• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINAJUAN YURIDIS TERHADAP ISBAT NIKAH POLIGAMI TANPA IZIN PENGADILAN AGAMA BANGKALAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINAJUAN YURIDIS TERHADAP ISBAT NIKAH POLIGAMI TANPA IZIN PENGADILAN AGAMA BANGKALAN."

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

TINJUAN YURIDIS TERHADAP ISBAT NIKAH POLIGAMI TANPA IZIN PENGADILAN AGAMA BANGKALAN

SKRIPSI

Oleh Ariyanti NIM. C31212105

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian dengan berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Isbat Nikah Poligami Tanpa Izin Pengadilan Agama Bangkalan”. Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan untuk menjawab pertanyaan: Bagaimana pertimbangan hakim dalam menetapkan perkara penolakan permohonan Itsbat poligami di Pengadilan Agama Bangkalan?, Bagaimana analisis Yuridis terhadap pertimbangan hakim dalam menetapkan perkara penolakan permohonan Isbat poligami di pengadilan Agama Bangkalan?.

Data penelitian ini menggunakan metode deduktif yaitu metode yang diawali dengan mengemukakan teori-teori bersifat umum ke khusus yang berkenaan dengan Isbat Nikah dan Poligami. Selanjutnya digunakan menganalisis terhadap putusan Pengadilan Agama Bangkalan Nomor: 0018/Pdt.P/2014/PA.BKL, Nomor: 0123/Pdt.P/2014/PA.BKL, dan perkara Nomor: 0355/Pdt.P2012/PA.BKL. dengan analisis terhadap dasar dan pertimbangan hukum majelis hakim Pengadilan Agama Bangkalan dalam menetapkan penolakan isbat Poligami.

Dari hasil penelitian menyimpulkan bahwa berdasarkan pertimbangan hakim Pengadilan Agama Bangkalan dalam menetapkan perkara Isbat Nikah Poligami pada perkara Nomor: 0018/Pdt.P/2014/PA.BKL, Nomor: 0123/Pdt.P/2014/PA.BKL, dan perkara Nomor: 0355/Pdt.P/2012/PA. BKL ini adalah Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, UU kekerasan, PP.NO.9 Tahun 1975 tentang aturan mengenai Isbat nikah dan pasal 58 ayat 1 (a) kompilasi hukum Islam bahwa salah satu syarat berpoligami harus ada persetujuan dari istri. Sehingga hakim menolak perkara ini.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAANKEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

PERSEMBAHAN ... viii

MOTTO ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan batasan masalah ... 10

C. Rumusan Masalah ... 11

D. Kajian Pustaka ... 12

E. Tujuan Penelitian ... 14

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 15

G. Definisi Operasional ... 15

H. Metode Penelitian ... 16

I. Sistematika Pembahasan ... 19

BAB II ISBAT NIKAH POLIGAMI DAN MAQASHID SYARI’AH ... 21

A. Konsep Poligami ... 21

(8)

BAB III PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN

PERKARA PENOLAKAN PERMOHONAN ISBAT NIKAH POLIGAMI DI PENGADILAN AGAMA

BANGKALAN ... 42 .

A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Bangkalan ... 42

B. Deskripsi Tiga Putusan Penolakan Isbat Nikah Poligami di Pengadilan Agama Bangkalan 45 C. Pertimbangan Hakim terhadap Penolakan Isbat Nikah Poligami di Pengadilan Agama Bangkalan ... 63

BAB VI ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN PERKARA PENOLAKAN ISBAT NIKAH POLIGAMI DI PENGADILAN AGAMA BANGKALAN ... 68

A. Analisis terhadap Pertimbangan Hakim terhadap Penolakan Isbat Nikah Poligami di Pengadilan Agama Bangkalan ... 68

B. Analisis Yuridis terhadap Hak-Hak Perempuan ... 77

BAB V PENUTUP ... 82

A. Kesimpulan ... 82

B. Saran ... 83

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tatanan kehidupan umat manusia yang didominasi kaum laki-laki

atas kaum perempuan sudah menjadi akar sejarah yang panjang. Dalam

tatanan itu, perempuan ditempatkan sebagai the second human being

(manusia kelas kedua), yang berada di bawah superioritas laki-laki, yang

membawa implikasi luas dalam kehidupan sosial di masyarakat. Padahal

semua manusia adalah makhluk ciptaan Allah Swt. karena itu, semua

manusia sama kedudukaannya di hadapan Allah Swt.

Kalau semua manusia itu sama sudah tentu perempuan dan laki-laki

pun sama. Satu-satunya unsur yang membawa perbedaan atau yang

memungkinkan seorang manusia lebih tinggi atau lebih rendah derajatnya

dari manusia lainnya adalah nilai pengabdian dan prestasi takwanya

kepada Allah Swt.1 Sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah Swt

Q.S. Al hujurat ayat 13:

                                     

Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah

(10)

2

orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha

mengetahui lagi Maha Mengenal.2

Jadi, jelas bahwa dalam konsep Islam, justru perbedaan jenis kelamin

tidaklah membawa perbedaan dalam hal pengabdian kepada Tuhannya.

Baik laki-laki maupun perempuan sama-sama memiliki tugas dan

kewajiban membangun kedekata dengan Tuhannya. Siapa yang paling

bisa mendekatkan diri kepada-Nya, maka dialah yang paling mulia di

sisi-Nya. Memang dalam menjalankan tugas itu nantinya ada

ketentuan-ketentuan yang mungkin berbeda antara laki-laki dan perempuan,

hanyalah masalah teknisnya saja bukan masalah substansial. Misalnya,

salat, laki-laki dan perempuan sama-sama wajib melaksanakannya, yang

juga sama-sama dimulai dari bersuci dari hadats dan najis, dan berwudu.

Adapun nanti ketika menutup aurat ada perbedaan, itu hanyalah

konsekuensi dari perbedaan fisik semata, bahwa ada hal-hal yang harus

ditutupi ( aurat sensitif ) pada fisik wanita itulah kodratnya.3

Islam secara tegas menempatkan perempuan setara dengan laki-laki,

yakni dalam posisi sebagai manusia, ciptaan sekaligus hamba Allah Swt.

Dari perspektif penciptaan, Islam mengajarkan bahwa asal penciptaan

laki-laki dan perempuan adalah sama, yakni sama-sama dari tanah (sari

pati tanah), sehingga sangat tidak beralasan memandang perempuan lebih

(11)

3

rendah daripada laki-laki4. Seperti firman Allah Q.S. Al haj ayat 5 yang

berbunyi:                                                                                                                          

Artinya: Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya kami Telah menjadikan kamu dari tanah, Kemudian dari setetes mani, Kemudian dari segumpal darah, Kemudian dari segumpal daging yang Sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar kami jelaskan kepada kamu dan kami tetapkan dalam rahim, apa yang kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, Kemudian kami keluarkan kamu sebagai bayi, Kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya Telah diketahuinya. dan kamu lihat bumi Ini kering, Kemudian apabila Telah kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam

tumbuh-tumbuhan yang indah.5

Sebagai manusia, perempuan juga memiliki hak dan kewajiban

seperti laki-laki. Firman Allah Q.S. Al baqarah ayat 228:

                                                                               

(12)

4

Artinya: Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan

daripada isterinya. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.6

Allah menciptakan makhluk dimuka bumi ini dalam keadaan

berpasang-pasangan, ada laki-laki dan perempuan, ada jantan dan betina,

ada siang dan malam serta ada baik dan buruk. Pasangan laki-laki dan

perempuan memiliki rasa saling tertarik yang akhirnya menuju pada

suatu ikatan perkawinan dan bisa menghasilkan keturunan serta hidup

dalam kedamaian sesuai dengan perintah Allah Swt. dan petunjuk dari

Rasul-Nya.7

Perkawinan adalah suatu akad suci yang mengandung serangkaian

perjanjian di antara dua pihak, yakni suami dan istri.8 Kedamaian dan

kebahagiaan suami- istri sangat bergantung pada pemenuhan

ketentuan-ketentuan dalam perjanjian tersebut.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan

menjelaskan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang

pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk

keluarga ( rumah tangga ) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan

Yang Maha Esa.9 Berkaitan dengan pernikahan, maka fakta yang tidak

6 Ibid., 48.

7 Musfir Al-Jahmi, Poligami dari Berbagai Persepsi, (Jakarta: Gema Insansi Press, 1997), 66. 8 Ramulyo Idris, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), 1.

9

(13)

5

dapat dihindari adalah nikah siri yang dilakukan oleh masyarakat. Istilah

nikah siri muncul setelah UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan

berlaku secara efektif tanggal 1 Oktober 1975. Nikah siri pada dasarnya

adalah nikah yang dilakukan tidak menurut hukum yang diatur dalam UU

yaitu nikah yang tidak dilaksanakan di depan Pegawai Pencatatan Nikah

yang sah walaupun rukun dan syarat nikah telah terpenuhi secara agama.10

Tujuan perkawinan itu sendiri ialah untuk memenuhi petunjuk

agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan

bahagia. Setiap laki-laki yang akan melakukan perkawinan hendaknya

menyatakan janji akan berlaku baik pada perempuan yang akan menjadi

istrinya kelak, maka dari itu hanya ada dua pilihan bagi suami yaitu hidup

bersama istri tetapi menyakiti dan hanya menyengsarakannya hal tersebut

tidak diperbolehkan dalam Islam. Sebab, perkawinan tidak hanya untuk

kepentingan satu orang saja tetapi untuk dua orang yang menjalankan.11

Poligami adalah ikatan perkawinan dalam hal mana suami

mengawini lebih dari satu istri dalam waktu yang sama. Banyak orang

salah paham tentang poligami, mereka mengira poligami itu baru dikenal

setelah Islam. Mereka menganggap Islamlah yang membawa ajaran

tentang poligami, Mahmud Syaltut ( w.1963 ), ulama besar asal Mesir

10

Neng Djubaidah, Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan Tidak dicatat, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), 345.

11

(14)

6

secara tegas menolak poligami sebagai bagian dari ajaran Islam, dan juga

menolak bahwa poligami ditetapkan oleh syariat.12

Tidak sedikit orang keliru memahami praktik poligami Rasulnya,

termasuk kaum Muslim sendiri. Ada anggapan bahwa poligami itu sunah

Nabi. Jika demikian mengapa Nabi tidak melakukan poligami sejak awal

berumah tangga? Dalam praktiknya, Nabi lebih lama bermonogami

selama kurang lebih 28 tahun sementara berpoligami hanya sekitar 7

tahun. Ada yang menganggap bahwa Nabi melakukan poligami dengan

tujuan sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan pengikutnya, yakni

untuk memenuhi tuntutan biologis atau hanya untuk memuaskan syahwat

dan hasrat seksualnya.13

Sudah sering terjadi di era globalisasi ini pelaku poligami tidak

mengikuti prosedur yang ada yaitu izin dari istri pertama dan izin dari

Pengadilan Agama. Banyak yang melakukan poligami dengan cara nikah

siri atau tidak dicatatkan dan tanpa izin istri pertama. Bagaimanapun

pencatatatan perkawinan itu sangat penting maslahahnya bagi umat

manusia, lebih-lebih di era globalisasi seperti sekarang ini. 14 Dalam pasal

2 ayat 1 yang berbunyi :”Perkawinan adalah sah apabila dilakukan

menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”. Ini

berarti bahwa jika suatu perkawinan telah memenuhi syarat dan rukun

nikah telah dilaksanakan ( bagi umat Islam ) maka perkawinan tersebut

12Ibid., 44.

13 Ibid., 68. 14

(15)

7

adalah sah terutama di mata agama dan kepercayaan masyarakat. Tetapi

sahnya perkawinan ini di mata agama dan kepercayaan masyarakat perlu

disahkan lagi oleh negara, yang dalam hal ini terdapat pada pasal 2 ayat 2

Undang-undang Perkawinan No.1 tahun 1974 tentang perkawinan yang

didalamnya tentang pencatatan perkawinan.15

Adapun oknum-oknum yang tidak mencatat perkawinannya karena

mungkin perkawinan yang dilakukan bermasalah, misalnya melaksanakan

nikah mut’ah, kawin siri, atau melaksanakan poligami liar dan

sebagainnya, pasangan tersebut tidak mempunyai akta perkawinan yang

sah, untuk itu memerlukan pengukuhan kembali terhadap perkawinan

yang sudah dilakukan yang lebih dikenal dengan istilah isbat nikah.16

Sebagaimana dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

perkawinan ayat 2 yang berbunyi: “Dan apabila tidak mendapat izin dari

pengadilan, maka perkawinan tersebut tidak mendapatkan kekuatan

hukum”. Hal ini tertulis dalam Kompilasi Hukum Islam ( KHI ) pasal 56

ayat 3 sebagai berikut:” perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua,

ketiga atau keempat tanpa izin dari pengadilan agama, tidak mempunyai

kekuatan hukum”.17

Dalam hal ini peraturan yang mengatur masalah pencatatan

perkawinan yang menjadi acuan dalam perkara ini. Maka, apabila

15Undang-undang Perkawinan, Nomor.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 2 ayat 2.

16Yayan Sofyan,“Ithba>t Nikah Bagi Perkawinan yang Tidak Dicatat Setelah Diberlakukan UU

No.1 Tahun 1974 di Pengadilan Jakarta Selatan” (t.tp: t.p., 2002), 70.

(16)

8

peraturan tidak dilakukan, ada akibat hukum bagi perkawinan tersebut

dan yang dirugikan adalah pihak perempuan. Hukum perkawinan hanya

mengakui perkawinan yang sah (perkawinan yang tercatat).18

Pada dasarnya isbat nikah merupakan penetapan yang dikeluarkan

oleh negara terhadap keabsahan suatu perkawinan yang dilakukan secara

sah, adanya isbat nikah merupakan jalan keluar yang diberikan negara

bagi mereka yang tidak mempunyai akta nikah. akan tetapi perkawinan

yang dapat di isbatkan hanya terbatas dalam hal-hal sebagaimana dalam

KHI pasal 7 ayat ( 3 ) yang berbunyi: “ (a) Adanya perkawinan dalam

rangka menyelesaikan perceraian, (b) Hilangnya akta nikah, (c) Adanya

keraguan sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan, (d) Adanya

perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang No.1 Tahun

1974 dan, (e) perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak

mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-undang No.1 Tahun

1974.19

Masalah yang muncul kemudian adalah bagaimana isbat nikah yang

diakibatkan karena tidak mempunyai surat izin poligami. Dalam masalah

ini terdapat kasus isbat nikah yang diajukan, tetapi permohonan isbat

nikah tersebut ditolak oleh pengadilan agama. Terkait dengan hal tersebut

bagaimana kedudukan isteri kedua yang disebabkan ditolaknya isbat

nikah tersebut. Padahal sudah jelas dijelaskan di dalam Al qur’an tentang

18Ahmad Mukti Arto, Masalah Pencatatan Perkawinan dan Sahnya Perkawinan, (t.tp: t.p., 1996), 50.

19 Tim Redaksi Kesindo Utama, Undang-undang Republik Indonesia No.1 Tahun 1974 Tentang

(17)

9

perlindungan wanita dan Hak-hak wanita, jika isbat nikah yang diajukan

ditolak sudah pasti Hak-hak wanita tidak bisa didapat dan perasaan

seorang wanita pasti sangat kecewa dan merasa tidak adil bagi dirinya.

Disini istri kedua hanya ingin perkawinannya dicatatkan dan sah

menurut hukum dan mendapatkan Hak-haknya sebagai seorang isteri

Agar kehidupan perkawinannya menjadi tentram, damai, dan tidak ada

hal apapun yang menjadi penghalang untuk aktifitas yang dilakukan

sehari-hari.

Terkait dengan permasalahan di atas penulis menemukan tiga

perkara penolakan istri Poligami di Pengadilan Agama Bangkalan dengan

Nomor perkara Nomor: 0018/Pdt.P/2014/PA.Bkl yang isi putusannya

berbunyi: pada tanggal 22 Nopember 2002 Noer Arrohman, S.Sos. bin

M.Rachman dan Dwi Sulistiyowati, S.Pdi. binti Suqiyono telah

melangsungkan pernikahan, dan pada saat pernikahan tersebut Noer

Arrohman, S.Sos. mengaku status Duda Cerai. Tetapi pada saat Noer

Arrohman, S.Sos. dan Dwi Sulistiyowati, S.Pdi. mengajukan perkara isbat

nikah Poligami dan perkara tersebut ditolak oleh Pengadilan Agama

Bangkalan dikarenakan Noer Arrohman, S.Sos. ketahuan masih terikat

perkawinan oleh istri sebelumnya. Maka perkara tersebut ditolak.

Sedangkan isi putusan di Nomor perkara Nomor:

0123/Pdt.P/2014/PA.Bkl bahwa pada tanggal 14 september 2011 Munasir

bin Madtohiran dan Hosniyah binti Abd Hafid melangsungkan

(18)

10

ingin diakui pernikahannya oleh Negara tetapi perkara yang diajukan

mereka ditolak oleh Pengadilan Agama Bangkalan dikarenakan awal mula

Munasir menikahi Hosniyah mengaku sudah statusnya Duda Cerai tetapi

setelah persidangan Munasir mengaku masih terikat dengan istri

sebelumnya, maka perkara ini jelas harus ditolak. Dan di dalam perkara

Nomor: 0355/Pdt.P/2012/PA.Bkl yang berbunyi bahwa pada tanggal 25

september 1997 Didi Junaidi bin Sahidin dan Manisa binti Rewen

melangsungkan pernikahan. Dan pada tanggal 29 Mei 2012 Didi Junaidi

dan Manisa mendaftarkan perkara isbat nikah ke Pengadilan Agama

Bangkalan, tetapi perkara tersebut ditolak dikarenakan Didi Junaidi dan

Manisa tidak sanggup mendatangkan saksi-saksi, maka perkara tersebut

ditolak.

Di antara pengadilan agama yang ada di Madura, penolakan isbat

poligami paling banyak terjadi di Pengadilan Agama Bangkalan. Disini

penulis ingin tahu dasar yang digunakan hakim Pengadilan Agama

Bangkalan dalam memutuskan perkara penolakan isbat poligami. Maka

penulis tertarik untuk mengangkat dalam penelitian dengan judul

“Tinjauan Yuridis Terhadap Isbat Nikah Poligami Tanpa Izin Pengadilan

Agama Bangkalan”. Disini penulis akan melihat dari pertimbangan

hakimnya dalam menetapkan perka dan ditinjau dari UU Perkawinan

Nomor 1 Tahun 1974 dan KHI ( kompilasi hukum islam ).

(19)

11

Berdasarkan pemaparan gambaran latar belakang di atas, maka

penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Kedudukan perempuan menurut Al qur’an

2. Faktor yang melatar belakangi ditolaknya isbat poligami

3. Dasar pertimbangan hakim dalam putusan Pengadilan Agama

Bangkalan dengan nomor perkara: 0018/Pdt.P/2014/PA.BKL, Nomor:

0123/Pdt.P/2014/PA.BKL, dan perkara Nomor: 0355/Pdt.P/2012/PA.

BKL.

4. Analisis yuridis terhadap perkara di pengadilan agama Bangkalan

dengan nomor perkara: 0018/Pdt.P/2014/PA.BKL, Nomor:

0123/Pdt.P/2014/PA.BKL, dan perkara Nomor: 0355/Pdt.P/2012/PA.

BKL.

Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak terlalu meluas dan hasil

penelitian ini lebih terarah sehingga tercapailah tujuan dari penelitian .

Maka penulis merasa perlu untuk membatasi permasalahan. Penulis hanya

mengkaji tentang :

1. Dasar pertimbangan hakim dalam putusan Pengadilan Agama

Bangkalan dengan Nomor perkara: 0018/Pdt.P/2014/PA.BKL, Nomor:

0123/Pdt.P/2014/PA.BKL, dan perkara Nomor: 0355/Pdt.P/2012/PA.

BKL.

2. Analisis yuridis terhadap perkara di pengadilan agama Bangkalan

(20)

12

0123/Pdt.P/2014/PA.BKL, dan perkara Nomor: 0355/Pdt.P/2012/PA.

BKL.

C. Rumusan Masalah

Sebagai upaya untuk menghindari ketidakfokusan bahasan dalam

penelitian ini, maka fokus peneliti mencakup beberapa pokok

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pertimbangan hakim dalam menetapkan perkara penolakan

permohonan Isbat poligami di Pengadilan Agama Bangkalan?

2. Bagaimana analisis yuridis terhadap pertimbangan hakim dalam

menetapkan perkara penolakan permohonan Isbat poligami di

Pengadilan Agama Bangkalan?.

D. Kajian Pustaka

Kajian Pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau

penelitian yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan

diteliti sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak

merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang

telah ada.20

Pertama, Mas’ud Fakultas Syari’ah UIN Sunan Ampel Surabaya

Jurusan Akhwal Al-Syakhsiyah lulus tahun 2005 dengan judul “ Studi

(21)

13

Analisis Terhadap Kasus Ithba<t Nikah Poligami Karena Izin Poligami:

Studi Kasus Perkara Nomor 302/Pdt.G/2005/PA.Mlg”. penulis

menyimpulkan bahwa Pengadilan Agama mengkategorikan Ithba<t Nikah

Poligami dalam perkara contentius itu tidak relevan, putusan tersebut

seharusnya diputus secara volenteir. Sedangkan dasar hukum yang

digunakan hakim dalam menetapkan kasus Ithba<t Nikah Poligami adalah

karena Poligami: pertama, perkawinan yang memenuhi persyaratan

menurut ketentuan hukum Islam yakni dengan adanya calon mempelai

laki-laki dan mempelai perempuan, wali dari calon mempelai perempuan,

dua orang saksi dan ijab qabul berdasarkan pasal 2 ayat (1)

undang-undang tahun 1974, kedua bahwa didalam perkawinan yang diakukan

secara sirri sehingga melahirkan seorang anak, untuk mendapatkan

kepastian. Kekuatan hukum yang jelas yang menjadi salah satu aspek

dikabulkannya permohonan Ithba<t Nikah.21

kedua, Siti Fatimah Fakultas Syari’ah UIN Sunan Ampel Surabaya

Jurusan Akhwal Al-Syakhsiyah lulus tahun 2005 dengan judul skripsi

“Status Anak dari Perkawinan Akibat Penolakan Ithba<t Nikah Poligami

Menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974: Studi Kasus

Pengadilan Agama Malang”. Dalam skripsi ini anak membutuhkan status

yang jelas di mata hukum maka upaya hukum yang harus ditempuh orang

tua yaitu dengan melaksanakan akad nikah baru (perkawinan yang sah)

21Mas’ud, “

Studi Analisis Terhadap Kasus Ithba>t Nikah Poligami karena Izin Poligami: Studi

(22)

14

baik itu menurut hukum-hukum Islam maupun menurut hukum positif

setelah itu dapat dilakukannya adopsi ini dilakukan semata-mata untuk

meneruskan keturunan dan permohonan Ithba<tnya ditolak oleh Pengadilan

Agama, maka dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.22

Ketiga, L.Qodri Shiddiq Fakultas Syari’ah UIN Sunan Ampel

Surabaya Jurusan Akhwal Al-Syakhsiyah lulus tahun 2012 dengan judul

skripsi “ Proses Pelaksanaan Ithba<t Nikah Poligami di Pengadilan Agama

Sumenep “ . Skripsi ini hanya fokus kepada faktor-faktor penetapan

Ithba<t nikah poligami dan prosedur untuk mengajukan perkara Ithba<t

nikah poligami. 23

Sedangkan dalam skripsi ini, penulis membahas tentang “ Tinjauan

Yuridis Terhadap Isbat Nikah Poligami Tanpa Izin Pengadilan Agama

Bangkalan “, maka pembahasan ini jelas berbeda karena yang diteliti

disini lebih menekankan kepada Tinjauan Yuridisnya di kajian pustaka

yang pertama lebih menekankan kepada dasar pertimbangan hakim yang

telah mengabulkan perkara permohonan isbat nikah Poligami atas izin

poligami, dan kajian yang kedua lebih menekankan kepada status anaknya

saja, dan kajian yang ketiga lebih menekankan kepada prosedur untuk

mengajukan perkara isbat nikah poligami.

E. Tujuan Penelitian

22Siti Fatimah, “ Status Anak Dari Perkawinan Akibat Penolakan Ithba>t Nikah Poligami Menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974: Studi Kasus PA Mlg “, (Skripsi--UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2005), 10.

(23)

15

Setelah adanya pemaparan terhadap permasalahan di atas, maka

yang menjadi tujuan dalam penulisan adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menetapkan putusan

Pengadilan Agama Bangkalan terhadap kasus penolakan isbat

poligami.

2. Mengetahui analisis Yuridis terhadap pertimbangan hakim dalam

menetapkan penolakan isbat poligami yang ada di Pengadilan Agama

Bangkalan.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Adapun nilai guna yang di harapkan dari hasil yang akan di capai

melalui penelitian adalah sebagai berikut:

Kegunaan secara teoritis yaitu memperkaya khazanah keilmuan,

dapat dijadikan sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan khususnya

dalam masalah perdata di lingkungan Pengadilan Agama serta dapat

dijadikan acuan atau pedoman dalam berbagai permasalahan khususnya

dalam hal isbat poligami.

G. Definisi Operasional

Dalam rangka untuk menghindari kesalah pahaman dalam

memahami maksud dari pnelitian, maka penulis memberikan definisi

operasional sebagai berikut:

1. Analisis Yuridis adalah penyelidikan terhadap suatu keadaan yang

(24)

16

menggunakan UU yaitu UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan dan KHI.

2. Isbat Nikah adalah penetapan tentang kebenaran ( keabsahan )

nikah.24 Atau pengertian lain dari isbat nikah adalah suatu metode

atau cara dalam menetapkan sahnya suatu perkawinan yang belum

tercatat di KUA setempat, sesuai dengan ketentuan hukum yang

berlaku terkait dengan hal perkawinan yang dilaksanakan di

pengadilan.

3. Poligami adalah seorang suami yang melakukan perkawinan lebih

dari satu, dua, atau tiga tanpa secara siri.25

H. Metode Penelitian

Dalam hal untuk menemukan dan mengembangkan suatu ilmu yang

bersifat objektif, maka harus menggunakan metode penelitian untuk

memperoleh dan mengumpulkan data kemudian dianalisis secara

sistematis berdasarkan ilmu pengetahuan yang ada.

1. Data yang dikumpulkan

Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan di atas, maka

dalam penelitian ini data yang dikumpulkan adalah: Isi dari

penetapan perkara di Pengadilan Agama Bangkalan dan Dasar

pertimbangan hakim dalam menetapkankan perkara penolakan Ithba<t

nikah poligami di Pengadilan Agama Bangkalan.

24 Tim Penyusun Balai Pustaka, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), 388.

25

(25)

17

2. Sumber data

Sumber data yang digunakan penulis dalam penelitian ini

adalah:

a. Sumber data primer

1. Hakim Pengadilan Agama Bangkalan

2. Putusan Pengadilan Agama Bangkalan dengan nomor perkara:

0018/Pdt.P/2014/PA.BKL, Nomor: 0123/Pdt.P/2014/PA.BKL,

dan perkara Nomor: 0355/Pdt.P/2012/PA. BKL.

b. Sumber data sekunder

Data sekunder berasal dari buku-buku maupun literatur

lain, meliputi :

1) Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974.

2) Kompilasi Hukum Islam ( KHI ).

3) Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat Poligami, Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama, 2007.

4) Jamilah Jones, Monogami dan Poligami dalam Islam,

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996.

5) Prof. Dr. Agnes Widanti, Hukum Berkeadilan Jender,

Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2005

6) Drs. Sapiudun Shidiq, M.A, Ushu Fiqh, Jakarta: Kencana

Prenada Media Groub, 2011.

(26)

18

Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan oleh penulis

melalui teknik wawancara dan dokumentasi yakni mengumpulkan

data dan informasi dari Hakim pengadilan agama bangkalan, putusan,

buku-buku sekunder, artikel dan Undang-undang yang berkaitan

dengan pembahasan ini, yang kemudian penulis dapat mempelajari,

menelaah dan menganalisa data-data tersebut.

4. Teknik pengolahan data

Setelah semua data yang diperlukan terkumpul, maka penulis

menggunakan teknik berikut ini untuk mengolah data:

a. Editing yaitu kegiatan memeriksa atau meneliti data yang telah

diperoleh untuk menjamin apakah data tersebut dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya atau tidak.26 Penulis

memeriksa data-data yang berasal dari Pengadilan Agama

Bangkalan dan dari buku-buku tentang isbat nikah dan poligami

kemudian memilah data yang dapat digunakan untuk mendukung

pembahasan.27

b. Organizing yaitu mengatur dan menyusun bagian sehingga

seluruhnya menjadi suatu kesatuan yang teratur.28 Setelah data

diperiksa dan terjamin kebenarannya maka penulis mulai

26M. Syamsudin, Operasionalisasi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), 121.

27Bandung Maluyo, Penetapan Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), 50.

\

(27)

19

mengatur dan menyusun data tersebut menjadi bagian-bagian

yang sistematis.

5. Metode analisis data

Teknis analisis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini

adalah:

a. Teknis deskriptif analisis yaitu dengan menggambarkan atau

melukiskan secara sistematis segala fakta aktual yang dihadapi,

kemudian dianalisis sehingga memberikan pemahaman yang

konkrit, kemudian dapat ditarik kesimpulan. Dalam hal ini dengan

mengemukakan kasus yang terjadi di pengadilan agama bangkalan

dalam perkara penolakan isbat poligami, kemudian dikaitkan

dengan teori dan dalil-dalil yang terdapat dalam literatur sebagai

analisis, sehingga mendapatkan suatu kesimpulan yang bersifat

umum.

b. Pola pikir deduktif yaitu metode yang diawali dengan

mengemukakan teori-teori bersifat umum ke khusus yang

berkenaan dengan isbat nikah dan poligami. Selanjutnya

digunakan menganalisis terhadap putusan pengadilan agama

bangkalan

Nomor:0018/Pdt.P/2014/PA.BKL,Nomor:0123/Pdt.P/2014/PA.BK

L dan perkara Nomor: 0355/Pdt.P/2012/PA.BKL. dengan analisis

terhadap dasar dan pertimbangan hukum majelis hakim pengadilan

(28)

20

I. Sistematika Pembahasan

Penulisan skripsi ini disusun dalam bab-bab dan masing-masing

babnya terdiri atas sub bab dengan sistematika pembahasan sebagai

berikut:

Bab Pertama berisi tentang pendahuluan yakni sebagai gambaran

awal tentang permasalahan-permasalahan yang dipaparkan dalam

proposal ini. Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, sehingga

memunculkan gambaran isi tulisan yang terkumpul, dalam konteks

masalah penelitian, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan

masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian,

definisi operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab Kedua berisi landasan teori mengenai Isbat Nikah Poligami

yang meliputi: pengertian poligami dan isbat poligami, dasar hukum isbat

poligami, akibat hukum dari penolakan isbat poligami, pengertian isbat

nikah, dasar hukum isbat nikah.

Bab Ketiga menguraikan tentang deskripsi hasil penelitian, yang

meliputi gambaran umum Pengadilan Agama Bangkalan dan deskripsi

kasus tentang penolakan isbat poligami di pengadilan agama bangkalan.

Bab Keempat berisikan tentang analisis terhadap pertimbangan

hakim pengadilan agama bangkalan Nomor: 0018/Pdt.P/2014/PA.BKL,

Nomor: 0123/Pdt.P/2014/PA.BKL dan perkara Nomor:

0355/Pdt.P/2012/PA.BKL tentang penolakan isbat poligami serta analisis

(29)

21

Bab Kelima merupakan bab penutup yang menyajikan

kesimpulan-kesimpulan yang dilengkapi dengan saran-saran. Selain itu dalam bab

terakhir ini akan dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran

(30)

(31)

BAB II

HUKUM POSITIF TENTANG POLIGAMI DAN ISBAT NIKAH DI INDONESIA

A. Konsep Poligami

1. Pengertian poligami

Poligami adalah perbuatan seorang laki-laki mengumpulkan

dalam tanggungannya dua sampai empat orang istri, tidak boleh lebih

darinya1. Adapun ayat Al qur’an yang menjelaskan bahwa Poligami

itu haram karena ketidakmungkinan seorang suami berlaku adil

kepada istri-istrinya. Hal ini berdasarkan ayat Al qur’an Annisa’ ayat

129 yang berbunyi:

                                         Artinya: Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyangang.

Poligami maksudnya adalah seorang laki-laki beristri lebih dari

seorang, tetapi dbatasi paling banyak adalah empat orang. Karena

1Arij’

(32)

23

melebihi dari empat berarti mengingkari kebaikan yang disyariatkan

oleh Allah bagi kemaslahatan hidup suami istri.

Islam memang memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat

tertentu. Namun apabila takut akan berbuat durhaka apabila menikah

lebih dari seorang perempuan, maka wajiblah ia cukupkan dengan

seorang saja.2

2. Tata cara poligami menurut undang-undang

Prosedur poligami menurut pasal 40 Peraturan Pemerintah

Nomor 9 Tahun 1974 menyebutkan bahwa apabila seorang suami

bermaksud untuk beristri lebih dari seorang, maka ia wajib

mengajukan permohonan secara tertulis kepada pengadilan. Hal ini

diatur lebih lanjut dalam pasal 56, 57, dan 58 Kompilasi Hukum

Islam sebagai berikut:3

1) Suami yang hendak beristri lebih dari satu orang harus mendapat

izin dari Pengadilan Agama.

2) Perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga atau

keempat tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai

kekuatan Hukum.

2 Ibid,131-132.

3

(33)

24

Pada pasal 57 Kompilasi Hukum Islam, pengadilan agama

hanya memberikan izin kepada suami yang akan beristri lebih dari

seorang apabila:

a. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri.

b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat

disembuhkan.

c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Ada atau tidaknya alasan yang memugkinkan seorang suami

kawin lagi dan ada atau tidaknya persetujuan dari istri,apabila

persetujuan lisan maka persetujuan itu harus diucapkan di depan

siding pengadilan.

Secara istilah di dalam Kompilasi Hukum Islam dijelaskan

bahwa isbat nikah poligami adalah suatu penetapan, keabsahan nikah

yang diajukan ke pengadilan agama. Pengesahan pengakuan nikah itu

dibutuhkan bagi mereka yang sudah lama melangsungkan perkawinan

dengan siri, yang membutuhkan keterangan dengan akta yang sah.

Untuk mengesahkan pengakuan itu diperlukan pernyataan.

Adanya proses isbat nikah poligami dikarenakan tidak dapat

dibuktikannya perkawinannya secara sah dan mempertanggung

jawabkan menurut hukum persoalan ini sangat terkait dengan

pencatatan nikah.

3. Dasar hukum isbat nikah poligami

(34)

25

Perkawinan merupakan perbuatan hukum, tujuan perbuatan

hukum dalam perkawinan adalah upaya untuk mewujudkan

rumah tangga yang Sakinah Mawadah Warahmah. Tetapi masih

ada segelintir orang yang melangsungkan perkawinan tanpa

dicatatkan, meskipun di dalam Islam tidak mengatur adanya

pencatatan perkawinan. Namun suatu akad perjanjian harus

dicatatkan seperti Firman Allah Swt. dalam Qs. .An nisa’ ayat

214 yang berbunyi:

                  

Artinya: Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat.

Kemudian sejalan dengan tuntutan perkembangan zaman

dengan berbagai pertimbangan kemaslahatan umat, maka hukum

di Indonesia mengatur tentang pencatatan perkawinan.

Perkembangan hukum di Indonesia sejalan khususnya hukum

perkawinan tidak terlepas dai konstribusi pemikiran Ulama Islam

karena di dalam metode dikenal dengan istilah hukum seperti

qiyas, istihsan, maslahat musalah, dan lain-lain. Pencatatan

perkawinan sangat diharuskan dalam Islam.

b. Menurut undang-undang perkawinan

(35)

26

Pasal 2 ayat(1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang perkawinan menyebtkan bahwa perkawinan adalah sah,

apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan

kepercayaannya itu. Pasal 2 ayat (2) menyebutkan bahwa

tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Pencatatan peerkawinan akan menimbulkan

kemaslahatan umum karena dengan pencatatan ini akan

memberikan kepastian hukum terkait dengan hak-hak suami atau

istri, serta kemaslahatan anak.5

c. Menurut peraturan pemerintah Nomor.9 Tahun 1975

Pasal 2 ayat (1) menyebukan bahwa pencatatan perkawinan

dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut

Agama Islam, dilakukan oleh pegawai pencatatan nikah di kantor

urusan agama (KUA) sebagaimana dimaksudkan dalam

Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang pencatatan nikah, talak

dan rujuk. Ayat (2) pencatatan perkawinan dari mereka yang

melangsungkan perkawinannya menurut agamanya dan

kepercayaannya itu selain Agama Islam, dilakukan oleh pegawai

pencatat perkawinan pada kantor catatan sipil sebagaimana

dimaksud dalam berbagai perundang-undangan mengenai

pencatatan perkawinan. Ayat (3) dengan tidak mengurangi

ketentuan-ketentuan yang khusus berlaku bagi tatacara

5 Departemen Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Dalam Lingkup Peradilan

(36)

27

pencatatan perkawinan berdasarkan berbagai peraturan yang

berlaku, tatacara pencatatan perkawinan dilakukan sebagaimana

ditentukan dalam pasal 3 sampai dengan pasal 9 peraturan

pemerintah.6

Aturan pengesahan nikah atau isbat nikah poligami, dibuat atas

dasar adanya perkawinan yang dilangsungkan berdasarkan agama

atau tidak dicatat oleh PPN yang berwenang. Pengesahan nikah

diatur dalam pasal 2 ayat (5) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946

jo pasal 49 angka (22) penjelasan Undang-undang Nomor 7 Tahun

1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3

Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 50

Tahun 2009 dan pasal 7 ayat (2), (3) dan (4) Kompilasi Hukum Islam.

Dalam pasal 49 angka (22) penjelasan Undang-undang Nomor 7

Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang

Nomor 3 Tahun 2006 dan pasal 7 ayat (3) huruf (d) Kompilasi

Hukum Islam, perkawinan yang disahkan hanya perkawinan yang

dilangsungkan sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun

1974. Akan tetapi pasal 7 ayat (3) huruf (a) Kompilasi Hukum Islam

memberikan peluang untuk pengesahan perkawinan yang dicatat oleh

PPN yang dilangsungkan sebelum atau sesudah berlakunya

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 untuk kepentingan perceraian (pasal 7

ayat (3) huruf (a) Kompilasi Hukum Islam.

6 Departemen Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Dalam Lingkup Pengadilan

(37)

28

Isbat nikah poligami dalam rangka penyelesaian perceraian

tidak dibuat secara sendiri, melainkan menjadi satu kesatuan dalam

putusan perceraian. Untuk menghindari adanya penyelundupan

hukum dan poligami tanpa prosedur, pengadilan agama atau

Mahkamah harus berhati-hati dalam menangani permohonan isbat

nikah poligami.7

4. Akibat hukum dari penolakan isbat nikah poligami

jika isbat nikah poligami yang di ajukan oleh pihak suami di

tolak oleh pengadilan agama maka kedudukan perkawinan itu adalah:

1) Tidak mempunyai kekuatan hukum karena dianggap tidak pernah

ada perkawinan sehingga tidak menimbulkan akibat hukum.

2) Tidak bisa dijadikan alasan untuk membatalkan perkawinan.

3) Tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk menjatuhkan pidana

berdasarkan ketentuan pasal 219 KUHP (kitab undang-undang

hukum perdata).

4) Tidak dapat dijadikan dasar untuk menuntut hak oleh pihak

perempuan sebagai isteri.8

B. Isbat Nikah dalam Hukum Islam dan Hukum Positif

1. Pengertian isbat nikah menurut hukum islam

7 Mahkamah Agung RI, Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Agama, buku II edisi

revisi, (Jakarta: Reedbox Publisher diterjemahkan oleh Prof.DR.Soesilo,SH, 2008).

(38)

29

Isbat nikah menurut hukum Islam yaitu berasal dari dua rangkaian

kata, yaitu isbat dan nikah. Kata isbat adalah masdar yang berasal dari

bahasa Arab “Ah{bata> Yu>thbitu” Ithba>tan yang berarti penentuan atau

penetapan. Istilah ini telah ditrasfer menjadi bahasa Indonesia.

Menurut Ahmad Warson Munawwir, isbat artinya penetapan,

pengukuhan dan pengiyaan.9

Nikah atau pernikahan, dalam bahasa Indonesia disebut

pernikahan. Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 disebutkan bahwa

perkawinan adalah akad yang sangat kuat untuk mentaati perintah

Allah dan melaksanakan merupakan ibadah.

Oleh sebab itu isbat nikah diartikan sebagai suatu proses

penetapan, pengakuan, pengesahan tentang kebenaran nikah seseorang

antara seorag laki-laki dan perempuan.

2. Isbat nikah menurut Hukum Positif

Di dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 7 ayat (2) dan (3) secara

tegas menyatakan bahwa, isbat nikah adalah suatu penetapan,

keabsahan nikah yang diajukan ke pengadilan agama dan pokok-pokok

alasannya terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan adanya:

a. Perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian

b. Hilangnya Akta nikah

c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat

perkawinan

(39)

30

d. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan;

e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai

halangan perkawinan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun

1974.

Permohonan isbat nikah itu sebagai tindakan reprensif. Hal ini

dimaksudkan untuk membantu masyarakat, agar di dalam

melangsungkan perkawinan tidak hanya mementingkan aspek-aspek

hukum fikih saja, tetapi aspek-aspek keperdataanya juga perlu

diperhatikan secara seimbang, jadi sekali lagi, penetapan nikah adalah

usaha pemerintah untuk mengayomi masyarakat demi terwujudnya

ketertiban dan keadilan.10

Adanya permohonan isbat nikah dikarenakan tidak dapat

membuktikan perkawinannya secara sah dan mempertanggung

jawabkan menurut hukum sehingga persoalan ini sangat terkait dengan

pencatatan nikah.

3. Dasar hukum isbat nikah

Dasar hukum yang dipergunakan dalam isbat nikah yaitu ada dua

macam menurut perundang-undangan dan syariat.

Yang menjadi dasar hukum dari isbat nikah adalah Bab XIII pasal

64 ketentuan peralihan Undang-undang perkawinan yaitu untuk

perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan

(40)

31

yang terjadi sebelum Undang-undang ini berlaku yang dijalankan

menurut peraturan yang lama adalah sah. Sedangkan dalam kompilasi

hukum islam (KHI) Buku 1 pasal 7, yang terkandung dalam pasal 64

Undang-undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan

tersebut dikualifikasikan sebagai upaya hukum yang disebut dengan

isbat nikah.

Sedangkan dasar hukum isbat nikah menurut Syariat,

Bahwasannya pada mulanya syariat Islam baik dalam al qur’an

maupun sunnah tidak mengatur secara kongkrit tentang adanya

pencatatatan perkawinan. Ini berbeda dengan ayat mu’amalah yang

dalam situasi tertentu diperintahkan untuk menetapkannya. Adanya

tuntutan perkembangan dengan berbagai pertimbangan kemaslahatan,

hukum di Indonesia mengaturnya dengan berbagai peraturan. Oleh

sebab itu dalam hal ini isbat nikah di kiyaskan dalam al qur’an,

diantarannya:

a. Berdasarkan kiyas dari Al qur’an, surat Al baqarah ayat 28211,

(41)

32                                                                                                                                                           

(42)

33

b. Berdasarkan surat An nisa’ ayat 21,12 yang berbunyi:

 











 



 

Artinya: bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat.

12

(43)

BAB III

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN PERKARA

PENOLAKAN PERMOHONAN ISBAT POLIGAMI DI PENGADILAN

AGAMA BANGKALAN

A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Bangkalan

1. Letak geografis

Pengadilan Agama Bangkalan merupakan Pengadilan Tingkat

pertama yang berfungsi dan berwenang memeriksa, memutus, dan

menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang

yang beragama Islam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, dan hibah

yang dilakukan berdasarkan hukum Islam serta wakaf, zakat, infak, dan

sadakah serta ekonomi syariah sebagaimana di atur dalam Pasal 49 UU

Nomor 50 Tahun 2009.

Pengadilan Agama Bangkalan yang terletak di kabupaten Bangkalan

dan berada tepat di Pulau Madura yaitu salah satu pulau yang berada di

daerah propinsi Jawa Timur. Wilayah hukum pengadilan agama

bangkalan yang meliputi 18 kecamatan yang terdiri dari 279

desa/kelurahan.

2. Visi dan Misi pengadilan agama bangkalan.

Visi Pengadilan Agama Bangkalan mengacu pada visi Mahkamah

Agung Republik Indonesia sebagai puncak kekuasaan kehakiman di

(44)

Pengadilan Agama yang Profesional dan Akuntabel menuju Badan

Peradilan Indonesia yang Agung.’’. Untuk mencapai visi tersebut di atas

ditetapkan misi-misi sebagai berikut:1

1) Menjaga kemandirian Aparatur Pengadilan Agama.

2) Meningkatkan kualitas pelayanan hukum yang berkeadilan, kredibel

dan transparan.

3) Meningkatkan pengawasan dan pembinaan.

4) Mewujudkan kesatuan hukum sehingga diperoleh kepastian hukum

bagi masyarakat.

1. Fungsi pengadilan agama bangkalan

1) Memberikan pelayanan teknis yustisial dan administrasi kepaniteraan

bagi perkara tingkat pertama serta penyitaan dan eksekusi.

2) Memberikan pelayanan dibidang administrasi perkara banding,

kasasi, dan peninjauan kembali serta administrasi peradilan lainnya.

3) Memberikan pelayanan administrasi umum pada semua unsur di

lingkungan pengadilan agama bangkalan.

4) Memberikan keterangan, pertimbangan dan nasihat tentang hukum

Islam pada istansi pemerintah di daerah hukumnya apabila diminta.

5) Memberikan pelayanan permohonan pertolongan pembagian harta

peninggalan di luar sengketa antar orang-orang yang beragama Islam.

1

(45)

6) Waarmeking akta keahliwarisan di bawah tangan untuk pengambilan

deposito/tabungan dan sebagainya.

7) Melaksanakan tugas-tugas pelayanan lainnya seperti penyuluhan hukum,

memberikan pertimbangan hukum agama, pelayanan riset/penelitian, pengawasan

terhadap advokat/penasehat hukum dan sebagainya

4. Rencana strategi

Dalam upaya mendukung dan merealisasikan visi dan misi tersebut diatas

pengadilan agama bangkalan mempunyai beberapa Rencana Strategik dalam

menghadapi tahun 2016, antara lain:

1) Meningkatkan penyelesaian perkara yang sederhana, tepat waktu, transparan dan

akuntabel.

2) Meningkatkan administrasi perkara yang efektif, efisien, dan akuntabel.

3) Meningkatkan penyelesaian perkara melalui mediasi.

4) Meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada hukum melalui tindakan

penegakan hukum dibidang peradilan.

5) Meningkatkan pelaksanaan pengawasan internal yang efektif dan efisien.

6) Meningkatkan kepatuhan terhadap putusan pengadilan.

7) Meningkatkan dukungan manajemen dan tugas teknis dalam penyelenggaraan

fungsi peradilan.

8) Meningkatkan SDM yang profesional dan berintegritas tinggi.

B. Deskripsi Tiga Penetapan Penolakan Isbat Nikah Poligami di Pengadilan Agama

(46)

Di dalam Putusan Perkara Pengadilan Agama Bangkalan mengenai pengajuan

permohonan isbat nikah poligami tidak sering dikabulkan dikarenakan banyak masyarakat

yang melakukan penyelundupan hukum.2

Seperti halnya pada perkara Nomor:

1. Perkara Nomor: 0018/Pdt.P/2014/PA.Bkl

a. Kronologi perkara

Pada tanggal 07 Februari 2014 pemohon mengajukan surat permohonannya

ke kepaniteraan pengadilan agama bangkalan dengan register Nomor

0018/Pdt.P/2014/PA.Bkl yang berisikan tentang permohonan isbat nikah.

Awal mula perkara perkawinan yang telah dilangsungkan pada tanggal 22

Nopember 2002 oleh Pemohon, umur 42 Tahun, pekerjaan PNS kantor Kecamatan

Bangkalan, Agama Islam, bertempat tinggal di Jalan Garuda, perumahan

Pangeranan Asri Blok C.6 nomor 10, RT.002 RW.007, kelurahan Pangeranan,

Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan.

Pernikahan dilangsungkan menurut Agama Islam di rumah orang tua

Pemohon II di Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan dan diakad nikahkan

oleh seorang modin bernama Rusfandi. Bahwa pada saat pernikahan tersebut wali

nikahnya adalah Ayah kandung Pemohon II, serta Maskawin berupa membaca

ayat kursi sebanyak 3 kali, surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas, sebanyak

masing-masing 3 kali, yang akad nikahnya dilakukan antara Pemohon I dengan

wali nikah tersebut yang pengucapan ijabnya diwakilkan kepada seorang modin

(47)

bernama Rusfandi dan disaksikan oleh dua saksi yaitu: Mohammad Rusdi dan

Muhaimin.

Pada saat pernikahan tersebut, Pemohon I berstatus Duda Cerai, sedangkan

Pemohon II berstatus Perawan. Antara Pemohon I dan Pemohon II tidak ada

hubungan darah dan tidak sesusuan serta memenuhi syarat dan/atau tidak ada

larangan untuk melangsungkan pernikahan, baik menurut ketentuan hukum Islam

maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bahwa setelah pernikahan tersebut para Pemohon bertempat tinggal di rumah

kediaman bersama di rumah kontrakan di Bangkalan selama 12 Tahun hingga

sekarang dan telah hidup rukun sebagaimana layaknya suami istri dan telah

dikaruniai 2 orang anak.3

Bahwa para Pemohon tidak pernah menerima Kutipan Akta Nikah dari

Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Bangkalan Kabupaten

Bangkalan. setelah para Pemohon mengurusnya, ternyata pernikahan para

Pemohon tersebut tidak tercatat pada Register Kantor Urusan Agama Kecamatan

Bangkalan, oleh karenannya para Pemohon membutuhkan penetapan nikah dari

Pengadilan Agama Bangkalan, guna di jadikan sebagai alasan hukum untuk

mengurus Surat Nikah dan Akta kelahiran anak-anak Pemohon.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Pemohon memohon agar ketua

Pengadilan Agama Bangkalan segera memeriksa dan mengadili perkara ini,

selanjutnya memberikan putusan sebagai berikut:

a. Mengabulkan permohonan Pemohon I dan Pemohon II

3

(48)

b. Menetapkan sahnya perkawinan Pemohon I (Noer Arrochman, S.sos. bin

M.Rachmat) dengan Pemohon II ( Dwi Sulistiyowati, S.Pd.I. binti Sugiyono)

yang dilaksanakan pada tanggal 22 November 2002 di Kecamatan Bangkalan

Kabupaten Bangkalan.

c. Memerintahkan kepada Pemohon I dan Pemohon II untuk mencatatkan

pernikahan tersebut kepada petugas Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama

Kecamatan Bangkalan Kabupaten Bangkalan.

d. Menetapkan biaya perkara menurut hukum.4

Bahwa pada saat hari persidangan yang telah ditentukan, Pemohon I dan

Pemohon II datang menghadap sendiri di persidangan. Kemudian dibacakan surat

permohonan Pemohon I dan Pemohon II tersebut yang isinya tetap dipertahankan

oleh Pemohon I dan Pemohon II.

Bahwa untuk menguatkan dalil-dalil permohonannya, Pemohon I dan

Pemohon II tersebut telah mengajukan bukti surat berupa:

a. Surat dari Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Bangkalan nomor

Kk.15.20.01/PW.01/07/2014 tertanggal 07 Januari 2014, bermeterai cukup

(bukti P.1)

b. Fotocopy kartu tanda penduduk nomor 3526016004760004 tertanggal 12

September 2012 atas nama Dwi Sulistiyowati, S.Pd.I, bermaterai cukup dan

telah dicocokan dengan surat aslinya (bukti P.2)

(49)

c. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk nomor 3526010512600006 tanggal 20 Juni

2012 a/n Noer Arrohman, bermaterai cukup dan telah dicocokan dengan surat

aslinya (bukti P.3)

d. Fotocopy kartu keluarga nomor 3526010504070004 tertanggal 08 Maret 2012,

bermaterai cukup dan telah dicocokan dengan aslinya (bukti P.4)

e. Fotocopy akta cerai nomor 1448/AC/2004/PA.Lmg tertanggal 09 November

2004, bermaterai cukup dan telah dicocokan dengan aslinya, (bukti P.5)

Pemohon I dan Pemohon II juga mengajukan saksi-saksi sebagai berikut:

a. Saksi I yang bernama M.Amin Jakfar bin Samsul Arifin, memberikan

keterangan dibawah sumpah pada pokonya saksi adalah tetangga pemohon,

pada saat pernikahan Pemohon I dan Pemohon II dilaksanakan saksi hadir

sebagai tamu undangan.

Bahwa wali nikah adalah Pak Rus yang pada saat akan dilaksanakan akad

nikah menelpon ayah kandung Pemohon II untuk menanyakan tentang

perkawinan para Pemohon karena ayah kandung Pemohon II sedang sakit di

Surabaya.

Bahwa pada saat pernikahan tersebut Pemohon I bekerja sebagai Pegawai

Negeri Sipil, sedang Pemohon II saksi tidak tahu. Saksi nikahnya adalah saksi

sendiri dan Muhaimin, dengan mahar berupa bacaan surat Al fatihah 3 kali, Al

ikhlas 3 kali, Al-falaq 3 kali, An nas 3 kali dan ayat kursi 3 kali.

Pada saat menikah Pemohon I berstatus duda namun tidak tahu apa duda

mati atau cerai seng Pemohon II berstatus perawan. Sampai sekarang

(50)

b. Saksi II yang bernama Muhaimin bin Mobin, memberikan keterangan di bawah

sumpah yang pada pokonya saksi kenal dengan Pemohon I karena Saksi I

mengaku teman sekolah Pemohon I. Pada saat proses pernikahan Pemohon I

dan Pemohon II dilaksanakan saksi tidak tahu karena datang terlambat.

Pada saat pernikahan wali nikahnya ayah kandung Pemohon II yang

menunjuk Pak Rus, disaksikan oleh Mohammad Rusdi dan Muhammad Jakfar.

Saksi hadir dalam pernikahan tersebut namun terlambat dan hanya

menyaksikan Pemohon I menyerahkan seperangkat alat shalat kepada Pemohon

II.

Saksi tidak ditunjuk untuk menjadi saksi nikah karena saksi datang

terlambat. Saksi tidak tahu akad nikah Pemohon I dilaksanakan karena pada

waktu saksi datang sudah selesai datang sudah selesai dan saksi melihat

Pemohon I menyerahkan maskawin berupa seperangkat alat shalat. Pada saat

menikah itu saksi tidak tahu apakah Pemohon I punya isteri atau tidak. 5

Bahwa Pemohon I dan Pemohon II menyatakan tidak mengajukan

tanggapan apapun dan mohon agar Pengadilan Agama menjatuhkan penetapan.

b. Pertimbangan hukum majelis hakim pengadilan agama bangkalan

Setelah dilakukan pemeriksaan kepada kedua belah pihak dan pemeriksaan

kepada kedua saksi, majelis hakim memberikan pertimbangannya dalam

permohonan pemohon yang secara ringkas adalah sebagai berikut: Bahwa

berdasarkan bukti-bukti surat dan keterangan kedua saksi yang telah dibenarkan

oleh Pemohon I dan Pemohon II dihubungkan dengan dalil-dalil Permohonan

(51)

Pemohon I dan Pemohon II, maka majelis hakim telah menemukan fakta yang ada

pada pokoknya:

a. Bahwa Pemohon I telah melangsungkan pernikahan dengan Pemohon II di

wilayah Kecamatan Bangkalan pada tanggal 22 November 2002 di wilayah

kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan.

b. Bahwa terbukti saksi yang di adilkan Pemohon I dan Pemohon II sebagai saksi

nikah (Muhaimin), ternyata datang terlambat dan tidak ditunjuk sebagai saksi

nikah.

c. Bahwa terbukti pada saat dilangsungkan akad nikah tersebut, Pemohon I

masih berstatus sebagai suami dari wanita lain atau masih mempunyai isteri

yang sah dan belum bercerai.

d. Bahwa terbukti Pemohon I sebagai Pegawai Negeri Sipil telah beristeri lebih

dari seorang atau berpoligami tanpa mengindahkan ketentuan pasal 3, pasal 4,

pasal 5, dan pasal 9 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan

jo pasal 1 huruf b dan pasal 6 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun

1975 jo. Pasal 4, pasal 5, pasal 6 dan pasal 7 ayat (3) huruf (e) Kompilasi

Hukum Islam jo pasal 4, pasal 5 angka (2), pasal 9 dan pasal 10 Peraturan

Pemerintah nomor 10 tahun 1990.

Berdasarkan fakta tersebut telah terbukti bahwa perkawinan Pemohon I

dengan Pemohon II tersebut telah melanggar peraturan perundang-undangan yang

berlaku sebagaimana tersebut di atas, yang diantaranya ketentuan mengenai

syarat-syarat seorang pria yang akan beristeri lebih dari seorang atau berpoligami

(52)

Mengingat akan segala ketentuan hukum syara’ dan peraturan perundang

-undangan yang berlaku yang berkaitan dengan perkara ini, Majelis Hakim

Pengadilan Agama Bangkalan Menetapkan:

a. Menolak permohonan Pemohon I dan Pemohon II

b. Membebankan kepada Pemohon I dan Pemohon II untuk membayar biaya

perkara ini sebesar Rp.241.000 (Dua Ratus Empat Puluh Ribu Rupiah).

2. Perkara Nomor: 0123/Pdt,P/2014/PA.BKL

1. Kronologi perkara

Pada tanggal 14 Juli 2014 pemohon mengajukan surat permohonannya ke

kepaniteraan Pengadilan Agama Bangkalan dengan register nomor

0123/Pdt,P/2014/PA.BKL yang berisikan tentang permohonan isbat nikah.

Awal mula perkara perkawinan yang telah dilangsungkan pada tanggal 14

September 2011 oleh Pemohon, umur 32 Tahun, pekerjaan tukang bangunan,

Agama Islam, bertempat tinggal di Dusun Sumber Gedung Timur, RT.006

Rw.004, Desa Kwanyar, Kecamatan Kwanyar, Kabupaten Bangkalan.

Pernikahan dilangsungkan menurut Agama Islam di rumah orang tua

Pemohon II di kecamatan Kwanyar, Kabupaten Bangkalan dan diakad nikahkan

oleh seorang Kiyai bernama KH.Muhammad. Bahwa pada saat pernikahan

tersebut wali nikahnya adalah Ayah kandung Pemohon II, serta Maskawin berupa

uang sebesar Rp.100.000 (seratus ribu rupiah) dibayar tunai, yang akad nikahnya

dilakukan antara Pemohon I dengan wali nikah tersebut yang pengucapan ijabnya

diwakilkan kepada seorang Kiyai bernama KH.Muhammad. Dan disaksikan oleh

(53)

Pada saat pernikahan tersebut, Pemohon I berstatus Duda Cerai, sedangkan

Pemohon II berstatus Perawan. Antara Pemohon I dan Pemohon II tidak ada

hubungan darah dan tidak sesusuan serta memenuhi syarat dan/atau tidak ada

larangan untuk melangsungkan pernikahan, baik menurut ketentuan hukum Islam

maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bahwa setelah pernikahan tersebut para Pemohon bertempat tinggal di

rumah kediaman bersama di rumah kontrakan di Bangkalan selama 12 Tahun

hingga sekarang dan telah hidup rukun sebagaimana layaknya suami i

Referensi

Dokumen terkait

pengaruh utilitarian value terhadap buying decision pada CV Cahaya Listrik Sungailiat; dan 3) pengaruh hedonic value dan utilitarian value secara bersama-

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga skripsi dengan judul “Pengaruh Senyawa Asam

Peneliti melihat bahwa development and governance adalah upaya yang paling berpengaruh dalam pemberantasan perompakan bersenjata dan pembajakan Somalia karena

Jl. Prof Soedarto, Tembalang, Semarang. Teknologi ini dilakukan dengan menambahkan bahan aditif bernama Sasobit. Oleh karena itu dilakukan percobaan terhadap campuran

1) Sistem pembuktian dalam perkara pidana di Indonesia adalah sistem pembuktian berdasarkan undang- undang secara negatif dimana pembuktian harus didasarkan pada

Dari hasil simulasi diperlihatkan bahwa rangkaian detektor detak jantung janin menghasilkan keluaran yang diharapkan yaitu dapat mendeteksi frekuensi 2 sampai 3

Butter cookies parut merupakan produk kue kering yang dibuat dari tepung komposit tepung pisang kepok dan tepung umbi garut dengan proporsi berbeda. Penelitian

Anggota Partner, adalah anggota yang berlatar belakang diluar industri hotel namun terkait dengan pariwisata secara umum yang dipilih dn ditetapkan sebagai mitra kerja IHGMA yang