iii
SKRIPSI
KARAKTERISASI KEAUSAN KAMPAS REM BERBASIS
HYBRID
KOMPOSIT MENGGUNAKAN METODE
PIN ON
DISC
Oleh :
ENDEN PERDANA CANDRA SETIAWAN
NIM : 1104305023
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
vii
KARAKTERISASI KEAUSAN KAMPAS REM BERBASIS HYBRID KOMPOSIT MENGGUNAKAN METODE PIN ON DISC
Oleh : Enden Perdana Candra Setiawan
Dosen Pembimbing : I Dewa Gede Ary Subagia,ST., MT., Ph.D. : Dr. I Made Parwata ST., MT.
ABSTRAK
Kampas rem merupakan salah satu komponen dari kendaraan bermotor yang berfungsi untuk mengurangi dan menghentikan laju kendaraan. Pada penelitian ini pembuatan hibrid kampas rem dengan variasi fraksi berat penguat (serbuk basalt/ serbuk cangkang kerang/ serbuk aluminium) bertujuan untuk meneliti karakteristik keausan kampas rem dengan perekat phenolic resin dibandingkan dengan kampas asbeston.
Proses pembuatan kampas rem diawali dengan persiapan bahan yang akan digunakan yaitu serbuk basalt, serbuk cangkang kerang, serbuk aluminium, dan phenolic resin. Setelah itu bahan kampas rem dicampur sesuai komposisi. Selanjutnya di sintering casting dengan gaya 3 ton, suhu 1600C selama 30 menit pada kecepatan 120 rpm. Pengujian spesimen yang dilakukan adalah uji gesek dengan standar ASTM G 99 – 95a lalu dihitung keausan dan koefisien geseknya
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa ketahanan aus pada pengujian gesek tingkat ketahanan aus kampas hibrid komposit masih lebih baik dibandingkan kampas rem asbeston. Untuk pengujian gesek kampas rem hibrid komposit memiliki ketahanan aus yang rendah dibandingkan kampas rem asbeston sebesar 0,000071 g/m (HK1), 0,00007 g/m (HK2), 0,00008 g/m (HK3), 0,00009 g/m (HK4 dan HK5), untuk asbeston sebesar 0,00011 g/m. Koefisien gesek pada pengujian gesek disemua variasi hibrid komposit memiliki koefisien gesek yang lebih besar dari kampas rem asbeston. Untuk hasil dari foto SEM kampas rem hibrid ikatan antar partikel material cukup baik, tapi masih terdapat crack-crack yang terjadi pada saat proses casting.
viii
CHARACTERIZATION WEAR THE BRAKE PADS BASED COMPOSITE HYBRID USING THE PIN ON DISC
Author : Enden Perdana Candra Setiawan
Guidance : I Dewa Gede Ary Subagia,ST., MT., Ph.D. : Dr. I Made Parwata ST., MT.
Abstract
Brake pads is one component of a motor vehicle that serves to reduce and stop the vehicle. In this research, the manufacture of the hybrid brake pads with the weight fraction variation amplifier (basalt powder / shells powder / aluminum powder) aimed to investigate brake pads wear characteristics with phenolic resin adhesive compared to brake pads asbeston
The process of making the brake pads begins with the preparation of materials to be used are basalt powder, shell powder, aluminum powder, and phenolic resin. After the ingredients are mixed according to the composition of brake pads. Furthermore, in sintering casting by force of 3 tons, the temperature of 1600 C for 30 minutes. The test specimens do is wear test to ASTM G 99 - 95a and then calculated the wear and wear coefficient .
From the research results show that the wear resistance at the level of the frictional testing hybrid composite brake pad wear resistance is still better than the brake asbeston. For testing hybrid composite friction brake pads wear resistance lower than the brake asbeston amounted to 0.000071 g / m (HK1), 0.00007 g / m (HK2), 0.00008 g / m (HK3), 0.00009 g / m (HK4 and HK5), for asbeston of 0.00011 g / m . The coefficient of friction on the friction testing in all variations of hybrid composite has a greater coefficient of friction of the brake pads asbeston. For results from SEM images of hybrid bonds between the brake pads material particles is quite good, but there are cracks that occur during the process of casting.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Karakterisasi Keausan Kampas Rem Berbasis Hybrid Komposit Menggunakan Metode Pin On
Disc” .
Dalam Penulisan skripsi ini penulis tidak sedikit mendapat bantuan dari berbagai
pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr.Ir. I Ketut Gede Sugita,MT. selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Fakultas
Teknik Universitas Udayana.
2. Bapak I Dewa Gede Ary Subagia, ST., MT., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing I
dalam penulisan proposal ini.
3. Bapak Dr. I Made Parwata, ST.,MT., selaku Dosen Pembimbing II dalam penulisan
proposal ini.
4. Bapak Prof. Ngakan Putu Gede Suardana, MT., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing
Akademik.
5. Semua tim penguji pada ujian skripsi ini.
6. Bapak/Ibu dosen serta staf pegawai Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Udayana.
7. Semua pihak dan kawan-kawan Jurusan Teknik Mesin yang telah membantu dalam
penyelesaian proposal.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tentu jauh dari kesempurnaan mengingat
keterbatasan pengetahuan dan referensi yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan
saran yang sifatnya konstruktif sangat penulis harapkan dari berbagai pihak. Sekali lagi
penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penulis mohon maaf apabila ada
kekurangan ataupun kesalahan dalam penulisan skripsi ini.
Bukit Jimbaran,22 Februari 2016
x
2.1.2 Cara Kerja Sistem Rem dan Komponennya ... 6
2.2 Kampas Rem ... 7
2.3 Komposit ... 8
2.3.1 Jenis Material penguat Komposit ... 8
2.4 Hybrid Komposit ... 9
2.5 Polimer ... 9
2.5.1 Pembagian Polimer Berdasarkan Strukturnya ... 9
2.6 Basalt ... 10
2.7 Serbuk Cangkang Kerang ... 12
2.8 Aluminium ... 13
2.9 Resin Epoxy ... 13
2.10 Teknik Pembuatan Komposit ... 14
xi
2.12 Analisa ... 15
2.12.1 Scanning Electronik Microscope (SEM) ... 15
2.12.2 Uji Keausan ... 16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 20
3.1 Kerangka Penelitian ... 20
3.2 Diagram Alir Penelitian ... 20
3.3 Bahan Penelitian ... 21
3.3.1 Pembahasan gambar bahan ... 22
3.4 Penentuan dan Pemilihan Variasi Hybrid Komposit ... 23
3.5 Proses Pembuatan Spesimen Uji ... 24
3.5.1 Dimensi Spesimen Uji ... 28
3.6 Proses Pengujian Spesimen ... 29
3.6.1 Wear Test ... 29
3.6.1.1 Proses Penimbangan ... 31
3.6.2 SEM ... 33
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 35
4.1 Pengamatan Ikatan Antar Partikel dengan SEM ... 35
4.1.1 Pembahasan Gambar Uji SEM ... 36
4.1.2 Pengamatan Ikatan Partikel pada asbestos ... 38
4.1.2.1 Pembahasan Gambar pada asbestos ... 39
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Prinsip dari Rem ... 4
Gambar 2.2 Rem Tromol/Drum ... 5
Gambar 2.3 Rem Cakram/Disc ... 6
Gambar 2.4 Polimer berdasarkan Susunan Rantai ... 10
Gambar 2.5 Bahan Baku Basalt ... 11
Gambar 2.6 Scanning Electronik Microscope (SEM) ... 15
Gambar 2.7 Keausan Metode Adhesive ... 16
Gambar 2.8 Keausan metode Abrasif ... 17
Gambar 2.9 Keausan Metode Oksidasi ... 17
Gambar 2.10 Keausan Metode Erosi ... 18
Gambar 2.11 Gaya Gesek ... 18
Gambar 2.12 Alat Uji Keausan ... 19
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ... 21
Gambar 3.2 Bahan Penelitian ... 22
Gambar 3.3 Proses Penimbangan ... 25
Gambar 3.4 Proses Pencetakan ... 26
Gambar 3.5 Proses Pemotongan ... 27
Gambar 3.6 Dimensi Spesimen Uji ... 28
Gambar 3.7 Wear Test ... 30
Gambar 3.8 Proses Penimbangan Massa ... 32
Gambar 3.9 Free Body Diagram ... 32
Gambar 3.10 Proses SEM ... 34
Gambar 4.1 Foto SEM untuk Komposit ... 35
Gambar 4.2 Grafik Kandungan Unsur Kimia Kerang ... 36
Gambar 4.3 Grafik Kandungan Unsur Kimia Al ... 37
Gambar 4.4 Foto SEM untuk Asbes ... 38
Gambar 4.5 Grafik Kandungan Unsur Kimia asbes ... 39
Gambar 4.6 Diagram Karateristik Keausan ... 41
Gambar 4.7 Diagram Perbandingan Nilai Keausan ... 42
Gambar 4.8 Diagram Perbandingan Koefisien ... 43
xiii
DAFTAR TABEL
Table 2.1 Sifat – sifat Fisik Serbuk Basalt ... 12
Table 2.2 Komposisi Kimia Serbuk Kulit Kerang ... 13
Table 3.1 Hybrid Variasi Komposit ... 23
Table 3.2 Pengkodean Spesimen ... 23
Table 3.3 Flow Proses Chart ... 24
Table 4.1 Hasil EDS pada Kerang ... 36
Table 4.2 Hasil EDS pada Al ... 37
Table 4.3 Hasil EDS pada Asbes Hasil EDS pada Kerang ... 39
Table 4.4 Hasil Uji Karakteristik Spesimen ... 40
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otomotif atau kendaraan bermotor adalah teknologi yang terus berkembang
pada saat ini. Di mana perkembangan itu diaplikasikan ke dalam segala aspek pada
kendaraan, guna menunjang kepuasan si pengendara. Kecepatan kendaraan yang juga
berkembang semakin tinggi, harus diimbangi dengan keamanan operasi kendaraan
yang tinggi pula. Pengereman adalah salah satu komponen keamanan aktif pada
kendaraan yang mempunyai fungsi untuk memperlambat dan mengatur putaran roda
kendaraan hingga berhenti dengan sempurna. Data lalu lintas tahun 2014-2015
menunjukkan bahwa kecelakaan kendaraan banyak yang disebabkan akibat
kegagalan sistem rem.
Dalam upaya untuk meningkatkan dan mengoptimalkan fungsi rem sebagai
komponen keamanan aktif, beberapa teknologi sistem rem telah dikembangkan, salah
satunya ABS. Antilock Breaking System (ABS) yaitu piranti atau sensor yang digunakan untuk mencegah terjadinya rem mengunci seketika (lock) saat pedal rem ditekan penuh, dengan demikian penggendara masih bisa mengontrol gerak
kendaraan. Selain teknologi pengereman, kemampuan kampas rem juga memiliki
peran penting untuk menyerap besarnya energi kinetik saat mengerem. Untuk
mendapatkan pengereman yang maksimal selain faktor dari kemampuan kampas rem
dalam menyerap energi kinetik, tapi juga dari faktor keausannya. Keausan dapat
didefinisikan sebagai rusaknya permukaan padatan, umumnya melibatkan kehilangan material yang progesif akibat adanya gesekan (friksi) antar permukaan padatan (M
Ikhbal Mursan, Daswarman Daswarman et al. 2014). Keausan bukan merupakan sifat
dasar material, melainkan respon material terhadap sistem luar (kontak permukaan).
Kampas rem adalah komponen yang langsung bergesekan dengan yang
berputar pada sistem rem seperti disk/drum. Pada umumnya kampas rem terbuat dari bahan asbeston/asbes yang memiliki keunggulan tahan pada temperatur yang tinggi hingga 8000C, mampu menyerap suara yg ditimbulkan dari gesekan, serta rendah menyerap air (Sivarao, M. Amarnath et al. 2009; V. S. AIGBODION, U. AKADIKE
2
kesehatan manusia, karena bersifat carcinogenic, hal ini ditunjukkan dengan penyakit kanker paru - paru (Cherie J.W, Gibson H et al. 2000; Samara 2002).
Sejalan dengan isu ramah lingkungan, untuk bahan asbes saat ini dapat
digantikan dengan material lain yaitu basalt. Menurut V. Fiore, G. Di Bella et al.
(2011), basalt adalah serat alami hasil letusan gunung berapi yang memiliki ketahan
panas hingga 15000C, tahan korosi, rendah penyerapan air serta tidak beracun. Dalinkevich A.A, Gumargalieva K.Z et al. (2009) juga menambahkan bahwa
material basalt memiliki sifat fisik dan mekanis yang sangat baik, keulatan yang
tinggi, serta ketahan aus yang tinggi.
Dengan berlandaskan segala keunggulan yang dimiliki basalt seperti yang
dijelaskan di atas, penulis bertujuan untuk melakukan kajian dengan material basalt
yang di hibridasi dengan cangkang kerang/aluminium oxide sebagai kampas rem
kendaraan. Untuk karakterisasi dan sifat mekanis dari keausan dilakukan dengan
SEM dan pin on disc didasarkan dengan ASTM G 99 – 95a.
1.2Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini akan dibahas beberapa pokok permasalahan sebagai
berikut:
1. Bagaimana karakteristik keausan kampas rem hybrid komposit dengan variasi
fraksi berat penguat (basalt powder/serbuk cangkang kerang/serbuk aluminium oxide) dengan menggunakan metode pin on disc.
2. Bagaimana nilai koefisien gesek kampas rem dengan bahan hybrid komposit
menggunakan penguat basalt powder/serbuk cangkang kerang/serbuk
aluminium oxide pada uji pin on disc. 1.3 Batasan Masalah
Agar penelitian ini memperoleh hasil yang maksimal dan lebih terarah maka
perlu kiranya membatasi masalah. Adapun batasan – batasan masalah dari penelitian ini adalah :
a. Bahan pengikat dipergunakan adalah phenolic resin, dan bahan penguat dipergunakan serbuk basalt, serbuk alumunium dan serbuk kulit kerang hijau
3
b. Penelitian difokuskan pada desain variasi komposisi fraksi berat (%wt) dengan
rasio 60 %wt penguat dan 40%wt matrik (epoxy).
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui karakteristik keausan kampas rem hybrid komposit dengan
variasi fraksi berat penguat (basalt powder/serbuk cangkang kerang/serbuk aluminium oxide) dengan menggunakan metode pin on disc.
2. Untuk mengetahui nilai koefisien gesek kampas rem dengan bahan hybrid
komposit menggunakan penguat basalt powder/serbuk cangkang kerang/serbuk aluminium oxide pada uji pin on disc.
1.5 Manfaat Penelitian
Secara umum penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
pemerintah sebagai pilihan program di bidang iptek dalam memanfaatkan hybrid komposit, melalui pemanfaatan hybrid komposit untuk material kampas rem. Dan kepada masyarakat diharapkan dapat memberikan peluang usaha yang mampu
mendorong pertumbuhan ekonomi serta bagi penulis sendiri dapat menciptakan
peluang baru (pengembangan) untuk mengimplementasikan kemampuan, keahlian,
sikap dan mengembangkan kemandirian melalui skripsi dalam bidang ilmu yang
4
BAB II DASAR TEORI
2.1 Sistem Rem
Kendaraan tidak dapat berhenti dengan segera apabila mesin dibebaskan
dengan pemindah daya dan cenderung masih tetap bergerak. Kelemahan ini harus
dikurangi dengan maksud untuk menurunkan kecepatan gerak kendaraan hingga
berhenti. Mesin mengubah energi panas menjadi energi kinetik (energi gerak) untuk
menggerakkan kendaraan. Sebaliknya, rem mengubah energi kinetik kembali
menjadi energi panas untuk menghentikan kendaraan. Umumnya, rem bekerja
disebabkan oleh adanya sistem gabungan penekanan melawan sistem gerak putar.
Efek pengereman (braking effect) diperoleh dari adanya gesekan yang ditimbulkan antara dua objek (Daryanto 2003). Jadi dari prinsip kerjanya sistem rem mempunyai fungsi untuk :
1. Mengurangi kecepatan kendaraan.
2. Menghentikan kendaraan yang sedang berjalan dan,
3. Menjaga kendaraan agar tetap berhenti.
5
2.1.1 Macam – Macam Bentuk Rem
Menurut Daryanto (2003) dari bentuknya sistem rem memiliki 2 macam yaitu :
1. Rem drum : adalah rem bekerja atas dasar gesekan antara sepatu rem dengan drum yang ikut berputar dengan putaran roda kendaraan. Agar gesekan dapat
memperlambat kendaraan dengan baik maka, sepatu rem di buat dari bahan yang
mempunyai koefisien gesek yang tinggi. Rem drum memiliki kelemahan jika terendam air, tidak dapat berfungsi dengan baik karena koefisien gesek berkurang
secara significant. Oleh karena itu parts ini mulai ditinggalkan dalam dunia otomotif
dan kemudian menggantinya dengan rem cakram.
Gambar 2.2 Rem Tromol/Drum
Sumber : (Daryanto 2003)
2. Rem cakram : adalah perangkat pengereman yang digunakan pada kendaraan
modern. Cara kerja rem ini ialah dengan cara menjepit cakram yang biasanya
6
Gambar 2.3 Rem Cakram/Disc
Sumber : (Daryanto 2003)
2.1.2 Cara Kerja Sistem Rem dan Komponennya
Daryanto (2003) juga menerangkan cara kerja rem pada kedua tipe sama yaitu
secara umum : Saat pedal rem di injak maka tenaga akan diteruskan ke booster rem. Booster rem bekerja melalui bantuan mesin, sehingga kerja rem lebih kuat tetapi tenaga yang kita keluarkan tidak terlalu besar. Setelah melalui Booster, maka piston
Booster akan mendorong piston-piston dalam reservoir yang terdapat dalam master cylinder rem. Setelah terdorong maka piston-piston dalam reservoir akan mendorong minyak rem menuju rem setiap roda. Setelah minyak rem sampai dalam rem tiap
roda maka minyak akan mendorong piston yang akan diteruskan mendorong brake shoe (kampas rem) hingga terjadi gesekan antara brake shoe dengan disc brake.
Komponen – Komponen Utama dari sistem Rem :
1. Tuas Rem, yang mempunyai fungsi sebagai alat penghubung dari gerakan
operator ke sistem rem.
7
3. Master rem, yang mempunyai fungsi sebagai alat pembagi tekanan yang diberikan ke sistem rem.
4. Minyak rem, yang berfungsi untuk meyalurkan tekanan ke setiap rem.
5. Silinder master, yang berfungsi sebagai rumah piston pada sistem rem yang nanti piston akan menekan kampas rem agar bergesakan dengan tromol/disc.
6. Kanvas rem, yang berfungsi sebagai media yang akan bergesekan dengan
dilapisi pelumas berupa grafit. Kelebihan dari kampas ini adalah
kemampuannya dalam suhu tinggi dibanding cakram organik. Sisi negatifnya
kampas jenis ini cenderung cepat habis dan memproduksi banyak ampas sisa
pengereman yang berimbas pada rusaknya cakram.
2. Bahan organik
Terbuat dari beberapa campuran material yang direkatkan dengan resin untuk
membentuk kampas. Biasanya bermaterikan kaca karbon dan kevlar. Karakter
kampas ini adalah lembut dan tak mengeluarkan banyak suara, namun
kekurangannya kampas ini tidak tahan suhu panas yang terlalu tinggi.
3. Bahan keramik
Terbuat dari paduan silicon dan karbon yang memiliki ketahanan cukup baik.
Kampas jenis ini cocok digunakan pada kendaraan balap sirkuit dan tidak
cocok untuk kendaraan di medan yang berat.
4. Bahan sinter
Lebih popular digunakan pada kendaraan motor. Tidak seperti kampas semi
metal, kampas sinter tidak memerlukan pemanasan agar bekerja secara
optimal. Keuntungannya ketahanan yang kuat,dan kelemahannya memiliki
8
2.3 Komposit
Komposit adalah kombinasi dari dua macam bahan yang mempunyai sifat
berbeda sehingga dapat membentuk material baru, salah satunya disebut dengan fase
penguat baik dalam bentuk serat, lembaran, atau partikel. kemudian terkombinasi
dengan bahan lain yang disebut fase matriks. Bahan penguat dan bahan matriks dapat
berupa logam, keramik, atau polimer. Komposit biasanya tersusun dari fase serat
atau partikel yang lebih kaku dan lebih kuat dari fase matriks sedangkan matriks
merupakan media transfer/distribusi beban terhadap penguat.
Matriks lebih ulet dibandingkan serat dan dengan demikian matriks merupakan
sumber ketangguhan komposit. Matriks juga berfungsi untuk melindungi serat dari
kerusakan lingkungan selama dan setelah proses komposit. Ketika dirancang dengan
baik, material baru akan memiliki sifat material yang diinginkan sesuai dengan
kebutuhan. Aplikasi penggunaan komposit tidak hanya untuk struktural, tetapi juga untuk kelistrikan, termal, dan aplikasi lingkungan (Avtar Singh Saroya 2011).
Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa komposit yang dipilih untuk
aplikasi tertentu: Low density
Ketahanan mulur tinggi
Kakuatan tarik tinggi meskipun pada temperatur tinggi Hight thougness
2.3.1 Jenis Material Penguat Komposit
Menurut Avtar Singh Saroya (2011) penguat komposit terdiri dari 2 jenis :
a. Komposit Partikel
Dalam pembuatan komposit partikel adapun jenis penguat yang biasa
digunakan dapat berupa partikel sintetis, partikel alam dll. Partikel untuk komposit
dapat berbentuk bulat, kubik, tetragonal, trombosit atau tidak teratur. Secara umum,
partikel sangat tidak efektif dalam meningkatkan resistensi fracture tetapi dapat meningkatkan ketahanan gesek/kekakuan komposit sampai batas tertentu. Penguat
partikel banyak digunakan untuk memperbaiki sifat dari bahan matriks seperti
memodifikasi konduktivitas termal dan listrik, mengurangi gesekan, meningkatkan
ketahanan keausan/abrasi, meningkatkan kekerasan permukaan dan mengurangi
9
b. Komposit Serat
Serat ditandai dengan dimensi panjang yang jauh lebih besar dibandingkan
dengan dimensi luas penampangnya. Dimensi dari serat penguat menentukan sifat
dari komposit. Serat sangat efektif dalam meningkatkan ketahanan matriks, hal ini
dikarenakan penguat serat memiliki dimensi panjang yang dapat menghambat
timbulnya retakan awal penyebab kegagalan. Sehingga jenis dari serat penguat
merupakan faktor utama penyebab kegagalan komposit, terutama jika serat penguat
dikombinasikan dengan matriks yang sifatnya rapuh.
2.4 Hibrid Komposit
Hibrid komposit adalah penggabungan dua atau lebih fase serat penguat pada
matrik tunggal untuk mendapatkan karakteristik baru, atau sebaliknya adalah
terbentuk dari dua atau lebih matrik pengikat pada serat penguat tunggal (Ary
Subagia, Yonjing Kim et al. 2012). Metode hibridisasi merupakan metode baru
dalam proses pembuatan dan pengembangan karakteristik komposit FRP
konvensional. Komposit hibrid memiliki fleksibilitas yang lebih baik dibandingkan
dengan komposit berpenguat serat. Hibrid komposit biasanya memiliki serat dengan
modulus elastisitas tinggi atau serat dengan modulus elastisitas rendah. Sifat mekanis
dari komposit hibrida adalah tergantung pada variasi fraksi berat dan susun urutan
lapisan (N.L.Hancox 1981).
2.5 Polimer
Polimer yang terdiri dari (poly = banyak , meros = bagian) adalah molekul raksasa yang biasanya memiliki bobot molekul tinggi yang dibangun dari unit-unit.
Molekul sederhana yang membentuk unit-unit ulangan ini disebut monomer,
sedangkan reaksi pembentukannya ialah polimerisasi. Polimer digolongkan menjadi
dua macam yaitu polimer alam dan polimer sintetik (Malcom P. Stevens and Iis
Sopyan 2001).
2.5.1 Pembagian Polimer berdasarkan Strukturnya
Menurut Maulana (2014) berdasarkan strukturnya polimer bisa dibagi 4 yaitu :
1. Polimer linier
Polimer linier tersusun atas unit yang berikatan satu sama lainnya membentuk
rantai polimer yang panjang. Bentuk polimer ini ujungnya bergabung bersama pada
10
2. Polimer bercabang (branch)
Polimer Bercabang merupakan polimer yang terbentuk jika beberapa unit ulang
membentuk cabang pada rantai utama.
3. Polimer berikatan silang (cross-linked)
Polimer yang terbentuk karena beberapa rantai polimer saling berikatan satu
sama lain pada rantai utamanya. Rantai linier bargabung satu sama lain pada
beberapa tempat dengan ikatan kovalen.
b. Polimer jaringan (network)
Polomer ini tersusun atas unit mer tri-functional yang mempunyai tiga ikatan kovalen aktif membentuk jaringan 3 dimensi. Sehingga terjadi sambungan silang ke
berbagai arah sehingga terbentuk sambung silang tiga dimensi.
Gambar 2.4 Polimer berdasarkan susunan rantai (a) polimer linier ,(b) Polimer bercabang (c) Polimer berikatan silangdan (d) Polimer jaringan
Sumbergambar: (Maulana 2014)
2.6 Basalt
Basalt adalah batuan beku yang ekstrusif, terbentuk dari solidifikasi magma
yang terjadi di permukaan bumi. Biasanya basalt berwarna abu-abu atau hitam,
karena pembekuannya cepat di permukaan bumi. Ciri-ciri utama batu basal terdiri
dari atas kristal-kristal yang sangat kecil, berwarna hijau ke abu-abuan dan
berlubang-lubang (Kunal Singha 2012). Batu basalt digunakan untuk berbagai tujuan
seperti halnya sebagai bahan bangunan. Basal yang telah dihancurkan digunakan
c. d.
11
untuk dasar jalan, bahan campuran beton, pemberat kereta api, batu filter dalam
bidang pembuangan. Basalt juga dapat digunakan sebagai ubin lantai, bangunan
veneer, monumen dan objek batu lain.
a. b.
.
c.
Gambar 2.5 . Bahan Baku basalt, b. Serat basalt c. aplikasi serat basalt (Sumber : motor.otomotifnet.com )
Material basalt adalah terdisi dari unsur unsur berat ; 52.8%SiO2, 17.5%Al2O3,
10.3Fe2O3, 4.63%MgO, 8.59CaO, 3.34%Na2O, 1.46%K2O, 1.38%TiO2, dan sisanya
adalah P2O5, MnO, dan Cr2O3 masing - masing 0.28%, 0.16%, dan 0.06% (Kunal
Singha 2012). Disamping itu serat basalt memiliki keunggulan yang lebih baik dari
pada serat glass dalam kekuatan mekanik seperti tegangan tarik dan lentur serta
modulus elastisitas. Serat basalt sangat tahan terhadap penyerapan air, termal
konduktifitas rendah yaitu 3.97 mcal/cm/sec/°C (R.D. Hyndman and Drury 2013),
density rendah, memiliki ketahanan yang baik terhadap temperatur tinggi dan tidak
12
Tabel 2.1. Sifat fisik serbuk basalt
Physical Data (units) Value
Kerang merupakan nama sekumpulan moluska dwicangkerang daripada family cardiidae yang merupakan satu komoditi perikanan yang telah lama dibudidayakan sebagai salah satu usaha sampingan masyarakat. Teknik budidayanya mudah
dikerjakan dan tidak memerlukan modal yang besar, sehingga panen kerang per
hektar per tahun bisa mencapai 200-300 ton kerang .
Kulit kerang berbentuk seperti hati, bersimetri dan mempunyai tulang di luar.
Kulit kerang mempunyai tiga bukaan inhalen, ekshalen dan pedal untuk mengalirkan
air serta untuk mengeluarkan kakinya. Kerang bergerak dengan membengkokkan dan
meluruskan kakinya. Karena kerang berbeda dari dwicangkerang lainnya,kerang
ialah hermafrodit (Siregar 2009).
Serbuk kulit kerang merupakan serbuk yang dihasilkan dari pembakaran kulit
kerang yang dihaluskan, serbuk ini dapat digunakna sebagai campuran atau
13
Tabel 2.2 Komposisi Kimis Serbuk Kulit Kerang
No. Komponen Kadar ( % Berat )
Aluminium (Al) merupakan logam berwarna putih keperakan dengan sifat
ringan, tahan korosi, kuat, namun mudah dibentuk. Aluminium juga merupakan
konduktor panas dan listrik yang sangat baik dari logam lainnya. Logam ini
merupakan elemen yang sangat reaktif dan membentuk ikatan kuat dengan oksigen.
Serbuk aluminium (Al) yang disinter memiliki sifat yang berbeda dengan
kebanyakan jenis material yang lainnya (Zuliana Sari Rahmawati and T.Sofyan
2010).
2.9 Resin Epoksi (Epoxy)
Resin epoksi atau secara umum dikenal dengan bahan epoksi adalah salah satu
dari jenis polimer yang berasal dari kelompok thermoset. Resin thermoset adalah polimer cair yang diubah menjadi bahan padat secara polimerisasi jaringan silang
dan juga secara kimia, membentuk formasi rantai polimer tiga dimensi. Proses
pembuatannya dapat dilakukan pada suhu kamar dengan memperhatikan zat zat
kimia yang digunakan sebagai pengontrol polimerisasi jaringan silang agar
didapatkan sifat optimum bahan.
Thermoset memiliki sifat isotropis dan peka terhadap suhu, mempunyai sifat tidak bisa meleleh, tidak bisa diolah kembali, atomnya berikatan dengan kuat sekali,
tidak bisa mengalami pergeseran rantai. Bentuk resin epoksi sebelum pengerasan
berupa cairan seperti madu dan setelah pengerasan akan berbentuk padatan yang
sangat getas.
Epoksi juga memiliki karakteristik yang baik seperti memiliki kemampuan
mengikat paduan metalik yang baik, hal ini disebabkan adanya gugus hidrolik yang
memiliki kemampuan membentuk ikatan via ikatan hidrogen. Gugus hidrosil ini juga
14
Hal ini yang menunjang terjadi ikatan antara atom epoksi dengan atom yang berada
pada material (N.L.Hancox 1981).
2.10 Teknik Pembuatan Komposit
Terdapat beberapa macam teknik yang dapat digunakan untuk membuat
komposit seperti Injection Moulding, Hand Lay Up (Romels C.A. Lumintang 2011), Spray Lay-Up (P.C.Pandey 2004).
1. Injection Moulding
Proses injeksi dilakukan dengan cara memberikan tekanan injeksi pada bahan
plastik yang telah meleleh oleh sejumlah energi panas untuk dimasukkan kedalam
cetakan sehingga dapat dibentuk yang diinginkan. Kelebihannya adalah tingkat
produksi tinggi, dihasilkan produk tanpa proses pengerjaan akhir, dapat mencetak
produk yang sama, produk ukuran kecil dapat dibuat dan ongkos produksi murah.
2. Hand Lay Up
Proses pembuatan komposit dengan metode Hand Lay Up merupakan
pembuatan komposit dengan metode lapisan demi lapisan sampai diperoleh
ketebalan yang diinginkan. Dimana setiap lapisan berisi matrik dan filler. Setelah memperoleh ketebalan yang diinginkan digunakan roller untuk meratakan dan menghilangkan udara yang terjebak diatasnya.
3. Spray Lay-Up
Sedangkan dalam metode Spray lay-up, serat acak dalam spray gun dan dimasukkan ke dalam semprotan katalis resin cair kemudian diarahkan pada
cetakan. semprotan cairan resin dan katalis akan membasahi serat penguat, yang
secara bersamaan membasahi serat acak dalam spray gun. Terkadang material di roller untuk menghilangkan udara yang terperangkap pada material lalu disimpan
dan dibiarkan untuk mengeras dalam kondisi atmosfer standar (P.C.Pandey 2004)
4. Sintering Casting
Dalam pembuatan komposit dengan metode sintering casting selalu berkaitan dengan alat bantu dan alat cetak. Bentuk komposit dapat disesuakan dengan
kebutuhan yang diinginkan mengikuti bentuk cetakan. Metode ini sangat baik untuk
mendapatkan kepresisian dimensi, porositas rendah, dan sangat cocok untuk
15
Kecepatan konstan casting knife/stainless stick sepanjang proses sangat mempengaruhi kualitas membran, namun secara akurat sulit menentukan kecepatan
dan menjaga kecepatan konstan tangan operator (UNESCO)
2.11 Sintering
Sinter adalah proses pengikatan partikel melalui proses penekanan dengan
cara dipanaskan 0.7-0.9 dari titik lelehnya. Proses ini dapat disertai pemanasan, akan
tetapi suhu harus berada dibawah titik cair serbuk. Pemanasan selama proses
penekanan atau sesudah penekanan yang dikenal dengan istilah sinter menghasilkan
pengikatan partikel halus. Dengan demikian kekuatan dan sifat-sifat fisis lainnya
meningkat (Suryana 1996).
2.12 Analisis
Karakterisasi komposit tidak lepas dari proses analisis, scanning electronic microscope, dan uji keausan/wear test sehingga nantinya didapat data-data dari setiap variasi yang dilakukan.
2.12.1Scanning Electronic Microscope (SEM)
Mikroskop elektron merupakan jenis mikroskop yang sering digunakan untuk
visualisasi struktur material berpori. SEM menggunakan sinar elektron untuk
memindai sampel dan menciptakan citra. Tujuan Uji SEM untuk mengetahui fenomena yang terjadi pada material (objek) secara visualisasi kemudian sebagai
dasar kajian dalam melakukan analisa baik terhadap struktur permukaan/patahan
maupun fenomena lainya.
16
2.12.2 Uji Keausan (Wear Test)
Menurut Nurdiansyah, Yanto Ahmad et al. (2014) keausan dapat
didefinisikan sebagai rusaknya permukaan padatan, umumnya melibatkan kehilangan
material yang progesif akibat adanya gesekan antar permukaan padatan. Keausan
bukan merupakan sifat dasar material, melainkan respon material terhadap sistem
luar (kontak permukaan). Keausan merupakan hal yang biasa terjadi pada setiap
material yang mengalami gesekan dengan material lain. Material apapun dapat
mengalami keausan disebabkan oleh mekanisme yang beragam. Pengujian keausan
dapat dilakukan dengan berbagai macam metode dan teknik, yang semuanya
bertujuan untuk mensimulasikan kondisi keausan aktual. Ada beberapa mekanisme
keausan suatu material yaitu :
1. Keausan adhesive ( Adhesive wear )
Terjadi bila kontak permukaan dari dua material atau lebih mengakibatkan
adanya perlekatan satu sama lainnya( adhesive ) serta deformasi plastis dan pada akhirnya terjadi pelepasan / pengoyakan salah satu material seperti di perlihatkan
pada gambar 2.7 di bawah ini :
Gambar 2. 7 Keausan Metode Adhesive
17
2. Keausan Abrasif ( Abrasive Wear )
Terjadi bila suatu partikel keras dari material tertentu meluncur pada
permukaan material lain yang lebih lunak sehingga terjadi penetrasi atau pemotongan
material yang lebih lunak , seperti diperlihatkan pada Gambar 2.8 di bawah ini.
Gambar 2.8 Keausan Metode Abrasif Sumber : (Nurdiansyah, Yanto Ahmad et al. 2014)
3. Keausan Oksidasi/Korosif ( Corrosive wear )
Proses kerusakan dimulai dengan adanya perubahan kimiawi material di permukaan oleh faktor lingkungan. Kontak dengan lingkungan ini menghasilkan
pembentukan lapisan pada permukaan dengan sifat yang berbeda dengan material
induk. Sebagai konsekuensinya, material akan mengarah kepada perpatahan interface
antara lapisan permukaan dan material induk dan akhirnya seluruh lapisan
permukaan itu akan tercabut.
Gambar 2. 9 Keausan Metode Oksidasi Sumber : (Nurdiansyah, Yanto Ahmad et al. 2014)
4. Keausan Erosi ( Erosion wear )
Proses erosi disebabkan oleh gas dan cairan yang membawa partikel padatan
yang membentur permukaan material. Jika sudut benturannya kecil, keausan yang
18
gaya normal ( 90 derajat ), maka keausan yang terjadi akan mengakibatkan brittle failure pada permukaannya, skematis pengujiannya seperti terlihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 2.10 Keausan Metode Erosi Sumber : (Nurdiansyah, Yanto Ahmad et al. 2014)
2.12.2.1 Gaya Gesek
Gaya Gesekanyaitu gaya sentuh yang muncul jika permukaan dua zat padat
bersentuhan secara fisik, dimana arah gaya gesekan sejajar dengan permukaan
bidang dan selalu berlawanan dengan arah gerak relatif antara ke dua benda tersebut.
Gambar 2.11 Gaya Gesek
……… (1) Dimana :
F = Gaya gesek (N)
= Koefisien gesek
N = Gaya normal (N)
2.12.2.2 Laju Keausan
Laju keausan dinyatakan dengan jumlah kehilangan / pengurangan material
(massa, volume, atau ketebalan) tiap satuan panjang luncur specimen dengan satuan
waktu. Menurut Dwi Tarina and Kaelani (2012) laju keausan dapat dicari dengan
19
………. (2)
Dimana :
k’ = laju keausan (gr/s)
Wo = fraksi berat awal spesimen (gr)
W1 = fraksi berat akhir spesimen setelah pengausan (gr)
t = waktu atau lama pengausan (s)
W = fraksi berat goresan yang hilang (gr)
Gambar 2.12 Alat Uji Keausan Sumber: Dokumen Pribadi
Dimana :
1. Control panel
2. Motor dinamo
3. Dudukan spesimen
4. Media untuk menggesek spesimen
5 Dudukan beban
1
2 3