• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN POHON DAN TAMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN POHON DAN TAMAN"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

H:\Pemotongan Pohon revisiku.docx

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 9 TAHUN 2015

TENTANG

PERLINDUNGAN POHON DAN TAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MALANG,

Menimbang : a. bahwa seiring laju perkembangan dan pertumbuhan pembangunan terdapat adanya kecenderungan masyarakat dalam memanfaatkan ruang terbuka hijau untuk berbagai kepentingan dan fungsi lain;

b. bahwa keberadaan pohon dan taman perlu dilindungi dan dilestarikan agar tercipta keselarasan antara manusia dan lingkungannya;

c. bahwa untuk melindungi dan melestarikan keberadaan pohon dan taman yang dikuasai Pemerintah Daerah perlu upaya perlindungan dan pengendalian pohon dan taman; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Perlindungan Pohon dan Taman; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten di Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 41), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotapraja Surabaya dan Daerah Tingkat II Surabaya dengan mengubah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950, tentang Pembentukan Daerah-daerah Kota Besar dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730);

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);

(2)

H:\Pemotongan Pohon revisiku.docx

4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

5. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);

6. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4444);

7. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

10.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

11.Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258);

12.Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4242);

(3)

H:\Pemotongan Pohon revisiku.docx

13.Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655);

14.Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5112), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5325); 15.Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk

dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);

16.Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;

17.Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.03/MENHUT-V/2004 tentang Pedoman Pembuatan Tanaman Penghijauan Kota Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan;

18.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan; 19.Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 41/PRT/M/2007

tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budi Daya;

20.Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan;

21.Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota;

22.Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.42/Menhut-II/2010 tentang Sistem Perencanaan Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 460);

23.Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Kelola Pemanfaatan dan Peredaran Kayu yang Berasal dari Hutan Hak dan/atau Tanah Milik (Lembaran Daerah Kabupaten Malang Tahun 2008 Nomor 6/E);

24.Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Malang (Lembaran Daerah Kabupaten Malang Tahun 2010 Nomor 2/E);

25.Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup (Lembaran Daerah Kabupaten Malang Tahun 2010 Nomor 3/E);

(4)

H:\Pemotongan Pohon revisiku.docx

26.Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Malang Tahun 2011 Nomor 6/E);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MALANG dan

BUPATI MALANG MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN POHON DAN TAMAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Malang.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Malang. 3. Bupati adalah Bupati Malang.

4. Pejabat yang ditunjuk adalah pejabat yang diberi tugas tertentu di bidang perlindungan pohon dan taman sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5. Pohon adalah tumbuhan yang batangnya berkayu dan dapat mencapai ukuran diameter 2,5 cm (dua setengah sentimeter) atau lebih yang diukur pada ketinggian 1,5 m (satu setengah meter) di atas permukaan tanah.

6. Pohon pelindung adalah sekelompok tanaman yang memiliki tajuk panjang dan berdaun lebat serta berbatang cukup tinggi untuk dijadikan peneduh.

7. Tanaman produktif adalah semua jenis tanaman yang dapat menghasilkan (buah), sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia.

8. Perlindungan pohon adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan dan mempertahankan fungsi pohon.

9. Penebangan adalah perbuatan menebang atau memotong pohon dengan cara apapun yang dapat mengakibatkan pohon tersebut rusak dan mati, termasuk dalam pengertian penebangan pohon adalah memotong dan memangkas dahan/cabang, ranting dan daun.

(5)

H:\Pemotongan Pohon revisiku.docx

10.Taman adalah bentuk rekayasa pemanfaatan ruang terbuka dengan tanaman dan segala kelengkapannya yang dipergunakan dan dikelola untuk keindahan dan penghijauan yang mendukung sebagai paru-paru kota. 11.Perlindungan taman adalah upaya sistematis dan terpadu

yang dilakukan untuk melestarikan dan mempertahankan fungsi taman.

12.Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

13.Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

14.Penghijauan adalah segala kegiatan yang dilakukan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan kondisi lahan beserta semua kelengkapannya dengan melakukan penanaman pohon pelindung, perdu/semak hias, dan rumput/penutup tanah dalam upaya melestarikan tanaman dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup.

15.Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firm, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga dana pensiun, bentuk usaha tetap, serta bentuk usaha lainnya.

16.Izin adalah izin yang diberikan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk untuk menebang pohon dan/atau pengelolaan taman.

BAB II

MAKSUD, TUJUAN DAN PRINSIP Bagian Kesatu

Maksud Pasal 2

Maksud perlindungan pohon dan taman adalah untuk pemanfaatan sumberdaya alam sehingga dapat memenuhi asas manfaat dan lestari.

(6)

H:\Pemotongan Pohon revisiku.docx

Bagian Kedua Tujuan Pasal 3

Perlindungan pohon dan taman bertujuan:

a. menjaga iklim mikro/pereduksi polutan untuk mengantisipasi isu lingkungan global;

b. menjaga nilai estetika dan fungsi resapan air/kawasan konservasi untuk kelestarian hidrologis;

c. menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan; d. melindungi wilayah dari dan/atau kerusakan lingkungan

hidup;

e. menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;

f. menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem;

g. area pengembangan dan perlindungan keanekaragaman hayati;

h. pengamanan sumber daya alam, buatan maupun historis; i. area mitigasi/evakuasi bencana;

j. ruang penempatan pertandaan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan dan tidak mengganggu fungsi utama RTH tersebut;

k. mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;

l. menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas kebutuhan ruang terbuka dengan taman serta kebutuhan iklim mikro sebagai bagian dari hak asasi manusia; dan m. mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

Bagian Ketiga Prinsip Pasal 4

Prinsip-prinsip perlindungan pohon dan taman meliputi:

a. mencegah dan membatasi perusakan pohon dan taman yang disebabkan oleh perbuatan manusia;

b. mempertahankan dan menjaga hak-hak Pemerintah Daerah, masyarakat dan perorangan atas pohon dan taman, investasi, dan perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan pohon dan taman.

(7)

H:\Pemotongan Pohon revisiku.docx

BAB III

RUANG LINGKUP Pasal 5

Ruang lingkup perlindungan pohon dan taman meliputi: a.pelaksanaan; b.pencegahan; dan c. perizinan. BAB IV PERLINDUNGAN POHON Bagian Kesatu Pelaksanaan Pasal 6

(1) Guna mewujudkan Program kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem, maka setiap orang atau Badan wajib menanam pohon atau tanaman di depan bangunan dan/atau dalam pekarangan.

(2) Jumlah pohon dan/atau tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diklasifikasikan berdasarkan keluasan kavling tanah dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Rumah tinggal:

1. jenis kavling dengan ukuran luas kurang dari 120 m2 (seratus dua puluh meter persegi) wajib ditanami minimal 1 (satu) pohon pelindung dan/atau tanaman produktif dan penutup tanah/ rumput;

2. jenis kavling dengan ukuran luas 120 m2 (seratus dua puluh meter persegi) sampai dengan 240 m2 (dua ratus empat puluh meter persegi) wajib ditanami minimal 1 (satu) pohon pelindung dan/atau tanaman produktif, perdu dan semak hias serta penutup tanah/rumput;

3. jenis kavling dengan ukuran luas 241 m2 (dua ratus empat puluh satu meter persegi) sampai dengan 500 m2 (lima ratus meter persegi) wajib ditanami minimal 2 (dua) pohon pelindung dan atau tanaman produktif, perdu dan semak hias serta penutup tanah/rumput;

4. jenis kavling dengan ukuran luas lebih dari 500 m2 (lima ratus meter persegi) wajib ditanami minimal 3 (tiga) pohon pelindung dan atau tanaman produktif, perdu dan semak hias serta penutup tanah/rumput;

5. terhadap luas kavling yang tidak dimungkinkan untuk ditanami pohon penghijauan wajib ditanami dengan sistem pot dan/atau tanaman gantung lainnya.

(8)

H:\Pemotongan Pohon revisiku.docx

b. Setiap penghuni atau pihak yang bertanggung jawab atas rumah/bangunan atau persil yang terbangun diwajibkan untuk menghijaukan halaman/pekarangan atau persil dengan rencana tapak yang telah disahkan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk;

c. Setiap pengembang perumahan berkewajiban untuk mewujudkan penghijauan pada lokasi jalur hijau sesuai dengan rencana tapak yang telah disahkan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk;

d. Bangunan kantor, penginapan, industri/pabrik, bangunan perdagangan dan sejenisnya diwajibkan atas hal-hal sebagai berikut:

1. untuk bangunan yang mempunyai luas tanah 120 m2 (seratus dua puluh meter persegi) sampai dengan 240 m2 (dua ratus empat puluh meter persegi) wajib ditanami minimal 1 (satu) pohon pelindung dan/atau tanaman produktif, perdu dan semak hias;

2. jenis kavling dengan ukuran luas lebih dari 240 m2 (dua ratus empat puluh meter persegi) wajib ditanami minimal 3 (tiga) pohon pelindung dan atau tanaman produktif, perdu dan semak hias serta penutup tanah/rumput dengan jumlah yang cukup; 3. setiap bangunan wajib diimbangi dengan tanaman

disesuaikan dengan kondisi fisik bangunan, yang secara teknis ditentukan oleh instansi yang membidangi;

4. setiap badan jalan di seluruh daerah dapat ditanami tanaman penghijau.

e. setiap pemilik atau pihak yang bertanggung jawab atas lahan terbuka dengan sudut lereng di atas 15º (lima belas derajat) harus menanam pohon penghijauan minimal 1 (satu) pohon pelindung untuk setiap 15 m2 (lima belas meter persegi) dan rumput dengan jumlah yang cukup.

Bagian Kedua Pencegahan

Pasal 7

Untuk mencegah, membatasi, dan mempertahankan serta menjaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 yang disebabkan oleh perbuatan manusia, maka Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat:

a. melakukan sosialisasi dan penyuluhan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan pohon;

b. melakukan inventarisasi permasalahan;

c. mendorong peningkatan produktivitas masyarakat; d. memfasilitasi terbentuknya kelembagaan masyarakat;

(9)

H:\Pemotongan Pohon revisiku.docx

e. meningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan perlindungan pohon;

f. melakukan kerjasama dengan pemegang hak atau izin; g. meningkatkan efektivitas koordinasi kegiatan perlindungan

pohon;

h. mendorong terciptanya alternatif mata pencaharian masyarakat;

i. meningkatkan efektivitas pelaporan terjadinya gangguan keamanan di sekitar pohon; atau

j. mengenakan sanksi terhadap pelanggaran hukum. Pasal 8

(1) Perlindungan pohon yang pengelolaannya diserahkan kepada Badan dan Pengelolaan dengan tujuan khusus, dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab pengelolanya. (2) Perlindungan pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi:

a. mengamankan areal kerjanya yang menyangkut pohon; b. mencegah kerusakan pohon;

c. mengambil tindakan pertama yang diperlukan terhadap adanya gangguan keamanan pohon di areal kerjanya; d. melaporkan setiap adanya kejadian pelanggaran hukum

di areal kerjanya kepada Pejabat yang berwenang;

e. menyediakan sarana dan prasarana serta tenaga pengamanan pohon yang sesuai dengan kebutuhan. (3) Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan perlindungan

pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Bupati.

Bagian Ketiga Perizinan

Pasal 9

Setiap orang atau badan yang menebang pohon harus mendapat izin dari Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.

Pasal 10

Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 diberikan dengan syarat:

a. mengganggu jaringan utilitas kota dan/atau lingkungan sekitar; dan/atau

b. di sekitar lokasi pohon yang ditebang atau yang dipindah akan didirikan suatu bangunan dan/atau jalan masuk untuk keperluan Pemerintah Daerah, badan atau perorangan.

(10)

H:\Pemotongan Pohon revisiku.docx

Pasal 11

Pengecualian dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 adalah:

a. apabila penebangan dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka peningkatan, pemeliharaan dan perawatan infrastruktur; dan/atau

b. dalam kondisi darurat dan tidak darurat yang mengharuskan pohon segera ditebang atau dipindah karena mengganggu atau membahayakan keselamatan umum.

Pasal 12

(1) Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, harus diajukan surat permohonan izin kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.

(2) Surat permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyebutkan tujuan/alasan penebangan pohon, lokasi dan jumlah pohon yang akan ditebang.

(3) Surat permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut:

a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk pemohon yang masih berlaku;

b. gambar/denah lokasi pohon yang akan ditebang; c. gambar/denah rencana;

d. foto berwarna kondisi eksisting/awal; dan

e. membuat pernyataan kesanggupan mengganti pohon pada lokasi lain yang ditentukan dengan jumlah sesuai dengan ketentuan.

(4) Penggantian pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e sebagai berikut:

a. penebangan pohon yang pangkal batangnya berdiameter sampai dengan 10 cm (sepuluh sentimeter), jumlah penggantian sebanyak 20 (dua puluh) pohon dengan ketinggian minimal 3 m (tiga meter);

b. penebangan pohon yang pangkal batangnya berdiameter 11 cm (sebelas sentimeter) sampai dengan 20 cm (dua puluh sentimeter), jumlah penggantian sebanyak 30 (tiga puluh) pohon dengan ketinggian minimal 3 m (tiga meter);

c. penebangan pohon yang pangkal batangnya berdiameter 21 cm (dua puluh satu sentimeter) sampai dengan 30 cm (tiga puluh sentimeter), jumlah penggantian sebanyak 50 (lima puluh) pohon dengan ketinggian minimal 3 m (tiga meter);

d. penebangan pohon yang pangkal batangnya berdiameter 31 cm (tiga puluh satu sentimeter) sampai dengan 40 cm (empat puluh sentimeter), jumlah penggantian sebanyak 60 (enam puluh) pohon dengan ketinggian minimal 3 m (tiga meter);

(11)

H:\Pemotongan Pohon revisiku.docx

e. penebangan pohon yang pangkal batangnya berdiameter lebih dari 40 cm (empat puluh sentimeter), jumlah penggantian sebanyak 70 (tujuh puluh) pohon dengan ketinggian minimal 3 m (tiga meter).

(5) Izin dapat diberikan apabila telah memenuhi persyaratan dan sesuai tata cara pemberian izin yang berlaku.

Pasal 13

(1) Pemegang izin berkewajiban untuk:

a. melaksanakan penggantian atas pohon yang ditebang dengan pohon dan mengutamakan untuk ditanam di sekitar lokasi pohon yang ditebang;

b. mempertahankan keserasian/keindahan pohon dalam melakukan kegiatan penebangan pohon;

c. melakukan penebangan sesuai dengan izin yang telah diberikan;

d. menaati semua persyaratan yang telah ditetapkan dalam surat izin; dan

e. melaksanakan penebangan pohon dibawah petunjuk dan pengawasan Pejabat yang ditunjuk.

(2) Penanaman pohon pengganti pada lokasi yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh pemohon atau pihak tertentu atas persetujuan dari Dinas terkait dan di bawah petunjuk serta pengawasan Pejabat yang berwenang.

BAB V

PERLINDUNGAN TAMAN Bagian Kesatu

Pelaksanaan Pasal 14

(1) Guna mewujudkan Program pemenuhan dan perlindungan hak atas kebutuhan ruang terbuka dengan taman serta kebutuhan iklim mikro sebagai bagian dari hak asasi manusia, maka setiap orang atau badan diwajibkan menyediakan lahan pertamanan di depan bangunan dan/atau dalam pekarangan.

(2) Lahan pertamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diklasifikasikan berdasarkan ketentuan sebagai berikut:

a. untuk rumah tinggal yang pada waktu Peraturan Daerah ini diundangkan sudah tidak memiliki lahan untuk ditanami, maka diwajibkan untuk melakukan penghijauan dengan sistem pot, taman di rooftop atau tanaman gantung lainnya;

(12)

H:\Pemotongan Pohon revisiku.docx

b. setiap pengembang perumahan wajib untuk mewujudkan pertamanan atau penghijauan pada lokasi jalur hijau sesuai dengan rencana tapak;

c. pemilik dan/atau pengguna bangunan kantor, penginapan, industri/pabrik, bangunan perdagangan dan bangunan umum lainnya diatur ketentuan sebagai berikut :

1. untuk bangunan yang mempunyai luas tanah 120 m2 (seratus dua puluh meter persegi) sampai dengan 240 m2 (dua ratus empat puluh meter persegi) harus ditanami minimal 1 (satu) pohon pelindung, perdu dan semak hias, serta penutup tanah/rumput dengan jumlah yang cukup;

2. untuk bangunan yang mempunyai luas tanah lebih dari 240 m2 (dua ratus empat puluh meter persegi) harus ditanami minimal 3 (tiga) pohon pelindung, perdu dan semak hias, serta penutup tanah/rumput dengan jumlah yang cukup.

Bagian Kedua Pencegahan

Pasal 15

Untuk mencegah, membatasi dan mempertahankan serta menjaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 yang disebabkan oleh perbuatan manusia, maka Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat:

a. melakukan sosialisasi dan penyuluhan peraturan perundang-undangan di bidang pertamanan;

b. melakukan inventarisasi permasalahan;

c. mendorong peningkatan produktivitas masyarakat; d. memfasilitasi terbentuknya kelembagaan masyarakat;

e. meningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan perlindungan taman;

f. melakukan kerjasama dengan pemegang hak atau izin; g. meningkatkan efektivitas koordinasi kegiatan perlindungan

taman;

h. mendorong terciptanya alternatif mata pencaharian masyarakat;

i. meningkatkan efektivitas pelaporan terjadinya gangguan keamanan di sekitar taman;

j. mengambil tindakan pertama yang diperlukan terhadap gangguan keamanan di sekitar taman; atau

(13)

H:\Pemotongan Pohon revisiku.docx

Pasal 16

(1) Perlindungan taman yang pengelolaannya diserahkan kepada Badan dan Pengelolaan dengan tujuan khusus, dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab pengelolanya. (2) Perlindungan taman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi:

a. mengamankan areal kerjanya yang menyangkut taman; b. mencegah kerusakan taman;

c. mengambil tindakan pertama yang diperlukan terhadap adanya gangguan keamanan taman di areal kerjanya; d. melaporkan setiap adanya kejadian pelanggaran hukum

di areal kerjanya kepada Pejabat yang berwenang;

e. menyediakan sarana dan prasarana, serta tenaga pengamanan taman yang sesuai dengan kebutuhan. (3) Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan perlindungan

taman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Bupati.

Bagian Ketiga Perizinan

Pasal 17

Setiap orang atau badan yang memindahkan taman harus mendapat izin dari Bupati.

Pasal 18

Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 diberikan dengan syarat:

a. membahayakan keselamatan dan mengganggu jaringan utilitas infrastruktur lingkungan sekitar; dan

b. pada atau di sekitar lokasi taman yang dipindah akan didirikan suatu bangunan dan/atau jalan masuk untuk keperluan Pemerintah Daerah, badan atau perorangan.

Pasal 19

Pengecualian dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 apabila dalam keadaan terpaksa yang mengharuskan taman tersebut dipindah karena mengganggu atau membahayakan keselamatan umum.

Pasal 20

(1) Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, harus diajukan surat permohonan izin kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.

(14)

H:\Pemotongan Pohon revisiku.docx

(2) Surat permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyebutkan tujuan/alasan pemindahan taman, lokasi dan luas taman yang dipindah;

(3) Surat permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut:

a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk pemohon yang masih berlaku;

b. gambar/denah taman yang akan dipindah; c. gambar/denah rencana;

d. foto berwarna kondisi eksisting/awal; dan

e. membuat pernyataan kesanggupan membangun taman pada lokasi lain yang ditentukan dengan jumlah dan/ atau luas sesuai dengan ketentuan.

(4) Izin dapat diberikan apabila telah memenuhi persyaratan dan sesuai tata cara pemberian izin yang berlaku.

Pasal 21

(1) Pemegang izin berkewajiban untuk:

a. melaksanakan penggantian taman yang dipindah dengan taman sejenis, untuk ditanam dan atau dibangun kembali pada lokasi lain yang ditentukan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk, dengan tetap mengutamakan untuk dibangun di sekitar lokasi taman yang dipindah;

b. mempertahankan dan mengembalikan kondisi taman yang tidak termasuk didalam izin pemindahan taman; c. menaati semua persyaratan yang telah ditetapkan

dalam surat izin; dan

d. melaksanakan pemindahan taman dibawah petunjuk dan pengawasan Pejabat yang ditunjuk.

(2) Kewajiban membangun taman pada lokasi yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ditetapkan dengan luas minimal sama dengan luas taman yang diizinkan pemindahannya dan desain/bentuk taman serasi dengan taman di sekitar lokasi tersebut.

(3) pembangunan taman pada lokasi yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh pemohon atau pihak tertentu atas persetujuan dari Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait dan di bawah petunjuk serta pengawasan Pejabat yang berwenang.

(15)

H:\Pemotongan Pohon revisiku.docx

BAB VI LARANGAN

Pasal 22 Setiap orang atau Badan dilarang:

a. melakukan penebangan pohon dengan radius atau jarak sampai dengan:

1. 500 m (lima ratus meter) dari tepi waduk atau danau; 2. 200 m (dua ratus meter) dari tepi mata air dan kiri

kanan sungai di daerah rawa;

3. 100 m (seratus meter) dari kiri kanan tepi sungai;

4. 50 m (lima puluh meter) dari kiri kanan tepi anak sungai;

5. 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang.

b. menebang pohon tanpa memiliki izin dari pejabat yang berwenang;

c. merusak pohon dan taman; dan

d. membuang sampah/limbah yang mengandung zat kimia organik dan anorganik pada lokasi pohon dan taman yang mengakibatkan rusak atau tercemarnya pohon dan taman tersebut.

BAB VII

PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN DALAM PERLINDUNGAN POHON DAN TAMAN

Pasal 23

(1) Untuk kelancaran dan ketertiban kegiatan dalam Peraturan Daerah ini diadakan pengendalian dan pengawasan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(2) Pengendalian dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.

(3) Pengendalian dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan:

a. menanam pohon; b. membuat taman;

c. mencegah pengunaan obat-obatan yang berbahaya bagi pohon dan taman;

d. monitoring;

e. evaluasi; dan/atau f. tindak lanjut.

(16)

H:\Pemotongan Pohon revisiku.docx

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati.

Pasal 24

Bupati melakukan pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap Pejabat yang berwenang atas pelaksanaan perlindungan pohon dan taman.

BAB VIII

PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 25

Dalam perlindungan pohon dan taman, masyarakat dapat berperan serta untuk:

a. memberi masukan mengenai kebijakan perlindungan pohon dan taman;

b. menjaga, memelihara dan meningkatkan kelestarian pohon dan taman; dan

c. melaporkan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal menemukan dugaan perusakan pohon dan taman.

BAB IX

SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 26

(1) Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan dalam Pasal 6, Pasal 9, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 17, dan Pasal 21 dikenakan sanksi administratif.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. teguran tertulis;

b. penghentian kegiatan sementara; dan/atau c. pencabutan izin.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Bupati.

(17)

H:\Pemotongan Pohon revisiku.docx

BAB X

KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 27

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di lingkup peraturan daerah ini agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan

mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di lingkup peraturan daerah ini;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana di lingkup peraturan daerah ini;

d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di lingkup peraturan daerah ini; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan

bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka

pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di lingkup peraturan daerah ini;

g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di lingkup peraturan daerah ini;

i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

(18)

H:\Pemotongan Pohon revisiku.docx

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di lingkup peraturan daerah ini sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

BAB XI

KETENTUAN PIDANA Pasal 28

(1) Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan dalam Pasal 22 diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan, dan/atau denda paling banyak sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

BAB XII

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 29

Setiap izin yang telah dikeluarkan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap berlaku sampai dengan habis masa berlakunya.

BAB XIII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 30

Peraturan pelaksanaan Peraturan Daerah ini ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daeran ini diundangkan.

(19)

H:\Pemotongan Pohon revisiku.docx

Pasal 31

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Malang.

Ditetapkan di Malang

pada tanggal 4 November 2015 Pj. BUPATI MALANG,

Ttd.

HADI PRASETYO Diundangkan di Kepanjen

pada tanggal 6 Juni 2016

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN MALANG, ttd.

ABDUL MALIK Lembaran Daerah Kabupaten Malang Tahun 2016 Nomor 7 Seri D

(20)

H:\Pemotongan Pohon revisiku.docx

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 10 TAHUN 2015

TENTANG

PERLINDUNGAN POHON DAN TAMAN

I. UMUM

Dalam rangka melindungi dan melestarikan keberadaan pohon dan taman yang ada di Daerah, perlu upaya perlidungan pohon dan taman agar kelestarian pohon dan taman sebagai ruang terbuka hijau tetap terjaga. Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini diharapkan dapat menjaga keberadaan dan kelestarian pohon dan taman di daerah, memberikan landasan hukum bagi Pemerintah Daerah dalam pengaturan Izin Penebangan Pohon dan perlindungan taman serta meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan pohon dan taman di daerah

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Huruf a Cukup jelas.

(21)

H:\Pemotongan Pohon revisiku.docx

Huruf b

- Kondisi darurat yaitu sudah roboh atau hampir roboh/miring/condong yang membahayakan keselamatan orang, harta benda, bangunan dan utilitas umum yang disebabkan antara lain karena:

a. bencana alam (hujan dan angin); b. kecelakaan lalu lintas;

c. keropos dan mati dan lain-lain yang membahayakan keselamatan orang, harta benda, bangunan dan utilitas umum yang harus segera dipotong dan dibersihkan.

- Kondisi tidak darurat meliputi:

a. kondisi rawan yang dapat menyebabkan kecelakaan yang maksudnya adalah belum roboh namun kondisinya sudah mengkhawatirkan, ranting menjulur ke jalan dan atau bangunan gedung, kondisi pohon sudah keropos dan mati sehingga membahayakan keselamatan orang, harta benda, bangunan dan utilitas umum;

b. mengganggu lingkungan dengan pengertian bahwa pohon berada pada jalan masuk rumah warga/pertokoan/ perkantoran, ranting menjulur kerumah/bangunan sehingga jika patah merusak bangunan, pohon berada pada tepi perkerasan atau pada perkerasan jalan sehingga mengurangi lebar jalur lalu lintas;

a. mengganggu utilitas umum yang maksudnya adalah pohon berada di bawah jalur kabel listrik/telepon. pada jalur pipa air, pohon dan akarnya menutupi/merusak saluran drainase dan utilitas lainnya;

d. merusak perkerasan jalan dan saluran dengan pengertian bahwa akar pohon sudah menjalar ke perkerasan dan sudah merusak lapis permukaan sehingga menyulitkan pemeliharaan jalan;

e. untuk kepentingan peningkatan jalan yang maksudnya adalah dalam peningkatan/pelebaran jalan memerlukan pelebaran badan jalan dan mengenai pohon di tepi perkerasan jalan yang ada.

Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas.

(22)

H:\Pemotongan Pohon revisiku.docx Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d

Kegiatan monitoring adalah kegiatan untuk memperoleh data dan informasi, kebijakan dan pelaksanaan perlindungan hutan.

Huruf e

Kegiatan evaluasi adalah kegiatan untuk menilai keberhasilan pelaksanaan perlindungan pohon dan taman dilakukan secara periodik.

Huruf f

Kegiatan tindak lanjut merupakan tindak lanjut hasil monitoring dan evaluasi guna penyempurnaan kebijakan dan pelaksanaan perlindungan pohon dan taman.

Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas.

(23)

H:\Pemotongan Pohon revisiku.docx Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas.

Referensi

Dokumen terkait

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Kota yang diangkat oleh pejabat yang

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Kota yang diangkat oleh pejabat yang

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang