ANALISIS SEMANTIK PENAFSIRAN ACHMAD CHODJIM
ATAS SURAH
YA>SI>N
Skripsi:
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat
Oleh:
FAIQOTUL ULA ALQURNIYYAH
NIM: E23212134
PRODI ILMU AL-
QUR’AN DAN
TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
ABSTRAK
Faiqotul Ula Alqurniyyah. Analisis Linguistik Penafsiran Achmad Chodjim
atas Surah Yasin dalam Al-Qur’an.
Penelitian ini dilakukan karena menimbang bahwa Surat Yasin adalah salah satu surat yang mempunyai banyak manfaat jika di baca seorang muslim. Maka dari itu Achmad Chodjim berusaha memahami makna Surat Yasin melalui buku yang berjudul “Misteri Surah Yasin, Mengerti Kekuatan Jantung al-Qur’an dalam Kehidupan”. Penjelasan dalam buku tersebut menggunakan isu aktual sehingga dapat di pahami secara luas.
Skripsi ini adalah hasil penelitian yang bersifat kepustakan (Library Research) yang menjawab permasalahan mengenai metode Achmad Chodjim untuk memahami Surat Yasin dalam buku “Misteri Surah Yasin, Mengerti Kekuatan Jantung al-Qur’an dalam Kehidupan” dan penerapan kajian semantik dalam buku tersebut. Sesuai dengan permasalahan yang akan di bahas, maka pengumpulan data diperoleh dengan meneliti buku “Misteri Surah Yasin, Mengerti Kekuatan Jantung al-Qur’an dalam Kehidupan” dan dibantu dengan metode semantik untuk memahami buku karya Achmad Chodjim tersebut.
Adapun hasil dari penelitian ini Achmad Chodjim dalam menafsirkan surah yasin menggunakan ra’yi dan tahili. Dalam penelitian ini Achmad Chodjim menggunakan kajian semantik yang bermacam-macam bentuknya untuk menjelaskan makna isi surah yasin dan menghasilkan penjelasan yang sangat luas dan mudah di pahami.
DAFTAR ISI
SAMPUL LUAR ... i
SAMPUL DALAM... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN SKRIPSI ... iv
SURAT PERNYATAAN ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN... vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ... ix
KATA PENGANTAR ... xi
ABSTRAK ... xiii
DAFTAR ISI ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Rumusan Masalah ... 6
D. Tujuan Penelitian... 6
E. Manfaat Penelitian ... 7
F. Kajian Pustaka ... 7
G. Metode Penelitian ... 8
BAB II TEORI SEMANTIK ... 14
A. Pengertian dan Perkembangan Sejarah Semantik ... 14
B. Unsur-Unsur Semantik ... 19
C. Jenis-Jenis Semantik ... 21
D. Korelasi Semantik, Fonologi, Morfologi dan Sintaksis ... 25
BAB III SKETSA PERJALANAN INTELEKTUAL ACHMAD CHODJIM ... 32
A. Biografi Achmad Chodjim ... 32
1. Riwayat Hidup ... 32
2. Karya-karya Intelektual ... 33
B. Tafsir Achmad Chodjim ... 38
1. Kandungan Surah Yasin ... 38
2. Misteri Surah Yasin; Mengerti kekuatan jantung Al-Quran dalam Kehidupan ... 39
BAB IV APLIKASI SEMANTIK MENURUT ACHMAD CHODJIM ... 57
A. Metode Penafsiran Achmad Chodjim ... 57
B. Penafsiran Mufassir lainnya ... 60
BAB V PENUTUP ... 77
A. Kesimpulan ... 77
B. Saran ... 78
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah kitab suci sekaligus petunjuk bagi seluruh umat. Seperti
yang diterangkan dalam al-Qur‟an yang artinya “Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada
keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa,”1 Oleh sebab itu
kajian-kajian yang dilakukan kalangan muslim mengenai al-Qur’an sebagian besar
merupakan kajian dalam rangka mengungkap makna teks al-Qur’an.2
Dengan kerangka al-Qur’an sebagai petunjuk, para sarjana muslim lalu
merumuskan kesepakatan bersama tentang al-Qur’an: bahwa al-Qur’an s}a>lih} li
kullal zama>n wa al maka>n (al-Qur’an relevan di setiap zaman dan tempat).
Artinya, al-Qur’an dapat dipahami dengan baik jika penafsiran kitab suci mampu
mendialogkannya secara kritis, dinamis, dan proporsional. Mereka mengerahkan
daya lahir dan batin untuk bisa memahami makna yang terkandung dalam
al-Qur‟an. Diktum ini setidaknya memberi ruang bagi berbagai pemahaman
al-Qur’an yang akan selalu berkembang seiring perkembangan peradaban dan budaya
manusia.3
1
يي ّ مْ ل ً يي ْي ا كْلا ل . Lihat Q.S. Al-Baqarah : 2.
2
Ihsan Ali-Fauzi,”Kaum Muslimin dan Tafsir al-Quran; Survey Bibiliografis atas Karya –karya dalam Bahasa Arab” (Jurnal UQ, II. 1990), 12.
3
2
Semula usaha menafsirkan al-Qur’an diserahkan sepenuhnya kepada
Muhammad4 sebagai penafsir tunggal. Tapi setelah kematian Muhammad, proses
penafsiran al-Qur’an jatuh ke tangan para sahabat. Setidaknya ada 10 sahabat yang
mendapat anugerah itu. Seperti Abu> Bakr al-S}idi>q, `Umar bin al-Khat}t}a>b,
`Uthma>nbin `Affa>n, `Ali>bin Abi> T}a>lib, `Abdullah bin Mas`u>d, Ibn `Abba>s, Ubay
bin Ka`ab, Zayd bin Tha>bit, Abu>Mu>sa> al-`Asy`ari>, dan `Abdullah bin Zubayr.5
Mengingat betapa pentingnya posisi tafsir al-Qur’an dalam menentukan
wajah Islam sebagai penebar kasih bagi semesta, maka proses dan tradisi ini harus
dipertahankan untuk selalu terus-menerus, berkembang, dan dikaji ulang sampai
semua metode keilmuan yang dibangun manusia betul-betul bisa menjaring
seluruh makna yang terkandung dalam al-Qur’an. Sebab secara interen, al-Qur’an
selalu menebarkan sayap maknanya pada setiap pembaca dan kondisi.6
Berangkat dari pentingnya dalam menghimpun makna al-Qur‟an
diperlukan upaya pengakraban terhadap al-Qur’an dengan berbagai metode dan
pendekatannya. Penafsiran yang tepat diperlukan untuk memahami al-Qur'an
secara baik dan benar diperlukan penafsiran yang tepat sehingga untuk mencapai
maksud tersebut diperlukan penguasaan metodologi tafsir secara baik pula. Ilmu
tafsir terus berkembang dan jumlah kitab-kitab tafsir terus bertambah dalam
4
Muhammad adalah seorang nabi, pembawa risalah Islam, dan rasul trakhir penutup rangkaian nabi dan rasul Allah SWT di muka bumi ini. Ia adalah salah seorang dari lima rasul tertinggi yang termasuk dalam golongan ulum azmi atau mereka yang mempunyai keteguhan hati (Q.S. 46.:35). Keempat lainnya adalah Ibrahim AS (bapak tiga agama: Yahudi, Kristen, dan Islam), Nuh As, Musa As, dan Isa As. Lihat Perpustakaan Nasioanal RI: Katalog Dalam Terbitan, “Muhammad”, Ensiklopedi Islam, Vol 8, (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2005), 61.
5
Subhi as-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu al-Quran, penerjemah Tim Pustaka Firdaus, (Jakarta; Pustaka Firdaus, 2008), 411.
6
beraneka corak. Para ulama tafsir belakangan kemudian memilah kitab-kitab itu
berdasarkan metode penulisannya ke dalam empat bentuk tafsir, yaitu: metode
Tahlili, ijmaii, Muqarin dan Mawdhu‟i. Hal ini adalah tugas setiap generasi,
karena hasil interpretasi tidak pernah sampai pada level absolut dan benar secara
mutlak. Sebaliknya hasil pemahaman tersebut hanya sampai pada derajat relatif.
Bagaimanapun persepsi manusia terhadap wahyu verbal tertulis berbeda dari
waktu ke waktu, sesuai dengan tingkat nalar dan faktor-faktor eksternal yang turut
mempengaruhinya.7
Sejalan dengan berkembangnya zaman, perkembangan bahasa pun juga
ikut berkembang dan mengalami pergeseran-pergeseran makna. Pergeseran
makna bahasa memang tidak dapat dihindari. Tidak mengherankan dalam
beberapa tahun terakhir ini di Indonesia muncul berbagai kata yang memiliki
banyak makna baru. Meski demikian makna yang melekat terlebih dahulu tidak
serta merta hilang begitu saja. Perubahan makna suatu kata yang terjadi, terkadang
hampir tidak disadari oleh pengguna bahasa itu sendiri.
Semantik merupakan salah satu cabang linguistik yang berada pada
tataran makna. Verhaar, dalam Pateda mengatakan bahwa semantik adalah teori
makna atau teori arti (dalam bahasa Inggris semantics kata sifatnya semantic yang
dalam Bahasa Indonesia disamakan dengan kata semantik sebagai nomina dan
semantis sebagai ajektiva).8 Kata semantik disepakati sebagai istilah yang
7
Pengantar Nur Kholis Setiawan, dalam Aksin Wijaya, Menggugat Otentitas Wahyu Tuhan: Kritik atas nalar Tafsir Gender (Jogjakarta: Safiria Insania Press, 2004), 14.
8
4
digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda
linguistik dengan hal-hal yang ditandainya.9
Semantik sebagai studi makna bukan saja berkaitan dengan cabang
linguistik lainnya yaitu fonologi, morfologi, dan sintaksis, tetapi juga
berhubungan dengan disiplin ilmu lainnya. Disiplin ilmu yang dimaksud misalnya
antropologi, sosiologi, psikologi, dan filsafat. Antropologi berkepentingan di
bidang semantik, antara lain karena analisis makna di dalam bahasa dapat
menyajikan klasifikasi budaya pemakai bahasa secara praktis. Sosiologi memiliki
kepentingan dengan semantik, karena ungkapan atau ekspresi tertentu menandai
kelompok sosial atau identitas sosial tertentu. Psikologi berhubungan erat dengan
semantik, karena psikologi memanfaatkan gejala kejiwaan yang ditampilkan
manusia secara verbal atau nonverbal. Sementara itu, filsafat berhubungan erat
dengan semantik karena persoalan makna tertentu dapat dijelaskan secara
filosofis, misalnya makna ungkapan dan peribahasa.10 Di era modern ini tataran
tingkat bahasa (linguistik) sudah menjadi hal yang tidak baru lagi dalam dunia
islam atau penafsiran sebut saja Achmad Chodjim.
Achmad Chodjim telah banyak menghasilkan produk tafsir diantaranya
adalah Misteri Surah Yasin; Mengerti Kekuatan Jantung al-Qur‟an dalam
Kehidupan yang fokus pendekatannya menggunakan analisis semantik. Chodjim
membuktikan bahwa al-Qur‟an tidak pernah ketinggalan zaman. Ia mengaitkan
surah Yasin dengan isu aktual, seperti pemanasan global dan kekerasan dalam
beragama. Dengan demikian, keajaibannya dapat dimaknai dan dipahami secara
9
Abdul Chaer, linguistik umum (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), 2.
10
lebih luas, bukan hanya sebagai penyembuh bagi orang yang sakit atau
mendoakan yang sudah meninggal.
Surah Yasin merupakan surah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
saw pada pertengahan periode Mekkah yang terdiri dari 83 ayat. Inilah surah
al-Qur’an yang paling banyak dibaca oleh umat Islam setelah Surah Al-Fatihah. Hal
yang menarik untuk dikaji dari Chodjim adalah dalam menafsirkan ayat al-Qur‟an
ia menafsirkannya ayat perayat secara berurutan mulai dari YâSîn seterusnya
dengan mengggunakan pendekatan semantik. Inilah yang menjadi bumbu dalam
penafsiran Chodjim. Tidak semua penafsir berani menafsirkan al-Qur‟an dengan
pendekatan tersebut. Tulisan ini menjelaskan metode Tahlili karena Achmad
Chodjim menjelskan secara ayat perayat. Oleh karena itu, penulis melakukan
penelitian dengan judul “Analisis Semantik Penafsiran Achmad Chodjim atas
Surah Yasin”. Dengan harapan mampu menguak penafsiran Surah Yâ Sîn yang
dihadirkan dengan pendekatan semantik.
B. Identifikasi Masalah
Untuk memberi arahan yang jelas dan ketajaman analisa dalam
pembahasan, maka perlu adanya pembatasan suatu permasalahan yang akan
dibahas dalam penelitian ini. Beberapa permasalah yang perlu dikaji. Diantaranya:
1. Pengertian Semantik
2. Sejarah dan Perkembangan Semantik
3. Tataran Linguistik
6
5. Jenis-Jenis Semantik
6. Perkembangan Metodologi tafsir al-Qur‟an.
7. Metode tahlili dan permasalahannya.
8. Kandungan buku Achmad Chodjim tentang Misteri Surat Yasin;
Mengerti kekuatan jantung Al-Qur’an dalam Kehidupan
9. Analisis semantik dalam buku Misteri Surat Yasin; Mengerti kekuatan
jantung Al-Qur’an dalam Kehidupan.
C. Rumusan Masalah
Dari identifikasi masalah diatas, agar lebih jelas dan memudahkan
operasional penelitian, maka perlu diformulasikan beberapa rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana metode Ahmad Chodjim dalam menafsirkan surat
ya>si>n?
2. Bagaimana penerapan kajian semantik dalam buku “misteri surah
yasin” karya Achmad Chodjim?.
D. Tujuan Penelitian
Berangkat dari rumusan masalah di atas, tujuan penelitian dalam tulisan ini
adalah:
1. Mengetahui metode Ahmad Chodjim dalam menafsirkan surat
2. Mengetahui analisis semantik dalam karya Achmad Chodjim
“misteri surah yasin”.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan keilmuan
dalam bidang tafsir agar penelitian ini benar-benar berguna untuk pengembangan
ilmu pengetahuan, maka perlu dikemukakan kegunaan dari penelitian ini. Adapun
kegunaan tersebut ialah sebagai berikut :
1. Menambah wawasan tentang analisis semantik yang digunakan
Achmad Chodjim dalam menafsirkan Surah Yasin dalam
Al-Qur’an.
2. Menambah wawasan dalam perkembangan tafsir yakni khusus
pada Surah Yasin dalam Al-Qur’an.
3. Memberikan kontribusi mengenai Tafsir di Indonesia.
F. Kajian Pustaka
Penulis belum menemukan adanya pembahasan yang membahas tentang
analisis semantik penafsiran Achmad Chodjim atas Surah Yasin. Beberapa karya
penafsiran bercorak ilmiah belum ditemukan adanya pembahasan khusus yang
mirip dengan penelitian ini. Mengenai literatur yang berhubungan dengan ini, ada
beberapa judul skripsi yang hampir sama dengan pembahasan, diantaranya:
1. Skripsi yang berjudul “Analisis Metodologi Tafsir Al-Fatihah Karya
8
Karya Irwan, Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah. Jakarta, 2010. Penelitian ini menyampaikan bahwa
penulis meneliti tentang metodologi tafsirnya dan penulis juga
mengikuti rumusan masalah yang di buat oleh Islah Gusmian. Dengan
rumusan Islah Gusmian tersebut, metodologi kajian tafsir dilihat dari
dua sisi, yakni sisi teknisi dan penulisan dan sisi-sisi hermeneutiknya.
2. Skripsi yang berjudul “Apresiasi Spiritual Q.S. al-Fatihah; Survei
profil karya-karya Jalaluddin Rahmad, Anand Krishna, dan Achmad
Chodjim”. Karya M. Afifuddin, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,
Universitas Islam Negeri Jakarta , 2004. Skripsi ini menyimpulkan
bahwa karya-karya Jalaluddin Rahmat, Anand Krishna, dan Achmad
Chodjim berbeda dalam membahas Apresiasi Spiritual Q.S. al-Fatihah.
3. Skripsi yang berjudul “Telaah Penerapan Teori Asbab Al-Nuzul Oleh
Achmad Chodjim dalam Surat Al-Ikhlas. Karya Hotimatul Chusna,
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya, 2016. Skripsi ini berisi bahwa disini Achmad
Chodjim memberi penjelasan tentang asbab al-nuzul dengan cara yang
berbeda dibandingkan dengan ulama-ulama lainnya yang juga konsen
terhadap asbab al-nuzul.
Dari telaah pustaka yang dilakukan penulis, penulis belum menemukan
penelitian tentang Analisis Semantik Penafsiran Achmad Chodjim atas Surah
G. Metode Penelitian
Metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu
tujuan dengan teknik serta alat-alat tertentu. Harus diketahui bahwa jumlah dan
jenis metodologi penelitan memang banyak, sebanyak jenis masalah yang
dihadapi, tujuan dan situasi penelitian.11
Kata metode berasal dari bahasa yunani methodos, yang berarti cara atau
jalan. Dalam bahasa inggris kata ini di tulis dengan method, dan bahasa arab
menterjemahkan dengan al-thariqah dan al manhaj,12 dalam bahasa Indonesia
kata tersebut mengadung arti, “cara yang teratur dan terfikir baik-baik untuk
mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya),13 Sedangkan
menurut Poerwadaminta, metode ialah “cara kerja yang bersistem untuk
memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai suatu kegiatan”.14
Peneitian ini juga menggunakan metode tahlili yang berarti tafsir analitis.
Ada juga yang menyebutkan tafsir tahlili adalah tafsir yang mengkaji ayat-ayat
al-Qur‟an dari segala segi dan maknanya. Seorang mengkaji dengan metode ini
dengan menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an, ayat demi ayat dan surat demi surat,
makna lafal tertentu sesuai dengan urutan dan mushaf Utsmany.15 Metode Tahlili
memiliki berbagai macam corak penafsiran, yaitu almattsur, ar-ra‟yi, ash-shufi,
11
Muhammad, Kepemimpinan Laki Laki Atas Perempuan Dalam Alquan (Studi Komparatif Penafsiran Qurais Shihab Dan Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieq, 2010, Skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya, 13.
12
Kamus Al-Munawir.
13Ibid, … 13. 14
Muhammad, Kepemimpinan Laki Laki Atas Perempuan Dalam Alquan (Studi Komparatif Penafsiran Qurais Shihab Dan Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieq, 2010, Skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya, 14.
15
10
fiqhi, al-falsafi, al-ilmi dan al-adabi al-ijtima'i. Corak-corak tafsir tersebut
sesungguhnya hanya berupa kecenderungan mufasir terhadap bidang-bidang
keilmuan Islam.16
Penelitian ilmiah banyak bergantung pada cara penelitian mengumpulkan
fakta. Dalam batas-batas tertentu metode dan rancangan penelitian menentukan
validitasi penelitian.
1. Jenis penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian kepustakaan (library
research). Kepustakaan yakni metode pengumpulan data membaca serta
mencatat dan mengelola bahan penelitian tertentu.17 Dalam penelitian ini
data dikumpulkan awalnya di susun, dijelaskan setelah itu dianalisa.18
Sumber data yag akan dijadikan dalam penelitian ini bersifat
kepustakaan, diambil dari dokumen kepustakaan buku-buku, majalah,
kitab-kitab dan berbagai literature lainya yang sesuai dengan penelitian
ini, agar mendapat data yang konkret serta ada kaitanya dengan masalah
di atas meliputi sumber data primer dan sekunder.
a. Sumber primer
Sumber yang menjadi rujukan utama dalam penelitian. Adapun
sumber primer dalam penelitian ini adalah Misteri Surat Yasin; Mengerti
kekuatan jantung al-Qur’an dalam Kehidupan dan kitab-kitab lainnya.
16
Badri Khaeruman, Sejarah ..., 95.
17Ibid,… 14 18
b. Sumber sekunder
Yaitu sebagai acuan yang terkait langsung dalam pokok
permasalahan yakni karya-karya yang berhubungan dengan Ilmu Tafsir
diantaranya buku karya Abdul Chaer yang berjudul Linguistik Umum,
Pengantar Teori Linguistik karya John Lyons, Linguistik Umum Sebuah
Pengantar karya r.h. robins, Teori Semantik karya J. D. Papera, Semantik
yang di tulis Geoffey leech, Dasar-dasar Linguistik Umum yang ditulis
Soeparno, Pengantar Ilmu Tafsir yang ditulis oleh Samsurrohman,
Ulumul Quran I yang ditulis Ahmad Syadali, Ulumul Qur‟an: Studi
Kompleksitas Al-Qur’an yang di karang oleh Fahd bin Abdurrahman
Ar-Rumi, Metode Tafsir Mawdhu‟iy karya Abd. Al-Hayy Al-Farmawi, buku
karya J. W. M. Verhaar yang berjudul Pengantar Lingguistik.
2. Teknik pengumpulan data
Adapun pengumpulan data disini mengunakan library research
yakni mencari data dari berbagai macam buku, kitab dan lain-lain. Untuk
diklasifikasikan menurut materi yang dibahas.19 Dengan cara megunakan
metode dokumentasi dengan begitu laporan penelitian akan berisi dengan
kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran penyajian laporan
tersebut. Metode dokumentasi adalah suatu teknik pengumpulan data
19
12
dengan menghimpun data dan menganalisis dokumen, baik dokumen
tertulis gambar maupun elektrik.20
3. Teknik analisis data
Penelitian ini mengunakan metode analisis linguistik deskriptif dan
komparatif analisis, metode deskriptif yang mengadakan penyelidikan
mengemukakan beberapa data yang diperoleh kemudian menganalisis
dan mengklasifikasikan.21 Dianalisis sesuai dengan sub bahasa
masing-masing. Selanjutnya dilakukan telaah mendalam atas karya-karya yang
memuat objek penelitian dengan mengunakan analisis isi, yakni suatu
teknik sistematik utuk menganalisis isi pesan dan mengolahnya dengan
tujuan menangkap pesan yang tersirat dari beberapa pertayaan.Selain itu,
analisis isi juga berarti mengkaji bahan dengan tujuan spesifik yang ada
dalam benak peneliti.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan ini tersusun menjadi lima bagian.
Masing-masing bagian akan menjelaskna deskripsi singkat mengenai isi tulisan. Dengan
demikian diharapkan dapat mempermudah dalam penyajian dan pembahasan serta
pemahaman terhadapa apa yang akan di teliti. Berikut merupakan sistematika
laporan penelitian :
20
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005), 60.
21
Bab pertama, Yang merupakan pendahuluan dari laporan akan dibahas
mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika
penulisan. Selain itu pada bab ini juga akan dijelaskan pengertian serta dalam bab
ini juga digunakan sebagai pedoman, acuan, dan arahan sekaligus target
penelitian, agar penelitian dapat terlaksanakan secara terarah dan pembahasannya
tidak melebar.
Bab kedua, Akan di bahas secara fokus tentang pengertian, sejarah dan
perkembangan semantik serta membahas unsur semantik, jenis semantik dan
korelasi tataran linguistik diantaranya semantik, fonologi, morfologi, sintaksis.
Bab ketiga, memaparkan hasil penelitian, meliputi: biografi Achmad Chodjim, metode penafsiran Achmad Chodjim, dan Aplikasi semantik dalam Misteri Surah Yasin; Mengerti kekuatan jantung al-Qur’an dalam Kehidupan.
Bab keempat, Merupakan bagian akhir dari laporan penelitian yang berisi
penutup, bab ini mengemukakan kesimpulan sebagai jawaban atas
pertayaan-pertayaan yang diajukan dalam pokok permasalahan sekaligus saran-saran penulis
BAB II
TEORI SEMANTIK
A. Pengertian dan Perkembangan Sejarah Semantik
Kata semantik, sebenarnya merupakan istilah teknis yang mengacu pada
studi tentang makna.1 Makna yang dimaksud disini adalah makna bahasa, baik
dalam bentuk morfem, kata, atau kalimat. Morfem boleh saja memiliki makna,
misalnya reaktualisasi, yang maknanya perbuatan mengaktualisasikan kembali.2
Coseriu dan Geckeler Mengatakan bahwa istilah semantik mulai populer tahun
50-an yang diperkenalkan oleh sarjana perancis yang bernama M. Breal pada
tahun 1883.3
Kata semantik berasal dari bahasa yunani sema (noun) yang berarti tanda
atau lambang. Dalam bahasa Yunani, ada beberapa kata yang menjadi dasar kata
semantik yaitu semantikos (memaknai), semainein (mengartikan), dan sema
(tanda). Sema juga berarti kuburan yang mempunyai tanda yang menerangkan
siapa yang dikubur disana.4 Dari kata sema, semantik dapat dipahami sebagai
tanda yang memiliki acuan tertentu dan menerangkan tentang asal dimana kata itu
disebutkan pertama kali. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Pateda
yang menyetarakan kata semantics dalam bahasa Inggris dengan kata semantique
dalam bahasa Prancis yang mana kedua kata tersebut lebih banyak menjelaskan
1
Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), 3.
2
Ibid ...,25.
3
Ibid ...,3.
4
dengan kesejarahan kata.5 Dalam bahasa Arab, semantik diterjemahkan dengan
ilm al-Dila>lah atau Dila>lat al-Alfa>z}.Secara terminologis semantik ialah bagian
dari struktur bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan atau system
penyelidikan makna dan arti dalam suatu bahasa pada umumnya.6
Adapun secara istilah semantik adalah ilmu yang menyelidiki tentang
makna, baik berkenaan dengan hubungan antar kata-kata dan lambang-lambang
dengan gagasan atau benda yang diwakilinya, maupun berkenaan dengan
pelacakan atas riwayat makna-makna itu beserta perubahan-perubahan yang
terjadi atasnya atau disebut juga semiologi.7 Semantik juga berarti studi tentang
hubungan antara simbol bahasa (kata, ekspresi, frase) dan objek atau konsep yang
terkandung di dalamnya, semantik menghubungkan antara simbol dengan
maknanya.8
Semantik lebih dikenal sebagai bagian dari struktur ilmu kebahasaan
(linguistik) yang membicarakan tentang makna sebuah ungkapan atau kata dalam
sebuah bahasa.9 Bahasa sendiri menurut Plato adalah pernyataan pikiran
seseorang dengan perantara onomate dan rhemata yang merupakan cerminan dari
ide seseorang dalam arus udara lewat mulut.10 Dalam pengertian ini, bahasa
5
Pateda, Semantik ..., 3.
6Ahmad Fawaid,”
Semantik al-Qur’a>n : Pendekatan Teori Dila>lat al-Alfa>z terhadap Kata Zala>l dalam al-Qur’a>n”, Jurnal Muttawa>tir, Vol. 2 (Surabaya: t.p., 2013), 73.
7
Save M. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan (Jakarta: LPKN, 2006), 1016.
8
Ray Prytherch, Harrod’s Librarians Glossaary (England: Gower,1995), 579.
9
Harimukti Kridalaksana, Kamus Linguistik (Jakarta: Gramedia, 1993), 19.
10
16
terkait dengan kondisi sekitar pemakainya sehingga makna dari sebuah kata
(ucapan) terkait erat dengan orang yang mengucapkan dalam konteks diketahui
latar belakang sang penutur ketika dia mengucapkan kata tersebut agar bisa
dibedakan dengan pemakai yang lain.11
Slamet Muljana menyatakan bahwa yang dimaksud semantik adalah
penelitian makna kata dalam bahasa tertentu menurut sistem penggolongan.
Semantik dapat menampilkan sesuatu yang abstrak, dan apa yang ditampilkan
oleh semantik sekadar membayangkan kehidupan mental pemakai bahasa.
Semantik dalam hubungannya dengan sejarah, melibatkan sejarah pemakai bahasa
(masyarakat bahasa).Bahasa berubah, berkembang tidak luput dari suatu hal yang
mempengaruhinya.12
Pada tahun 1894 istilah semantik ini muncul yang dikenal melalui
American Philological Association (Organisasi Filologi Amerika) dalam sebuah
artikel yang berjudul Reflected Meaning A Point in Semantics. M. Breal melalui
artikelnya yang berjudul Le Lois Intellectualles du Langage, dia mengungkapkan
istilah semantik sebagai bidang baru dalam keilmuan, di dalam bahasa Prancis
istilah tersebut dikenal dengan semantique. M. Breal menyebut semantik historis
(historical semantics). Semantik historis ini cenderung mempelajari semantik
yang berhubungan dengan unsur-unsur luar bahasa, misalnya latar belakang
11
J. D. Parera, Teori Semantik (Jakarta: Erlangga, 1990), 27.
12
perubahan makna, perubahan makna berhubungan dengan logika, psikologi, dan
perubahan makna itu sendiri.13
Seorang ahli klasik yang bernama Reisig mengungkapkan konsep baru
tentang grammar yang meliputi tiga unsur utama, yaitu etimologi (studi asal-usul
kata sehubungan dengan perubahan bentuk maupun makna), sintaksis (tata
kalimat), dan semasiologi (ilmu tanda makna). Pada tahun 1825-1925 semasiologi
sebagai ilmu baru yang belum disadari sebagai semantik. Istilah semasiologi itu
sendiri adalah istilah yang dikemukakan Reisig. Berdasarkan pemikiran Reisig,
perkembangan semantik dapat dibagi dalam tiga masa pertumbuhan yaitu:
Pertama, meliputi masa setengah abad termasuk kegiatan Reisig, masa ini disebut
Ullmann sebagai underground period. Kedua, yakni semantik sebagai ilmu murni
historis, adanya pandangan historical semantics dengan munculnya karya klasih
M. Breal. Ketiga, masa perkembangan ini ditandai studi makna dengan
munculnya karya filolog Swedia, Gustaf Stern melakukan kajian makna secara
empiris bertolak dari satu bahasa (bahasa Inggris) melalui karyanya yang berjudul
Meaning and Change of Meaning with Special Reference to the English
Language.14
Aristoteles sebagai pemikir pertama yang menggunakan istilah makna
lewat batasan pengertian kata aristoteles mengemukakan bahwa satuan terkecil
yang mengandung makna. Dengan ini, Aristoteles juga telah mengungkapkan
bahwa makna kata itu dapat dibedakan antara makna yang hadir dari kata itu
13
Fatimah Djajasudarma, Semantik 1: makna leksikal dan gramatikal, (Bandung: Refika Aditama, 2012), 2.
14
18
sendiri secara otonom, serta makna kata yang hadir akibat terjadinya hubungan
gramatikal. Bahkan plato dalam Cratylus mengungkapkan bahwa bunyi-bunyi
bahasa itu secara implisit mengandung makna-makna tertentu.15
Semantik juga diartikan sebagai kajian analitik terhadap istilah-istilah
kunci suatu bahasa dengan suatu pandangan yang akhirnya sampai kepada
pengertian konseptual atau pandangan dunia masyarakat yang menggunakan
bahasa tersebut, tidak hanya sebagai alat bicara dan berfikir, tetapi yang lebih
penting lagi pengkonsepan dan penafsiran dunia yang melingkupinya.16
Disini ia menekankan pada istilah-istilah kunci yang terikat pada kata per
kata. Jadi semantik lebih terfokus pada kajian kata, bukan bahasa secara umum.
Kata sendiri merupakan bagian bahasa dimana huruf adalah bagian terkecilnya.
Huruf yang terangkai menjadi frase dan bergabung hingga memiliki suatu
rangkaian yang bermakna, merupakan sebuah simbol yang terdapat dalam bahasa.
Ketika rangkaian huruf dan frase telah memiliki makna, maka ia disebut sebuah
kata. Dalam perjalanan sejarah perkembangannya, kata yang awalnya hanya
memiliki satu makna asli (dasar) mengalami perluasan hingga memiliki beberapa
makna. Hal ini yang menjadi fokus metode semantik dalam mengungkap
konsep-konsep yang terdapat di dalam Al-Qur‟an.
Adapun istilah Semantik Al-Qur‟an mulai populer sejak Izutsu
memperkenalkannya dalam bukunya yang berjudul “God and Man in the Koran:
15
Aminuddin, Semantik: Pengantar Studi Tentang Makna, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2008), 15.
16
Semantics of the Koranic Weltanschauung”. Izutsu memberikan definisi semantik
Al-Qur‟an sebagai kajian analitik terhadap istilah-istilah kunci yang terdapat di
dalam Al-Qur‟an dengan menggunakan bahasa Al-Qur‟an agar diketahui
weltanschauung Al-Qur‟an, yaitu visi Qur‟ani tentang alam semesta.17
Pada tahun 1897 dengan munculnya Essai de Semantique karya Breal,
semantik dinyatakan dengan tegas sebagai ilmu makna. Kemudian pada tahun
1923 muncul buku The Meaning of Meaning karya Ogden dan Richards yang
menekankan hubungan tiga unsur dasar, yakni menghadirkan makna tertentu,
yang memiliki hubungan signifikan dengan referent (acuan). Pikiran mempunyai
hubungan langsung dengan symbol (lambang), tetapi lambang tidak memiliki
hubungan langsung dengan acuan, karena keduanya memiliki hubungan yang
arbitrer. Sehubungan dengan kata meaning, para pakar semantik menentukan asal
katanya dari to mean (verba dalam bahasa Inggris), di dalamnya banyak
mengandung “meaning” yang berbeda-beda. Leech menyatakan bahwa para pakar
semantik sering secara tidak wajar memikirkan “the meaning of meaning” yang
diperlukan untuk mengantar semantik. Kebanyakan pakar cenderung
menerangkan semantik dalam hubungannya dengan ilmu yang lain, dan mereka
masih mendebatkan bahwa makna bahasa tidak dapat dimengerti atau tidak dapat
dikembangkan, kecuali dalam makna nonlinguistik.18
17
Izutsu, Relasi Tuhan ..., 3.
18
20
B. Unsur-Unsur Semantik
Semantik berhubungan dengan tanda-tanda, sintaksis berhubungan
dengan gabungan tanda-tanda (susunan tanda-tanda) sedangkan pragmatik
berhubungan dengan asal-usul, pemakaian, dan akibat pemakaian tanda-tanda di
dalam tingkah laku berbahasa. Penggolongan tanda dapat dilakukan denagn cara:
1. Tanda yang ditimbulkan oleh alam, diketahui manusia karena pengalaman,
misalnya:
a. Hari mendung tanda akan hujan.
b. Hujan terus-menerus dapat menimbulkan banjir.
c. Banjir dapat menimbulkan wabah penyakit dan kelaparan.
2. Tanda yang ditimbulkan oleh binatang, diketahui manusia dari suara binatang
tersebut, misalnya:
a. Anjing menggonggong tanda ada orang masuk halaman.
b. Kucing bertengkar (mengeong) dengan ramai suaranya tanda ada wabah
penyakit atau keribytan (bagi masyarakat bangsa Indonesia yang ada di
Jawa Barat), dst.
3. Tanda yang ditimbulkan oleh manusia, tanda ini dibedakan atas:
a. Yang bersifat verbal, adalah tanda yang dihasilkan menusia melalui
alat-alat bicara.
b. Yang bersifat nonverbal, digunakan manusia untuk berkomunikasi, sama
halnya dengan tanda verbal. Tanda nonverbal dibedakan menjadi 2, yaitu:
Pertama, tanda yang dihasilkan anggota badan, dikenal sebagai bahasa
yang dihasilkan melalui bunyi (suara), misalnya bersiul bermakna
gembira, memanggil, ingin kenal.19
Hubungan antara kata, makna kata, dan dunia kenyataan disebut
referensial.20 Hubungan antara kata (lambang), makna (konsep atau reference) dan
sesuatu yang diacu (referent) adalah hubungan tidak langsung. Hubungan tersebut
digambarkan melalui apa yang disebut segitiga semiotik (semiotic triangle).21
Tiap kata (lambang) memiliki konsep, dan konsep ini dapat diketahui
melalui keberadaannya sendiri atau melalui hubungannya dengan satuan kata lain.
Tiap kata memiliki acuan yang dapat diindera (konkret) dan yang tidak dapat
diindera (abstrak). Dengan demikian dapatlah menemukan kata yang berkonsep
bebas konteks, dan kata yang berkonsep terikat konteks. Kata berkonsep terikat
konteks akan jelas maknanya bila berada di dalam konteks (melalui makna
gramatikal).22
C. Jenis-Jenis Semantik
Berbagai nama jenis makna telah di kemukakan orang dalam berbagai
buku linguistik atau semantik.
1. Semantik Leksikal, Gramatikal dan Kontekstual
Semantik leksikal ialah kajian semantik yang lebih memusatkan pada
pembahasan sistem makna yang terdapat dalam kata.Makna tiap kata yang
19
Djajasudarma, Semantik 1 ..., 35.
20
Hubunga referensial adalah hubungan yang terdapat antara sebuah kata dan dunia luar bahasa yang diacu oleh pembicaranya. Lihat Djajasudarma , Semantik 1..., 39.
21
Ibid.
22
22
diuraikan di kamus merupakan contoh dari semantik leksikal, seperti kata rumah,
dalam kamus diartikan sebuah bangunan yang digunakan sebagai tempat tinggal
oleh manusia.23 Semua makna (baik berbentuk dasar maupun bentuk turunan)
yang terdapat dalam kamus disebut makna leksikal.24 Dapat juga dikatakan bahwa
makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, sesuai dengan hasil observasi
indera kita atau makna apa adanya. Semantik gramatikal ialah studi semantik yang
khusus mengkaji makna yang terdapat dalam suatu kalimat.Misalnya, berkuda,
kata dasar kuda berawalan ber- yang bermakna mengendarai kuda.25 Semantik
kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu
konteks. Makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya, yakni tempat,
waktu dan lingkungan penggunaan bahasa itu.26
2. Semantik Referensial dan Non-referensial
Sebuah kata atau leksem dikatakan bermakna referensial jika ada
referensnya atau acuannya. Ada sejumlah kata yang disebut kata deiktik, yang
acuannya tidak menetap pada satu wujud. Misalnya : kata-kata pronominal,
seperti, dia, saya dan kamu. Makna referensial disebut juga makna kognitif,
karena memiliki acuan. Misalnya :orang itu menampar orang.27
3. Semantik Denotatif dan semantik Konotatif
Semantik denotatif adalah makna asli, makna asal atau makna
sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem. Semantik denotatif sebenarnya
23
Pateda, Semantik ...,74.
24
Djajasudarma , Semantik 1..., 13.
25
Pateda, Semantik ..., 71.
26
Chaer, Linguistik ...., 290.
27
sama dengan makna leksikal. Semantik konotatif adalah makna lain yang
ditambahkan pada makna denotatif yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang
yang menggunakan kata tersebut. Konotasi sebuah kata bisa berbeda antara
seseorang dengan orang lain.28
4. Semantik Konseptual dan semantik Asosiatif
Leech (1976) membagi makna menjadi menjadi makna konseptual dan
makna asosiatif. Semantik konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah
leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Makna konseptual sebenarnya
sama dengan makna leksikal, deotatif dan makna referensial. Misalnya kata kuda
memiliki makna konseptul sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai.
Semantik asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata bahasa.
Makna asosiasi sama dengan perlambangan yang digunakan oleh suatu
masyarakat bahasa untuk menyatakan konsep lain, yang mempunyai kemiripan
sifat, keadaaan atau ciri-ciri yang ada pada leksem tersebut. Makna konotatif
termasuk dalam makna asosiatif, karena kata-kata tersebut berasosiasi dengan
nilai rasa terhadap kata itu. Makna stilistika berkenaan dengan perbedaan
penggunaan kata sehubungan dengan perbedaan sosial atau bidang kegiatan.
Makna afektif berkenaan dengan perasaan pembicara terhadap lawan bicara atau
terhadap objek yang dibicarakan. Makna kolokatif berkenaan dengan ciri-ciri
makna tertentu yang dimiliki sebuah kata dengan kata-kata yang bersinonim.
28
24
Misalnya kata melati berasosiasi dengan suci atau kesucian, kata merah
berasosiasi dengan berani.29
5. Semantik Kata dan Semantik Istilah
Pada awalnya, makna yang dimiliki oleh sebuah kata adalah makna
leksikal, denotatif atau makna konseptual. Namun, dalam penggunaannya makna
kata itu baru menjadi jelas jika kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya
atau konteks situasinya. Istilah mempunyai makna yang pasti, jelas, tidak
meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu, istilah sering
dikatakan bebas konteks, sedangkan kata tidak bebas konteks.30
6. Semantik Idiom dan Peribahasa
Makna idiom adalah makna leksikal yang terbentuk dari beberapa kata.
Kata-kata yang disusun dengan kombinasi kata lain dapat pula menghasilkan
makna berlainan.misalnya meja hijau bermakna pengadilan, membanting tulang
bermakna bekerja keras. Idiom juga dimaknai adalah satuan ujaran yang
maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal
maupun secara gramatikal. Idiom terbagi atas idiom penuh dan idiom sebagian.
Idiom penuh adalah idiom yang semua unsurnya telah melebur menjadi satu
kesatuan. Sedangkan idiom sebagian adalah idiom yang salah satu unsurnya
masih memiliki makna leksikal sendiri. Makna pribahasa adalah makna yang
hampir mirip dengan makna idiom, akan tetapi terdapat perbedaan, makna
pribahasa adalah makna yang masih dapat ditelusuri dari makna unsur-unsurnya
karena adanya asosiasi antara makna asli dengan maknanya sebagai pribahasa,
29
Ibid ..., 293.
30
sedangkan makna idiom tidak dapat diramalkan.Idiom dan peribahasa terdapat
pada semua bahasa yang ada di dunia ini, terutama pada bahasa-bahasa yang
penuturnya sudah memiliki kebudayaan yang tinggi.Misalnya, seperti anjing dan
kucing yang bermakna dua orang yang tidak pernah akur. Makna ini memiliki
asosiasi bahwa binatang yang namanya anjing dan kucing jika bersuara memang
selalu berkelahi, tidak pernah damai.31
D. Korelasi Semantik, Fonologi, Morfologi dan Sintaksis
Semantik adalah cabang linguistik yang meneliti arti atau makna.
Semantik sebagai cabang ilmu bahasa mempunyai kedudukan yang sama dengan
cabang-cabang ilmu bahasa lainnya. Semantik berkedudukan sama dengan
fonologi, morfologi, dan sintaksis. Di sini yang membedakan adalah
cabang-cabang ilmu bahasa ini terbagi menjadi dua bagian besar yaitu morfologi dan
sintaksis termasuk pada tataran gramatikal, sedangkan fonologi dan semantik
termasuk pada tataran di luar gramatikal.
Status tataran semantik dengan tataran fonologi, morfologi dan sintaksis
adalah tidak sama. Semantik dengan objeknya yakni makna, berada di seluruh
tataran, yaitu berada di tataran fonologi, morfologi dan sintaksis. Makna yang
menjadi objek semantik sangat tidak jelas, tak dapat diamati secara empiris,
sehingga semantik diabaikan. Tetapi, pada tahun 1965, di kutip dalam buku Chaer
Chomsky yang menyatakan bahwa semantik merupakan salah satu komponen dari
tata bahasa dan makna kalimat sangat ditentukan oleh semantik ini. Memang
31
26
kalau ingat akan teori bapak Linguistik modern, Ferdinand de Saussure, bahwa
tanda linguistik (signe linguistique) terdiri dari komponen signifian dan signifie,
maka sesungguhnya studi linguistik tanpa disertai dengan studi semantik adalah
tidak ada artinya, sebab kedua komponen itu, signifian dan signifie, merupakan
dua hal yang tidak dapat dipisahkan.32 Menurut de Saussure, setiap tanda
linguistik atau tanda bahasa terdiri dari dua komponen, yaitu komponen signifian
(yang mengartikan) yang berwujud runtunan bunyi, dan komponen signifie (yang
diartikan) yang berwujud pengertian atau konsep (yang dimiliki signifian).
Menurut teori yang dikembangkan Ferdinand de Saussure, makna adalah
„pengertian‟ atau „konsep‟ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda
linguistik. Kalau tanda linguistik tersebut disamakan identitasnya dengan kata
atau leksem, berarti makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh
setiap kata atau leksem.33Di dalam penggunaannya dalam pertuturan yang nyata,
makna kata atau leksem itu seringkali terlepas dari pengertian atau konsep
dasarnya dan juga acuannya. Banyak pakar menyatakan bahwa kita baru dapat
menentukan makna sebuah kata apabila kata itu sudah berada dalam konteks
kalimatnya. Pakar itu juga mengatakan bahwa makna kalimat baru dapat
ditentukan apabila kalimat itu berada di dalam konteks wacananya atau konteks
situasinya.34
Fonologi ialah bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis,
membicarakan tata bunyi atau kaidah bunyi dan cara menghasilkannya. Secara
etimologi terbentuk dari kata fon yaitu bunyi dan logi yaitu ilmu. Bunyi perlu
32
Chaer, Linguistik ..., 285.
33
Ibid ...., 287.
34
dipelajari Karena wujud bahasa yang paling primer adalah bunyi. Bunyi adalah
Getaran udara yang masuk ke telinga sehingga menimbulkan suara. Bunyi bahasa
adalah bunyi yang dibentuk oleh tiga faktor, yaitu pernafasan (sebagai sumber
tenaga), alat ucap (yang menimbulkan getaran), dan rongga pengubah getaran
(pita suara). Fonologi dapat melibatkan fonetik dan fonemik. Fonetik tidak hanya
melibatkan bunyi bahasa, tetapi juga mencakup hubungan bunyi itu dihasilkan
dan diterima.35 Menurut hierarki satuan bunyi yang menjadi objek studinya,
fonologi dibedakan menjadi, fonetik36 dan fonemik.37 Secara umum fonetik biasa
dijelaskan sebagai cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa
memperhatikan apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda
makna atau tidak. Sedangkan fonemik adalah cabang studi fonologi yang
mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai
pembeda makna.
Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan
dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-beluk
35
Chaer, Linguistik ..., 102.
36
Fonetik adalah bidang linguistik yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Kemudian, menurut urutan proses terjadinya bunyi bahasa itu, dibedakan adanya tiga jenis fonetik, yaitu fonetik artikulatoris, fonetik akustik, dan fonetik auditoris. Fonetik artikulatoris, disebut juga fonetik organis atau fonetik fisiolofis, mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat berbicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa, serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan. Fonologi akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam. Bunyi-bunyi itu diselidiki frekuensi getarannya, amplitudonya, intensitasnya, dan timbrenya. Sedangkan fonetik auditoris mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita. Dari ketiga jenis fonetik ini, yang paling berurusan dengan dunia linguistik adalah fonetik artikulatoris, sebab fonetik inilah yang berkenan dengan bidang fisika, dan fonetik auditoris lebih berkenaan dengan bidang fisika, dan fonetik auditoris lebih berkenaan dengan bidang kedokteran, yaitu neurologi, meskipun tidak tertutup kemungkinan linguistik juga bekerja dalam kedua bidang fonetik itu. Lihat Ibid ...., 103.
37
28
bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan
dan arti kata. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi
mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk
kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik.38 Morfologi atau kata
bentuk analisa bagian-bagian kata, mempunyai bagian-bagian diantaranya adalah
morfem dan kata. Morfem itu disebut satuan gramatikan yang terkecil dalam
sistematis bahasa. Misalnya (terduduk terdiri atas delapan fonem) tetapi fonem
tidak merupakan satuan gramatikal fonologi tidak termasuk tatabahasa.Dan
kataadalah satuan linguistik yang relatif bebas karena telah memiliki makna utuh
karena kata dapat hadir dalam pemakaian bahasa dengan perangkat makna yang
lengkap. Kata merupakan satuan yang bersama – sama dengan morfem termasuk
kedalam wilayah kajian morfologi. Perbedaannya dapat dirumuskan oleh
pernyataan bahwa morfem merupakan satuan terkecil dalam morfologi, sedangkan
kata merupakan satuan terbesar.39
Morfologi termasuk tata bahasa untuk menentukan bahwa sebuah satuan
bentuk adalah morfem atau bukan, kita harus membandingkan bentuk tersebut di
dalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain. Kalau bentuk tersebut bisa hadir
secara berulang-ulang dengan bentuk lain, maka bentuk tersebut adalah morfem.
Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama itu di sebut
alomorf. Dengan perkataan lain alomorf adalah perwujudan konkret dari sebuah
morfem. Jadi, setiap morfem tertu mempunyai alomorf, entah satu, entah dua, atau
juga enam buah. Selain itu bisa juga dikatakan morf dan alomorf adalah dua buah
38
McCarthy, Andrew Carstair. English Morphology: Words and Their Structure.(Edinburgh: Edinburgh University Press.2002).
39
nama untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah nama untuk semua bentuk
yang belum diketahui statusnya. Sedangkan Alomorfadalah nama untuk bentuk
tersebut bila sudah diketahui status morfemnya (bentuk-bentuk realisasi yang
berlainan dari morfem yang sama) .40
Morfologi dan sintaksis adalah bidang tataran linguistik yang secara
tradisional disebut tata bahasa atau gramatikal. Kedua bidang tataran itu memang
berbeda, namun muncul istilah Morfosintaksis yaitu gabungan dari morfologi dan
sintaksis. Morfologi membicarakan tentang struktur internal kata. Sintaksis
membicarakan tentang hubungan kata dengan kata lain, atau unsur-unsur lain
sebagai suatu satuan ujaran.41Struktur sintaksis ada tiga yaitu fungsi sintaksis,
kategori sintaksis, dan peran sintaksis. Dalam fungsi sintaksis ada hal-hal penting
yaitu subjek, predikat, dan objek.Dalam kategori sintaksis ada istilah nomina,
verba, adjektiva, dan numeralia.Dalam peran sintaksis ada istilah pelaku,
penderita, dan penerima. Menurut Verhaar (1978), fungsi-fungsi S, P, O, dan K
merupakan kotak kosong yang diisi kategori dan peranan tertentu. Contoh Kalimat
aktif: Nenek melirik kakek tadi pagi. Kata nenek memiliki peran pelaku, melirik
memiliki aktif, kakek memiliki peran sasaran, dan tadi pagi memiliki peran waktu.
Kalau Kalimat pasif: Kakek dilirik nenek tadi pagi. Kata kakek yang tadinya
mengisi fungsi objek, sekarang mengisi fungsi subjek dan peran tetap sasaran,
verba pasif dilirik sebagai ubahan dari verba aktif melirik sekarang berperan pasif,
nenek yang semula mengisi fungsi subjek sekarang mengisi fungsi objek dengan
peran tetap pelaku, dan frase tadi pagi tetap mengisi fungsi keterangan dengan
40
Chaer, Linguistik ...., 150.
41
30
peran yang tetap juga, yaitu peran waktu. Struktur sintaksis minimal mempunyai
fungsi subjek dan predikat seperti pada verba intransitif yang tidak membutuhkan
objek. Menurut Djoko Kentjono (1982), hadir tidaknya fungsi sintaksis tergantung
konteksnya.42Fungsi-fungsi sintaksis harus diisi kategori-kategori yang sesuai.
Fungsi subjek diisi kategori nomina, fungsi predikat diisi kategori verba, fungsi
objek diisi kategori nomina, dan fungsi keterangan diisi kategori adverbia.
Fonologi merupakan salah satu cabang ilmu bahasa yang bertugas
mempelajari fungsi bunyi untuk membedakan dan mengidentifikasi kata-kata
tertentu.Morfologi adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari pembentukan
kata.Sintaksisadalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari hubungan formal
antara tanda-tanda bahasa, yakni hubungan antara katayang satu dengan lainnya
dalam suatu kalimat. Dan Semantik sebagai cabang ilmu bahasa memiliki
hubungan yang erat dengan ketiga cabang ilmu bahasa (fonologi, morfologi, dan
sintaksis). Ini berarti, bahwa makna suatu kata atau kalimat ditentukan oleh unsur
bunyi (tekanan suara dan atau nada suara atau yang lebih umum adalah
suprasegmental), bentukan kata (perubahan bentuk kata), maupun susunan kata
dalam kalimat.Dengan demikian, tidak mungkin semantik dipisahkan dari cabang
linguistik lainnya atau sebaliknya.
42
Hubungan antara ilmu bahasa
Fonologi
Morfologi Bentuk Kata
Bunyi Bahasa
Sintaksis Makna Kalimat
BAB III
SKETSA PERJALANAN INTELEKTUAL
ACHMAD CHODJIM
A. Biografi Achmad Chodjim
1. Riwayat Hidup
Achmad Chodjim lahir di Surabaya, pada 27 Februari 1953.
Dibesarkan dalam lingkungan masyarakat tradisional-Islami yang
menyenandungkan kitab-kitab klasik. Chodjim berwajah sejuk, terbuka, dan
pluralis. Pergaulannya dengan rekan-rekannya di Pondok Pesantren Darul
Ulum dan Tebuireng Jombang serta Pesantren Modern Darussalam Gontor
selama duduk di bangku SLTP dan SLTA, telah membuatnya termotivasi
mempelajari ilmu-ilmu agama secara otodidak. Pendidikan folmalnya sendiri
diperoleh dari Sekolah Pertanian Menengah Atas Negeri Malang (1974).1
Chodjim menyempatkan waktu untuk belajar ilmu-ilmu agama kepada
tokoh agama di malang yang ada di sana saat itu. Kepada K.H. Achmad Chair,
ketua rohani Islam di Korem Angkatan Darat di Malang, ia belajar tafsir
seminggu sekali. Sedangkan untuk hadis, ia belajar kepada Muhammad Bejo,
mubaligh nasional Muhammadiyah.2
Dari belajar kedua tokoh agama tersebut, ia mendapat pemahaman
lebihtentang agama khususnya tentang tafsir dan hadis. Kedua guru tersebut
1
Achmad Chodjim. Syech Siti Jenar: Makna Kematian. (Jakarta: Serambi. 2002), V.
2 M. Affifuddin, “
juga memperkenalkan kepada Chodjim dan teman-teman pengajiannya
macam-macam kitab klasik Islam, baik yang sudah diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia, bahasa inggris, dan bahasa arab untuk dipelajari. Hal
tersebut mendorongnya untuk mendalami bahasa Arab sebagai ilmu alat dalam
mempelajari kitab klasik Islam tetapi bukan bahasa Arab sebagai percakapan.
Dalam bahasa Arab, ia juga belajar nahwu, shorof, mantiq, dan sastra.3
Pada tahun 1987 ia meraih gelar sarjana pertanian (agronomi) dari
Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 1996, ia meraih gelar magister
Manajemen di Sekolah Tinggi Prasetya Mulya, Jakarta. Saat ini ia bekerja di
perusahaan asing di Jakarta. Selain itu, dia juga memberikan bimbingan kepada
kelompok pengajian rohani karyawan di tempatnya bekerja dan juga di
berbagai majlis taklim.4
2. Karya-karya Intelektual
Ada beberapa karya intelektual Achmad Chodjim yang telah
diterbitkan. Antara lain:
1. Al-Fatihah: Membuka Mata Batin Dengan Surat Pembuka (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2000). Di buku ini Chodjim mengajak untuk tumbuh.
Tulisannya membangkitkan kepribadian. Pelik-pelik ajaran agama
mengenai kehidupan dituturkan dengan bahasa yang sederhana, santun,
3 M. Affifuddin, “
Apresiasi Spiritual Q.S. al-Fatihah; Survei profil karya-karya Jalaluddin Rahmad, Anand Krishna, dan Achmad Chodjim,” (Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2004), 46.
4
34
dan mengalir. Inilah tafsir surah Alfatihah yang sangat khas, dirancang
khusus untuk kondisi psikologis dan sosial kaum muslim Indonesia.
2. Islam Estoteris: Kemuliaan dan Keindahannya (Jakarta:Gramedia, 2000).
3. Syekh Siti Jenar: makna Kematian (Jakarta: Serambi, 2002). buku ini
bukanlah sejarah hidup Syekh Siti Jenar, melainkan ulasan ajarannya.
Buku ini lebih mengulas eksistensi manusia, disini akan mengupas tauhid,
akhlak, dan makrifat Syekh Siti Jenar. Tauhid yang menjadi landasan
pokok dalam beragama ia ajarkan hingga tuntas. Sifat 20 tidak diajarkan
sebagai sifat Tuhan semata, tapi juga sifat yang disandang oleh
hamba-Nya yang mukmin. Justru di sinilah ajaran Siti Jenar lebih menarik dari
pada ajaran yang disampaikan oleh para wali lainnya.
4. Jalan Pencerahan: Menyelami Samudera Surah al-Fa>tih{ah (Jakarta:
Serambi, 2002).
5. Al-Na>s: Segarkan Jiwa dengan Surah Manusia (Jakarta:Serambi, 2005).
Chodjim Mengupas lapis-lapis makna Annas di buku ini, salah satu dari
dua surat untuk perlindungan diri dari bisikan jahat setan
(al-mu'awwadzatayn), buku ini membawa manusia memasuki wilayah jin,
setan dan iblis, mendedahkan hakikat, peran, kediaman, dan daya - goda
makhluk halus itu dalam diri kita. Agar bisa keluar dari takhyul yang
mengungkung kemerdekaan hidup manusia. Supaya diri manusia mampu
menepis energi-energi negatif yang mereka tularkan. Dalam buku ini
penulis menyodorkan panduan praktis berlindung dari segala bisikan jahat
6. Al-Falaq: Sembuh dari Penyakit Batin dengan Sunah Subuh (Jakarta:
Serambi, 2002). Chodjim mengupas surah ini agar dapat digunakan
sebagai petunjuk bagi orang-orang yang ingin memperoleh keselamatan,
tapi juga mampu menjawab tantangan zaman.
7. Membangun Syurga: Bagaimana Hidup Damai di Bumi Agar Damai Pula
di Akhirat (Jakarta: Serambi, 2004). Buku ini tidak berkisah tentang
kenikmatan surga, seperti bidadari, kehidupan tanpa terik matahari,
sungai-sungai madu, susu, arak, dan lainya. Akan tetapi, buku ini mengkaji
tentang hakikat kehidupan surgawi merupakan hasil dari sebuah
pencapaian-pencapaian untuk berjumpa dengan Tuhan.
8. Al-Ikhla>s : Bersihkan Iman dengan Surah Kemurnian (Jakarta: Serambi,
2005). Al-Ikhlash memandu manusia menyusuri jalan menuju Yang Nyata,
Al-Haqq, Sang Kebenaran Tunggal. Manusia dibimbing untuk mengenali
mana yang maya mana yang nyata. Pikiran manusia dibuka untuk
memahami makna pertolongan dan syafaat Tuhan yang selama ini
didambakan. Sebab, bila manusia mengenali jenis pertolongan itu dengan
benar, yang acap datang malah pertolongan setan.
9. Rahasia Sepuluh Malam (Jakarta: Serambi, 2007). Di atas keislaman ada
keimanan. Dan, di atas keimanan ada keihsanan. Inilah yang acap kita
lupakan sebagai muslim. Kita sibuk mencari identitas keislaman, bergulat
dengan kulit Islam dan mengabaikan intinya. Akibatnya, wajah
keberagamaan kita berlumur kekumuhan, kemiskinan, kebodohan, dan
36
menampilkan keihsanan dari wajahin dah agama Islam.Dengan tutur yang
santun dan renyah, Chodjim membabarkan “dari mana” kita berangkat
dan “kemana” kita seharusnya pergi.5 Pembaca diharapkan bisa mengerti
tujuan hidupnya dan menempuh jalan yang benar yaitu jalan para rasul di
mana thâghût atau hawa nafsu ditinggalkan dan cinta kepada Allah
mengejawantah. Buahnya adalah cinta kepada sesama dan senantiasa
merayakan hidup ini dengan penuh cinta.
10. Syekh Siti Jenar: Makrifat dan Makna Kehidupan (Jakarta: Serambi,
2007). Buku ini Chodjim menjabarkan Rukun Islam sebagai basis perilaku
dalam hidup sehari-hari. Muslim sejati tak sekadar mengucapkan syahadat,
mengerjakan salat, berpuasa, menunaikan zakat, dan berhaji secara formal.
Kalau hanya itu, muslim sulit melepas mentalitas pembangunan yang
buruk, mental korupsi dan kolusi. Warisan lama inilah yang hendak
diberantas oleh Syekh Siti Jenar. Bagi Syekh, iman bukanlah semata-mata
kepercayaan. Iman harus dapat ditransformasikan dalam kehidupan. Iman
bukanlah bekal untuk menghadapi kematian sebagai mana kita membawa
bekal dalam perjalanan yang jika kita lapar lalu kita makan. Di tangan
Syekh, rukun iman melahirkan kemanunggalan iman, sebagai wujud
manunggalingkawulak lawan Gusti dalam kehidupan nyata di bumi.
Rukun Islam dan Iman tidak hanya dipraktikkan berdasarkan olah budi dan
cipta. Bila tidak berada di atas kehendak Tuhan, keinginan akan mengotori
jiwa. Hanya bila budi dan cipta telah dipimpin Tuhan, kita akan terlepas
5
dari ketersesatan. Syekh juga mengupas lugas makna sifat Rasul bagi
kehidupan kita, rahasia asahi dan pandangan revolusioner tentang Hari
Akhir.
11. Menerapkan Keajaiban Surah Ya>si>n dalam Kehidupan Sehari-hari
(Jakarta: Serambi, 2008). Buku ini Achmad Chodjim menguraikan
tanda-tanda Allah yang ada di angkasa. Dan Chodjim juga membahas lebih
dalam tanda-tanda bukti keberadaan-Nya di bumi yang ada pada karya
manusia.
12. Sunan Kalijaga: Mistik dan Makrifat (Jakarta: Serambi, 2013). Sunan
Kalijaga, alias Raden Syahid. Dia seorang putra tumenggung. Tetapi dia
tidak mau mewarisi kekuasaan dari ayahandanya. Justru dia memilih
menjadi pegiat spiritual Islam di Tanah Jawa, yang pada akhirnya oleh
Dewan Wali Sanga, dia diangkat sebagai salah satu anggotanya untuk
menggantikan Syekh Subakir yang kembali ke Persia. Namanya akrab di
telinga Islam Jawa.
13. Misteri Surah Yasin; Mengerti Kekuatan Jantung al-Qur’an dalam
Kehidupan (Jakarta: Serambi, 2013). Surah Yasin memang tidak ada
habisnya. Seperti Achmad Chodjim yang juga ikut menyumbangkan
pemikirannya terkait surah Yasin. Achmad Chodjim mengambil beberapa
ayat yang ia sukai untuk memecahkan misteri surah Yasin. Semua ayat
jadi fokus bahasan Achmad Chodjim yang ia bagi menjadi 18 Bab.
Sebagian pendapat Achmad Chodjim mungkin masih sejalan dengan
38
seperti pembahasan makna rasul atau di BAB II. Menurut Achmad
Chodjim, Nabi Muhammad SAW memang penutup para nabi, tapi bukan
penutup para rasul (utusan). Rasul menurutnya sampai sekarang masih
diutus untuk setiap bangsa dan umat. Bahkan sampai hari kiamat pun rasul
akan tetap ada.
B. Tafsir Achmad Chodjim
1. Kandungan Surah Yasin
Ya>si>n adalah jantung al-Qur’an. Bahkan sebagian besar ahli tafsir
menyitir sebuah hadis yang menyatakan “Setiap sesuatu ada jantungnya
(esensinya), dan jantung (esensi) al-Qur’an adalah Surah Yasin. Jantung adalah
dibacakan untuk orang-orang yang sedang mengalami sakaratul maut, atau
untuk membangun kesadaran manusia.6
Menurut prof. Dasteghib sebagaimana dikutib dalam buku Misteri
surah Yasin oleh Achmad Chodjim. Surah Yasin mencakup penjelasan tentang
keberadaan Allah, hari kebangkitan, keimanan kepada Allah dan para nabi
beserta tujuannya, serta bantahan terhadap orang-orang kafir dan musyrik.
Selain itu, di dalam Surah Yasin juga diutarakan argumen tentang kebenaran
ajaran Ilahi, kejadian di surga dan neraka beserta keadaan para penghuninya.7
Surah Ya>si>n merupakan figur sentral dalam pengajaran agama Islam.
Surah ini juga mengandung doktrin sentral tentang pewahyuan dan Hari
Akhirat. Terkandung pula dalam surah ini adalah ayat-ayat yang menjelaskan
6
Achmad Chodjim, Misteri Surah Yasin; Mengerti Kekuatan Jantung Al-Qur’an dalam Kehidupan, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2013), 20.
7
bukti keberadaan Allah yang ada di alam. Dari yang terkandung itulah, surah
ini menjadi jangtungnya al-Qur‟an.
Muhammad Asad8 juga tidaklah berbeda dengan para ahli tafsir
lainnya. Bahkan menurutnya, hampir seluruh isi surah ini ditujukam untuk
menjawab problem pertanggungjawaban moral manusia dalam hidup ini, dan
selanjutnya menuju pada kepastian pengadilan Tuhan di Hari Kebangkitan.
Oleh karena kandungannya itu, Nabi Muhammmad menyeru pengikutnya
untuk menghafal dan membacakannya bagi orang yang sedang mengalami
proses kematian dan juga terhadap orang yang mati.9
Maulana Muhammad Ali membagi kandungan Surah Ya>si>n sesuai
dengan banyaknya titik yang ada di dalam surah ini. Ada lima titik dalam surah
ini. Titik pertama menerangkan tentang kebenaran al-Qur‟an, titik kedua
tentang kalam ibarat dan wahyu, titik ketiga tentang kebenaran al-Qur‟an pada
kodrat alam, titik keempat menerangkan konsekuensi terhadap penerimaan atau
penolakan terhadap. Dan, titik trakhir, yaitu titik kelima, tentang penjelasan
kehidupan pascakematian.10
2. Misteri Surah Ya>si>n; Mengerti kekuatan jantung al-Qur‟an dalam Kehidupan
Selain menjelaskan biografi dari Achmad Chodjim, penulis juga ingin
mengutip sedikit mengenai pemaknaan Achmad Chodjim mengenai surah
yasin. Adapun pemaknaan ayat surah yasin sebagai berikut:
8
Muhammad asad atau Leopold Weiss adalah seorang cendekiawan muslim, mantan duta besar pakistan untuk perserikatan bangsa-bangsa, dan penulis beberapa buku tentang islam termasuk salah satu tafsir al-Qur‟an modern yakni The Message of the Qur‟an.
9
Chodjim, Misteri Surah Yasin ..., 21.
10
40
Yaa-siiin. Menurut Ibnu Abbas r.a., Yasin berupa dua kata yang
berbeda maknya. Kata yang pertama adalah “yaa” yang berupa partikel seru
“hai” atau “ya”. Sedangkan kata “siiin”, menurut dialek suku Thayy berarti
insan, manusia. Dengan demikian, “Ya>si>n” adalah sebuah kalimat yang artinya
wahai manusia. Interpretasi atau penafsiran bahwa “Ya>si>n” bermakna “Wahai
manusia” itu sudah diterima oleh beberapa sahabat besar dan tabiin, seperti
Ikrimah, al-D{ah{h{a>k, dan Said ibn Jubair. Beberapa tafsir awal, seperti Thabari,
Baghawi, Zamakhsyari, dan Ibnu Katsir juga menerima makna tersebut.11
Qawl yang ada di dalamayat 9 bisa berupa perkataan Allah, perkataan
nabi, ataupun perkataan kita sebagai manusia biasa. Namun qawl yang
dimaksud adalah qawl Allah atau perkataan Allah. Dan perkataan yang
menyangkut hukum sebab-akibat yang ada pada diri manusia.12
13Dan Kami adakan di hadapanmerekadindingdan di belakangmerekadinding (pula), dan Kami tutup (mata) merekasehinggamerekatidakdapatmelihat.14
Ayat 9 ini menerangkan bahwa Allah meletakkan tabir di depan dan di
belakang. Tabir ini di terjemahkan dari kata sadd (). Dalam bahasa Inggris
kata sadd ini diterjemahkan bar atau baarrier yang dalam bahasa Indonesia
bagi keduanya adalaah penghalang atau tabir.15
11
Chodjim, Misteri Surah Yasin ..., 33.
12
Ibid ..., 79. 13
Q.S. Yasin: 9.
14
Departemen Agama RI, Al-Qur’an danterjemahnya (Jakarta: PT Sygma, 2012), 440.
15
Menurut Prof. Dasteghib, Dikutip dari buku karya Chojim: Harapan,
hawa nafsu, cinta dan rakus terhadap dunia, harta, serta, kedudukan,
merupakan belenggu pada leher. Akibatnya, kepala mendongak dan tidak bisa
dipakai lagi untuk melihat ke depan atau kebelakang. Meskipun ada belenggu
di leher, mereka tetap tak mengertinya. Karena, belenggu itu ada di dalam diri
mereka sendiri.16
Kebenaran yang nyata jelas merupakan kebenaran objektif, yang dapat
diterima oleh akal sehat. Inilah kebenaran yang datangnya d