• Tidak ada hasil yang ditemukan

FONOLOGI FONEM SUPRASEGMENTAL / CIRI-CIRI PROSODI. Dosen Pengampu : Prof. Dr. I Nengah Martha, M.Pd. Oleh: Ni Kadek Mega Ratnawati ( ) 1/A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FONOLOGI FONEM SUPRASEGMENTAL / CIRI-CIRI PROSODI. Dosen Pengampu : Prof. Dr. I Nengah Martha, M.Pd. Oleh: Ni Kadek Mega Ratnawati ( ) 1/A"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

FONOLOGI

FONEM SUPRASEGMENTAL / CIRI-CIRI PROSODI

Dosen Pengampu :

Prof. Dr. I Nengah Martha, M.Pd.

Oleh:

Ni Kadek Mega Ratnawati (1512011041)

Anak Agung Ngurah Bagus Janitra Dewanta (1512011034)

1/A

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2015

(2)

PRAKATA

Puji Syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya makalah Fonologi yang berjudul “Fonem Suprasegmental/Ciri-ciri Prosodi” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu mata kuliah Fonologi, Prof. Dr. I Nengah Martha, M.Pd., yang telah memberikan bimbingan dan arahan yang baik dalam mendalami materi dan menyusun makalah ini dan rekan-rekan kelas 1A yang telah member banyak memberi masukan yang membangun.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada isi dan penulisan makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Singaraja, 4 Desember 2015

(3)

DAFTAR ISI Prakata ... i Daftar Isi ... ii 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 1 1.3 Tujuan Penulisan ... 2 1.4 Manfaat Penulisan ... 2 2. Pembahasan 2.1 Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Bidang Politik ... 4

2.2 Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Bidang Ekonomi ... 2

2.3 Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Bidang Sosial Budaya ... 2

3. Penutup 3.1 Simpulan ... 2

3.2 Saran ... 2

(4)

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas adapun rumusan masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

1.2.1 Apa saja jenis-jenis fonem suprasegmental?

1.2.2 Apa saja contoh-contoh fonem suprasegmental?

1.2.3 Mengapa disebut dengan nama fonem suprasegmental?

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis fonem suprasegmental,

1.3.2 Untuk mengetahui apa saja contoh-contoh fonem suprasegmental,

1.3.3 Untuk mengetahui mengapa disebut dengan nama fonem suprasegmental,

1.4 Manfaat

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah :

1.4.1 Bagi Penulis

Dari penyusunan makalah ini, penulis berkesempatan membuat makalah yang baik. Dengan menyusun makalah ini diharapkan nantinya penulis memiliki pengalaman yang lebih dalam pembuatan makalah-makalah selanjutnya. Penulis memperoleh berbagai pengalaman diantaranya yaitu pengalaman mencari dan menemukan sumber–sumber yang relevan dan terpercaya dengan makalah ini. Selain itu penulis juga memperoleh ilmu dan pengalaman mengenai teknik penulisan makalah, teknik pengutipan, teknik penggabungan materi dari berbagai sumber dan mendapatkan wawasan lebih mengenai materi yang disajikan dalam makalah ini.

(5)

Dalam penyusunan makalah ini pembaca diharapkan dapat mengetahui dan memahami mengenai fonem suprasegmental/cirri-ciri prosodi. Dan semoga makalah ini dapat berguna sebagai referensi dalam menyusun makalah sejenis.

(6)

2. PEMBAHASAN

Uraian Materi Fonem Suprasegmental

Arus ujaran manusia merupakan kentenuum, bersambung terus-menerus. Orang mencoba memberi batas atau memenggal arus ujaran yang kontenuum itu atas segmen atau ruas-ruas. Sebuah bunyi tidak mempunyai batas tertentu, akan tetapi secara mekanis dapat dicatat sebagai puncak dari mekanisme pelaksanaan sebuah bunyi, misalnya ada penarikan nafas permulaan pelaksanaan/inisiator, lalu ada puncak, dan kemudian menurun menutup. Dalam arus ujaran itu ada bunyi yang dapat dipenggal atas segmen atau ruas dan ada pula bunyi sertaan yang tidak dapat dipenggal dan berkomplementasi yang dapat dipenggal itu disebut dengan suprasgmental atau bunyi-bunyi prosodi.

Keras lembutnya bunyi, tinggi rendahnya bunyi, cepat lambatnya bunyi yang merupakan sertaan arus bunyi segmental tidak dapat diputus atau dipisahkan tersendiri. Bunyi-bunyi suprasegmental ini dibeda-bedakan menjadi atas :

1. Ciri Tekanan (stress, accent), 2. Ciri Nada (pitch, tone), 3. Ciri Sendi (juncture),

4. Ciri Durasi (lenghts, duration).

2.1 Bunyi-bunyi Suprasegmental

Bunyi-bunyi suprasegmental seperti telah disebut di atas tidak dinyatakan dengan simbol-simbol fonetis, tetapi dinyatakan dengan tanda-tanda yang disebut tanda diakritik (diatrical signs). Masing-masing jenis bunyi suprasegmental itu dapat dijelaskan sebagai berikut.

2.1.2 Ciri Tekanan (Stress, Accent)

Jika kita perhatikan bunyi-bunyi dalam arus ujaran manusia, maka ada beberapa bagian ujaran dalam arus ujaran itu mendapatkan tekanan keras atau lembut. Gejala ini mungkin timbul 1) secara sporadic, tidak tetap, bersifat afektif, dan efektif, 2) secara tetap, tekanan itu selalu berulang secara tetap, berpola, dan 3) distingtif atau fonemis.

(7)

[ ´ ] = keras: tekanan pertama

[ ˆ ] = agak keras: tekanan kedua

[ ` ] = sedang, menengah: tekanan ketiga

[ ˇ ] = lembut, lemah 2.1.2 Ciri Nada (Pitch, Tone)

Pembedaan nada dalam sebuah ujaran dihasilkan oleh variasi kecepatan getaran dari pita suara. Jika kecepatan bertambah, maka nada akan naik. Nada diberi tanda dengan angka dari [ 1 - 4 ], yakni:

4 = paling tinggi,

3 = tinggi,

2 = biasa,

1 = rendah.

Sering pula, nada dinyatakan dengan garis naik turun dengan berbagai bentuknya, misalnya:

= nada naik

= nada turun

= nada datar

2.1.3 Ciri Sendi (Juncture)

Sendi atau juncture merupakan batas penyambungan dari suatu segmen ke segmen, dari makrosegmen ke makrosegmen yang lain. Sendi atau batas penyambungan ini bisa bersifat penuh dapat pula bersifat sementara, bisa dalam bentuk sendi dalam (internal juncture) dan dapat pula dalam bentuk sendi luar (open juncture). Sendi dalam menunjukkan batas penyambungan antara satu silaba (suku kata) dengan silaba yang lain. Sendi dalam sebagai batas antara silaba digunakan tanda [ + ] (plus). Sendi luar yang menunjukkan batas penyambungan

(8)

antara makrosegmen dengan makrosegmen digunakan tanda [ # ] (double cross juncture).

2.1.4 Ciri Durasi (Length, Duration)

Bahwa bunyi terdengar panjang atau pendek dapat dipikirkan dengan mudah karena hal ini bisa diukur dengan waktu atau kesan yang didasarkan pada waktu. Dalam bahasa tertentu malahan terdapat penggolongan lebih dari panjang dan pendek saja. Bunyi bahasa bisa terdengar secara relatif panjang sekali, panjang, dan biasa. Durasi sering juga disebut kuantitas (quantity) karena menyangkut jumlah atau lamanya waktu yang digunakan untuk pengucapan sebuah bunyi. Jadi, durasi berkaitan dengan lama atau tidaknya sebuah bunyi diucapkan.

Kuantitas yang berupa panjang yang terdapat didalam salah satu ujaran, secara fonetis diberi tanda dengan titik [ . ]. Kuantitas panjang satu titik disebut dengan mora. Kuantitas panjang satu mora secara relatif harganya ½ dari kuantitas panjang bunyi-bunyi sekitarnya. Jumlah/banyaknya mora menentukan kualitas panjang yang dinyatakan, misalnya:

[ . ] = agak panjang

[ : ] = panjang

[ :: ] = amat panjang

2.2 Bunyi Suprasegmental sebagai fonem

Seperti telah diketahui, bahwa fonem adalah bunyi-bunyi yang membedakan arti. Bunyi-bunyi suprasegmental dalam bentuknya sebagai tekanan (stress, accent), nada (pitch, tone), sendi (juncture), durasi (lenght, duration) dalam banyak bahasa di dunia ini juga bersifat distingtif. Oleh karena itu, bunyi-bunyi tersebut harus diakui sebagai fonem. Golongan fonem suprasegmental ini disebut juga sebagai fonem kedua (secondary phonemes). Bukti bahwa bunyi-bunyi suprasegmental sebagai fonem dapat dilihat pada contoh-contoh berikut ini:

2.2.1 Ciri Prosodi “Tekanan” sebagai Fonem Suprasegmental a. Bahasa Batak Toba

(9)

[gogÒ] ‘tenaga’

∕ tutur ∕ [tutúr] ‘teratur’

[tutùr] ‘kerabat’

∕ galleng ∕ [galléŋ] ‘kecil’

[gallèŋ] ‘anak-anak’

Pada contoh diatas, perbedaan tekanan keras dan menengah pada fonem suprasegmental ∕ o ∕, ∕ u ∕, dan ∕e ∕ dalam bahasa Batak Toba dapat menyebabkan perbedaan arti kata.

b. Bahasa Inggris

∕ permit ∕ [pérmĭt] ‘surat izin’ (kata benda) [pêrmít] ‘mengizinkan’ (kata kerja)

Pada contoh diatas, peerbedaan tekanan keras dan lemah/lembut pada fonem segmental ∕e ∕ dan ∕i∕ dalam bahasa inggris menyebabkan perbedaan arti kata.

2.2.2 Ciri Prosodi “Nada” sebagai Fonem Supersegmental a. Bahasa Cina

∕ ma ∕ [ma4] ‘ibu’ [ma3] ‘rami’ [ma2] ‘kuda’ [ma1] ‘caci maki’

Pada contoh diatas, nada amat tinggi, tinggi, biasa, dan rendah membedakan makna kata ∕ ma ∕. Jika ∕ ma ∕ tidak diberi nada apapun, maka kata ini tidak punya makna.

b. Bahasa Sino-Tibet

∕ yang ∕ [yang4] ‘memelihara’ [yang3] ‘rupa’

[yang2] ‘kambing’

[yang1] ‘gatal’

Dalam bahasa Sino-Tibetjuga demikian keadaannya. Kata ∕ yang ∕ tanpa nada apapun tidak punya makna. Makna kata itu bergantung pada nadanya (amat tinggi, tinggi, biasa, atau rendah).

(10)

c. Bahasa Vietnam

∕ man ∕ [man4] ‘mempertunangkan’ [man3] ‘banci’

[man2] ‘kotor’

[man1] ‘rajin’

Bahasa vietnam juga mempunyai kasus serupa. Makna kata ∕ man ∕ amat bergantung pada nada pengucapannya sebagaimana contoh diatas.

2.2.3 Ciri Prosodi “Sendi” sebagai Fonem Suprasegmental

Prosodi “sendi” ini dapat dilihat pada kata atau frase berikut ini. a. Bahasa Indonesia

Ban + tu + an --- Bantuan sudah datang. ban # tu + an --- Ban Tuan sudah pecah. ke + me + ja --- Ia membeli kemeja putih. ke # me + ja --- Ia melihat ke meja.

beli # bis belibis seri # budaya seribu # daya

Guru # baru datang Guru baru # datang

Orang malas # lewat disana Orang # malas lewat disana

b. Bahasa Inggris it # swings its # wings an # aim a # name

sendi tambah atau plus dipakai di dalam kata, sendi silang rangkap (double cross juncture) dipakai antarkata atau frase.

(11)

a. Bahasa Bima

∕ kataba∕ [kataba] ‘papan lantai’ [katab.a] ‘menetes’ b. Bahasa Bugis

∕ mabela∕ [mabela] ‘jauh’ (kata sifat) [mab.ela] ‘menjauh’ (kata kerja) c. Bahasa Belanda

∕ hak∕ [ha’] ‘kait’ [ha:’] ‘tumit’ ∕ zak∕ [zak] ‘kantong’

[zak] ‘hal, masalah’

Ciri durasi agak panjang yang menyertai fonem segmental ∕ b ∕ pada bahasa Sumbawa dan bahasa Bugis diatas dapat membedakan makna kata. Demikian juga ciri durasi panjang yang menyertai fonem vokal ∕ a ∕ dalam bahasa Belanda dapat membedakan makna kedua kata tersebut.

2.3 Dinamai fonem Suprasegmental

Dinamai suprasegmental karena istilah itu tidak bisa dipisahkan dari suatu fonem. Suprasegmental adalah sesuatu yang menyertai fonem tersebut yang itu bisa berupa tekanan suara atau intonasi, panjang-pendek, dan getaran suara yang menunjukkan emosi tertentu. Selain itu merupakan unsure yang menemani dan memengaruhi bunyi bahasa, dan bukan bunyi sejati. Dan karena bukan bunyi sejati itulah sehingga unsure suprasegmental dinamakan demikian. Suprasegmental ini sering juga disebut prosodi.

(12)

3. PENUTUP 3.1 Simpulan

Jika kita perhatikan bunyi-bunyi dalam arus ujaran manusia, maka ada beberapa bagian ujaran dalam arus ujaran itu mendapatkan tekanan keras atau lembut. Gejala ini mungkin timbul 1) secara sporadis, tidak tetap, bersifat afektif, dan efektif, 2) secara tetap, tekanan itu selalu berulang secara tetap, berpola, dan 3) distingtif atau fonemis.

Seperti telah diketahui bahwa fonem adalah bunyi-bunyi yang membedakan arti. Bunyi-bunyi suprasegmental dalam bentuknya sebagai tekanan (stress, accent), nada (pitch, tone), sendi (juncture), durasi (lengths, duration) dalam banyak bahasa didunia juga bersifat distingtif. Oleh karena itu, bunyi-bunyi tersebut harus diakui sebagai fonem. Golongan fonem suprasegmental ini disebut juga fonem kedua (secondary phonemes).

3.2 Saran

Makalah ini mssih jauh dari sempurna maka penulis mengharapkan saran yang membangun agar dapat bermanfaat bagi semua dan demi perbaikan makalah selanjutnya.

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Hermando. 2015. “Fonologi”. Dalam http://dokumen.tips/documents/fonologi-559493162a928.html. Diunduh 4 Desember 2015.

Liana, Nani. 2013. “Pengertian Segmental dan Suprasegmental”. Dalam

http://nanilia.blogspot.co.id/2013/03/pengertian-segmental-dan-suprasegmental.html. Diunduh 4 Desember 2015.

Martha, I Nengah. 2009. Fonologi Pengantar Pemahaman pada Bunyi Bahasa. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Referensi

Dokumen terkait