004:5) mengelompokkan nilai sosial menjadi tiga macam yaitu: a) nilai material; b) nilai vital; c)nilai kerohanian. Sementara pendapat berbeda juga diungkapkan oleh Walter G. Everett (dalam Budiwati, 2004:5) yang membagi nilai sosial menjadi lima bagian yaitu: a) nilai ekonomi; b) nilai rekreasi; c) nilai perserikatan; d) nilai kejasmanian; e) nilai watak. Ciri nilai sosial yaitu: pertama nilai yang direncanakan dan sudah melekat di dalam diri seseorang, dan nilai dominan yaitu nilai yang dianggap lebih penting daripada nilai lainnya.

Dari paparan mengenai pengelompokkan nilai-nilai tersebut, peneliti lebih menekankan pembagian nilai-nilai sosial menurut Zubaedi (dalam Robingah, 2013:10) yang terdiri dari tiga nilai sosial yaitu: nilai kasih sayang, nilai tanggung jawab, dan nilai keserasian hidup. Berikut ini akan dijelaskan mengenai ketiga nilai tersebut dapat dilihat di bawah ini.

a. Nilai Kasih Sayang

(16)

Nilai kasih sayang merupakan perasaan yang tulus dari lubuk hati yang paling dalam dan mengandung sebuah keinginan memberi, mengasihi, menyayangi, dan senantiasa membahagiakan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kasih sayang dapat diartikan sebagai perasaan cinta kasih dan belas kasihan kepada orang lain. Kasih sayang disini dapat diberikan kepada siapa saja tanpa terkecuali, misalnya: kepada pasangan, orang tua, saudara, kerabat, dan lain sebagainya. Nilai kasih sayang terbagi menjadi lima macam yaitu: cinta dan kasih sayang. pengabdian, tolong-menolong, kekeluargaan, dan kepedulian (Robingah, 2013:13).

b. Nilai Tanggung Jawab

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah tanggung jawab diartikan sebagai keadaan wajib menanggung segala sesuatu sehingga seseorang yang diberikan amanat harus berkewajiban untuk menjalankannya. Pengertian lain dari tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Definisi bertanggung jawab juga diartikan berkewajiban menanggung, memikul atau menanggung akibatnya (Moeliono,2000:996). Nilai-nilai tanggung jawab terbagi menjadi dua yaitu kewajiban dan kedisiplinan (Robingah, 2013:14).

c. Nilai Keserasian Hidup

Nilai keserasian hidup adalah manusia itu sendiri sebagai makhluk sosial

karena selalu berinteraksi dengan manusia lainnya dalam melakukan aktivitas

kehidupan. Dalam kehidupan bermasyarakat pasti ada aturan atau norma yang

harus disepakati bersama demi terjalinnya kehidupan seimbang dan harmonis

(Supriadi, 2011:34). Nilai keserasian hidup menurut Robingah (2011:17) terbagi

(17)

menjadi dua macam yaitu: nilai keadilan dan nilai kerja sama. Berikut ini akan dijelaskan mengenai kedua hal tersebut, yakni sebagai berikut:

1) Nilai keadilan merupakan nilai yang didalamnya berisi makna adil dalam menanggapi suatu hal pada saat menjadi pimpinan atau pejabat di tempat manapun. Keadilan secara trimonologi berasal dari kata dasar adil yang artinya seimbang dan tidak melakukan penyelewengan atas hak dan kewajiban.

Penyebutan ini dalam islam menjadi berlawanan dengan kata dzalim yang artinya menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya. Menurut KBBI keadilan adalah sifat yang mengacu pada perbuatan, perlakuan, dan sebagainya dengan adil, sedangkan kata adil artinya sama berat, tidak berat sebelah, dan tidak memihak. Keadilan yang dimaksudkan di atas contohnya seorang guru yang bersikap adil kepada muridnya yakni tidak pandang bulu dalam hal memberikan nilai dan menerima siswa saat mendaftar di sekolah tersebut.

Contoh yang lain lagi yakni: sikap orangtua kepada anak-anaknya yang tidak pernah pilih kasih dan selalu menyamaratakan kasih-sayangnya.

2) Nilai kerja sama merupakan sebuah usaha yang dilakukan oleh beberapa

orang atau kelompok untuk mencapai sasaran atau tujuan bersama. Kerja sama

juga dapat diartikan interaksi yang sangat penting bagi kehidupan manusia

karena manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan. Kerja sama

bisa terjadi ketika individu-individu yang bersangkutan mempunyai

kepentingan dan kesadaran yang sama untuk bekerja sama dalam mnecapai

tujuan yang diinginkan. Menurut KBBI kerja sama adalah kegiatan atau usaha

yang dilakukan oleh beberapa orang (lembaga dan pemerintah) untuk mencapai

tujuan bersama yang sudah disusun oleh pemerintah. Kerja sama yang

(18)

dimaksudkan di atas contohnya seorang guru dengan guru lainnya bekerja sama dalam hal mengajar dan mempergunakan kurikulum sebagaimana mestinya.

Referensi

Dokumen terkait

Gambaran Histopatologi Insang, Usus, dan Otot pada Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) di Daerah Ciampea Bogor.. Skripsi Fakultas Kedokteran Hewan Institut

yang sukses, karena setiap warga petani baik itu petani penggarap maupun petani pemilik semuanya saling bekerja sama sesuai dengan pengetahuan yang mereka dapatkan dari

Berdasarkan bagan pada Gambar 1 dapat dijelaskan bahwa tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1) Tahap pertama : analisis dan pengumpulan data, di mana pihak

Dengan kata lain medan vektor tak bermassa yang terkopel dengan gravitasi secara nonminimal coupling tidak terlokalisasi pada brane baik untuk decreasing warp factor maupun

Hal tersebut berarti rerata luas daun tanaman kedelai menurun sebesar 35.7% pada tanaman kedelai yang mengalami cekaman kekeringan dengan kadar air 60% kapasitas lapang dan

Selain itu, ada beberapa keuntungan yang diperoleh ketika menggunakan permainan dalam proses pembelajaran di kelas, yaitu: memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan

Benih sengon yang telah mendapat perlakuan perendaman dengan air daun sirih mampu melindungi kulit benih sengon terhindar dari kerusakan atau mengalami perubahan

Larutnya gas hidrogen dalam aluminium cair disebabkan oleh lingkungan yang lembab, material bahan yang kurang baik, proses penggunaan flux yang tidak optimal (tidak menutupi