Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Seluruh individu di dunia tentunya ingin memiliki kesehatan salah
satunya sehat secara fisik. Tujuan tersebut memicu seseorang untuk menjaga
kesehatannya. Menurut Febriadi (2010), cara menjaga kesehatan yaitu dengan
makan makanan yang sehat, olahraga yang teratur, tidur yang cukup dan
mencari hiburan. Namun, tidak semua individu di dunia ini selalu sehat secara
fisik. Seorang individu pun akan mengalami sakit secara fisik seperti batuk,
flu atau penyakit lainnya. Faktor timbulnya penyakit dalam tubuh seseorang
dapat bermacam-macam seperti keadaan lingkungan yang tidak sesuai dengan
tubuh, cuaca yang tidak menentu atau adanya faktor genetik.
Asma salah satu penyakit fisik yang dapat menyerang individu. Asma
merupakan penyakit kronis yang terjadi pada saluran pernapasan dimana
banyak sel-sel dan elemen-elemen yang berperan (GINA – Global Initiative
for Asthma, 2011). Faktor-faktor munculnya penyakit asma yaitu adanya
faktor yang tidak dapat dikendalikan dan faktor yang dapat dikendalikan
(Arief, 2008). Faktor yang tidak dapat dikendalikan yaitu faktor genetik,
dimana adanya penyakit asma yang diturunkan dari keluarga seperti orang
tua. Faktor yang dapat dikendalikan yaitu berupa keadaan lingkungan dan
kebiasaan hidup seperti menghirup asap rokok, merokok, dan menghirup
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Menurut WHO (Arief, 2008), penderita asma di dunia mencapai
100-150 juta orang pada tahun 2008. Jumlah ini diduga terus bertambah sekitar
180 ribu orang per tahun. WHO menyebutkan lima penyakit paru utama
merupakan 17,4% dari seluruh kematian di dunia, masing-masing infeksi paru
7,2%, PPOK 4,8%, tuberkulosis 3,0%, kanker paru, kanker trakea dan kanker
bronkus, 2,1%, dan asma 0,3%. Menurut Prof. Dr. Hadi Mangunegoro
(Gatra.com, 2002), penderita asma dari berbagai umur mencapai 12 juta
orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia.
Data jumlah pasien asma yang masuk Ruang Gawat Darurat RS
Persabatan Jakarta mengalami peningkatan dari 1.653 pasien pada 1998
menjadi 2.210 pasien pada tahun 2000 (gatra.com, 2008). Berdasarkan
DepKes R.I. tahun 2009 (Setiawan, 2011), laporan prevalensi asma oleh di
Bandung (5,2%), Semarang (5,5%), Denpasar (4,3%) dan Jakarta (7,5%).
Secara nasional, 10 kabupaten/kota dengan prevalensi penyakit Asma
tertinggi di Indonesia adalah Aceh Barat (13,6%), Buol (13,5%), Pohuwato
(13,0%), Sumba Barat (11,5%), Boalemo (11,0%), Sorong Selatan (10,6%),
Kaimana (10,5%), Tana Toraja (9,5%), Banjar (9,2%), dan Manggarai
(9,2%).
Penyakit asma sulit untuk disembuhkan, namun dalam penggunaan
obat-obat yang ada saat ini hanya berfungsi untuk menghilangkan gejala saja.
Dalam mengontrol gejala serangan asma pada penderita anak-anak dapat
ditinjau atau diawasi oleh orang tuanya. Namun pada penderita dewasa, harus
dirinya sendirilah yang dapat mengontrol serangan asma. Menurut Nevid
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
dikendalikan dengan mengurangi pemaparan terhadap zat/bahan yang
menyebabkan alergi, untuk membantu tubuh agar lebih resistan dengan
menggunakan alat bantu napas (inhaler) dan dengan menggunakan
obat-obatan.
Asma yang dapat dikontrol dan dicegah oleh penderita dapat
memperkecil jumlah timbulnya serangan asma. Menurut Yusuf (2009), asma
dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu; (1) asma tidak terkontrol dimana
penderita mengalami gejala asma di pagi dan siang hari lebih dari dua kali
seminggu seperti sesak napas, dada terasa berat dan batuk serta penderita
terbangun tengah malam karena asma, aktivitas terbatas, fungsi paru di bawah
normal, perlu obat pelega pernapasan lebih dari dua kali dalam seminggu; (2)
asma terkontrol sebagian dimana penderita hanya sedikit sekali mengalami
serangan asma dalam seminggu dan (3) asma sangat terkontrol dimana
penderita dengan baik hampir tidak terjadi serangan pada siang hari, dapat
melakukan aktivitas tanpa hambatan dan tidak ada gejala yang terjadi pada
malam hari dan berfungsinya organ paru secara normal maka penderita tidak
perlu memakai obat pelega.
Dari keterangan diatas tentunya setiap penderita menginginkan asma
yang mereka miliki dapat terkontrol agar dapat melakukan aktivitas
sehari-hari tanpa adanya gangguan. Menurut Agusudrajat (2011), asma dapat
dikontrol dengan cara; (1) mengetahui dengan jelas penyakit asma, (2)
mengenal faktor-faktor pemicu timbulnya asma, (3) pengobatan asma, (4)
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
cara-cara mengontrol asma yang dipaparkan diatas, maka kemungkinan besar
individu sudah mampu mencegah serangan asma.
Serangan asma yang dapat dicegah mampu membuat individu untuk
melakukan aktivitas sehari-hari dengan normal dan dapat meningkatkan
kualitas hidup dengan baik. Keinginan individu penderita asma untuk dapat
mencegah asmanya dapat dicapai oleh keyakinan individu untuk dapat
melakukan perilaku yang dapat mengatasi asma tersebut. Keyakinan
seseorang akan kemampuan atau kompetensinya, dalam mencapai tujuan atau
mengatasi sebuah hambatan disebut self-efficacy (Baron & Byrne, 2003).
Self-efficacy merupakan hal yang penting untuk berhasil dalam merubah dan
menjaga setiap perilaku yang penting bagi kesehatan (Maddux, 2002).
Rendahnya self-efficacy pada individu, cenderung akan menimbulkan stres
yang berdampak pada kesehatan dan sistem imun individu tersebut. Hal ini
sejalan dengan pendapat Maduxx (2002) sebelumnya, bahwa self-efficacy
juga dapat mempengaruhi jumlah proses biologis yang akan mempengaruhi
keadaan kesehatan dan penyakit yang diderita oleh individu (Maddux, 2002).
Dalam konsep self-efficacy ini, individu yang memiliki suatu penyakit
dan ia memiliki keyakinan akan kemampuannya dalam mencapai tujuan
untuk sehat maka ia akan mencari informasi mengenai penyakitnya,
sedangkan individu yang tidak yakin akan kemampuannya ia tidak akan
mencari informasi mengenai penyakitnya atau bahkan menghindarinya (Lee
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Mengacu pada teori self-efficacy dari Bandura (Schustack, 2006),
bahwa self-efficacy merupakan keyakinan seseorang tentang kemampuannya
untuk mengatasi masalah yang dihadapi pada situasi tertentu, maka penulis
berasumsi, bahwa self-efficacy menjadi penting khususnya terkait dengan
mengatasi serangan asma. Individu penderita asma yang memiliki
self-efficacy tinggi, dapat berperilaku sehat dan menghindari penyebab-penyebab
serangan asma seperti menjaga lingkungan yang bersih dan bebas dari debu,
makan makanan yang sehat, olahraga, tidak merokok dan perilaku-perilaku
sehat lainnya. Jadi, dengan adanya self-efficacy yang tinggi dalam diri
individu penderita asma, ia akan mampu mencegah dan memperkecil jumlah
serangan asma yang muncul, sehingga individu dapat melakukan kegiatan
sehari-hari dengan lancar.
Individu penderita asma yang memiliki self-efficacy rendah, selain
akan berdampak pada psikologis dan kesehatan juga berdampak pada
perilakunya sehari-hari, seperti perilaku untuk hidup sehat. Dengan
rendahnya self-efficacy pada penderita asma, ia tidak akan mencari informasi
mengenai asma yang dideritanya sehingga perilaku pencegahan asma sulit
dilakukan. Dengan demikian, individu penderita asma yang memiliki
self-efficacy rendah cenderung akan sulit dalam mencegah serangan asma yang
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Faktor pencetus serangan asma tidak hanya dari aspek lingkungan saja
tetapi secara psikologis pun dapat berperan bahkan faktor-faktor munculnya
serangan asma dapat dimaknai secara psikologis. Faktor psikologis yang
memungkinkan munculnya serangan asma yaitu stres. Ritz dan kolega (2007)
menjelaskan 6 faktor pencetus munculnya serangan asma yang salah satunya
ialah faktor psikologis seperti marah, kesepian, stress, tekanan, depresi,
cemas, tidak bahagia dan lain-lain. Salah satu faktor psikologis yang dapat
memunculkannya serangan asma ialah stres. Menurut Lazarus dan Folkman
(1984), stres adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan
fisik dari tubuh (kondisi penyakit, latihan dll) atau oleh kondisi lingkungan
dan sosial yang dinilai potensial membahayakan, tidak terkendali atau
melebihi kemampuan individu untuk melakukan koping. Stres yang muncul
pada individu ini karena adanya tuntutan fisik atau kondisi lingkungan dan
sosial yang tidak dapat disesuaikan dengan keadaan individu itu sendiri.
Peneliti berasumsi, situasi stres yang muncul dapat diakibatkan dari faktor
sosial, faktor fisik dan faktor lingkungan yang tidak sesuai dengan keadaan
tubuhnya sehingga stres dapat berkontribusi pada munculnya serangan asma.
Jadi faktor-faktor munculnya serangan asma dapat menjadi sumber stres
(stressor) bagi penderita asma.
Penderita yang memiliki stres terhadap faktor-faktor munculnya asma
seperti faktor lingkungan ataupun faktor psikologis dapat memperberat
serangan asma itu sendiri. Stres dapat mengantarkan individu pada
kecemasan sehingga memicu dilepaskannya histamine yang menyebabkan
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
inilah yang membuat diameter saluran napas menyempit (bronkokonstriksi)
dan penderita sulit bernapas sehingga memicu serangan asma (Sudhita, 2005).
Hal diatas menjelaskan bahwa adanya keterkaitan antara situasi psikologis
seperti situasi stres dengan sistem proses di dalam tubuh. Stres yang
berkontribusi pada munculnya serangan asma juga dapat mengakibatkan
keadaan psikologis lebih buruk seperti cemas, depresi, dan lain-lain. Menurut
Gatchel dan Oordt (2005) serangan asma yang muncul secara tiba-tiba dan
tidak terduga dapat memunculkan kecemasan dan ketakutan pada penderita.
Selain dapat memunculkan serangan asma, stres juga dapat
menurunkan sistem imun di dalam tubuh. Menurut Widiawati (Isnaeni, 2010)
stres juga dapat menyebabkan penurunan sistem imun seseorang sehingga
mudah terkena infeksi saluran pernapasan terutama virus. Virus merusak
epitel saluran pernapasan sehingga terjadi inflamasi yang selanjutnya
menimbulkan serangan asma. Sistem imun yang menurun juga dapat
menambah penyakit-penyakit di dalam tubuh penderita karena sistem imun
kurang dapat melindungi penderita dari virus ataupun bakteri yang berada di
lingkungannya.
Munculnya stres dapat menjadi faktor pencetus asma bahkan
faktor-faktor lain dapat dimaknai sebagai sumber stresor, sehingga keadaan stres
inilah yang harus ditanggulangi bahkan dicegah. Penderita asma yang
memiliki self-efficacy tidak hanya dapat menurunkan derajat serangan asma
tetapi, mampu menangani stres yang dialami. Dari uraian diatas, peneliti
termotivasi untuk menganalisis tentang “Hubungan antara Self-Efficacy dalam
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka perumusan masalah pada
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana gambaran umum tingkat self-efficacy dalam mencegah
serangan asma pada mahasiswa penderita asma di Universitas Pendidikan
Indonesia?
2. Bagaimana gambaran umum stres pada mahasiswa penderita asma di
Universitas Pendidikan Indonesia?
3. Apakah terdapat hubungan antara self-efficacy dalam mencegah serangan
asma dengan stres pada mahasiswa penderita asma di Universitas
Pendidikan Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan, penelitian ini
memiliki tujuan :
1. Mengetahui tingkat self-efficacy dalam mencegah serangan asma pada
mahasiswa penderita asma di Universitas Pendidikan Indonesia.
2. Mengetahui tingkat stres pada mahasiswa penderita asma di Universitas
Pendidikan Indonesia.
3. Mengetahui apakah terdapat hubungan negatif antara self-efficacy dalam
mencegah serangan asma dengan stres pada mahasiswa penderita asma di
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
D. Asumsi
Terdapat beberapa asumsi dari penelitian ini, yaitu :
1. Self-efficacy dalam diri individu penderita asma dapat membantu dirinya
dalam mencegah serangan asma sehingga penderita dapat melakukan
kegiatan sehari-hari tanpa adanya suatu hambatan.
2. Faktor-faktor pemicu serangan asma yang bersumber dari lingkungan,
kebiasaan hidup dan psikologis dapat menjadi sumber stres (stressor).
Dengan kata lain adanya kontribusi stres sebagai pemicu serangan asma.
3. Semakin tinggi self-efficacy dalam mencegah serangan asma, semakin
rendah tingkat stres yang dimiliki oleh penderita asma.
E. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskripsi
dengan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan
penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka)
dan diolah dengan metode statistika (Azwar, 2010). Dalam penelitian ini
menggunakan studi korelasional. Studi korelasional adalah penelitian empirik
yang sistematis, untuk mengetahui hubungan suatu variabel dengan variabel
lain (Sukardi, 2003).
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
kuesioner. Kuesioner adalah suatu teknik pengumpulan informasi yang
memungkinkan analis mempelajari sikap-sikap, keyakinan, perilaku, dan
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
adalah kuesioner self-efficacy dalam mencegah serangan asma dan kuesioner
stres.
Lokasi penelitian dilakukan di Universitas Pendidikan Indonesia.
Populasi penelitiannya adalah mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia
yang memiliki penyakit asma. Teknik pengambilan sampel yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah nonprobability sampling, yaitu teknik
pengambilan sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi
setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Arikunto,
2006).
Teknik nonprobability sampling yang digunakan adalah teknik
purposive sampling. Teknik ini dipakai karena pengambilan sampel dilakukan
hanya atas dasar pertimbangan dengan unsur-unsur yang dikehendaki telah
ada dalam anggota sampel yang diambil (Arikunto, 2006). Maka dari itu,
terdapat karakteristik subjek dalam penelitian ini yaitu individu memiliki
penyakit asma, individu berada dalam klasifikasi asma intermitten dan
berstatus mahasiswa di Universitas Pendidikan Indonesia.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat untuk Mahasiswa Penderita Asma
Bagi mahasiswa penderita asma, penelitian ini diharapkan dapat :
a. Memberikan gambaran mengenai penyakit asma dan keyakinan
dalam mencegah serangan asma sehingga dapat mendorong mereka
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
b. Meningkatkan self-efficacy sehingga dapat digunakan oleh
mahasiswa yang memiliki asma sebagai koping stres.
c. Mengetahui stres dapat menjadi faktor pencetus asma.
2. Manfaat untuk Orang Tua
Bagi orang tua, penelitian ini diharapkan dapat :
a. Memberikan gambaran mengenai penyakit asma sehingga dapat
membantu mahasiswa dalam melakukan pencegahan asma.
b. Memberikan informasi tentang peran self-efficacy bagi penderita
asma dalam mencegah terjadinya serangan asma.
c. Mengetahui bahwa stres mampu menjadi faktor pencetus serangan
asma sehingga dapat membantu mahasiswa dalam penanggulangan
stres.
3. Manfaat untuk Kalangan Profesi dan Peneliti
Bagi kalangan profesi dan peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan
dapat :
a. Memahami klien atau mahasiswa penderita asma sehingga dapat
memberikan motivasi dan memecahkan masalah dalam penangangan
stres sehingga dapat meningkatkan self-efficacy dalam mencegah
serangan asma.
b. Memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan, khususnya di
bidang psikologi klinis tentang hubungan antara stres dengan
self-efficacy pada penderita asma.
c. Menambah khasanah keilmuan psikologi yang dapat dijadikan
Alissa Ridha Mustika, 2013
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB. III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Universitas Pendidikan Indonesia.
Populasi penelitiannya adalah mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia
yang memiliki penyakit asma. Teknik pengambilan sampel yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah nonprobability sampling, yaitu teknik
pengambilan sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi
setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Arikunto,
2006).
Teknik nonprobability sampling yang digunakan adalah teknik
purposive sampling. Teknik ini dipakai karena pengambilan sampel dilakukan
hanya atas dasar pertimbangan dengan unsur-unsur yang dikehendaki telah
ada dalam anggota sampel yang diambil (Arikunto, 2006). Maka dari itu,
terdapat karakteristik subjek dalam penelitian ini yaitu :
1. Individu memiliki penyakit asma
2. Individu berada dalam klasifikasi asma intermitten
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
dengan pendekatan kuantitatif. Metode deskriptif adalah metode penelitian
yang berusaha menggambarkan objek atau subjek yang diteliti sesuai dengan
apa adanya, dengan tujuan menggambarkan secara sistematis fakta dan
karakteristik objek yang diteliti secara tepat (Sukardi, 2003). Pendekatan
kuantitatif, yaitu pendekatan penelitian yang menekankan analisisnya pada
data-data numerikal (angka) dan diolah dengan metode statistika (Azwar,
2010).
C. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel yang diteliti, yaitu variabel
self-efficacy dalam mencegah serangan asma dan variabel stres. Penelitian ini
diharapkan dapat diketahui terdapatnya hubungan negatif antara
self-efficacy dalam mencegah serangan asma dengan stres pada mahasiswa.
a. Variabel Self-Efficacy dalam Mencegah Serangan Asma
Menurut Bandura (Schustack, 2006) self-efficacy adalah
keyakinan (harapan) terhadap kemampuannya dan seberapa jauh
seseorang mampu melakukan suatu perilaku dalam situasi tertentu.
Sedangkan pencegahan serangan asma ini disebut sebagai tatalaksana
pasien asma (Keputusan Mentri Kesehatan, 2008). Tatalaksana pasien
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal
tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (asma
terkontrol).
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan self-efficacy dalam
mencegah serangan asma merupakan keyakinan akan kemampuan
individu dalam berperilaku sehat dan menghindari
penyebab-penyebab munculnya serangan asma untuk meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup penderita asma agar dapat hidup
normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
b. Variabel Stres
Menurut Lazarus dan Folkman (1984), stres adalah keadaan
internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh (kondisi
penyakit, latihan dll) atau oleh kondisi lingkungan dan sosial yang
dinilai potensial membahayakan, tidak terkendali atau melebihi
kemampuan individu untuk melakukan koping.
2. Definisi Operasional
a. Self-Efficacy dalam Mencegah Serangan Asma
Self-efficacy dalam penelitian ini difokuskan pada pencegahan
serangan asma. Self-efficacy dalam mencegah serangan asma dalam
penelitian ini adalah keyakinan akan kemampuan mahasiswa
penderita asma dalam berperilaku sehat dan menghindari
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
tanpa adanya serangan asma sebagai hambatan. Terdapat 3 dimensi
self-efficacy yang akan diukur dalam penelitian ini, yaitu :
1) Magnitude, adalah keyakinan mahasiswa penderita asma tentang
kemampuan melakukan tingkat kesulitan dalam pencegahan
serangan asma dan menghindari situasi yang diluar batas
kemampuannya.
2) Generality, adalah keyakinan mahasiswa penderita asma tentang
kemampuan dalam menggeneralisasikan perilaku-perilaku dan
pengalaman-pengalaman sebelumnya dalam melakukan
pencegahan serangan asma.
3) Streght, adalah tinggi rendahnya keyakinan mahasiswa penderita
asma tentang kemampuan dalam ketahanan melakukan
pencegahan serangan asma.
Semakin tinggi nilai dari skala self-efficacy dalam mencegah
serangan asma semakin tinggi pula self-efficacy dalam mencegah
serangan asma yang dimiliki mahasiswa penderita asma, sebaliknya
semakin rendah nilai dari skala self-efficacy dalam mencegah
serangan asma semakin rendah pula self-efficacy dalam mencegah
serangan asma yang dimiliki mahasiswa penderita asma.
b. Stres
Stres dalam penelitian ini merupakan jenis distress dimana
terdapat keadaan internal mahasiswa penderita asma yang
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
perubahan dan pembebanan terhadap diri sendiri sehingga dapat
menimbulkan berbagai reaksi terhadap fisiologis, emosi, perilaku,
serta penilaian kognitif terhadap stres yang diukur berdasarkan
derajat stres teori B.M. Gadzella (Halbert 2006).
Semakin tinggi nilai yang diperoleh dari skala stres semakin
tinggi pula stres yang dimiliki mahasiswa penderita asma dan
sebaliknya semakin rendah nilai yang diperoleh dari skala stres
semakin rendah pula stres yang dimiliki mahasiswa penderita asma.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, teknik pengumpulan data menggunakan instrumen.
Pada penelitian kuantitatif, peneliti menggunakan instrumen untuk
mengumpulkan data dan kualitas pengumpulan data merupakan salah satu hal
utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian (Sugiyono, 2010).
Metode instrumen yang digunakan adalah metode kuesioner. Kuesioner
adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh
informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal
yang ia ketahui (Arikunto, 2006). Terdapat 2 instrumen yang digunakan yaitu,
skala self-efficacy dalam mencegah serangan asma dan skala stres.
1. Instrumen Self-Efficacy dalam Mencegah Serangan Asma
Skala self-efficacy dalam mencegah serangan asma ini digunakan
untuk mengerahui tingkat self-efficacy dalam mencegah serangan asma
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
penurunan dimensi teori self-efficacy menurut Bandura (Selvianti, 2009)
dan dikombinasikan dengan perilaku-perilaku pencegahan asma menurut
dr. Heru Sundaru (2009).
Skala ini disusun dengan model summated rating scale (Likert).
Skala likert adalah skala yang memusatkan kepada subjek atau orang
dimana skor yang diperoleh dengan cara menjumlahkan skor item yang
ada di dalam skala itu (Ihsan, 2009). Skala ini terdiri dari 66 item
pernyataan, dimana terdapat pernyataan favorable dan pernyataan
unfavorable. Pernyataan favorable adalah pernyataan yang mencerminkan
perilaku dengan menunjukkan kecenderungan terhadap perilaku yang
diukur, sedangkan pernyataan unfavorable adalah pernyataan yang
mencerminkan perilaku dengan tidak menunjukkan kecenderungan
perilaku yang diukur (Ihsan, 2009).
Dalam skala ini responden diminta untuk memberikan jawaban
dari 4 pilihan jawaban dari pernyataan favorable sampai dengan
pernyataan unfavorable. Pilihan-pilihan jawaban tersebut adalah SS
(sangat sesuai), S (sesuai), TS (tidak sesuai) dan STS (sangat tidak
sesuai). Skor yang diberikan bergerak dari 0 sampai 3. Bobot penilaian
untuk pernyataan favorable yaitu SS = 3, S = 2, TS = 1 dan STS = 0,
sedangkan bobot penilaian untuk pernyataan unfavorable yaitu, SS = 0, S
= 1, TS = 2 dan STS = 3.
Semakin tinggi skor yang diperoleh responden penderita asma
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
dimilikinya. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh responden
penderita asma semakin rendah self-efficacy dalam mencegah serangan
asma yang dimilikinya.
Dibawah ini merupakan kisi-kisi skala self-efficacy dalam
mencegah serangan asma.
Tabel 3.1
Kisi-kisi Instrumen Self-Efficacy dalam Mencegah Serangan Asma
No Dimensi Indikator Sub-Indikator Item Jumlah
Fav Unfav
1 Magnitude
Keyakinan akan kemudahan dalam melakukan
pencegahan serangan asma.
1. Keyakinan akan kemudahan dalam menjaga kesehatan.
1, 8, 27 38, 66 5
2. Keyakinan akan kemudahan dalam menjaga lingkungan dan menghindari faktor pencetus. 4, 20, 39, 45, 46, 55
11, 34,
57 9
3. Keyakinan akan kemudahan dalam menggunakan obat-obatan.
24, 40,
63 - 3
Keyakinan akan kemudahan dalam mengatasi hambatan dalam melakukan pencegahan asma. 1. Keyakinan terhadap kemampuan untuk mengatasi hambatan dalam menjaga kesehatan. 5, 30,
59 51 4
2. Keyakinan terhadap kemampuan untuk mengatasi hambatan dalam menjaga lingkungan dan menghindari faktor pencetus. 2, 21, 35 41, 47,
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No Dimensi Indikator Sub-Indikator Item Jumlah
Fav Unfav 3. Keyakinan terhadap
kemampuan untuk mengatasi hambatan dalam
mengkonsumsi obat-obatan.
14, 65 - 2
2 Generality
Keyakinan terhadap kemampuan dalam mencegah serangan asma disertai dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya.
1. Keyakinan terhadap kemampuan dalam menjaga kesehatan disertai dengan pengalaman sebelumnya. 6, 15,
18 48 4
2. Keyakinan terhadap kemampuan dalam menjaga lingkungan dan menghindari faktor pencetus disertai dengan pengalaman sebelumnya. 25, 28, 31, 42, 52 9, 22,
60 8
3. Keyakinan terhadap kemampuan untuk mengatasi hambatan dalam
mengkonsumsi obat-obatan.
12, 36 - 2
3 Strength
Keyakinan terhadap kemampuan melakukan pencegahan asma dengan teratur.
1. Keyakinan terhadap kemampuan dalam menjaga kesehatan dengan teratur.
23, 32,
49 10, 64 5
2. Keyakinan terhadap kemampuan dalam menjaga lingkungan dan menghindari faktor pencetus dengan teratur. 16, 19,
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
No Dimensi Indikator Sub-Indikator Item Jumlah
Fav Unfav
3. Keyakinan terhadap kemampuan dalam mengkonsumsi obat-obatan.
3, 61 - 2
Keyakinan terhadap kemampuan untuk tetap melakukan pencegahan asma walaupun masih sering mengalami serangan asma. 1. Keyakinan terhadap kemampuan untuk tetap menjaga kesehatan walaupun masih sering mengalami serangan asma.
17, 54 7, 26 4
2. Keyakinan terhadap kemampuan untuk tetap menjaga lingkungan dan menghindari faktor pencetus walaupun masih sering mengalami serangan asma.
13, 33 44, 62
3. Keyakinan terhadap kemampuan untuk tetap mengkonsumsi obat-obatan.
29, 50 - 2
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
2. Instrumen Stres
Skala stres digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui
tingkat stres pada mahasiswa penderita asma. Skala ini disusun
berdasarkan modifikasi dari life Stress Inventory (SSI).
Student-life Stress Inventory (SSI) disusun oleh B.M. Gadzella pada tahun 1991
(Halbert, 2006). SSI terdiri dari 51 item dimana terdapat 2 dimensi yaitu
stresor dan respon stres. SSI yang digunakan dalam penelitian ini telah
dimodifikasi sehingga item berjumlah 61. Dimensi stresor terdiri dari
frustrasi, konflik, tekanan, perubahan dan self-imposed. Sedangkan
respon stres terdiri dari respon fisik, psikologis, perilaku dan kognitif.
Skala ini disusun dengan model summated rating scale (Likert).
Skala likert adalah skala yang memusatkan kepada subjek atau orang
dimana skor yang diperoleh dengan cara menjumlahkan skor item yang
ada di dalam skala itu (Ihsan, 2009). Skala ini terdiri dari 61 item,
dimana terdapat pernyataan favorable dan pernyataan unfavorable.
Dalam skala ini responden diminta untuk memberikan jawaban
dari 4 pilihan jawaban dari pernyataan favorable sampai dengan
pernyataan unfavorable. Pilihan-pilihan jawaban tersebut adalah SS
(sangat sesuai), S (sesuai), TS (tidak sesuai) dan STS (sangat tidak
sesuai). Skor yang diberikan bergerak dari 0 sampai 3. Bobot penilaian
untuk pernyataan favorable yaitu SS = 3, S = 2, TS = 1 dan STS = 0,
sedangkan bobot penilaian untuk pernyataan unfavorable yaitu, SS = 0, S
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Semakin tinggi skor yang diperoleh responden penderita asma
semakin tinggi stres yang dimilikinya. Sebaliknya, semakin rendah skor
yang diperoleh responden penderita asma semakin rendah stres yang
dimilikinya.
Dibawah ini merupakan kisi-kisi skala stres yang dimodifikasi dari
Student-life Stress Inventory (Gadzella, 1991; dalam Halbert, 2006).
Tabel 3.2
Kisi-kisi Instrumen Stres berdasarkan Student-life Stress Inventory.
No. Dimensi Indikator Item Jumlah
Fav Unfav
1 Stresor
Frustrasi A(1-7) A(8-11) 11
Konflik B(1-3) - 3
Tekanan C(1-5) - 5
Perubahan D(1-3) - 3
Self-imposed E(1-4, 6) E(5) 6
2 Respon
Fisik F(1-14) - 14
Psikologis G(1-5) G(6-7) 7
Perilaku H(1-8) H(9-10) 10
Kognitif - I(1-2) 2
Total 61
E. Pengujian Instrumen Penelitian
Pengujian instrumen penelitian dilakukan dengan cara menguji validitas
dan reliabilitas instrumen yang telah disusun. Adapun tujuan dari pengujian
instrumen penelitian ini yaitu, untuk menguji sejauh mana instrumen yang
telah disusun mampu mengukur secara tepat dan cermat pada gejala yang
akan diukur serta konsisten atau ajeg sehingga mampu digunakan kembali di
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
1. Uji Validitas
Validitas suatu instrumen penelitian, tidak lain adalah derajat yang
menunjukkan dimana suatu tes mengukur apa yang hendak diukur
(Sukardi, 2003). Pengujian validitas instrumen pada penelitian ini
menggunakan validitas isi.
Validitas isi menunjukkan sejauhmana item-item dalam tes
mencakup keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur oleh tes itu
(Azwar, 2010). Validitas isi ditentukan atas dasar pertimbangan
(judgement) dari para pakar (Sukardi, 2003). Kedua instrumen ini
melewati tahap judgement oleh ibu Siti Chotidjah M.A., Psi., bapak MIF
Baihaqi M.Si dan ibu dr. Riksma N.R.A bersama dr Syarifudin Sp.P.
Hasil judgement yang diperoleh pada instrumen self-efficacy dalam
mencegah serangan asma terdapat pengurangan pernyataan dari dimensi
generality dari 31 pernyataan menjadi 16 pernyataan, sehingga jumlah
pernyataan menjadi 66 item. Pada dimensi yang lainnya tidak ada
pengurangan pernyataan namun ada beberapa kalimat pernyataan yang
direvisi. Hasil judgement pada instrumen stres, terdapat penambahan 1
pernyataan dalam indikator tekanan dan jumlah item menjadi 61 item
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
2. Uji Reliabilitas
Suatu instrumen penelitian dikatakan mempunyai nilai reliabilitas
yang tinggi, apabila tes yang dibuat mempunyai hasil konsisten dalam
mengukur yang hendak diukur (Sukardi, 2003). Dapat dikatakan tes yang
reliabel adalah tes yang konsisten, dan dapat dipercaya. Menurut Azwar
(2010) semakin tinggi koefisien korelasi suatu alat ukur, semakin
konsistensi dan reliabel alat ukur tersebut. Pengujian reliabilitas dalam
instrumen ini terdiri dari analisis item dan uji reliabilitas instrumen.
a. Analisis Item
Setelah melakukan judgement dalam uji validitas, langkah
selanjutnya adalah pengujian instrumen ke 30 orang mahasiswa yang
memiliki asma. Setelah data terkumpul tahap selanjutnya adalah
analisis item. Analisis item dilakukan untuk melihat sejauh mana item
mampu membedakan antara individu atau kelompok yang memiliki
satu atau yang tidak memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang
digunakan dalam analisis item ini adalah memilih item yang
mengukur hal yang sama dengan yang diukur oleh tes secara
keseluruhan (Azwar, 2010).
Pengujian analisis item ini menggunakan korelasi item total
terkoreksi (corrected item-total correlation) dengan bantuan software
SPSS versi 19.0. Korelasi item total terkoreksi adalah korelasi antara
skor item dengan skor total dari sisa item yang lainnya. Item yang
item-Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
total sama dengan atau lebih besar dari 0.3. Sebagian ahli psikometri
mengatakan bahwa korelasi item-total 0.2 adalah cukup. Hal ini
dilakukan apabila item tersebut dihapus maka terdapat indikator yang
terbuang dan kriteria bisa diturunkan menjadi 0.2 (Ihsan, 2009). Pada
penelitian ini, pemilihan item dilakukan dengan menggunakan kriteria
0.2. Berdasarkan pengertian tersebut, item yang memiliki korelasi
item-total sebesar lebih dari 0.2 maka item tersebut dapat digunakan.
Sedangkan item yang memiliki korelasi item-total kurang dari 0.2
maka item tersebut tidak layak digunakan atau dibuang.
Hasil analisis item dari instrumen self-efficacy dalam mencegah
serangan asma yaitu terdapat 24 item yang memiliki korelasi kurang
dari 0.2. Namun, terdapat 1 item (pada item 36) yang korelasinya
kurang dari 0.2 jika dihapus akan ada 1 sub-indikator yang hilang.
Maka, item tersebut direvisi kembali dalam kalimat pernyataannya.
Sehingga jumlah keseluruhan item dari instrumen self-efficacy dalam
mencegah serangan asma adalah 43 item. Tabel dibawah ini
menunjukkan nomor-nomor item yang layak digunakan, item yang
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Tabel 3.3
Hasil Analisis Item Self-Efficacy dalam Mencegah Serangan Asma
Item yang layak digunakan
Item yang direvisi kembali
Item yang tidak layak digunakan 1, 2, 5, 6, 7, 10, 11, 14,
15, 16, 17, 18, 20, 21, 22, 24, 26, 27, 30, 31, 32, 33, 35, 37, 38, 39, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 48, 49, 50, 53, 56, 57, 59, 60, 61, 65.
36 3, 4, 8, 9, 12, 13, 19, 23, 25, 28, 29, 34, 40, 47, 51, 52, 54, 55, 58, 62, 63, 64, 66.
Hasil analisis item dari instrumen stres yang merupakan
modifikasi dari Student-Life Stress Inventory yang disusun oleh B.M.
Gadzella (Halbert, 2006), yaitu terdapat 19 item yang memiliki
korelasi kurang dari 0.2. Sehingga jumlah keseluruhan item dari
instrumen stres adalah 42 item. Tabel dibawah ini menunjukkan
nomor-nomor item yang layak digunakan, item yang direvisi kembali
dan item yang tidak layak digunakan.
Tabel 3.4
Hasil Analisis Item Instrumen Stres
Item yang layak digunakan Item yang tidak layak digunakan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 9, 10, 12, 13, 14, 15,
16, 17, 18, 19, 20, 22, 25, 28, 29, 31, 33, 34, 35, 37, 38, 40, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 54, 56, 57, 59, 61.
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
b. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas instrumen pada penelitian ini menggunakan
pendekatan reliabilitas internal. Reliabilitas internal diperoleh dengan
cara mengolah hasil pengetesan yang berbeda, baik dari instrumen
yang berbeda maupun yang sama dengan cara menganalisis data dari
satu kali hasil pengetesan (Arikunto, 2006). Uji reliabilitas instrumen
menggunakan rumus Alpha Cronbach dengan bantuan software SPSS
versi 19.0. Adapun rumus alpha cronbach sebagai berikut (Ihsan,
2009).
�= �
� −1 [1−
��� �
Keterangan :
α : koefisien reliabilitas
n : banyaknya bagian (potongan tes)
Vi : varians tes bagian yang panjangnya tidak ditentukan Vt : varians skor total (perolehan)
Adapun kriteria dalam menetapkan derajat reliabilitas dapat
digunakan kriteria dari Guilford (1965; dalam Noor, 2009) dapat dilihat
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Tabel 3.5 Derajat Korelasi
Koefisien Derajat Reliabilitas
< 0.20 Tidak ada korelasi
0.20 – 0.40 Korelasi rendah
0.41 – 0.70 Korelasi tinggi 0.71 – 1.00 Korelasi tinggi sekali
Hasil perhitungan reliabilitas dari instrumen self-efficacy dalam
mencegah serangan asma sebelum item yang tidak layak (kurang dari 0.2)
dibuang dan setelah item yang tidak layak dibuang adalah sebagai berikut :
Tabel 3.6
Reliabilitas Instrumen Self-Efficacy dalam Mencegah Serangan Asma sebelum item tidak layak dibuang
Cronbach's
Alpha N of Items
.816 66
Tabel 3.7
Reliabilitas Instrumen Self-Efficacy dalam Mencegah Serangan Asma sesudah item tidak layak dibuang
Cronbach's
Alpha N of Items
.887 43
Hasil perhitungan reliabilitas dari instrumen stres sebelum item yang
tidak layak (kurang dari 0.2) dibuang dan setelah item yang tidak layak
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Tabel 3.8
Reliabilitas Instrumen Stres sebelum item tidak layak dibuang
Cronbach's
Alpha N of Items
[image:30.595.232.369.301.357.2].857 61
Tabel 3.9
Reliabilitas Instrumen Stres sesudah item tidak layak dibuang
Cronbach's
Alpha N of Items
.900 42
Berdasarkan tabel-tabel diatas, dapat dilihat reliabilitas pada
instrumen self-efficacy dalam mencegah serangan asma sebelum item tidak
layak dibuang sebesar 0.816 dan setelah item tidak layak dibuang 0.887.
Instrumen stres memiliki koefisien reliabilitas sebelum item tidak layak
dibuang sebesar 0.857 dan setelah item tidak layak dibuang koefisien
reliabilitas sebesar 0.900. Berdasarkan tabel 3.5, instrumen self-efficacy
dalam mencegah serangan asma dan instrumen stres sama-sama memiliki
derajat reliabilitas sangat tinggi. Maka, dapat dikatakan instrumen ini
reliabel atau konsisten terhadap apa yang hendak diukur sehingga layak
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
F. Norma Kategorisasi Instrumen
Menurut Ihsan (2009), norma adalah pengelompokkan sebuah kelompok
pengambil tes atau skala ke dalam beberapa level. Pengkategorisasian ini
mengasumsikan bahwa kelompok ini berdistribusi normal.
Pengkategorisasian disusun berdasarkan rumus yang ada. Pada penelitian ini,
kedua instrumen yaitu insrumen self-efficacy dalam mencegah serangan asma
dan instrumen stres disusun dengan 5 kategorisasi. 5 kategorisasi tersebut
adalah sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Kategorisasi
tersebut disusun berdasarkan rumus dibawah ini.
Tabel 3.10
Kategorisasi Instrumen Self-Efficacy dalam Mencegah Serangan Asma dan Kategorisasi Instrumen Stres
Rentang Skor Kategorisasi
X > (M + 1.5s) Sangat Tinggi
(M + 1.5s) < X ≤ (M + 0.5s) Tinggi
(M + 0.5s) < X ≤ (M – 0.5s) Sedang
(M –0.5s) < X ≤ (M – 1.5s) Rendah
X ≤ (M-1.5s) Sangat Rendah
Keterangan :
X : Skor Subjek
M : Mean atau Rata-rata Kelompok
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
G. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari uji
normalitas, uji linearitas, uji hipotesis dan uji determinasi.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah data yang diperoleh
berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini dilakukan juga untuk
menentukan dalam penggunaan teknik analisis. Apabila data yang
diperoleh berdistribusi normal maka teknik analisis yang digunakan
adalah teknik analisis parametrik. Sedangkan, jika data yang diperoleh
tidak berdistribusi normal maka teknik analisis yang digunakan adalah
teknik analisis non-parametrik.
Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan One Sample
Kolmogrov Smirnov dengan bantuan software SPSS versi 19.0. Nilai dari
uji normalitas dilihat dari nilai Asymp. Sig (2-Tailed) > 0.05 maka dapat
diindikasikan data yang dihasilkan berdistribusi normal. Apabila nilai
Asymp. Sig (2-Tailed) < 0.05 maka dapat diindikasikan data yang
dihasilkan tidak berdistribusi normal. Hasil dari uji normalitas kedua
Alissa Ridha Mustika, 2013
[image:33.595.170.468.161.311.2]Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Tabel 3.11
Hasil Uji Normalitas Data Self-Efficacy dalam Mencegah Seragan asma
Self-Efficacy
N 51
Normal Parametersa,b Mean 74.1569
Std. Deviation 9.35815
Most Extreme Differences Absolute .072
Positive .072
Negative -.054
Kolmogorov-Smirnov Z .514
Asymp. Sig. (2-tailed) .955
a. Test distribution is Normal.
Tabel 3.12
Hasil Uji Normalitas Data Stres
STRES
N 51
Normal Parametersa,b Mean 62.8627
Std. Deviation 12.78752
Most Extreme Differences Absolute .077
Positive .077
Negative -.050
Kolmogorov-Smirnov Z .548
Asymp. Sig. (2-tailed) .925
a. Test distribution is Normal.
Berdasarkan tabel 3.11, data self-efficacy dalam mencegah serangan
asma memiliki Asymp. Sig. (2-tailed) > 0.05 yaitu 0.955 sehingga data
self-efficacy dalam mencegah serangan asma berdistribusi normal.
Berdasarkan tabel 3.12, data stres memiliki Asymp. Sig (2-tailed) > 0.05
yaitu 0.925 sehingga data stres berdistribusi normal. Hasil diatas dapat
[image:33.595.177.468.382.541.2]Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
2. Uji Linearitas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah distribusi data
penelitian, yaitu variabel self-efficacy dalam mencegah serangan asma dan
variabel stres memiliki hubungan linear. Hubungan dua variabel dalam
penelitian ini dinyatakan dengan sebuah persamaan regresi. Perhitungan
uji linearitas dibantu dengan software SPSS versi 19.0. Jika hasil yang
diperoleh dengan nilai probabilitas < 0.05 maka variabel self-efficacy
dalam mencegah serangan asma linear terhadap variabel stres. Persamaan
regresi yang digunakan adalah regresi linear sederhana, dengan
persamaan sebagai berikut (Riduwan & Akdon, 2010).
Ŷ = a + bX
Keterangan :
Ŷ : subjek variabel terikat yang diproyeksikan a : konstanta atau bila harga Y jika X = 0
b : nilai arah sebagai penentu ramalan (presiksi) yang menunjukkan nilai peningkatan (+) atau nilai penurunan (-) variabel Y
X : nilai variabel independen
Hasil uji lineritas antara data self-efficacy dalam mencegah serangan
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Tabel 3.13
Hasil Uji Linearitas Self-Efficacy dalam Mencegah Serangan Asma dan Stres
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1011.592 1 1011.592 14.721 .000a
Residual 3367.154 49 68.717
Total 4378.745 50
Berdasarkan Tabel diatas, nilai F hitung sebesar 14.721 dengan
signifikansi 0.000. Nilai probabilitas yaitu 0.000 < 0.05 maka, terdapat
hubungan yang linear antara self-efficacy dalam mencegah serangan asma
dengan stres atau self-efficacy dalam mencegah serangan asma linier
terhadap stres.
3. Uji Hipotesis
Jika hasil uji normalitas adalah data yang yang diperoleh
berdistribusi normal dan hasil uji linearitas menunjukkan variabel
self-efficacy dalam mencegah serangan asma linear terhadap variabel stres
maka dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan analisis korelasi
Product Moment dari Pearson dengan rumus dibawah ini (Arikunto,
2006).
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Keterangan :
rxy : koefisien korelasi antara skor variabel 1 dengan skor variabel 2
ΣX : jumlah skor variabel 1 ΣY : jumlah skor variabel 2
ΣXY : jumlah hasil kali antara skor variabel 1 dengan skor variabel 2 n : jumlah subjek penelitian
ΣX2
: jumlah kuadrat skor variabel 1 ΣY2
: jumlah kuadrat skor variabel 2
Perhitungan analisis korelasi dibantu dengan menggunakan software
SPSS versi 19.0. Setelah mendapatkan hasil korelasi, lalu melihat
seberapa kuat hubungan antara kedua variabel dengan melihat koefisien
[image:36.595.204.447.414.516.2]korelasi yang diinterpretasikan dibawah ini (Sugiyono, 2008).
Tabel 3.4
Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0.00 – 0.199 Sangat rendah 0.20 – 0.399 Rendah 0.40 – 0.599 Sedang 0.60 – 0.799 Kuat 0.80 – 1.000 Sangat kuat
Berdasarkan hasil analisis korelasi, maka dapat diketahui pula hasil
uji hipotesis. Dengan mengacu pada hipotesis penelitian, hipotesis yang
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
a. H0 : = 0
H0 : Tidak Terdapat hubungan negatif antara self-efficacy dalam
mencegah serangan asma dengan stres pada mahasiswa penderita
asma di Universitas Pendidikan Indonesia.
b. Ha : ≠ 0
Ha : Terdapat hubungan negatif antara self-efficacy dalam mencegah
serangan asma dengan stres pada mahasiswa penderita asma di
Universitas Pendidikan Indonesia.
Kedua hipotesis akan diuji pada α = 0.05. H0 diterima jika koefisien α >
0.05, sebaliknya H0ditolak jika koefisien α ≤ 0.05.
4. Uji Determinasi
Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui proporsi yang
dapat dijelaskan dari variabel self-efficacy dalam mencegah serangan
asma menentukan variabel stres. Berikut rumus dalam uji determinasi.
� = 2� 100%
Keterangan :
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Terdapat 5 tahap dalam prosedur penelitian yang dilakukan oleh peneliti
yaitu, tahap persiapan, tahap pengambilan data, tahap pengolahan data, tahap
pembahasan dan tahap penyelesaian.
1. Tahap Persiapan
a. Mencari variabel yang menarik bagi peneliti.
b. Mencari fenomena di dunia kesehatan dan mengaitkannya dengan
variabel yang telah dipilih oleh peneliti.
c. Merumuskan masalah dan tujuan penelitian.
d. Mencari literatur dan buku sumber yang menunjang penelitian yaitu
stres, self-efficacy, asma dan pencegahan serangan asma.
e. Menyusun instrumen penelitian yaitu skala stres dan skala
self-efficacy dalam mencegah serangan asma.
f. Menguji instrumen melalui judgement kepada para ahli untuk
mengetahui validitas instrumen.
g. Menguji coba instrumen kepada 30 mahasiswa tingkat 1, 2 dan 4
penderita asma di Universitas Pendidikan Indonesia untuk mengetahui
validitas (analisis item) dan reabilitas instrumen.
2. Tahap Pengambilan Data
a. Melakukan studi pendahuluan ke setiap jurusan dalam masing-masing
fakultas untuk mencari jumlah mahasiswa yang memiliki asma
dengan cara menanyakan langsung kepada mahasiswa di setiap
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
b. Memberikan penjelasan maksud dan tujuan penelitian serta penjelasan
dalam pengisian kuesioner kepada responden.
c. Melakukan pengambilan data.
3. Tahap Pengolahan Data
a. Mengumpulkan kuesioner yang telah diisi oleh responden.
b. Melakukan penyekoran dengan menilai kuesioner dari setiap
responden.
c. Menghitung dan mentabulasi data yang diperoleh dari setiap
responden.
d. Menggunakan analisis data dengan menggunakan metode statistik
melalui software SPSS versi 19.0.
4. Tahap Pembahasan
a. Menginterpretasi dan membahas hasil analisis statistik berdasarkan
teori.
b. Membuat kesimpulan dari hasil penelitian.
5. Tahap Penyelesaian
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB. V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, Self-efficacy dalam
mencegah serangan asma yang dimiliki mahasiswa berada pada tingkat
sedang. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya sifat pencegahan asma yang
mudah namun sedikit yang harus dilakukan. Tugas pencegahan asma yang
sedikit dapat terjadi karena serangan asma yang dialami mahasiswa terjadi 1
kali seminggu dan tidak mengganggu aktifitas. Selanjutnya,
pengalaman-pengalaman yang dialami mahasiswa dalam melakukan pencegahan serangan
asma dapat berhasil dan gagal sehingga perilaku pencegahan asma tidak
dilakukan secara penuh.
Selain itu, pengalaman yang dialami orang lain pun dapat berpengaruh.
Hal ini terjadi ketika mahasiswa melihat dan menirukan pengalaman orang
lain dalam melakukan pencegahan asma. Jika pengalaman orang tersebut
berhasil maka mahasiswa akan melakukan perilaku pencegahan asma yang
sama, namun jika pengalaman orang tersebut gagal maka mahasiswa tidak
akan mengikuti perilaku pencegahan asma tersebut. Figur orang lain dapat
terjadi pada anggota keluarga, saudara maupun teman dekat dari mahasiswa
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, stres yang dimiliki
mahasiswa penderita asma berada pada tingkat sedang. Hal ini dapat
disebabkan mahasiswa tetap mengalami keadaan stres, namun mampu
dilawan atau dikoping sesuai dengan kemampuannya sehingga tidak
mengalami respon-respon stres yang berat.
Selanjutnya, terdapat hubungan negatif antara self-efficacy mencegah
serangan asma dengan stres pada mahasiswa di Universitas Pendidikan
Indonesia dengan tingkat sedang. Hal ini mengindikasikan self-efficacy dalam
mencegah serangan asma yang sedang maka stres yang dimiliki mahasiswa
berada pada tingkat sedang.
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa rekomendasi yang
diajukan kepada mahasiswa, orang tua mahasiswa dan peneliti selanjutnya.
1. Rekomendasi untuk Mahasiswa
Bagi mahasiswa diharapkan untuk :
a. meningkatkan keyakinan akan kemampuan (self-efficacy) dalam
mencegah serangan asma walaupun jarang mengalami serangan asma,
agar dapat meningkatkan kualitas hidup tanpa adanya hambatan.
b. menjadikan pengalaman yang berhasil sebagai acuan untuk
meningkatkan keyakinan akan kemampuan dalam mencegah serangan
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
c. meningkatkan kemampuan dalam menanggulangi stres agar tidak
terjadi respon-respon stres khususnya respon fisik.
d. bekerja sama dengan orang terdekat jika stres yang dialami sulit
ditanggulangi.
2. Rekomendasi untuk Orang tua
Bagi orang tua diharapkan untuk :
a. memberikan pengetahuan dalam melakukan pencegahan serangan
asma.
b. membantu mahasiswa dalam melakukan pencegahan serangan asma.
c. memberikan dukungan positif saat mahasiswa melakukan
penanggulangan stres.
3. Rekomendasi untuk Peneliti
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk :
a. melakukan penelitian dengan variabel yang sama, namun
menggunakan klasifikasi asma yang lain.
b. melakukan penelitian yang sama secara mendalam dengan
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
Adiery, F. 2010. Cara Menjaga Kesehatan Tubuh [Online]. http://febriadiery.blogspot.com/2010/05/cara-menjaga-kesehatan-tubuh.html [7 Oktober 2011].
Agusudrajat. 2011. Hari Asma Sedunia 1 Mei 2011 [Online]. http://agus34drajat.wordpress.com/2011/05/01/hari-asma-sedunia-1-mei-2011/ [8 Desember 2011].
Anwar, A.I.D. 2009. Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Skripsi Sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara: tidak diterbitkan.
Arief. 2008. Penderita Asma [Online].
http://ebdosama.blogspot.com/2009/02/penderita-asma.html [6 Oktober 2011].
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi VI. Rineka Cipta: Bandung.
Azwar, S. 2010. Tes Prestasi: Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar Edisi II. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Bandura, A. 1999. Self-Efficacy in Changing Societies. Cambridge University Press.
Baron, R.A. & Byrne, D. 2003. Psikologi Sosial Jilid I Edisi 10. Erlangga: Jakarta.
Bordley, W.C. et al. 2004. “Diagnosis and Testing in Bronchiolitis”. Arch Pediatr Adolesc Med. 158, (2), 119-126.
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Fairawan, S. 2008. Hubungan antara Pengetahuan Tentang Penyakit Asma dengan Sikap Penderita dalam Perawatan Asma pada Pasien Rawat Jalan di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta. Skripsi Sarjana Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta: Tidak Diterbitkan.
Febriadi, E. 2010. Cara Menjaga Kesehatan [Online]. http://febriadiery.blogspot.com/2010/05/cara-menjaga-kesehatan-tubuh.html [27 Juni 2011].
Fitri, F. (2011). Hubungan Antara Stres dengan Perilaku Merokok pada Mahasiswa Laki-laki Universitas Pendidikan Indonesia. Skripsi Sarjana pada FIP Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak Diterbitkan.
Gatchel, R.J. & Oordt, M.S. 2005. Clinical Health Psychology and Primary Care. John Wiley & Sons Inc.
Gatra. 2000. Jumlah Penderita Asma di Indonesia 10 Juta Orang [Online]. http://wap.gatra.com/artikel.php?id=9919 [7 Oktober 2011]
Gatra. 2002. Jumlah Penderita Asma di Indonesia Capai 12 Juta Orang [Online]. http://arsip.gatra.com/2002-03-04/artikel.php?id=15803 [7 Oktober 2011]
Global Initiative for Asthma (GINA). 2011. Global Strategy for Asthma Management and Prevention. Cape Town, South Africa: GINA.
Gould, H.J et al. 2003. “The Biology of IgE and the Basis of Allergic Disease”. Annual Review of Immunology. 21, 579-628.
Halbert, L.H. 2006. The Relationship of Student-Life Stress to Marital Dedication Among Married Undergraduate Students and Their Spouses. A Dissertation for the Degree of Doctor of Philosophy in Student Development in the Department of Counselor Education, Mississippi State University.
Hall, C.S. & Lindzey, G. 1985. Introduction to Theories of Personality. Canada: John Wiley & Sons, Inc.
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Herlina, I. 2006. Biologi. Rosda: Bandung.
Hoy, W.K. & Tarter, J.C. 2011. “Positive Psychology and Educational Administration: An Optimistic Research Agenda”. Educational Administration Quarterly. 47 (3), 427-445.
Ihsan, H. 2009. Metode Skala Psikologi. Bandung: Tidak diterbitkan.
Isnaeni, D.N. 2010. Hubungan antara Stres dengan Pola menstruasi pada Mahasiswa D IV Kebidanan Jalur Reguler Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi pada Prodi D IV Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta: tidak diterbitkan.
Karto. 2012. Indikasi Salbutamol [Online]. http://ahli-farmasi.blogspot.com/2012/01/salbutamol.html#axzz2GvyiNVii [2 Januari 2013].
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Kementerian Kesehatan: Jakarta.
Komandyahrini, E. & Akbar, R. 2008. “Hubungan Self-efficacy dan Kematangan Dalam memilih Karir Siswa Program Percepatan Belajar”. Gifted Review, Jurnal Keterbakatan dan Kreativitas. 2 ,(1), 1-12.
Lazarus, R.S. dan Folkman, S. 1984. Stress, Appraisal and Coping. New York.
Lee, S.Y. 2008. “Interplay of Negative Emotion and Health Self-Efficacy on the
Use of Health Information and Its Outcomes”. Journal of Communication
Research. 35, (03), 358-381.
Maddux, J. 2002. Self-Efficacy: The Power of Believing You Can. In C.R. Snyder & S.J. Lopez. Handbook of Positive Psychology. New York: Oxford University Press.
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Marks, R.; Allegrante, J.P. & Lorig, K. 2005. “A Review and Synthesis of Research for Self-Efficacy-Enhanching Interventions for Reducing Chronic Disability: Implications for Health Education Practice (Part I)”. Health Promotion Practice. 37, (06), 37-43.
Media Skripsi. 2008. Macam-macam Variabel [Online]. http://www.mediaskripsi.com/macam-macam-variabel.php [10 Oktober 2011].
Mitchell D.K. & Mcquaid E., 2008. Comprehensive Handbook of Clinical Health Psychology. John Wiley & Sons Inc.
Morgan, C.T., King, R.A. & Wersz, J.R. 1986. Introduction to Psychology 7th Edition. New York: Mc-Graw Hill.
Morrison, V. & Bennet, P. 2006. An Introduction to Health Psychology. England.
Munandar A.S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI-Press.
Nevid, J.S. 2005. Pengantar Psikologi Abnormal Edisi Kelima Jilid I. Erlangga: Jakarta.
Noor, H. Psikometri: Aplikasi dalam Penyusunan Instrumen Pengukuran Perilaku. Fakultas Psikologi Unisba: Bandung.
Nur, R.F. 2009. Hubungan Antara Kelekatan dengan Teman Sebaya dan Kemandirian Remaja Kelas XII SMA Pasundan 2 Bandung Tahun Ajaran 2009/2010. Skripsi Sarjana pada FIP Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: tidak diterbitkan.
Alissa Ridha Mustika, 2013
Hubungan Antara Self-Efficacy Dalam Mencegah Serangan Asma Dengan Stres Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Peltola, V. et al. 2008. “Clinical Effects of Rhinovirus Infections”. Journal of Clinical Virology. 43, 411-414.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Asma: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. PDPI.
Pitakasari, A.R. 2011. Hindari Serangan Asma, Kenali Gejalanya [Online]. http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/tips-sehat/11/01/25/160481-hindari-serangan-asma-kenali-gejalanya [6 Oktober 2011].
Riduwan & Akdon. (2010). Rumus dan Data dalam Analisis Statistika. Bandung: Alfabeta.
Rietveld, S; Beest, I.V. dan Everaerd, W. 1999. “Stress-Induced Breathlessness
in Asthma”. Psychological Medicine. 29, (06), 1359-1366.
Rittmayer, A.D. dkk. 2008. Overview: Self-Efficacy in STEM. Dalam Assesiag Women and Men in Enggineering [Online]. Tersedia : www.AWEonline.org [10 Oktober 2011].
Schuctack, F. 2006. Kepribadian Teori Klasik dan Riset Modern Jilid I Edisi 3. Erlangga: Jakarta.
Scott, C.J. 2012. Optimal Stress: Living in Your Best Stress Zone. John Wiley & Sons.
Selvianti, L.A. 2009. “Self-Efficacy Penderita Kanker Payudara”. Jurnal Psiko