• Tidak ada hasil yang ditemukan

RUU Pengadilan Niaga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "RUU Pengadilan Niaga"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Per June 2009

XII

RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ...

TENTANG PENGADILAN NIAGA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa pembangunan hukum nasional dalam rangka

mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 harus dapat mendukung dan menjamin kepastian, ketertiban, penegakan, dan perlindungan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran;

b. bahwa bahwa era globalisasi, terutama di bidang perniagaan, menimbulkan banyak permasalahan hukum di masyarakat yang memerlukan penanganan secara cepat, adil, terbuka dan efektif; c. bahwa badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah

Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman;

d. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung disebutkan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum;

e. bahwa penanganan permasalahan hukum di bidang perniagaan menjadi kewenangan pengadilan niaga yang berada dalam lingkungan peradilan umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

f. bahwa hingga saat ini, belum ada Undang-undang yang mengatur mengenai Pengadilan Niaga;

g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Pengadilan Niaga;

Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 24A ayat (1) dan ayat (2), Pasal 25, dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (Het Herziene

Indonesisch Reglemen, Staatsblad 1926:559 juncto Staatsblad 1941:44);

3. Reglemen Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura

(2)

Indonesia Tahun 1847 Nomor ***, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor ***);

5. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4045);

6. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan

Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358);

7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata

Letak Sirkuit Terpadu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4046);

8. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4130);

9. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4131);

10. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4220);

11. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) sebagaimana telah diubah dengan Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4359) dan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4958);

12. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3327) sebagaimana telah diubah dengan Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4379);

(3)

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4443);

14. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4420).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGADILAN NIAGA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Pengadilan Niaga adalah pengadilan khusus yang dibentuk dalam

lingkungan peradilan umum.

2 Hakim adalah hakim pada pengadilan negeri dan Mahkamah Agung yang

ditetapkan sebagai hakim niaga.

3. Panitera adalah panitera di dalam lingkungan peradilan umum.

4. Penitera Muda Niaga adalah panitera muda pada pengadilan niaga.

5. Panitera Pengganti Niaga adalah panitera pengganti pada pengadilan niaga.

6. Juru Sita Pengganti adalah jurusita pengganti pada pengadilan niaga.

BAB II

TEMPAT KEDUDUKAN

Pasal 2

Pengadilan Niaga berkedudukan pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Ujung Pandang, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri Semarang, serta Pengadilan Niaga pada Pengadilan-Negeri lain yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden.

Pasal 3

Daerah hukum masing-masing Pengadilan Niaga meliputi wilayah sebagai berikut:

a. Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

meliputi Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Propinsi Jawa Barat,

Sumatera Selatan, Lampung, dan Kalimantan Barat.

b. Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar

meliputi Wilayah Propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku, dan Papua.

c. Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan meliputi

(4)

d. Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya meliputi Wilayah Propinsi Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

e. Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang

meliputi Wilayah Propinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

BAB III KEWENANGAN

Pasal 4

(1) Pengadilan Niaga merupakan satu-satunya pengadilan yang berwenang

mengadili perkara-perkara niaga.

(2) Perkara niaga sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) meliputi

perkara-perkara sebagai berikut:

a. Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), serta hal-hal yang berkaitan dengannya, termasuk kasus-kasus actio pauliana dan prosedur renvoi tanpa memperhatikan apakah pembuktiannya sederhana atau tidak;

b. Hak atas Kekayaan Intelektual : 1. Desain Industri

2. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu 3. Paten

4. Merek

5. Hak Cipta

c. Lembaga Penjamin Simpanan : 1. Sengketa dalam proses likuidasi.

2. Tuntutan pembatalan segala perbuatan hukum bank yang mengakibatkan berkurangnya aset atau bertambahnya kewajiban bank, yang dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum pencabutan izin usaha.

d. Perkara lain di bidang perniagaan yang penetapannya dilakukan dengan Undang-Undang

BAB IV

SUSUNAN PENGADILAN NIAGA

Pasal 5

Susunan Pengadilan Niaga terdiri dari Pimpinan, Hakim, Panitera, Panitera Muda Niaga, Panitera Pengganti Niaga dan Jurusita Pengganti.

Pasal 6

(1) Pimpinan Pengadilan Niaga terdiri dari atas seorang Ketua dan seorang

Wakil Ketua.

(2) Ketua dan wakil ketua pengadilan negeri karena jabatannya menjadi ketua

dan wakil ketua Pengadilan Niaga.

(3) Ketua bertanggung jawab atas administrasi dan pelaksanaan Pengadilan

(5)

(4) Dalam hal tertentu Ketua dapat mendelegasikan penyelenggaraan administrasi dan pelaksanaan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Wakil Ketua.

(5) Panitera pada pengadilan negeri karena jabatannya menjadi panitera pada

pengadilan niaga.

Bagian Pertama Pengangkatan Hakim

Pasal 7

(1) Hakim diangkat berdasarkan keputusan Ketua Mahkamah Agung.

(2) Tunjungan dan hak-hak lainnya bagi Hakim diberikan selama menjalankan

tugas sebagai hakim niaga.

(3) Tunjangan dan hak-hak lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

diatur dengan Peraturan Presiden.

Pasal 8

Untuk dapat ditetapkan sebagai Hakim, seorang calon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. berpengalaman sebagai Hakim Pengadilan Negeri sekurang-kurangnya

selama 15 (lima belas) tahun;

b. berpengalaman menangani perkara perdata dan bidang perniagaaan;

c. jujur, adil, cakap, dan memiliki integritas moral yang tinggi serta reputasi

yang baik selama menjalankan tugas;

d. tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin dan/atau terlibat dalam perkara

pidana; dan

e. wajib mengikuti dan lulus pelatihan dan pendidikan sebagai Hakim Niaga.

. Bagian Kedua Pemberhentian Hakim

Pasal 9

Hakim diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena:

a. permintaan sendiri;

b. sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus;

c. terbukti tidak cakap dalam menjalankan tugas; atau

d. telah memasuki masa pensiun

Pasal 10 Hakim diberhentikan tidak dengan hormat karena:

a. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan

putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;

b. melakukan perbuatan tercela;

c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya;

d. melanggar sumpah atau janji jabatan.

(6)

(1) Hakim sebelum diberhentikan tidak dengan hormat berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Ketua Mahkamah Agung.

(2) Pemberhentian sementara karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a, dilakukan apabila Hakim yang bersangkutan telah ditetapkan sebagai tersangka.

(3) Pemberhentian sementara karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b, huruf c dan huruf d, berlaku paling lama 6 (enam) bulan.

(4) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah berakhir tanpa dilanjutkan dengan pemberhentian maka pemberhentian sementara berakhir demi hukum.

(5) Hakim yang diberhentikan sementara dilarang menangani perkara.

Pasal 12

Tata cara pemberhentian dengan hormat, pemberhentian tidak dengan hormat, dan pemberhentian sementara, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Ketiga Kepaniteraan

Pasal 13

(1) Penitera muda niaga, panitera pengganti niaga dan jurusita pengganti

diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Mahkamah Agung atas usul Ketua Pengadilan Niaga.

(2) Untuk dapat diangkat menjadi panitera pengganti niaga, seorang calon

harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. berpengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima tahun) sebagai panitera

pengganti di dalam lingkungan peradilan umum;

b. harus mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan khusus.

Pasal 14

Tugas dan kewajiban panitera muda niaga menyelenggarakan administrasi Pengadilan Niaga.

BAB V

TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS

Pasal 15

(1) Setiap orang berhak memperoleh informasi dari Pengadilan Niaga sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Pengadilan Niaga menyediakan informasi yang bersifat terbuka dan dapat

diakses oleh publik mengenai penyelenggaraan Pengadilan Niaga.

(7)

BAB VI HUKUM ACARA

Pasal 16

(1) Kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang yang bersangkutan, maka

hukum acara yang berlaku adalah hukum acara perdata.

(2) Jangka waktu penyelesaian perkara di Pengadilan Niaga dan Mahkamah

Agung menunjuk kepada jangka waktu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yang bersangkutan.

Pasal 17

(1) Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung mengadili perkara niaga

dilakukan oleh majelis Hakim yang jumlah anggotanya ganjil, dan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang Hakim.

(2) Susunan Majelis Hakim Pengadilan Niaga ditetapkan oleh Ketua

Pengadilan Niaga, dan susunan Majelis Hakim pada Makkamah Agung ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung.

BAB VII PEMBIAYAAN

Pasal 18

(1) Biaya yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang ini

dibebankan pada anggaran Mahkamah Agung yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

(2) Mahkamah Agung setiap tahun wajib menyusun rencana kerja dan

anggaran Pengadilan Niaga.

(3) Panjar biaya perkara di Pengadilan Niaga ditetapkan oleh Ketua Pengadilan

Niaga dan panjar biaya perkara di Mahkamah Agung ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung.

(4) Biaya perkara baik pada Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung

dibebankan kepada para pihak.

.

BAB VIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 19

Pada saat Undang-Undang ini berlaku, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Makassar, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri Semarang, adalah Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

Pasal 20

Semua peraturan perundang-undangan pada saat Undang-Undang ini diundangkan, masih tetap berlaku sejauh tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini.

(8)

Perkara niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Undang-Undang ini yang telah dilimpahkan atau yang sedang diperiksa pada setiap tingkat pemeriksaan dan peninjauan kembali, diperiksadan diputus berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku sebelum Undang-Undang ini.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP Pasal 22

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal ...

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ANDI MATTALATTA

(9)

PENJELASAN ATAS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ...

TENTANG PENGADILAN NIAGA

I. UMUM

Perkembangan perekonomian dan perdagangan serta pengaruh globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh para pengusaha pada umumnya sebagian besar merupakan pinjaman yang berasal dari berbagai sumber, baik dari bank, penanaman modal, penerbitan obligasi maupun cara lain yang diperbolehkan, telah menimbulkan banyak permasalahan dalam masyarakat.

Untuk kepentingan dunia usaha dalam menyelesaikan masalah perdagangan secara adil, cepat, terbuka, dan efektif, sangat diperlukan perangkat hukum yang mendukungnya.

Pengadilan Niaga dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Tentang Kepailitan jo. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Selanjutnya, mengingat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menentukan bahwa pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan umum yang dibentuk dengan undang-undang tersendiri, perlu pengaturan mengenai Pengadilan Niaga dalam suatu undang-undang tersendiri. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung disebutkan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum.

Pengadilan Niaga ini merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan Peradilan Umum dan pengadilan satu-satunya yang memiliki kewenangan mengadili perkara niaga. Pengadilan Niaga berkedudukan pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Ujung Pandang, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri Semarang.

Hukum acara yang digunakan dalam pemeriksaan di sidang Pengadilan Niaga pada dasarnya dilakukan sesuai dengan hukum acara perdata yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini dan undang-undang tentang cakupan niaga yang bersangkutan. Kekhususan hukum acara tersebut antara lain mengatur:

a. penegasan pembagian tugas dan wewenang antara ketua dan wakil

(10)

b. mengenai susunan majelis Hakim dalam pemeriksaan di sidang pengadilan baik pada tingkat pertama, kasasi maupun peninjauan kembali; dan

c. adanya kepaniteraan khusus untuk Pengadilan Niaga.

Selain itu, undang-undang tentang Pengadilan Niaga ini juga mengatur masalah pembiayaan dalam penyelenggaraan Pengadilan Niaga serta transparansi dan akuntabilitas Pengadilan Niaga.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “Kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang, serta hal-hal yang berkaitan dengannya” adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup Jelas

Ayat (3)

Cukup Jelas

Ayat (4)

(11)

Cukup Jelas

Hakim yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan pengunduran diri kepada Ketua Mahkamah Agung.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “sakit jasmani atau rohani secara terus menerus” adalah sakit yang menyebabkan yang bersangkutan tidak mampu lagi melakukan tugas dan kewajibannya dengan baik yang dibuktikan dengan surat keterangan dari dokter.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “melakukan perbuatan tercela” adalah apabila Hakim yang bersangkutan karena sikap, perbuatan, dan tindakannya baik di dalam maupun di luar pengadilan merendahkan martabat Hakim.

Huruf c

Ketentuan jangka waktu 6 (enam) bulan yang ditentukan dalam ayat ini dimaksudkan untuk menunggu hasil pemeriksaan terhadap pelanggaran tersebut.

(12)

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Ketentuan ini sebagai wujud akuntabilitas Pengadilan Niaga melalui keterbukaan informasi mengenai penyelenggaraan pengadilan.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

menengahkan pada lereng yang lebih landai (di bawah 40%) pembebanan dapat berperan menambah gaya penahan gerakan pada lereng. 2) Sebagai tindakan preventif, beban

Training Kewirausahaan Sosial bagi 8 KUB Kader Kesehatan Desa 3 Kali – 3 Bulan 137 Anggota 8 KUB Kader Wringingintung Tulis Wonokerso Beji Simbangjati Kenconorejo

Tahap kedua dari Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah pelaksaan yang merupakan penerapan yang berupa isi dari rancangan. Dalam tahap ke dua ini peneliti harus

Saya lebih suka membeli produk-produk kosmetik dari perusahaan yang sudah identik dengan kesehatan.. 5 Aroma produk The Body Shop

Observasi partisipatif, peneliti terlibat dalam kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati, dengan observasi ini maka data yang diperoleh akan lebih

Sistem Informasi ini akan memudahkan pengelolaan, dapat meminimumkan konsumsi waktu yang dibutuhkan dalam proses pengajuan dan persetujuan aplikasi

Menurut Mardalis (2004:58) teknik purposive yaitu pengambilan sampel pada pertimbangan dan tujuan tertentu yang dilakukan dengan sengaja Adapun pihak yang diwawancara

ketuntasan belajar Hasil belajar tersebut belum mencapai target dari pembelajaran, sehingga dilanjutkan pada siklus II dengan melakukan refleksi terhadap proses