• Tidak ada hasil yang ditemukan

INDEKS INKLUSI DI SD NEGERI KABUPATEN MUSI BANYUASIN :Studi Tentang Keberhasilan Implementasi Pendidikan Inklusif Tahun 2010.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "INDEKS INKLUSI DI SD NEGERI KABUPATEN MUSI BANYUASIN :Studi Tentang Keberhasilan Implementasi Pendidikan Inklusif Tahun 2010."

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

vii DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR GRAFIK ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Fokus dan Pertanyaan Penelitian ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Definisi Konsep ... 8

E. Kegunaan Penelitian ... 10

F. Metode Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Inklusif ... 14

(2)

viii

2. Dasar Pendidikan Inklusif ... 16

a. Dasar Filosofis... 16

b. Dasar Yuridis ... 18

c. Dasar Pedagogis ... 22

d. Dasar Empiris ... 22

3. Konsep Utama Pendidikan Inklusif ... 23

4. Faktor-faktor Dalam Pendidikan Inklusif ... 25

B. Indeks Inklusi ... 28

1. Dimensi Budaya Inklusi ... 36

2. Dimensi Kebijakan Inklusi ... 38

3. Dimensi Praktik Inklusi ... 41

C. Pendidikan Inklusif di Kabupaten Musi Banyuasin ... 43

1. Gambaran Umum di Kabupaten Musi Banyuasin ... 43

2. Pendidikan di Kabupaten Musi Banyuasin ... 44

3. Implementasi Pendidikan Inklusif di Kabupaten Musi Banyuasin .... 45

D. Penelitian yang Relevan ... 57

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 60

B. Lokasi dan Informan Penelitian ... 61

C. Prosedur Penelitian ... 63

D. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ... 66

(3)

ix

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 78

1. Indeks Budaya Inklusi ... 78

2. Indeks Kebijakan Inklusi ... 91

3. Indeks Praktik Inklusi ... 102

B. Pembahasan ... 117

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 144

B. Saran ... 152

DAFTAR PUSTAKA ... 156

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 159

(4)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Dimensi dan Bagian Indeks Inklusi ... 35

Tabel 2.2. Jumlah Sekolah di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2010 ... 44

Tabel 2.3. Jumlah Siswa Sekolah di Kabupaten Musis Banyuasin Tahun 2010 ... 45

Tabel 2.4. Jumlah Peserta Program Pengembangan SDM Implementasi Pendidikan Inklusi Tahun2007 ... 50

Tabel 2.5. Jumlah Siswa di sekolah Inklusi ... 53

Tabel 2.6. Keadaan Personalia Sekolah Pada Tahun Pelajaran 2009/2010... 54

Tabel 2.7. Rasio Guru dan Siswa di Sekolah Inklusi ... 55

Tabel 2.8. Fasilitas Sekolah yang Tersedia Pada Tahun Pelajaran 2009/2010 ... 57

Tabel 3.1. Keterangan Skor ... 71

Tabel 3.2. Jumlah Indikator ... 75

Tabel 3.3. Kriteria Interpretasi ... 77

Tabel 4.1. Skor Budaya Inklusi ... 89

Tabel 4.2. Skor Kebijakan Inklusi ... 100

Tabel 4.3. Skor Praktik Inklusi ... 114

(5)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Tiga Dimensi Indeks Inklusi ... 34

Gambar 2.2. Struktur Organisasi Implementasi Pendidikan Inklusi Kabupaten Musi Banyuasin ... 51

Gambar 3.1. Triangulation Mixed Methods Designs ... 61

Gambar 4.1. Menuju ruang kelas SDN DS yang sudah aksesibel ... 94

Gambar 4.2. Pintu Gerbang SDN SL yang Sudah aksesibel ... 95

(6)

xii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 2.1. Jumlah Siswa di Sekolah Inklusi ... 53

Grafik 2.2. Rasio Guru dan Siswa di Sekolah Inklusi ... 55

Grafik 4.1. Skor Tiap-tiap Indikator Budaya Inklusi ... 90

Grafik 4.2. Skor Tiap-tiap Indikator Kebijakan Inklusi ... 101

Grafik 4.3. Skor Tiap-tiap Indikator Praktik Inklusi ... 116

Grafik 4.4. Indeks Budaya, Indeks Kebijakan, dan Indeks Praktik Inklusi SD Negeri Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2010 ... 118

(7)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Panduan Wawancara Budaya Inklusi ... 159

Lampiran 2 Panduan Wawancara Kebijakan Inklusi ... 160

Lampiran 3 Panduan Wawancara Praktik Inklusi ... 161

Lampiran 4 Panduan Observasi Budaya Inklusi ... 163

Lampiran 5 Panduan Observasi Kebijakan Inklusi ... 164

Lampiran 6 Panduan Observasi Praktik Inklusi ... 165

Lampiran 7 Surat Pengangkatan Pembimbing Penulisan Tesis ... 166

Lampiran 8 Surat Ijin Penelitian ... 168

Lampiran 9 Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian ... 169

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia yang melekat pada diri setiap warga dari suatu negara. Rumusan pendidikan sebagai bagian dari HAM itu terlihat jelas pada Pasal 26 Deklarasi HAM yang menyatakan: “Setiap orang berhak atas pendidikan. Pendidikan harus bebas biaya, setidaknya pada tingkat dasar. Pendidikan dasar harus bersifat wajib. Hal ini yang dimuat dalam

Universal Declaration of Human Rights (1948), UN Convention on the Rights of

the Child (1989), The World Declaration on Education for All, Jomtien (1990),

The Standard Rules on the Equalisation of Opportunities for Person with

Disabilities (1993), The Salamanca Statement and Framework for Action on

Special Needs Education (1994), World Education Forum Framework for Action,

Dakar (2000), Millenium Development Goals Focusing on Poverty Reduction and

Development (2000), EFA Flagship on Education and Disability (2001).

(9)

Bunyi Pasal 31 UUD 1945 tersebut kemudian diperjelas lagi dalam UU mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.

3. Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.

4. Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.

5. Setiap warga Negara berhak mendapatkan kesempatan meningkatan pendidikan sepanjang hayat.

Konsepsi dasar tersebut menunjukkan bahwa setiap warga negara tanpa kecuali berhak mendapatkan pendidikan, termasuk dalam hal ini adalah mereka yang berhak mendapatkan pendidikan khusus. Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. (UU No 20/2003 tentang Sisdiknas dalam penjelasan pasal 15).

(10)

pada Forum Pendidikan Dunia di Dakar tahun 2000. Pendidikan inklusif mempunyai arti bahwa: sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa mempedulikan keadaan fisik, intelektual, sosial, emosi, bahasa, atau kondisi-kondisi lain, termasuk anak-anak penyandang cacat anak-anak berbakat (gifted

children), pekerja anak dan anak jalanan, anak di daerah terpencil, anak-anak dari

kelompok etnik dan bahasa minoritas dan anak-anak serta anak-anak yang tidak beruntung dan terpinggirkan dari kelompok masyarakat (Salamanca Statement, 1994).

Substansi dari pendidikan inklusif adalah sebuah pendekatan yang melihat bagaimana mengubah sistem pendidikan agar dapat merespon keberagaman peserta didik. Tujuannya adalah agar guru dan siswa keduanya memungkinkan merasa nyaman dalam keberagaman dan melihat keragaman sebagai tantangan dan pengayaan dalam lingkungan belajar, keberagaman bukan sebagai masalah.

Pemerintah menjamin bahwa pendidikan khusus untuk peserta didik yang memiliki kelainan dan/atau peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat diselenggarakan secara inklusif (Permendiknas No 70/2009). Dalam pasal 2 Permendiknas No. 70/2009 disebutkan bahwa tujuan pendidikan inklusif adalah :

a. memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya;

(11)

Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang memberikan layanan kepada setiap anak, tanpa kecuali. Tanpa memandang kondisi fisik, mental, intelektual, sosial, emosi, ekonomi, jenis kelamin, suku, agama, budaya, tempat tinggal, bahasa dan sebagainya. Semua anak belajar bersama-sama, baik di kelas maupun di sekolah formal maupun nonformal yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing anak. Oleh sebab itu dengan melalui pendidikan inklusif diharapkan sekolah reguler dapat melayani semua anak didik tanpa kecuali, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus.

Implementasi dari kebijakan pemerintah tentang pendidikan inklusif di tingkat Kabupaten/kota adalah bahwa Pemerintah kabupaten/kota menunjuk paling sedikit 1 (satu) sekolah dasar, dan 1 (satu) sekolah menengah pertama pada setiap kecamatan dan 1 (satu) satuan pendidikan menengah untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif yang wajib menerima peserta didik yang mengalami kelainan (Permendiknas No. 70/2009 pasal 4). Dengan demikian maka pengaturan mengenai pendidikan inklusif di tingkat Kabupaten/Kota adalah menjadi kewenangan pemerintah daerah Kabupaten/kota.

(12)

mengeluarkan Surat Keputusan Bupati Musi Banyuasin No: 629 Tahun 2008 tentang Penetapan Sekolah Pusat Sumber Kabupaten Pusat Sumber Dukungan dan Sekolah Imbas Menuju Inklusi. Dengan dasar itu Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Banyuasin menetapkan 1 SLB Negeri Sekayu sebagai Pusat Sumber Kabupaten, 5 SD Sumber Dukungan dan 28 SD Imbas Menuju Inklusi.

Sampai dengan tahun 2009, pendidikan inklusif tingkat SD di Kabupaten Musi Banyiuasin telah dilaksanakan pada 33 SD Negeri, dengan jumlah ABK sebanyak 430 terdiri dari 276 laki-laki dan 154 perempuan (sumber: SLB Pusat Sumber Kab. Muba, 2009). Kebijakan tersebut telah membawa Kabupaten Musi Banyuasin mendapat penghargaan sertifikat dengan pengakuan “masyarakat menuju Inklusi” oleh Departemen Pendidikan Nasional, Bank Dunia, IDP Norway dan EENET Asia.

Dari hasil observasi awal di lokasi penelitian, peneliti mendapatkan informasi yang mengindikasikan bahwa penyelenggaraan pendidikan inklusif di kabupaten Musi Banyuasin belum ideal. Dalam dugaan peneliti, hal ini disebabkan antara lain oleh faktor-faktor:

1) Budaya, dimana keberadaan ABK (Anaka Berkebutuhan Khusus) belum dapat diterima sepenuhnya belajar bersama anak non ABK karena masih ada yang menganggap keberadaan ABK di kelas reguler hanya mengundang perhatian teman-temannya sehingga dalam proses belajar di kelas akan terganggu.

(13)

sehingga orang tua harus mengeluarkan ongkos transportasi ke sekolah sehingga menambah beban ekonomi orang tuanya.

3) Masih ada beberapa orang tua yang menerapkan paradigma lama bahwa menyekolahkan ABK kurang menguntungkan dipandang dari aspek ekonomi sehingga orang tua memperkerjakan mereka di kebun daripada pergi ke sekolah.

4) Masih rendahnya pemahaman tentang pendidikan inklusif di lingkungan masyarakat, pendidik, staf dan peserta didik padahal pelaksanaan sosialisasi sudah sering dilakukan di berbagai instansi dan kalangan masyarakat setempat.

5) Kebijakan kurikulum yang masih menitik beratkan hasil akademis.

6) Di beberapa sekolah masih terdapat keterbatasan dukungan kesiapan sumber daya manusianya yang mengajar dalam bidang studi kekususan dan sarana prasarana yang belum memadai.

Selain itu, sampai sejauh ini mengenai implementasi pendidikan inklusif di Kabupaten Musi Banyuasin belum pernah dilakukan evaluasi melalui penilaian dengan indeks inklusi. Dengan dasar itulah maka dilakukan penelitian tentang indeks inklusi SD Negeri Kabupaten Musi Banyuasin.

(14)

rangka meningkatkan kualitas pendidikan inklusif khususnya Di Kabupaten Musi Banyuasin.

B. Fokus dan Pertanyaan Penelitian

Bertolak pada uraian latar belakang penelitan, maka dapat diketahui bahwa pendikan inklusif yang ada di Kabupaten Musi Banyuasin telah diimplementasikan. Namun demikian belum ada penelitan mengenai sejauh mana pencapaian penyelenggaraan pendidikan inklusif di daerah tersebut. Pencapaian dimaksud adalah pencapaian pendidikan inklusif ditinjau dari beberapa dimensi, diantaranya adalah dimensi budaya, dimensi kebijakan dan dimensi praktik.

Oleh karena itu maka penelitian ini difokuskan pada: Indeks Inklusi SD Negeri Kabupaten Musi Banyuasin. Dengan pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana Indeks Inklusi SD Negeri Kabupaten Musi Banyuasin?. Adapun rincian pertanyaan tentang indeks inklusi yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Bagaimana budaya inklusi di Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Musi Banyuasin dalam mengimplementasikan pendidikan inklusif?

b. Bagamana kebijakan inklusi di Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Musi Banyuasin dalam mengimplementasikan pendidikan inklusif?

(15)

C. Tujuan penelitian

Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian, maka secara umum bertujuan untuk mengetahui indeks inklusi SD Negeri Kabupaten Musi Banyuasin. Tujuan yang secara spesifik hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui budaya inklusi di SD Negeri Kabupaten Musi Banyuasin dalam mengimplementasikan pendidikan inklusif.

b. Untuk mengetahui kebijakan inklusi di SD Negeri Kabupaten Musi Banyuasin dalam mengimplementasikan pendidikan inklusif.

c. Untuk mengetahui praktik inklusi di SD Negeri Kabupaten Musi Banyuasin dalam mengimplementasikan pendidikan inklusif.

D. Definisi Konsep

Untuk menghidari kesalah pahaman dalam penelitian ini maka perlu didefinisikan sebagai berikut:

a. Indeks Inklusi

(16)

pendidikan inklusif karena keefektifan pendekatan yang ditunjukkan untuk menjamin pendidikan yang berkualitas bagi semua.

b. Pendidikan inklusif

Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.

c. Budaya inklusi

Budaya inklusi adalah situasi yang mendukung serta mempromosikan kepercayaan serta sistem nilai yang mengarah pada terciptanya komunitas yang aman, menerima, bekerjasama, dan supporting bagi semua anak.

d. Kebijakan inklusi

Kebijakan inklusi adalah memperkenalkan sasaran-sasaran eksplisit untuk mempromosikan inklusi dalam rencana-rencana pengembangan sekolah serta panduan-panduan praktik lainnya dalam manajemen, pengajaran, dan pembelajaran di sekolah.

e. Praktik inklusi

(17)

dan ekstrakulikuler yang mendukung partisipasi semua siswa serta menunjukkan pengetahuan dan pengalaman mereka di luar sekolah.

E. Kegunaan Penelitian

Secara teori hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberi masukan atau sumbangan berupa kajian konseptual tentang unsur-unsur utama yang berkaitan dengan implementasi pendidikan inklusif sehingga turut memperkaya dan mempertajam kajian tentang pembangunan pendidikan di Indonesia.

Secara praktis, diharapkan dapat memberikan penyajian empiris tentang berbagai hal yang berkaitan dengan implementasi pendidikan inklusif di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Hasil penelitian ini secara praktis juga dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan program implementasi pendidikan inklusif.

Pihak-pihak yang kiranya dapat memanfaatkan hasil penelitian antara lain:

a. Guru kelas dan guru pembimbing khusus yang langsung berhubungan dengan peserta didik dalam upaya meningkatkan motivasi belajar dan memacu mereka untuk belajar sesuai dengan kemampuannya.

b. Kepala sekolah berfungsi sebagai manager, administrator,

educator, leader, innovator, motivator dan supervisor di sekolah

(18)

c. Dinas Pendidikan tingkat kabupaten, propinsi, dan pusat dalam rangka meningkatkan kualitas impelemtasi pendidikan inklusif.

F. Metode Penelitian

1. Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan menggunakan metode deskriptif dengan rancangan atau pendekatan Triangulation Mixed Methods Designs. Dengan menggunakan metode deskriptif karena hal ini sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk menggambarkan situasi dan kondisi yang ada di lapangan, sedangkan pendekatan Triangulation Mixed Methods Designs karena menggunakan dua jenis data yaitu data kuantitatif dan data kualitatif sebagai dasar untuk menghitung indeks inklusi.

Creswell, J.W. (2008: 557), mengemukakan bahwa, “The purpose of a triangulation (or concurrent or parallel) mixed methods design is to

simultaneously collect both quantitative and qualitative data, merge the data, and

use the results to understand a research problem. A basic rationale for this design

is that one data-collection form supplies strengths to offset the weaknesses of the

other form.”

2. Teknik Pengumpulan Data

(19)

digunakan hanya sebagai penunjang yang sifatnya pedoman, seperti pedoman observasi, pedoman wawancara, dan pedoman studi dokumentasi.

Dalam proses penelitian, selain dilakukan pengamatan yang seksama dan berulang-ulang, data juga dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan sumber utama kepala sekolah, guru, orang tua murid, unsur masyarakat, dan siswa. Selain itu juga dilakukan penelusuran literatur berupa dukumen, baik yang ada di sekolah yang diteliti maupun di Dinas Pendidikan.

3. Subyek Penelitian

Penelitian dilakukan dalam konteks yang menyeluruh dalam penyelenggaraan program pendidikan inklusif, yang berguna untuk menggali data yang dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Subyek penelitian yang diambil adalah SD Negeri yang ada di Kabupaten Musi Banyuasin yang telah melaksanakan program sebagai sekolah inklusif. Dalam hal ini diambil 3 (tiga) SD Negeri, yaitu: SD N 8 Sekayu, SD N Bangun Sari, dan SD N Sungai Lilin. Sedangkan batasan materi yang diteliti adalah mengenai indeks inklusi, yang terdiri dari indikator budaya, indikator kebjakan dan indikator praktik.

4. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

(20)

kuantitatif. Data kualitatif dari hasil wawancara dan dokumentasi dianalisis dengan teknik kualitatif. Data-data kualitatif yang diperoleh di lapangan tersebut, setelah disortir, dikelompokkan, diklasifikasi, selanjutnya diinterpretasikan sesuai dengan indikator. Analisis kualitatif ini selain menggambarkan fenomena yang terjadi di lapangan, juga akan mendukung penjelasan mengenai indeks inklusi yang diperoleh.

(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Berdasarkan fokus masalah penelitian, tujuan penelitian, subjek penelitian, dan karakteristik data, maka Penelitian dilaksanakan menggunakan metode deskriptif dengan rancangan atau pendekatan Triangulation Mixed Methods

Designs. Dengan menggunakan metode deskriptif karena hal ini sesuai dengan

tujuan penelitian yaitu untuk menggambarkan situasi dan kondisi yang ada di lapangan.

Jenis rancangan atau pendekatan yang dipakai adalah triangulation mixed

methods design, karena peneliti harus menggunakan dua jenis data yaitu data

(22)

simultaneously collect both quantitative and qualitative data, merge the data, and

use the results to understand a research problem. A basic rationale for this design

is that one data-collection form supplies strengths to offset the weaknesses of the

other form.”

Secara visual, bagan desain tersebut dapat dilihat pada gambar. 3.1.

Keterangan:

- Di dalam kotak menunjukkan kumpulan data dan hasil. - Tanda (+) menunjukkan terjadi bersama-sama.

- Tanda panah menujukkan rangkaian.

- Sedangkan huruf besar QUAN dan QUAL memberikan tekanan yang sama.

B. Lokasi dan Informan Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di SD Negeri yang berada di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan, yang telah

Gambar. 3.1. Triangulation Mixed Methods Designs (diadopsi dari Creswell, J.W. 2008: 557).

QUAN (Data dan Hasil

QUAL (Data dan Hasil

+

(23)

mengimplementasikan pendidikan inklusif sejak tahun 2007. Pemilihan lokasi penelitian didasari atas pertimbangan bahwa Kabupaten Musi Banyuasin merupakan satunya-satunya kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan yang mempelopori sekolah gratis dan pendidikan untuk semua (education for all).

Kabupaten Musi Banyuasin mempunyai satu SLB Negeri yang merupakan pusat sumber dari 33 SD Negeri yang merupakan sekolah inklusi. Penelitian akan difokuskan pada tiga SD Negeri yang telah menerapkan pendidikan inklusi sejak tahun 2007 dan memiliki jumlah siswa Anak Berkebutuhan Khusus ABK yang relatif banyak. Berdasarkan data yang ada, dipilih tiga SD N sebagai lokasi penelitian, masiang-masing: SD N 8 Sekayu, SD N Bangun Sari dan SD N Sungai Lilin.

Sedangkan informan yang dilibatkan dalam penelitian ini antara lain Kepala SD inklusi, Kepala SLB Pusat Sumber, Guru kelas, dan Guru Pembimbing Khusus, orang tua siswa, masyarakat, dan siswa, dalam hal ini menurut Sugiyono (2010: 303) sebagai informan sebaiknya yang memenuhi kriteria:

1. Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga dihayatinya.

2. Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti.

(24)

Pemilihan informan diatas didasarkan pertimbangan, merekalah yang memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk memberikan informasi yang tepat dan akurat tentang masalah yang diteliti.

C. Prosedur Penelitian

Pada prosedur penelitian secara garis besar terdiri dari beberapa tahapan yaitu tahap pra-lapangan, tahap pekerjaan lapangan, dan tahap tingkat kepercayan hasil penelitian.

1. Tahapan pra-lapangan

Penentuan lokasi yang dipilih adalah tiga SD Negeri yaitu SD N 8 Sekayu, SD N Bangun Sari, dan SD N Sungai Lilin yang berada di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Banyuasin telah berkomitmen mengimplementasikan pendidikan inklusif pada tingkat sekolah dasar sejak tahun 2007 dan menurut rencana dijadikan pilot

project bagi kabupaten lain yang ada di wilayah Provinsi Sumatera Selatan.

Pelaksanaan program tersebut mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah, dinas pendidikan kabupaten, anggota DPRD, dan masyarakat setempat serta mendapat dukungan dari tim konsultan dari Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.

(25)

Dinas Pendidikan Kabupaten, Kepala SLB Negeri sebagai pusat sumber, Kepala Sekolah SD N 8 Sekayu, Kepala Sekolah SD N Bangun Sari, dan Kepala Sekolah SD N Sungai Lilin. Selain itu peneliti juga berusaha menjalin keakraban kepada pihak yang berwenang agar penelitian berjalan sesuai dengan harapan.

2. Tahap Pekerjaan Lapangan

Pada tahap memasuki lapangan peneliti berusaha mengumpulkan data sesuai dengan fokus dan tujuan penelitian, sehingga data yang terkumpul bisa lebih terarah dan lebih spesifik.

Waktu pengumpulan data dilaksanakan mulai tanggal 18 Mei 2010 sampai 18 September 2010. Tahahap awal pada kegiatan ini peneliti menginventariskan dan menemukan informan yang sesuai dengan pertimbangan informan yang dibutuhkan tentang tema penelitian.

Observasi dilaksanakan selama tiga kali adapun yang diobservasi sesuai dengan indikator-indikator yang ada pada budaya inklusi, kebijakan inklusi, dan praktik inklusi sedangkan wawancara dilakukan dengan kepala sekolah, guru- guru, orang tua wali murid, masyarakat, dan siswa untuk memperkuat temuan dilapangan.

(26)

3. Tahap Perolehan Tingkat Kepercayaan Hasil Penelitian

Uji tingkat kepercayaan dimaksudkan agar pembaca tidak merasa ragu-ragu akan hasil penelitian ini. Berdasarkan yang dikemukakan Sugiyono (2010: 366-377) peneliti memenuhi kriteria tersebut dengan cara:

a. Credibility (Validitas Internal)

Validitas internal adalah dengan mengukur kebenaran data yang diperoleh dengan instrumen untuk mengukur permasalahan yang sebenarnya. Untuk menggambarkan konsep permasalahan yang diteliti, peneliti melakukan dan memperpanjang waktu penelitian dengan mengadakan pengamatan terus menerus dalam kualitas data yang didapat, melakukan triangulasi data, mendiskusikan dengan pembimbing, menggunakan bahan referensi, mengadakan member check.

b. Transferability (Validitas Eksternal)

Validitas eksternal dimaksudkan berkaitan dengan pertanyaan sehingga hasilnya dapat diaplikasikan dalam situasi-situasi lain. Bagi peneliti naturalistik transferability tergantung pada pengguna agar ada nilai guna berazaskan manfaat penelitian. Untuk meyakinkan penggunaan penelitian ini, peneliti mendeskripsikan setting penelitian berupaya secara utuh dan mendalam, agar nantinya dapat diterapkan di tempat lainnya.

c. Dependability (Reliabilitas)

(27)

proses penelitian serta taraf kebenaran data serta tafsirannya, seperti bagaimana mulai menentukan masalah, memasuki lapangan, menentukan sumber data, melakukan analisis data, melakukan uji keabsahan data, sampai membuat kesimpulan yang dapat di tunjukkan oleh peneliti.

d. Confirmability (Objektivitas)

Untuk mengetahui sejauh mana hasil penelitian dapat dibuktikan kebenarannya dan sejauhmana hasil penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan, dan sejauhmana keutuhan hasil penelitian tanpa mengandung unsur-unsur yang bertentangan. Peneliti mengadakan audit

trial baik proses maupun laporan tesis dan menggunakan triangulasi dari

berbagai sumber dan metode, serta bimbingan dari dosen pembimbing.

D. Teknik Pengumpulan Data Penelitian

Penelitian ini bersifat naturalistik, dimana peneliti sebagai partisipan

observation. Tahap ini secara spesifik diperuntukkan bagi analisis indikator

budaya inklusi, indikator kebijakan inklusi dan indikator praktik inklusi di sekolah yang menjadi tempat penelitian. Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian yaitu:

1. Observasi/pengamatan

(28)

makna dari setiap perilaku yang tampak. Sebagaimana pendapat Susan Stainbach (Sugiono 2010: 311) bahwa “In participant observation, the researcher observes

what people do, listent to what they say, and participates in their activities

Dalam observasi partisipatif, peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan berpartisipasi dalam aktivitas mereka.

Teknik observasi dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh sejumlah data lapangan tentang konteks nyata kegiatan dan proses pengimplementasian pendidikan inklusif yang terjadi di SD Negeri 8 Sekayu, SD Negeri Bangun Sari, dan SD Negeri Sungai Lilin, aspek-aspek yang diteliti adalah aspek budaya inklusi, aspek kebijaka inklusi, dan aspek praktik inklusi.

Pendekatan dengan observasi berstruktur untuk memudahkan proses pengamatan yang seksama mengenai obyek observasi lingkungan fisik sekolah, para guru atau karyawan, kepala sekolah, murid atau orang-orang yang ada di lingkungan sekolah, kegiatan belajar mengajar, pelaksanaan manajmen sekolah, dan komunikasi lingkungan dengan sekolah yang terlibat dalam mengimplementasikan pendidikan inklusif. Seperti yang dikemukakan Sugiyono (2010: 298) bahwa obyek penelitian dibedakan menjadi tiga komponen yaitu

place (tempat), actor (pelaku), dan activities (aktivitas).

2. Wawancara

(29)

seperti biasa tanpa ada batas sehingga mendapatkan data yang lebih lengkap dan valid.

Pedoman wawancara yang digunakan adalah wawancara tidak terstruktur, karena pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar yang sesuai dengan permasalahan. Pedoman wawancara dapat dilihat pada lampiran satu, dua, dan tiga.

Dalam pelaksanaan wawancara peneliti menggunakan alat bantu rekam

Hand Phone supaya informasi yang didapat dilapangan tidak terlupakan

mengingat keterbatasan peneliti dan keterbatasan waktu mencatat. Untuk menjaga hubungan dengan informan supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan peneliti terlebih dahulu memohon ijin dalam menggunakan alat bantu rekam selain itu juga mengenalkan indentitas peneliti dan selalu menjaga kepercayaan informan.

Tempat wawancara dilakukan di sekolah tempat penelitian dimana informan sedang berada. Wawancara dilakukan terbuka dengan siapa saja khususnya informan yang dapat memberikan informasi guna memperkaya data yang dibutuhkan terkait dengan fokus penelitian. Sedangkan informasi yang ingin diungkap adalah sesuai dengan indikator-indikator yang ada pada observasi berstruktur.

3. Studi Dokumentasi

(30)

Dokumentasi dalam bentuk tulisan digunakan untuk menggali data dan informasi yang bersifat tertulis seperti: visi dan misi sekolah, daftar keadaan guru dan karyawan, daftar keadaan siswa, struktur organisasi sekolah, kurikulum, rencana pembelajaran, laporan hasil belajar, laporan kegiatan dan dokumentasi tertulis lainnya. Sedangkan untuk mengetahui lingkungan sekolah yang asesibilitas peneliti menggunakan dokumentasi dalam bentuk gambar.

E. Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data dalam penelitian merupakan langkah penting setelah pengumpulan data, karena peneliti memberikan makna terhadap data yang telah dikumpulkan. Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistimatis data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri atau orang lain (Sugiyono, 2010: 335)

(31)

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Observasi dilakukan menggunakan pedoman observasi yang telah dipersiapkan yang sesuai dengan indikator pada aspek budaya inklusi, aspek kebijakan inklusi dan aspek praktik inklusi. Agar dapat diperoleh data yang faktual, maka observasi dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali di masing-masing sekolah pada waktu yang berbeda.

Dalam observasi peneliti menggunakan instrumen skala likert yang di gunakan peneliti untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena yang ada. Skala likert dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk cheklist dengan cara memberi tanda (√) pada kolom setiap indikator yang ada.

Hasil observasi selanjutnya di cross-ceck dengan sumber data dan sumber informasi yang lain, seperti wawancara dan dokumentasi. Triangulation mixed

methods designs ini dilakukan agar data yang terkumpul merupakan data yang

(32)

2. Reduksi Data

Mereduksi data yaitu dengan merangkum, memilih hal-hal yang pokok, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, dan transformasi data kasar yang ada pada catatan lapangan, yang merupakan bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, menarahkan membuang yang tidak diperlukan dan mengorganisasikan data yang diperlukan sesuai fakata permasalahan.

3. Penyajian Data

Setelah data data direduksi, kemuadian langkah selanjutnya adalah menyajikan data dalam bentuk data kuantitatif dan kualitatif.

a. Penyajian Data Kuantitatif

Data kuantitatif di analisis dengan menghitung rata-rata jawaban yang didapat. Penentuan skor yang ditetapkan adalah sebagai berikut:

Tabel. 3.1. Keterangan Skor

TT = Tidak Terindentifikasi Skor = 0

R = Ragu-ragu Skor = 1

TI = Terindentifikasi Skor = 2

(33)

6 100%

Kemudian untuk mengetahui hasil pencapaian budaya inklusi di setiap sekolah dirumuskan sebagai berikut: Kabupaten Musi Banyuasin dapat dirumuskan sebagai berikut:

∑121 1 ∑121 2

121 3

3 100%

Keterangan:

IBI pi = Indeks budaya inklusi per indikator

IBI SDN DS = Indeks budaya inklusi SDN DS

IBI SDN BS = Indeks budaya inklusi SDN BS

IBI SDN SL = Indeks budaya inklusi SDN SL

IBI SDN muba = Indeks budaya inklusi SDN muba

∑ = Total skor tiap-tiap indikator dari X1,X2,X3 ∑ = Total skor indikator X1

∑ = Total skor indikator X2 ∑ = Total skor indikator X3

(34)

24 = Skor maksimal indikator budaya

3 = Total sekolah

Untuk mengetahui hasil pencapaian kebijakan inklusi pada setiap indikator-indikator dirumuskan sebagai berikut:

6 100%

Kemudian untuk mengetahui hasil pencapaiyan kebijkana inklusi di setiap sekolah dirumuskan sebagai berikut:

Dengan demikian untuk mengetahui indeks kebijakan inklusi di SD Negeri Kabupaten Musi Banyuasin dapat dirumuskan sebagai berikut:

∑9 1 1 ∑9 1 2 ∑9 1 3

3 100%

Keterangan:

IKI pi = Indeks kebijkan inklusi per indikator

IKI SDN DS = Indeks kebijakan inklusi SDN DS

IKI SDN BS = Indeks kebijakan inklusi SDN BS

IKI SDN SL = Indeks kebijakan inklusi SDN SL

IKI SDN muba = Indeks kebijakan inklusi SDN muba

(35)

∑ = Total skor indikator X1

Untuk mengetahui hasil pencapaian indeks praktik inklusi pada setiap indikator-indikator dirumuskan sebagai berikut:

" ∑

6 100%

Kemudian untuk mengetahui hasil pencapaian praktik inklusi di setiap sekolah dirumuskan sebagai berikut: Kabupaten Musi Banyuasin dapat dirumuskan sebagai berikut:

" ∑ 1

18

1

181 2 ∑181 3

3 100%

Keterangan:

IPI pi = Indeks praktik inklusi per indikator

(36)

IPI SDN BS = Indeks praktik inklusi SDN BS

IPI SDN SL = Indeks praktik inklusi SDN SL

IPI SDN muba = Indeks praktik inklusi SDN muba

∑ = Total skor tiap-tiap indikator dari X1,X2,X3 ∑ # = Total skor indikator X1

∑ # = Total skor indikator X2 ∑ # = Total skor indikator X3

6 = Skor maksimal tiap indikator 36 = Skor maksimal indikator budaya

3 = Total sekolah

Adapun jumlah indikator pada masing-masing dimensi yang diteliti seperti pada tabel 3.2.

Tabel 3.2. Jumlah Indikator

No Dimensi Jumlah Indikator

1. Budaya Inklusi 12

2. Kebijakan Inklusi 9

3. Praktik Inklusi 18

J u m l a h 39

(37)

Penyajian data kuantitatif dalam bentuk indeks maupun data kuantitatif yang lain, selanjutnya disajian dalam bentuk tabel dan grafik sehingga penyajian data tersebut dapat terorganisasikan tersusun pola yang mudah dipahami. Dengan bantuan grafik, perangkat data yang besar dan komplek dapat disajikan secara menarik menjadi suatu tampilan yang sederhana dan kompak (Furqon, 2008: 28).

b. Penyajian Data Kualitatif

Dalam kualitatif penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat dan bagan sehingga pembaca memahami hasil penelitian ini dengan jelas. Dua model penyajian data (kuantitatif dan kualitatif) selanjutnya diinterpretasikan sesuai dengan tujuan penelitian.

4. Penarikan Kesimpulan

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apa bila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

(38)

persentasi yang didapatkan. Selain itu juga dilengkapi dengan penjelasan mengenai perolehan indeks inklusif tersebut dengan menginterpretasi skor sebagaimana pada tabel berikut ini:

Tabel 3.3 Kriteria Interpretasi

Skor Persentase Kriteria Interpretasi

00% - 19,99% 20% - 39,99 % 40% - 59,99% 60% - 79,99% 80% - 100%

Buruk sekali Buruk Cukup Baik Baik sekali

(39)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penelitian tentang indeks inklusi ini berdasarkan pada kajian aspek budaya, aspek kebijakan, dan aspek praktik yang digunakan sebagai tolak ukur keterlaksanannya pendidikan inklusif yang ada pada setiap sekolah. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, pada akhirnya peneliti menyimpulkan bahwa implementasi pendidikan inklusif di SD Negeri Kabupaten Musi Banyuasin pada tahun 2010 sudah mencapai 79,92% dari yang diharapkan atau dalam kategori baik, secara terperinci dapat disimpulan sebagai berikut:

1. Indeks Budaya Inklusi

Indeks budaya inklusi di SD Negeri Kabupaten Musi Banyuasin dalam mengimplementasikan pendidikan inkusif telah mencapai skor 88,91% dari hasil yang diharapkan atau secara deskriptif berada pada kategori baik sekali. Namun dari 12 indikator yang ada, masih terdapat beberapa indikator-indikator pada budaya inklusi yang masih belum mencapai angka 100% atau belum dilaksanakan secara optimal seperti:

(40)

dalam pengembangan kurikulum mengacu pada standar nasional pendidikan, belum sepenuhnya melihat berbagai karakteristik setiap siswa, guru masih mengabaikan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum seperti: (1) berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. (2) beragam dan terpadu. Sehingga pada indikator ini mendapatkan 50 % dari yang di harapkan.

b. Masih sering terdengar di dalam ruang kelas maupun di luar kelas tentang penggunaan labeling terhadap siswa dengan siswa, dalam hal ini masih sering terjadi di semua sekolah. Pada indikator ini memperoleh angka 72% dari yang diharapkan.

c. Perkelahiyan siswa dengan siswa pernah terlihat sesekali saja yang sifatnya ringan, seperti saling memukul hanya karena permasalahan sepele, perilaku yang kasar, merebut barang milik temannya dengan paksaan. Pada indikator ini memperoleh angka 79% dari yang diharapkan.

(41)

e. Sebagaian besar lingkungan sekolah sudah terjaga dengan bersih dan rapi, maskipun demikian masih ada beberapa toilet khususnya untuk siswa yang terkesan belum terjaga kebersihannya. Pada indikator ini mendapatkan angka 94% dari yang diharapkan.

f. Fasilitas sekolah pada umumnya sudah menyediakan fasilitas penunjang belajar yang memadai seperti, perpustakaan, ruang UKS, sarana olah raga, dan kantin sekolah, namun dalam hal ini fasilitas aula yang masih menggunakan ruang kelas yang berfungsi sebagai kelas dan juga aula, ini sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar di dalam kelas ketika pada waktu bersamaan menggunakan tempat tersebut. Pada indikator ini memperoleh angka 94% dari yang diharapkan.

(42)

2. Indeks Kebijakan Inklusi

Indeks kebijakan inklusi di SD Negeri Kabupaten Musi Banyuasin dalam mengimplementasikan pendidikan inklusif telah mencapai skor 70,92% dari yang diharapkan, secara deskriptif dapat disimpulkan berada pada kategori baik, pelaksanan kebijakan inklusi ini merupakan terendah dibandingkan pencapaian angka budaya inklusi dan praktik inklusi. Namun berdasarkan pada kajian hasil penelitian yang terdiri dari 9 indikator kebijakan inklusi masih ada beberapa indikator-indikator yang belum mencapai angka 100% atau masih belum diobtimalkan seperti:

a. Sebagian besar sekolah dalam memberi dukungan pelajaran kekhususan yang merupakan ciri khas pembelajaran bagi ABK belum diobtimalkan seperti program orientasi dan mobilitas untuk peserta didik tunanetra, BPBI (Bina Persepsi Bunyi dan Irama) untuk peserta didik tunarungu, bina diri untuk peserta didik tuna grahita, bina gerak untuk peserta didik tunadaksa, bina pribadi dan sosial untuk peserta didik tuna laras. Sehingga sekolah terkesan hanya menerima ABK untuk belajar bersama-sama siswa yang lain di sekolah reguler. Pada indikator ini memperoleh angka 16,5% dari yang diharapkan.

(43)

kepada kepala sekolah dan kepada beberapa guru saja, sehingga berimbas pada pembelajaran di kelas yang sebagaian besar masih menggunakan sistim pengajaran secara klasikal, belum menghargai dan membangun pengetahuan, pengalaman pribadi, bahasa, strategi, dan budaya yang membawa siswa pada situasi pembelajaran nyata. Pada indikator ini memperoleh angka 50% dari yang diharapkan.

c. Hampir setiap sekolah masih ada keterbatasan dalam hal menyediakan sumber daya manusianya seperti keberadaan guru pembimbing khusus yang ada di sekolah belum diintensifkan, ini dikarenakan ada beberapa alasan diantaranya: (1) faktor geografis yaitu jarak antara sekolah sebagai pusat sumber yang mendukung ketersediaannya guru pembimbing khusus dengan sekolah reguler sangat berjauhan. (2) faktor kopetensi guru kelas dan guru mata pelajaran yang sebagian besar masih belum memahami pembelajaran dalam setting kelas inklusi. Pada indikator ini memperoleh angka 50% dari yang diharapkan.

(44)

e. Aksesibilitas atau lingkungan yang ramah bagi semua sudah terlihat pada sebagian besar sekolah seperti jalan menuju sekolah, halaman sekolah, dan kondisidi dalam kelas seperti sirkulasi udara yang memandai, penyinaran yang cukup dan sebagainya, namun ada salah satu sekolah jalan menuju sekolah masih belum disesuaikan hal ini terjadi karena kondisi tanah yang becek dan belum rata sehingga agak menyulitkan siswa ketika mau masuk ke halaman sekolah. Pada indikator ini memperoleh angka 83% dari yang diharapkan.

f. Rencana Pembelajaran belum dibuat secara maksimal hal ini hanya dibuat dalam mata pelajaran tertentu saja dan sebagian guru belum memperbaruhi dukumen rencana pembelajarannya. Pada indikator ini perolehan angka 94% dari yang diharapkan.

3. Indeks Praktik Inklusi

Indeks praktik inklusi di SD Negeri Kabupaten Musi Banyuasin dalam mengimplementasikan pendidikan inklusif telah mencapai skor 79,95% dari angka yang diharapkan, secara deskriptif dapat disimpulkan berada pada kategori baik, namun berdasarkan pada 18 indikator yang telah diteliti terdapat indikator yang belum mencapai angka 100% atau belum diobtimalakan seperti:

(45)

bekerjasama dengan GPK, dalam kelas inklusi kerjasama guru dalam tim akan lebih efektif dalam melayani siswa yang memiliki keragaman dalam hambatan belajar dan kebutuhan. Pada indikator ini memperoleh angka 33% dari yang diharapkan.

b. Materi kurikulum sebagian besar masih belum mencerminkan latar belakang siswa, dalam hal ini peserta didik belum mendapatkan pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, sesuai dengan potensi dan kondisi peserta didik. Selain itu juga sekolah masih berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi yang memacu pada penyelenggaraan Ujian Nasional, pada indikator ini memperoleh angka 50% dari yang diharapkan.

c. Ketika ABK mengalami kesulitan belum sepenuhnya mendapat dukungan dari anak-anak lain, kehadiran ABK di kelas masih dianggap aneh sehingga cenderung mengundang perhatian. Pada indikator ini memperoleh angka 50% dari yang diharapkan.

(46)

e. Beberapa guru masih kurang menyadari upaya mental yang dilakukan beberapa siswa, hal ini dalam pembelajaran di kelas masih dijumpai penggunaan metode pengajaran yang kurang sesuai dengan peserta didik yang ada di kelas. seperti pengajaran terhadap ABK jenis tunarungu dan tuna grahita masih menggunakan pengajaran secara klasikal. Pada indikator ini memperoleh angka 66,5% dari yang diharapkan.

f. Kerja sama antar sekolah masih sangat terbatas, hal ini kerja sama yang dilakukan hanya sebatas saling memberi informasi tentang keberadaan ABK dan mengadakan rapat-rapat tertentu. Pada indikator ini memperoleh angka 72% dari yang diharapkan.

g. Dalam praktiknya dilapangan pengajaran menyesuaikan keaneka ragaman kemampuan siswa masih belum dioptimalkan, dalam hal ini masih ada guru yang kurang obtimal melakukan pengajaran yang berpusat pada anak, hal ini disebabkan diantaranya masih minimnya keterlibatan guru-guru dalam pelatihan-pelatihan pembelajaran kolaboratif, pada indikator ini memperoleh angka 83% dari yang diharapkan.

(47)

hasil karya siswa di dalam maupun diluar kelas. Pada indikator ini memperoleh angka 94% dari yang diharapkan.

i. Instrumen penilaian untuk pengetahuan, ketrampilan dan sikap siswa masih belum dimaksimalkan hal ini ada beberapa guru yang masih sering menggunakan dalam bentuk tes dan penilaian tidak dilaksanakan secara berkelanjutan. Pada indikator ini memperoleh angka 94% dari yang diharapkan.

B. Saran

Berdasarkan pada hasil dari ketiga dimensi budaya, kebijakan, dan praktik maka Indeks Inklusi di SD Negeri Kabupaten Musi Banyuasin dalam mengimplementasikan pendidikan inklusif yaitu mencapai skor 79,92% dari yang diharapkan, secara deskriptif dapat disimpulkan bahwa implementasi pendidikan inklusif di Kabupaten Musi Banyuasin berada pada kategori baik. Mengacu hasil temuan pada penelitian ini peneliti memberikan beberapa saran-saran yaitu sebagai berikut:

1. Saran untuk guru kelas dan untuk GPK

(48)

hendaknya guru kelas dan GPK diharapkan mewujudkan kerjasama dalam melayani siswanya dikelas, karena akan sangat sulit bagi guru dalam mengembangkan keahliannya bila dilakukan dengan sendirian.

Kedua, Diharapkan guru dalam melakukan penilaian hasil belajar secara fleksibel, tidak berdasarkan standar pada umumnya sebagai tolak ukurnya tetapi dibandingkan individu itu sendiri, dalam proses penilaian dilakukan secara berkelanjutan atau terus menerus dan diharapkan guru memperoleh gambaran secara utuh kondisi belajar siswa yang sebenarnya, sehingga dapat mengadaptasi perencanaan dan pengajarannya selanjutnya menurut kebutuhan peserta didik.

2. Saran untuk Kepala Sekolah

Pertama, kepala sekolah sebagai manager dalam pelaksanaan pendidikan inklusif di sekolahnya, seperti dalam penyusunan kurikulum diharapkan kepala sekolah agar melibatkan secara aktif bersama-sama guru kelas dan GPK, karena mereka lebih mengetahui kopetensi, perkembangan, dan kebutuhan siswanya, sehingga perencanaan pengajaran dan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru dapat sepenuhnya mendukung keberadaan kelas inklusi.

(49)

secara bersama-sama maka dalam merumuskan visi dan misi diharapkan melibatkan beberapa unsur seperti kepala sekolah, guru, karyawan, dan masyarakat setempat sehingga menjadi cita-cita bersama.

Ketiga, sebagai educator, hendaknya senantiasa berupaya meningkatkan kualitas pembelajaan yang dilakukan oleh guru dalam setting pendidikan inklusif seperti: mengadakan pelatihan-pelatihan dengan tutor sebaya di lingkungan sekolahnya masing-masing secara bertahap dan menyeluruh, membuat rencana kerja yang memberikan kesempatan untuk terciptanya diskusi-diskusi yang berhubungan dengan aktifitas pembelajaran kolaboratif dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran.

3. Saran untuk Dinas Pendidikan

Pertama, perlu menempatkan keberadaan guru mata pelajaran kekhususan pada setiap sekolah, guna memberi pelajaran yang sesuai dengan jenis kebutuhan siswa, seperti program orientasi dan mobilitas untuk peserta didik tunanetra, BPBI (Bina Persepsi Bunyi dan Irama) untuk peserta didik tunarungu, Bina Diri untuk peserta didik tuna grahita, Bina Gerak untuk peserta didik tunadaksa, Bina Pribadi dan Sosial untuk peserta didik tuna laras. Pelajaran kekhususan ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki.

(50)

kehadiran GPK dari SLB sebagai pusat sumber, mengingat tempat lokasi masing-masing sekolah yang sangat berjauhan.

Ketiga, memfasilitasi dan memberikan kesempatan kepada guru-guru untuk mengikuti pembinaan profesi secara rutin, namun materi yang dikaji lebih diarahkan untuk mengenal anak berkebutuhan khusus, menyusun menangani aktifitas-aktifitas pembelajaran kolaboratif serta mengembangkan pembelajaran dalam setting pendidikan inklusif.

4. Saran Untuk Peneliti Selanjutnya

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulrahman, M. (2003). Landasan Pendidikan Inklusif dan Implikasinya dalam

Penyelenggaraan LPTK. Makalah disajikan dalam pelatihan penulisan

buku ajar bagi dosen jurusan PLB yang diselenggarakan oleh Ditjen Dikti. Yogyakarta, 26 Agustus 2002.

Bartolo dkk, (2002). Creating Inclusive Schools, National Curriculum Councill

Focus Group for Inclusive Education. London: Ministry of Education

Booth, T and Ainscow, M (2002). Index for Inclusion: developing Learning and Participation in Schools. London: Centre for Studies on Inclusive Education.

Creswell, J.W. (2008). Educational Research: Planing, Constructing, and

Evaluating Quantitative and Qualitative Research (third ed). Lincoln:

University of Nebraska, Pearson Education.

Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa. (2006). Pendidikan Inklusif. Jakarta: Dirjen Dikdasmen, Depdiknas.

Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa. (2006). Program Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa. Jakarta: Dirjen Dikdasmen, Depdiknas.

Direktorat PLB, Braillo Norway, UNESCO, (2004). Buku seri: Menjadikan

Lingkungan Inklusif, Ramah Terhadap Pembelajaran (LIRP), Direktorat

PLB dan Braillo Norway, UNESCO, Jakarta.

Direktorat PLB. (2004). Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu/Inklusi.

Buku 1. Jakarta: Dirjen Dikdasmen, Depdiknas.

Frederickson, N dan Cline, T (2009). Special Educational Needs, Inclusion and

Diversity (Second Edition). England: Open University Press.

Furqon. (2008). Statistika Terapan Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Heijnen, E. (2005). Apakah Arti Sebuah Nama...Sebutan dan Istilah berkenan

Dengan Kecacatan dan Kebutuhan Pendidikan Khusus. EENET asia Edisi

(52)

Henning Rye. (2003). Membantu Anak dan Keluarga yang Berkebutuhan Khusus, Artikel dalam Johnsen BH. Dan Skjorten MD. Menuju Inklusi, Pendidikan

Kebutuhan Khusus Sebuah Pengantar. Bandung: Program Pascasarjana

UPI.

Konferensi Dunia Tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus Akses dan kuaitas. (1994). Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi Mengenai Pendidikan

Kebutuhan Khusus. Alih Bahasa: Didi Tarsidi. Bandung: UPI.

Mangkuatmodjo, S (2003). Pengantar Statistik. Aceh: Rineka Cipta

Masdiana,I. (2005), Pengelolaan Kelas Bagi Siswa Tunanetra di Sekolah

Menengah Atas Biasa, Tesis PPS. Tidak diterbitkan.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang Tujuan Pendidikan Inklusif.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. (2009). Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau

Bakat Istimewa. Jakarta: Depdiknas.

Program MBS Inklusi Kabupaten Musi Banyuasin. (2009). Struktur Organisasi

Manajemen Bebasis Sekolah Inklusi. Sekayu: SLB Negeri Sekayu.

Riduwan (2004), Metode dan Penyusunan Tesis, Bandung: Alfabeta

Sediono, dkk. (2003). Menciptakan Peduli Pendidikan Anak - Program

Manajemen Berbasis Kompetensi (MBS). Jakarta: UNESCO.

Shaeffer, S (2005), EENET asia : Pengantar, Edisi Perdana Juni 2005.

Smit David, J. (1998). Inklusi: Seklah Ramah Untuk Semua. Terjemahan: Denis, Ny.Enrica. Editor: Mohamad Sugiarmin dan MIF Bailhaqi. 2006. Bandung: Nuansa

Sopiah, N.S. (2006), Pelaksanaan Pendidikan Inklusif, Tesis PPS. Tidak diterbitkan.

Stubbs, Sue. (2002). Where There are Few Resouces. (Ketika Hanya Ada Sedikit Sumber). Bandung: IDP Norway.

Sunanto dkk, (2009) Profil Implementasi Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasar di

Kota Bandung, Laporan Penelitian, Bandung: Universitas Pendidikan

(53)

Sunardi (2002) Pendidikan Inklusif: Prakondisi dan Implikasi Manajerialnya, Makalah Temu Ilmiah Nasional Jurusan PLB, Bandung agustus 2002 Tarsidi, D. (2002). “Jaringan Kerja Untuk Inklusi”. Makalah pada Seminar

Pendidikan Inklusif Peringatan Haari Kemerdekaan Louis Braille, Dinas Pendidikan Luar Biasa, Bandung.

Thompson, L.C. dan Henderson, D.A. (2007). Counseling Children. Seventh edition. Belmont: Thomson Corporation.

Tim Interaksara, (2008). Amandemen Undang-undang Dasar 1945. Karisma. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional. UNESCO. (1994). The Salamanca Statement and Frame Work for Action on

Special Needs Education. Paris, UNESCO.

Gambar

Gambar 2.1.
Grafik 2.1. Jumlah Siswa di Sekolah Inklusi ..............................................
Gambar. 3.1. Triangulation Mixed Methods Designs
Tabel. 3.1. Keterangan Skor
+3

Referensi

Dokumen terkait