• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Terapi Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation dan Infrared dengan Kualitas Hidup Pasien Osteoarthritis Lutut - Repository Universitas Muhammadiyah Semarang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Terapi Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation dan Infrared dengan Kualitas Hidup Pasien Osteoarthritis Lutut - Repository Universitas Muhammadiyah Semarang"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Definisi Osteoarthritis

Osteoarthritis merupakan kelainan pada sendi ditandai dengan terdapat perubahan patologis yang terjadi pada bangunan-bangunan sendi10-13. Perubahan patologis tersebut dapat terjadi pada kartilago (tulang rawan), atau dengan bangunan lainnya, dan terdapat osteofit4. Komponen sendi yang utama yang mengalami degenerasi adalah bagian kartilago5.

Osteoarthtritis dapat terjadi pada bagian-bagian seperti sendi lutut, panggul (koksa), lumbal, dan servikal13. Pada penelitian yang dilakukan didapatkan hasil bahwa osteoarthritis terbanyak terjadi pada sendi lutut6,14. Peningkatan terjadi searah dengan pertambahan usia dan wanita lebih banyak dari pada laki-laki4,12.

Osteoarthritis merupakan kelainan kronik dengan progresivitas lambat, terjadi akibat ketidakseimbangan antara sintesis dan degradasi pada komponen sendi yang terjadi pada usia tua4. Menurut CDC (Centers for Disease Control and Prevention) pada tahun 2014 osteoarthritis digolongkan sebagai penyakit degeneratif pada sendi, dimana didalamnya adanya keterlibatan antara kartilago, ligamen, lapisan sendi serta tulang yang menyebabkan nyeri serta kekauan sendi15.

(2)

2. Etiopatogenesis Osteoarthritis

Pembagian Osteoarthritis berdasarkan patogenesisnya ada 2, yaitu:

a. Osteoarthritis primer

Penyebab idiopatik, belum diketahui secara utuh apa penyebabnya namun bukan karena faktor usia, bukan pula akibat adanya suatu penyakit lain yang dapat menyebabkan terjadinya osteoarthritis11,16,18.

b. Osteoarthritis sekunder

Terdapat kelainan dasar pada endokrin, metabolik, inflamasi, pertumbuhan, herediter, jejas makro-mikro, dan riwayat immobilisasi yang lama11,16,18.

Osteoarthritis primer lebih sering terjadi dibanding osteoarthritis sekunder16. Proses terjadinya osteoarthritis ada 4 fase patogenesis osteoarthritis, yaitu:

1) Fase inisiasi

Terjadi degradasi kartilago pada sendi, pada fase ini tubuh masih mampu untuk memperbaikinya dengan bantuan faktor-faktor yang merangsang kondrosit untuk menghasilkan proteoglikan dan kolagen. Faktor tersebut adalah IGF-I (Insuline-Like Growth Factor) memegang peran penting dalam proses perbaikan pada rawan sendi, growth hormon, TGF-b (Transforming Growth Factor B), dancoloni stimulating factor

(CSFs). 2) Fase inflamasi

(3)

3) Fase nyeri

Fibrinogenik meningkat dan fibrinolitik yang menurun, akibatnya trombus dan kompleks lipid menumpuk pada pembuluh darah subkondral. Penumpukan tersebut menyebabkan iskemia yang berujung nekrosis jaringan yang menyebabkan prostaglandin dan interleukin terlepas. Terlepasnya mediator kimia tersebut yang menimbulkan rasa nyeri yang dikeluhkan oleh pasien osteoarthritis. Nyeri yang timbul menyebabkan terlepasnya mediator kimia, menyebabkan peregangan pada tendon, ligamen dan spasme otot.

4) Fase degradasi

Cairan sendi menghasilkan enzim untuk mendagradasi kartilago yang dipengaruhi oleh IL-1 (interleukin-1), pada fase ini terjadi kerusakan pada kartilago tanpa tubuh mampu untuk melakukan proses perbaikan pada sendi15,16.

(4)

Gambar 1. A Kiri : Gambar Sendi Lutut Normal.B. Kanan :gambar sendi lutut yang mengalami

osteoartritis. (Sumber : HI–LAB 2008)

3. Gejala Osteoarthritis

a. Nyeri

Keluhan utama yang dirasakan pasien osteoarthritis terutama apabila sendi digerakkan, dan menghilang saat kondisi istirahat20. Namun jika kondisi osteoarthrtitis parah, dengan gerakan minimal nyeri akan timbul dan biasanya menghilang dengan istirahat6,18,19.

Nyeri yang dirasakan sebagai keluhan utama menyebabkan keterbatasan aktivitas atau gerak. Hal ini timbul akibat pasien takut untuk menggerakkan sendi, sehingga jika terjadi dalam waktu yang lama akan menimbulkan keterbatasan dalam bidang kinerja sendi dan mempengaruhi kualitas hidup pasien osteoarthritis tentunya15.

b. Kekakuan sendi

(5)

pada kondisi tersebut. Kekakuan sendi yang terjadi hanya sebentar, dalam hitungan menit tidak lama seperti hal nya arthritis reumatoid18,21.

c. Spasme otot

Spasme otot adalah suatu kondisi terjadinya kontraksi involunter otot yang dapat menjadi sumber nyeri18.

d. Keterbatasan dalam gerak

Keterbatasan dalam gerak yang terjadi terutama untuk gerakan ekstensi penuh18.

e. Krepitasi

Adanya suara gemertak ketika sendi digerakkan22. f. Deformitas sendi.

Hal ini dapat terjadi pada osteoarthritis yang memasuki tahap lanjut, dimana tulang rawan sendi telah rusak sehingga kelainan bentuk dapat berupa varus (mengarah ke dalam atau medial) ataupun valgus (mengarah ke luar atau lateral).

g. Perubahan gaya berjalan

Perubahan gaya berjalan dapat terjadi akibat rasa nyeri pada lutut yang dirasakan pasien. Pasien dengan osteoarthritis lutut terkadang berjalan pincang, hal ini menghawatirkan karena dapat mempengaruhi kemandirian pasien16.

4. Klasifikasi Osteoarthritis

Pemeriksaan radiologi dapat memberikan gambaran mengenai osteoarthritis, klasifikasi berdasarkan kellgren dan lawrence osteoarthritis yaitu4,15:

a. Grade 0: Normal, tanpa tanda-tanda osteoarthritis.

b. Grade 1: Ragu-ragu, tidak terlihat adanya Osteofit (dalam jumlah sedikit).

(6)

d. Grade 3: Sedang, terdapat osteofit sedang dan ruang antar sendi terjadi penyempitan

e. Grade 4: Berat, osteofit besar, tidak terlihat celah sendi dengan sklerosis tulang subkondral.

Gambar 2. Kriteria Penilaian OA menurut Kellgren-Lawrence (sumber: .

Cooper C et al)

5. Diagnosis Osteoarthritis

(7)

Tabel 2.1 Kriteria OA lutut menurut klasifikasiAmerican College of Reumathology(ACR - ICD

2014).

Berdasarkan kriteria klinis: Berdasarkan kriteria klinis dan

radiologis:

Berdasarkan kriteria klinis dan laboratoris:

Nyeri sendi lutut dan

paling sedikit 3 dari 6 kriteria di bawah

ini:

1. krepitus saat gerakan aktif 2. kaku sendi < 30 menit 3. umur > 50 tahun

4. pembesaran tulang sendi lutut 5. nyeri tekan tepi tulang

6. tidak teraba hangat pada sinovium sendi lutut.

paling sedikit 5 dari 9 kriteria berikut ini:

1. Usia >50 tahun 2. kaku sendi <30 menit 3. Krepitus pada gerakan aktif

4. Nyeri tekan tepi tulang 5. Pembesaran tulang

6. Tidak teraba hangat pada sinovium sendi terkena 7. LED<40 mm/jam 8. RF <1:40

9. Analisis cairan sinovium sesuai OA

Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.

Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.

Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%.

Anamnesis yang dimaksud adalah menanyakan mengenai gejala yang timbul yang dikemukakan oleh tabel diatas dan penentuan lokasi osteoarthritis. Faktor risiko merupakan komponen penting untuk mengetahui sejauh mana pasien tersebut memungkinkan untuk mengalami osteoarthritis dibanding dengan penyakit lainnya. Jenis osteoarthritis berdasarkan etiopatogenisis dapat pula diketahui dari analisis faktor risiko pada pasien4.

Riwayat penyakit dahulu harus dipertimbangkan karena dengan begitu dapat menjadi pertimbangan dalam pemilihan penatalaksanaan pasien osteoarthritis tersebut. Keluhan nyeri serta keluhan yang lainnya dapat dikeluhkan pasien dan dapat dipengaruhi dengan derajat atau skala nyeri, kemampuan dalam hal berjalan, nyeri yang dirasakan pada malam hari sehingga terjadi kekakuan sendi ketika pagi hari4.

(8)

tersebut dilakukan karena osteoarthritis mengalami peningkatan dengan seiring kenaikan berat badan pada pasien dengan BMI yang Overweight ataupun sudah obesitas. Overweight atapun obesitas adalah salah satu faktor risiko terjadinya osteoarthritis4,6,13.

Pemeriksaan fisik secara lokalisata yaitu merujuk pada area sendi yang dikeluhkan. Cara berjalan adalah hal yang dapat terlihat ketika pasien datang, nyeri yang dirasakan ketika pergerakan apakah akhir pergerakan. Tanda inflamasi, deformitas, krepitus, ataupun atrofi otot yang disebakan oleh sendi yang jarang digerakkan sehingga ototnya mengecil atau atrofi4.

Selain melakukan anamesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pula pmeriksaan penunjang. Perlu dilakukan pemeriksaan penunjang karena dapat dilihat secara langsung bagaimana kondisi sendi, tingkat keparahannya.

6. Penatalaksanaan Osteoarthritis

Penanganan yang dapat menyembuhkan osteoarthritis masih belum ada hingga saat ini. Penanganan selama ini yang dilakukan sebatas untuk mengurangi keluhan yang dirasakan oleh pasien, mencegah terjadinya risiko, dan usaha dalam peningkatan kualitas hidup4. Kualitas hidup menjadi sangat penting karena osteoarthritis dapat menyebabkan keterbatasan atau disabilitas, sehingga penting untuk menyediakan penanganan yang berfungsi meningkatkan kualitas hidup.

Adapun penanganan untuk osteoarthritis dilakukan dengan mengkombinasikan antara penanganan secara farmakologis dan non farmakologis4. Penanganan kombinasi lebih efektif untuk peningkatan kualitas hidup pasien. Penanganan tersebut direkomendasikan oleh IRA (Indonesian Rheumatologi Association), di dalamnya dikatakan bahwa

(9)

a. Penanganan secara Non-Farmakologis 1) Edukasi dan perubahan gaya hidup

Edukasi meliputi kodisi pasien, apa yang harus dilakukan agar tak memperparah atau mencegah terjadinya komplikasi, termasuk edukasi untuk perubahan gaya hidup. Perubahan gaya hidup disini meliputi penurunan berat badan pada pasien osteoarthritis yang mengalami overweight ataupun obesitas. Penurunan berat badan tersebut dapat mempengaruhi keluhan dan keberhasilan penanganan yang diberikan15,23. Pasien osteaoarthritis dengan BMI > 25 maka ditargetkan untuk penurunan BMI sebanyak 5% dari berat badan (BMI 18,5-25)4.

Perubahan gaya hidup lain yang disarankan adalah makan dengan makanan yang sehat serta seimbang komponennya, istirahat atau mengurangi risiko-risiko yang membuat terjadinya osteoarthritis. Pasien osteoarthrtitis yang memiliki pekerjaan atau aktivitas yang berat tentu harus mengurangi aktivitasnya. Kondisi sendi yang dipaksa untuk melakukan fungsinya sedangkan kondisinya tidak seperti waktu normal maka tentu akan semakin memperparah kondisinya. Edukasi sangatlah penting untuk memotivasi pasien bahwa ia bisa hidup mandiri, walaupun masih belum ditemukan penanganan yang dapat menyembuhkan osteoarthtritis.

2) Latihan aerobik dan Terapi fisik

(10)

menjadi mandiri, dan dapat menurunkan disabilitas yang terjadi pada pasien osteoarthritis, salah satu latihan yang bisa digunakan adalah dengan bersepeda atau berenang25. 3) Rehabilitasi Medik

Terapi ini dapat digunakan dengan mengkombinasikan penanganan sebelumnya. Terapi pada rehabilitasi medik yang digunakan salah satunya adalah terapi modalitas. Tujuan dilakukannya terapi tersebut untuk mengurangi gejala, memperbaiki fungsi sendi, dan pemeliharaan sendi. Edukasi dan latihan tetap menjadi bagian penting yang harus dilakukan. Adapun jenis terapi modalitas yaitu : a) Elektroterapi

Elektroterapi adalah terapi dengan menggunakan arus listrik yang dihubungkan melalui elektrode yang selanjutnya ditempelkan di permukaan kulit. Penggunaan elektroterapi menimbulkan kontraksi otot, meningkatkan ROM (Range of movement), memperlambat atropi otot, meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan sirkulasi dengan menurunkan nyeri, spasme otot dengan beberapa mekanisme30. Salah satu mekanisme dalam meredakan rasa nyeri adalah teori gate control. Salah satu jenis elektroterapi adalah TENS, luas digunakan untuk meredakan rasa nyeri atau disabilitas pada pasien osteoarthritis31. Terapi dengan menggunakan arus listrik yang sudah digunakan sejak lama dan penggunaan TENS dikatakan aman31.

Indikasi penggunaan elektroterapi30:

i. Nyeri muskuloskeletal akut atau kronik ii. Nyeri neurogenik kronik

(11)

v. Edema interstisial

Kontraindikasi penggunaan elektroterapi30: i. Trombosis vena atau arteri

ii. Gangguan sirkulasi (insufisiensi vena, gangguan neurovaskuler)

iii. Tromboplhebitis iv. Hamil

v. Fraktur baru vi. Perdarahan aktif

vii. Penurunan sensasi pada kulit viii. Keganasan

b) Termoterapi

(12)

termoterapi dapat berupaultrasound, SWD (short wave diathermy), dan MWD (microwave diathermy)30. Termoterapi bukanlah terapi tunggal, namun biasanya dapat dikombinasikan dengan terapi modalitas lainnya, dan tentunya edukasi serta latihan pada penatalaksaan tahap awal pada pasien osteoarthritis telah diberikan30,44. Terapi panas pada umumnya dapat digunakan untuk44,45:

i. Hyperemia ii. Analgesia iii. Hipertermia

iv. penuruna tonus otot

v. Meningkatkan elastisitas kolagen

vi. Gangguan pada muskuloskeletal, dan neuromuscular vii.Masalah pada sendi

viii. Spasme otot

ix. Berbagai maslah pada nyeri otot.

Walaupun efek samping yang minimal, namun terdapat kontraindikasi penggunaan termoterapi, yaitu30:

i. Inflamasi akut

ii. Trauma, atau perdarahan (hemoragik, hemofilia) iii. Koma, dementia (tidak dapat merespon terhadap

nyeri yang dirasakan) iv. Edema

v. Keganasan vi. Iskemia

vii. Luka yang terinfeksi viii. Luka yang terbuka ix. Neuroleptics

(13)

c) Hyrotherapy

b. Penanganan secara Farmakologis

Penanganan secara farmakologis yang secara luas dipakai adalah obat pereda nyeri, karena mampu mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri yang dirasakan sangat mengganggu kehidupan pasien osteoarthritis. Kombinasi penanganan farmakologis dan non farmakologis akan lebih efektif4.

Pereda nyeri lini pertama yang digunakan adalah acetaminophen, karena lebih aman untuk pencernaan dan efektif untuk menurunkan nyeri4,26. Gejala nyeri yang ringan atau sedang dapat menggunakan acetaminophen (<4 gram/hari), atau NSAID4. Penggunaan NSAID apabila pengobatan lini pertama tidak memberikan efek pereda nyeri atau adanya kontraindikasi untuk acetaminophen4. Apabila terdapat kontraindikasi untuk penggunaan NSAID dapat diganti dengan acetaminophen, NSAID topikal, atau NSAID oral dengan obat protektor lambung4.

Komplikasi yang dapat ditimbulkan dalam penggunaan NSAID dalam jangka panjang dapat menyebabkan permasalahan pada saluran pencernaan terutama lambung, ginjal, bahkan pada sitem kardiovaskuler4. Derajat nyeri sedang- berat dengan kondisi sendi yang bengkak, dapat dilakukan tindakan injeksi glukokortikoid. Pemberian injeksi tersebut untuk jangka pendek (1-3 minggu) selain dari NSAID4. NSAID memang sering digunakan untuk nyeri sedang-berat, namun penggunaannya dimulai dengan dosis paling kecil4,16.

(14)

topikal, namun hal tersebut dapat menyebabkan kondisi kering pada kulit. Diclofenac sodium dalam sediaan topikal sering digunakan pada topikal untuk pereda nyeri, selain itu juga terdapat kandungan capsaicin27,28.

Penangan farmakologis lainnya pun dapat dilakukan seperti misalnya injeksi kortikosteroid dengan jangka 1-3 minggu dalam pereda nyeri, injeksi hyaluronan dengan efek lambat namun berfungsi dalam jangka lebih panjang dibanding dengan injeksi kortikosteroid. Obat oral lainnya sebagai DMOADs (Disease Modifying Drug For OA) yaitu glucosamin yang fungsinya masih terus diteliti, dikatakan berfungsi untuk menurunkan rasa nyeri dan harapan dapat memperbaiki sel-sel pada persendian29.

c. Tahap Tindak Lanjut

Tahap penanganan lebih lanjut dengan progresifitas penyakit sehingga dilakukan rujuk ke dokter bedah ortopedi untuk dilakukan tindakan pembedahan4.

7. Faktor Risiko Osteoarthritis

a. Faktor predisposisi

Faktor yang mempermudah seseorang untuk mengalami osteoarthritis, yaitu :

1) Usia

Seiring pertambahan usia semakin meningkat pula kejadian osteoarthritis. Pemeriksaan radiografi yang dilakukan menunjukkan bahwa jarang penderita osteoarthritis di bawah usia 40 tahun, sering pada usia 60 tahun keatas dengan kejadian hampir tak pernah pada anak-anak16. Usia merupakan faktor terkuat.

2) Jenis Kelamin

(15)

wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibanding laki-laki untuk osteoarthritis, hal ini diduga karena turunnya kadar estrogen yang drastis ketika menopause17. Usia > 50 tahun wanita berisiko lebih untuk mengalami osteoarthritis12. Secara keseluruhan kejadian osteoarthritis < 45 tahun sama antara kedua jenis kelamin, namun setelah menginjak usia 50 tahun wanita lebih berisiko mengalami osteoarthritis16.

3) Ras

Pola osteoarthritis yang terjadi karena perbedaan cara hidup, sehingga mempengaruhi kondisi sendi, setiap kejadian osteoarthritis pada masing-masing sendi berbeda-beda. Perbedaan-perbedaan tersebut tentu akan mempengaruhi pertumbuhan, frekuensi kongenital, dan orang dengan kulit berwarna lebih berisiko dibanding orang berkulit putih16. 4) Genetik

Ibu dengan osteoarthritis akan menurunkan riwayat penyakit osteoarthritis pada anak perempuannya, 3 kali lipat berisiko dibanding dengan anak perempuan yang lahir dengan ibu tanpa osteoarthritis. Secara genetik dominan terhadap anak perempuan dan resesif pada anak laki-laki, sehingga lebih besar risiko osteoarthritis pada anak perempuan16.

5) Overweightatau Obesitas

(16)

kegemukan, namun perlu dilihat pula faktor risiko yang lainnya10,33.

Setiap penambahan 1 kg akan meningkatkan risiko sebesar 10 % dan penurunan berat badan sebesar 5 kg bagi penderita obesitas akan menurunkan risiko 50 % terjadinya osteoarthritis. Dikatakan bahwa semua warga Negara USA (United State of America) yang menderita osteoarthritis meningkat seiring pertambahan usia dan obesitas yang terjadi2.

6) Merokok

Seseorang yang merokok berisiko mengalami kerusakan pada kartilago sebesar 2,3 kali dibanding yang tidak merokok. Seseorang yang mengalami osteoarthritis dan seorang perokok dikatakan bahwa dapat mengalami peningkatan kerusakan kartilago dan nyeri yang lebih hebat dibandingkan dengan tanpa rokok34. Osteoarthritis adalah suatu penyakit yang multifaktoral sehingga harus menjadi suatu perhatiaan faktor risiko lainnya, dan dibutuhkan penelitian lebih lanjut2.

7) Diabetes Mellitus

(17)

kelamin, usia juga akan sangat mempengaruhi terjadinya osteoarthritis, terutama yang banyak ditemukan adalah lutut. Menurut penelitian gangguan muskuloskeletal dapat muncul dengan riwayat menderita diabetes mellitus > 5 tahun, namun dapat pula bervariasi karena dapat dipengaruhi oleh kondisi lainnya46.

b. Faktor Biomekanis

Faktor yang membuat seseorang lebih berisiko untuk mengalami osteoarthritis, yaitu :

1) Trauma

Trauma pada sendi dapat mengakibatkan kerusakan mayor pada daerah sendi sehingga berisiko mengalami osteoarthritis. 2) Pekerjaan

Penggunaan sendi secara berlebihan atau pekerjaan yang membebani sendi dapat menjadi faktor risiko terjadinya osteoarthritis. Pekerjaan dengan menggunakan sendi lutut seperti atlet lari, kuli pelabuhan, petani, penambang akan meningkatkan risiko osteoarthritis lutut dibandingkan dengan pekerjaan yang tidak terlalu banyak menggunakan lutut2. 3) Aktivitas fisik

Aktivitas fisik yang berat yang dapat membebani sendi secara berlebihan dapat menjadi faktor risiko terjadinya osteoarthritis. Naik turun tangga setiap hari bisa menjadi faktor risiko terjadinya osteoarthritis lutut, berjalan atau berdiri lebih dari 2 jam dalam satu hari dapat meningkatkan risiko seseorang terkena osteoarthritis lutut2.

4) Kebiasaan olah raga

(18)

8. Kualitas Hidup

a. Definisi

Menurut WHO kualitas hidup diartikan sebagai asumsi atau pendapat seseorang mengenai bagaimana ia menjalani hidup, merasakan kesenangan, kebebasan, dan harapan terkait kesehatan secara fisik, psikologi, sosial, juga evaluasi diri terhadap hal positif dan negatif dalam hidupnya10.

Pengertian kualitas hidup pada dasarnya memiliki perbedaan pendapat yang telah dikemukakan. Kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan (Health Related quality of life/HRQOL) dapat diketahui melalui penjelasan pasien mengenai

bagaimana pandangannya mengenai hidupnya meliputi bagiamana perasaannya, harapan yang ia rasakan, aktivitas serta pekerjaan, hal tersebut ditentukan bagaimana budaya dan nilai-nilai yang dianut.

Penyakit kronik, lingkungan, umur, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan dapat menjadi faktor risiko yang mempengaruhi kualitas hidup pasien atau penderita5. Pengukuran kualitas hidup sangatlah berfungsi untuk membantu pasien dalam penanganan yang tepat untuk diri pasien tersebut. Pengukuran kualitas hidup dapat pula menjadi tolak ukur keberhasilan atau ketepatan suatu penanganan yang diberikan kepada pasien10.

b. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kualitas hidup secara umum meliputi bidang5

1) Kesehatan Fisik

Terdapat kesehatan secara umum, nyeri, energi, dan vitalitas, aktivitas seksual, tidur dan istirahat.

2) Kesahatan Psikologi

(19)

3) Tingkat Aktivitas

Mobilitas, aktivitas sehari-hari, komunikasi, kemampuan bekerja.

4) Hubungan Sosial

Hubungan sosial dan dukungan sosial. 5) Lingkungan

Keamanan, lingkungan rumah, kepuasan kerja. c. Alat Ukur

Kualitas hidup diukur menggunakan kuesioner SF-36 (Short form 36), merupakan kuesioner kualitas hidup yang luas di gunakan. Terjemahan SF-36 telah dipublikasi dan terdapat peneliti dari 22 negara yang dilibatkan. Penggunaan SF-36 untuk pengukuran kualitas hidup telah didokumentasikan pada kurang lebih 5000 publikasi36. Kuesioner SF-36 yang diterjemahkan, divalidasi dan reliabilitas dalam bahasa indonesia dengan dilakukan pengujian oleh Rahmawan. Nilai Cronbach’s alfa yang diperoleh dalam semua item >0,5, menunjukkan memiliki internal konsistensi yang baik37. Kuesioner tersebut yang menilai pada 8 aspek dengan total pertanyaan sebanyak 36 butir. Aspek tersebut adalah38:

1) Fungsi Fisik

Terdiri dari 10 pertanyaan mengenai kemampuan fisik seperti berjalan, naik tangga mengangkat benda, membungkuk. Penialian dilakukan dengan melakukan penjumlah skor pada 10 butir pertanyaan tersebut lalu di rata-rata. Nilai 0-49 diartikan buruk, dan nilai 50-100 diartikan baik.

2) Keterbatasan Aktivitas Karena Kesehatan Fisik

(20)

sempurna. Nilai 0-49 diartikan buruk, dan nilai 50-100 diartikan baik.

3) Nyeri Badan

Terdiri 2 butir pertanyaan mengenai sejauh mana nyeri berpengaruh terhadap aktivitas di dalam ataupun luar. Nilai 0-49 diartikan buruk, dan nilai 50-100 diartikan baik.

4) Kesehatan Mental Secara Umum

Terdiri 5 butir pertanyaan mengenai kesehatan mental seperti kecemasan , emosi, serta depresi yang mungkin dialami. Nilai 0-49 diartikan buruk, dan nilai 50-100 diartikan baik.

5) Vitalitas

Terdiri 4 butir pertanyaan mengenai energi yang dimiliki dan dirasakan oleh pasien. Nilai 0-49 diartikan buruk, dan nilai 50-100 diartikan baik.

6) Fungsi Sosial

Terdiri 2 butir pertanyaan mengenai kehidupan sosial pasien, apakah penyakit yang diderita mempengaruhi hal tersebut. Nilai 0-49 diartikan buruk, dan nilai 50-100 diartikan baik. 7) Keterbatasan Aktivitas Sosial Karena Masalah Emosional

Terdiri 3 butir pertanyaan mengenai apakah emosional mempengaruhi pekerjaan dan aktivitas kesehariannya. Nilai 0-49 diartikan buruk, dan nilai 50-100 diartikan baik

8) Persepsi Kesehatan Secara Umum

Terdiri 6 butir pertanyaan mengenai kesehatan pasien sekarang, daya tahan terhadap suatu penyakit. Nilai 0-49 diartikan buruk, dan nilai 50-100 diartikan baik.

(21)

persepsi kesehatan umum, sakit atau nyeri, keterbatasan akibat masalah fisik), dan kesehatan mental (kesehatan mental, keterbatasan akibat masalah mental, vitalitas, dan fungsi sosial). Syarat responden untuk kuesioner ini adalah usia > 18 tahun, dapat membaca, dan tidak mengalami gangguan jiwa38.

9. Terapi TENS (Trancutaneus electrical Nerve Stimulation)

a. Definisi

Merupakan salah satu penanganan non farmakologis (rehabilitasi medik) dengan prinsip elektroterapi. TENS adalah alat yang berfungsi menurunkan rasa nyeri yang dirasakan pasien dengan teori gate control, Central Biasing Theory (descending pain control theory; central control trigger), Endogenous Opiate

Pain-Control Theory31.TENS telah digunakan secara luas untuk menangani nyeri yang dirasakan pada pasien osteoarthritis dan alat tersebut aman digunakan. Penggunaan TENS dihubungkan melalui elektrode yang langsung kontak dengan kulit area nyeri yang dirasakan39.

Penggunaan TENS tidak terbatas pada osteoarthritis, namun karena fungsinya sebagai penurun rasa nyeri maka TENS dapat digunakan untuk menurunkan rasa nyeri baik nyeri akut ataupun kronik40. TENS merupakan terapi modalitas dengan penggunaan arus listrik namun tidak menyakitkan atau invasif bagi pasien. Arus listrik tersebut merangsang saraf melalui permukaan kulit, mempengaruhi sistem saraf pusat40.

(22)

berfungsi menurunkan rasa nyeri41. Burst TENS, salah satu jenis TENS dengan menstimulus A-beta dan A-delta dalam waktu yang sama.

b. Cara Kerja

TENS bekerja dengan cara menstimulasi serabut saraf untuk memberikan efek menurunkan rasa nyeri yang dirasakan. Teori mengenai efek yang ditimbulkan oleh terapi TENS adalah :

1) Gate Control Theory

Melzack dan Wall pada tahun 1965 mengemukakan mengenai teori“ Gate Control”, dengan hipotesis nyeri ditimbulkan oleh aktivasi serabut-serabut yang berdiameter kecil yaitu serabut A-delta yang mengirimkan rasa nyeri yang bersifat cepat dan serabut C yang bersifat lambat31,41. Teori ini menyebutkan bahwa nyeri dapat dipengaruhi oleh:

a) Substansia gelatinosa yang berada di dorsal horn pada medulla spinalis.

b) Sistem pada batang otak yang bersifat sebagai penghambat rasa atau sensasi nyeri.

(23)

perifer, segmental, dan ekstrasegmental42. Mekanisme perifer, terjadi apabila arus listrik yang salurkan oleh alat terapi TENS menghasilkan impuls saraf yang berjalan 2 arah sepanjang dari akson, dan rangkaian tersebut disebut dengan aktivasi antidormik.

Prinsip teori gate control pada terapi TENS adalah arus listrik yang dihantarkan melalui elektrode, dimana terjadi stimulisasi serabut saraf sensorik yang berdiameter besar yaitu serabut A-beta. Selama TENS digunakan persepsi pasien mengenai nyerinya berkurang atau menurun akibat adanya mekanisme gate control tersebut. Apabila rangsangan terhadap saraf sensorik terus diberikan maka membuat gerbang nyeri pada teori gate kontrol tertutup, namun setelah tidak ada rangsangan maka gerbang akan terbuka dan pasien akan kembali merasakan nyeri43,47.

(24)

2) Central Biasing Theory (descending pain control theory;

central control trigger)

Teori ini merupakan modifikasi dari teori gate control, dimana aktivasi serabut saraf berdiameter besar menyebabkan akitivasi mekanisme inhibisi sentral. Teori ini terutama pada nyeri yang kronik atau nyeri yang hebat. Stimulasi diberikan pada bagian acupuncture point ataupun trigger point. Mekanisme diatas menyebabkan penutupan gerbang yang pada akhirnya mengurangi sensasi nyeri atau menghilangkannya43.

3) Endogenous Opiate Pain-Control Theory

Neuron descenden teraktifasi salah satunya oleh adanya serabut A-delta dan serabut C. Hal tersebut menyebabkan dihasilkan (periaqueductal grey (PAG), nucleus raphe magnus dan nucleus raphe gigantocelluraris). Enkephalin menyebabkan inhibisi impuls serabut A-delta dan serabut C di substansia gelatinosa. Penggunaan akupuntur TENS (LF-TENS)mempunyai aksi untuk menekan pengeluaran neurotransmiter seperti aspartat dan glutamat, sebaliknya meningkatkan neurotransmiter seperti GABA (gamma-aminobutyric acid)dan serotonin42,43.

10. TerapiInfrared

(25)

ke dalam dermis hanya dapat mencapai 1 cm atau kurang dari itu44. Penggunaan terapi Infrared ini dapat dilakukan selama 15-30 menit30,45. Berdasarkan penggunaan generator pada alat Infrared, maka jenisInfrareddapat dibagi menjadi 2, yaitu 44:

a. Nonluminous Generator

Dimana alatInfraredhanya mengandung Infraredsaja, sehingga sering disebut“infrared Radiation”.

b. Luminous Generator

Dimana alat Infrared ini tidak hanya mengandung Infrared saja namun ada sinarvisibledan ultraviolet.

Efek yang ditumbulkan pertama dari penghantaran panas adalah kenaikan suhu di jaringan superficial lokal dan meningkatnya metabolisme lokal44. Peningkatan metabolisme terjadi, naik menjadi 13% dalam kenaikan 1 0C suhu44. Kedua keadaan tersebut menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik pada pembuluh darah sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah. Vasodilatasi pembuluh darah menyebabkan aliran darah yang menuju kapiler menjadi lebih banyak. Terjadi peningkatan kebutuhan suplai oksigen, leukosit, enzim, nutrisi sehingga meningkatkan pembersihan hasil metabolisme tersebut. Efek yang ditimbulkan selain pada pembuluh darah, namun juga berpengaruh pada pengurangan spasme otot yang terjadi44. Dikatakan pula bahwa terapi Infrared dapat mengurangi rasa nyeri, hal ini menjadi menarik karena alasan terbanyak penggunaan terapi yang menggunakan prinsip panas ini43-45. Mekanisme penurunan rasa nyeri dengan terapi Infrared masih belum diketahui dengan jelas namun diduga penggunaan terapi panas memberikan efek analgesia (pengurangan rasa nyeri) layaknya teorigate control44.

(26)

Suhu tubuh manusia normal terdapat “Sympathetic Vasoconstrictor Fibers” yang memproduksi norephineprin dan berusaha menutup

anastomosis pembuluh darah44. Adanya peningktan suhu di jaringan-jaringan superfisial menyebabkan “Sympathetic Vasoconstrictor Fibers” menjadi menurun sehingga anastomosis menjadi terbuka dan

darah dapat mengalir ke vena plexus44. Dari uraian diatas terapi Infrared dapat memberikan efek memperlancar aliran darah, mengurangi rasa nyeri,dan mengurangi spasme otot30,43-45.

11. Hubungan Terapi TENS dan Terapi Infrared dengan Kualitas

Hidup Pasien Osteoarthritis Lutut

Penelitian yang sebelumnya dilakukan terfokus pada derajat nyeri terhadap kualitas hidup, atau kualitas hidup pasien osteoartritis lutut. Kualitas hidup pasien osteoarthritis yang telah dilakukan terapi TENS dan dikombinasi dengan terapi Infraredmasih jarang untuk dilakukan, penelitian sebelumnya mengkombinasikan TENS dengan latihan dan hotpack. Hasil penelitian tersebut terbukti dapat mengurangi nyeri dan

meningkatkan kualitas hidup.

Penelitian lainnya melakukan penelitian untuk membuktikan efek TENS terhadap penurunan nyeri yang dirasakan oleh pasien osteoarthritis. Penelitian yang akan dilakukan ini menghubungkan TENS dan terapi Infrared, terutama memberikan efek menurunkan rasa nyeri dan memperbaiki fungsi sendi akan serta merta memperbaiki kualitas hidup, merujuk pada hasil penelitian sebelumnya bahwa derajat nyeri berkorelasi dengan kualitas hidup pasien osteoarthritis yang semakin memburuk pula15. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan bahwa terapi TENS dan dikombinasi dengan terapi Infrared mempunyai efek terutama untuk menurunkan atau meredakan nyeri yang dirasakan pasien osteoarthritis sehingga akan berhubungan dengan kualitas hidup pasien.

(27)
(28)

B. Kerangka Teori

OSTEOARTHRITIS LUTUT

Penanganan farmakologis Penanganan

non farmakologis

Hidroterapi Elektroterapi Termoterapi

Kualitas Hidup Trancutaneus

Electrical Nerve Stimulation

NYERI SENDI

Edukasi Modalitas Latihan Alat Bantu

(29)

C. Kerangka Konsep

D. Hipotesis

Ada Hubungan Terapi Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation Dan InfraredDengan Kualitas Hidup Pasien Osteoarthritis Lutut.

TerapiTrancutaneus Electrical Nerve Stimulation(TENS)

danInfrared

Gambar

Gambar 1. A Kiri : Gambar Sendi Lutut Normal.B. Kanan :gambar sendi lutut yang mengalami
Gambar 2. Kriteria Penilaian OA menurut Kellgren-Lawrence (sumber: .
Tabel 2.1 Kriteria OA lutut menurut klasifikasi American College of Reumathology (ACR - ICD
Gambar 3. Teori gate control (sumber: Physical Medicine and Rehabilitation Board Review)

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Nayeri (2011) Perawat merupakan salah satu di antara karyawan yang hidupnya dipengaruhi oleh kualitas kehidupan kerja (QWL) sebagai konsekuensi dari perubahan

Di dalam Rapat Paripurna DPRD Kota Yogyakarta/yang diadakan tadi siang empat komisi telah berhasil dibentuk // Menurut Sekertaris DPRD Kota Yogyakarta, Nur Affandi, empat komisi

tanaman obat terkait erat dengan neraca pasokan dan permintaannya, serta teknologi yang tersedia.Terdapat 31 tanaman obat yang volume penggunaannya cukup besar yaitu

Jenis tanaman kehutanan yang digunakan yaitu, trembesi ( Samanea saman ) , sengon ( Falcataria moluccana ) , sengon buto ( Enterolobium cyclocarpum ) , randu ( Ceiba

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini yaitu menganalisa daya penyerapan air laut pada Material Komposit serat pelepah sawit per 24 jam selama 9 hari

Hasil analisis atas jalur mediasi yang pertama menunjukkan terdapat pengaruh tidak langsung secara positif dan signifikan oleh intellectual capital

[r]

Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan keterampilan menulis karangan dengan teknik pengajaran mengarang bersama melalui media gambar seri pada peserta didik kelas