• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGOPTIMUMAN FUNGSI TAKLINEAR DENGAN METODE KUASI NEWTON: TEORI DAN APLIKASINYA MOCHAMMAD GIA PRIYANA PAJAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGOPTIMUMAN FUNGSI TAKLINEAR DENGAN METODE KUASI NEWTON: TEORI DAN APLIKASINYA MOCHAMMAD GIA PRIYANA PAJAR"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

PENGOPTIMUMAN FUNGSI TAKLINEAR DENGAN

METODE KUASI NEWTON: TEORI DAN APLIKASINYA

MOCHAMMAD GIA PRIYANA PAJAR

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengoptimuman Fungsi Taklinear dengan Metode Kuasi Newton: Teori dan Aplikasinya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2017

Mochammad Gia Priyana Pajar

(4)

ii

ABSTRAK

MOCHAMMAD GIA PRIYANA PAJAR. Pengoptimuman Fungsi Taklinear dengan Metode Kuasi Newton: Teori dan Aplikasinya. Dibimbing oleh BIB PARUHUM SILALAHI dan SISWANDI.

Pengoptimuman fungsi taklinear tak berkendala dapat diselesaikan dengan metode kuasi Newton. Kelebihan dari metode ini adalah tidak perlu mencari invers matriks Hesse, melainkan menggantinya dengan suatu matriks yang mendekati nilai invers matriks Hesse. Untuk mendapatkan matriks penggantinya digunakan metode Davidon-Fletcher-Powell (DFP) atau Broyden-Fletcher-Golfarb-Shanno (BFGS). Karya ilmiah ini mengonstruksi invers matriks Hesse kemudian melihat sifat kedefinitan matriks yang diperoleh dari metode DFP atau BFGS. Perangkat lunak yang digunakan untuk membantu proses komputasi adalah MATLAB R2011b. Hasil numerik pada lima fungsi yang diujikan menunjukkan jumlah iterasi metode DFP dan BFGS pada umumnya sama, pada fungsi Rosenbrock.

Kata kunci: Kuasi Newton, Davidon-Fletcher-Powell (DFP), Broyden-Fletcher-Golfarb-Shanno (BFGS), Pengoptimuman

ABSTRACT

MOCHAMMAD GIA PRIYANA PAJAR. Optimization of the Nonlinear Function Using Quasi Newton Method: Theory and Application. Supervised by BIB PARUHUM SILALAHI and SISWANDI.

Unconstrained nonlinear optimization can be solved by using quasi Newton method. In this method is that finding the inverse of the Hessian matrix is unnecessary but replacing it with approximation of the Hessian matrix invers. For obtaining Hessian matrix, it is used Davidon-Fletcher-Powell (DFP) or Broyden-Fletcher-Golfarb-Shanno (BFGS). This manuscript reconstructs Hessian matrix inverse then analyze its positive definiteness property of DFP and BFGS methods. A software that used for computation is MATLAB R2011b. The numerical result in five functions that tested shows the number of iteration in DFP and BFGS method almost the same, except for the Rosenbrock function.

Keyword: Quasi Newton, Davidon-Fletcher-Powell (DFP), Broyden-Fletcher-Golfarb-Shanno (BFGS),Optimization

(5)

iii

PENGOPTIMUMAN FUNGSI TAKLINEAR DENGAN

METODE KUASI NEWTON: TEORI DAN APLIKASINYA

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Matematika

(6)
(7)
(8)

vi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Bapak Saepudin dan ibu Nurjamilah tercinta, kakak (Dian, Suci, Amir, Eko), keponakan (Nada, Naya, Raisa), dan keluarga besar yang selalu memberikan doa, kasih sayang, dukungan dan motivasi tanpa henti,

2. Dr Ir Bib Paruhum Silalahi, MKom selaku pembimbing I dan Drs Siswandi, MSi selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, ilmu, kesabaran, motivasi, dan bantuannya selama penulisan karya ilmiah ini, serta Dra Farida Hanum, MSi selaku penguji yang telah memberikan ilmu dan sarannya,

3. Alia Nisfi Jayanti, Fariz, Nala, Ria, Hesty, Fuji, Rani, Dara, Lina dan Kemal yang telah menjadi sahabat seperjuangan di IPB, yang sering mendoakan dan memberi semangat, serta keceriaan,

4. teman-teman Halal FC yang selalu memberikan semangat, sebagai penghibur diri dan tempat menyalurkan hobi dikala jenuh dengan perkuliahan,

5. teman-teman Soulmath Matematika 49 yang telah berjuang bersama dan membantu penulis dalam kegiatan belajar,

6. seluruh staf tata usaha, kakak-kakak Matematika 47, 48, adik-adik Matematika 50 dan 51, serta sahabat yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah memberikan semangat, doa, dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan khususnya Matematika dan menjadi inspirasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

Bogor, Februari 2017

(9)

vii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Metode Kuasi Newton 8

Metode Davidon-Fletcher-Powell (DFP) 11

Metode Broyden-Fletcher-Goldfarb-Shanno (BFGS) 15

Algoritme Kuasi Newton 20

Contoh Perhitungan Metode Kuasi Newton 21

Hasil Numerik 23

SIMPULAN 26

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 28

(10)

viii

DAFTAR TABEL

1 Fungsi Kuadratik 22

2 Fungsi Variably dimensioned 23

3 Fungsi Brown badly scaled 24

4 Fungsi Beale 24

5 Fungsi Powell badly scaled 25

6 Fungsi Rosenbrock 25

DAFTAR GAMBAR

1 Plot tiga dimensi fungsi kuadratik 23

2 Plot tiga dimensi fungsi Variably dimensioned menggunakan metode

DFP (a) dan BFGS (b) 23

3 Plot tiga dimensi fungsi Brown badly scaled menggunakan metode DFP

(a) dan BFGS (b) 24

4 Plot tiga dimensi fungsi Bealemenggunakan metode DFP (a) dan BFGS

(b) 24

5 Plot tiga dimeni fungsi Powell badly scaled menggunakan metode DFP

(a) dan BFGS (b) 25

6 Plot tiga dimensi fungsi Rosenbrock menggunakan metode DFP (a) dan

BFGS (b) 25

7 Iterasi untuk metode DFP dan BFGS 26

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sintaks program MATLAB R2011b metode kuasi Newton dalam

menyelesaikan 7 fungsi yang diujikan 28

2 Hasil komputasi program MATLAB R2011b untuk metode DFP dan metode BFGS dalam menyelesaikan fungsi Variably dimensioned 31 3 Hasil komputasi program MATLAB R2011b untuk metode DFP dan

metode BFGS dalam menyelesaikan fungsi Brown badly scaled 32 4 Hasil komputasi program MATLAB R2011b untuk metode DFP dan

metode BFGS dalam menyelesaikan fungsi Beale 33

5 Hasil komputasi program MATLAB R2011b untuk metode DFP dan metode BFGS dalam menyelesaikan fungsi Powell badly scaled 34 6 Hasil komputasi program MATLAB R2011b untuk metode DFP dan

metode BFGS dalam menyelesaikan fungsi Rosenbrock 39

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sekarang ini secara tidak sadar manusia sering berhadapan dengan permasalahan optimasi dalam kehidupan sehari-hari, misalnya persoalan mencari penyelesaian termurah dengan memenuhi segala kendala yang ada. Optimasi yang dilakukan oleh masyarakat awam lebih banyak dilandasi oleh intuisi daripada teori optimasi. Seiring berkembangnya teknologi dan permasalahan pengoptimuman yang semakin kompleks, banyak metode yang terus dikembangkan oleh para ilmuwan. Pengetahuan akan dasar-dasar pengoptimuman yang sederhana ataupun yang kompleks sangat diperlukan sebagai penunjang pengembangan metode baru. Permasalahan optimasi dapat berbentuk linear dan taklinear. Untuk bentuk linear, bentuk ini paling banyak diformulasikan dan diselesaikan pada masalah pengoptimuman, terutama di bidang manajemen, finansial dan aplikasi ekonomi. Untuk bentuk taklinear, secara alami muncul di bidang ilmu fisika dan tehnik kemudian mulai digunakan di bidang manajemen dan ilmu ekonomi (Nocedal & Wright 2006). Proses komputasi pada model berbentuk taklinear biasanya sulit dilakukan, oleh karena itu dibutuhkan teknik-teknik pengoptimuman dan pendekatan secara numerik dengan bantuan komputer supaya mempermudah proses komputasi.

Sebelumnya permasalahan pengoptimuman fungsi taklinear tak berkendala telah ditulis oleh Shalahuddin (2016) dengan metode conjugate gradient, Septiani (2015) dengan metode steepest descent dan metode Barzilai-Borwein dan Oktaviani (2014) dengan metode two-point stepsize gradient. Karya ilmiah ini akan membahas penggunaan metode kuasi Newton untuk menentukan solusi dari masalah pengoptimuman fungsi taklinear tak berkendala.

Metode kuasi Newton merupakan modifikasi dari metode Newton untuk menyelesaikan pemrograman taklinear. Ide dasar dari metode kuasi Newton adalah mengganti invers matriks Hesse pada metode Newton dengan suatu matriks yang mendekati nilai invers matriks Hesse yang sebenarnya. Karena tidak membutuhkan turunan kedua, terkadang metode kuasi Newton lebih efisien dari metode Newton. Secara umum algoritmenya hampir sama dengan metode Newton, yang membedakan yaitu pada pembaharuan matriks Hesse yang sudah diaproksimasi.

Terdapat beberapa formula untuk memperbaharui nilai pendekatan invers matriks Hesse pada tiap iterasinya di antaranya adalah Rank One Update, Davidon-Fletcher-Powell (DFP), Broyden-Fletcher-Golfarb-Shanno (BFGS), Powell-symmetric-Broyden (PSB).Metode BFGS merupakan pengembangan dari metode DFP, dan metode BFGS ini merupakan metode yang paling efektif untuk saat ini (Nocedal & Wright 2006), oleh karena itu pada karya ilmiah ini pembahasan akan dititikberatkan pada Metode DFP dan BFGS yang bersumber pada (Chong & Zak 2001), dengan harapan dapat menjadi landasan teori yang kuat dalam pengembangan metode baru. Kemudian penulis menerapkan metode DFP dan BFGS dalam suatu perangkat lunak MATLAB R2011b dan menentukan solusi permasalahan pengoptimuman fungsi taklinear.

(12)

2

Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. mengonstruksi pendekatan invers matriks Hesse,

2. menunjukkan sifat definit positif metode DFP dan metode BFGS,

3. menentukan solusi minimum dari beberapa masalah pengoptimuman taklinear tak berkendala dengan menggunakan algoritme kuasi Newton dan dibantu perangkat lunak MATLAB R2011b.

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bagian ini akan dibahas teori-teori yang digunakan dalam menyusun karya ilmiah ini, yaitu meliputi fungsi kuadratik, hasil kali dalam, norma vektor, keoptimuman, fungsi konveks, kedefinitan matriks, dan metode Newton.

Fungsi Kuadratik

Suatu fungsi 𝑓 dinamakan fungsi kuadratik dalam 𝑛 variabel jika dapat dituliskan sebagai

𝑓(𝐱) =1

2𝐱𝑇𝐴𝐱 + 𝐛𝑇𝐱 + 𝑐, (1)

dengan 𝑐 ∈ ℝ, 𝐱, 𝐛 ∈ ℝn dan 𝐴 merupakan matriks berukuran 𝑛 × 𝑛 (Luenberger dan Ye 2009).

Hasil Kali Dalam

Misalkan 𝐱, 𝐲 ∈ ℝ𝑛, hasil kali dalam dari vektor 𝐱 = (𝑥1,. . . , 𝑥𝑛) dan 𝐲 = (𝑦1,. . . , 𝑦𝑛) didefinisikan dengan

〈𝐱,𝐲〉 ≡ 𝐱𝑇𝐲 = ∑ 𝑥 𝑖𝑦𝑖 𝑛

𝑖=1 (2)

(Dennis dan Schnabel 1998).

Norma Vektor Definisi 1 (Norma)

Norma dari suatu vektor adalah fungsi dari ℝ𝑛 ke yang memunyai beberapa sifat. Jika 𝐱 ∈ ℝ𝑛, maka norma dari vektor 𝐱 dinyatakan dengan ‖𝐱‖. Berikut sifat-sifat norma vektor:

 ‖𝐱‖ ≥ 0, ∀ 𝐱 ∈ ℝ𝑛

 ‖𝛼𝐱‖ = |𝛼| ∙ ‖𝐱‖, ∀ 𝛼 ∈ ℝ, 𝐱 ∈ ℝ𝑛

 ‖𝐱 + 𝐲‖ ≤ ‖𝐱‖ + ‖𝐲‖,∀ 𝐱, 𝐲 ∈ ℝ𝑛 (Ketaksamaan segitiga) (Sauer 2012).

(13)

3 Definisi 2 (Norma Maksimum)

Norma maksimum dari vektor 𝐱 = (𝑥1,. . . , 𝑥𝑛) adalah ‖𝐱‖= max|𝐱𝑖| dengan 𝑖 =1,…,𝑛, merupakan nilai mutlak yang maksimum dari 𝐱 (Sauer 2012). Definisi 3 (Norma Euclid)

Norma Euclid dari vektor 𝐱 = (𝑥1,. . . , 𝑥𝑛) adalah ‖𝐱‖2 = (∑𝑛𝑖=1(𝑥𝑖)2)1/2 dengan 𝑖 =1,…,𝑛 (Dennis dan Schnabel 1998), atau dapat ditulis ‖𝐱‖2 =

√〈𝐱,𝐱〉 = √𝐱𝐓𝐲 (Chong & Zak 2001).

Teorema 1 (Pertidaksamaan Cauchy-Schwarz )

Untuk setiap vektor 𝐱,𝐲 ∈ ℝ𝑛. Pertidaksamaan Cauchy-Schwarz yaitu

|〈𝐱,𝐲〉| ≤ ‖𝐱‖‖𝐲‖. Kemudian persamaan

|〈𝐱,𝐲〉| = ‖𝐱‖‖𝐲‖ (3)

dipenuhi jika dan hanya jika 𝐱 = 𝛼𝐲 untuk 𝛼 ∈ ℝ (Chong & Zak 2001). Matriks Simetrik

Suatu matriks 𝐴 = (𝑎𝑖𝑗) berorde 𝑛 × 𝑛 disebut matriks simetrik jika

𝐴𝑇 = 𝐴, atau 𝑎𝑖𝑗 = 𝑎𝑗𝑖, ∀𝑖 ≠ 𝑗. Contoh: (84 -24), ( 1 3 -7 3 2 4 -7 4 2 ) (Leon 2001). Invers Matriks Definisi 4

Matriks 𝐴 berukuran 𝑛 × 𝑛 disebut taksingular atau invertible (dapat dibalikkan) jika ada matriks 𝐵 sehingga 𝐴𝐵 = 𝐵𝐴 = 𝐼, dengan 𝐼 adalah matriks identitas. Matriks 𝐵 dikatakan sebagai invers matriks 𝐴 (Leon 2001).

Keoptimuman Definisi 5

Misalkan 𝑓(𝐱) adalah suatu fungsi dengan 𝐱 ∈ ℝ𝑛 dan 𝐱̅ ∈ ℝ𝑛 . Jika

𝑓(𝐱̅) < 𝑓(𝐱); ∀𝐱 ∈ ℝ𝑛 maka 𝐱̅ disebut minimum global. Jika ∃𝜀 sehingga

𝑓(𝐱̅) < 𝑓(𝐱);∀𝐱 ∈ 𝑁𝜀(𝐱̅) maka 𝐱̅ disebut minimum lokal. Dan jika 𝑓(𝐱̅) < 𝑓(𝐱); ∀𝐱 ∈ 𝑁𝜀(𝐱̅), 𝐱̅ ≠ 𝐱 maka 𝐱̅ disebut minimum lokal sejati, dengan 𝑁𝜀(𝐱̅) = {𝐲: ‖𝐲 − 𝐱̅‖ ≤ 𝜀}, 𝐲 ∈ ℝ𝑛 (Bazaraa et al. 1993).

(14)

4

Kedefinitan Matriks Teorema 2

Misalkan 𝐴 adalah suatu matriks simetrik berukuran 𝑛 × 𝑛. Matriks 𝐴

disebut semidefinit positif jika dan hanya jika 𝐱𝑇𝐴𝐱 ≥0; ∀𝐱 ∈ ℝ𝑛 dan 𝐴 disebut definit positif jika dan hanya jika 𝐱𝑇𝐴𝐱 > 0; ∀𝐱 ≠ 0 di 𝑛 (Bazaraa et al. 1993). Teorema 3

Misalkan 𝐴 merupakan matriks simetrik berukuran 𝑛 × 𝑛. Matriks 𝐴 definit positif jika dan hanya jika matriks 𝐴 semidefinit positif dan taksingular (Bazaraa

et al. 1993). Teorema 4

Matriks simetrik 𝐴 disebut definit positif jika dan hanya jika semua nilai eigen dari matriks 𝐴 adalah positif (Chong & Zak 2001).

Teorema ini mengindikasi bahwa melalui pendiagonalan dapat ditunjukkan matriks semidefinit positif 𝐴 memiliki matriks akar kuadrat yang semidefinit positif yang memenuhi 𝐴1/2𝐴1/2 = 𝐴,

𝐴1/2 = 𝐵𝑇 ( 𝜆11 /2 0 𝜆21/2 0 𝜆⋱ 𝑛 1/2 ) 𝐵

dengan 𝐵 merupakan matriks yang kolom-kolomnya adalah vektor eigen dari matriks 𝐴 . Berdasarkan bentuk kuadrat 𝐱𝐓𝐴𝐱 dapat diekspresikan sebagai ‖𝐴1/2𝐱‖2.

Fungsi Konveks dan Matriks Hesse Definisi 6 (Himpunan Konveks)

Himpunan 𝐶 di ℝ𝑛 adalah konveks jika untuk setiap 𝐱 dan 𝐲 di 𝐶, segmen garis yang menghubungkan 𝐱 dan 𝐲 juga berada di 𝐶 (Peressini et al. 1998). Definisi 7 (Fungsi Konveks)

Misalkan fungsi 𝑓(𝐱)terdefinisi di himpunan konveks 𝐶 di ℝ𝑛. Maka: 1. fungsi 𝑓 disebut fungsi konveks di 𝐶 jika 𝑓(𝛼𝐱1+ (1− 𝛼)𝐱2) ≤ 𝛼𝑓(𝐱1) +

(1− 𝛼)𝑓(𝐱2), ∀𝐱1,𝐱2 ∈ 𝐶 dan ∀𝛼 ∈ [0,1],

2. fungsi 𝑓 disebut fungsi strictly convex di 𝐶 jika 𝑓(𝛼𝐱1+ (1− 𝛼)𝐱2) < 𝛼𝑓(𝐱1) + (1− 𝛼)𝑓(𝐱2), ∀𝐱1,𝐱2∈ 𝐶 dengan 𝐱1 ≠ 𝐱2 dan ∀𝛼 ∈ [0,1] (Peressini

et al. 1998).

Vektor Gradien dan Matriks Hesse

Misalkan 𝑓(𝐱) = 𝑓(𝑥1,𝑥2,..., 𝑥𝑛) adalah fungsi smooth, yaitu fungsi yang turunan parsial pertama dan turunan parsial keduanya kontinu. Didefinisikan vektor gradien dari suatu fungsi 𝑓 di titik 𝐱 dengan

(15)

5 ∇𝑓(𝐱) = (𝜕𝑓 𝜕𝑥1(𝐱), 𝜕𝑓 𝜕𝑥2(𝐱), …, 𝜕𝑓 𝜕𝑥𝑛(𝐱)) 𝑇 , dan ∇2𝑓(𝐱) = {𝜕 2𝑓(𝐱) 𝜕𝐱𝑖𝜕𝐱𝑗}

disebut matriks Hesse dan dinotasikan dengan

𝐻(𝐱) = ( 𝜕2𝑓(𝐱) 𝜕𝑥12 𝜕2𝑓(𝐱) 𝜕𝑥1𝑥2 𝜕2𝑓(𝐱) 𝜕𝑥2𝑥1 𝜕2𝑓(𝐱) 𝜕𝑥22 ⋯ 𝜕2𝑓(𝐱) 𝜕𝑥1𝑥𝑛 𝜕2𝑓(𝐱) 𝜕𝑥2𝑥𝑛 ⋮ ⋱ ⋮ 𝜕2𝑓(𝐱) 𝜕𝑥𝑛𝑥1 𝜕2𝑓(𝐱) 𝜕𝑥𝑛𝑥2 ⋯ 𝜕 2𝑓(𝐱) 𝜕𝑥𝑛𝑥𝑛) (Peressini et al. 1998). Teorema 5

Misalkan fungsi 𝑓: ℝ𝑛 → ℝ terturunkan dua kali di 𝐱̅. Jika ∇𝑓(𝐱̅) = 𝟎 dan

𝐻(𝐱̅) semidefinit positif maka 𝐱 adalah minimum lokal (Bazaraa et al. 1993). Teorema 6 (Kekonveksan Fungsi dan Matriks Hesse)

Misalkan 𝑓(𝐱) memunyai turunan parsial kedua yang kontinu pada himpunan konveks buka 𝐶 di ℝ𝑛. Jika

1. matriks Hesse 𝐻(𝐱) dari 𝑓 adalah semidefinit positif pada 𝐶, maka 𝑓 adalah fungsi konveks pada 𝐶

2. matriks Hesse 𝐻(𝐱) dari 𝑓 adalah definit positif pada 𝐶, maka 𝑓 adalah fungsi

strictly convex pada 𝐶 (Peressini et al. 1998). Teorema 7

Misalkan 𝑓(𝐱) fungsi konveks dan 𝑓(𝐱) merupakan fungsi yang akan diminimumkan, dengan 𝐱 ∈ ℝ𝑛. Jika 𝐱̅ ∈ ℝ𝑛 merupakan minimum lokal sejati atau 𝑓 adalah fungsi strictly convex maka 𝐱̅ adalah solusi tunggal minimum global yang merupakan minimum lokal (Bazaraa et al. 1993).

Teorema Taylor

Misalkan 𝐱∗, 𝐱 merupakan titik di 𝑛 dan 𝑓(𝐱) merupakan fungsi dengan 𝑛 variabel yang turunan parsial pertama dan keduanya kontinu pada himpunan terbuka yang mengandung segmen garis [𝐱∗,𝐱] = {𝐰 ∈ ℝ𝒏: 𝐰 = 𝐱∗+ 𝑡(𝐱 − 𝐱∗);0≤ 𝑡 ≤1} yang menghubungkan 𝐱∗dan 𝐱, maka ada vektor 𝐳 ∈ [𝐱∗,𝐱]

sehingga

𝑓(𝐱) = 𝑓(𝐱∗) + ∇𝑓(𝐱)(𝐱 − 𝐱) +1

2(𝐱 − 𝐱∗)𝐻(𝐳)(𝐱 − 𝐱∗) (Peressini et al. 1998).

(16)

6

Metode Newton

Metode Newton adalah suatu algoritme untuk menentukan nilai minimum dari fungsi taklinear. Misalkan diberikan fungsi 𝑓(𝐱) yang terturunkan di ℝ𝑛. Untuk meminimumkan 𝑓(𝐱) maka harus dipenuhi persamaan berikut

𝛻𝑓(𝐱) = 𝟎.

Berdasarkan Teorema Taylor di sekitar 𝐱 = 𝐱𝑘 berlaku

𝑓(𝐱) = 𝑓(𝐱𝒌) + (𝐱 − 𝐱𝑘)𝑇∇𝑓(𝐱𝑘) + 1

2(𝐱 − 𝐱𝑘)

𝑇𝐻(𝐱

𝑘)(𝐱 − 𝐱𝑘).

Jika fungsi 𝑓(𝐱) memunyai nilai minimum di 𝐱, maka 𝐱 merupakan titik kritis pada 𝑓(𝐱), yaitu

0 = ∇𝑓(𝐱) = ∇𝑓(𝐱𝑘) + (𝐱 − 𝐱𝑘)𝑇2𝑓(𝐱 𝑘).

Dari persamaan di atas diperoleh langkah iterasi untuk menyelesaikan masalah pengoptimuman sebagai berikut

𝐱𝑘+1 = 𝐱𝑘− [∇2𝑓(𝐱𝑘)]−1∇𝑓(𝐱 𝑘), 𝐱𝑘+1 = 𝐱𝑘− 𝐻(𝐱𝑘)−1∇𝑓(𝐱𝑘), atau biasa ditulis

𝐱𝑘+1 = 𝐱𝑘+ 𝐝𝑘, dengan 𝐝𝑘 = −𝐻(𝐱𝑘)−1𝛻𝑓(𝐱𝑘) (Peressini et al. 1998).

Exact Line Search

Exact line search adalah metode untuk menentukan ukuran langkah dari suatu proses iterasi yang akan membantu proses iterasi menuju suatu nilai yang meminimumkan fungsi.

Misalkan suatu proses iterasi untuk menyelesaikan masalah pengoptimuman tersebut sebagai berikut

𝐱𝑘+1 = 𝐱𝑘+ 𝜆𝑘𝐝𝑘.

Untuk membantu iterasi lebih cepat menuju kekonvergenan maka dicari nilai 𝜆𝑘

yang sesuai untuk menjamin bahwa

(17)

7 Dengan formula berikut akan dipilih 𝜆𝑘 yang meminimumkan 𝑓 dengan mencari turunan 𝑓(𝐱𝑘+ 𝜆𝐝𝑘) terhadap 𝜆

𝜆𝑘 = argmin{𝑓(𝐱𝑘+ 𝜆𝐝𝑘)} 𝜆𝑘= min{𝜆 ≥ 0 | 𝛁𝒇(𝐱𝑘+ 𝝀𝐝𝑘)𝑻𝐝

𝑘 = 0}.

(Sun & Yuan 2006).

Formula Sherman-Morrison-Woodbury (SMW)

Formula ini akan digunakan pada pembuktian formula BFGS untuk mendapatkan ℋ𝑘+1.

Misalkan 𝐴 adalah matriks berukuran 𝑛 × 𝑛 dan taksingular. Misalkan 𝑈,𝑉

merupakan vektor kolom di ℝ𝑛×𝑝 untuk 𝑝 =1,2,…,𝑛 dan 𝐼 + 𝑉𝑇𝐴−1𝑈 matriks taksingular maka 𝐴̂ = 𝐴 + 𝑈𝑉𝑇 taksingulardan

(𝐴̂)−1 = 𝐴−1− 𝐴−1𝑈𝐶−1𝑉𝑇𝐴−1 dengan 𝐶 = 𝐼 + 𝑉𝑇𝐴−1𝑈, 𝑈 = [𝑢1, 𝑢2,…,𝑢𝑘], 𝑉 = [𝑣1,𝑣2,...,𝑣𝑘] (Householder 1975).

Contoh: misalkan diketahui matriks taksingular 𝐴 = [1 1

3 4], dengan bentuk 𝐴 = 𝐵 + 𝑈𝑉𝑇. Dengan formula SMW akan ditentukan nilai invers dari 𝐴,

𝐴−1 = (𝐵 + 𝑈𝑉𝑇)−1 atau dapat ditulis 𝐴−1= (𝐵 + ∑ 𝐮 𝑖𝐯𝑖𝑻 𝑛 𝑖=1 ) −1 . Berdasarkan formula SMW 𝐴−1 = 𝐵−1− 𝐵−1𝑈𝐶−1𝑉𝑇𝐵−1, atau ekuivalen dengan

(𝐵 + ∑ 𝐮𝑖𝐯𝑖𝑇 𝑛 𝑖=1 ) −1 = 𝐵−1− 𝐵−1𝑈𝐶−1𝑉𝑇𝐵−1, dengan 𝐶𝑖𝑗 = 𝛿𝑖𝑗 + 𝐯𝑖𝑇𝐵−1𝐮 𝑗,

dan 𝛿𝑖𝑗 merupakan elemen baris ke-𝑖 dan kolom ke-𝑗 dari matriks 𝐼 = [1 0 0 1].

Untuk kasus ini dipilih 𝑛 =2 sehingga 𝐴 = 𝐵 + ∑2𝑖=1𝐮𝑖𝐯𝑖𝑇. Misalkan 𝐵 = [1 0 0 1]

maka 𝐵−1= [1 0

0 1], agar 𝐴 dipenuhi maka dipilih 𝐮1 = [ 0 1], 𝐯1 = [ 3 1], 𝐮2 = [ 1 2], dan 𝐯2 = [0 1]. Jadi 𝐴 = [1 1 3 4] = [ 1 0 0 1] + [ 0 1] [3 1] + [ 1 2] [0 1]

(18)

8

= 𝐵 + ∑ 𝐮𝑖𝐯𝑖𝑇 2

𝑖=1

.

Kemudian akan ditentukan elemen dari matriks 𝐶 sebagai berikut

𝐶11= 𝛿11+ 𝐯1𝑇𝐵−1𝐮1 = 1 + [3 1] [10 01] [01] = 2, 𝐶22 = 𝛿22+ 𝐯2𝑇𝐵−1𝐮

2 = 3, 𝐶12= 𝛿12+ 𝐯1𝑇𝐵−1𝐮2 = 5,

𝐶21 = 𝛿21+ 𝐯2𝑇𝐵−1𝐮1 = 1.

Matriks 𝐶 dapat ditulis dalam bentuk

𝐶 = [2 5 1 3], 𝐶

−1= [ 3 −5

−1 2 ].

Kemudian substitusi 𝐵−1, 𝐮1, 𝐮2, 𝐯1, 𝐯2, dan 𝐶−1 ke formula SMW, sehingga 𝐴−1 = [1 0 0 1] − [ 1 0 0 1] [ 0 1 1 2] [ 3 −5 −1 2 ] [ 3 1 0 1] [ 1 0 0 1] 𝐴−1 = [ 4 −1 −3 1 ].

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini akan dibahas teori metode kuasi Newton dan sifat kedefinitan pendekatan invers matriks Hesse. Selanjutnya, akan ditentukan nilai minimum dari fungsi taklinear dengan dibantu perangkat lunak MATLAB R2011b.

Metode Kuasi Newton

Metode kuasi Newton merupakan pengembangan dari metode Newton. Pada metode Newton, proses komputasi memerlukan waktu yang relatif lama karena harus mencari invers dari matriks Hesse pada tiap iterasinya. Metode kuasi Newton ini mempermudah proses komputasi dengan mendekati nilai invers matriks Hesse. Metode kuasi Newton melakukan pencarian solusi secara iteratif yang dimulai dari satu titik solusi kemudian melakukan pencarian ke arah titik solusi lain dengan menggunakan titik solusi sebelumnya. Metode kuasi Newton hanya membutuhkan gradien dari fungsi objektif sebagai informasi pada setiap iterasinya (Nocedal dan Wright 2006).

Metode kuasi Newton menyelesaikan permasalahan pengoptimuman tak berkendala. Misalkan permasalahan pengoptimuman tak berkendala sebagai berikut

(19)

9

𝐱 ∈ ℝ𝑛,

dengan 𝑓: ℝ𝑛 → ℝ merupakan fungsi yang turunan parsial pertama dan turunan parsial kedua kontinu. Suatu proses iterasi untuk menyelesaikan masalah pengoptimuman tersebut pada metode Newton yaitu

𝐱𝑘+1 = 𝐱𝑘− 𝜆𝑘𝐻𝑘−1∇𝑓(𝐱𝑘)𝑇. (4) Jika 𝐻𝑘−1 diganti dengan suatu matriks ℋ𝑘 yang merupakan pendekatan dari nilai 𝐻𝑘−1 maka

𝐱𝑘+1 = 𝐱𝑘− 𝜆𝑘ℋ𝑘∇𝑓(𝐱𝑘)𝑇,

𝐱𝑘+1 = 𝐱𝑘+ 𝜆𝑘𝐝𝑘, (5) dengan

𝐝𝑘 = −ℋ𝑘𝛁𝒇(𝐱𝑘)𝑇,

dan ℋ𝑘 adalah matriks simetrik definit positif berukuran 𝑛 × 𝑛. 𝑘 menunjukkan banyaknya iterasi untuk memperoleh pendekatan nilai yang optimal dari suatu fungsi, 𝜆𝑘 adalah ukuran langkah yang diperoleh dengan exact line search dan

∇𝑓(𝐱) adalah vektor baris berdimensi 𝑛.

Teorema berikut akan menjelaskan pengonstruksian invers matriks Hesse, kemudian akan dilakukan pendekatan invers matriks Hesse oleh matriks ℋ𝑘. Teorema 8: Misalkan 𝑓 suatu fungsi di ℝ𝑛 yang memiliki turunan parsial kedua kontinu. Misalkan terdapat dua titik yaitu 𝐱𝑘+1 dan 𝐱𝑘 . Jika𝐠𝐤+1 = ∇𝑓(𝐱𝑘+1)𝑇, 𝐠𝑘 = 𝛁𝒇 (𝐱𝑘)𝑇, 𝐩𝑘= 𝐱𝑘+1− 𝐱𝑘 dan 𝐻(𝐱𝑘) merupakan matriks Hesse, maka

𝐪𝑘 ≡ 𝐠𝑘+1− 𝐠𝑘 ≈ 𝐻(𝐱𝑘)𝐩𝑘. (6) Jika nilai setiap elemen matriks Hesse 𝐻(𝐱𝑘) merupakan konstanta atau dapat disebut 𝐻 konstan maka

𝐪𝑘≡ 𝐠𝑘+1− 𝐠𝑘 = 𝐻𝐩𝑘 (7)

(Luenberger & Ye 2009).

Bukti: Berdasarkan Teorema Taylor di sekitar 𝐱 = 𝐱𝑘 berlaku

𝑓(𝐱) = 𝑓(𝐱𝑘) + (𝐱 − 𝐱𝑘)𝑇𝜵𝒇(𝐱𝑘) + 1

2(𝐱 − 𝐱𝑘)𝑇𝐻(𝐱𝑘)(𝐱 − 𝐱𝒌).

Kemudian turunan parsial pertama dari persamaan di atas dapat dinyatakan sebagai berikut

∇𝑓(𝐱) = ∇𝑓(𝐱𝒌) + 𝐱𝑻𝐻(𝐱

𝑘) − 𝐱𝑘𝑻𝐻(𝐱𝑘) (8) sehingga

(20)

10

∇𝑓(𝐱𝑘+1) − ∇𝑓(𝐱𝑘) ≈ 𝐱𝑇𝑘+1𝐻(𝐱𝑘) − 𝐱𝑘𝑇𝐻(𝐱𝑘) = (𝐱𝑘+1− 𝐱𝑘)𝑇𝐻(𝐱𝑘) = 𝐩𝑘𝑇𝐻(𝐱𝑘).

Karena ∇𝑓(𝐱𝑘+1)𝑇 = 𝐠𝑘+1dan ∇𝑓 (𝐱𝑘)𝑇= 𝐠𝑘, maka diperoleh persamaan (6) yaitu

𝐠𝑘+1− 𝐠𝑘 = 𝐻(𝐱𝑘)𝐩𝑘.

Dengan cara yang sama persamaan (7) juga dapat dibuktikan.

Misalkan matriks 𝐻 konstan (setiap elemen-elemen matriksnya bernilai konstanta), seperti pada persamaan (8) maka persamaannya akan menjadi

∇𝑓(𝐱) = ∇𝑓(𝐱𝑘) + 𝐱𝑇𝐻 − 𝐱𝑘𝑇𝐻 sehingga

∇𝑓(𝐱𝑘+1) − ∇𝑓(𝐱𝑘) = 𝐱𝑘+𝑇 1𝐻 − 𝐱𝑘𝑇𝐻 = (𝐱𝑘+1− 𝐱𝑘)𝑇𝐻 = 𝐩𝑘𝑇𝐻.

Berdasarkan persamaan (7) diberikan 𝑘, matriks 𝐻−1 memenuhi

𝐻−1𝐪

𝑖 = 𝐩𝑖, 0 ≤ 𝑖 ≤ 𝑘. Misalkan ℋ𝑘+1 merupakan pendekatan dari matriks 𝐻−1 maka

𝑘+1𝐪𝑖 = 𝐩𝑖, 0 ≤ 𝑖 ≤ 𝑘. Jika terdapat 𝑛 langkah maka

ℋ𝑛q0 = 𝐩0,

𝑛q1 = 𝐩1,

𝑛q𝑛−1 = 𝐩𝑛−1. Persamaan tersebut dapat ditulis sebagai

𝑛[𝐪0, 𝐪1, … , 𝐪𝑛−1] = [𝐩0, 𝐩1, … , 𝐩𝑛−1]. Matriks 𝐻−1 memenuhi

𝐻−1[𝐪

(21)

11

Jika [𝐪0, 𝐪1, … , 𝐪𝑛−1]nonsingular, maka 𝐻−1 akan diperoleh setelah 𝑛 langkah

𝐻−1= ℋ𝑛 = [𝐩0, 𝐩1, … , 𝐩𝑛−1][𝐪0, 𝐪1, … , 𝐪𝑛−1]−1, dengan kata lain

ℋ𝑘+1𝐪𝑘= 𝐩𝑘. (9)

Selanjutnya akan dibahas proses pembentukan formula ℋ𝑘+1dan sifat definit positif dari formula yang digunakan pada karya ilmiah ini (DFP dan BFGS) berdasarkan informasi pada persamaan (9).

Metode Davidon-Fletcher-Powell (DFP)

Metode DFP merupakan metode kuasi Newton yang menggunakan formula DFP untuk mendekati nilai invers matriks Hesse. Pada tahun 1950 Davidon, Fletcher dan Powell adalah ilmuwan yang memelopori cara pendekatan terhadap invers matriks Hesse. Ide awalnya berasal dari Davidon, kemudian dikembangkan oleh Fletcher dan Powell.

Metode DFP juga disebut sebagai Rank Two Update dengan bentuk umum

ℋ𝑘+1 = ℋ𝑘+ 𝛼𝐮𝐮𝑇+ 𝛽𝐯𝐯𝑇, (10) dengan 𝐮,𝐯 merupakan vektor dan 𝛼,𝛽 merupakan konstanta.

Untuk mendapatkan formulanya, substitusi persamaan (10) ke persamaan (9) maka diperoleh ℋ𝑘+1𝐪𝑘 = 𝐩𝑘, (ℋ𝑘+ 𝛼𝐮𝐮𝑇+ 𝛽𝐯𝐯𝑇)𝐪𝑘 = 𝐩𝑘, ℋ𝑘𝐪𝑘+ 𝛼(𝐮𝑇𝐪 𝑘)𝐮 + 𝛽(𝐯𝑇𝐪𝑘)𝐯 = 𝐩𝑘, 𝛼(𝐮𝑇𝐪 𝑘)𝐮 + 𝛽(𝐯𝑇𝐪𝑘)𝐯 = 𝐩𝑘− ℋ𝑘𝐪𝑘. (11) Pilih 𝐮 = 𝐩𝑘 dan 𝐯 = ℋ𝑘𝐪𝑘, kemudian disubstitusi ke persamaan (11)

𝛼(𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘)𝐩𝑘+ 𝛽(𝐪𝑘𝑇ℋ𝑘𝐪𝑘)ℋ𝑘𝐪𝑘 = 𝐩𝑘− ℋ𝑘𝐪𝑘, agar persamaan tersebut dapat diselesaikan, maka dipilih

𝛼 = 1

𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘, 𝛽 = −

1

𝐪𝑘𝑇ℋ𝑘𝐪𝑘,

(22)

12 ℋ𝑘+1 = ℋ𝑘+ 𝐩𝑘𝐩𝑘𝑇 𝐩𝑘𝑇𝐪 𝑘 −ℋ𝑘𝐪𝑘𝐪𝑘 𝑇 𝑘 𝐪𝑘𝑇 𝑘𝐪𝑘 . (12) Formula ℋ𝑘+1 pada (12) merupakan formula yang digunakan untuk mendekati nilai dari invers matriks Hesse pada metode DFP. Selanjutnya akan dibahas sifat definit positif dari matriks ℋ𝑘+1 pada formula (12).

Sifat Definit Positif

Berikut ini akan diperlihatkan bahwa bila ℋ𝑘 definit positif, maka ℋ𝑘+1

juga definit positif. Hal ini untuk menjamin iterasi menuju suatu nilai yang meminimumkan fungsi pada metode DFP.

Lema 1: Jika ℋ𝑘merupakan matriks simetrik definit positif maka ℋ𝑘+1definit positif (𝐱𝑇ℋ𝑘+1𝐱 > 0 untuk setiap 𝐱 ≠ 𝟎 dengan 𝐱 ∈ ℝ𝑛) jika dan hanya jika 𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘> 0 (Griva et al. 2009).

Bukti:

Jika persamaan (12) dikalikan dengan 𝐱𝐓 dan 𝐱 diperoleh

𝐱𝑇 𝑘+1𝐱 = 𝐱𝑇ℋ𝑘𝐱 + (𝐱𝑇𝐩 𝑘)2 𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘 − (𝐱𝑇 𝑘𝐪𝐤)2 𝐪𝑘𝑇ℋ𝑘𝐪𝑘 . (13)

Akibat dari Teorema 4 maka didefinisikan

𝐫 = ℋ𝑘1/2𝐱 , (14)

𝐬 = ℋ𝑘1/2𝐪𝑘, (15)

sehingga (13) dapat ditulis kembali sebagai berikut

𝐱𝑇 𝑘+1𝐱 = 𝐫𝑇𝐫 + (𝐱𝑇𝐩 𝑘)2 𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘 −(𝐫 𝑇𝐬)2 𝐬𝑇𝐬 = (𝐫 𝑇𝐫)(𝐬𝑇𝐬) − (𝐫𝑇𝐬)2 𝐬𝑇𝐬 − (𝐱𝑇𝐩 𝐤)2 𝐩𝑘𝑇𝐪 𝑘 = ‖𝐫‖ 2‖𝐬‖2− (〈𝐫,𝐬〉)2 ‖𝐬‖2 − (𝐱𝑇𝐩 𝐤)2 𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘 (16) Titik minimum dari 𝑓(𝐱k+1) relatif terhadap 𝜆 diperoleh dengan cara menurunkan fungsi tersebut terhadap 𝜆 dan 𝑑𝑓

𝑑𝜆=0. Dari persamaan (5) diperoleh 𝑓(𝐱𝑘+1) = 𝑓(𝐱𝑘+ 𝜆𝒅𝑘)

(23)

13 𝑑𝑓 𝑑𝜆= 𝛁𝒇(𝐱𝑘+ 𝜆𝒅𝑘)𝐝𝑘 = 𝛁𝒇(𝐱𝑘+1)𝐝𝑘 = 𝐝𝑘𝑇∇𝑓(𝐱𝑘+1)𝑇. Karena ∇𝑓(𝐱𝑘+1)𝑇 = 𝐠(𝐱𝑘+1) maka 𝐝𝑘𝑇𝐠(𝐱𝑘+1) =0. Jika persamaan tersebut dikalikan dengan 𝜆𝑘 diperoleh

𝜆𝑘𝐝𝑘𝑇𝐠(𝐱𝑘+1) =0. (17)

Karena 𝐩𝑘= 𝐱𝑘+1− 𝐱𝑘 dan dari persamaan (5) yaitu 𝐱𝑘+1 = 𝐱𝑘+ 𝜆𝑘𝐝𝑘 maka

𝐩𝑘 = 𝜆𝑘𝐝𝑘, (18)

oleh karena itu berdasarkan (17) dan (18) diperoleh

𝐩𝑘𝑇𝐠𝑘+1 =0. (19)

Karena 𝐪𝑘= 𝐠𝑘+1− 𝐠k, maka

𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘 = 𝐩𝑘𝑇(𝐠𝑘+1− 𝐠𝑘) = 𝐩𝑘𝑇𝐠𝑘+1− 𝐩𝑘𝑇𝐠𝑘. Dari persamaan (19), diperoleh

𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘 = −𝐩𝑘𝑇𝐠𝑘. (20)

Dengan menggunakan persamaan (18) dan 𝐝𝑘 = −ℋ𝑘𝐠𝑘 didapat

𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘= −𝐩𝑘𝑇𝐠𝑘 = −(𝜆𝑘𝐝𝑘)𝑇𝐠𝑘

= −(𝜆𝑘(−ℋ𝑘𝐠𝑘))𝑇𝐠𝑘

= 𝜆𝑘𝐠𝑘𝑇ℋ𝑘𝐠𝑘. (21)

Kemudian persamaan (21) disubstitusi ke persamaan (16), diperoleh

𝐱𝑇 (𝑘+1)𝐱 = (𝐫𝑇𝐫)(𝐬𝑇𝐬) − (𝐫𝑇𝐬)2 𝐬𝑇𝐬 + (𝐱𝑇𝐩 𝑘)2 𝜆𝑘𝐠𝑘𝑇ℋ𝑘𝐠𝑘

(24)

14 =‖𝐫‖ 2‖𝐬‖2− (〈𝐫,𝐬〉)2 ‖𝐬‖2 + (𝐱𝑇𝐩 𝑘)2 𝜆𝑘𝐠𝑘𝑇ℋ𝑘𝐠𝑘 . (22)

Ruas kanan pada persamaan (22) memiliki nilai yang taknegatif, pada suku pertama ruas kanan, pertidaksamaan Cauchy-Schwarz menyatakan bahwa

‖𝐫‖2‖𝐬‖2− (〈𝐫,𝐬〉)2 ≥ 0 memiliki nilai yang taknegatif. Pada suku kedua ruas kanan, karena pembilangnya berbentuk kuadrat dan penyebutnya menggunakan asumsi bahwa ℋ𝑘 definit positif sehingga suku kedua pada ruas kanan memiliki nilai taknegatif. Selanjutnya untuk membuktikan 𝐱𝑇ℋ𝑘+1𝐱 >0 untuk setiap 𝐱 ≠0, cukup menunjukkan bahwa ruas kanan pada persamaan (22) tidak bernilai nol. Berdasarkan Teorema 1, suku pertama pada ruas kanan akan bernilai nol

(‖𝐫‖2‖𝐬‖2 = (〈𝐫,𝐬〉)2) jika dan hanya jika 𝐫 = 𝛽𝐬, dengan 𝛽 ∈ ℝ . Untuk melengkapi bukti, akan ditunjukkan jika 𝐫 = 𝛽𝐬 maka

(𝐱𝑇𝐩

𝑘)2/(𝜆𝑘 𝐠𝑘𝑇 ℋ𝑘 𝐠𝑘 ) >0. Misalkan 𝐫 = 𝛽𝐬, berdasarkan persamaan (15) maka

𝐫 = 𝛽ℋ𝑘1/2𝐪𝑘, (23) kemudian persamaan (14) disubstitusi ke persamaan (23), diperoleh

𝑘1/2𝐱 = 𝛽ℋ𝑘1/2𝐪𝑘 ℋ𝑘1/2𝐱 = ℋ𝑘1/2𝛽𝐪𝑘

𝐱 = 𝛽𝐪𝑘. (24)

lalu persamaan (24) dan 𝐫 = 𝛽𝐬 disubstitusi ke persamaan (22), diperoleh

𝐱𝑇 (𝑘+1)𝐱 = ‖𝛽𝐬‖2‖𝐬‖2− (〈𝛽s,𝐬〉)2 ‖𝐬‖2 + (𝐪𝑘𝑇𝛽𝐩 𝑘)2 𝜆𝑘𝐠𝑘𝑇ℋ𝑘𝐠𝑘 .

Akibat dari Teorema 1 maka ‖𝛽𝐬‖2‖𝐬‖2 = (〈𝛽s,𝐬〉)2 sehingga ‖𝛽𝐬‖2‖𝐬‖2− (〈𝛽s,𝐬〉)2 = 0, diperoleh 𝐱𝐓 (𝑘+1)𝐱 = 0 + (𝐪𝑘𝑇𝛽𝐩 𝑘)2 𝜆𝑘𝐠𝑘𝑇ℋ𝑘𝐠𝑘 =𝛽 2(𝐩 𝑘 𝑇𝐪 𝑘)2 𝜆𝑘𝐠𝑘𝑇 𝑘𝐠𝑘 dari persamaan (21), diperoleh

= 𝛽 2(𝐩 𝑘 𝑇𝐪 𝑘)2 𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘 = 𝛽2𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘 > 0,

Karena 𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘 >0 maka 𝐱𝑇ℋ𝑘+1𝐱 > 0 untuk setiap 𝐱 ≠ 𝟎. Jadi, ℋ𝑘+1 definit positif (Chong & Zak 2001).

(25)

15 Metode Broyden-Fletcher-Goldfarb-Shanno (BFGS)

Algoritme kuasi Newton yang paling populer adalah metode BFGS. Pada tahun 1970 Broyden, Fletcher, Goldfarb dan Shanno mengusulkan formula alternatif untuk mendekati invers matriks Hesse pada metode Newton atau sekarang disebut sebagai metode BFGS. Metode BFGS ini adalah hasil pengembangan dari metode DFP. Konsep dasarnya yaitu dualitas atau

complementary.

Pendekatan nilai invers matriks Hesse yang diperoleh akibat dari (9) dengan persamaannya sebagai berikut

ℋ𝑘+1𝐪𝑘= 𝐩𝑘.

Untuk mendekati nilai dari matriks Hesse 𝐻−1 sama artinya mendekati nilai matriks Hesse 𝐻 itu sendiri. Misalkan 𝐵𝑘 merupakan estimasi dari 𝐻 untuk 𝑘

langkah. Berdasarkan persamaan (7), maka

𝐪𝑘 = 𝐻𝐩𝑘.

𝐪𝒌= 𝐵𝑘+1𝐩𝑘 (25)

Persamaan tersebut serupa dengan persamaan (9) untuk ℋ𝑘+1; yang membedakannya adalah dengan menukar ℋ𝑘 menjadi 𝐵𝑘 dan 𝐪𝑘 menjadi 𝐩𝑘. Jadi nilai 𝐵𝑘pada BFGS saling bersesuaian dengan nilai ℋ𝑘 pada DFP, formula tersebut saling berhubungan dan hal ini dapat disebut dualitas atau

complementary.

Pada persamaan (12) disajikan formula DFP sebagai berikut

𝑘+𝐷𝐹𝑃1 = ℋ𝑘+𝐩𝑘𝐩𝑘 𝑇 𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘 −ℋ𝑘𝐪𝑘𝐪𝑘 𝑇 𝑘 𝐪𝑘𝑇ℋ𝑘𝐪𝑘 ,

dengan menggunakan konsep complementary, maka diperoleh formula BFGS yaitu 𝐵𝑘+1= 𝐵𝑘+ 𝐪𝑘𝐪𝑘𝑇 𝐪𝑘𝑇𝐩 𝑘 −𝐵𝑘𝐩𝑘𝐩𝑘 𝑇𝐵 𝑘 𝐩𝑘𝑇𝐵 𝑘𝐩𝑘 . (26)

Untuk memperoleh ℋ𝑘+𝐵𝐹𝐺𝑆1 maka 𝐵 dikonversi ke ℋ dengan menginverskan matriks 𝐵𝑘+1 yaitu ℋ𝑘+𝐵𝐹𝐺𝑆1 = (𝐵𝑘+1)−1 ℋ𝑘+𝐵𝐹𝐺𝑆1 = (𝐵𝑘+𝐪𝑘𝐪𝑘 𝑇 𝐪𝑘𝑇𝐩𝑘− 𝐵𝑘𝐩𝑘𝐩𝑘𝑇𝐵𝑘 𝐩𝑘𝑇𝐵𝑘𝐩𝑘 ) −1 . (27)

Nilai eksplisit dari ℋ𝑘+1𝐵𝐹𝐺𝑆 dapat diperoleh dengan menggunakan formula Sherman-Morrison-Woodbury. Berikut adalah penurunan formula Sherman- Morrison-Woodburry.

(26)

16

Misalkan 𝐴 adalah matriks taksingular. Misalkan 𝑈,𝑉 merupakan vektor kolom dan 𝐼 + 𝑉𝑇𝐴−1𝑈 ≠ 0 maka 𝐴 + 𝑈𝑉𝑇 taksingulardan

(𝐴 + 𝑈𝑉𝑇)−1 = 𝐴−1− 𝐴−1𝑈𝐶−1𝑉𝑇𝐴−1, (28) dengan

𝐶 = 𝐼 + 𝑉𝑇𝐴−1, 𝑈 = [𝐮1,𝐮2, . . .,𝐮𝑘], dan 𝑉 = [𝐯1,𝐯2,. . . ,𝐯𝑘]. Persamaan (28) dapat ditulis sebagai berikut

(𝐴 + ∑ 𝐮𝑖𝐯𝑖𝑇 𝑘 𝑖=1 ) −1 = 𝐴−1 − 𝐴−1𝑈𝐶−1𝑉𝑇𝐴−1 (29) dengan 𝐶𝑖𝑗 = 𝛿𝑖𝑗+ 𝐯𝑖𝑇𝐴−1𝐮 𝑗 𝑖, 𝑗 =1,2,…, 𝑘,

dan 𝛿𝑖𝑗 merupakan elemen baris ke-𝑖 dan kolom ke-𝑗 dari matrik 𝐼 = [1 0

0 1]. Kemudian persamaan (26) dapat ditulis dalam bentuk

𝐵𝑘+1= 𝐵𝑘+ 𝐪𝑘𝐪𝑘𝑇 𝐪𝑘𝑇𝐩 𝑘 −𝐵𝑘𝐩𝑘𝐩𝑘 𝑇𝐵 𝑘 𝐩𝑘𝑇𝐵 𝑘𝐩𝑘 , = 𝐵𝑘+ ∑ 𝐮𝑖𝐯𝑖𝑇 2 𝑖=1 , (30) dengan 𝐮1 = 𝐪𝑘 (𝐩𝑘𝑇𝐪 𝑘)1/2 , (31) 𝐮2 = 𝐵𝑘𝐩𝑘 (𝐩𝑘𝑇𝐵 𝑘𝐩𝑘)1/2 , (32) 𝐯1 = 𝐪𝑘 (𝐩𝑘𝑇𝐪 𝑘)1/2 , (33) 𝐯2 = − 𝐵𝑘𝐩𝑘 (𝐩𝑘𝑇𝐵 𝑘𝐩𝑘)1/2 . (34)

Berdasarkan persamaan (29) dan persamaan (30) diperoleh

(𝐵𝑘+ ∑ 𝐮𝑖𝐯𝑖𝑇 2 𝑖=1 ) −1 = 𝐵𝑘−1− 𝐵𝑘−1𝑈𝐶−1𝑉𝑇𝐵 𝑘−1

(27)

17 Karena ℋ𝑘 = 𝐵𝑘−1 maka (𝐵𝑘+ ∑ 𝐮𝑖𝐯𝑖𝑇 2 𝑖=1 ) −1 = 𝐻𝑘− 𝐻𝑘𝑈𝐶−1𝑉𝑇𝐻𝑘 (35)

Kemudian akan ditentukan matriks 𝐶, dengan mencari nilai 𝐶𝑖𝑗 diperoleh

𝐶11= 1+ 𝐯1𝑇𝐵𝑘−1𝐮1 = 1+ 𝐪𝑘𝑇𝐻𝑘𝐪𝑘 𝐩𝑘𝑇𝐪 𝑘 , 𝐶22= 1+ 𝐯2𝑇𝐵𝑘−1𝐮2 = 1− 𝐩𝑘𝑇𝐵𝑘𝐵𝑘−1𝐵𝑘𝐩𝑘 𝐩𝑘𝑇𝐵𝑘𝐩𝑘 =1−1 =0, 𝐶12= 𝐯1𝑇𝐵𝑘−1𝐮2 = 𝐪𝑘 𝑇𝐵 𝑘−1𝐵𝑘𝐬𝑘 (𝐩𝑘𝑇𝐪 𝑘)1/2(𝐩𝑘𝑇𝐵𝑘𝐩𝑘)1/2 = (𝐩𝑘 𝑇𝐪 𝑘)1/2 (𝐩𝑘𝑇𝐵 𝑘𝐩𝑘)1/2 , 𝐶21= 𝐯2𝑇𝐵𝑘−1𝐮1 = −𝐶12.

Matriks 𝐶 dapat ditulis dalam bentuk

𝐶 = (𝛽 −𝛼 𝛼 0 ), 𝐶−1 = 1 𝛼2( 0 𝛼 −𝛼 𝛽), (36) dengan 𝛽 =1+𝐪𝑘 𝑇 𝑘𝐪𝑘 𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘 , (37) 𝛼 = (𝐩𝑘 𝑇𝐪 𝑘)1/2 (𝐩𝑘𝑇𝐵 𝑘𝐩𝑘)1/2 . (38)

Kemudian substitusi persamaan (30) ke persamaan (27) diperoleh

𝑘+𝐵𝐹𝐺𝑆1 = (𝐵𝑘+1)−1 = (𝐵𝑘+ ∑ 𝐮𝑖𝐯𝑖𝑇 𝑘 𝑖=1 ) −1 , Berdasarkan persamaan (31) maka

𝑘+𝐵𝐹𝐺𝑆1 = 𝐻𝑘− 𝐻𝑘𝑈𝐶−1𝑉𝑇𝐻𝑘. (39) Misalkan 𝑈̃ = ℋ𝑘𝑈 dan 𝑉̃ = ℋ𝑘𝑉, dengan 𝑈̃ = [𝐮̃1 ̃]𝐮2 ,𝑉̃ = [𝐯̃1 𝐯̃ ]2 , 𝐮̃ = ℋ𝑖 𝑘𝐮𝑖 dan 𝐯̃ = ℋ𝑖 𝑘𝐯𝑖 (𝑖 =1,2), kemudian substitusi 𝑈̃ dan 𝑉̃ ke persamaan (39)

(28)

18

𝑘+𝐵𝐹𝐺𝑆1 = ℋ𝑘− 𝑈̃𝐶−1𝑉̃𝑇. (40) Substitusi persamaan (36) ke persamaan (40)

𝑘+𝐵𝐹𝐺𝑆1 = ℋ𝑘− 1 𝛼2[𝐮̃1 𝐮̃2] [ 0 𝛼 −𝛼 𝛽] [ 𝐯̃1𝑇 𝐯̃2𝑇 ] = ℋ𝑘− 1 𝛼2(−𝛼𝐮̃2𝐯̃1 𝑇+ 𝛼𝐮̃ 1𝐯̃2𝑇+ 𝛽𝐮̃2𝐯̃2𝑇) = ℋ𝑘− 1 𝛼(−𝐮̃2𝐯̃1 𝑇+ 𝐮̃ 1𝐯̃2𝑇) − 𝛽 𝛼2𝐮̃2𝐯̃2 𝑇, (41) substitusi 𝐮̃𝑖 dan 𝐯̃𝑖 ke persamaan (41), diperoleh

𝑘+𝐵𝐹𝐺𝑆1 = ℋ𝑘−1 𝛼(−ℋ𝑘𝐮2𝐯1 𝑇 𝑘+ ℋ𝑘𝐮1𝐯2𝑇ℋ𝑘) − 𝛽 𝛼2(ℋ𝑘𝐮2𝐯2 𝑇 𝑘) (42) Kemudian substitusi persamaan (31), (32), (33), (34), (37), dan (38) ke persamaan (42) maka diperoleh ℋ𝑘+𝐵𝐹𝐺𝑆1 = ℋ𝑘− (𝐩𝑘 𝑇𝐵 𝑘𝐩𝑘 𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘 ) 1/2 (−ℋ𝑘 𝐵𝑘𝐩𝑘 (𝐩𝑘𝑇𝐵 𝑘𝐩𝑘)1/2 𝐪𝑘𝑇 (𝐩𝑘𝑇𝐪 𝑘)1/2 ℋ𝑘 + ℋ𝑘 𝐪𝑘 (𝐩𝑘𝑇𝐪 𝑘)1/2 (− 𝐩𝑘 𝑇𝐵 𝑘 (𝐩𝑘𝑇𝐵 𝑘𝐩𝑘)1/2 ) ℋ𝑘) − (1 +𝐪𝑘 𝑇 𝑘𝐪𝑘 𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘 ) 𝐩𝑘𝑇𝐵𝑘𝐩𝑘 𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘 (ℋ𝑘 𝐵𝑘𝐩𝑘 (𝐩𝑘𝑇𝐵 𝑘𝐩𝑘)1/2 (− 𝐩𝑘 𝑇𝑩 𝒌 (𝐩𝑘𝑇𝐵 𝑘𝐩𝑘)1/2 ) ℋ𝑘), karena ℋ𝑘 = 𝐵𝑘−1 maka ℋ𝑘𝐵𝑘 = 𝐵𝑘𝑘 = 𝐼, sehingga

𝑘+1 = ℋ𝑘−ℋ𝑘𝐪𝑘𝐩𝑘 𝑇+ 𝐩 𝑘𝐪𝑘𝑇ℋ𝑘 𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘 + 𝐩𝑘𝐩𝑘𝑇 𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘(1+ 𝐪𝑘𝑇ℋ𝑘𝐪𝑘 𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘 )

atau ekuivalen dengan (bukti terlampir)

ℋ𝑘+1 = (𝐼 − 𝐩𝑘𝐪𝑘𝑇 𝐩𝑘𝑇𝐪 𝑘 ) ℋ𝑘(𝐼 − 𝐪𝑘𝐩𝑘𝑇 𝐩𝑘𝑇𝐪 𝑘 ) +𝐩𝑘𝐩𝑘 𝑇 𝐩𝑘𝑇𝐪 𝑘 . (43)

Formula pada (39) merupakan formula yang digunakan untuk mendekati nilai invers matriks Hesse pada metode BFGS, selanjutnya akan ditunjukkan sifat kedefinitan dari formula pada (39).

(29)

19 Sifat Definit Positif

Seperti pada metode DFP akan digunakan Lema 1 untuk menunjukkan sifat kedefinitan dari metode BFGS. Hal ini untuk menjamin iterasi menuju suatu nilai yang meminimumkan fungsi pada metode BFGS

Lema 1: Jika ℋ𝑘 matriks simetrik definit positif maka ℋ𝑘+1 definit positif (𝐱𝑇ℋ𝑘+1𝐱 > 0 untuk setiap 𝐱 ≠ 𝟎 dengan 𝐱 ∈ ℝ𝑛) jika dan hanya jika 𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘 > 0 (Griva et al. 2006).

Bukti: Bila persamaan (43) dikalikan dengan 𝐱𝑇 dan 𝐱 maka 𝐱𝐓ℋ𝑘+1𝐱 = (𝐱𝑇− 𝐱𝑇𝐩 𝑘𝐪𝑘𝑇 𝐩𝑘𝑇𝐪 𝑘 ) ℋ𝑘(𝐱 − 𝐪𝑘𝐩𝑘𝑇𝐱 𝐩𝑘𝑇𝐪 𝑘 ) +𝐱 𝑇𝐩 𝑘𝐩𝑘𝑇𝐱 𝐩𝑘𝑇𝐪 𝑘 atau dapat ditulis sebagai

𝐱𝑇 𝑘+1𝐱 = 𝐰𝑇ℋ𝑘𝐰 + (𝐱𝑇𝐩𝑘)2 𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘 , (44) dengan 𝐰 = (𝐱 − 𝐪𝐤 𝐩𝑘 𝑇𝐱 𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘 ).

Pertama akan dibuktikan jika 𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘 > 0 maka 𝐱𝑇ℋ𝑘+1𝐱 >0 untuk setiap 𝐱 ≠0 dengan 𝐱 ∈ ℝ𝑛.

Jika matriks ℋ𝑘 simetrik definit positif maka ruas kanan pada persamaan (44) memiliki nilai taknegatif untuk setiap 𝐱 ≠0 . Untuk membuktikan

𝐱𝑇ℋ𝑘+1𝐱 >0, cukup menunjukan ruas kanan pada persamaan (44) tidak bernilai nol. Suku pertama pada ruas kanan persamaan (44) akan bernilai nol jika 𝐱 = 0

dan suku kedua pada ruas kanan persamaan (44) akan bernilai nol jika 𝐱𝑇𝐩

𝑘 = 0. Untuk 𝐱𝑇𝐩𝑘 = 0, nilai 𝐩𝑘 tidak mungkin bernilai nol karena diketahui 𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘 > 0 sehingga 𝐱 = 𝟎, akibatnya ruas kanan persamaan (44) tidak akan bernilai nol karena 𝐱 ≠ 𝟎. Jadi 𝐱𝑇ℋ𝑘+1𝐱 >0 untuk setiap 𝐱 ≠0 dengan 𝐱 ∈ ℝ𝑛.

Kemudian akan dibuktikan jika 𝐱𝑇ℋ𝑘+1𝐱 >0 untuk setiap 𝐱 ≠0 dengan 𝐱 ∈ ℝ𝑛 maka 𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘 > 0.

Misalkan 𝐱𝑇ℋ𝑘+1𝐱 >0 untuk setiap 𝐱 ≠0 dengan 𝐱 ∈ ℝ𝑛 𝐱𝑇ℋ𝑘+1𝐱 = 𝐰𝑇ℋ𝑘𝐰 +

(𝐱𝑇𝐩𝑘)2 𝐩𝑘𝑇𝐪

𝑘

> 0. Pilih 𝐱 = 𝐪𝐤∈ ℝ𝑛 maka diperoleh

𝐱𝑇 𝑘+1𝐱 = 𝐰𝑇𝐻𝑘𝐰 + (𝐱𝑇𝐩 𝑘)2 𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘 > 0 = (𝐱 − 𝐪𝐤 𝐩𝑘𝑇𝐱 𝐩𝑘𝐓𝐪𝑘 ) 𝑇 ℋ𝑘(𝐱 − 𝐪𝑘 𝐩𝑘𝑇𝐱 𝐩𝑘𝑇𝐪 𝑘 ) +(𝐱 𝑇𝐩 𝑘)2 𝐩𝑘𝑇𝐪 𝑘 > 0

(30)

20 = (𝐪𝑘− 𝐪𝑘 𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘 𝐩𝑘𝑇𝐪 𝑘 ) 𝑇 ℋ𝑘(𝐪𝑘− 𝐪𝑘 𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘 𝐩𝑘𝑇𝐪 𝑘 ) +(𝐪𝑘 𝑇𝐩 𝑘)2 𝐩𝑘𝑇𝐪 𝑘 >0 = (𝐪𝑘 𝑇𝐩 𝑘)2 𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘 > 0 = 𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘> 0,

terbukti 𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘> 0. Oleh karena itu ℋ𝑘+1 definit positif (𝐱𝑇ℋ𝑘+1𝐱 > 0 untuk setiap 𝐱 ≠0dengan 𝐱 ∈ ℝ𝑛 jika dan hanya jika 𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘 > 0.

Jika pendekatan invers matriks Hesse ℋ𝑘+1 pada metode DFP dan metode BFGS memenuhi sifat definit positif, berdasarkan Teorema 6 jika matriksnya definit positif maka fungsi strictly convex. Kemudian berdasarkan Teorema 7 jika fungsi strictly convex maka akan terdapat solusi tunggal minimum global yang merupakan minimum lokal. Selanjutnya, akan ditunjukkan hasil numerik dari beberapa fungsi taklinear menggunakan algoritme metode kuasi Newton dengan menggunakan formula DFP dan BFGS. Berikut adalah algoritme yang digunakan pada metode kuasi Newton.

Algoritme Kuasi Newton

Metode kuasi Newton menggunakan algoritme sebagai berikut:

Langkah 1. Tentukan gradien dengan nilai awal 𝑥0 ∈ ℝ𝑛 dan matriks definit positif ℋ0. Misalkan 𝜀 > 0 diberikan (pada karya ilmiah ini 𝜀 = 10-6 merupakan batas toleransi yang digunakan) dan 𝑘 =0.

Langkah 2. Jika kriteria pemberhentian terpenuhi di mana norma maksimum dari

𝐠𝑘 yaitu ‖𝐠𝑘‖∞ ≤ 𝜀 maka hentikan algoritme, jika tidak lanjutkan ke langkah selanjutnya.

Langkah 3. Hitung ukuran langkah 𝜆𝑘;

𝜆𝑘= argmin{𝑓(𝐱𝑘+ 𝜆𝐝𝑘)} atau 𝜆𝑘= min{𝜆 ≥ 0 | 𝐝𝑘𝑇∇𝑓(𝐱𝑘+ 𝜆𝐝𝑘)𝑇 = 0}. Tetapkan 𝐱𝑘+1 = 𝐱𝑘+ 𝜆𝑘𝐝𝑘, dengan 𝐝𝑘 = −ℋ𝑘𝐠𝑘. Langkah 4. Hitung matriks definit positif ℋ𝑘+1.

Untuk metode DFP digunakan:

ℋ𝑘+1 = ℋ𝑘+ 𝐩𝑘𝐩𝑘𝑇 𝐩𝑘𝑇𝐪 𝑘 −ℋ𝑘𝐪𝑘𝐪𝑘 𝑇 𝑘 𝐪𝑘𝑇 𝑘𝐪𝑘 .

(31)

21 Untuk metode BFGS digunakan:

𝑘+1= (𝐼 −𝐩𝑘𝐪𝑘 𝑇 𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘 ) ℋ𝑘(𝐼 −𝐪𝑘𝐩𝑘 𝑇 𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘 ) +𝐩𝑘𝐩𝑘 𝑇 𝐩𝑘𝑇𝐪𝑘 dengan 𝐩𝑘 = 𝐱𝑘+1− 𝐱𝑘, 𝐪𝑘 = 𝐠𝑘+1− 𝐠𝑘.

Langkah 5. Tentukan 𝑘 = 𝑘 +1, kemudian lanjut ke langkah 2. (Wei et al. 2006).

Contoh Perhitungan Metode Kuasi Newton

Contoh fungsi yang akan digunakan adalah fungsi kuadratik pada persamaan (1) dengan vektor 𝐱 = (𝑥1, 𝑥2),𝐛 =0, 𝑐 = 0 dan matriks 𝐴 = [1 0

0 1]. Sehingga fungsinya 𝑓(𝑥1, 𝑥2) = 𝑥12 + 𝑥22.

Kemudian minimumkan nilai fungsi 𝑓 menggunakan metode DFP, dengan nilai awal 𝑥0 = (1,1)𝑇, ℋ0 = [1 00 1], dan toleransi 𝜀 =10-6.

Langkah 1 Iterasi = 𝑘 =0,

Tentukan vektor gradien dari 𝑓 ∇𝑓(𝐱𝐤)𝑇 = 𝐠 𝑘 = [ 𝜕𝑓 𝜕𝑥1 𝜕𝑓 𝜕𝑥2] = ⌊2𝑥1 2𝑥2⌋.

Substitusikan nilai awal 𝑥0 pada saat 𝑘 =0 ke vektor gradien dari 𝑓, diperoleh

𝐠0 = [22].

Langkah 2 ‖𝐠0‖∞= maks{|2|, |2|} =2> 𝜀 =10-6

Karena ‖𝐠0‖∞ lebih besar dari 𝜀 maka iterasi berlanjut; Langkah 3 𝐝0 = −ℋ0𝐠0 =− [1 00 1] [22] =[−22].

Hitung ukuran langkah 𝜆0

𝜆0 = argmin{𝑓(𝐱0+ 𝜆𝐝0)} = argmin{𝑓 ([1 1] + 𝜆 [ −2 −2])} = argmin{(1−2𝜆)2+ (1−2𝜆)2} = argmin{8𝜆2−8𝜆 + 2}

(32)

22 𝜆0 =12 =0.5. Tetapkan 𝐱1 = 𝐱0+ 𝜆0𝐝𝑘 = [1 1] +0.5[ −2 −2] = [ 0 0]. Langkah 4 Hitung 𝐩𝑘 dan 𝐪𝑘

𝐩0 = 𝒙1− 𝒙0 = [0 0] − [ 1 1] = [ −1 −1]. Substitusi 𝐱1 ke 𝐠1, sehingga 𝐠1 = [2(0)2(0)] = [00]. 𝐪0 = 𝐠1− 𝐠0 = [0 0] − [ 2 2] = [ −2 −2]. Hitung matriks ℋ1 ℋ1 = ℋ0+ 𝐩0𝐩0𝑇 𝐩0𝑇𝐪0 −ℋ0𝐪0𝐪0 𝑇 0 𝐪0𝑇ℋ0𝐪0 ℋ1 = [0.750.250.750.25]. Langkah 5 Iterasi = 𝑘 +1= 1, kembali ke langkah1; Langkah 2 Iterasi = 𝑘 = 1,

‖𝐠1‖∞ =maks(|[00]|) =0< 𝜀 =10-6

Karena ‖𝐠1‖∞ lebih kecil dari 𝜀 maka iterasi dihentikan; Jadi nilai minimum dari 𝑓 adalah

𝐱∗ = 𝐱1 = [00].

Berikut adalah hasil komputasi dengan bantuan perangkat lunak MATLAB R2011b

Tabel 1 Fungsi Kuadratik

Metode Titik minimum 𝐱∗ 𝑓(𝐱∗) ‖𝑔(𝐱∗)‖

∞ Iterasi

(33)

23

Hasil Numerik

Dalam karya ilmiah ini fungsi yang akan diujikan untuk kedua metode yaitu DFP dan BFGS, serta pemilihan titik awal didapat dari artikel yang ditulis oleh More et al (1981). 𝑓(𝐱∗) digunakan sebagai notasi untuk nilai optimal yang diperoleh dari setiap algoritme, sedangkan 𝑓(𝐱)𝑜𝑝𝑡 merupakan nilai optimal yang sudah diketahui dari sumber yang dirujuk. Berikut ini hasil numerik dari beberapa masalah minimisasi fungsi taklinear tak berkendala dengan menggunakan metode DFP dan BFGS. Fungsi yang digunakan adalah fungsi konveks dengan 2 variabel dan memiliki nilai solusi di satu titik.

1. Fungsi Variably dimensioned

𝑓(𝑥1, 𝑥2) =2(𝑥1−1)2+ (𝑥1−1)4+ (2(𝑥2−1)) 2 + (2(𝑥2−1)) 4 𝑥0 = (0.5,0)𝑇, 𝐱 𝑜𝑝𝑡 = (1,1)𝑇 dan 𝑓(𝐱)𝑜𝑝𝑡 = 0. Tabel 2 Fungsi Variably dimensioned

Metode Titik minimum 𝐱∗ 𝑓(𝐱) ‖𝑔(𝐱)‖

∞ Iterasi

DFP (0.999…,0.999…)𝑇 8.287×10-22 1.151×10-10 4 BFGS (0.999…,0.999…)𝑇 8.287×10-22 1.151×10-10 4

(a) (b)

Gambar 2 Plot tiga dimensi fungsi Variably dimensioned menggunakan metode DFP (a) dan BFGS (b)

Gambar 1 Plot tiga dimensi fungsi kuadratik menggunakan metode DFP dan BFGS

(34)

24

2. Fungsi Brown badly scaled

𝑓(𝑥1, 𝑥2) = (𝑥1−10)2+ (𝑥2−0.2)2+ (𝑥1𝑥2− 2)2 , 𝐱0 = (1,1)𝑇 , 𝐱𝑜𝑝𝑡 = (10,0.2)𝑇 dan 𝑓(𝐱)

𝑜𝑝𝑡 = 0.

Tabel 3 Fungsi Brown badly scaled

Metode Titik minimum 𝐱∗ 𝑓(𝐱∗) ‖𝑔(𝐱)‖

∞ Iterasi DFP (10.00…, 0.200…)𝑇 1.488×10-16 2.229×10-7 7 BFGS (10.00…, 0.200…)𝑇 1.488×10-16 2.229×10-7 7 3. Fungsi Beale 𝑓(𝑥1, 𝑥2) = (1.5− 𝑥1(1− 𝑥2)) 2 + (2.25− 𝑥1(1− 𝑥22)) 2 + (2.625− 𝑥1(1− 𝑥23)) 2 , 𝐱0 = (1,1)𝑇, 𝐱𝑜𝑝𝑡 = (3,0.5)𝑇 dan 𝑓(𝐱)𝑜𝑝𝑡 = 0. Tabel 4 Fungsi Beale

Metode Titik minimum 𝐱∗ 𝑓(𝐱∗) ‖𝑔(𝐱∗)‖

∞ Iterasi

DFP (3.000…, 0.499…)𝑇 7.153×10-20 2.562×10-9 10 BFGS (3.000…, 0.499…)𝑇 7.153×10-20 2.562×10-9 10

(a) (b)

Gambar 3 Plot tiga dimensi fungsi Brown badly scaled menggunakan metode DFP (a) dan BFGS (b)

(a) (b)

Gambar 4 Plot tiga dimensi fungsi Bealemenggunakan metode DFP (a) dan BFGS (b)

(35)

25 4. Fungsi Powell badly scaled

𝑓(𝑥1, 𝑥2) = (104𝑥1𝑥2−1) 2 + (𝑒−𝑥1 + 𝑒−𝑥21.0001)2, 𝐱 0 = (0,1)𝑇,𝐱𝑜𝑝𝑡 = (1.098…×10-5, 9.106…)𝑇 dan 𝑓(𝐱)𝑜𝑝𝑡 = 0. Tabel 5 Fungsi Powell badly scaled

Metode Titik minimum 𝐱∗ 𝑓(𝐱 ∗) ‖𝑔(𝐱)‖

∞ Iterasi DFP (1.098…×10-5,9.106…)𝑇 3.260×10-25 2.414×10-8 96 BFGS (1.098…×10-5,9.106… )𝑇 1.660×10-25 1.715×10-8 96 5. Fungsi Rosenbrock 𝑓(𝑥1, 𝑥2) =10(𝑥2− 𝑥12) + (1− 𝑥1)2, 𝐱𝟎= (-1.2,1) 𝑇 , 𝐱𝑜𝑝𝑡 = (1,1)𝑇 dan 𝑓(𝐱)𝑜𝑝𝑡 = 0.

Tabel 6 Fungsi Rosenbrock

Metode Titik minimum 𝐱∗ 𝑓(𝐱 ∗) ‖𝑔(𝐱)‖

∞ Iterasi DFP (0.999…, 0.999…)𝑇 3.301×10-19 5.950×10-9 23 BFGS (1.000…,1.000…)𝑇 7.603×10-17 8.790×10-8 18

a) (b)

Gambar 5 Plot tiga dimeni fungsi Powell badly scaled menggunakan metode DFP (a) dan BFGS (b)

(a) (b)

Gambar 6 Plot tiga dimensi fungsi Rosenbrock menggunakan metode DFP (a) dan BFGS (b)

(36)

26

Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa iterasi yang dibutuhkan metode DFP dan BFGS untuk menyelesaikan lima fungsi yang diujikan secara umum hampir sama, perbedaan hanya terletak pada saat penyelesaian fungsi Rosenbrock. Pada penyelesaian fungsi Powell badly scaled terlihat bahwa iterasi yang dibutuhkan cukup besar, hal ini terjadi jika di beberapa iterasi hasil pendekatan dari ℋ𝑘 tidak cukup baik dari nilai invers matriks Hesse yang sesungguhnya.

Hasil lengkap untuk metode DFP dan BFGS pada tiap fungsi yang diujikan terdapat di Lampiran.

SIMPULAN

Metode kuasi Newton mengganti invers matriks Hesse pada metode Newton dengan sebuah matriks ℋ𝑘 yang mendekati invers matriks Hesse, matriks tersebut diperoleh dengan formula DFP atau BFGS. Diasumsikan ℋ𝑘 definit positif sehingga ℋ𝑘+1 juga definit positif, sifat ini menjamin iterasi bergerak menuju solusi minimum lokal. Metode kuasi Newton dapat menyelesaikan persamaan taklinear tak berkendala, pada umumnya metode DFP dan BFGS yang mencari 𝜆𝑘 dengan exact line search menyelesaikan persamaan taklinear dengan iterasi yang sama.

DAFTAR PUSTAKA

Bazaraa MS, Sherali HD, Shetty CM. 1993. Nonlinear Programming: Theory and Algorithms. Singapore (SG): John Willey and Sons.

Chong EKP, Zak SH. 2001. An Introduction to Optimization. 2nd Ed. New York (US): Wiley.

Gambar 7 Iterasi untuk metode DFP dan BFGS

0 20 40 60 80 100 120 DFP BFGS

(37)

27 Dennis JE, Schnabel RB. 1996. Numerical Methods for Unconstrained

Optimization and Nonlinear Equations. Philadelphia (US): SIAM.

Griva I, Nash SG, Sofer A. Linear and Nonlinear Optimization. Philadelphia. 2009.

Householder AS. 1975. The Theory of Matrices in Numerical Analysis. New York (US): Dover Publications.

Leon SJ. 2001. Aljabar Linear dan Aplikasinya. Ed ke-5. Bondan A, Penerjemah; Hardani HW, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari:

Linear Algebra with Applications.

Luenberger DG, Ye Y. 2009. Linear and Nonlinear Programming. 3rd Ed.

Stanford (US): Springer.

More JJ, Garbow BS, Hillstrom KE. 1981. Testing unconstrained optimization software. ACM Transaction on Mathematical Software. 7:17-41.doi:10.1145/355934.355936.

Nocedal J, Wright SJ. 2006. Numerical Optimization. 2nd Ed. New York (US): Springer.

Oktaviani R. 2014. Metode two-point stepsize grradient dan metode modifikasi

two-point stepsize gradient untuk menyelesaikan optimalisasi tanpa kendala. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Peressini AL, Sullivian FE, Uhl JJ. 1998. The Mathematics of Nonlinear Programming. New York (US) : Springer-Verlag.

Sauer T. 2012. Numerical Analysis. 2ndEd. Boston (US): Pearson.

Septiani K. 2015. Perbandingan waktu eksekusi metode steepest descent dan metode Barzilai-Borwein menggunakan perangkat lunak MATLAB. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Shalahudin I. 2016. Pengoptimuman fungsi kuadratik dengan metode conjugate garadient dan penerapannya menggunakan aplikasi android. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sun W, Yuan Y. 2006. Optimization Theory and Methods Nonlinear Programming.

Wei Z, Li G, Qi L. 2006. New quasi-Newton methods for unconstrained optimization problems. Applied Mathematics and Computation. 175:1156-1188.doi:10.1016/j.amc.2005.08.027.

(38)

28

LAMPIRAN

Lampiran 1 Sintaks program MATLAB R2011b metode kuasi Newton dalam menyelesaikan 7 fungsi yang diujikan

clc;clear %Hapus semua input/output

count=0;syms b alpha;u=[];P=[];R=[];O=[];Q=[];Hs=[];Ha=[];warning off all n = 2; %dimensi fungsi

%Mendefinisikan x1, x2, ....xn for i=1:n

syms (['x' num2str(i)]); end

%Fungsi yang diujikan

%f=(x1-1)^2+(x1-1)^2+(x1-1)^4+(2*(x2-1))^2+(2*(x2-1))^4; %variablydimensioned %f=(x1-10)^2+(x2-0.2)^2+(x1*x2-2)^2 %brownbadlyscaled

%f=(1.5-x1*(1-x2))^2+(2.25-x1*(1-x2^2))^2+(2.625-x1*(1-x2^3))^2 %fungsi beale %f=(10^4*x1*x2-1)^2+(exp(-x1)+exp(-x2)-1.0001)^2 %Fungsi powell badly scaled %f=10*(x2-x1^2)^2+(1-x1)^2; %rosenbrock %f=(10^-2.5)*(x1-1)^2+(10^-2.5)*(x2-1)^2+(10^-2.5)*(x3-1)^2+(10^-2.5)*(x4-1)^2+(x1^2+x2^2+x3^2+x4^2-0.25)^ x0=[_;_]; %Nilai awal eps=0.00001; try for i=1:n G(i)=diff(f,['x' num2str(i)]); for j=1:n H(i,j)=diff(G(i),['x' num2str(j)]); end end catch

disp('Permasalahan optimasi tidak dapat diselesaikan'); return end disp('Matriks Hessian=') disp(H) tic; X=x0; Hs=H; Hes=eye([n n]); for i=1:n Hs=(subs(Hs,['x' num2str(i)],X(i))); end flag=0;count=0;syms b;u=[];P=[];R=[]; grad=G' R=[grad]; for i=1:n grad=subs(grad,['x' num2str(i)],X(i)) end Ha=[Hes]; Hs=[Hs]; P=[P X]; O=[O]; Q=[Q]; ff=f for i=1:n ff=subs(ff,['x' num2str(i)],X(i)); end

(39)

29 P=[P;ff]; R=[grad]; ff=f; while max(abs(grad))>eps count=count+1;steplength=1;

fprintf('************ Iterasi ke-%g ******************\n',count) ff=f; dir=-Hes*grad for i=1:n ff=subs(ff,['x' num2str(i)],X(i)+alpha*dir(i)); end diff(ff,alpha); d=double(solve(diff(ff,alpha))); if isempty(d)==1 steplength=1; else qq=diff(diff(ff,alpha)); for i=1:length(d) if isreal(d(i))==1 if subs(qq,'alpha',d(i))>0 steplength=abs(d(i)); end end end if steplength ==0 for i=1:length(d) if isreal(d(i))==1 if d(i)>0 steplength=abs(d(i));break end end end end end

disp('Step size taken=');disp(steplength); X=X+steplength*dir; p=steplength*dir; Hss=H; for i=1:n Hss=(subs(Hss,['x' num2str(i)],X(i))); end ff=f; for i=1:n ff=subs(ff,['x' num2str(i)],X(i)); end H1=[Hss]; Hs=[Hs H1]; P1=[X;ff]; P=[P P1]; if n==2 O1=[(P(1,count+1))-(P(1,count));(P(2,count+1))-(P(2,count))]; O=[O O1]; else n==3 O1=[(P(1,count+1))-(P(1,count));(P(2,count+1))-(P(2,count));(P(3,count+1))-(P(3,count))]; O=[O O1]; end grad_new=G'; for i=1:n grad_new=subs(grad_new,['x' num2str(i)],X(i)); end q=grad_new-grad; Qq=q; Q1=[Qq]; Q=[Q Qq];

(40)

30 Hes=Hes+((1+(q'*Hes*q)/(p'*q))*(p*p')/(p'*q))-((p*q'*Hes+Hes*q*p')/(p'*q)); %untuk BFGS Hes=Hes+(p*p')/(p'*q)-(Hes*q*q'*Hes)/(q'*Hes*q); %untuk DFP grad=grad_new; Haa=Hes; H2=[Haa]; Ha=[Ha Haa]; R1=[grad]; R=[R R1]; end toc; %Hes=H; for i=1:n Hes=subs(Hes,['x' num2str(i)],X(i)); end fprintf('\n\n...Hasil...\n\n') if length(find(eig(Hes)>0))==length(eig(Hes))

disp('Pada titik tersebut fungsi konveks maka kemungkinan ada solusi lokal minimum!');

else disp('Fungsi tidak konveks'); end

disp('Hessian Matriks:'); disp(Hes)

fprintf('Titik optimum dengan error %g adalah :\n',double(max(abs(grad)))); disp(vpa(X));

fprintf('\nNilai optimum fungsi : %g\n',double(P(n+1,count+1)));

fprintf('Jumlah iterasi =%g\n',count); try

if n==2 clf

view([-50,30]);axis tight; hold on S1=max(max(P(1,:)),max(P(2,:))); S2=max(abs(min(P(1,:))),abs(min(P(2,:)))); S=max(S1,S2); S=double(S); ezsurf(f,[-2*S,1.5*S]); %surfc(str2num(a),b,C,'facecolor','green','edgecolor','b','facelighting ','gouraud')

view([-20,50]);axis tight;shading interp; plot3(P(1,:),P(2,:),P(3,:),'-mo',... 'LineWidth',2,... 'MarkerEdgeColor','k',... 'MarkerFaceColor',[.49 1 .63],... 'MarkerSize',12); end catch

disp('Plot tidak dapat dibangkitkan!');

(41)

31 Lampiran 2 Hasil komputasi program MATLAB R2011b untuk metode DFP dan

metode BFGS dalam menyelesaikan fungsi Variably dimensioned Hasil komputasi program MATLAB R2011b menggunakan metode DFP

Iterasi ke- 𝑥 ∗ Steplenght 𝜆𝑘 ‖𝑔(𝑥∗)‖ 𝑥1 𝑥2 0 0.5 0 1 72 1 0.5351 1.0098 0.0140 2.2618 2 1.0001 1.0083 0.2056 0.0662 3 1.0000 1.0000 8.9167 0.0000 4 1.0000 1.0000 1.2161 0.0000

Hasil komputasi program MATLAB R2011b menggunakan metode BFGS

Iterasi ke- 𝑥 ∗ Steplenght 𝜆𝑘 ‖𝑔(𝑥∗)‖ 𝑥1 𝑥2 0 0.5 0 1 72 1 0.5351 1.0098 0.0140 2.2618 2 1.0001 1.0083 0.2054 0.0662 3 1.0000 1.0000 8.9167 0.0000 4 1.0000 1.0000 1.2161 0.0000

(42)

32

Lampiran 3 Hasil komputasi program MATLAB R2011b untuk metode DFP dan metode BFGS dalam menyelesaikan fungsi Brown badly scaled Hasil komputasi program MATLAB R2011b menggunakan metode DFP

Iterasi ke- 𝑥 ∗ Steplenght 𝜆𝑘 ‖𝑔(𝑥∗)‖ 𝑥1 𝑥2 0 1 1 1 20.000 1 5.3797 1.0876 0.2190 43.2086 2 7.4912 0.1606 0.1271 12.0135 3 8.9283 0.0460 0.9502 28.6863 4 9.8493 0.2107 1.6530 1.5078 5 10.0025 0.2005 1.1345 0.1053 6 10.0001 0.2000 0.8091 0.0006 7 10.0000 0.2000 0.9879 0.0000

Hasil komputasi program MATLAB R2011b menggunakan metode BFGS

Iterasi ke- 𝑥 ∗ Steplenght 𝜆𝑘 ‖𝑔(𝑥∗)‖ 𝑥1 𝑥2 0 1 1 1 20.000 1 5.3797 1.0876 0.2190 43.2086 2 7.4912 0.1606 0.0224 12.0135 3 8.9283 0.0460 0.9314 28.6863 4 9.8493 0.2107 0.6047 1.5078 5 10.0025 0.2005 1.1208 0.1053 6 10.0001 0.2000 0.8078 0.0006 7 10.0000 0.2000 0.9877 0.0000

Gambar

Tabel 1 Fungsi Kuadratik
Gambar 1 Plot tiga dimensi fungsi kuadratik menggunakan metode DFP dan  BFGS
Gambar 3 Plot tiga dimensi fungsi Brown badly scaled menggunakan metode  DFP (a) dan BFGS (b)
Tabel 6 Fungsi Rosenbrock
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini kami mengundang perusahaan saudara untuk megikuti Klarifikasi Penawaran Paket Pekerjaan. PENGADAAN PERALATAN LABORATORIUM IPA SMA yang Insya Allah akan

Dengan demikian, tujuan dari skripsi ini adalah untuk mengetahui pengaruh inflasi, indek harga saham gabungan, suku bunga, kurs nilai tukar mata uang indonesia terhadap

Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SPTPD, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran

Isolasi senyawa flavonoida yang terdapat pada daun Kaliandra ( Calliandra calothyrsus ) dilakukan secara maserasi dengan pelarut metanol.Ekstrak pekat metanol

Ketidakkonsistenan hasil atas faktor-faktor yang memengaruhi tanggung jawab sosial sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya membuat penulis perlu menguji ulang dengan sampel

Penurunan kadar glukosa darah paling banyak jika dibandingkan dengan kontrol obat amaryl yaitu pada perlakuan pemberian ekstrak rimpang rumput teki 135 mg/40 grBB dalam 0,4 ml/100

Paradigma yang dipilih dalam penelitian konflik perkebunan kelapa sawit di kampung Batu Putih ini menggunakan definisi sosial menurut Ritzer dalam klasifikasi tiga

Pendekatan yang dilakukan peneliti pada saat wawancara berlangsung adalah peneliti menjadi pendengar yang baik pada saat informan bercerita, sehingga data yang diperoleh