• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTUR KALIMAT BAHASA AMBAI : Studi Deskriptif Morfosintaksis Sebagai Bahan Pembelajaran Muatan Lokal SMP Di Distrik Kepulauan Ambai Kabupaten Yapen Provinsi Papua.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STRUKTUR KALIMAT BAHASA AMBAI : Studi Deskriptif Morfosintaksis Sebagai Bahan Pembelajaran Muatan Lokal SMP Di Distrik Kepulauan Ambai Kabupaten Yapen Provinsi Papua."

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Batasan Masalah ... 5

1.3 Rumusan Masalah ... ... 6

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Kegunaan Penelitian ... 7

1.6 Definisi Operasional ... 7

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Struktur Kalimat ... 12

2.2 Jenis Kalimat ... 15

2.2.1 Segi Isi dan Amanat ... 16

2.2.1.1 Kalimat Berita ... 16

2.2.1.2 Kalimat Tanya ... 17

2.2.1.3 Kalimat Perintah ... 17

2.2.1.4 Kalimat Seru ... 17

2.2.1.5 Kalimat Suruh ... 18

2.2.2 Segi Kelas Kata Predikatnya ... 18

2.2.2.1 Kalimat Verbal ... 18

2.2.2.2 Kalimat Nominal ... 21

2.2.2.3 Kalimat Adjektifal ... 22

2.2.2.4 Kalimat Adverbial ... 23

2.2.2.5 Kalimat numeralia ... 24

2.2.2.6 Kalimat Preposisional ... 24

2.2.3 Segi Bentuk Verba Predikatnya ... 25

(2)

2.2.4 Segi Kelengkapan Fungsinya ... 28

2.2.4.1 Kalimat Minim dan Kalimat Panjang ... 28

2.2.4.2 Kalimat Minor dan Kalimat Mayor ... 29

2.2.5 Segi Jumlah Klausa Pembentuknya ... 31

2.2.5.1 Kalimat Tunggal ... 31

2.2.5.2 Kalimat Majemuk ... 31

2.3 Bahasa Ambai ... 36

2.3.1 Bahasa Ambai Menawi ... 38

2.3.2 Bahasa Ambai Randawaya ... 38

2.3.3 Bahasa Ambai Dawai ... 39

2.4 Studi Deskriptif Morfosintaksis ... 39

2.5 Bahan Pembelajaran ... 41

2.6 Muatan Lokal ... 43

2.7 SLTP ... 45

BAB III LOKASI DAN PROSEDUR PENELITIAN 3.1 Lokasi ... 46

3.1.1 Sejarah Kependudukan ... 46

3.1.2 Wilayah Geografis Bahasa Ambai ... 48

3.1.3 Fariasi Dialek Bahasa Ambai ... 50

3.1.3.1 Fariasi Dialek Bahasa Ambai Menawi ... 51

3.1.3.2 Fariasi Dialek Bahasa Ambai Randawaya ... 51

3.1.3.3 Fariasi Dialek Bahasa Ambai Dawai ... 52

3.1.4 Keadaan Demografi ... 52

3.1.4.1 Agama ... 52

3.1.4.2 Pendidikan ... 53

3.1.4.3 Mata Pencaharian ... 53

3.1.4.4 Seni dan Budaya ... 54

3.2 Teknik Penelitian ... 54

3.2.1 Metode ... 54

3.2.2 Pemilihan Lokasi ... 55

(3)

3.2.4 Informan ... 55

3.2.5 Instrumen Penelitian ... 56

3.2.5.1 Kamera ... 56

3.2.5.2 Daftar Kata (Swades) ... 56

3.2.6 Teknik Pengumpulan Data ... 65

3.2.6.1 Wawancara ... 65

3.2.6.2 Pengamatan ... 65

3.2.6.3 Dokumentasi ... 66

3.3 Tahap Penelitian ... 66

3.4 Teknik Analisis Data ... 66

BAB IV DATA DAN ANALISIS DATA 4.1 Data Kalimat Bahasa Ambai ... 68

4.2 Analisis Kalimat Bahasa Ambai ... 79

4.3 Hasil Analisis Data ... 186

4.3.Pembahasan Hasil Analisis ... 194

4.3.1 Struktur Kalimat Bahasa Ambai ... 194

4.3.2 Jenis-Jenis Kalimat Bahasa Ambai dari segi Isi dan Amanat 4.3.2.1 Kalimat Berita ... 195

4.3.2.2 Kalimat Tanya ... 195

4.3.2.3 Kalimat Perintah ... 197

4.3.2.4 Kalimat Seru ... 197

4.3.2.5 Kalimat Suruh ... 198

4.3.3 Segi Kelas Kata Predikat ... 199

4.3.3.1 Kalimat Verba ... 199

4.3.3.2 Kalimat Nomina ... 200

4.3.3.3 Kalimat Adjektifal ... 200

4.3.3.4 Kalimat Numeralia ... 201

4.3.3.5 Kalimat Adverbial ... 201

4.3.3.6 Kalimat Preposisional ... 201

4.3.4 Segi Bentuk Verba Predikatnya ... 202

(4)

4.3.4.2 Kalimat Pasif ... 202

4.3.5 Segi Kelengkapan Fungsinya ... 203

4.3.5.1 Kalimat Minim dan Kalimat Panjang ... 203

4.3.5.2 Kalimat Minor dan Mayor ... 203

4.3.6 Segi Jumlah Klausa Pembentuknya ... 204

4.3.6.1 Kalimat Tunggal ... 204

4.3.6.2 Kalimat Majemuk ... 204

4.4 Kajian Morfosintaksis Bahasa Ambai ... 205

4.4.1 Proses Penambahan ... 210

4.4.2 Proses Pengurangan ... 211

4.4.3 Metatesis ... 212

4.4.4 Proses Blending ... 212

4.4.5 Proses Pemendekan ... 213

4.4.6 Singkatan ... 213

BAB V BAHAN PEMBELAJARAN MUATAN LOKAL BAHASA AMBAI 5.1 Pada Tingkat Kelas VII Semester 1 ... 214

5.2 Pada tingkat Kelas VII Semester 2 ... 226

5.3 Pada Tingkat Kelas VIII Semester 3 ... 230

5.4 Pada Tingkat Kelas VIII Semester 4 ... 235

5.5 Pada Tingkat Kelas IX Semester 5 ... 240

5.6 Pada Tingkat Kelas IX Semester 6 ... 241

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 244

6.2 Saran ... 249

DAFTAR PUSTAKA ... 251 LAMPIRAN

(5)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan, pikiran, ide, dan kemauannya kepada orang lain dalam masyarakat. Bahasa yang digunakan dalam masyarakat ini harus sesuai dengan struktur bahasa yang benar. Struktur bahasa yang baik dan benar akan memperlancar hubungan komunikasi kita, dan tidak menimbulkan penafsiran lain dari apa yang diinginkan. Di sinilah fungsi bahasa berperan aktif dan sesuai, baik itu dari pemilik dan pemakainya. Fungsi bahasa juga menuntut seorang pemakai atau pemilik untuk memiliki kemampuan dalam melakukan komunikasi baik secara formal maupun secara nonformal.

Menurut Gorys Keraf (1989:3-6) fungsi bahasa adalah (1) alat unuk menyatakan ekspresi diri, (2) alat komunikasi, (3) alat mengadakan interaksi dan adaptasi sosial, dan (4) alat mengadakan kontrol sosial. Nababan (1991:38), membedakan fungsi bahasa dalam empat golongan bahasa yakni fungsi kebudayaan, fungsi kemasyarakatan, fungsi perorangan, dan fungsi pendidikan.

(6)

persatuan dan persatuan bangsa, (2) sarana peningkatan pengetahuan dan ketrampilan berbahasa Indonesia dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya, (3) sarana peningkatan pengetahuan dan ketrampilan berbahasa Indonesia untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, (4) sarana penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia yang baik untuk berbagai keperluan menyangkut berbagai masalah, (5) sarana pengembangan penalaran (GBPP, 1993:1) Di samping itu, bahasa daerah juga dapat berfungsi sebagai lambang identitas daerah dan alat pelaksanaan kebudayaan daerah (Nababan, 1991:40). Sedangkan fungsi bahasa asing adalah sebagai alat komunikasi antara bangsa-bangsa dan negara-negara serta alat pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu bahasa daerah berfungsi sebagai lambang identitas daerah dan alat pelaksanaan kebudayaan daerah sehingga bahasa daerah dihormati dan dipelihara oleh negara. Hal ini dijelaskan dalam penjelasan UUD 1945 pasal 36 sebagai berikut; di daerah yang mempunyai bahasa sendiri yang dipelihara oleh rakyatnya dengan baik-baik, misalnya bahasa Jawa, Sunda, Madura, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Ambon, NTT, bahasa-bahasa itu akan dihormati dan dipelihara negara. Selain dipelihara oleh negara, bahasa daerah juga mempunyai peran sebagai alat komunikasi yang dipergunakan dalam mengajarkan mata pelajaran muatan lokal. Bahasa daerah ini dipergunakan sebagai bahasa pergaulan daerah dalam pergaulan sehari-hari karena sebahagian siswa menguasai bahasa daerahnya (Nababan, 1991:41).

(7)

daerah yang ada di Indonesia cukup banyak. Menurut perhitungan lembaga bahasa nasional, bahasa di Indonesia berjumlah 418 bahasa, tidak termasuk ragam bahasa subkelompok. Bahasa yang ada di Papua yang sudah diteliti berjumlah ± 251 bahasa daerah, termasuk ragam bahasa sub kelompok (Silzer dan Heja, 1991:1) Pada umumnya struktur kalimat dalam bahasa Ambai tidak dapat berdiri sendiri, melainkan diikuti jenis kata yang lain, baik itu unsur persona (kata ganti orang/pelaku perbuatan) maupun unsur keterangan seperti waktu, tempat, dan jenis kelamin pelaku perbuatan atau kegiatan.

(8)

pada penutur bahasa Ambai yang telah lama bertempat tinggal di kota. Seperti; di kabupaten Jayapura, Biak, Nabire, Waropen, Manokwari, Sorong, Wamena, Merauke, Timika, Fakfak, Mapi, dan berbagai tempat di Indonesia, bahkan penutur bahasa Ambai yang berada di luar negeri. Penggunaan bahasa yang rancu ini disebabkan oleh telah berbaurnya penutur bahasa Ambai dengan suku lain, baik itu di daerah Papua sendiri dan seluruh masyarakat Indonesia yang berdomisili di Papua atau pun yang berada di luar negeri. Contoh penggunaan bahasa Ambai yang digabungkan (campur kode) dengan bahasa Indonesia dan bahasa asing. Wo tunggu Jau, Wo sopani, Rubuku wai, kalimat ini mempunyai arti, Wo (kau), tunggu

(tunggu), jau (saya); wo (kau orang), sopan (sopan), dan penambahan sufiks i (harus); ru (kau pegang), buku-buku, wai (itu); kalimat-kalimat ini telah dibentuk dalam proses mortofofonemis yang artinya kau tunggu saya, kau harus sopan kepada saya, dan peganglah buku itu. Demikian juga dalam bahasa asing seperti

bahasa Inggris yang pernah peneliti dengar pada penutur asli Ambai yang telah lama, bertempat tinggal di Papua New Guinea (PNG) dan Australia. Misalnya pada kata, " Take ball way (itu) (Ambil bola itu)., You understand kontai (lagi). Wo (kau dayung) boat nei (ini)! Berdasarkan struktur kalimat yang belum

(9)

kalimat bahasa Ambai ini akan diajarkan pada tingkat SMP sebagai bahan pembelajaran muatan lokal di distrik Kepulauan Ambai, kabupaten kepulauan Yapen-Papua.

Dengan demikian peneliti berharap agar pengembangan bahasa daerah khususnya struktur kalimat bahasa Ambai perlu untuk diteliti. Penelitian ini akan sangat bermanfaat untuk dikembangan dan dijadikan suatu aset daerah dalam membangun komunikasi di kabupaten kepulauan Yapen. Membangun komunikasi ini, semata-mata bertujuan mengembangkan budaya, ekonomi, agama, dan pendidikan di kabupaten kepulauan Yapen, dan daerah-daerah lain di provinsi Papua. Selain dari penelitian mengenai struktur kalimat bahasa Ambai, peneliti mengharapkan agar bahasa-bahasa yang berada di Papua, khususnya kabupaten kepulauan Yapen yang belum diteliti, agar dapat diteliti dan dikembangkan seperti bahasa-bahasa lainnya. Penelitian bahasa yang selama ini dilakukan di kabupaten kepulauan Yapen, pengembangannya hanya dilakukan oleh para mahasiswa jurusan bahasa di UNCEN, dan SIL. Penelitian pemerolehan bahasa yang berada di daerah pedalaman Papua dilakukan oleh para misionaris atau para penyebar agama. Namun sesunguhnya masih banyak bahasa daerah Papua yang belum pernah diteliti dan dimasukkan sebagai perbendaharaan bahasa di Indonesia.

1.2 Batasan Masalah

Adapun masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah Struktur kalimat dalam bahasa Ambai, yang dijabarkan sebagai berikut.

(10)

2) Jenis kalimat dalam bahasa Ambai

3) Proses Pembentukan kalimat dalam studi morfosintaksis

4) Struktur kalimat bahasa Ambai dijadikan sebagai bahan pembelajaran muatan lokal.

1.3 Rumusan Masalah

Agar menjadi jelas dalam penelitian ini, masalah yang akan diteliti dapat diuraikan sebagat berikut.

1) Bagaimana struktur kalimat yang ada dalam bahasa Ambai? 2) Bagaimana pengelompokan jenis kalimat dalam bahasa Ambai

3) Bagaimana proses pembentukan kalimat dalam studi morfosintaksis? 4) Bagaimana pengembangan struktur kalimat bahasa Ambai sebagai bahan

pembelajaran muatan lokal?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1) Mengetahui struktur kalimat bahasa Ambai.

2) Mengelompokkan jenis-jenis kalimat yang ada bahasa Ambai.

3) Mendeskripsikan proses pembentukan kalimat bahasa Ambai pada studi morfosintaksis.

(11)

1.5 Kegunaan penelitian

Kegunaan penelitian struktur kalimat bahasa Ambai bagi peneliti bahasa Ambai sebagai berikut.

1) Karya ini semoga mendapat kelayakan dalam tingkat keilmuan dalam pengembangan bahasa di seluruh nusantara.

2). Melestarikan bahasa Ambai sebagai salah satu aset budaya dan bangsa

3) Bahasa Ambai dapat digunakan secara luas oleh penutur sesuai struktur, baik dalam kelompok maupun individu.

4) Memahami jenis-jenis kalimat yang ada dalam bahasa Ambai

5) Mengetahui proses pembentukan struktur kalimat bahasa Ambai berdasarkan studi morfosintaksis

6) Dapat mengembangkan pengetahuan berbahasa khususnya struktur kalimat, jenis kalimat, dan proses pembentukan kalimat bahasa Ambai melalui bahan pembelajaran muatan lokal bahasa daerah.

7) Dapat mengembangkan dan meningkatkan hubungan sosial budaya, ekonomi, agama, dan pendidikan di kabupaten kepulauan Yapen.

8) Mengikaterat tali persaudaraan penutur bahasa Ambai dalam hidup bermasyarakat di kabupaten kepulauan Yapen dan di seluruh provinsi Papua.

1.6 Definisi Operasional

(12)

1) Struktur Kalimat

Berdasarkan pengertian struktur dan kalimat, maka dirumuskan pengertian struktur kalimat sebagat berikut.

(1) Perangkat unsur yang di antaranya ada hubungan yang bersifat konstruksi gramatikal yang terdiri atas satu atau lebih klausa yang dapat membangun kalimat.

(2) Susunan pola-pola atau elemen-elemen secara sintagmatis yang dapat menghasilkan sebuah kalimat.

(3) Batasan struktur merupakan hubungan yang relatif tetap antara bagian-bagian yang membentuk dan saling mengisi fungsinya dalam kalimat .

(4) Struktur kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif dapat disusun, dibentuk, dan berdiri sendiri dengan mempunyai intonasi akhir dan terdiri atas klausa.

2) Bahasa Ambai

(13)

3) Studi Desriptif

Studi menurut kamus bahasa Indonesia adalah ”penelitian ilmiah; kajian; dan telaahan.” Deskriptif menurut kamus bahasa Indonesia adalah ”bersifat deskripsi; bersifat menggambarkan apa adanya.” Bersifat deskripsi yang dimaksud di sini adalah pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata secara jelas dan terperinci; dan uraian.

Jadi menurut uraian kamus dia atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa studi deskriptif adalah penelitian ilmiah yang memaparkan atau menggambarkan dengan kata-kata secara jelas dan terperinci apa adanya.

4) Morfosintaksis

(14)

organisasi (keduanya tidak dipisahkan), dan pembahasan terhadap bentuk morfem dalam satuan yang besar (frase, klausa), kalimat, dan ungkapan.

4) Bahan Pembelajaran

Pengertian kata ”bahan” dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah (1) barang yang akan dibuat menjadi barang yang lain; bakal; (2) (segala) sesuatu yang dapat dipakai atau diperlukan untuk tujuan tertentu seperti untuk pedoman atau pegangan, untuk mengajar, memberi ceramah; (3) sesuatu yang menjadi sebab (pangkal) suatu sikap (perbuatan): -tertawaan; -pertikaian (perselisihan); (4) barang yang akan dipakai untuk bukti (keterangan, alasan, dsb.) Bahan pengajaran yaitu bahan untuk mengajar (bagi guru). Pengajaran adalah (1) proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan; (2) perihal mengajar; segala sesuatu mengenai mengajar; (3) peringatan (tentang pengalaman, peristiwa yang dialami atau dilihatnya). Berdasarkan beberapa konsep pengertian tentang bahan pembelajaran di atas maka, peneliti dapat menyimpulkan bahwa pengertian bahan pembelajaran adalah sesuatu barang yang dibuat untuk pedoman atau pegangan sebagai bukti dalam mengajar atau ceramah.

Mengacu pada pengertian bahan pembelajaran di atas maka, peneliti dapat membagi bahan pembelajaran muatan lokal bahasa Ambai sebagai berikut.

(1) Bahan struktur kalimat berdasarkan proses morfofonemis bahasa Ambai (2) Pengembangan jenis kalimat bahasa Ambai.

(15)

5) Muatan Lokal

Muatan lokal adalah program pendidikan yang lebih menfokuskan disiplin ilmu pada isi dan media berdasarkan lingkungan tempat tinggal suatu sarana pendidikan. Lingkungan di sini meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial budaya yang disertai dengan kebutuhan daerah setempat. Ini perlu sebagai pengembangan potensi dan aset daerah yang perlu dipelihara dan dilestarikan oleh anak-anak bangsa.

Dalam kurikulum 1994 telah dicantumkan tentang pembelajaran muatan lokal sebagai berikut:

(1) Bahan pembelajaran muatan lokal merupakan bahan kajian sendiri.

(2) Muatan lokal terpisah dari bidang pembelajaran apapun.

(3) Nilai muatan lokal dimasukkan dalam raport atau laporan pendidikan

anak.

(16)

BAB III

LOKASI DAN PROSEDUR PENELITIAN

3.1 Lokasi

Lokasi yang menjadi sasaran dalam penelitian ini, meliputi beberapa distrik yang dianggap sudah sejak dahulu menggunakan bahasa Ambai sebagai bahasa perantara antara distrik yang satu dengan distrik yang lain. Distrik-distrik itu antara lain ; distrik Dawai, distrik Randawaya, distrik Angkaisera, dan distrik Kepulauan Ambai. Distrik-distrik ini berada di kabupaten Kepulauan Yapen-Provinsi Papua 3.1.1 Sejarah Kependudukan

(17)

Wawuti dan Wadapi berada pada bagian utara pulau Ambai, atau kedua kampung ini masih berada di dataran pulau Yapen. Sedangkan kampung-kampung di pulau Ambai, tidak termasuk dataran pulau Yapen karena dipisahkan oleh laut.

(18)

Rerei, Prawar, dan Boseren. Marga-marga ini merupakan nama kelompok masyarakat yang mendiami beberapa RT, dengan jumlah yang tidak menentuh.

3.1.2 Wilayah Geografis Bahasa Ambai

Wilayah geografis bahasa Ambai terdiri dari pemakai bahasa Ambai yang selalu menggunakan bahasa Ambai sebagai alat komunikasi. Bahasa Ambai mempunyai wilayah pemakai yang meliputi beberapa kampung dan distrik. Pada kampung, dan distrik ini ada yang menggunakan bahasa Ambai secara keseluruhan, dan ada pula yang menggunakan pada kampung tertentu saja. Distrik yang menggunakan bahasa Ambai secara keseluruhan yaitu distrik Randawaya, dan distrik kepulauan Ambai. Sedangkan penggunaan bahasa Ambai, pada distrik Angkaisera, dan distrik Dawai, yaitu terdapat beberapa kampung tertentu saja yang menggunakan bahasa Ambai. Kampung-kampung ini menggunakan bahasa Ambai karena, latar belakang kehidupan mereka yang mirip dengan orang Ambai.

(19)
(20)

Demikian pula dengan pemakai bahasa Ambai-Dawai, yang mana bahasa yang digunakan dalam menjalin komunikasi, masih digunakan oleh beberapa kampung. Kampung-kampung yang menggunakan bahasa Ambai antara lain; kampung Wabo, Korombobi, Nunsembai, Mereruni, dan Dawai. Kampung lain yang tidak menggunakan bahasa Ambai sebagai alat penghubung dalam masyarakat di distrik Yapen Timur yaitu; kampung Awunawai, Nunsyari, Wabompi, Wonsyupi, dan Kerenui. Bahasa Ambai digunakan oleh beberapa kampung yang tertera namanya telah disebutkan di atas disebabkan oleh beberapa marga seperti fonataba, Wamea, Rumpedai, Runggamusi, Woriasi, Wanggai, Muai, Numberi, Waromi, Waimuri, Reba, Wona, dan Imbiri. Di antara marga-marga ini banyak yang berasal dari pulau Ambai seperti Wona, Wanggai, Fonataba, Imbiri, Numberi, dan marga lain yang sudah mengganti marga dengan menggunakan nama marga di sana. Marga-marga ini berada di distrik Yapen Timur karena pada waktu dulu, mereka mengingat bahwa pulau Ambai terlalu kecil untuk menampung seluruh masyarakat, maka sebahagian dari marga-marga ini mulai mencari tempat untuk menetap dan melakukan aktifitas sebagai nelayan dan petani. Hingga kini bahasa Ambai Dawai, Ambai Menawi, Ambai-Randawaya, dapat dilestarikan sebagai bahasa pengantar antara sesama pemakai mulai dari kepulauan Ambai dan sebagian pulau Yapen.

(Dapat dilihat pada peta Gambar 3.2).

(21)

Fariasi dialek bahasa pada dasarnya diklasifikasikan pada pengaruh bahasa yang berkontak. Kontak antarbahasa ini dapat mengakibatkan pinjaman dan serapan antarbahasa pada tataran fonologi, morfologi, sintaksis, atau semantik (Parera 1991:93). Fariasi bahasa Ambai ini diakibatkan oleh pengaruh bahasa yang berkontak. Kalau dilihat pada pemakai bahasa Ambai Menawi, Randawaya, Dawai, tentunya secara jelas ada perbedaan pada intonasi dan kata serapan bahasa lain. Disinilah muncul fariasi bahasa Ambai yang dipengaruhi oleh bahasa-bahasa yang selalu berkontak.

3.1.3.1 Fariasi Dialek Bahasa Ambai Menawi

Bahasa Ambai Menawi ini dipengaruhi oleh bahasa Onate. Bahasa Onate adalah bahasa yang digunakan oleh suku yang berada di darat atau daerah pegunungan pulau Yapen. Bahasa Ambai terpengaruh, dilihat dari unsur intonasi pengucapan yang agak lambat dari penutur orang Ambai. Misalnya pada penggunaan kata intafea, kata intafea dalam bahasa onate berkedudukan sebagai kata preposisi atau kata depan pada suatu kalimat. Contoh : "Intafea rodoni?" artinya Saudara mau kemana'?

Kata inta itu berasal dari kata intaye yang artinya kau, dan kata rodoni? artinya kau mau kemana.

3.1.3.2 Fariasi Dialek Bahasa Ambai Randawaya

(22)

3.1.3.3 Fariasi Dialek Bahasa Ambai Dawai

Bahasa Ambai Dawai ini dipengaruhi oleh Bahasa Biak dan Korombobi. Bahasa Korombobi ini juga dipengaruhi oleh bahasa Biak dan Kurudu. Pengaruh yang terlihat dalam pengucapan bahasa Ambai Dawai ini, terlihat pada intonasi vokal yang diucapkan oleh penutur agak cepat atau dikategorikan sedang. Dengan arti dia berada pada pengucapan bahasa seperti penutur asal dari orang Ambai.

3.1.4 Keadaan Demografi 3.1.4.1 Agama

(23)

3.1.4.2 Pendidikan

Dalam peningkatan sumber daya manusia, kondisi yang sering dialami oleh pendidikan di daerah perkotaan sangatlah berbeda dengan daerah yang masih di pinggiran kota (kampung). Masyarakat kampong proses kinerja pendidikan banyak mengalami berbagai hambatan, karena sarana dan prasarana seperti ruang kelas, ruang laboratorium, selain itu listrik juga belum ada. Selain itu pula tenaga kependidikan yang belum memadai, menyebabkan proses pendidikan di distrik kepulauan Ambai belum memberlakukan kurikulum secara baik. Baik menyangkut seluruh mata pelajaran. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti, guru di tingkat SD, dan SLT berjumlah ± 30 tenaga pengajar. Tenaga pengajar ini terbagi pada 8 gedung SD, dan 1 gedung SLTP.

3.1.4.3 Mata Pencaharian

(24)

3.1.4.4 Seni dan Budaya

Kesenian suatu daerah tentunya mencerminkan budaya yang dimiliki oleh setiap masyarakatnya. Masyarakat distrik kepulauan Ambai, melihat dari letak geografisnya, sudah tentu memiliki budaya dan kesenian yang selalu menyatu dengan keadaan alam yang dialaminya. Budaya masyarakat Ambai, pada dasarnya sama dengan budaya lain yang ada di daerah Papua seperti pada daerah Biak, Waropen, Jayapura, Manokwari, Sorong, dan daerah lainnya. Budaya itu dinamakan pesta dansa (Mandohi). Pesta ini biasanya dilakukan dengan bentuk tarian dan nyayian. Alat-alat musik yang digunakan dalam pesta tersebut adalah tifa, dan tikar yang sudah dihiasi dengan bentuk motif-motif daerah berupa ukiran-ukiran dan suatu perahu kecil yang didesain dengan berbagai ukiran. Tujuan dari Pesta Dansa (Mandohi) ini adalah memberi suatu hadiah baik itu berupa barang atau uang dari seorang saudara laki-laki kepada saudara perempuan. Barang atau uang diberikan karena pada waktu-waktu yang lalu saudara perempuan ini telah memberi makan, dan membantu saudaranya baik dalam melakukan aktifitas semasa ia belum memiliki seorang istri. Jadi saudara laki-laki ini memberi hadiah ini untuk membalas kebaikan saudara perempuan dengan mengadakan suatu pesta.

3.2 Teknik Penelitian 3.2.1 Metode

(25)

Langkah-langkah yang akan ditempuh dalam penelitian ini yaitu 3.2.2 Pemilihan Lokasi

Lokasi penelitian akan sesuai dengan masalah yang diteliti, yaitu seluruh kepulauan Ambai. Kepulauan Ambai meliputi beberapa desa antara lain. Desa Rondepi, Desa Ambai I, Desa Ambai II, Desa Kawipi, Desa Wamori, Desa Adiwipi, Desa Baisore, Desa Nubua, Desa Sowidori, Desa Mambawi, dan Desa Farayawung. Lokasi yang lain yaitu Distrik Angkaisera, Distrik Teluk Ampimoi dan Distrik Dawai

3.2.3 Hubungan Masyarakat

Penelitian yang dilakukan dalam rangka mendapat informasi atau data secara konkret, maka peneliti perlu mengadakan hubungan pendekatan dengan masyarakat pemakai bahasa Ambai. Adapun cara untuk memperoleh data yaitu melalui, bidang keagamaan, olahraga, mata pencaharian baik itu nelayan atau petani. Pemerolehan kalimat bahasa Ambai, peneliti mengikuti beberapa kotbah yang akan disampaikan dalam ibadah oleh penatua, syamaset, guru jemaat, fikaris, pendeta yang pada saat itu menyampaikan firman dengan bahasa Ambai.

3.2.4 Informan

(26)

3.2.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yaitu seperangkat alat yang digunakan dalam memperoleh data dalam melaksanakan penelitian. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data ini berupa fasilitas sarana pendukung, seperti:

3.2.5.1 Kamera

Kamera yang digunakan dalam penelitian ini merupakan suatu alat bantu dalam mendokumentasikan beberapa bukti berupa informasi yang diperoleh peneliti pada saat memintai dan mengumpulan data dari informan. Dalam pengambilan bukti ini peneliti mendengar para informan menyatakan suatu teks pada saat pidato. Informan ini tentunya orang-orang yang menjadi sasaran utama dalam pengambilan data penelitian.

3.2.5.2 Daftar kata , frasa, klausa, dan kalimat bahasa Indonesia

Daftar yang akan digunakan dalam pelaksanaan penelitian yaitu beberapa bentuk kata yang jika ditinjau dalam bahasa Ambai, merupakan suatu bentuk kalimat. Daftar kata (swades) bahasa Indonesia, akan dijadikan acuan dalam memperoleh kata-kata utama untuk mengalisis kata dasar dalam bahasa Ambai. Berikut daftar swades yang isinya bahasa Indonesia dan bahasa Ambai.

KATA –KATA BAHASA INDONESIA DAN BAHASA AMBAI ( DAFTAR SWADES)

NO Indonesia NO Ambai Ket

01. Saya 02. Kau

(27)

I

03. Dia 04. Kamu 05. Kami 06. Mereka 07. Kita 08. teman 09. kakak 10. adik 11. paman 12. ipar 13. tante 14. bapak 15. ibu 16. nenek 17. kakek 18. perempuan 19. laki-laki 20. gadis 21. pemuda 22. orang 23. siapa 24. istri 25. suami

I 03. I 04. muntoru 05. amea 06. ea 07. tata 08. kamuki 09. mampuai 10. manggatu 11. nemaraha 12. amai 13. umomu 14. day 15. ai 16. sumoi 17. kahi 18. wiwing 19. mang 20. kadawing 21. wariboai 22. nyuntarai 23. mantei 24. binemi 25. wamu II Kata Benda

(28)
(29)
(30)

95. sirih 96. kapur 97. tanah 98. gunung 99. tanjung 100. teluk 101. danau 102. selat 103. bukit 104. rumput 105. arus 106. sungai 107. ulat

108. gelembung

95. rema 96. roa 97. kahofa 98. uai 99. urefang 100. wora

101. werawanang 102. wesuai 103. uaiwowong 104. afui

105. foa 106. waya 107. awata 108. kawawuai Kata kerja

109. makan 110. pergi 111. datang 112. tidur 113. bangun 114. mandi 115. cium 116. mancing 117. duduk 118. lari 119. loncat 120. lempar 121. renang 122. ambil 123. pegang 124. cuci

(31)

125. potong 126. pangkas 127. tebang 128. belah 129. kerja 130. menyanyi 131. pukul 132. tendang 133. pukul 134. dayung 135. ikat 136. jahit 137. gosok 138. hitung 139. main

125. kutui 126. sowi 127. robang 128. bauri 129. nari 130. rohi 131. boi 132. kafa 133. tuhing 134. wo 135. kasei 136. tawa 137. kika 138. tato 139. mei Kata Warna

140. hitam 141. putih 142. biru 143. kuning

144. hijau 145. merah

Keiwewari 140. metan 141. bua 142. kahe 143. bomining 144. fiotatowari 145. berika Kata Penunjukan

146. kiri 147. kanan 148. tengah 149. atas 150. bawah 151. panjang 152. pendek

(32)

153. dekat 154. jauh

153. kefang 154. waroi Kata penunjuk tempat

155. ini 156. itu 157. di 158. ke 159. dari 160. sini 161. sana

Kaiwo katai 155. nini 156. nana 157. na 158. to 159. nadoni 160. nina 161. wana Kata waktu

162. pagi 163. siang 164. sore 165. malam 166. terang 167. gelap 168. hari 169. minggu 170. bulan 171. tahun

Kaiwo Rahida

162. kameai 163. rahida 164. ramindena 165. diru 166. memarang 167. mamantiti 168. rahida 169. ari 170. embai 171. fuina Kata Sifat

172. manis 173. pahit 174. enak 175. pedis 176. cantik 177. bau 178. kotor

(33)

179. bersih 180. bagus 181. busuk 182. basah 183. apung 184. baru 185. beberapa 186. benar 187. salah 188. kapan

179. mirareban 180. mahikai 181. piro 182. wawasa 183. tawoi 184. waworu 185. beiru 186. antu 187. parari 188. kidoni Kata Perumpamaan

189. Seperti 190. bagaimana 191. banyak 192. dengan 193. lagi 194. lain 195. satu 196. dua 197. tiga 198. empat 199. lima 200. enam 201. tujuh 202. delapan 203. sembilan 204. sepuluh 206 Kau bermain 207 Dia bercerita 208 Dia mandi 209 Dia jalan

Kaiwo siai 189. Toiri 190. tofino 191. fiau 192. we 193. kontai 194. siai 195. boiri 196. boru 197. botoru 198. boa 199. ring 200. wonang 201. itu 202. indiatoru 203. indiata 204. sura

(34)

210 Bermimpi 211 Saya ambil 212 Saya membuat 213 Saya mengisi 214 Saya mendayung

215 Menemani

210 tamiai 211 ika 212 inari 213 isonio 214 iwo 215 deurari

3.2.5.3 Alat-alat atau Sarana Pendukung 1. Alat-alat Penghubung Bagi Informan

Alat penghubung yang dimaksud dalam pengambilan data dari masyarakat dan informan yaitu berupa makanan ciri kas orang papua (pinang), dan rokok.

2. Alat-alat tulis, buku dan kertas yang dapat membantu pencatatan dalam pengambilan data.

3. Transportasi ke lokasi penelitian

Transportasi yang akan digunakan dalam pengambilan data yaitu berupa sampan yang memiliki penimbang yang diistilakan dengan semang. Sampan ini dilengkapi dengan motor tempel, sebagai mesin penggerak sampai ke tempat tujuan. Hal ini harus dijangkau dengan perahu karena jalan darat belum dibuat atau diaspal.

4. Tape recorder

(35)

pada saat mengadakan pesta adat, pertemuan para tokoh masyarakat dengan tokoh-tokoh agama yang membicarakan tentang penyelesaian perkara di lingkungan masyarakat kampung.

3.2.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 3.2.6.1 Wawancara

Wawancara adalah suatu percakapan dengan tujuan yang dilakukan untuk memperoleh konstruksi yang terjadi sekarang tentang orang, kejadian, aktivitas, organisasi, perasaan, motivasi, pengakuan, kerisauan dan sebagainya; rekonstruksi keadaan tersebut berdasarkan pengalaman masa lalu; proyeksi keadaan tersebut yang diharapkan terjadi pada masa yang akan datang; dan verifikasi, pengecekan dan pengembangan informasi (konstruksi, rekonstruksi dan proyeksi) yang telah didapat sebelumnya (Lincoln & Guba dalam Syamsuddin & Damaianti, 2006:94). Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara bebas terpimpin yaitu peneliti melakukan wawancara berdasarkan pedoman wawancara yang telah disusun. Pedoman wawancara tidak disertai alternatif jawaban sehingga responden bebas menjawab sesuai dengan hal yang diketahuinya, dalam kaitannya dengan pertanyaan yang diajukan.

3.2.6.2 Teknik Pengamatan

(36)

manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar (Sugiyono, 2007:145). Observasi digunakan dalam penelitian ini untuk mengamati kehidupan masyarakat Ambai hubungannya dengan pengidentifikasikan struktur kalimat yang ada dalam bahasa Ambai dan peneliti tidak terlibat dalam kehidupan bermasyarakat tetapi hanya melakukan pengamatan dan pengumpulan data.

3.2.6.3 Teknik Dokumentasi

Teknik ini digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan berbagai teks yang di dalamnya telah tertera berbagai bacaan, baik itu berbentuk narasi, eksposisi, dan argumentasi dalam bahasa Ambai.

3.3 Tahap Penelitian

Tahap penelitian merupakan langkah-langkah yang akan ditempuh dalam pengambilan, pengumpulan, pengolahan, dan analisis data. Kegiatan penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut;

1) Kegiatan untuk memperoleh struktur kalimat bahasa Ambai

2) Kegiatan mengklasifikasi jenis kalimat yang ada dalam bahasa Ambai 3) Kegiatan Analisis morfosintaksis kalimat bahasa Ambai.

4) Menyusun bahan pembelajaran kalimat bahasa Ambai untuk tingkat SLTP dengan mengacu pada pengembangan kurikulum dan tingkat kebutuhan daerah.

3.4 Teknik Analisis Data

(37)
(38)

BAB V

BAHAN PEMBELAJARAN MUATAN LOKAL SRTUKTUR KALIMAT BAHASA AMBAI

Pada bab ini, peneliti dapat menyusun bahan pembelajaran yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan pembelajaran pada mata pelajaran muatan lokal. Sesuai dengan beberapa pendapat para ahli dan pengertian dalam kamus pada Bab II, tentang bahan pembelajaran yaitu sesuatu bahan yang dibuat sebagai pedoman utama atau pegangan bukti dengan tujuan membantu proses belajar siswa untuk mencapai keberhasilan pendidikannya, maka peneliti dapat menyusun bahan ini agar dapat digunakan dalam pencapaian tujuan penelitian pada bab I.

Pembuatan penyusunan bahan pembelajaran dalam mata pelajaran muatan lokal selalu berpatokan pada kebutuhan daerah yaitu meningkatkan ketrampilan pada suatu bidang yang sangat potensial. Potensi pemakai bahasa daerah Ambai meliputi beberapa distrik dan kampung, secara eksplisit peneliti melihat sangat sesuai untuk mengembangan bahasa Ambai yaitu dalam mata pelajaran muatan lokal di distrik kepulauan Ambai. Fokus pembelajaran muatan lokal dalam penelitian ini, peneliti lebih menitikberatkan pada tingkat kebahasaan yaitu struktur kalimat, jenis kalimat, dan proses pembentukan kata bahasa Ambai.

(39)

ketrampilan menulis. Untuk memahami dan mengembangkan bahasa Ambai, maka seorang siswa harus menguasai struktur kalimat bahasa Ambai sebagai suatu ketrampilan dasar. Ketrampilan dasar yang harus dimiliki dalam pembelajaran muatan lokal ini yaitu secara spesifik siswa dapat menggunakan bahasa Ambai sesuai dengan struktur kalimat yang benar. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka peneliti akan menjabarkan kompetensi pembelajaran berdasarkan tujuan pencapaian kompetensi siswa pada tingkatan kelas. Kompetensi pada tingkatan perkelas, peneliti membagi dengan harapan akan lebih mudah dan efisien. Demikian pembagian bahan pembelajaran dari kelas VII semester 1 dan 2, VIII semester 3 dan 4, dan IX semester 5 dan 6 di SMP Negeri Ambai.

5.1 Pada Tingkat Kelas VII semester 1

Kompetensi yang diharapkan pada bahan pembelajaran muatan lokal bahasa Ambai pada tingkat kelas VII semester I adalah

1. Siswa dapat memahami proses pembentukan kata dasar dengan penambahan unsur persona Jau.

2. Siswa dapat memahami proses pembentukan kata dasar dengan penambahan unsur persona Wau.

3. Siswa dapat memahami proses pembentukan kata dasar dengan penambahan unsur persona I.

(40)

5. Siswa dapat memahami proses pembentukan kata dasar dengan penambahan unsur persona Ea.

6. Siswa dapat memahami proses pembentukan kata dasar dengan penambahan unsur persona Tata.

7. Siswa dapat memahami proses penambahan protesis, epentesis, dan paragog.

8. Siswa dapat memahami proses pengurangan afesis, sinkop, dan apokop. 9. Siswa dapat memahami proses metatesis dalam bahasa Ambai.

10. Siswa dapat memahami proses blending dalam bahasa Ambai.

11. Siswa dapat memahami bentuk pemendekan dan singkatan dalam bahasa Ambai.

Bahan Pembelajaran Tingkatan Kelas VII Semester 1

Morfosintaksis Pembentukan Jenis Kata dalam Bahasa Ambai

(41)

peneliti melihat, ada unsur yang paling menonjol dalam perubahan yaitu unsur persona dengan kata dasar. Adapun proses ini terjadi pada unsur persona, jau (saya), wau (kau), i (dia), amea (kami), ea (mereka), tata (kita), turu (kita dua), dan

muru (kamu dua) dalam bahasa Ambai. Misalnya pada unsur persona jau (saya)

dan kata dasar tampi (makan), jika kedua kata ini dibentuk dalam sebuah kalimat maka kedua unsur harus digabungkan menjadi jampi (saya makan). Ada pula yang terjadi pada unsur persona wau (kau) dengan kata dasar tampi (makan), i (dia) dan tampi (makan), amea (kami) dan tampi (makan), maka kata wau (kau) ditambahkan

dengan kata dasar tampi (makan), maka kedua kata itu akan berubah menjadi bampi (kau makan) dan i (dia) ditambahkan dengan kata tampi (makan) maka

kedua kata itu akan berubah menjadi kata dampi (dia makan) dan kata amea (kami) ditambahkan dengan kata dasar tampi (makan) akan berubah menjadi ametampi (kami makan).

Dalam analisis kalimat bahasa Ambai ini dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa jika unsur persona wau (kau) ditambahkan dengan kata dasar yang diawali dengan fonem t, maka fonem awal kata itu akan beruba menjadi b. Unsur persona i, jika ditambahkan dengan kata dasar yang diawali dengan fonem t, maka kata dasar tersebut huruf awal akan berubah menjadi d. Unsur persona amea, ea, tata, turu, dan muru, jika ditambahkan dengan kata dasar apapun seperti pada contoh di atas tidak mengalami perubahan pada fonem awal suatu kata dasar. Proses penghilangan itu terjadi pada suku kata awal, maupun suku kata kedua.

(42)

1) Unsur Jau (saya)

(1) Unsur persona jau (saya), bila digabungkan dengan kata dasar yang diawali dengan fonem t, maka fonem awal dari kata dasar yang diawali dengan fonem t akan hilang dengan suku akhir au dari kata wau yang hasilnya menjadi j. Contoh! tampi menjadi jampi tato menjadi jeto tawa menjadi jawa

(2) Unsur persona jau (saya), bila digabungkan dengan kata dasar yang diawali dengan fonem m, n, r, s, h, b, k, w, p maka fonem awal dari kata dasar yang diawali dengan fonem m, n, r, s, h, b, k, w, p akan hilang dengan suku akhir au dari kata jau yang akan berubah bentuk menjadi i. Contoh!

● mung menjadi imung ● nunung menjadi inunung ra menjadi ira

● sobu menjadi isobu bai menjadi ibai

kase menjadi ikase wori menjadi iwori poro menjadi iporo

2) Unsur persona Wau (kau)

(1) Unsur persona wau (kau), bila digabungkan dengan kata dasar yang diawali dengan fonem t, maka fonem awal dari kata dasar yang diawali dengan fonem t, akan hilang dengan fonem i berubah menjadi b.

Contoh!

(43)

(2) Unsur persona wau (kau), bila digabungkan dengan kata dasar yang diawali dengan fonem m, n, r, s, h, b, k, w, p maka fonem awal dari kata dasar yang diawali dengan fonem m, n, r, s, h, b, k, w, p tidak mengalami perubahan.

3) Unsur persona I (dia)

(1) Unsur persona I (dia), bila digabungkan dengan kata dasar yang diawali dengan fonem t, maka fonem awal dari kata dasar yang diawali dengan fonem t, akan hilang dan fonem i berubah menjadi b. Contoh!

tampi menjadi dampi (dia makan) tato menjadi deto (dia hitung) tawa menjadi dawa (dia menjahit)

(2) Unsur persona I (dia), bila digabungkan dengan kata dasar yang diawali dengan fonem m, r, s, h, b, k, dan w, maka suku kata pertama dari kata dasar akan ditambahkan fonem i sebagai infiks.

Contoh:

● mung menjadi miung (dia bunuh) ra menjadi ria (dia jalan) sobu menjadi siobu (dia dapat) bai menjadi biai (dia bayar) wori menjadi wiori (dia beli) kase menjadi kiase (dia ikat)

(44)

Contoh!

nunung menjadi nyunung (dia tembak) nuna menjadi nyuna (dia cium)

(4) Unsur persona I (dia), bila digabungkan dengan kata dasar yang diawali dengan fonem p, m, maka fonem kedua dari kata dasar itu akan berubah menjadi fonem i sebagai infiks.

Contoh:

poro menjadi piro (dia busuk) ● payai menjadi piyai (dia rela) ● muni menjadi mini (dia membunuh) makai menjadi mikai (dia menari)

4) Unsur persona Ea (mereka)

Jika unsur persona ea (mereka), digabungkan dengan suatu kata dasar, maka fonem a pada kata ea akan hilang.

Contoh!

● mung menjadi emung (mereka bunuh) ● nunung menjadi enunung (mereka tembak) ra menjadi era (mereka jalan)

(45)

wori menjadi ewori (mereka bayar) poro menjadi eporo (mereka busuk)

5) Unsur persona Amea (kami)

Jika unsur persona amea (kami), digabungkan dengan suatu kata dasar, maka fonem akhir a pada kata amea akan hilang.

Contoh!

mung menjadi amemung (kami bunuh) nunung menjadi amenunung (kami bakar) ra menjadi amera (kami jalan)

sobu menjadi amesobu (kami dapat) bai menjadi amebai (kami bayar) kase menjadi amekase (kami ikat) wori menjadi amewori (kami beli) piro menjadi ameporo (kami busuk)

6) Unsur Persona Tata (kita)

Unsur persona tata, bila digabungkan dengan suatu kata dasar, maka suku kata kedua dari kata tata akan hilang.

Contoh!

(46)

kase menjadi takase (kita ikat) sobu menjadi tasobu (kita dapat) bai menjadi tabai (kita bayar) wori menjadi tawori (kita beli) piro menjadi taporo (kita busuk)

7) Proses penambahan ini terdiri dari:

(1) Protesis artinya penambahan vokal atau konsonan pada awal kata.

emung (mereka bunuh) dari kata dasar mung (bunuh) ditambahkan dengan ea (mereka)

imesiri (saya sendiri) dari kata dasar mesiri (sendiri) ditambahkan dengan jau (saya)

(2) Epentesis artinya penambahan vokal atau konsonan di tengah kata. ● mung menjadi miung (dia bunuh) ra menjadi ria (dia jalan) sobu menjadi siobu (dia dapat) bai menjadi biai (dia bayar) wori menjadi wiori (dia beli) kase menjadi kiase (dia ikat)

(3) Paragog artinya penambahan vokal atau konsonan di akhir kata ● Lukasio (lukas dia)

(47)

8) Proses Pengurangan

(1) Afesis artinya pengurangan vokal atau konsonan di awal kata.

Pada kata tota (tendang), bila ditambahkan kata jau (saya) sebagai prefiks, maka kata itu akan berubah menjadi jota. Jadi proses afesis di sini yaitu kata tota mengalami pengurangan menjadi kata ota.

Pada kata jau ( saya) dengan kata dasar tampi (makan), bila digabungkan maka kata itu akan berubah menjadi jampi. Jadi proses afesis di sini yaitu kata tampi mengalami pengurangan menjadi kata ampi.

(2) Sinkop artinya pengurangan vokal atau konsonan di tengah kata.

Proses pengurangan vokal atau konsonan ini akan terlihat pada contoh kata dalam bahasa Ambai berikut ini.

● Kata tata (kita) digabungkan dengan kata eriai akan menjadi deriai. Penghilangan –ne pada kata dine.

(3) Apokop artinya pengurangan vokal atau konsonan di akhir kata.

Proses pengurangan vokal atau konsonan di akhir kata yaitu pada kata amea digabungkan dengan kata tawang, akan berubah menjadi ametawang. Jadi kata amea jika ditambahkan dengan kata tawang, maka kata amea akan mengalami pengurangan fonem -e pada akhir kata amea. Jadi kata itu akan berubah menjadi ame.

9) Metatesis

(48)

Contoh!

Bena terjadi dari gabungan kata wau (kau) dengan kata tena (tidur) Jena terjadi dari gabungan kata jau (saya) dengan kata tena (tidur)

● Ametena terjadi dari gabungan kata amea (kami) dengan kata tena (tidur) ● Dena terjadi dari gabungan fonem i (dia) dengan kata tena (tidur) ● Etena terjadi dari gabungan kata ea (mereka) dengan kata tena (tidur) ● Tatena terjadi dari gabungan kata tata (kita) dengan kata tena (tidur)

10) Proses Blending

Blending adalah percampuran dua kata yang menjadi satu kata. Dalam bahasa Ambai akan terlihat pada unsur persona dengan kata kerja.

Contoh!

bunung terjadi dari kata wau dan tunung

Kata wau dan tunung bila kedua kata ini digabungkan, maka kedua kata ini akan berubah menjadi kata bunung.

● Inari digabungkan dari kata jau dan nari (saya buat) ● Ira digabungkan dari kata jau dan ra (saya jalan) ● Imito dibentuk dari kata jau dan mito (saya lari) ● Bena dibentuk dari kata wau dan tena (kau tidur) ● Mang ea tunung menjadi mantunung (peminum)

(49)

Pemendekan ini terdiri dari bentuk akronim dan berupa singkatan kata. Akronim adalah penciptaan istilah baru dengan cara menyingkat, baik itu fonem awalnya saja ataupun, tengah atau akhir pada kata. Dalam bahasa Ambai kata ini biasanya diucapkan dengan menyingkat dua kata menjadi satu kata, sehingga terdengar ada beberapa fonem yang tidak terdengar oleh pembicara maupun pendengar. Misalnya pada kata:

● kahairai menjadi kairai (kau cepat menjadi cepat)

dohona menjadi dona (sehingga menjadi hingga)

mang tata inau menjadi mantaunau

(laki-laki kita ajar menjadi pengajar laki-laki)

12) Singkatan

Singkatan kata dalam bahasa Ambai yaitu cara mengambil fonem awalnya saja dan proses penanggalan satu atau beberapa bagian leksem atau kombinasi leksem sehingga jadilah leksem baru yang berstatus kata.

Contoh!

Kahairai menjadi kai (cepat)

(50)

5.2 Pada Tingkat Kelas VII Semester 2

Kompetensi yang diharapkan pada bahan pembelajaran muatan lokal bahasa Ambai pada tingkat kelas VII semester I adalah

1. Siswa dapat memahami unsur persona yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai subjek dalam kalimat.

2. Siswa dapat memahami unsur persona sebagai prefiks dalam pemaknaan kalimat.

3. Siswa dapat memahami unsur subjek pada kata benda, kata sifat, dan kata bilangan.

4. Siswa memahami setiap penyebutan nama dalam bahasa Ambai harus diakhiri dengan fonem i.

Materi Struktur kalimat bahasa Ambai

Pada umumnya struktur bahasa Ambai, memiliki unsur subjek dan predikat sebagai inti kalimat dan unsur objek, dan keterangan sebagai pelengkap. Ditinjau dari beberapa hasil analisis kalimat bahasa Ambai, ternyata ada bentuk atau pola kalimat yang memiliki pola tersendiri atau khusus. Bentuk struktur kalimat yang ditemukan dalam pemakaian kalimat bahasa Ambai adalah bentuk persona wajib ditempelkan pada kata dasar sebagai subjek sekaligus predikat. Untuk lebih memahami bentuk dan struktur kalimat bahasa Ambai, maka peneliti dapat menjabarkan sebagai berikut:

(51)

sebagai subjek dalam kalimat. Berikut beberapa contoh dalam kalimat di bawah ini!

1. Junung je!

(Saya minum Bir!) 2. Bang diang maneiru?

(Kau makan ikan berapa?)

3. Nyuntarai dunung dine. (Dia seorang peminum.)

4. Paulusi demi ea ewawu.

(Paulus menyuruh mereka bubar.) 5. Merama tahafe tane muniara nei!

(Mari kita tutup acara kita!)

b. Unsur predikat dalam bahasa Ambai tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya unsur persona, karena dalam bahasa Ambai kalau dilihat pada beberapa contoh kalimat, tentunya unsur persona berperan sebagai prefiks. Tanpa adanya prefiks persona, kalimat ini tidak memiliki makna predikat pada suatu konteks kalimat.

Berikut contoh pada beberapa kalimat di bawah ini! 1. Wa sifona jai dautai sifo to Bia.

(Pesawat itu terbang ke Biak.) 2. Bang diang nani kay.

(52)

3. Tu maraing bani kairai? (Tenggelamkan nelon cepat!) 4. Deriai!

(Dia mandi!)

c. Unsur subjek pada kata benda, kata sifat, kata bilangan, tentunya dapat berdiri sendiri dalam kalimat. Berikut beberapa contoh pada kalimat di bawah ini!

1. Junusi dana munua manei na ne afaigoro.

(Junus menembak seekor ikan tongkol dengan senapan selam.) 2. Mesaki johi rayato.

(Mesak menyanyikan sebuah lagu.) 3. Nafa bua nini dino tohari.

(Pasir putih ini yang diambil.) 4. Rahofui foyo mehikai paria.

(Suaranya sangat merdu.)

d. Jika dilihat dari segi pemaknaan kalimat, maka unsur persona yang digabungkan dengan predikat selalu berfungsi sebagai prefiks. Berikut contoh kata yang terdapat pada kalimat di bawah ini!

(53)

(Kau lempar ikan itu cepat!) 3. Wu turu wori jisang diang nei!

(Kau dayung kencang, agar saya tikam ikan ini!)

e. Setiap penyebutan nama orang dan benda selalu diakhiri dengan vokal i. Penyebutan vokal i dalam bahasa Ambai pada unsur nama orang dan benda ini biasanya menyatakan pengganti dari pelaku atau menunjukan benda yang disebutkan. Kalau dilihat dari segi makna fonem i pada unsur persona, maka fonem i berfungsi menyatakan orang ketiga (dia). Demikian pula pada unsur benda, maka fonem i berfungsi menyatakan kata penunjuk (itu).

Berikut beberapa contoh di bawah ini! 1. Marteni (Marthen dia)

2. Mesaki (Mesak dia) 3. Motori (Motor itu)

5.3 Pada Tingkat Kelas VIII Semester 3

Materi Jenis-jenis kalimat dilihat dari Segi Isi dan Amanat 1. Kalimat Berita

Kalimat berita bahasa Ambai secara umum membentuk kalimat yang isinya menyampaikan, memaparkan atau memberitahukan sesuatu kepada orang lain berupa perasaan, peristiwa, dan kejadian.

(54)

(Besok, Ayah datang dari Jayapura) ●Ai dontai mane!

(Ibu telah datang)

●Robio wiori motori waworu!

(Robi membeli motor baru!)

2. Kalimat Tanya

Kalimat tanya bahasa Ambai secara formal ditandai oleh beberapa kata tanya seperti: fiani (apa), mantei (siapa), beiru (berapa), kidoni (kapan), tofino (bagaimana), dan doni (kemana). Kalimat tanya ini biasanya digunakan untuk meminta informasi mengenai sesuatu dari penutur. Adapun cara pembentukan kalimat tanya adalah

1) Penambahan kata fiani

Kata tanya fiani digunakan untuk menanyakan benda, hewan, tumbuhan. Contoh berikut ini!

Bang fiani? (Kau makan apa?)

Bunung fiani? (Kau minum apa?)

2) Penambahan kata mantei

(55)

Kayati nini mantei nen dine? (Buku ini siapa yang punya?) ● Rau mantei?

(Kau menikahi dengan siapa?) ● Wawayo mantei niari ne? (Perahu itu siapa yang buat?) ● Mantei fiai rahutu fine?

(Siapa yang membuka pintu ini?)

3) Penambahan kata beiru dan maneiru.

Kata beiru digunakan untuk menanyakan bilangan. Perhatikan contoh berikut ini!

Bong doi beiru we Maritai?

(Kau berikan uang berapa banyak kepada Marta?) ● Antaraung beiru?

(Atap berapa?)

Nemu aringgoya beiru? (Berapa banyak penikammu?)

Kata tanya maneiru digunakan untuk menanyakan jumlah benda, orang, hewan. ● Nemu arikang maneiru?

(56)

4) Penambahan kata kidoni

Kata kidoni digunakan untuk menanyakan waktu. ● Kidoni bong ma?

(Kapan kau datang?) ● Kidoni rirauki? (Kapan kau menikah?)

5) Penambahan kata tofino

Kata tanya tofino digunakan untuk menanyakan keadaan. ● Metafai tofino?

(Kalian berlayar ke mana?) ● Nemutarai wani tofino? (Bagaimana kesehatanmu?)

6) Penambahan kata doni ● Bong doni?

(Kau pergi ke mana?) ● Mura doni?

(57)

3. Kalimat Perintah

Kalimat perintah adalah kalimat yang dibentuk untuk memancing respons yang berupa tindakan. Kalimat perintah dalam bahasa Ambai dapat dibentuk dengan memasukan kata kairai. Berikut Contoh!

Ro to woria fo kairai! (Pergi ke luar cepat!)

● Roa tara aimasa fo kairai! (Kau pergi belah kayu cepat!) ● Tu maraing bani kairai! (Ulurkan nelon itu cepat!)

Mung erang bai kairai! (Tebarkan jaring itu cepat!)

4. Kalimat Seru

Kalimat seru dalam bahasa Ambai ditandai dengan kata boe dan antu yang artinya sungguh mengagumkan, sangat heran, dan banggga terhadap seseorang. Namun pada dasarnya kalimat seru dapat pula dilihat dari segi makna. Contoh ● Boe nu wani mehikaiao!

(Alangkah indahnya pulau itu!)

●Antu! Nyuntarai beng dine!

(Sungguh dia orang benar!)

(58)

Kalimat suruh dalam bahasa Ambai merupakan kalimat yang mengharapkan tanggapan berupa tindakan dari yang diajak berbicara. Berdasarkan pola struktur kalimat dapat dijadikan menjadi empat golongan yaitu

1. Kalimat Suruh yang sebenarnya ● Bisang diang munesai wai!

(Kau tikan ikan Munesai itu!) ● Paulusi demi ea ewawu!

(Paulus menyuruh mereka kabur!)

2. Kalimat Persilahan ●Bang diang nani kai!

(Makanlah ikan itu cepat!) ● Kobi diang piro wai!

(Buanglah ikan yang amis itu!)

3. Kalimat ajakan

● Rufia ramindena mani beriai!

(Bekerja sampai malam itu harus mandi!) ● Merama tawopi tata!

(Mari kita berlomba dayung!)

(59)

● Dohona momei fiang ne fanai!

(Jangan kau buang-buang makanan!) ●Dona rohi fanai!

(Jangan kau menyanyi!)

5.1.4 Pada Tingkat Kelas VIII Semester 4

Kalimat dilihat dari segi Kelas Kata Predikat maka kalimat meliputi kalimat verba kalimat nomina, adjektival, numeralia, adverbial, dan preposisional 1) Kalimat Verba (kerja)

Kata kerja dalam bahasa Ambai selalu diikuti oleh unsur persona yang selalu dilekatkan dengan subjek. Kelas kata verba predikat dalam bahasa Ambai dapat pula dilihat dari verba taktransitif, verba ekatransitif, dan verba dwitransitif. Untuk menentukan kata kerja taktransitif, ekatransitif, dan dwitransitif, peneliti melihat dari unsur predikat sebagai kata kerja dengan unsur-unsur pembentuk kalimat seperti subjek, predikat, objek, dan keterangan.

(1) Verba taktransitif merupakan kalimat yang tidak berobjek dan tidak berpelengkap, dan hanya memiliki dua unsur wajib, yaitu subjek dan predikat. ●Deriai! (Dia mandi!)

●Bampi! (Kau makan!)

●Bunung! (Kau minum!)

●Bana! (Kau panah!)

(60)

●Jimi juai aimasa.

(Jimi mengangkat kayu.)

● Dai dunung je botoli ring.

(Bapak minum bir lima botol.) ● Uwo ufo diang na rawanang dau.

(Mereka menarik ikan di lautan.) ● Isahu mani meroa.

(Saya memanggil kalian menyahut.)

(3) Verba dwitransitif merupakan ungkapan hubungan tiga wujud, masing-masing unsur subjek, objek, dan keterangan.

Contoh!

● Fifiani modurine?

(Apa yang kau katakan?)

● Rahida fiani bontai to Worandia?

(Hari apa kau berangkat?)

●Wa wayo mantei niaririne?

(Perahu itu siapa yang buat?)

2) Kalimat Nomina (benda)

Kata benda yang menjadi predikat dalam bahasa Ambai, dapat dilihat pada unsur subjek awal kalimat yang selalu melekatkan pada unsur predikat.

(61)

● Kamiai foyo mintawa Mosesi!

(Batu itu menindis Moses!) ● Bobi mani mantaunau dine!

(Boby adalah seorang guru!) ● Umbe nani weo tanari romi nai!

(Parang itu untuk membuat kebun!) ● Imani nehu manfata dine.

(Dia adalah gembalaku.)

3) Kalimat Adjektifal (sifat)

Kalimat adjektifal dalam bahasa Ambai merupakan kalimat yang pembentukan predikatnya dapat dilihat dari kata sifat.

Contoh:

● Rahofui foyo mehikai paria!

(Suaranya sangat merdu!)

● Netaraifoyo mirarebanai beyari!

(Tubuhnya sangat gagah!) ● Boe medu kaiwo mahikai!

(Tutur bahasanya baik!) ● Antu! Nyuntara beng dine!

(Sungguh! Dia orang benar!)

(62)

Kalimat numeralia dalam bahasa Ambai merupakan kalimat yang dibentuk dari unsur nomina sebagai predikatnya. Seperti orang, dan wajib diikuti ukuran seperti meter.

Contoh:

● Tawawisi mani tatampi.

(Kalau kita lapar kita harus makan.)

● Junusi dana munua manei na ne afaigorofo.

(Junus memanah seekor ikan tongkol dengan senapan menyelam.)

● Nemu arikang maneiru?

(Kau punya anak berapa orang?)

● Bang diang maneiru?

(Kau makan ikan berapa ekor?)

5) Kalimat Adverbial (keterangan)

Kalimat adverbial dalam bahasa Ambai dapat dilihat dari kategori adjektival, numeralia, dan preposisi dalam kalimat.

Contoh:

●Wa sifona jai dautai sifo to Bia.

(Pesawat itu terbang ke Biak.)

●Wa foyo Andariasi defairine!

(Perahu itu Andarias yang membuatnya!)

● Nafa bua nini dino tahari.

(63)

● Faringgeni nini karia.

(Petatas ini tidak baik.)

6) Kalimat Preposisional (penghubung)

Kalimat preposisional dalam bahasa Ambai dapat dilihat pada unsur predikat yang berupa kata preposisional.

Contoh:

● Bonani jau nehu dine.

(Yang itu bukan saya punya.)

● Fianandino baniwa?

(Apa yang kau makan?)

● Dohona momei fiang ne fanai.

(Jangan kau main makanan)

5.1.5 Pada Tingkat Kelas X Semester 5

1) Kalimat minim dalam bahasa Ambai merupakan kalimat pendek yang terdiri dari unsur segmental (kata), suprasegmental (intonasi) dengan makna dan situasi. Kalimat ini biasanya dilalui dengan pertanyaan dan jawaban singkat.

Contoh! ● Fiani? (apa)

(64)

(apa yang kau bicarakan?) ● Jayapura!

(Jayapura!)

Bong doni?

(Kau pergi ke mana?)

2) Kalimat panjang dalam bahasa Ambai merupakan kalimat yang terdiri atas beberapa kontur dan klausa. Kalimat ini diucapkan oleh pembicara dengan mendapat respons dari pendengar. Respons ini berupa jawaban panjang yang terdiri atas beberapa klausa. Contoh!

● Jimi ruai aimasa.

(Jimi kau angkat kayu bakar.) ● Mung erang bai kairai! (Kau buang jaring itu cepat)

3) Kalimat minor merupakan kalimat yang tidak lengkap namun dapat dipahami konteks oleh pembicara atau pendengar (jawaban singkat).

● Bia to doni?

(Kau turun ke mana?) ● Wa!

(Perahu!)

(65)

● Wori fiani?

(Kau beli apa?) ● Iwori diang!

(Saya beli ikan!) ●Ai dontai mane!

(Ibu sudah tiba!)

5.1.6 Pada Tingkat Kelas X Semester 6

Segi jumlah klausanya kalimat dapat dibagi menjadi Kalimat tunggal, kalimat majemuk setara, dan kalimat majemuk bertingkat.

1) Kalimat tunggal merupakan kalimat yang terdiri dari satu klausa bebas tanpa klausa terikat.

Contoh!

● Piteri dana muntung manei.

(Piter menembak seekor burung Merpati)

● Robio wiori motori waworu.

(Robio wiori motori waworu) ● Jimi juai aimasa.

Jimi mengangkat kayu bakar) ● Ametafai na wa batang.

(66)

2) Kalimat majemuk setara dalam bahasa Ambai sejalan secara eksplisit dihubungkan oleh konjungsi dalam bahasa Indonesia seperti kontai-dan, ainanaya-lalu, kemudian, bento ki-sudah itu, setelah itu, sebelum itu, Yang berlawanan

secara eksplisit dihubungkan oleh konjungsi: tetapi, namun, sedangkan, sebaliknya

Contoh

Wiwing foyo jang pa, jang diang, jang timuri, konta niari anang. (Perempuan itu masak ikan, masak nasi, masak ubi, dan papeda.) ● Ai wiori diang mandu konta anang rotang kowei.

(Ibu membeli ikan dua dan sagu satu kantong.)

3) Kalimat majemuk bertingkat bahasa Ambai berhubungan sebab akibat yang secara eksplisit dihubungkan oleh konjungsi: mani (sebab itu),weo (karena itu). Contoh!

● Umona mani nyuntarai ambe dine.

(Tantanya orang pendatang) ● Ro mani kufe nemu rahutu wani!

(Kalau kau pergi jangan lupa menutup pintu!) ● Rahidafao kaiwasa emunsa na jembatan faisi.

(Tadi siang, orang-orang berkelahi di atas jembatan itu!)

Kamamiai nini we nari munu.

(67)
(68)

DAFTAR PUSTAKA

Anceaux, J. C. 1961. The Linguistic Situation In The Islands Of Yapen, Kurudu, Nau and Miosnum, New Guinea. Institut Bahasa dan Tata Bahasa.

Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Ba’dulu. Abdul Muis. dkk. 2005. Morfosintaksis. Jakarta: Rineka Cipta

Badudu, J. S., Zain (1994). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Sinar Harapan.

Bauer, Laurie. 1988 Introducing Linguistic Morphology. Great Britain: Einburg University Press

Bloomfield, Leonard. 1995 Laguage.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Butar-Butar, Charles. 1996. Tesis ( Pengembangan Materi pengajaran struktur bahasa Indonesia berdasarkan analisis kontrasktif bahasa Indonesia dengan bahasa Batak Toba.). Bandung: IKIP.

Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 1998. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta

Crystal, David, 1985. A Dictionary of Linguistics and Phonetics. oxford: Brasil Black Well.

Keraf, Gorys. 1989. Komposisi. Flores: Nusa Indah.

Kridalaksana, H. 1984. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.

(69)

Moeliono, Anton, dkk. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Parera, Jos Daniel. 1991. Kajian Linguistik Umum Historis Komparatif dan Tipologi Struktural. Jakarta: Erlangga Edisi Kedua

Putrayasa, Ida B. 2007. Analisis Kalimat (Fungsi, Kategori, dan Peran), Bandung: PT Refika Aditama.

Ramlan, M. 1986. Sintaksis. Yogyakarta: CV. Karyono

Richards, Jack C. 1992. Longman Dictionary of Language Teaching and Applied Linguistic. England: Longman Group.

Riduwan. 2007. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta.

Sagala, Syaiful. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Stern, H. H. 1984. Fundamental Concepts of Language Teaching. oxfort University: Walton.

Syamsuddin AR. 2007. Modul Struktur Bahasa Indonesia. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Syamsuddin AR dan Damaianti, Vismaia S. 2006. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia: PT Remaja Rosdakarya.

Referensi

Dokumen terkait