• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis semantik penafsiran Achmad Chodjim atas Surah Yasin.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis semantik penafsiran Achmad Chodjim atas Surah Yasin."

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SEMANTIK PENAFSIRAN ACHMAD CHODJIM

ATAS SURAH

YA>SI>N

Skripsi:

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar

Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

FAIQOTUL ULA ALQURNIYYAH

NIM: E23212134

PRODI ILMU AL-

QUR’AN DAN

TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Faiqotul Ula Alqurniyyah. Analisis Linguistik Penafsiran Achmad Chodjim

atas Surah Yasin dalam Al-Qur’an.

Penelitian ini dilakukan karena menimbang bahwa Surat Yasin adalah salah satu surat yang mempunyai banyak manfaat jika di baca seorang muslim. Maka dari itu Achmad Chodjim berusaha memahami makna Surat Yasin melalui buku yang berjudul “Misteri Surah Yasin, Mengerti Kekuatan Jantung al-Qur’an dalam Kehidupan”. Penjelasan dalam buku tersebut menggunakan isu aktual sehingga dapat di pahami secara luas.

Skripsi ini adalah hasil penelitian yang bersifat kepustakan (Library Research) yang menjawab permasalahan mengenai metode Achmad Chodjim untuk memahami Surat Yasin dalam buku “Misteri Surah Yasin, Mengerti Kekuatan Jantung al-Qur’an dalam Kehidupan” dan penerapan kajian semantik dalam buku tersebut. Sesuai dengan permasalahan yang akan di bahas, maka pengumpulan data diperoleh dengan meneliti buku “Misteri Surah Yasin, Mengerti Kekuatan Jantung al-Qur’an dalam Kehidupan” dan dibantu dengan metode semantik untuk memahami buku karya Achmad Chodjim tersebut.

Adapun hasil dari penelitian ini Achmad Chodjim dalam menafsirkan surah yasin menggunakan ra’yi dan tahili. Dalam penelitian ini Achmad Chodjim menggunakan kajian semantik yang bermacam-macam bentuknya untuk menjelaskan makna isi surah yasin dan menghasilkan penjelasan yang sangat luas dan mudah di pahami.

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL LUAR ... i

SAMPUL DALAM... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iv

SURAT PERNYATAAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN... vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... ix

KATA PENGANTAR ... xi

ABSTRAK ... xiii

DAFTAR ISI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian... 6

E. Manfaat Penelitian ... 7

F. Kajian Pustaka ... 7

G. Metode Penelitian ... 8

(8)

BAB II TEORI SEMANTIK ... 14

A. Pengertian dan Perkembangan Sejarah Semantik ... 14

B. Unsur-Unsur Semantik ... 19

C. Jenis-Jenis Semantik ... 21

D. Korelasi Semantik, Fonologi, Morfologi dan Sintaksis ... 25

BAB III SKETSA PERJALANAN INTELEKTUAL ACHMAD CHODJIM ... 32

A. Biografi Achmad Chodjim ... 32

1. Riwayat Hidup ... 32

2. Karya-karya Intelektual ... 33

B. Tafsir Achmad Chodjim ... 38

1. Kandungan Surah Yasin ... 38

2. Misteri Surah Yasin; Mengerti kekuatan jantung Al-Quran dalam Kehidupan ... 39

BAB IV APLIKASI SEMANTIK MENURUT ACHMAD CHODJIM ... 57

A. Metode Penafsiran Achmad Chodjim ... 57

B. Penafsiran Mufassir lainnya ... 60

(9)

BAB V PENUTUP ... 77

A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an adalah kitab suci sekaligus petunjuk bagi seluruh umat. Seperti

yang diterangkan dalam al-Qur‟an yang artinya “Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada

keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa,”1 Oleh sebab itu

kajian-kajian yang dilakukan kalangan muslim mengenai al-Qur’an sebagian besar

merupakan kajian dalam rangka mengungkap makna teks al-Qur’an.2

Dengan kerangka al-Qur’an sebagai petunjuk, para sarjana muslim lalu

merumuskan kesepakatan bersama tentang al-Qur’an: bahwa al-Qur’an s}a>lih} li

kullal zama>n wa al maka>n (al-Qur’an relevan di setiap zaman dan tempat).

Artinya, al-Qur’an dapat dipahami dengan baik jika penafsiran kitab suci mampu

mendialogkannya secara kritis, dinamis, dan proporsional. Mereka mengerahkan

daya lahir dan batin untuk bisa memahami makna yang terkandung dalam

al-Qur‟an. Diktum ini setidaknya memberi ruang bagi berbagai pemahaman

al-Qur’an yang akan selalu berkembang seiring perkembangan peradaban dan budaya

manusia.3

1

يي ّ مْ ل ً يي ْي ا كْلا ل . Lihat Q.S. Al-Baqarah : 2.

2

Ihsan Ali-Fauzi,”Kaum Muslimin dan Tafsir al-Quran; Survey Bibiliografis atas Karya –karya dalam Bahasa Arab” (Jurnal UQ, II. 1990), 12.

3

(11)

2

Semula usaha menafsirkan al-Qur’an diserahkan sepenuhnya kepada

Muhammad4 sebagai penafsir tunggal. Tapi setelah kematian Muhammad, proses

penafsiran al-Qur’an jatuh ke tangan para sahabat. Setidaknya ada 10 sahabat yang

mendapat anugerah itu. Seperti Abu> Bakr al-S}idi>q, `Umar bin al-Khat}t}a>b,

`Uthma>nbin `Affa>n, `Ali>bin Abi> T}a>lib, `Abdullah bin Mas`u>d, Ibn `Abba>s, Ubay

bin Ka`ab, Zayd bin Tha>bit, Abu>Mu>sa> al-`Asy`ari>, dan `Abdullah bin Zubayr.5

Mengingat betapa pentingnya posisi tafsir al-Qur’an dalam menentukan

wajah Islam sebagai penebar kasih bagi semesta, maka proses dan tradisi ini harus

dipertahankan untuk selalu terus-menerus, berkembang, dan dikaji ulang sampai

semua metode keilmuan yang dibangun manusia betul-betul bisa menjaring

seluruh makna yang terkandung dalam al-Qur’an. Sebab secara interen, al-Qur’an

selalu menebarkan sayap maknanya pada setiap pembaca dan kondisi.6

Berangkat dari pentingnya dalam menghimpun makna al-Qur‟an

diperlukan upaya pengakraban terhadap al-Qur’an dengan berbagai metode dan

pendekatannya. Penafsiran yang tepat diperlukan untuk memahami al-Qur'an

secara baik dan benar diperlukan penafsiran yang tepat sehingga untuk mencapai

maksud tersebut diperlukan penguasaan metodologi tafsir secara baik pula. Ilmu

tafsir terus berkembang dan jumlah kitab-kitab tafsir terus bertambah dalam

4

Muhammad adalah seorang nabi, pembawa risalah Islam, dan rasul trakhir penutup rangkaian nabi dan rasul Allah SWT di muka bumi ini. Ia adalah salah seorang dari lima rasul tertinggi yang termasuk dalam golongan ulum azmi atau mereka yang mempunyai keteguhan hati (Q.S. 46.:35). Keempat lainnya adalah Ibrahim AS (bapak tiga agama: Yahudi, Kristen, dan Islam), Nuh As, Musa As, dan Isa As. Lihat Perpustakaan Nasioanal RI: Katalog Dalam Terbitan, “Muhammad”, Ensiklopedi Islam, Vol 8, (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2005), 61.

5

Subhi as-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu al-Quran, penerjemah Tim Pustaka Firdaus, (Jakarta; Pustaka Firdaus, 2008), 411.

6

(12)

beraneka corak. Para ulama tafsir belakangan kemudian memilah kitab-kitab itu

berdasarkan metode penulisannya ke dalam empat bentuk tafsir, yaitu: metode

Tahlili, ijmaii, Muqarin dan Mawdhu‟i. Hal ini adalah tugas setiap generasi,

karena hasil interpretasi tidak pernah sampai pada level absolut dan benar secara

mutlak. Sebaliknya hasil pemahaman tersebut hanya sampai pada derajat relatif.

Bagaimanapun persepsi manusia terhadap wahyu verbal tertulis berbeda dari

waktu ke waktu, sesuai dengan tingkat nalar dan faktor-faktor eksternal yang turut

mempengaruhinya.7

Sejalan dengan berkembangnya zaman, perkembangan bahasa pun juga

ikut berkembang dan mengalami pergeseran-pergeseran makna. Pergeseran

makna bahasa memang tidak dapat dihindari. Tidak mengherankan dalam

beberapa tahun terakhir ini di Indonesia muncul berbagai kata yang memiliki

banyak makna baru. Meski demikian makna yang melekat terlebih dahulu tidak

serta merta hilang begitu saja. Perubahan makna suatu kata yang terjadi, terkadang

hampir tidak disadari oleh pengguna bahasa itu sendiri.

Semantik merupakan salah satu cabang linguistik yang berada pada

tataran makna. Verhaar, dalam Pateda mengatakan bahwa semantik adalah teori

makna atau teori arti (dalam bahasa Inggris semantics kata sifatnya semantic yang

dalam Bahasa Indonesia disamakan dengan kata semantik sebagai nomina dan

semantis sebagai ajektiva).8 Kata semantik disepakati sebagai istilah yang

7

Pengantar Nur Kholis Setiawan, dalam Aksin Wijaya, Menggugat Otentitas Wahyu Tuhan: Kritik atas nalar Tafsir Gender (Jogjakarta: Safiria Insania Press, 2004), 14.

8

(13)

4

digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda

linguistik dengan hal-hal yang ditandainya.9

Semantik sebagai studi makna bukan saja berkaitan dengan cabang

linguistik lainnya yaitu fonologi, morfologi, dan sintaksis, tetapi juga

berhubungan dengan disiplin ilmu lainnya. Disiplin ilmu yang dimaksud misalnya

antropologi, sosiologi, psikologi, dan filsafat. Antropologi berkepentingan di

bidang semantik, antara lain karena analisis makna di dalam bahasa dapat

menyajikan klasifikasi budaya pemakai bahasa secara praktis. Sosiologi memiliki

kepentingan dengan semantik, karena ungkapan atau ekspresi tertentu menandai

kelompok sosial atau identitas sosial tertentu. Psikologi berhubungan erat dengan

semantik, karena psikologi memanfaatkan gejala kejiwaan yang ditampilkan

manusia secara verbal atau nonverbal. Sementara itu, filsafat berhubungan erat

dengan semantik karena persoalan makna tertentu dapat dijelaskan secara

filosofis, misalnya makna ungkapan dan peribahasa.10 Di era modern ini tataran

tingkat bahasa (linguistik) sudah menjadi hal yang tidak baru lagi dalam dunia

islam atau penafsiran sebut saja Achmad Chodjim.

Achmad Chodjim telah banyak menghasilkan produk tafsir diantaranya

adalah Misteri Surah Yasin; Mengerti Kekuatan Jantung al-Qur‟an dalam

Kehidupan yang fokus pendekatannya menggunakan analisis semantik. Chodjim

membuktikan bahwa al-Qur‟an tidak pernah ketinggalan zaman. Ia mengaitkan

surah Yasin dengan isu aktual, seperti pemanasan global dan kekerasan dalam

beragama. Dengan demikian, keajaibannya dapat dimaknai dan dipahami secara

9

Abdul Chaer, linguistik umum (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), 2.

10

(14)

lebih luas, bukan hanya sebagai penyembuh bagi orang yang sakit atau

mendoakan yang sudah meninggal.

Surah Yasin merupakan surah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad

saw pada pertengahan periode Mekkah yang terdiri dari 83 ayat. Inilah surah

al-Qur’an yang paling banyak dibaca oleh umat Islam setelah Surah Al-Fatihah. Hal

yang menarik untuk dikaji dari Chodjim adalah dalam menafsirkan ayat al-Qur‟an

ia menafsirkannya ayat perayat secara berurutan mulai dari YâSîn seterusnya

dengan mengggunakan pendekatan semantik. Inilah yang menjadi bumbu dalam

penafsiran Chodjim. Tidak semua penafsir berani menafsirkan al-Qur‟an dengan

pendekatan tersebut. Tulisan ini menjelaskan metode Tahlili karena Achmad

Chodjim menjelskan secara ayat perayat. Oleh karena itu, penulis melakukan

penelitian dengan judul “Analisis Semantik Penafsiran Achmad Chodjim atas

Surah Yasin”. Dengan harapan mampu menguak penafsiran Surah Yâ Sîn yang

dihadirkan dengan pendekatan semantik.

B. Identifikasi Masalah

Untuk memberi arahan yang jelas dan ketajaman analisa dalam

pembahasan, maka perlu adanya pembatasan suatu permasalahan yang akan

dibahas dalam penelitian ini. Beberapa permasalah yang perlu dikaji. Diantaranya:

1. Pengertian Semantik

2. Sejarah dan Perkembangan Semantik

3. Tataran Linguistik

(15)

6

5. Jenis-Jenis Semantik

6. Perkembangan Metodologi tafsir al-Qur‟an.

7. Metode tahlili dan permasalahannya.

8. Kandungan buku Achmad Chodjim tentang Misteri Surat Yasin;

Mengerti kekuatan jantung Al-Qur’an dalam Kehidupan

9. Analisis semantik dalam buku Misteri Surat Yasin; Mengerti kekuatan

jantung Al-Qur’an dalam Kehidupan.

C. Rumusan Masalah

Dari identifikasi masalah diatas, agar lebih jelas dan memudahkan

operasional penelitian, maka perlu diformulasikan beberapa rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana metode Ahmad Chodjim dalam menafsirkan surat

ya>si>n?

2. Bagaimana penerapan kajian semantik dalam buku “misteri surah

yasin” karya Achmad Chodjim?.

D. Tujuan Penelitian

Berangkat dari rumusan masalah di atas, tujuan penelitian dalam tulisan ini

adalah:

1. Mengetahui metode Ahmad Chodjim dalam menafsirkan surat

(16)

2. Mengetahui analisis semantik dalam karya Achmad Chodjim

“misteri surah yasin”.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan keilmuan

dalam bidang tafsir agar penelitian ini benar-benar berguna untuk pengembangan

ilmu pengetahuan, maka perlu dikemukakan kegunaan dari penelitian ini. Adapun

kegunaan tersebut ialah sebagai berikut :

1. Menambah wawasan tentang analisis semantik yang digunakan

Achmad Chodjim dalam menafsirkan Surah Yasin dalam

Al-Qur’an.

2. Menambah wawasan dalam perkembangan tafsir yakni khusus

pada Surah Yasin dalam Al-Qur’an.

3. Memberikan kontribusi mengenai Tafsir di Indonesia.

F. Kajian Pustaka

Penulis belum menemukan adanya pembahasan yang membahas tentang

analisis semantik penafsiran Achmad Chodjim atas Surah Yasin. Beberapa karya

penafsiran bercorak ilmiah belum ditemukan adanya pembahasan khusus yang

mirip dengan penelitian ini. Mengenai literatur yang berhubungan dengan ini, ada

beberapa judul skripsi yang hampir sama dengan pembahasan, diantaranya:

1. Skripsi yang berjudul “Analisis Metodologi Tafsir Al-Fatihah Karya

(17)

8

Karya Irwan, Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah. Jakarta, 2010. Penelitian ini menyampaikan bahwa

penulis meneliti tentang metodologi tafsirnya dan penulis juga

mengikuti rumusan masalah yang di buat oleh Islah Gusmian. Dengan

rumusan Islah Gusmian tersebut, metodologi kajian tafsir dilihat dari

dua sisi, yakni sisi teknisi dan penulisan dan sisi-sisi hermeneutiknya.

2. Skripsi yang berjudul “Apresiasi Spiritual Q.S. al-Fatihah; Survei

profil karya-karya Jalaluddin Rahmad, Anand Krishna, dan Achmad

Chodjim”. Karya M. Afifuddin, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,

Universitas Islam Negeri Jakarta , 2004. Skripsi ini menyimpulkan

bahwa karya-karya Jalaluddin Rahmat, Anand Krishna, dan Achmad

Chodjim berbeda dalam membahas Apresiasi Spiritual Q.S. al-Fatihah.

3. Skripsi yang berjudul “Telaah Penerapan Teori Asbab Al-Nuzul Oleh

Achmad Chodjim dalam Surat Al-Ikhlas. Karya Hotimatul Chusna,

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Sunan

Ampel Surabaya, 2016. Skripsi ini berisi bahwa disini Achmad

Chodjim memberi penjelasan tentang asbab al-nuzul dengan cara yang

berbeda dibandingkan dengan ulama-ulama lainnya yang juga konsen

terhadap asbab al-nuzul.

Dari telaah pustaka yang dilakukan penulis, penulis belum menemukan

penelitian tentang Analisis Semantik Penafsiran Achmad Chodjim atas Surah

(18)

G. Metode Penelitian

Metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu

tujuan dengan teknik serta alat-alat tertentu. Harus diketahui bahwa jumlah dan

jenis metodologi penelitan memang banyak, sebanyak jenis masalah yang

dihadapi, tujuan dan situasi penelitian.11

Kata metode berasal dari bahasa yunani methodos, yang berarti cara atau

jalan. Dalam bahasa inggris kata ini di tulis dengan method, dan bahasa arab

menterjemahkan dengan al-thariqah dan al manhaj,12 dalam bahasa Indonesia

kata tersebut mengadung arti, “cara yang teratur dan terfikir baik-baik untuk

mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya),13 Sedangkan

menurut Poerwadaminta, metode ialah “cara kerja yang bersistem untuk

memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai suatu kegiatan”.14

Peneitian ini juga menggunakan metode tahlili yang berarti tafsir analitis.

Ada juga yang menyebutkan tafsir tahlili adalah tafsir yang mengkaji ayat-ayat

al-Qur‟an dari segala segi dan maknanya. Seorang mengkaji dengan metode ini

dengan menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an, ayat demi ayat dan surat demi surat,

makna lafal tertentu sesuai dengan urutan dan mushaf Utsmany.15 Metode Tahlili

memiliki berbagai macam corak penafsiran, yaitu almattsur, ar-ra‟yi, ash-shufi,

11

Muhammad, Kepemimpinan Laki Laki Atas Perempuan Dalam Alquan (Studi Komparatif Penafsiran Qurais Shihab Dan Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieq, 2010, Skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya, 13.

12

Kamus Al-Munawir.

13Ibid, … 13. 14

Muhammad, Kepemimpinan Laki Laki Atas Perempuan Dalam Alquan (Studi Komparatif Penafsiran Qurais Shihab Dan Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieq, 2010, Skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya, 14.

15

(19)

10

fiqhi, al-falsafi, al-ilmi dan al-adabi al-ijtima'i. Corak-corak tafsir tersebut

sesungguhnya hanya berupa kecenderungan mufasir terhadap bidang-bidang

keilmuan Islam.16

Penelitian ilmiah banyak bergantung pada cara penelitian mengumpulkan

fakta. Dalam batas-batas tertentu metode dan rancangan penelitian menentukan

validitasi penelitian.

1. Jenis penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian kepustakaan (library

research). Kepustakaan yakni metode pengumpulan data membaca serta

mencatat dan mengelola bahan penelitian tertentu.17 Dalam penelitian ini

data dikumpulkan awalnya di susun, dijelaskan setelah itu dianalisa.18

Sumber data yag akan dijadikan dalam penelitian ini bersifat

kepustakaan, diambil dari dokumen kepustakaan buku-buku, majalah,

kitab-kitab dan berbagai literature lainya yang sesuai dengan penelitian

ini, agar mendapat data yang konkret serta ada kaitanya dengan masalah

di atas meliputi sumber data primer dan sekunder.

a. Sumber primer

Sumber yang menjadi rujukan utama dalam penelitian. Adapun

sumber primer dalam penelitian ini adalah Misteri Surat Yasin; Mengerti

kekuatan jantung al-Qur’an dalam Kehidupan dan kitab-kitab lainnya.

16

Badri Khaeruman, Sejarah ..., 95.

17Ibid,… 14 18

(20)

b. Sumber sekunder

Yaitu sebagai acuan yang terkait langsung dalam pokok

permasalahan yakni karya-karya yang berhubungan dengan Ilmu Tafsir

diantaranya buku karya Abdul Chaer yang berjudul Linguistik Umum,

Pengantar Teori Linguistik karya John Lyons, Linguistik Umum Sebuah

Pengantar karya r.h. robins, Teori Semantik karya J. D. Papera, Semantik

yang di tulis Geoffey leech, Dasar-dasar Linguistik Umum yang ditulis

Soeparno, Pengantar Ilmu Tafsir yang ditulis oleh Samsurrohman,

Ulumul Quran I yang ditulis Ahmad Syadali, Ulumul Qur‟an: Studi

Kompleksitas Al-Qur’an yang di karang oleh Fahd bin Abdurrahman

Ar-Rumi, Metode Tafsir Mawdhu‟iy karya Abd. Al-Hayy Al-Farmawi, buku

karya J. W. M. Verhaar yang berjudul Pengantar Lingguistik.

2. Teknik pengumpulan data

Adapun pengumpulan data disini mengunakan library research

yakni mencari data dari berbagai macam buku, kitab dan lain-lain. Untuk

diklasifikasikan menurut materi yang dibahas.19 Dengan cara megunakan

metode dokumentasi dengan begitu laporan penelitian akan berisi dengan

kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran penyajian laporan

tersebut. Metode dokumentasi adalah suatu teknik pengumpulan data

19

(21)

12

dengan menghimpun data dan menganalisis dokumen, baik dokumen

tertulis gambar maupun elektrik.20

3. Teknik analisis data

Penelitian ini mengunakan metode analisis linguistik deskriptif dan

komparatif analisis, metode deskriptif yang mengadakan penyelidikan

mengemukakan beberapa data yang diperoleh kemudian menganalisis

dan mengklasifikasikan.21 Dianalisis sesuai dengan sub bahasa

masing-masing. Selanjutnya dilakukan telaah mendalam atas karya-karya yang

memuat objek penelitian dengan mengunakan analisis isi, yakni suatu

teknik sistematik utuk menganalisis isi pesan dan mengolahnya dengan

tujuan menangkap pesan yang tersirat dari beberapa pertayaan.Selain itu,

analisis isi juga berarti mengkaji bahan dengan tujuan spesifik yang ada

dalam benak peneliti.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan ini tersusun menjadi lima bagian.

Masing-masing bagian akan menjelaskna deskripsi singkat mengenai isi tulisan. Dengan

demikian diharapkan dapat mempermudah dalam penyajian dan pembahasan serta

pemahaman terhadapa apa yang akan di teliti. Berikut merupakan sistematika

laporan penelitian :

20

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005), 60.

21

(22)

Bab pertama, Yang merupakan pendahuluan dari laporan akan dibahas

mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika

penulisan. Selain itu pada bab ini juga akan dijelaskan pengertian serta dalam bab

ini juga digunakan sebagai pedoman, acuan, dan arahan sekaligus target

penelitian, agar penelitian dapat terlaksanakan secara terarah dan pembahasannya

tidak melebar.

Bab kedua, Akan di bahas secara fokus tentang pengertian, sejarah dan

perkembangan semantik serta membahas unsur semantik, jenis semantik dan

korelasi tataran linguistik diantaranya semantik, fonologi, morfologi, sintaksis.

Bab ketiga, memaparkan hasil penelitian, meliputi: biografi Achmad Chodjim, metode penafsiran Achmad Chodjim, dan Aplikasi semantik dalam Misteri Surah Yasin; Mengerti kekuatan jantung al-Qur’an dalam Kehidupan.

Bab keempat, Merupakan bagian akhir dari laporan penelitian yang berisi

penutup, bab ini mengemukakan kesimpulan sebagai jawaban atas

pertayaan-pertayaan yang diajukan dalam pokok permasalahan sekaligus saran-saran penulis

(23)

BAB II

TEORI SEMANTIK

A. Pengertian dan Perkembangan Sejarah Semantik

Kata semantik, sebenarnya merupakan istilah teknis yang mengacu pada

studi tentang makna.1 Makna yang dimaksud disini adalah makna bahasa, baik

dalam bentuk morfem, kata, atau kalimat. Morfem boleh saja memiliki makna,

misalnya reaktualisasi, yang maknanya perbuatan mengaktualisasikan kembali.2

Coseriu dan Geckeler Mengatakan bahwa istilah semantik mulai populer tahun

50-an yang diperkenalkan oleh sarjana perancis yang bernama M. Breal pada

tahun 1883.3

Kata semantik berasal dari bahasa yunani sema (noun) yang berarti tanda

atau lambang. Dalam bahasa Yunani, ada beberapa kata yang menjadi dasar kata

semantik yaitu semantikos (memaknai), semainein (mengartikan), dan sema

(tanda). Sema juga berarti kuburan yang mempunyai tanda yang menerangkan

siapa yang dikubur disana.4 Dari kata sema, semantik dapat dipahami sebagai

tanda yang memiliki acuan tertentu dan menerangkan tentang asal dimana kata itu

disebutkan pertama kali. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Pateda

yang menyetarakan kata semantics dalam bahasa Inggris dengan kata semantique

dalam bahasa Prancis yang mana kedua kata tersebut lebih banyak menjelaskan

1

Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), 3.

2

Ibid ...,25.

3

Ibid ...,3.

4

(24)

dengan kesejarahan kata.5 Dalam bahasa Arab, semantik diterjemahkan dengan

ilm al-Dila>lah atau Dila>lat al-Alfa>z}.Secara terminologis semantik ialah bagian

dari struktur bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan atau system

penyelidikan makna dan arti dalam suatu bahasa pada umumnya.6

Adapun secara istilah semantik adalah ilmu yang menyelidiki tentang

makna, baik berkenaan dengan hubungan antar kata-kata dan lambang-lambang

dengan gagasan atau benda yang diwakilinya, maupun berkenaan dengan

pelacakan atas riwayat makna-makna itu beserta perubahan-perubahan yang

terjadi atasnya atau disebut juga semiologi.7 Semantik juga berarti studi tentang

hubungan antara simbol bahasa (kata, ekspresi, frase) dan objek atau konsep yang

terkandung di dalamnya, semantik menghubungkan antara simbol dengan

maknanya.8

Semantik lebih dikenal sebagai bagian dari struktur ilmu kebahasaan

(linguistik) yang membicarakan tentang makna sebuah ungkapan atau kata dalam

sebuah bahasa.9 Bahasa sendiri menurut Plato adalah pernyataan pikiran

seseorang dengan perantara onomate dan rhemata yang merupakan cerminan dari

ide seseorang dalam arus udara lewat mulut.10 Dalam pengertian ini, bahasa

5

Pateda, Semantik ..., 3.

6Ahmad Fawaid,”

Semantik al-Qur’a>n : Pendekatan Teori Dila>lat al-Alfa>z terhadap Kata Zala>l dalam al-Qur’a>n”, Jurnal Muttawa>tir, Vol. 2 (Surabaya: t.p., 2013), 73.

7

Save M. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan (Jakarta: LPKN, 2006), 1016.

8

Ray Prytherch, Harrod’s Librarians Glossaary (England: Gower,1995), 579.

9

Harimukti Kridalaksana, Kamus Linguistik (Jakarta: Gramedia, 1993), 19.

10

(25)

16

terkait dengan kondisi sekitar pemakainya sehingga makna dari sebuah kata

(ucapan) terkait erat dengan orang yang mengucapkan dalam konteks diketahui

latar belakang sang penutur ketika dia mengucapkan kata tersebut agar bisa

dibedakan dengan pemakai yang lain.11

Slamet Muljana menyatakan bahwa yang dimaksud semantik adalah

penelitian makna kata dalam bahasa tertentu menurut sistem penggolongan.

Semantik dapat menampilkan sesuatu yang abstrak, dan apa yang ditampilkan

oleh semantik sekadar membayangkan kehidupan mental pemakai bahasa.

Semantik dalam hubungannya dengan sejarah, melibatkan sejarah pemakai bahasa

(masyarakat bahasa).Bahasa berubah, berkembang tidak luput dari suatu hal yang

mempengaruhinya.12

Pada tahun 1894 istilah semantik ini muncul yang dikenal melalui

American Philological Association (Organisasi Filologi Amerika) dalam sebuah

artikel yang berjudul Reflected Meaning A Point in Semantics. M. Breal melalui

artikelnya yang berjudul Le Lois Intellectualles du Langage, dia mengungkapkan

istilah semantik sebagai bidang baru dalam keilmuan, di dalam bahasa Prancis

istilah tersebut dikenal dengan semantique. M. Breal menyebut semantik historis

(historical semantics). Semantik historis ini cenderung mempelajari semantik

yang berhubungan dengan unsur-unsur luar bahasa, misalnya latar belakang

11

J. D. Parera, Teori Semantik (Jakarta: Erlangga, 1990), 27.

12

(26)

perubahan makna, perubahan makna berhubungan dengan logika, psikologi, dan

perubahan makna itu sendiri.13

Seorang ahli klasik yang bernama Reisig mengungkapkan konsep baru

tentang grammar yang meliputi tiga unsur utama, yaitu etimologi (studi asal-usul

kata sehubungan dengan perubahan bentuk maupun makna), sintaksis (tata

kalimat), dan semasiologi (ilmu tanda makna). Pada tahun 1825-1925 semasiologi

sebagai ilmu baru yang belum disadari sebagai semantik. Istilah semasiologi itu

sendiri adalah istilah yang dikemukakan Reisig. Berdasarkan pemikiran Reisig,

perkembangan semantik dapat dibagi dalam tiga masa pertumbuhan yaitu:

Pertama, meliputi masa setengah abad termasuk kegiatan Reisig, masa ini disebut

Ullmann sebagai underground period. Kedua, yakni semantik sebagai ilmu murni

historis, adanya pandangan historical semantics dengan munculnya karya klasih

M. Breal. Ketiga, masa perkembangan ini ditandai studi makna dengan

munculnya karya filolog Swedia, Gustaf Stern melakukan kajian makna secara

empiris bertolak dari satu bahasa (bahasa Inggris) melalui karyanya yang berjudul

Meaning and Change of Meaning with Special Reference to the English

Language.14

Aristoteles sebagai pemikir pertama yang menggunakan istilah makna

lewat batasan pengertian kata aristoteles mengemukakan bahwa satuan terkecil

yang mengandung makna. Dengan ini, Aristoteles juga telah mengungkapkan

bahwa makna kata itu dapat dibedakan antara makna yang hadir dari kata itu

13

Fatimah Djajasudarma, Semantik 1: makna leksikal dan gramatikal, (Bandung: Refika Aditama, 2012), 2.

14

(27)

18

sendiri secara otonom, serta makna kata yang hadir akibat terjadinya hubungan

gramatikal. Bahkan plato dalam Cratylus mengungkapkan bahwa bunyi-bunyi

bahasa itu secara implisit mengandung makna-makna tertentu.15

Semantik juga diartikan sebagai kajian analitik terhadap istilah-istilah

kunci suatu bahasa dengan suatu pandangan yang akhirnya sampai kepada

pengertian konseptual atau pandangan dunia masyarakat yang menggunakan

bahasa tersebut, tidak hanya sebagai alat bicara dan berfikir, tetapi yang lebih

penting lagi pengkonsepan dan penafsiran dunia yang melingkupinya.16

Disini ia menekankan pada istilah-istilah kunci yang terikat pada kata per

kata. Jadi semantik lebih terfokus pada kajian kata, bukan bahasa secara umum.

Kata sendiri merupakan bagian bahasa dimana huruf adalah bagian terkecilnya.

Huruf yang terangkai menjadi frase dan bergabung hingga memiliki suatu

rangkaian yang bermakna, merupakan sebuah simbol yang terdapat dalam bahasa.

Ketika rangkaian huruf dan frase telah memiliki makna, maka ia disebut sebuah

kata. Dalam perjalanan sejarah perkembangannya, kata yang awalnya hanya

memiliki satu makna asli (dasar) mengalami perluasan hingga memiliki beberapa

makna. Hal ini yang menjadi fokus metode semantik dalam mengungkap

konsep-konsep yang terdapat di dalam Al-Qur‟an.

Adapun istilah Semantik Al-Qur‟an mulai populer sejak Izutsu

memperkenalkannya dalam bukunya yang berjudul “God and Man in the Koran:

15

Aminuddin, Semantik: Pengantar Studi Tentang Makna, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2008), 15.

16

(28)

Semantics of the Koranic Weltanschauung”. Izutsu memberikan definisi semantik

Al-Qur‟an sebagai kajian analitik terhadap istilah-istilah kunci yang terdapat di

dalam Al-Qur‟an dengan menggunakan bahasa Al-Qur‟an agar diketahui

weltanschauung Al-Qur‟an, yaitu visi Qur‟ani tentang alam semesta.17

Pada tahun 1897 dengan munculnya Essai de Semantique karya Breal,

semantik dinyatakan dengan tegas sebagai ilmu makna. Kemudian pada tahun

1923 muncul buku The Meaning of Meaning karya Ogden dan Richards yang

menekankan hubungan tiga unsur dasar, yakni menghadirkan makna tertentu,

yang memiliki hubungan signifikan dengan referent (acuan). Pikiran mempunyai

hubungan langsung dengan symbol (lambang), tetapi lambang tidak memiliki

hubungan langsung dengan acuan, karena keduanya memiliki hubungan yang

arbitrer. Sehubungan dengan kata meaning, para pakar semantik menentukan asal

katanya dari to mean (verba dalam bahasa Inggris), di dalamnya banyak

mengandung “meaning” yang berbeda-beda. Leech menyatakan bahwa para pakar

semantik sering secara tidak wajar memikirkan “the meaning of meaning” yang

diperlukan untuk mengantar semantik. Kebanyakan pakar cenderung

menerangkan semantik dalam hubungannya dengan ilmu yang lain, dan mereka

masih mendebatkan bahwa makna bahasa tidak dapat dimengerti atau tidak dapat

dikembangkan, kecuali dalam makna nonlinguistik.18

17

Izutsu, Relasi Tuhan ..., 3.

18

(29)

20

B. Unsur-Unsur Semantik

Semantik berhubungan dengan tanda-tanda, sintaksis berhubungan

dengan gabungan tanda-tanda (susunan tanda-tanda) sedangkan pragmatik

berhubungan dengan asal-usul, pemakaian, dan akibat pemakaian tanda-tanda di

dalam tingkah laku berbahasa. Penggolongan tanda dapat dilakukan denagn cara:

1. Tanda yang ditimbulkan oleh alam, diketahui manusia karena pengalaman,

misalnya:

a. Hari mendung tanda akan hujan.

b. Hujan terus-menerus dapat menimbulkan banjir.

c. Banjir dapat menimbulkan wabah penyakit dan kelaparan.

2. Tanda yang ditimbulkan oleh binatang, diketahui manusia dari suara binatang

tersebut, misalnya:

a. Anjing menggonggong tanda ada orang masuk halaman.

b. Kucing bertengkar (mengeong) dengan ramai suaranya tanda ada wabah

penyakit atau keribytan (bagi masyarakat bangsa Indonesia yang ada di

Jawa Barat), dst.

3. Tanda yang ditimbulkan oleh manusia, tanda ini dibedakan atas:

a. Yang bersifat verbal, adalah tanda yang dihasilkan menusia melalui

alat-alat bicara.

b. Yang bersifat nonverbal, digunakan manusia untuk berkomunikasi, sama

halnya dengan tanda verbal. Tanda nonverbal dibedakan menjadi 2, yaitu:

Pertama, tanda yang dihasilkan anggota badan, dikenal sebagai bahasa

(30)

yang dihasilkan melalui bunyi (suara), misalnya bersiul bermakna

gembira, memanggil, ingin kenal.19

Hubungan antara kata, makna kata, dan dunia kenyataan disebut

referensial.20 Hubungan antara kata (lambang), makna (konsep atau reference) dan

sesuatu yang diacu (referent) adalah hubungan tidak langsung. Hubungan tersebut

digambarkan melalui apa yang disebut segitiga semiotik (semiotic triangle).21

Tiap kata (lambang) memiliki konsep, dan konsep ini dapat diketahui

melalui keberadaannya sendiri atau melalui hubungannya dengan satuan kata lain.

Tiap kata memiliki acuan yang dapat diindera (konkret) dan yang tidak dapat

diindera (abstrak). Dengan demikian dapatlah menemukan kata yang berkonsep

bebas konteks, dan kata yang berkonsep terikat konteks. Kata berkonsep terikat

konteks akan jelas maknanya bila berada di dalam konteks (melalui makna

gramatikal).22

C. Jenis-Jenis Semantik

Berbagai nama jenis makna telah di kemukakan orang dalam berbagai

buku linguistik atau semantik.

1. Semantik Leksikal, Gramatikal dan Kontekstual

Semantik leksikal ialah kajian semantik yang lebih memusatkan pada

pembahasan sistem makna yang terdapat dalam kata.Makna tiap kata yang

19

Djajasudarma, Semantik 1 ..., 35.

20

Hubunga referensial adalah hubungan yang terdapat antara sebuah kata dan dunia luar bahasa yang diacu oleh pembicaranya. Lihat Djajasudarma , Semantik 1..., 39.

21

Ibid.

22

(31)

22

diuraikan di kamus merupakan contoh dari semantik leksikal, seperti kata rumah,

dalam kamus diartikan sebuah bangunan yang digunakan sebagai tempat tinggal

oleh manusia.23 Semua makna (baik berbentuk dasar maupun bentuk turunan)

yang terdapat dalam kamus disebut makna leksikal.24 Dapat juga dikatakan bahwa

makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, sesuai dengan hasil observasi

indera kita atau makna apa adanya. Semantik gramatikal ialah studi semantik yang

khusus mengkaji makna yang terdapat dalam suatu kalimat.Misalnya, berkuda,

kata dasar kuda berawalan ber- yang bermakna mengendarai kuda.25 Semantik

kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu

konteks. Makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya, yakni tempat,

waktu dan lingkungan penggunaan bahasa itu.26

2. Semantik Referensial dan Non-referensial

Sebuah kata atau leksem dikatakan bermakna referensial jika ada

referensnya atau acuannya. Ada sejumlah kata yang disebut kata deiktik, yang

acuannya tidak menetap pada satu wujud. Misalnya : kata-kata pronominal,

seperti, dia, saya dan kamu. Makna referensial disebut juga makna kognitif,

karena memiliki acuan. Misalnya :orang itu menampar orang.27

3. Semantik Denotatif dan semantik Konotatif

Semantik denotatif adalah makna asli, makna asal atau makna

sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem. Semantik denotatif sebenarnya

23

Pateda, Semantik ...,74.

24

Djajasudarma , Semantik 1..., 13.

25

Pateda, Semantik ..., 71.

26

Chaer, Linguistik ...., 290.

27

(32)

sama dengan makna leksikal. Semantik konotatif adalah makna lain yang

ditambahkan pada makna denotatif yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang

yang menggunakan kata tersebut. Konotasi sebuah kata bisa berbeda antara

seseorang dengan orang lain.28

4. Semantik Konseptual dan semantik Asosiatif

Leech (1976) membagi makna menjadi menjadi makna konseptual dan

makna asosiatif. Semantik konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah

leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Makna konseptual sebenarnya

sama dengan makna leksikal, deotatif dan makna referensial. Misalnya kata kuda

memiliki makna konseptul sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai.

Semantik asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata bahasa.

Makna asosiasi sama dengan perlambangan yang digunakan oleh suatu

masyarakat bahasa untuk menyatakan konsep lain, yang mempunyai kemiripan

sifat, keadaaan atau ciri-ciri yang ada pada leksem tersebut. Makna konotatif

termasuk dalam makna asosiatif, karena kata-kata tersebut berasosiasi dengan

nilai rasa terhadap kata itu. Makna stilistika berkenaan dengan perbedaan

penggunaan kata sehubungan dengan perbedaan sosial atau bidang kegiatan.

Makna afektif berkenaan dengan perasaan pembicara terhadap lawan bicara atau

terhadap objek yang dibicarakan. Makna kolokatif berkenaan dengan ciri-ciri

makna tertentu yang dimiliki sebuah kata dengan kata-kata yang bersinonim.

28

(33)

24

Misalnya kata melati berasosiasi dengan suci atau kesucian, kata merah

berasosiasi dengan berani.29

5. Semantik Kata dan Semantik Istilah

Pada awalnya, makna yang dimiliki oleh sebuah kata adalah makna

leksikal, denotatif atau makna konseptual. Namun, dalam penggunaannya makna

kata itu baru menjadi jelas jika kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya

atau konteks situasinya. Istilah mempunyai makna yang pasti, jelas, tidak

meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu, istilah sering

dikatakan bebas konteks, sedangkan kata tidak bebas konteks.30

6. Semantik Idiom dan Peribahasa

Makna idiom adalah makna leksikal yang terbentuk dari beberapa kata.

Kata-kata yang disusun dengan kombinasi kata lain dapat pula menghasilkan

makna berlainan.misalnya meja hijau bermakna pengadilan, membanting tulang

bermakna bekerja keras. Idiom juga dimaknai adalah satuan ujaran yang

maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal

maupun secara gramatikal. Idiom terbagi atas idiom penuh dan idiom sebagian.

Idiom penuh adalah idiom yang semua unsurnya telah melebur menjadi satu

kesatuan. Sedangkan idiom sebagian adalah idiom yang salah satu unsurnya

masih memiliki makna leksikal sendiri. Makna pribahasa adalah makna yang

hampir mirip dengan makna idiom, akan tetapi terdapat perbedaan, makna

pribahasa adalah makna yang masih dapat ditelusuri dari makna unsur-unsurnya

karena adanya asosiasi antara makna asli dengan maknanya sebagai pribahasa,

29

Ibid ..., 293.

30

(34)

sedangkan makna idiom tidak dapat diramalkan.Idiom dan peribahasa terdapat

pada semua bahasa yang ada di dunia ini, terutama pada bahasa-bahasa yang

penuturnya sudah memiliki kebudayaan yang tinggi.Misalnya, seperti anjing dan

kucing yang bermakna dua orang yang tidak pernah akur. Makna ini memiliki

asosiasi bahwa binatang yang namanya anjing dan kucing jika bersuara memang

selalu berkelahi, tidak pernah damai.31

D. Korelasi Semantik, Fonologi, Morfologi dan Sintaksis

Semantik adalah cabang linguistik yang meneliti arti atau makna.

Semantik sebagai cabang ilmu bahasa mempunyai kedudukan yang sama dengan

cabang-cabang ilmu bahasa lainnya. Semantik berkedudukan sama dengan

fonologi, morfologi, dan sintaksis. Di sini yang membedakan adalah

cabang-cabang ilmu bahasa ini terbagi menjadi dua bagian besar yaitu morfologi dan

sintaksis termasuk pada tataran gramatikal, sedangkan fonologi dan semantik

termasuk pada tataran di luar gramatikal.

Status tataran semantik dengan tataran fonologi, morfologi dan sintaksis

adalah tidak sama. Semantik dengan objeknya yakni makna, berada di seluruh

tataran, yaitu berada di tataran fonologi, morfologi dan sintaksis. Makna yang

menjadi objek semantik sangat tidak jelas, tak dapat diamati secara empiris,

sehingga semantik diabaikan. Tetapi, pada tahun 1965, di kutip dalam buku Chaer

Chomsky yang menyatakan bahwa semantik merupakan salah satu komponen dari

tata bahasa dan makna kalimat sangat ditentukan oleh semantik ini. Memang

31

(35)

26

kalau ingat akan teori bapak Linguistik modern, Ferdinand de Saussure, bahwa

tanda linguistik (signe linguistique) terdiri dari komponen signifian dan signifie,

maka sesungguhnya studi linguistik tanpa disertai dengan studi semantik adalah

tidak ada artinya, sebab kedua komponen itu, signifian dan signifie, merupakan

dua hal yang tidak dapat dipisahkan.32 Menurut de Saussure, setiap tanda

linguistik atau tanda bahasa terdiri dari dua komponen, yaitu komponen signifian

(yang mengartikan) yang berwujud runtunan bunyi, dan komponen signifie (yang

diartikan) yang berwujud pengertian atau konsep (yang dimiliki signifian).

Menurut teori yang dikembangkan Ferdinand de Saussure, makna adalah

„pengertian‟ atau „konsep‟ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda

linguistik. Kalau tanda linguistik tersebut disamakan identitasnya dengan kata

atau leksem, berarti makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh

setiap kata atau leksem.33Di dalam penggunaannya dalam pertuturan yang nyata,

makna kata atau leksem itu seringkali terlepas dari pengertian atau konsep

dasarnya dan juga acuannya. Banyak pakar menyatakan bahwa kita baru dapat

menentukan makna sebuah kata apabila kata itu sudah berada dalam konteks

kalimatnya. Pakar itu juga mengatakan bahwa makna kalimat baru dapat

ditentukan apabila kalimat itu berada di dalam konteks wacananya atau konteks

situasinya.34

Fonologi ialah bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis,

membicarakan tata bunyi atau kaidah bunyi dan cara menghasilkannya. Secara

etimologi terbentuk dari kata fon yaitu bunyi dan logi yaitu ilmu. Bunyi perlu

32

Chaer, Linguistik ..., 285.

33

Ibid ...., 287.

34

(36)

dipelajari Karena wujud bahasa yang paling primer adalah bunyi. Bunyi adalah

Getaran udara yang masuk ke telinga sehingga menimbulkan suara. Bunyi bahasa

adalah bunyi yang dibentuk oleh tiga faktor, yaitu pernafasan (sebagai sumber

tenaga), alat ucap (yang menimbulkan getaran), dan rongga pengubah getaran

(pita suara). Fonologi dapat melibatkan fonetik dan fonemik. Fonetik tidak hanya

melibatkan bunyi bahasa, tetapi juga mencakup hubungan bunyi itu dihasilkan

dan diterima.35 Menurut hierarki satuan bunyi yang menjadi objek studinya,

fonologi dibedakan menjadi, fonetik36 dan fonemik.37 Secara umum fonetik biasa

dijelaskan sebagai cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa

memperhatikan apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda

makna atau tidak. Sedangkan fonemik adalah cabang studi fonologi yang

mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai

pembeda makna.

Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan

dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-beluk

35

Chaer, Linguistik ..., 102.

36

Fonetik adalah bidang linguistik yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Kemudian, menurut urutan proses terjadinya bunyi bahasa itu, dibedakan adanya tiga jenis fonetik, yaitu fonetik artikulatoris, fonetik akustik, dan fonetik auditoris. Fonetik artikulatoris, disebut juga fonetik organis atau fonetik fisiolofis, mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat berbicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa, serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan. Fonologi akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam. Bunyi-bunyi itu diselidiki frekuensi getarannya, amplitudonya, intensitasnya, dan timbrenya. Sedangkan fonetik auditoris mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita. Dari ketiga jenis fonetik ini, yang paling berurusan dengan dunia linguistik adalah fonetik artikulatoris, sebab fonetik inilah yang berkenan dengan bidang fisika, dan fonetik auditoris lebih berkenaan dengan bidang fisika, dan fonetik auditoris lebih berkenaan dengan bidang kedokteran, yaitu neurologi, meskipun tidak tertutup kemungkinan linguistik juga bekerja dalam kedua bidang fonetik itu. Lihat Ibid ...., 103.

37

(37)

28

bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan

dan arti kata. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi

mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk

kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik.38 Morfologi atau kata

bentuk analisa bagian-bagian kata, mempunyai bagian-bagian diantaranya adalah

morfem dan kata. Morfem itu disebut satuan gramatikan yang terkecil dalam

sistematis bahasa. Misalnya (terduduk terdiri atas delapan fonem) tetapi fonem

tidak merupakan satuan gramatikal fonologi tidak termasuk tatabahasa.Dan

kataadalah satuan linguistik yang relatif bebas karena telah memiliki makna utuh

karena kata dapat hadir dalam pemakaian bahasa dengan perangkat makna yang

lengkap. Kata merupakan satuan yang bersama – sama dengan morfem termasuk

kedalam wilayah kajian morfologi. Perbedaannya dapat dirumuskan oleh

pernyataan bahwa morfem merupakan satuan terkecil dalam morfologi, sedangkan

kata merupakan satuan terbesar.39

Morfologi termasuk tata bahasa untuk menentukan bahwa sebuah satuan

bentuk adalah morfem atau bukan, kita harus membandingkan bentuk tersebut di

dalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain. Kalau bentuk tersebut bisa hadir

secara berulang-ulang dengan bentuk lain, maka bentuk tersebut adalah morfem.

Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama itu di sebut

alomorf. Dengan perkataan lain alomorf adalah perwujudan konkret dari sebuah

morfem. Jadi, setiap morfem tertu mempunyai alomorf, entah satu, entah dua, atau

juga enam buah. Selain itu bisa juga dikatakan morf dan alomorf adalah dua buah

38

McCarthy, Andrew Carstair. English Morphology: Words and Their Structure.(Edinburgh: Edinburgh University Press.2002).

39

(38)

nama untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah nama untuk semua bentuk

yang belum diketahui statusnya. Sedangkan Alomorfadalah nama untuk bentuk

tersebut bila sudah diketahui status morfemnya (bentuk-bentuk realisasi yang

berlainan dari morfem yang sama) .40

Morfologi dan sintaksis adalah bidang tataran linguistik yang secara

tradisional disebut tata bahasa atau gramatikal. Kedua bidang tataran itu memang

berbeda, namun muncul istilah Morfosintaksis yaitu gabungan dari morfologi dan

sintaksis. Morfologi membicarakan tentang struktur internal kata. Sintaksis

membicarakan tentang hubungan kata dengan kata lain, atau unsur-unsur lain

sebagai suatu satuan ujaran.41Struktur sintaksis ada tiga yaitu fungsi sintaksis,

kategori sintaksis, dan peran sintaksis. Dalam fungsi sintaksis ada hal-hal penting

yaitu subjek, predikat, dan objek.Dalam kategori sintaksis ada istilah nomina,

verba, adjektiva, dan numeralia.Dalam peran sintaksis ada istilah pelaku,

penderita, dan penerima. Menurut Verhaar (1978), fungsi-fungsi S, P, O, dan K

merupakan kotak kosong yang diisi kategori dan peranan tertentu. Contoh Kalimat

aktif: Nenek melirik kakek tadi pagi. Kata nenek memiliki peran pelaku, melirik

memiliki aktif, kakek memiliki peran sasaran, dan tadi pagi memiliki peran waktu.

Kalau Kalimat pasif: Kakek dilirik nenek tadi pagi. Kata kakek yang tadinya

mengisi fungsi objek, sekarang mengisi fungsi subjek dan peran tetap sasaran,

verba pasif dilirik sebagai ubahan dari verba aktif melirik sekarang berperan pasif,

nenek yang semula mengisi fungsi subjek sekarang mengisi fungsi objek dengan

peran tetap pelaku, dan frase tadi pagi tetap mengisi fungsi keterangan dengan

40

Chaer, Linguistik ...., 150.

41

(39)

30

peran yang tetap juga, yaitu peran waktu. Struktur sintaksis minimal mempunyai

fungsi subjek dan predikat seperti pada verba intransitif yang tidak membutuhkan

objek. Menurut Djoko Kentjono (1982), hadir tidaknya fungsi sintaksis tergantung

konteksnya.42Fungsi-fungsi sintaksis harus diisi kategori-kategori yang sesuai.

Fungsi subjek diisi kategori nomina, fungsi predikat diisi kategori verba, fungsi

objek diisi kategori nomina, dan fungsi keterangan diisi kategori adverbia.

Fonologi merupakan salah satu cabang ilmu bahasa yang bertugas

mempelajari fungsi bunyi untuk membedakan dan mengidentifikasi kata-kata

tertentu.Morfologi adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari pembentukan

kata.Sintaksisadalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari hubungan formal

antara tanda-tanda bahasa, yakni hubungan antara katayang satu dengan lainnya

dalam suatu kalimat. Dan Semantik sebagai cabang ilmu bahasa memiliki

hubungan yang erat dengan ketiga cabang ilmu bahasa (fonologi, morfologi, dan

sintaksis). Ini berarti, bahwa makna suatu kata atau kalimat ditentukan oleh unsur

bunyi (tekanan suara dan atau nada suara atau yang lebih umum adalah

suprasegmental), bentukan kata (perubahan bentuk kata), maupun susunan kata

dalam kalimat.Dengan demikian, tidak mungkin semantik dipisahkan dari cabang

linguistik lainnya atau sebaliknya.

42

(40)

Hubungan antara ilmu bahasa

Fonologi

Morfologi Bentuk Kata

Bunyi Bahasa

Sintaksis Makna Kalimat

(41)

BAB III

SKETSA PERJALANAN INTELEKTUAL

ACHMAD CHODJIM

A. Biografi Achmad Chodjim

1. Riwayat Hidup

Achmad Chodjim lahir di Surabaya, pada 27 Februari 1953.

Dibesarkan dalam lingkungan masyarakat tradisional-Islami yang

menyenandungkan kitab-kitab klasik. Chodjim berwajah sejuk, terbuka, dan

pluralis. Pergaulannya dengan rekan-rekannya di Pondok Pesantren Darul

Ulum dan Tebuireng Jombang serta Pesantren Modern Darussalam Gontor

selama duduk di bangku SLTP dan SLTA, telah membuatnya termotivasi

mempelajari ilmu-ilmu agama secara otodidak. Pendidikan folmalnya sendiri

diperoleh dari Sekolah Pertanian Menengah Atas Negeri Malang (1974).1

Chodjim menyempatkan waktu untuk belajar ilmu-ilmu agama kepada

tokoh agama di malang yang ada di sana saat itu. Kepada K.H. Achmad Chair,

ketua rohani Islam di Korem Angkatan Darat di Malang, ia belajar tafsir

seminggu sekali. Sedangkan untuk hadis, ia belajar kepada Muhammad Bejo,

mubaligh nasional Muhammadiyah.2

Dari belajar kedua tokoh agama tersebut, ia mendapat pemahaman

lebihtentang agama khususnya tentang tafsir dan hadis. Kedua guru tersebut

1

Achmad Chodjim. Syech Siti Jenar: Makna Kematian. (Jakarta: Serambi. 2002), V.

2 M. Affifuddin, “

(42)

juga memperkenalkan kepada Chodjim dan teman-teman pengajiannya

macam-macam kitab klasik Islam, baik yang sudah diterjemahkan dalam

bahasa Indonesia, bahasa inggris, dan bahasa arab untuk dipelajari. Hal

tersebut mendorongnya untuk mendalami bahasa Arab sebagai ilmu alat dalam

mempelajari kitab klasik Islam tetapi bukan bahasa Arab sebagai percakapan.

Dalam bahasa Arab, ia juga belajar nahwu, shorof, mantiq, dan sastra.3

Pada tahun 1987 ia meraih gelar sarjana pertanian (agronomi) dari

Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 1996, ia meraih gelar magister

Manajemen di Sekolah Tinggi Prasetya Mulya, Jakarta. Saat ini ia bekerja di

perusahaan asing di Jakarta. Selain itu, dia juga memberikan bimbingan kepada

kelompok pengajian rohani karyawan di tempatnya bekerja dan juga di

berbagai majlis taklim.4

2. Karya-karya Intelektual

Ada beberapa karya intelektual Achmad Chodjim yang telah

diterbitkan. Antara lain:

1. Al-Fatihah: Membuka Mata Batin Dengan Surat Pembuka (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2000). Di buku ini Chodjim mengajak untuk tumbuh.

Tulisannya membangkitkan kepribadian. Pelik-pelik ajaran agama

mengenai kehidupan dituturkan dengan bahasa yang sederhana, santun,

3 M. Affifuddin, “

Apresiasi Spiritual Q.S. al-Fatihah; Survei profil karya-karya Jalaluddin Rahmad, Anand Krishna, dan Achmad Chodjim,” (Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2004), 46.

4

(43)

34

dan mengalir. Inilah tafsir surah Alfatihah yang sangat khas, dirancang

khusus untuk kondisi psikologis dan sosial kaum muslim Indonesia.

2. Islam Estoteris: Kemuliaan dan Keindahannya (Jakarta:Gramedia, 2000).

3. Syekh Siti Jenar: makna Kematian (Jakarta: Serambi, 2002). buku ini

bukanlah sejarah hidup Syekh Siti Jenar, melainkan ulasan ajarannya.

Buku ini lebih mengulas eksistensi manusia, disini akan mengupas tauhid,

akhlak, dan makrifat Syekh Siti Jenar. Tauhid yang menjadi landasan

pokok dalam beragama ia ajarkan hingga tuntas. Sifat 20 tidak diajarkan

sebagai sifat Tuhan semata, tapi juga sifat yang disandang oleh

hamba-Nya yang mukmin. Justru di sinilah ajaran Siti Jenar lebih menarik dari

pada ajaran yang disampaikan oleh para wali lainnya.

4. Jalan Pencerahan: Menyelami Samudera Surah al-Fa>tih{ah (Jakarta:

Serambi, 2002).

5. Al-Na>s: Segarkan Jiwa dengan Surah Manusia (Jakarta:Serambi, 2005).

Chodjim Mengupas lapis-lapis makna Annas di buku ini, salah satu dari

dua surat untuk perlindungan diri dari bisikan jahat setan

(al-mu'awwadzatayn), buku ini membawa manusia memasuki wilayah jin,

setan dan iblis, mendedahkan hakikat, peran, kediaman, dan daya - goda

makhluk halus itu dalam diri kita. Agar bisa keluar dari takhyul yang

mengungkung kemerdekaan hidup manusia. Supaya diri manusia mampu

menepis energi-energi negatif yang mereka tularkan. Dalam buku ini

penulis menyodorkan panduan praktis berlindung dari segala bisikan jahat

(44)

6. Al-Falaq: Sembuh dari Penyakit Batin dengan Sunah Subuh (Jakarta:

Serambi, 2002). Chodjim mengupas surah ini agar dapat digunakan

sebagai petunjuk bagi orang-orang yang ingin memperoleh keselamatan,

tapi juga mampu menjawab tantangan zaman.

7. Membangun Syurga: Bagaimana Hidup Damai di Bumi Agar Damai Pula

di Akhirat (Jakarta: Serambi, 2004). Buku ini tidak berkisah tentang

kenikmatan surga, seperti bidadari, kehidupan tanpa terik matahari,

sungai-sungai madu, susu, arak, dan lainya. Akan tetapi, buku ini mengkaji

tentang hakikat kehidupan surgawi merupakan hasil dari sebuah

pencapaian-pencapaian untuk berjumpa dengan Tuhan.

8. Al-Ikhla>s : Bersihkan Iman dengan Surah Kemurnian (Jakarta: Serambi,

2005). Al-Ikhlash memandu manusia menyusuri jalan menuju Yang Nyata,

Al-Haqq, Sang Kebenaran Tunggal. Manusia dibimbing untuk mengenali

mana yang maya mana yang nyata. Pikiran manusia dibuka untuk

memahami makna pertolongan dan syafaat Tuhan yang selama ini

didambakan. Sebab, bila manusia mengenali jenis pertolongan itu dengan

benar, yang acap datang malah pertolongan setan.

9. Rahasia Sepuluh Malam (Jakarta: Serambi, 2007). Di atas keislaman ada

keimanan. Dan, di atas keimanan ada keihsanan. Inilah yang acap kita

lupakan sebagai muslim. Kita sibuk mencari identitas keislaman, bergulat

dengan kulit Islam dan mengabaikan intinya. Akibatnya, wajah

keberagamaan kita berlumur kekumuhan, kemiskinan, kebodohan, dan

(45)

36

menampilkan keihsanan dari wajahin dah agama Islam.Dengan tutur yang

santun dan renyah, Chodjim membabarkan “dari mana” kita berangkat

dan “kemana” kita seharusnya pergi.5 Pembaca diharapkan bisa mengerti

tujuan hidupnya dan menempuh jalan yang benar yaitu jalan para rasul di

mana thâghût atau hawa nafsu ditinggalkan dan cinta kepada Allah

mengejawantah. Buahnya adalah cinta kepada sesama dan senantiasa

merayakan hidup ini dengan penuh cinta.

10. Syekh Siti Jenar: Makrifat dan Makna Kehidupan (Jakarta: Serambi,

2007). Buku ini Chodjim menjabarkan Rukun Islam sebagai basis perilaku

dalam hidup sehari-hari. Muslim sejati tak sekadar mengucapkan syahadat,

mengerjakan salat, berpuasa, menunaikan zakat, dan berhaji secara formal.

Kalau hanya itu, muslim sulit melepas mentalitas pembangunan yang

buruk, mental korupsi dan kolusi. Warisan lama inilah yang hendak

diberantas oleh Syekh Siti Jenar. Bagi Syekh, iman bukanlah semata-mata

kepercayaan. Iman harus dapat ditransformasikan dalam kehidupan. Iman

bukanlah bekal untuk menghadapi kematian sebagai mana kita membawa

bekal dalam perjalanan yang jika kita lapar lalu kita makan. Di tangan

Syekh, rukun iman melahirkan kemanunggalan iman, sebagai wujud

manunggalingkawulak lawan Gusti dalam kehidupan nyata di bumi.

Rukun Islam dan Iman tidak hanya dipraktikkan berdasarkan olah budi dan

cipta. Bila tidak berada di atas kehendak Tuhan, keinginan akan mengotori

jiwa. Hanya bila budi dan cipta telah dipimpin Tuhan, kita akan terlepas

5

(46)

dari ketersesatan. Syekh juga mengupas lugas makna sifat Rasul bagi

kehidupan kita, rahasia asahi dan pandangan revolusioner tentang Hari

Akhir.

11. Menerapkan Keajaiban Surah Ya>si>n dalam Kehidupan Sehari-hari

(Jakarta: Serambi, 2008). Buku ini Achmad Chodjim menguraikan

tanda-tanda Allah yang ada di angkasa. Dan Chodjim juga membahas lebih

dalam tanda-tanda bukti keberadaan-Nya di bumi yang ada pada karya

manusia.

12. Sunan Kalijaga: Mistik dan Makrifat (Jakarta: Serambi, 2013). Sunan

Kalijaga, alias Raden Syahid. Dia seorang putra tumenggung. Tetapi dia

tidak mau mewarisi kekuasaan dari ayahandanya. Justru dia memilih

menjadi pegiat spiritual Islam di Tanah Jawa, yang pada akhirnya oleh

Dewan Wali Sanga, dia diangkat sebagai salah satu anggotanya untuk

menggantikan Syekh Subakir yang kembali ke Persia. Namanya akrab di

telinga Islam Jawa.

13. Misteri Surah Yasin; Mengerti Kekuatan Jantung al-Qur’an dalam

Kehidupan (Jakarta: Serambi, 2013). Surah Yasin memang tidak ada

habisnya. Seperti Achmad Chodjim yang juga ikut menyumbangkan

pemikirannya terkait surah Yasin. Achmad Chodjim mengambil beberapa

ayat yang ia sukai untuk memecahkan misteri surah Yasin. Semua ayat

jadi fokus bahasan Achmad Chodjim yang ia bagi menjadi 18 Bab.

Sebagian pendapat Achmad Chodjim mungkin masih sejalan dengan

(47)

38

seperti pembahasan makna rasul atau di BAB II. Menurut Achmad

Chodjim, Nabi Muhammad SAW memang penutup para nabi, tapi bukan

penutup para rasul (utusan). Rasul menurutnya sampai sekarang masih

diutus untuk setiap bangsa dan umat. Bahkan sampai hari kiamat pun rasul

akan tetap ada.

B. Tafsir Achmad Chodjim

1. Kandungan Surah Yasin

Ya>si>n adalah jantung al-Qur’an. Bahkan sebagian besar ahli tafsir

menyitir sebuah hadis yang menyatakan “Setiap sesuatu ada jantungnya

(esensinya), dan jantung (esensi) al-Qur’an adalah Surah Yasin. Jantung adalah

dibacakan untuk orang-orang yang sedang mengalami sakaratul maut, atau

untuk membangun kesadaran manusia.6

Menurut prof. Dasteghib sebagaimana dikutib dalam buku Misteri

surah Yasin oleh Achmad Chodjim. Surah Yasin mencakup penjelasan tentang

keberadaan Allah, hari kebangkitan, keimanan kepada Allah dan para nabi

beserta tujuannya, serta bantahan terhadap orang-orang kafir dan musyrik.

Selain itu, di dalam Surah Yasin juga diutarakan argumen tentang kebenaran

ajaran Ilahi, kejadian di surga dan neraka beserta keadaan para penghuninya.7

Surah Ya>si>n merupakan figur sentral dalam pengajaran agama Islam.

Surah ini juga mengandung doktrin sentral tentang pewahyuan dan Hari

Akhirat. Terkandung pula dalam surah ini adalah ayat-ayat yang menjelaskan

6

Achmad Chodjim, Misteri Surah Yasin; Mengerti Kekuatan Jantung Al-Qur’an dalam Kehidupan, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2013), 20.

7

(48)

bukti keberadaan Allah yang ada di alam. Dari yang terkandung itulah, surah

ini menjadi jangtungnya al-Qur‟an.

Muhammad Asad8 juga tidaklah berbeda dengan para ahli tafsir

lainnya. Bahkan menurutnya, hampir seluruh isi surah ini ditujukam untuk

menjawab problem pertanggungjawaban moral manusia dalam hidup ini, dan

selanjutnya menuju pada kepastian pengadilan Tuhan di Hari Kebangkitan.

Oleh karena kandungannya itu, Nabi Muhammmad menyeru pengikutnya

untuk menghafal dan membacakannya bagi orang yang sedang mengalami

proses kematian dan juga terhadap orang yang mati.9

Maulana Muhammad Ali membagi kandungan Surah Ya>si>n sesuai

dengan banyaknya titik yang ada di dalam surah ini. Ada lima titik dalam surah

ini. Titik pertama menerangkan tentang kebenaran al-Qur‟an, titik kedua

tentang kalam ibarat dan wahyu, titik ketiga tentang kebenaran al-Qur‟an pada

kodrat alam, titik keempat menerangkan konsekuensi terhadap penerimaan atau

penolakan terhadap. Dan, titik trakhir, yaitu titik kelima, tentang penjelasan

kehidupan pascakematian.10

2. Misteri Surah Ya>si>n; Mengerti kekuatan jantung al-Qur‟an dalam Kehidupan

Selain menjelaskan biografi dari Achmad Chodjim, penulis juga ingin

mengutip sedikit mengenai pemaknaan Achmad Chodjim mengenai surah

yasin. Adapun pemaknaan ayat surah yasin sebagai berikut:

8

Muhammad asad atau Leopold Weiss adalah seorang cendekiawan muslim, mantan duta besar pakistan untuk perserikatan bangsa-bangsa, dan penulis beberapa buku tentang islam termasuk salah satu tafsir al-Qur‟an modern yakni The Message of the Qur‟an.

9

Chodjim, Misteri Surah Yasin ..., 21.

10

(49)

40

Yaa-siiin. Menurut Ibnu Abbas r.a., Yasin berupa dua kata yang

berbeda maknya. Kata yang pertama adalah “yaa” yang berupa partikel seru

“hai” atau “ya”. Sedangkan kata “siiin”, menurut dialek suku Thayy berarti

insan, manusia. Dengan demikian, “Ya>si>n” adalah sebuah kalimat yang artinya

wahai manusia. Interpretasi atau penafsiran bahwa “Ya>si>n” bermakna “Wahai

manusia” itu sudah diterima oleh beberapa sahabat besar dan tabiin, seperti

Ikrimah, al-D{ah{h{a>k, dan Said ibn Jubair. Beberapa tafsir awal, seperti Thabari,

Baghawi, Zamakhsyari, dan Ibnu Katsir juga menerima makna tersebut.11

Qawl yang ada di dalamayat 9 bisa berupa perkataan Allah, perkataan

nabi, ataupun perkataan kita sebagai manusia biasa. Namun qawl yang

dimaksud adalah qawl Allah atau perkataan Allah. Dan perkataan yang

menyangkut hukum sebab-akibat yang ada pada diri manusia.12































13

Dan Kami adakan di hadapanmerekadindingdan di belakangmerekadinding (pula), dan Kami tutup (mata) merekasehinggamerekatidakdapatmelihat.14

Ayat 9 ini menerangkan bahwa Allah meletakkan tabir di depan dan di

belakang. Tabir ini di terjemahkan dari kata sadd (). Dalam bahasa Inggris

kata sadd ini diterjemahkan bar atau baarrier yang dalam bahasa Indonesia

bagi keduanya adalaah penghalang atau tabir.15

11

Chodjim, Misteri Surah Yasin ..., 33.

12

Ibid ..., 79. 13

Q.S. Yasin: 9.

14

Departemen Agama RI, Al-Qur’an danterjemahnya (Jakarta: PT Sygma, 2012), 440.

15

(50)

Menurut Prof. Dasteghib, Dikutip dari buku karya Chojim: Harapan,

hawa nafsu, cinta dan rakus terhadap dunia, harta, serta, kedudukan,

merupakan belenggu pada leher. Akibatnya, kepala mendongak dan tidak bisa

dipakai lagi untuk melihat ke depan atau kebelakang. Meskipun ada belenggu

di leher, mereka tetap tak mengertinya. Karena, belenggu itu ada di dalam diri

mereka sendiri.16

Kebenaran yang nyata jelas merupakan kebenaran objektif, yang dapat

diterima oleh akal sehat. Inilah kebenaran yang datangnya d

Referensi

Dokumen terkait