ADAPTASI MORFOLOGI Wedelia trilobata L.
PADA KONDISI PENGGENANGAN
ABSTRACT
W. trilobata is an invasive plant in the wetlands. Its invasion in wetlands showed that plant could adapt to various conditions of flooding. The aim of this research was to determine the morphological adaptations of W. trilobata under different flooding types. Morphological adaptations of W. trilobata to different flooding types were measured. These consisted of the density of hypertrophied lenticels and the length of adventitious root and stolon. Different types of flooding resulted in differences of the pattern of morphological adaptations. The development of hypertrophied lenticels occurred in waterlogged and partial submergence types. Adventitious root developed in partial submergence condition. The formation of hypertrophied lenticels and adventitious roots were then followed by the increased length of stolon for 30-days duration of flooding. W. trilobata limited the formation of hypertrophied lenticels as well as the growth of adventitious root and stolon in complete submergence flooding type.
Keywords: Invasive plant, flooding, hypertrophied lenticels, adventitious roots, stolons
Endang Saptiningsih1), Kumala Dewi2), Santosa2), Yekti Asih Purwestri2)
1Fakultas MIPA, Universitas Diponegoro, Semarang
email: [email protected]
2Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
email: Kumala.dewi@ ugm.ac.id
PENDAHULUAN
Wedelia trilobata (L.) Hitch adalah species
tumbuhan dari Familia Asteraceae yang berasal dari Amerika tropis (Thaman, 1999; Rahman, 2013). Tumbuhan ini merupakan herba
perennial, dikenal sebagai tumbuhan klonal
dengan stolon yang tersusun oleh nodus dan nodus dapat tumbuh menjadi ramet (Eckert, 1999; Thaman, 1999; Si et al., 2014). Lowe
et al. (2004) melaporkan bahwa W. trilobata
adalah salah satu dari 100 species invasif terburuk di dunia. Sebagai species invasif, W.
trilobata memperlihatkan penyebaran dan
pertumbuhan vegetatif tinggi dan mampu beradaptasi pada berbagai kondisi lingkungan
(Thaman, 1999). Hal tersebut menjadikan W.
trilobata mendominasi berbagai habitat seperti
habitat di daerah: pesisir pantai, areal pertanian, perkebunan, kawasan mangrove, tanah berawa dan daerah tepi aliran sungai (Liebregts, 2001; Josekutty et al., 2002; Space et al., 2004; Thaman et al., 2005; Englberger, 2009).
Invasi W. trilobata menimbulkan kerusakan ekosistem dan menurunkan biodiversitas tanaman asli (Nayanakantha, 2007; Hui dan Shuangtao, 2012; Macanawai et al., 2013).
W. trilobata telah menginvasi daerah Fiji
(Josekutty et al., 2002) dan Srilanka (Nayanakantha, 2007). Invasi W. trilobata di tempat-tempat tergenang seperti kawasan mangrove, tanah berawa dan daerah tepi aliran sungai menunjukkan W. trilobata dapat beradaptasi pada kondisi penggenangan.
Penggenangan pada tumbuhan menggambarkan penggenangan air terhadap semua bagian atau sebagian tumbuhan (Bailey-Serres et al., 2012). Penggenangan terhadap sistem perakaran tumbuhan atau penggenangan yang mengakibatkan penjenuhan air terhadap pori-pori tanah sehingga menyisakan lapisan tipis air di atas permukaan tanah disebut waterlogged, sedangkan penggenangan seluruh bagian tum-buhan sehingga tumtum-buhan berada di bawah per-mukaan air disebut submergence (Bailey-Serres et al., 2012; Striker, 2012). Peng-genangan submergence dapat dibedakan menjadi submergence parsial (partial
submergence) yang menyisakan sebagian tajuk
di atas permukaan air dan submergence penuh (complete submergence) (Striker, 2012).
Waterlogged mengakibatkan kondisi anaerob
pada daerah perakaran tumbuhan sementara daerah tajuk dalam kondisi aerob (Colmer dan Voesenek, 2009; Striker, 2012). Pada kondisi
submergence, daerah perakaran maupun
daerah tajuk dalam kondisi anaerob, terjadi penurunan difusi CO2 dan penurunan radiasi cahaya untuk fotosintesis pada tajuk (Striker, 2012). Penggenangan waterlogged maupun
submergence menyebabkan perubahan
ling-kungan tumbuhan sehingga menimbulkan beberapa permasalahan pada tumbuhan seperti: perubahan kandungan fitohormon, kekurangan O2, penurunan penyerapan air dan hara pada organ akar sedangkan di daerah tajuk terjadi krisis karbohidrat dan produksi energi (Glenz
et al., 2006; Colmer dan Voesenek, 2009).
Tumbuhan mengembangkan berbagai mekanis-me sensor, respon dan adaptasi yang tepat dan efisien terhadap berbagai perubahan lingkungan, termasuk kondisi penggenangan dengan tipe penggenangan yang berbeda (Bailey-Serres dan Chang, 2005, Colmer dan Voesenek, 2009). Parent et al.(2005) menyatakan bahwa penggenangan menginduksi tumbuhan mengembangkan hipertrofi lentisel yaitu jaringan spons putih dengan ruang antar sel, jaringan ini terbentuk pada pangkal batang atau organ yang berkembang di bawah air. Pembentukan hipertrofi lentisel merupakan mekanisme adaptasi dalam mendukung ketersediaan air untuk daerah tajuk dan menggantikan sebagian fungsi akar yang rusak (Striker, 2012), Hipertrofi lentisel juga berfungsi sebagai jalur pembuangan senyawa-senyawa hasil metabolisme anaerob seperti etanol, CH4 dan CO2 (Parent et al., 2008). Tumbuhan juga mengembangkan formasi akar adventif dengan karakteristik tertentu untuk mendukung dan menggantikan sistem perakaran primer yang kurang beradaptasi terhadap peng-genangan (Sauter, 2013). Akar adventif ber-peran dalam penyerapan air dan unsur hara untuk pertumbuhan tajuk serta membantu tegaknya tumbuhan pada kondisi penggenangan (Parent et al., 2008; Ashraf, 2012; Sauter, 2013). Kemampuan membentuk hipertrofi lentisel dan akar adventif meningkatkan toleran-si tumbuhan pada konditoleran-si penggenangan (Parelle et al., 2006; Parent et al., 2008).
mendukung kemampuan invasinya pada habitat lahan basah dan menjadi ancaman biodiversitas vegetasi asli daerah tersebut.
Beberapa penelitian yang terkait adaptasi tumbuhan invasif pada tipe penggenangan yang berbeda telah dilakukan antara lain pada tumbuhan invasif Leontodon taraxacoides (Grimoldi et al., 1999) dan Phragmites
australis (Mauchamp dan Methy, 2004), pada
penelitian-penelitian tersebut belum diungkap-kan perkembangan pembentudiungkap-kan hipertrofi lentisel dan akar adventif serta kaitannya de-ngan pertumbuhan tanaman pada tipe peng-genangan yang berbeda. Penelitian ini akan menekankan perkembangan pembentukan hipertrofi lentisel, akar adventif serta panjang stolon tumbuhan invasif W. trilobata pada tipe penggenangan yang berbeda yaitu
water-logged, submergence parsial dan sub-mergence penuh.
METODE PENELITIAN
1. Bahan tumbuhan
Penelitian adaptasi morfologi W. trilobata pada penggenangan dilakukan dengan metode eksperimental. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu potongan stolon tumbuhan klonal W. triobata yang diambil dari daerah Beji, Ungaran dan telah diperbanyak di kebun percobaan. Potongan stolon W. trilobata yang mengandung 2 nodus atau panjang ± 10 cm diambil dari stok tumbuhan yang berumur ± 4 bulan kemudian disemaikan dalam pot plastik yang berisi campuran pasir dan bokasi dengan perbandingan 2:1 (v/v). Tumbuhan semai dipindah ke dalam pot plastik yang berisi pasir sungai setelah tumbuh tunas daun dengan panjang ± 5-10 cm. Penyiraman dilakukan tiap hari dan pemupukan dengan pupuk cair diberikan seminggu sekali. Perlakuan
peng-genangan diberikan setelah tumbuhan berumur 1,5 bulan dengan cara memindahkan pot tanaman ke dalam kontainer plastik. Masing-masing kontainer (panjang: 61 cm, lebar: 44 cm, tinggi: 39 cm) berisi 8 pot tumbuhan sedangkan pada perlakuan submergence penuh digunakan kontainer plastik (diameter: 47 cm, tinggi: 56 cm) yang masing-masing kontainer berisi 4 pot tanaman. Tumbuhan diberi perlakuan tipe penggenangan yang berbeda meliputi: 1). kontrol/kapasitas lapang, 2). penggenangan tipe
waterlogged atau penggenangan sampai ±5 cm
di atas permukaan tanah, 3). penggenangan tipe
submergence parsial atau penggenangan 3/4
tinggi tanaman dan 4). penggenangan tipe
submergence penuh atau penggenangan sampai
tanaman berada ±20 cm di bawah permukaan air. Masing-masing perlakuan terdiri dari 5 ulangan sehingga terdapat 20 unit perlakuan. Pemupukan tidak diberikan selama perlakuan penggenangan dan penggantian air di dalam kontainer dilakukan tiap 3 hari sekali untuk mengurangi pertumbuhan algae. Penggenangan diberikan selama 30 hari dan pengamatan terhadap pembentukan hipertrofi lentisel, akar adventif dan panjang stolon dilakukan pada hari ke-3, ke-15 dan ke-30 setelah perlakuan penggenangan.
2. Pengukuran hipertrofi lentisel, akar adventif dan panjang stolon
Pembentukan hipertrofi lentisel, pembentukan akar adventif serta panjang stolon diukur pada hari ke-3, ke-15 dan ke-30 setelah peng-genangan. Hipertrofi lentisel diukur berdasarkan densitasnya secara visual dengan menggunakan skala yaitu: 1= tidak terbentuk hipertrofi lentisel, 2= terdapat 1-5, 3= densitas sedang, 4= densitas tinggi, 5= densitas tinggi sekali (Parelle
et al., 2006). Pembentukan akar adventif
dengan menggunakan penggaris. Sementara panjang stolon diukur dari pangkal stolon sampai ujung stolon menggunakan meteran.
3. Rancangan penelitian dan analisis data
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan peng-genangan yaitu: kapasitas lapang (Kl),
waterlogged (W), submergence parsial (Sr)
dan submergence penuh (Sp). Perbedaan rerata data diantara perlakuan dianalisis menggunakan ANOVA (analysis of variance) dan LSD (Least Significant Differences) pada taraf kepercayaan 95%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peng-genangan pada tumbuhan klonal W. trilobata selama 30 hari mengakibatkan terjadinya pembentukan hipertrofi lentisel dan akar adventif pada penggenangan hari ke-15 dan pada hari ke-30, sementara pada penggenangan hari ke-3 belum terjadi pembentukan hipertrofi lentisel dan akar adventif (Tabel 1). Pem-bentukan hipertrofi lentisel pada penggenangan hari ke-15 dan ke-30 menunjukkan hasil tertinggi terdapat pada perlakuan waterlogged diikuti oleh perlakuan submergence parsial dan
submergence penuh, sementara pada
per-lakuan kapasitas lapang tidak terbentuk kedua-nya (Tabel 1). Rerata data densitas hipertrofi lentisel diantara perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05).
Pembentukan dan pertumbuhan akar adventif pada organ di atas tanah selama penggenangan 15 hari terjadi pada perlakuan submergence parsial dan submergence penuh dengan per-bedaan yang signifikan (p<0,05) (Tabel 1). Pada perlakuan submergence parsial terjadi pembentukan dan pertumbuhan akar adventif tertinggi setelah penggenangan selama 15 hari dan 30 hari.
Hari ke-3 Perlakuan Kepadatan
hipertrofi lentisel
Panjang akar adventif
(cm)
Panjang stolon
(cm)
Kl 0 0 17,60a
W 0 0 20,70a
Sr 0 0 16,00a
Sp 0 0 17,86a
Hari ke-15
Kl 0d 0b 56,28a
W 5a 0b 41,30b
Sr 4b 38,68a 28,66c
Sp 1,4c 0,90b 24,08c
Hari ke-30
Kl 0d 0b 103,96a
W 4,8a 4,84b 61,40b
Sr 3,8b 127,56a 43,86c
[image:4.595.89.522.111.702.2]Sp 1,4c 0,80b 27,58d
Tabel 1. Densitas hipertrofi lentisel, panjang akar adventif
dan panjang stolon W. trilobata setelah penggenangan pada hari ke-3, ke-15 dan ke-30
Gambar 1.Densitas hipertrofi lentisel, panjang akar
Panjang stolon mengalami penurunan pada penggenangan waterlogged, submergence parsial dan submergence penuh dibanding perlakuan kapasitas lapang atau kontrol (Tabel 1). Penurunan panjang stolon tertinggi terjadi pada perlakuan penggenangan submergence parsial dan submergence penuh pada genangan hari ke-15. Sementara pada peng-genangan hari ke-30, tipe pengpeng-genangan
submergence penuh mengakibatkan penurunan
panjang stolon tertinggi diikuti submergence parsial dan waterlogged dengan perbedaan yang signifikan (p<0,05) (Tabel 1).
Peningkatan panjang stolon tertinggi terdapat pada kontrol namun tidak terbentuk hipertrofi lentisel dan akar adventif (Tabel 1 dan Gambar 1). Pada perlakuan waterlogged terjadi penurunan panjang stolon dibanding kapasitas lapang namun peningkatan panjang stolon tetap terjadi selama penggenangan dengan pem-bentukan hipertrofi lentisel pada durasi peng-genangan 15 hari dan 30 hari serta pembentukan struktur akar adventif pada durasi peng-genangan 30 hari. Sementara pada perlakuan
submergence parsial, terjadi pembentukan dan
pertumbuhan akar adventif tertinggi yang diikuti dengan peningkatan panjang stolon pada penggenangan hari ke-15 dan hari ke-30. Pada perlakuan submergence penuh terjadi penurun-an ppenurun-anjpenurun-ang stolon tertinggi dibpenurun-anding kontrol serta terbatasnya pembentukan hipertrofi lentisel dan pembentukan akar adventif (Gambar 1).
Penggenangan menyebabkan kondisi anaerob dalam tanah sehingga mengakibatkan kondisi hipoksia bahkan anoksia pada sistem perakaran (Hossain dan Uddin, 2011). Ketersediaan O2 rendah (hipoksia) menghambat fosforilasi oksi-datif atau respirasi aerob dan pada kondisi anoxia ATP hanya dihasilkan lewat respirasi
anaerob (Parent et al., 2008; Horchani et al., 2011). Kondisi tersebut mengakibatkan pe-nurunan produksi ATP dan pepe-nurunan meta-bolisme di akar (Dat et al., 2004; Parent et
al., 2008). Penurunan ketersediaan ATP
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembang-an akar (Elzenga & Veen, 2010), mengakibat-kan penurunan penyerapan hara dan transport hara secara aktif pada organ akar sehingga secara keseluruhan dapat menghambat per-umbuhan tanaman (Dat et al., 2004; Colmer & Voesenek, 2009).
Kondisi kekurangan O2 mengakibatkan tanam-an melakuktanam-an respon awal terhadap peng-genangan meliputi: penurunan konduktansi hidraulik akar dan konduktansi stomata diikuti dengan penurunan laju transpirasi daun dan laju fotosintesis (Colmer dan Voesenek, 2009). Selanjutnya tumbuhan mengembangkan me-kanisme perubahan secara morfologi atau metabolisme dalam mempertahankan per-tumbuhannya pada kondisi kekurangan O2 (Hossain dan Uddin, 2011).
Perlakuan penggenangan waterlogged,
sub-mergence parsial dan subsub-mergence penuh
mengakibatkan tumbuhan mengembangkan perubahan secara morfologi meliputi pem-bentukan hipertrofi lentisel dan akar adventif (Tabel 1). Parelle et al. (2006) dan Parent et
al. (2008) menyatakan keberadaan dan densitas
hipertrofi lentisel serta pembentukan akar adven-tif berhubungan erat dengan toleransi tumbuhan terhadap penggenangan.
Penggenangan waterlogged menyebabkan kon-disi anaerob pada sistem perakaran sementara daerah tajuk dalam kondisi aerob. Pada kondisi
submergence parsial, daerah tajuk tidak
ling-kungan yang berbeda pada tipe penggenangan yang berbeda menyebabkan perbedaan pola adaptasi tumbuhan.
Penggenangan waterlogged mengakibatkan tanaman mengembangkan pembentukan hipertrofi lentisel pada pangkal batang yang tergenang selama durasi penggenangan 15 hari dan 30 hari dibanding pembentukan akar adventif. Pembentukan hipertrofi lentisel pada hari ke-15 setelah penggenangan membantu perolehan O2 dan penyerapan air sehingga membantu perolehan energi, mendukung fungsi serta kelangsungan hidup organ akar. Pening-katan pembentukan dan densitas hipertrofi lentisel diikuti oleh peningkatan panjang stolon pada perlakuan waterlogged (Gambar 1). Sementara pada penggenangan submergence parsial terjadi peningkatan tekanan lingkungan yaitu terjadinya kondisi anoksia di daerah perakaran sehingga akar primer mengalami krisis O2yang mengakibatkan kerusakan bahkan kematian akar. Kondisi ini menyebabkan tum-buhan mengembangkan akar adventif dengan panjang tertinggi pada nodus stolon di atas tanah (Tabel 1). Tumbuhan juga mengembangkan hipertrofi lentisel untuk transportasi air dan gas pada stolon yang tergenang air (Tabel 1). Pada penggenangan submergence penuh terjadi tekanan lingkungan yang berat di daerah perakaran dan tajuk sehingga menghambat proses respirasi aerob dan sepenuhnya melakukan respirasi anaerob. Hal ini mengakibatkan terbatasnya produksi energi atau ATP sehingga tumbuhan pada penggenangan submergence penuh membatasi pembentukan hipertrofi lentisel, akar adventif dan pertumbuhan stolon (Tabel 1 dan Gambar 1).
KESIMPULAN
Tipe penggenangan yang berbeda seperti
waterlogged, submergence parsial dan
sub-mergence penuh pada tumbuhan invasif W. trilobata mengakibatkan tekanan lingkungan
yang berbeda di daerah perakaran dan tajuk. Perbedaan tekanan lingkungan menyebabkan perbedaan pola adaptasi morfologi meliputi pembentukan hipertrofi lentisel, pertumbuhan akar adventif dan pertumbuhan stolon. Pem-bentukan dan peningkatan densitas hipertrofi lentisel terjadi pada stolon W. trilobata dengan penggenangan tipe waterlogged dan
submergence parsial, sedangkan pertumbuhan
akar adventif tertinggi terdapat pada peng-genangan tipe submergence parsial. Adaptasi morfologi pada tipe penggenangan
water-logged dan sub-mergence parsial diikuti
dengan peningkatan panjang stolon selama penggenangan 30 hari. Penggenangan tipe submergence penuh menyebabkan tumbuhan
W. trilobata membatasi pembentukan
hiper-trofi lentisel, akar adventif dan panjang stolon.
DAFTAR PUSTAKA
Ashraf, M.A. 2012. Waterlogging stress in plants: A review. African Journal of
Agricultural Research 7(13):
1976-1981.
Bailey-Serres, J. and Chang, R. 2005. Sensing and Signalling in Response to Oxygen Deprivation in Plants and Other Organisms.
Annals of Botany 96: 507–518.
Bailey-Serres, J., Lee, S.C. and Brinton, E. 2012. Waterproofing crops: effective flooding survival strategies. Plant
Physiology 160: 1698-1709.
Colmer, T.D. and Voesenek, L.A.C.J. 2009. Flooding tolerance: suites of plant traits in variable environments. Functional
Plant Biology 36: 665–681.
Dat, J.F., Capelli, N., Folzer, H., Bourgeade, P. and Badot, P.M. 2004. Sensing and signalling during plant ûooding. Plant
Physiology and Biochemistry 42:
273-282.
Eckert, C.G. 1999. Clonal Plant Research: Proliferation. Integration, but not much evolution. American Journal of Botany 86(11): 1649–1654.
Elzenga, J.T.M. and Veen, H.V. 2010.
Waterlogging and plant nutrient uptake. In Mancuso, S and Shabala, S.
(Editors), Waterlogging Signalling and Tolerance in Plants. Springer Verlag Berlin Heidelberg. Germany.
Englberger, K. 2009. Invasive weeds of
Pohnpei: A guide for identification and public awareness. Kolonia, Federated
States of Micronesia: Conservation Society of Pohnpei. 29 pp.
Glenz, C., Schlaepfer, R., Iorgulescu, I. and Kienast, F. 2006. Flooding tolerance of Central European tree and shrub species.
Forest Ecology and Management 235:
1-13.
Grimoldi, A.A., Insausti, P., Roitman, G.G. and Soriano, A.A. 1999. Responses to flooding intensity in Leontodon
taraxacoides. New Phytol. 141:
119-128.
Horchani, S., R’bia, O. and Aschi-Smiti, S. 2011. Oxygen sensing and plant acclimation to soil flooding. International Journal of
Agriculture Research. 11 pp.
Hossain, Md. K. and Uddin, S.N. 2011. Mechanisms of waterlogging tolerance in wheat: morphological and metabolic adaptations under hypoxia or anoxia.
Australian Journal of Crops Science
5(9): 1094-1101.
Hui, Z. and Shuangtao, W. 2012. Impacts of Wedelia trilobata Invasion on Plant Biodiversity and Inhibitory Effects of Its Root Extract on Test Plants. Abstact.
Acta Agriculturae Boreali-Occidentalis Sinica 21(8): 38-44.
Josekutty, P.C., Wakuk, E.E. and Joseph, M.J. 2002. Invasive/Weedy Angiosperms in Kosrae, Federated States of Micronesia.
Micronesica Suppl. 6: 61-65.
Liebregts, W. 2001. Report on the eradication of the invasive weed pest Wedelia
trilobata from Niue. Pest Management
in the Pacific Programme.
Lowe,S., Browne, M., Boudjelas, S., De Poorter, M. 2004.100 of the World’s
Worst Invasive Alien Species A selection from the Global Invasive Species Database. The Invasive Species
Specialist Group (ISSG).
Macanawai, A.R. 2013. Impact of
Sphag-neticola trilobata on plant diversity in
soils in South-East Viti Levu, Fiji.
Journal of Life Sciences 7(6): 635-642.
Mauchamp, A. and Methy, M. 2004. Sub-mergence-induced damage of photo-synthetic apparatus in Phragmites
australis. Environmental and
Experi-mental Botany51: 227–235.
Bulletin of the Rubber Research Institute of Sri Lanka 48: 61-66.
Parelle, J., Brendel, O., Bodenes, C., Berveiller, D., Dizengremel, C., Jolivet, Y. and Dreyer, E. 2006. Diûerences in morpho-logical and physiomorpho-logical responses to water-logging between two sympatric oak species (Quercus petraea [Matt.] Liebl., Quercus robur L.). Ann. For. Sci. 63: 849–859.
Parent, C., Capelli, N., Berger, A., Crevecoeur, M. and Dat, J.F. 2008. An Overview Plant Responses to Soil Waterlogging.
Plant Stress 2(1): 20-27.
PIER (Pacific Island Ecosystems at Risk), 2010. Sphagneticola trilobata. (http:// w w w . h e a r . o r g / p i e r / s p e c i e s / s p h a g n e t i c o l a _ t r i l o b a t a . h t m ) . Diakses tanggal 17 September 2014.
Rahman, A.H.M.M. 2013. Systematic studies on Asteraceae in the northern region of Bangladesh. American Journal of Life
Sciences 1(4): 155-164.
Sauter, M. 2013. Root responses to ûooding.
Current Opinion in Plant Biology 16:
282-286.
Si, C.C., Qi, S.S., Du, D.L., Dai, Z.C., Huang, P., Lin, Y. and Miao, S.L. 2014. Local adaptation and phenotypic plasticity both occurred in Wedelia trilobata invasion across a tropical island. Biol Invasions, DOI 10.1007/s10530-014-0667-4.
Accepted.
Space, J.C., Waterhouse, B.M., Newfield, M. and Bull, C. 2004. Report to the
Government of Niue and UNDP: Invasive species on Niue following
Cyclone Heta. UNDP NIU/98/G31 –
Niue Enabling Activity. 76 pp.
Striker, G.G. 2012. Flooding stress on plants:
anatomical, morphological and physio-logical responses. In Mworia, J. (Ed.).
Botany. In Tech, China.
Thaman, R.R. 1999. Wedelia trilobata: Daisy
invader of the Pacific Islands. IAS
Technical Report 99/2. Institute of Applied Science, University of the South Pacific Suva, Fiji Islands.
Thaman, R.R., Keppel, G., Watling, D., Thaman, B., Gaunavinaka, T., Naikatini, A., Thaman, B., Bolaqace, N., Sekinoco, E. and Masere, M. 2005. Nasoata Mangrove Island, the PABITRA Coastal Study Site for Viti Levu, Fiji Islands.
Pacific Science 59(2): 193-2004.
Wang, R., Rehman, S.U., Song, Y., Su, Y., Baerson, S.R. and Zeng, R. 2012. Effects of simulated acid rain on the allelopathic potential of invasive weedWedelia trilobata.
Allelo-pathy Journal 30 (1): 23-32.