TUJUAN HUKUM
Oleh :
Muhammad Anas
1503101010202
Fakultas Hukum
Universitas Syiah Kuala
Banda Aceh
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI……… ii ABSTRAK……….……….. iii BAB I PENDAHULUAN……… 1 BAB II PEMBAHASAN……….……… 2
BAB III KESIMPULAN……… 10
ABSTRAK
Di mana ada masyarakat disana ada hukum (ubi societas ibi ius). Hukum ada pada setiap masyarakat, kapan pun, di manapun, dan bagaimanapun keadaan masyarakat tersebut. Artinya eksistensi hukum bersifat sangat universal, terlepas dari keadaan hukum itu sendiri sangat dipengaruhi oleh corak dan warna masyarakatnya.
Dewasa ini, kita kerap sekali menemukan kejadian-kejadian yang menimbulkan keresahan dalam kehidupan sehari-hari misalnya pencurian, penculikan, pemerkosaan, bahkan pembunuhan. hukum, yang secara langsung ataupun tak langsung diterapkan. Untuk itu dibutuhkan aturan-aturan yang dapat melindungi masyarakat dan meciptakan ketentraman. Aturan-aturan itu disebut hukum.
Kadang kita tidak peka akan apa yang terjadi disekitar kita, apakah hukum berjalan seharusnya atau tidak, bahkan tidak tahu hukum apa yang berlaku dalam masyarakat sehingga penegakan hukum tidak optimal. Padahal hukum yang berlaku berasal dari masyarakat itu sendiri.
Pada dasarnya manusia membutuhkan hukum untuk mengatur aneka macam hubungan antar manusia dalam hidup bermasyarakat dan bernegara dengan tertib sehingga tercapai
keseimbangan. Untuk itu, hukum itu perlu dipelajari oleh siapapun, tak dipandang siapapun dan itu adalah sebuah keharusan. Karena itulah ada yang disebut ilmu hukum. Ilmu hukum itu lebih besar dan lebih luas dari hukum. Ilmu hukum bukan merupakan bagian dari sejarah ekonomi maupun sosiologi, hukum adalah bagian dari falsafah hidup bangsa.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai pengantar sebelum mempelajari mengenai apakah tujuan hukum, haruslah ada
kesepakatan mengenai apa definisi dari hukum itu sendiri agar mendapat gambaran dan batasan yang jelas untuk memudahkan pembahasan pada bab selanjutnya.
Sudah banyak ahli hukum yang mencoba mendefinisikan hukum namun sulit karena menurut Prof. Mr. Dr. L.J. van Apeldoorn, tidak mungkin memberikan suatu definisi tentang apakah yang disebut hukum itu. Definisi tentang hukum sangat sulit dibuat karena tidak mungkin untuk merumuskannya yang sesuai dengan kenyataan (Apeldoorn dalam Kansil, 1977: 28). Jika dipilih satu dari sekian banyak pendapat mengenai hukum, akan ditemukan ketidak-selarasan pendapat.
Menurut Dr. W. 1. G. Lemaire, alasan mengapa hukum itu sulit diberikan definisi yang tepat adalah karena hukurn itu mempunyai segi dan bentuk yang sangat banyak sehingga tidak mungkin dicakup secara keseluruhan dalam satu definisi (Lemaire dalam Kansil, 1977: 30).
Walaupun tidak dapat melihat sendiri wujudnya, namun hukum sangat penting bagi kehidupan masyarakat karena mengatur hubungan antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lain.
Dari beberapa definisi dan pengertian hukum, dapat disimpulkan bahwa secara umum hukum adalah peraturan tingkah laku manusia, yang diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib, yang bersifat memaksa, harus dipatuhi, dan memberikan sanksi tegas bagi pelanggar peraturan tersebut.
Tujuan hukum merupakan wacana yang kajiannya hampir sama sulitnya dengan membuat definisi dari hukum. Hal ini disebabkan karena baik definisi maupun tujuan
hukum sama-sama menjadikan hukum yang memiliki arti yang sangat luas dengan berbagai segi dan aspeknya serta abstrak sebagai objek kajiannya. Oleh karena itu, para pakar atau ahli hukum juga memberikan pengertian yang berbeda-beda mengenai tujuan hukum, tergantung dari sudut pandang mana atau aliran dan paham yang dianutnya dalam menjelaskan tujuan hukum.
B. Rumusan Masalah
Berkaitan dengan uraian pada latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
Apakah tujuan hukum?
Apakah tujuan hukum dalam penegakan hukum? Apakah tujuan hukum dalam penemuan hukum?
BAB II
PEMBAHASAN
Sebelum lebih lanjut menelaah apa itu tujuan hukum, maka penting bagi kita untuk menelaah terlebih dahulu pengertian tujuan hukum secara etimologi. Tujuan hukum berasal dari kata tujuan dan hukum. Secara etimologi, kata tujuan berarti “arah atau sasaran yang hendak
dicapai”.Pengertian tujuan tersebut adalah sebagaimana tertuang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI).
Selanjutnya adalah kita kembali pada pengertian hukum. Pengertian hukum yang digunakan adalah sangat tergantung dari sudut pandang mana kita akan melihat hukum. Dalam artikel sebelumnya telah disebutkan berbagai macam definisi atau pengertian hukum menurut para pakar atau ahli hukum yang berbeda-beda tergantung pada aliran atau paham yang dianut oleh pakar hukum tersebut.
Pengertian hukum yang akan digunakan disini adalah pengertian hukum dalam ilmu hukum atau pengertian hukum standar yang biasanya diberikan kepada kalangan atau mereka yang baru akan belajar mengenal hukum.
A. Tujuan Hukum
Tujuan hukum adalah mengatur hak-hak dan kewajiban seluruh warga negara dari lembaga tinggi negara, semua pejabat negara, dan setiap warga negara agar semuanya dapat
melaksanakan kebijaksanaan dan tindakan-tindakan demi terwujudnya tujuan nasional bangsa Indonesia yaitu terciptanya masyarakat yang terlindungi oleh hukum, cerdas, terampil, cinta, dan bangga bertanah air Indonesia dalam suasana kehidupan makmur dan adil berdasarkan filsafah Pancasila.
Beberapa para ahli mengemukamakan pendapat mereka mengenai tujuan hukum secara umum yaitu:
Menurut Prof. Soebekti, SH, tujuan hukum adalah menyelenggarakan keadilan dan ketertiban sebagai syarat untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan.
Menurut Prof, I.J. Van Apeldorn, hukum bertujuan untuk mengatur pergaulan hidup secara damai.
Menurut Van Kan, tujuan hukum adalah menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan-kepentingan itu tidak diganggu.
Sedangkan menurut O. Notohamidjojo, hukum memiliki tiga tujuan yaitu sebagai berikut. Mendatangkan tata dan damai dalam masyarakat
Mewujudkan keadilan
Mejaga agar manusia diperlakukan sebagai manusia
Menurut Jaremy Bantham, tujuan hukum adalah mewujudkan kebahagiaan yang sebesa-besarnya bagi orang sebanyak mungkin
Teori tujuan hukum menurut aliran dan paham dalam hukum:
Teori etis, teori ini mendasarkan pada etika. Aliran etis menganggap tujuan hukum pada dasarnya adalah semata-mata untuk mewujudkan keadilan. Oleh karena itu aliran etis menganggap bahwa hukum itu ditentukan oleh adanya keyakinan terhadap sesuatu itu adil atau tidak adil. Pakar hukum yang mendukung paham atau aliran etis adalah Geny, Wartle, Ehrliek, Gery Mil dan Aristoteles.
Teori utilities, teori ini tujuan hukum adalah untuk memberikan faedah sebanyak-banyaknya bagi masyarakat, yaitu dengan memberikan kebahagiaan dan kenikmatan. Aliran utilistis yang
menganggap bahwa pada asasnya tujuan hukum adalah semata-mata untuk menciptakan
kemanfaatan atau kebahagiaan warga. Aliran utilistis cenderung menerapkan ajaran moral praktis karena menganggap bahwa tujuan hukum hanyalah memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi mayoritas masyarakat atau sebanyak-banyaknya masyarakat.
Campuran dari teori etis dan utilities, teori ini hukum bertujuan untuk menjaga ketertiban dan untuk mencapai keadilan dalam masyarakat.
Aliran Yuridis Dogmatik yang menganggap bahwa tujuan hukum adalah semata-mata hanya untuk mewujudkan kepastian hukum. Aliran Yuridis Dogmatik ini menganggap bahwa hukum yang telah tertuang dalam rumusan peraturan perundang-undangan adalah sesuatu yang memiliki kepastian untuk diwujudkan. Kepastian hukum adalah hal yang mutlak bagi setiap aturan dan karena itu kepastian hukum itu sendiri merupakan tujuan hukum. Penganut aliran ini sepertinya lupa bahwa sebenarnya penegakan hukum itu sendiri bukan suatu yang harus tetapi sesuatu yang seharusnya dilakukan.
Tujuan hukum menurut hukum positif Indonesia termuat dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang berbunyi “...untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
Pada umumnya hukum bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Selain itu, menjaga dan mencegah agar tiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri, namun tiap perkara harus diputuskan oleh hakim berdasarkan dengan ketentuan yang sedang berlaku.
B. Tujuan Hukum Dalam Penegakan Hukum
Menurut Soerjono Soekanto (1993; 5) berikut faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum:
Faktor hukumnya sendiri
Faktor penegak hukum, pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum
Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan
Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia dalam pergaulan hidup
Hakim sebagai penegak hukum menurut pasal 27 ayat (1) Undang-Undang No.14 Tahun 1970 bahwa; Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.
Dalam penjelasan pasal ini dikatakan; di dalam masyarakat yang masih mengenal hukum tidak tertulis, serta berada dalam masa pergolakan dan peralihan, hakim merupakan perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum yang hidup di kalangan rakyat. Untuk itu seorang hakim harus terjun ke tengah-tengah masyarakat untuk mengenal, merasakan dan mampu menyelami
perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian hakim dapat memberikan putusan yang sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Hukum itu harus dilaksanakan dan ditegakkan. Gustav Radbuch mengatakan dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan, yaitu:
Keadilan hukum(gerechtigkeit)
Keadilan itu terkait dengan pendistribusian yang merata antara hak dan kewajiban.
Gustav Radbruch menyatakan ” rechct ist wille zur gerechtigkeit” (hukum adalah kehendak demi untuk keadilan). Sedangkan Soejono K.S mendefinisikan keadilan adalah keseimbangan batiniah dan lahiriah yang memberikan kemungkinan dan perlindungan atas kehadiran dan perkembangan kebenaran yang beriklim toleransi dan kebebasan.
Hukum tidak ada untuk diri dan keperluannya sendiri melainkan untuk manusia, khususnya kebahagiaan manusia. Hukum tidak memilki tujuan dalam dirinya sendiri. Hukum adalah alat untuk menegakkan keadilan dan menciptakan kesejahteraan sosial. Tanpa keadilan sebagai tujuan ultimumnya, hukum akan terperosok menjadi alat pembenar kesewenang-wenangan mayoritas atau pihak penguasa terhadap minoritas atau pihak yang dikuasai. Itulah sebabnya maka fungsi utama dari hukum pada akhirnya menegakkan keadilan.
Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak dibicarakan sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum. Tujuan hukum bukan hanya keadilan, tetapi juga kepastian hukum dan kemanfaatan hukum. Idealnya, hukum memang harus mengakomodasikan ketiganya. Ada yang berpendapat, bahwa di antara ketiga tujuan hukum tersebut, keadilan merupakan tujuan hukum yang paling penting, bahkan ada yang berpendapat, bahwa keadilan adalah tujuan hukum satu-satunya. Hubungannya degan hal tersebut, maka Plato (428-348 SM) pernah
menyatakan, bahwa negara ideal apabila didasarkan atas keadilan, dan keadilan baginya adalah keseimbangan dan harmoni.
2. Kemanfaatan hukum(zweckmassigkeit)
Secara etimologi, kata ini berasal dari kata dasar “manfaat” yang menurut KBBI berarti faedah atau guna. Hukum merupakan urat nadi dalam kehidupan suatu bangsa untuk mencapai cita-cita masyarakat adil dan makmur. Sebagian orang berpendapat bahwa kemanfaatan hukum sangat berkorelasi dengan tujuan pemidanaan terutama sebagai prevensi khusus agar terdakwa tidak mengulangi kembali perbuatannya melawan hukum. Oleh karena itu putusan hakim harus memberi manfaat bagi dunia peradilan, msyarakat umum dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Kepastian hukum(rechtssicherheit)
Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan
secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi-tafsir) dan logis dalam artian ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Konflik norma yang ditimbulkan dari ketidakpastian aturan dapat berbentuk kontestasi norma, reduksi norma atau distorsi norma.
Menurut Radbruch, jika terjadi ketegangan antara nilai-nilai dasar tersebut, kita harus
menggunakan dasar atau asas prioritas dimana prioritas pertama selalu jatuh pada nilai keadilan, baru nilai kegunaan atau kemanfaatan dan terakhir kepastian hukum. Ini menunjukkan bahwa Radbruch menempatkan nilai keadilan lebih utama daripada nilai kemanfaatan dan nilai kepastian hukum dan menempatkan nilai kepastian hukum dibawah nilai kemanfaatan hukum.
Achmad Ali menyetujui asas prioritas tetapi tidak dengan menetapkan urutan prioritas sebagaimana dikemukakan oleh Radbruch. Ia menganggap lebih realistis jika kita
memprioritaskan nilai dasar hukum sesuai kasus yang dihadapi. Dengan begini, maka sistem hukum kita akan terhindar dari berbagai konflik yang tidak terpecahkan menurut Achmad Ali.
Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa yang konkrit. Bagaimana hukumnya itulah yang harus berlaku, sehingga pada dasarnya tidak dibolehkan menyimpang, meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan. Inilah yang disebut kepastian hukum.
Kepastian hukum sebagai perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan menciptakan masyarakat yang tertib.
Sebaliknya masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan hukum. Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat Jangan sampai penegakan hukum malah menimbulkan keresahan di dalam masyarakat.
Pelaksanaan atau penegakan hukum hendaklah memperhatikan dan mementingkan keadilan dalam masyarakat. Jadi, dalam pelaksanaan atau penegakan hukum harus adil. Tetapi hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum itu bersifat umum mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan. Contohnya, siapapun yang mencuri harus dihukum, jadi setiap orang yang mencuri harus dihukum, tanpa membeda-bedakan siapa yang mencuri. Akan tetapi sebaliknya keadilan itu bersifat subyektif, individualistis dan tidak menyamaratakan. Misalnya adil menurut si Badu belum tentu adil menurut si Cahyo.
Di dalam menegakkan hukum harus ada kompromi antara ketiga unsur tersebut. Ketiga unsur itu harus mendapat perhatian secara proporsional seimbang. Meskipun dalam praktek tidak selalu mudah mengusahakan kompromi secara proporsional seimbang antara ketiga unsur tersebut, namun harus berusaha ke arah itu, karena ketiga unsur itulah merupakan tujuan hukum yang akan ditegakkan dalam masyarakat.
C. Tujuan Hukum Dalam Penemuan Hukum
Penemuan hukum lazimnya diartikan sebagai proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang berwewenang untuk itu yang diberi tugas untuk
melaksanakan hukum terhadap peristiwa-peristiwa hukum yang konkrit. (Sudikno Mertokusumo, 1991; 136).
Biasanya orang lebih sering menggunakan istilah pembentukan hukum daripada penemuan hukum, karena istilah penemuan hukum memberi sugesti seakan-akan hukumnya sudah ada. Namun harus diketahui bahwa dalam istilah pembentukan hukum oleh hakim sama saja kalau dikatakan penemuan hukum oleh hakim. Sedang pembentukan hukum oleh suatu lembaga yang berwewenang itu disebut pembentukan hukum.
Penemuan hukum yang dilakukan oleh hakim dalam memeriksa dan memutus suatu perkara, hakim ini dianggap mempunyai wibawa, begitu pula ilmuan hukum mengadakan penemuan hukum. Hanya kalau hasil penemuan hukum oleh hakim adalah hukum,sedang hasil penemuan hukum oleh ilmuan hukum bukanlah hukum melainkan ilmu atau doktrin. Sekalipun yang dihasilkan itu bukanlah hukum, namun di sini digunakan istilah penemuan hukum juga oleh karena doktrin ini kalau diikuti dan diambil alih oleh hakim dalam putusannya, itu juga akan menjadi hukum.
Dalam rangka itu, sebagai upaya mengkaji putusan hakim dengan mempergunakan optik
sosiologi hukum, akan didasarkan pada pendapat beberapa pakar sosiologi hukum, sebagaimana yang dikemukakan oleh Alvin S.Johnson (1994;10-11) yang mengutip pendapat Dean Rescoe Pound yang mengutarakan bahwa; besar kemungkinan kemajuan yang terpenting dalam ilmu hukum moderen adalah perubahan pandangan analitis ke fungsional. Sikap fungsional menuntut supaya hakim, ahli hukum dan pengacara harus ingat adanya hubungan antara hukum dan kenyataan sosial yang hidup, dan tetap memperhatikan hukum yang hidup dan bergerak, sebab biang ketidak-adilan adalah konsep-konsep kekuasaan yang sewenang-wenang, sebagaimana yang dinyatakan oleh hakim Benjamin Cardozo, ia melukiskan pembatasan logikanya
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sosiologis yang terjadi dalam proses pengadilan dewasa ini. Keterangan yang dimaksudkan sebelumnya telah dilancarkan oleh hakim O.W.Holmes, bahwa kehidupan hukum tidak berdasarkan logika, melainkan pengalaman. Pengalaman nyata
dari kehidupan sosial yang tidaklah mungkin diabaikan dalam setiap proses Pengadilan, jika tidak menginginkan proses tersebut sebagai permainan kata-kata. (Georges Gurvitch, 1996; 2).
Hakim dalam menjatuhkan putusannya dibimbing oleh pandangan-pandangan atau pikirannya sendiri. Dalam penemuan hukum yang otonom ini hakim memutus menurut apresiasi pribadi. Di sini hakim menjalankan fungsi yang mandiri dalam penerapan undang-undang terhadap peristiwa hukum yang konkrit. Dalam hal ini hakim diharapkan mampu mengkaji hukum-hukum yang hidup di dalam masyarakat. Karena terkadang peristiwa konkrit yang terjadi itu, tidak tertulis aturannya dalam peraturan perundang-undangan.
Masyarakat mengharapkan bahwa hakim di dalam menjatuhkan putusan hendaklah memenuhi tiga unsur tujuan hukum yaitu kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan sebagaimana halnya pada penegakan hukum.
BAB III
KESIMPULAN
A. KesimpulanDari pembahasan di atas dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa tujuan hukum adalah mencapai kepastian hukum dan kemanfaatan hukum serta keadilan, baik dalam rangka penegakan hukum maupun dalam penemuan hukum, menciptakan keseimbangan dengan tercapainya ketertiban dalam masyarakat. Hukum berfungsi membagi hak dan kewajiban antar perorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memcahakan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum. Dengan begitu, diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi dalam mencapai tujuannya.
Adanya hukum bersifat tegas dan memaksa masyarakat untuk patuh menaatinya setiap dalam hubungan di dalam masyarakat. Setiap pelanggaran atas peraturan yang ada akan dikenakan sanksi atau hukuman sebagai reaksi terhadap perbuatan yang melanggar peraturan.
Untuk menjaga agar peraturan-peraturan itu dapat berlangsung terus-menerus dan diterima oleh seluruh anggota masyarakat, aturan hukum yang ada harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat. Dengan demikian, hukum bertujuan untuk menjamin adanya keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum dalam masyarakat sebagaimana dalam penegakan hukum maupun penemuan hukum.
B. Saran
Penegakkan hukum hendaknya tidak hanya dijalakan oleh lembaga hukum namun juga seluruh masyarakat agar dapat tercapai tujuan hukum. Maka dari itu penting untuk masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Books:Satjipto Rahardjo. 1996. Ilmu Hukum. Cet.IV. PT.Citra Aditya. Bandung.
Soerjono Soekanto. 1993. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sudikno Mertokusumo, dan A.Pitlo. 1993.Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum. Citra Aditya Bakti. Yogyakarta.
Internet:
http://www.pustakasekolah.com http://www.statushukum.com