• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANGAN

LAPORAN SINGKAT

RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM

PANJA KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN KOMISI III DPR RI DENGAN PROF. BAMBANG HERU, DR. BASUKI WASIS,

DAN NELSON SITOHANG

--- (BIDANG HUKUM, HAM DAN KEAMANAN) Tahun Sidang : 2016-2017

Masa Persidangan : I Rapat ke :

Sifat : Terbuka

Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum Hari, tanggal : Rabu, 12 Oktober 2016

Waktu : Pukul 15.10 -17.20 WIB

Tempat : Ruang Rapat Komisi III DPR RI

Acara : Mendengarkan penjelasan dan masukan dari para Pakar yang pernah menjadi Saksi Ahli dalam kasus-kasus Karhutla

KESIMPULAN/KEPUTUSAN I. PENDAHULUAN

Rapat Dengar Pendapat Umum Panja Karhutla Komisi III dibuka pukul 15.10 WIB oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI, DR. Benny K. Harman, SH., dengan agenda rapat sebagaimana tersebut diatas.

II. POKOK-POKOK PEMBAHASAN

1. Pimpinan Panja Kebakaran Hutan dan Lahan menyampaikan hal-hal sebagai berikut :

1) Pembentukan Panja Pengawasan Kebakaran Hutan dan Lahan didasarkan pada Keputusan Rapat Pleno Komisi III tanggal 22 Agustus 2016. Pembentukan Panja ini diperlukan, mengingat kebakaran hutan dan lahan memiliki dampak yang luar biasa disamping dampak secara hukum dan sosial.

2) Rapat Kerja Komisi III dengan Kapolri tanggal 6 September 2016, dimana Kapolri menyampaikan bahwa :

 Telah dikeluarkan SP3 terhadap kasus kebakaran hutan dan lahan oleh Bareskrim sebanyak 2 kasus.

 Telah dikeluarkan SP3 terhadap kasus kebakaran hutan dan lahan oleh Polda Riau sebanyak 15 kasus.

(2)

 Telah dikeluarkan SP3 terhadap kasus kebakaran hutan dan lahan oleh Polda Sumatera Selatan sebanyak 1 kasus.

 Telah dikeluarkan SP3 terhadap kasus kebakaran hutan dan lahan oleh Polda Kalimantan Tengah sebanyak 2 kasus.

 Telah dikeluarkan SP3 terhadap kasus kebakaran hutan dan lahan oleh Polda Kalimantan Barat sebanyak 1 kasus.

3) Panja ini dibentuk untuk mencari solusi agar ke depan tindakan semacam ini tidak terjadi lagi dan memastikan bahwa proses hukum terhadap kasus ini dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku tanpa ada intervensi dari pihak manapun.

4) Selanjutnya untuk mengetahui lebih mendalam terkait dengan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia, Panja telah mengundang pihak-pihak, diantaranya adalah sebagai berikut:

 DPRD Provinsi Riau yang telah membentuk Pansus Kebakaran Hutan dan Lahan serta Pansus Monitoring Ijin dan Lahan.

 ICEL,Walhi dan Jikalahari, serta

 Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup.

 Kapolda Sumatera Selatan, Kapolda Riau dan Kapolda Jambi.  Kapolda Kalimantan Selatan dan Kapolda Kalimantan Tengah.  Kajati Sumatera Selatan dan Kajati Riau.

5) Beberapa hal lainnya yang menjadi pokok-pokok pembahasan, diantaranya adalah sebagai berikut :

 Dengan mengambil sampel tanah (ring sampel) apakah bisa diketahui sifat fisik dan kimianya, apakah dapat mengetahui kebakaran itu dengan sengaja atau kelalaian.

 Apa pengertian sarana dan prasarana air yang memadai, dalam kasus karhutla.

 Apakah sumber api yang tidak berasal dari area konsesi perusahaan tersebut, perusahaan tidak dapat dipidana.

 Bahwa Sdr. Nelson yang juga sebagai saksi ahli diperadilandimana kesaksiannya, salah satu dasar untuk dikeluarkannya SP3 oleh Polda Riau.

 Meminta penjelasan terkait dengan dari 15 (lima belas) kasus Kebakaran Hutan dan Lahan yang di SP3 oleh Polda Riau, ada 6 (enam) kasus yang saksi ahlinya adalah Sdr. Nelson.

 Sebagai informasi dari DPRD Provinsi Riau yang telah membentuk 2 (dua) pansus, dimana ada perkebunan yang belum mendapat ijin, ada perkebunan yang merambah hutan lindung. Apakah Sdr. Nelson sebagai ahli mengetahui tahu kondisi seperti ini.

 Hampir dipastikan, bahwa banyak perusahaan di Riau mengelola hutan yang tidak sesuai dengan ijinnya. Apakah ini menjadi pertimbangan para Ahli.

 Bahwa kesulitan dalam menetapkan siapa pelaku yang bertanggung jawab sehingga dikeluarkannya SP3, dimana sebahagian terjadi kebakaran itu diluar areal perusahaan, apakah alasan ini membuat perusahaan tersebut tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum.

(3)

 Dengan terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan menimbulkan kerusakan yang berdampak begitu besar dan luas, apakah adil jika pada akhirnya dikeluarkan SP3 oleh beberapa Polda.

 Terkait dengan kesaksian ahli pada saat diperiksa sebagai ahli, apakah melihat secara riil faktanya dilapangan, atau seperti apa.

 Apakah Sdr.Nelson masuk kategori seorang ahli bila merujuk pada Putusan Ketua Mahkamah Agung tentang kriteria ahli dipersidanganmenyangkut dalam perkara Karhutla.

 Panja ini seharusnya bernama Panja Pembakaran Hutan dan Lahan. Karena sebagian besar peristiwa yang terjadi akibat pembakaran yang dilakukan baik oleh perorangan maupun korporasi.

 Berapa kerugian yang ditimbulkan akibat lahan yang rusak oleh pembakaran itu. Menghitung kerugian itu dari mana. Untuk tata air yang hilang dan untuk memunculkan siklus tata air itu butuh berapa lama.

6) Beberapa hal yang disampaikan oleh Dr.Ir. Basuki Wasis, MSdiantaranya adalah sebagai berikut :

- Lahan gambut merupakan tanah dengan kandungan bahan organic lebih dari 20% atau C organic  12% (tekstur pasir) atau bahan organic lebih dari 30% (C organic  18% (tekstur liat). Lapisan yang mengandung bahan organic tinggi tersebut tebalnya lebih dari 40 cm (histos=jaringan). Tanah gambut terbentuk dari sisa tumbuhan yang mati dan tidak terdekomposisi kareba tergenang air dalam selang waktu yang cukup lama. Sehingga secara umum tanah gambut adalah ekosistem yang tergenang ar, dengan tipe vegetasi “hutan rawa gambut”.

- Pembentukan tanah gambut di Indonesia sekitar 4,500 – 6.000 tahun yang lalu, kandungan bahan organic pada tanah gambut sekitar 35-65%. Laju pembentukan tanah gambut sekitar 0,5 – 3 mm/tahun dan setiap kejadian kebakaran hutan dan lahan menyebabkan penurunan ketebalan gambut sebesar 20-30 cm. Tanah gambut (organosol) bersifat sangat masam (pH

 4), dan status kesuburan sangat rendah. - Motif pembakaran, antara lain:

1. keuntungan pihak perusahaan (pupuk gratis),

2. pertumbuhan tanaman tidak baik (kelapa sawit dan pohin). 3. mengendalikan hama dan penyakit.

4. pembersihan lahan murah dan cepat dan 5. pengurangan pajak dan asuransi.

- Sedangkan kerusakan yang terjadi akibat pembakaran, antara lain: 1. kerusakan vegetasi (sumber genetic/plasma nutfah),

2. kehilangan ketebalan tanah gambut (umur pakai lahan), 3. kerusakan sifat fisik tanah,

4. kerusakan sigat kimia tanah dan 5. kerusakan sifat biologi tanah.

- Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia dan/atau hayati lingkungan hisup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

(4)

- Pembuktian terletak pada Pasal 98 Jo. Pasal 99 Jo. Pasal 108 Jo. Pasal 116 ayat (1) huruf a dan b UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

- Kerugian setiap pembakaran akan menyebabkan musnahnya tanah gambut setelab 20-30 cm, hal tersebut dapat disamakan dengan:

a. Hilangnya gambut (disetarakan dengan pemberian Kompos ) : Rp 1.200.000.000,-

b. Hilangnya unsur Nitrogen (N) : Rp 51.800.000,- c. Hilangnya unsur Fosfor (P) : Rp 644.000,- d. Hilangnya unsur Kalium (K) : Rp 382.200,- e. Hilangnya unsur Kalsium (Ca) : Rp 10.560.000,- f. Hilangnya unsur Magnesium (Mg) : Rp 739.000,-

Total kerugian sebesar Rp. 1.264.125.200,’/Ha

- Kriteria kerusakan menggunakan PP No. 4 tahun 2001, PP No. 150 tahun 2000 dan PP No 71 tahun 2014.

- Bahwa dengan pengambilan sampel, dapat diketahui kerusakan atau tidak. Jika dapat dilakukan pengambilan sampel, bisa diketahui kesengajaan atau kelalaiannya.

- Bahwa kerusakan itu pembuktiannya sederhana, jika itu terjadi diwilayahnya, perusahaan itu yang bertanggung jawab. Kebakaran bisa dilacak sumber apinya. Bagi Ahli, minimal kesengajaan atau kelalaian bisa dibuktikan.

- Bahwa penetapan pelaku itu menjadi kewenangan penyidik. Apabila tidak ada pelaku, jangan masuk dahulu ke penyidikan. Bisa terjadi pada administrasi penyidikan, tetapi menjadi masalah jika masuk penyidikan tetapi belum ada tersangkanya.

- Bahwa SP3 yang telah dikeluarkan Polda Riau bisa dikatakan cacat hukum, karena6 (enam) kasus dari 15 (lima belas) kasus SP3, mendasarkan dari keterangan ahli yang disampaikan oleh Sdr Nelson Sitohang yang menurut keterangannya di hadapan Panja Komisi III tidak memenuhi kriteria sebagai ahli.

7) Beberapa hal yang disampaikan oleh Prof.Dr. Bambang Heru Rahardjo, M., Agr, diantaranya adalah sebagai berikut :

- Jumlah hotspot terdeteksi tahun 2005 dan 2006.Di Provinsi Sumatera Utara terdapat sebanyak 3.830 titik api dan sebanyak 3.581 ditahun 2006. Prov. Riau tahun 2005 terdapat 22.630 titik api, ditahun 2006 terdapat 35.426 titik api. Prov. Jambi tahun 2005 sekitar 1208 titik api dan tahun 2006 terdapat sekitar 6948 titik api, sedangkan di Prov. Sumatera selatan tahun 2005 terdapat 1182 dan tahun 2006 terdapat sekitar 21.734 titik api.

- Pada hari Senin, 24 Juni 2013 Presiden SBY, meminta maaf ke pemerintah Malaysia dan Singapura atas tragedy kebakaran hutan dan ahan di Indonesia. Pada bulan Maret 2014, Presiden SBY mendatangi secara langsung lokasi-lokasi terjadinya kebakaran hutan.

- Hasil audit kepatuhan perusahaan kehutanan, terlihat (1) satu perusahaan tergolong sangat tidak patuh; 10 (sepuluh) perusahaan tergolong tidak patuh; dan 1 (satu) perusahaan tergolong kurang patuh.

(5)

- Dampak polusi udara dari adanya kebakaran hutan dan lahan ini, 19 bahan kimia yang sangat beracun bagi manusia, dari 19 bahan kimia tersebut, terdapat bahan yang disebut sebagai Furan (C4H4O) dan Hydrogen Cyanide (HCN), yang sangat mengganggu fungsi pernafasan manusia.

- Dari bencana kebakaran hutan dan lahan tahun 2015-2016 ini, pelajaran yang didapat, antara lain:

a Kegiatan pemadaman masih dominan dan sangat diandalkan serta pembencanaan masih merupakan pilihan yang dianggap masih rasional;

b Sangat menggantungkan pada penggunaan peralatan berat, helikopter, tmc, hujan buatan, dll;

c Kegiatan pengendalian kebakaran masih belum terstruktur dan belum sistematis;

d Kegiatan pencegahan kebakaran dengan berbagai aspek yang terlibat masih dalam tataran “retorika” dan belum terimplementasi dengan baik di lapangan;

e Kegiatan seremonial spt. “apel siaga karhutla” tampak lebih semarak dibandingkan dengan upaya pengendalian kebakaran sesungguhnya; f Masyarakat masih merupakan pelaku tunggal yang harus

bertanggungjawab;

g Penegakan hukum masih tebang pilih dan tajam ke bawah namun tumpul ke atas;

h Sampai hari ini belum ada turunan keputusan mk terkait koordinasi gakkum karhutla oleh kemenLHK;

i Pemerintah daerah, skpd, dan instansi terkait daerah lebih senang melindungi korporasi pembakar hutan dan atau lahan dari pada melindungi rakyatnya sendiri yang menderita karenanya.

(6)

- Bahwa dari hotspot bisa diketahui, apakah kegiatan pembakaran ini dilakukan terus menerus atau tidak, itu ada historinya. Ada pedoman pengendalian pembakaran dari Kementerian LHK.

- Bahwa bisa sumber api dari luar area korporasi, dan perusahaan dapat dimintakan pertanggungjawaban, karena ada pembiaran. Penanggung jawab utama adalah perusahaan pemilik area perkebunan tersebut;

- Bahwa Ahli pernah melakukan complain ke Ditreskrim Polda atas dikeluarkannya SP3, dan Ahli telah memberikan penjelasan bahwa perusahaan ini ada unsur kesengajaannya dalam kejadian kebakaran hutan dan lahan.

- Bahwa pernah terjadi kasus, yaitu salah satu Direktur warga negara Malaysia yang divonis atas perluasan pengelolaan hutan atau pengelolaan lahannya yang tidak sesuai dengan perijinannya.

- Hasil keputusan ahli, terdapat indikasi bahwa ada pembakaran lahan dan hutan. Banyak terlihat unsur kesengajaannya, sebagai contohnya hasil uji laboratorium, dimana dengan uji terhadap lahan kebakaran dari tahun-tahun sebelumnya yang dibantu dengan citra satelit dan komputer. Hal tersebut salah satu cara merekonstruksi kasus kebakaran hutan.

- Bahwa Ahli sangat tidak setuju dikeluarkannya SP3 dalam kasus kebakaran hutan dan lahan.

- Bahwa perkiraan kerugian yang mencapai angka Rp.221 trilliun, itu masih sangat kecil dibandingkan dengan kerugian immaterialnya.

- Bahwa Ahli sangat menyetujui apabila kasus SP3 dibuka kembali.

8) Beberapa hal yang disampaikan oleh Nelson Sitohang, Nelson Sitohang, SKM., M.Sc., PHdiantaranya adalah sebagai berikut :

- Dasar hukum pengelolaan hutan, dengan menggunakan izin lingkungan, antara lain:

a. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

b. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan; c. Permen LH No. 05 Tahun 2012 tentang jenis Rencana Usaha dan/atau

Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;

d. Permen LH No. 08 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup;

e. Permen LH No. 17 Tahun 2012 tentang Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan;

f. Permen LH No. 08 Tahun 2013 tentang Tata Laksana Penilaian dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup serta Penerbitan Izin Lingkungan.

- Perijinan Amdal yang dikeluarkan untuk kegiatan pengelolaan LH, antara lain: KA-ANDAL, yaitu ruang lingkup kajian analisis dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan; ANDAL yaitu telaah secara cermat dan mendalam tentang dampak penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan; RKL, yaitu upaya penaganan dampak terhadap

(7)

lingkungan hidup yang ditimbulkan dari rencana usaha dan/atau kegiatan; serta RPL yaitu upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak akibat rencana usaha dan/atau kegiatan.

- Tahapan memperoleh izin pengelolaan lahan dan hutan, antara lain: 1) Penyusunan Amdal dan UKL-UPL;

2) Penilaian Andal dan Pemeriksaan UKL-UPL; dan 3) Permohonan dan penerbitan izin lingkungan. Permohonan izin lingkungan:

1) permohonan izin lingkungan diajukan secara tertulis kepada Menteri, Gubernur atau Bupati/walikota;

2) kemudian Permohonan Izin Lingkungan disampaikan bersamaan dengan pengajuan penilaian Andal dan RKL-RPL atau pemeriksaan UKL-UPL;

3) selanjutnya permohonan izin lingkungan harus melengkapi: dokumen Amdal atau formulir UKL-UPL, dokumen pendirian usaha dan/atau kegiatan dan profil usaha dan/atau kegiatan.

- Hal-hal yang harus diperhatikan dalam izin Karhutla, antara lain: bahwa melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan dipidana min 1 (satu) tahun dan mak 3 (tiga) tahun dan denda min Rp. 1 milyar dan maks Rp. 3 milyar. Pejabat pemberi izin lingkunagn yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi Amdal atau UKL-UPL dipidana maksimal 3 tahun dan denda maks Rp. 3 milyar. Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan uzun usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi izin lingkungan dipidana maksimal 3 tahun dan denda maksimal Rp. 3 milyar.

- Dokumen-dokumen yang dikumpulkan untuk mendapatkan izin:

1) Dokumen lingkungan AMDAL (KA-ANDAL, RKL dan RPL), UKL-UPL, DELH, DPLH, SEL, SEMDAL, PEL, RKL dan RPL, dan lain-lain.

2) Laporan semester pelaksanaan hutan dan lahan; 3) SOP dan Prasarana Pengendalian Karhutla; 4) Dokumen Realisasi Pelaksanaan SOP; 5) Peta Rawan Karhutla;

6) Peta Distribusi Sarana dan Prasarana Karhutla; 7) Rencana Kerja Tahunan (RKT); dan

8) Kontrak Kerja Pembukaan dan Pembersihan Lahan.

- Bahwa terdapat sumber api dari luar area, perusahaan dapat diminta pertanggungjawaban, karena perusahaan punya kewajiban mencegah dan mengendalikan areal diluar pengelolanannya. Ada peta rawan kebakaran yang harus diperhatikan oleh perusahaan tersebut.

- Bahwa Sdr.Nelson bukan Ahli, tetapi penyidik sering menyurati ke kantoruntuk meminta bantuan sebagai Ahli.Sdr. Nelson adalah kepala sub bidang kajian proses penilaian amdal, proses pemeriksaan lingkungan dan proses perijinan lingkungan.

- Bahwa Sdr. Nelson bukan ahli dibidang kasus kebakaran lingkungan, namun ikut menangani kasus-kasus yang beberapa vonisnya telah inkracht.

- Bahwa jabatannya berkaitan dengan melakukan kajian proses perijinan di lingkungan. Bahwa Sdr. Nelson ditugaskan oleh kantor untuk membantu

(8)

menjelaskan kasus kebakaran hutan. Bahwa Sdr merasa tidak masuk kategori ahli sesuai yang ada dalam putusan Ketua MAhkamah Agung.

III. PENUTUP

Rapat Dengar Pendapat Umum Panja Kebakaran Hutan dan Lahan Komisi III DPR RI dengan Prof.Dr.Bambang Heru Rahardjo, M., Agr, Dr.Ir.Basuki Wasis, MS dan Nelson Sitohang, SKM., M.Sc., PH tidak mengambil kesimpulan/keputusan, namun semua hal yang berkembang akan menjadi bahan masukan untuk ditindaklanjuti dalam Rapat Panja.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk bertahan menjadi negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia perlu melaksanakan pengelolaan perkebunan kelapa sawit secara efisien dengan produktivitas

Jadi berdasarkan penjelasan yang ada dari beberapa ahli dapat diambil kesimpulan, bahwa mediasi merupakan proses perundingan yang dilakukan oleh kedua pihak

2 Th 1992 tentang usaha perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi

Berdasarkan mutu kualitas air untuk biota laut menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 51 Tahun 2004 nilai salinitas untuk kawasan mangrove masih

a. Senjata Api untuk Satuan Pengamanan 1. Instansi pemerintah, proyek vital dan perusahaan swasta nasional serta Kantor Kedubes Republim Indonesia tertentu yang dapat

Atas biaya peroleban atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedan atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan

Pemohon yang tersebut di bawah ini telah memohon kepada saya supaya tanah yang dibutirkan di bawah ini dijadikan Kawasan Rizab Melayu di bawah peruntukan-peruntukan

Seorang Notaris juga dapat secara sadar, sengaja untuk secara bersama- sama dengan para pihak yang bersangkutan (penghadap) melakukan atau membantu atau menyuruh