SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom.) Dalam Bidang
llmu Komunikasi
Oleh:
Ahmad Rizqi Nine Asyur B06211041
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
JURUSAN KOMUNIKASI
vii ABSTRAK
Ahmad Rizqi Nine Asyur, B06211041, 2015. Komunikasi dalam Pencitraan Kang Prabu dan Pendengar Radio Malowopati di Bojonegoro. Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Kata Kunci: Komunikasi Pencitraan, Pendengar Radio
Radio merupakan media komunikasi massa yang dapat menjangkau khalayak luas, dengan klasifikasi pendengar yang bekerja sebagai ibu rumah tangga, petani dan pedagang membuat radio sangat diminati khususnya di daerah pedesaan yakni di Bojonegoro. Letak geografis daerah Bojonegoro yang sebagian besar adalah daerah agraris, persawahan dan perkebunan mengakibatkan masyarakatnya memiliki taraf ekonomi yang tergolong menengah kebawah, sehingga banyak menyita waktu mereka untuk bekerja. Untuk itu diperlukan sebuah media untuk menjangkau semua lapisan masyarakat Bojonegoro untuk menyebarkan sebuah informasi yang terkini.
Radio menjadi media yang bisa menjawab persoalan tersebut dan juga menjadi salah satu media yang terpenting dalam penyebaran informasi di Bojonegoro. Melihat antusias masyarakat yang banyak ingin mendapatkan informasi, maka pemerintah Kabupaten Bojonegoro mendirikan radio Malowopati yang dinaungi langsung oleh pemerintah daerah (RKPD). Sebuah media radio
membutuhkan penyiar dan tentunya para pendengar (audience). Penyiar yang baik
akan menarik hati para pendengarnya. Pertengahan tahun 2009 sosok Kang Prabu muncul dengan karakter-karakter komunikasi yang khas dan berbeda dengan penyiar yang lain di Bojonegoro. Dengan komunikasi pencitraan yang dilakukan oleh kang prabu, akibatnya masyarakat Bojonegoro menjadi peka akan keadaan yang sedang terjadi dilingkunganya, hal itu di tandai dengan banyaknya
pendengar yang aktif mengabarkan hal – hal atau informasi yang terjadi lewat
siaran radio Malowopati.
viii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
ABSTRAK ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. TujuanPenelitian ... 5
D. ManfaatPenelitian ... 5
E. Kajian Penelitian terdahulu ... 6
F. Definisi Konsep ... 7
G. Kerangka Pikir Penelitian ... 10
H. Metode Penelitian ... 11
I. Sitematika Pembahasan………….. ... 21
BAB II: RADIO DAN CITRA A. Radio Sebagai Media Komunikasi ... 22
ix
BAB III: KOMUNIKASI PENCITRAAN KANG PRABU DAN DAYA TARIK PENDENGAR RADIO DI BOJONEGORO
A. Profil Kang Prabu... ... 40
B. Radio Malowopati... ... 47
C. Pendengar Radio Malowopati... ... 51
D. Obyek penelitian ... 56
E. Lokasi Penelitian... ... 56
F. Deskripsi Data Penelitian... ... 57
BAB IV: KOMUNIKASI DALAM PENCITRAAN A. Analisis Data ... 65
B. Konfirmasi Temuan dengan Teori ... 75
BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan Temuan ... 83
B. Rekomendasi ... 83
x DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Tabel Kerangkap Pikir Penelitian ... 11
Tabel 4.1 Pola Komunikasi Pencitraan Kang prabu dengan model John S,
xi DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Tabel Kerangkap Pikir Penelitian
Tabel 4.1 Pola Komunikasi dalam Pencitraan Kang Prabu dengan Model John S,
Nimpeono
xii DAFTAR GAMBAR
Dokumentasi dengan responden
Gambar 1.1 Logo Radio Malowopati Bojonegoro
Gambar 1.2 Gedung Kantor Radio Malowopati
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak lepas dengan proses interaksi
dengan makluk lain, baik komunikasi secara verbal (bahasa) atau non verbal
(gerak,suara dan lain-lain), interaksi yang digunakan sangat beragam sesuai
dengan karakteristik komunikator dan komunikan. Dalam proses komunikasi
terdapat komponen wajib yang pasti ada dalam proses komunikasi. Menurut
Harold D. Lasswell Komunikasi diartikan sebagai Who Says What In Which
Channel To Whom With What Effect (Siapa yang berkata/komunikator, apa
yang dikatakan/ massage, cannel/media, dengan siapa/komunikan dan
effect/imbal balik). Komunikator adalah seseorang atau individu yang
memberikan rangsangan pesan dengan melalui media dan disampaikan kepada
orang lain, pesan dapat berupa verbal dan non verbal bisa berupa simbol-
simbol yang dapat dimaknai oleh lawan bicara.
Media adalah saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan seperti
halnya seorang yang bicara maka dia membutuhkan media untuk
menyebarluaskan perkataanya seperti media elektronik yang berupa televisi,
radio dan alat komunikasi, dengan menggunakan media seorang komunikan
dapat langsung mengirim pesan-pesan sehingga dapat diterima dan direspon
langsung oleh lawan bicara yang disebut komunikan, komunikan adalah orang
Dalam hal ini peneliti mengambil media radio yang memiliki sifat audio
karena dirasa sangat menarik untuk dibahas, radio memiliki fungsi control
social, memberikan informasi menghibur, mendidik serta melakukan kegiatan
persuasive (bersifat ajakan), radio menciptakan rasa imajinatif terhadap
khalayak pendengar karena sifat dari media radio yang mengandalkan insting
pendengaran khalayak dan penyampaianya hanya sepintas saja dan tidak bisa
diulang seperti halnya televisi ataupun koran sehingga menimbulkan kesan
imajinatif, sehingga seorang penyiar dalam penyampaian pesan diharuskan
untuk menyampaikanya dengan jelas dan dapat dimengerti oleh khlayak.
Radio juga sangat merakyat tanpa membedakan klaster masyarakat itu sendiri
dan dapat didengar dengan jangkauan yang luas terlebih dikawasan pedesaan
yang mayoritas masyarakatnya memiliki pekerjaan petani atau bekerja
dirumah sebagai ibu rumah tangga dengan akses mobilitas yang dalam lingkup
yang sempit tidak seperti diperkotaan yang banyak memiliki
kesibukan-kesibukan yang banyak menyita waktu mereka.
Terkait dengan judul yang peneliti akan angkat berkaitan dengan model
komunikasi banyak jalur atau multi step flow yakni penyampaian pesan
banyak arah dengan media radio, model komunikasi banyak tahap ini
menyatakan bahwa beberapa komunikan menerima pesan langsung dari
komunikator melalui saluran media masa dalam menyebarkannya kepada
komukan lainya. Pesan terpindahkan beberapa kali dari sumbernya melalui
beberapa tahap1. Di Bojonegoro media masa radio dewasa ini sudah sangat
populer dan dirasa bisa menjangkau semua aspek elemen masyarakat
1
Elvinaro ardianto, lukiati komala, siti karlinah, komunikasi massa suatu pengantar edisi revisi.
Bojonegoro, banyak sekali bermunculan station radio – radio yang baru karena
kesadaran akan informasi sudah meningkat di kalangan masyarakat pedesaan,
hal ini ditandai dengan semakin bervariatif konten konten yang dipublikasikan
oleh setiap stasiun radio baik yang baru ataupun yang telah lama, faktor yang
mempengaruhi lainnya adalah seorang dibalik layar atau penyiar radio, dengan
memberikan sebuah nuansa baru maka pendengar akan melirik radio tersebut
dengan tetap stay tune untuk mendengarkan dan menjadi pendengar setia.
Peneliti melihat dan mengamati dari beberapa radio di Bojonegoro, radio
Malowopati memberikan nuansa baru dengan menghadirkan seorang penyiar
radio yang fenomenal dengan ciri khasnya saat mengudara (on air).
Kang Prabu adalah penyiar radio Malowopati yang sudah tidak asing lagi
ditelinga pendengar radio di Bojonegoro, menurut peneliti fenomena ini dapat
diangkat sebagai penelitian karena dengan komunikasi khasnya beliau dapat
menarik hati para pendengar radio di Bojonegoro maka peneliti akan
membahas bagaimana seorang penyiar yang masyarakat Bojonegoro mengenal
dengan sebutan “Kang Prabu” dapat menghipnotis khalayak dan
memasyarakatkan penggunaan media radio Malowopati di Bojonegoro
sebagai media surveillance, interpretation, linkage, transmition of value,
entertainment. Sementara itu, Effendy mengemukakan bahwa fungsi
komunikasi yang melibatkan massa yakni fungsi informasi, edukasi dan
persuasi. Tokoh Kang Prabu dirasa sangat fenomenal di kawasan Bojonegoro
karena seorang tokoh yang dulunya tidak memiliki hal yang menonjol untuk
menjadikan sebuah media radio lebih interaktif dengan komunikasinya yang
komunikasinya Kang Prabu dapat menjadikan radio Malowopati lebih
berwarna. Kang Prabu membawakan program – program yang terdapat dalam
radio Malowopati yakni program cakrawala pagi dan Senada (Senandung
Nada dan Dakwah), cakrawala pagi merupakan acara yang memberikan
informasi – informasi kepada masyarakat Bojonegoro dari sumber yang
terpecaya seperti, Jawa Pos, Radar Bojonegoro, Suara Banyurip, Blog
Bojonegoro, Suara Tuban dan lain-lain, sedangkan acara senandung nada dan
dakwah adalah program acara yang membahas tentang agama dengan
membahas dan mengkaji beberapa hadist Rasullah SAW dan memberikan
kesempatan pendengar untuk bertanya mengenai masalah yang berkenaan
dengan agama.
Dengan melihat fenomena tersebut peneliti ingin menggali lebih dalam
tentang sosok Kang Prabu di masyarakat Bojonegoro dengan komunikasi yang
digunakan untuk membuat citra penyiar Kang Prabu. Seorang penyiar adalah
orator atau pembawa pesan (komunikator) yang mampu menyajikan progam –
program radio dan dapat menimbulkan daya tarik dan terjadi kedekatan
(proximity) kepada pendengar. Kang Prabu adalah seorang penyiar radio
Malowopati di daerah Bojonegoro yang mempunyai jangkauan frekuensi yang
luas karena radio Malowopati adalah radio RKPD ( Radio Khusus Pemerintah
Daerah) Bojonegoro, sehingga penyampaian informasi dalam siaran dapat
diawasi oleh pemerintah langsung.
B.Rumusan Masalah Dan Fokus Penelitian
1. Bagaimana komunikasi dalam pencitraan Kang Prabu di radio
2. Bagaimana daya tarik Kang Prabu kepada pendengar radio
Malowopati Bojonegoro ?
C.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui bagaimana komunikasi yang digunakan oleh Kang Prabu
sebagai seorang narator atau penyiar radio dalam pencitraanya
sehingga dapat menarik hati para pendengar.
2. Untuk mengetahui bagaimana daya tarik Kang Prabu kepada
pendengar radio Malowopati Bojonegoro.
D.Manfaat Peneltian
Adapun manfaat dari penelitian ini secara umum dibagi menjadi dua
bagian, yakni manfaat teoritis dan manfaat praktis.
Adapun manfaat teoritis, penelitian ini bertujuan untuk menguak
sebuah komunikasi pencitraan yang bagaimana yang digunakan oleh Kang
Prabu dalam pembawaan program acara sehingga menimbulkan kedekatan
penyiar kepada pendengar. Hasil dari penelitian ini berguna untuk
pengembangan keilmuan dalam bidang komunikasi media masa, dimana
media masa memiliki effect yang nyata dan menyeluruh kepada khalayak luas.
Disamping manfaat teoritis peneliti mendapatkan juga manfaat praktis
yang berupa hasil dari penelitian ini nantinya bisa dijadikan sebagai media
pembelajaran bagi mahasiswa mengenai model komunikasi media masa untuk
menguak berbagai fenomena media masa yang akan berkembang disetiap
untuk memahami konteks komunikasi yang sangat dinamis dalam fenomena
komunikasi yang berkembang dimasyarakat.
E.Kajian Riset Sebelumnya
Untuk menjadi refleksi penelitian yang pernah didalami oleh peneliti lain
dan sebagai acuan dalam peneliti untuk memperdalam masalah peneliti
mengambil riset – riset yang serupa dengan konsep judul yang akan diangkat.
Kajian riset sebelumnya adalah karya milik Syamrotul Jannah dengan judul
penelitian “komunikasi interpersonal penyiar dalam pendengar radio pelangi
91,9 FM sidoarjo”2
, penelitian ini membahas tentang bagaimana komunikasi
interpersonal yang terbentuk oleh penyiar dan pendengar di luar studio, dengan
menggunakan simbol interaksi seperti jabat tangan, menyapa, menanyakan
kabar sehingga terjalin kedekatan emosional antara penyiar dan pendengar.
Komunikasi ini mampu membangun keharmonisan antara penyiar dan
pendengar walaupun kenyataanya sang penyiar tidak mengalami fase face to
face communication atau bertemu tatap muka langsung dengan pendengar
radio, seolah olah penyiar saling berhadapan dan berbincang walaupun dalam
kerja penyiar hanya sendiri didalam satu ruang tertutup, terkadang penyiar
dapat menggunakan ekspresi wajah, tertawa, gerak tubuh dan mimik sebagai
bentuk komunikasi yang berjalan antara penyiar dan pendengar.
Dari kajian riset sebelumnya terdapat perpedaan jika saudari Syamrotul
Jannah menggunakan komunikasi interpersonal sebagai konsep penelitian
maka peneliti dalam hal ini akan membahas komunikasi pencitraan (brand
Image) sebagai proses pencitraan yang dilakukan oleh penyiar Kang Prabu,
2
penelitian sebelumnya membahas komunikasi kepada pendengar sehingga
mencapai kedekatan terhadap penyiar radio saja yang dirasa masih umum,
maka peneliti dalam hal ini akan membahas bagaimana seorang penyiar dapat
menarik hati dan membius para pendengar radio baik dengan komunikasinya,
kepribadianya, tingkah lakunya, etika dan norma dan sebagainya yang
mengakibatkan karisma seorang penyiar mampu terpancar dan menarik hati
para pendengar radio. Tempat penelitan yang diambil juga berbeda, tentunya
jika masyarakat Sidoarjo sebagai cangkupan radio Pelangi 91,9 FM maka akan
berbeda dengan masyarakat Bojonegoro dengan lingkungan, ekonomi, sosial
dan budaya yang berbeda pula dengan hasil yang dicapai karena karakteristik
pendengar yang beragam.
F. Definisi Konsep
1. Komunikasi dalam Pencitraan
Kata Komunikasi dan Pencitraan adalah dua hal yang terpisah
namun dapat dimaknai satu kesatuan yang melahirkan pembahasan
yang menarik. Kata atau istilah komunikasi (dari bahasa Inggris
communication), secara epistemologis atau menurut asal katanya
adalah dari bahasa latin communicatus, dan perkataan ini bersumber
pada kata communis. Kata communis memiliki makna “berbagi” atau
“menjadi milik bersama” yaitu usaha yang memiliki tujuan untuk
kebersamaan atau kesamaan makna. Komunikasi secara terminologis
merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan oleh
seseorang kepada orang lain. Jadi, yang terlibat dalam komunikasi ini
Komunikasi adalah proses penyampaian pesan yang berupa sinyal
atau simbol – simbol yang diberikan dari komunikator kepada
komunikan dengan atau menggunakan media sebagai perantara pesan.
William I Gorden menyatakan “komunikasi secara ringkas dapat
diidentifikasikan sebagai transaksi dinamis yang melibatkan gagasan
dan perasaan”.Wilbur Schramm menyatakan bahwa komunikasi akan
berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok
dengan kerangka acuan (frame of reference), yakni perpaduan
pengalaman dan pengertian yang diperoleh komunikan. Kemudian
Schramm juga menambahkan, bahwa komunikasi akan berjalan lancar
apabila bidang pengalaman komunikator sama dengan dengan bidang
pengalaman komunikan.
Sedangkan secara harfiah pengertian citra menurut kamus besar
Bahasa Indonesia adalah gambar, rupa, gambaran-gambaran yang
dimiliki oleh orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi
atau produk, kesan mental atau banyangan visual, yang ditimbulkan
oleh kata, frase atau kalimat dan merupakan unsur dasar yang khas
dalam karya prosa atau puisi. Frank Jefkins memberikan pengertian
citra secara umum sebagai kesan seseorang atau individu tentang
sesuatu yang muncul tentang sebagai hasil dari pengetahuan dan
pengalamannya. Jefkins menyebutkan bahwa citra adalah kesan yang
diperoleh berdasarkan pengetahuan dan pengertian seseorang tentang
fakta-fakta atau kenyataan. Menurut Rachmat bahwa citra adalah
citra adalah penggambaran dunia menurut persepsi seseorang. Citra
(image) merupakan gambaran yang mempunyai makna, yang menurut
Robert dalam Rachmat bahwa citra menunjukkan keseluruhan
informasi tentang dunia ini ynag diolah, diorganisasikan dan disimpan
individu. Lebih lanjut diungkapkan bahwa komunikasi tidak secara
langsung menimbulkan perilaku tertentu tetapi cenderung
mempengaruhi citra tentang lingkungan, dan citra inilah yang
mempengaruhi cara untuk berperilaku.
Frank Jefkins dalam bukunya Public Relations Technique,
mengartikan citra sebagai kesan seseorang atau individu tentang
sesuatu yang muncul sebagai hasil dari pengetahuan dan
pengalamannya3. Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya, psikologi
komunikasi menyebutkan bahwa citra adalah penggambaran tentang
realitas dan tidak harus sesuai dengan realitas, citra adalah dunia
menurut persepsi. Pencitraan terjadi agar dapat membangun kesan
publik (citra) terhadap diri atau perusahaan sesuai dengan harapan diri
atau perusahaan itu sendiri, dengan cara melalui pemahaman yang baik
dari publik terhadap obyek yang dicitrakan. Oleh karena itu pencitraan
dilakukan dengan memberikan informasi.
McLuhan menyatakan bahwa membangun citra yang baik dengan
dapat dilakukan melalui media. Melalui pemberitaan di media
diharapkan mampu membentuk citra (image) yang diharapkan. Dengan
media massa dapat diperoleh informasi tentang berbagai hal sehingga
3
informasi tersebut dapat membentuk, mempertahankan atau
mendefinisikan citra, Akan tetapi citra bisa hancur seketika oleh
pemberitaan di media. Media, dianggap sebagai kekuatan yang mampu
merintis perubahan, namun ternyata belum sepenuhnya terlepas dari
berbagai kepentingan. Berbagai realitas yang ditampilkan media
adalah realitas yang sudah di seleksi yaitu tangan kedua (second hand
reality) sehingga dalam bentuk citra tentang lingkungan sosial
berdasarkan realitas kedua yang ditampilkan media massa.
Dari konsep diatas dapat dimaknai bahwa interaksi dengan orang
banyak atau khalayak (komunkasi) dilakukan untuk menjaga reputasi
atau pamor sesorang dengan pengiriman simbol – simbol atau tanda
yang khas oleh komunikator, dengan melalui sebuah media dan
dikemas dengan bahasa retorika yang apik sehingga menciptakan
kesan menarik perhatian kepada khalayak, penggunakan media mampu
membangun dan membentuk citra masyarakat, ada yang menjadikan
media sebagai pencitraan atau malah akan menjatuhkan yang lain.4
G.Kerangka Pikir Penelitian
Teori yang akan digunakan adalah teori pembentukan citra. Teori ini
dirasa dapat menjawab masalah yang akan didalami oleh peneliti yang terkait
komunikasi dalam pencitraan penyiar Kang Prabu di radio Malowopati
Bojonegoro.
4
H.Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan metodologi penelitian
kualitatif deskriptif, yaitu suatu metode penelitian yang digunakan untuk
meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, penelitian ini tidak mencari atau
menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi, disini
deskriptif dapat diartikan dengan menggambarkan keadaan variabel demi
variabel, satu demi satu. Pengeritian ini sama dengan analisis deskriptif dalam
statistik, sebagai lawan dari analisis inferensial. Pada hakikatnya, metode
deskriptif mengumpulkan data secara univeriat atau universal. Penelitian
deskriptif dalam penelitian ini ditujukan untuk :
1. Mengumpulkan informasi yang terkait dengan rumusan masalah di
jelaskan secara rinci kemudian menggambarkan gejala – gejala yang
muncul.
2. Mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek praktek
yang ada Komunikasi
Penyiar radio Malowopati
Audience/khalayak umum Radio
Tabel 1.1 Kerangka pikir penelitian Pencitraan
3. Menentukan apa yang dilakukan oleh orang lain dalam menghadapi
masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk
menetapkan rencana dan keputusan pada waktu5. dimana peneliti adalah
sebagai instrumen kunci. Teknik pengumpulan datanya dilakukan
dengan cara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan
hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada
generalisasi. Sesuai dengan fenomena lapangan yang lebih mengarah
kepada pendalaman data dengan wawancara yang bersifat deskriptif 6.
Yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasikan sebuah obyek
penelitian sesuai dengan keadaan lapangan tanpa mengurangi keaslian
data dan kondisi lapangan7.
1. Subyek, Obyek dan Lokasi Penelitian
Subyek yang diangkat dari penelitian ini adalah Kang Prabu
sebagai komunikator dan para pendengar dan penyiar radio Malowopati
di Bojonegoro yakni Bapak Sutipan, Bapak Ghufron, Mas Iwan, Mbak
Tri, Ibu Nursyam dan Ibu Yuliatin, subyek adalah informan dan
partisipan penelitian yang memberikan informasi yang sebenarnya, kata
partisipan dalam penelitian kualitatif juga bermakna dinamis. Hal itu
berarti bahwa informasi dari peserta penelitian dapat saja mengubah
arah penelitian. Dalam penelitian kualitatif memperlakukan partisipan
benar-benar sebagai subyek dan bukan obyek. Di sinilah partisipan
menemukan dirinya sebagai yang berharga, karena informasinya sangat
5
Jalaludiin rahmat. Metode penelitan komunikasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2004). Hal.25
6
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV. ALFABETA, 2008), hlm. 1.
7
bermanfaat. Dalam penelitian ini memberikan ruang yang sangat besar
kapada partisipan.8
Obyeknya adalah komunikasi yang digunakan sebagai pencitraan
Kang Prabu sebagai aspek keilmuan komunikasi yang menjadi kajian
penelitian. Kang Prabu merupakan penyiar di radio Malowopati yang
menjadi anak dari RKPD (Radio Kepemilikan Pemerintah Daerah).
Nama Kang Prabu akrab ditelinga khalayak Bojonegoro karena
memang nama “Kang” adalah julukan dari kakak yang lebih tua, kakak
sendiri adalah saudara atau seseorang yang lebih tua yang berstatus
anak kandung dari orang tua. Sebutan kakak berasal dari bahasa Melayu
yaitu lebih mengacu kepada saudara perempuan yang lebih tua,
panggilan kakak juga berlaku untuk seseorang bukan sedarah yang
lebih tua atau dianggap lebih tua9. Dalam budaya dan pelafalan bahasa
Bojonegoro kemudian disebut dengan “kang” dan Prabu sendiri diambil
dari nama Prabu Angling Dharma yang menguasai daerah Bojonegoro
disaat kekuasaan Majapahit. Adapun lokasi penelitian ini di laksanakan
di radio Malowopati di Bojonegoro jalan AKBP Soeroko no 11
Bojonegoro.
2. Jenis dan Sumber data
Beberapa yang dilakukan untuk membantu kelengkapan laporan
penelitian yaitu sumber – sumber untuk memastikan jawaban, terdapat
dua jenis data yakni sekunder dan primer.
8
J. R Raco, Metode Penelitian Kualitatif, pengantar oleh Conny R. Semiawa(jakarta :Grasindo, 2001), hal. 8.
9
Data primer dapat diperoleh dengan melakukan wawancara
langsung kepada subyek ataupun obyek dengan menggunakan bantuan
alat perekam baik berupa audio ataupun visual, kemudian bisa dengan
rekaman radio ketika Kang Prabu dan pendengar melakukan dialog
interaktif di setiap program acara cakrawala pagi dan senada
(senandung nada dan dakwah) di radio Malowopati Bojoneogoro. Data
secunder adalah langkah alternatif yang dilakukan peneliti untuk
mendukung dan memperkuat bahan yang telah ditemukan sebelumnya
bisa dengan membaca buku, internet, koran, majalah atau dokumen
yang lain, hal ini juga perlu pengklarifikasian berita kembali kepada
sumber yang terkait untuk mendapatkan data yang benar – benar valid
dan dapat dipertanggung jawabkan kebenaranya.
3. Tahapan Penelitian
Dalam penelitian kualitatif perlu diadakan tahap – tahap yang harus
dilakukan agar dapat tersusun secara sistematis, tahap-tahap yang harus
dilalui untuk melakukan penelitian kualitatif juga berbeda dari prosedur
dan tahap-tahap penelitian kuantitatif. Adapun tahapan yang peneliti
lakukan adalah :
a. Menetapkan Fokus Penelitian
Peneliti dalam hal ini memfokuskan kepada komunikasi
pencitraan Kang Prabu yang membuat daya tarik pendengar.
Peneliti ingin mengungkap bagaimana komunikasi yang
radio dalam pencitraanya sehingga dapat menarik hati para
pendengar.
Penelitian ini ditetapkan pada awal penelitian karena fokus
penelitian berfungsi untuk “memberi batas” hal-hal yang akan
diteliti. Fokus penelitian berguna dalam memberikan arah selama
proses penelitian, utamanya pada saat pengumpulan data, yaitu
untuk membedakan antara data mana yang relevan dengan tujuan
penelitian. Fokus penelitian ini selalu disempurnakan selama
proses penelitian dan bahkan memungkinkan untuk diubah pada
saat berada di lapangan.
b. Menentukan Setting dan Subyek Penelitian
Setting dalam penelitian ini mengambil tempat di radio
Malowopati Bojonegoro dan mengambil subyek penelitian Kang
Prabu sebagai penyiar radio Malowopati Bojonegoro dan
pendengar radio dalam hal ini adalah Pak sutipan, Pak Ghufron,
Mas Iwan, Bu Nursyam, Bu Yuliatin dan Mbak Tri.
Bojonegoro merupakan bagian dari wilayah Propinsi Jawa
Timur dengan jarak ± 110 Km dari ibukota Propinsi Jawa Timur.
Topografi Kabupaten Bojonegoro menunjukkan bahwa di
sepanjang daerah aliran sungai Bengawan Solo merupakan daerah
dataran rendah, sedangkan di bagian Selatan merupakan dataran
tinggi disepanjang kawasan Gunung Pandan, Kramat dan Gajah.
Dari wilayah seluas diatas, sebanyak 40,15 persen merupakan
sekitar 32,58 persen10. Dilihat dari letak geografisnya Bojonegoro
termasuk wilayah yang banyak didominasi wilayah pedesaan. Hal
ini nantinya akan menyangkut para pendengar radio karena
kurang lengkap rasanya jika dalam penelitian penyiar radio yang
merupakan media massa tidak melibatkan para pendengar.
Subyek penelitian ini menjadi informan yang akan memberikan
berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian.
Informan penelitian ini meliputi beberapa macam, seperti: (1).
Informan Kunci (Key Informan), yaitu mereka yang mengetahui
dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam
penelitian, (2). Informan Utama, yaitu mereka yang terlibat
langsung dalam interaksi social yang diteliti, (3). Informan
Tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan informasi
walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi social yang
diteliti.
Setting dan subyek penelitian merupakan suatu kesatuan
yang telah ditentukan sejak awak penelitian. Setting penelitian ini
menunjukkan komunitas yang akan diteliti dan sekaligus kondisi
fisik dan sosial mereka.
10
c. Pengumpulan Data, Pengolahan Data, dan Analisis Data
Penelitian kualitatif merupakan proses penelitian yang
berkesinambungan sehingga tahap pengumpulan data, pengolahan
data, dan analisis data dilakukan secara bersamaan selama proses
penelitian. Dalam penelitian kualitatif pengolahan data tidak
harus dilakukan setelah data terkumpul, atau analisis data tidak
mutlah dilakukan setelah pengolahan data selesai. Dalam hal ini
sementara data dikumpulkan, peneliti dapat mengolah dan
melakukan analisis data secara bersamaan. Sebaliknya pada saat
menganalisis data, kemudian dikorelasikan dengan temuan yang
ada di lapangan, dapat juga dikoreksi kembali jika data tersebut
memerlukan perluasan penjelasan.
Pada penelitian kualitatif, prosedur penelitian tidak
distandarisasi dan bersifat fleksibel. Jadi yang ada adalah
petunjuk yang dapat dipakai, tetapi bukan aturan. Ada beberapa
metode pengumpulan data yang dikenal dalam penelitian
kualitatif, walaupun demikian bisa dikatakan bahwa metode yang
paling pokok adalah pengamatan atau obserbasi dan wawancara
mendalam atau in-depth interview. Marshall & Rosman
mengatakan observasi (pengamatan) yang dimaksud disini adalah
“deskripsi secara sistematis tentang kejadian dan tingkah laku
dalam setting social yang dipilih untuk diteliti”.
Pengolahan data dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan
beberapa tema sesuai fokus penelitiannya. Pengolahan data
kualitatif ini juga dapat dilakukan dengan menggunakan
komputer.
d. Tahap Klasifikasi Data.
1) Identifikasi obyek
Adapun tahap identifikasi pada penelitian ini berfokus
kepada proses konstruksi sosial melalui sebuah siaran.
Menurut peneliti, dalam sebuah siaran radio dimana dalam
pesan tersebut dapat didengar ditangkap oleh indra pendengar
sehingga dapat terima akan pesan – pesan dari penyiar radio
sehingga akan membentuk suatu konstruksi sosial di
masyarakat.
2) Alasan obyek yang dipilih.
Alasan peneliti untuk memilih komunikasi pencitraan
Kang Prabu terhadap daya tarik pendengar Malowopati karena
melihat adanya suatu konstruksi sosial yang terjadi dalam
proses penyampaian pesan yang dilakukan melalui media radio
tersebut. Hal ini juga merupakan hal yang unik karena tidak
banyak penyiar yang mampu menghipnotis dan
mengkonstruksi fikiran para pendengar, dengan komunikasi
yang khas seperti yang dilakukan oleh Kang Prabu yang tidak
4. Tehnik pengumpulan data
Untuk menarik benang merah dalam sebuah penelitian perlu
diadakan sebuah tehnik – tehnik dalam pengumpulan data, yakni:
1) Wawancara mendalam (in-depth interview)
Wawancara adalah proses memperoleh informasi atau
keterangan dengan melakukan komunikasi tatap muka dengan
informan dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)
dimana pewancara dan informan terlibat dalam kehidupan
sosial yang lama dengan demikian kekhasan wawancara
secara mendalam adalah keterlibatan dalam kehidupan
informan. Seorang peneliti harus mengetahui tujuan wawancara
kepada informan, hal itu terkait dengan tujuan-tujuan
melakukan wawancara secara mendalam, termasuk juga
mengembagkan tema – tema wawancara baru di lokasi
wawancara, diharuskan dapat berinteraksi dengan lingkungan
sosial informan agar wawancara dapat berjalan dengan lancar.11
2) Observasi
Karl Weick mendefinisikan observasi sebagai “pemilihan,
pengubahan, pencatatan, dan pengodean perilaku dan suasana
yang berkenaan dengan organisme sesuai dengan tujuan –
tujuan empiris. Observasi berfungsi untuk menjelaskan,
memerikan dan merinci gejala yang terjadi, beberapa bentuk
11
observasi yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah
observasi partisipatif dan observasi tidak berstruktur.12
3) Dokumentasi
Metode ini adalah metode yang digunakan untuk
menelusuri data historis. Dokumentasi digunakan untuk
membantu memvalidasi temuan-temuan dilapangan dengan
mencatat, merekam yang berisi fakta dan dapat dibuktikan.
5. Teknik Analisis data
Menganalisis fenomena sosial adalah mengungkapkan semua
proses etik yang ada dalam suatu fenomena sosial dan
mendeskripsikan kejadian proses sosial itu apa adanya, sehingga
memunculkan pengetahuan yang sistematis mengenai proses – proses
sosial, realitas sosial dan semua atribut fenomena sosial tersebut.
Teknik analisis data selain digunakan sebagai alat analisis terhadap
subyek penelitian, juga menganalisis pula konteks – konteks sosial
budaya yang mengitari fenomena dan peristiwa sosial yang dialami
oleh subyek penelitian.13 Dalam penelitian ini akan menggunakan
tehnik – tehnik yang mendukung proses menganalisa keadaan sosial
dalam konteks ini adalah para pendengar radio Malowopati di
Bojonegoro. Analisis ini dilakukan karena untuk menelaah makna
yang ada dibalik informasi, data dan proses komunikasi dalam
pencitraan Kang Prabu sehingga melahiirkan daya tarik tersendiri
kepada para pendengar radio Malowopati.
12
Jalaluddin rahmat, ibid. Hal.83.
13
Adapun dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis
pencitraan yakni masyarakat Bojonegoro yang menjadi pendengar
radio Malowopati dan proses komunikasinya melalui radio sebagai
media berinteraksi antara komunikator dan komunikan.
I. Sistematika Pembahasan
Dalam sistematika pembahan sistematika berisi tentang desksripsi
alur pembahasan skripsi yang dimulai dari bab pendahuluan sampai
dengan bab penutup. Adapun dalam susunan dalam skripsi ini adalah :
Bab I merupakan pendahuluan yang didalamnya mencangkup sub
bahasan, antara lain: latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, kajian riset sebelumnya, definisi konsep, kerangka
pikir penelitian, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab II merupakan tentang kajian teoritis yang terdiri dari radio yang
berupa pengertian dan karakteristik radio dan pencitraan.
Bab III merupakan penyajian data berisi tentang ulasan komunikasi
dalam pencitraan Kang Prabu dan daya tarik pendengar radio Malowopati
di Bojonegoro.
Bab IV merupakan pembahasan komunikasi dalam pencitraan yang
menjadi pokok permasalahan berisi tentang temuan penelitian dan
konfirmasi dengan teori.
Bab V merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan dari
22 BAB II
RADIO DAN TEORI
A. Radio Sebagai Media Komunikasi
Dalam interaksi sosial yang sering disebut dengan komunikasi perlu
adanya penyelarasan pesan sehingga tidak terjadi salah persepsi atau sering
dikenal dengan Miss Communication. Menurut Carl I Hovland komunikasi
adalah proses dimana seseorang (Komunikator) menyampaikan perangsang
(biasanya lambang – lambang bahasa) untuk mengubah perilaku orang lain
(komunikan). Dari pemikiran Carl I Hovland bahwa lambang- lambang atau
simbol yang diberikan harus dapat langsung direspon kembali untuk
mencapai perubahan perilaku dan tidak terjadi miss communication atau
pemahaman yang keliru.
Pada era sekarang perubahan perilaku sering dilihat di media komunikasi
masa. Media sering dibicarakan dan dibahas karena memiliki effect
komunikasi yang langsung direspon oleh khalayak umum karena fungsi
media adalah sebagai alat hubung antara komunikator dan komunikan
(khalayak umum). Media secara mendasar adalah alat yang besifat teknis atau
fisik yang mengubah pesan menjadi saluran sehingga memungkinkan untuk
ditransmisikan pada saluran. Elemen-elemen dari media menentukan
bagaimana sebuah kode-kode yang diberikan dapat ditransmisikan. Ada tiga
kategori yang dapat diketahui.
1. Presentasi media berupa suara, wajah, tubuh dan lain sebagainya yang
sebagainya, memerlukan komunikator untuk menyampaikan pesan
melalui media ini. Hal ini bisa disebut dengan tindak komunikasi
2. Media representasi berupa buku, lukisan, gambar, desain dan lain
sebagainya. Banyak sekali media yang menggunakan konvensi budaya
dan estetik untuk menciptakan „teks‟ sejenis media representasi, teks –
teks tersebut bersifat representasi dan kreatif. Media ini membuat teks
yang dapat merekam media dari kategori 1 dan dapat eksis secara
mandiri tanpa komunikator, kategori ini memproduksi karya – karya
komunikasi.
3. Media mekanis berupa telphone, radio, televisi, internet dan lain
sebagainya. Media ini adalah transmiter – transmiter dari kategori 1
dan 2. Perbedaan utama antara kategori 2 dan 3 adalah media pada
kategori 3 menggunakan saluran yang dibuat dengan tehnologi, oleh
sebab itu masih ditemukan keterbatasan yang terkait dengan sifat
tekhnologi itu sendiri dan lebih terkena imbas gangguan tingkat A
dibandingkan media kategori yang kedua.
Namun demikian jika dibandingkan dari kategori dengan kategori lain
masih tumpang tindih satu sama lain di saat – saat tertentu, maka akan lebih
baik jika dikolaborasikan menjadi satu. Kategorisasi merupakan cara
mengidentifikasikan perpedaan – perbedaan dan juga bisa mengidentifikasi
hal apa yang identik antara kategori tersebut. Jika ditemukan bagaimana
sebuah media efektif digunakan maka nantinya media yang tepat dapat
diterima oleh khalayak umum14.
14
Media dan masyarakat adalah dua bagian yang tidak dapat dipisahkan,
karena media tumbuh dan berkembang seiring dengan timbulnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya informasi. Pertumbuhan media massa saat ini
sangat cepat, hal ini juga disertai dengan kebutuhan masyarakat akan
informasi yang cepat dan akurat. Karena sebuah komunikasi tanpa melalui
media dirasa kurang maksimal dikarenakan media bersifat audio dan visual.
Radio adalah teknologi yang digunakan untuk mengirimkan sinyal
dengan cara modulasi dan radiasi elektromagnetik (gelombang
elektromagnetik). Gelombang ini melintas dan merambat lewat udara dan
juga bisa merambat lewat ruang hampa udara, karena gelombang ini tidak
memerlukan medium atau pengangkut15. Radio juga merupakan salah satu
bentuk dari komunikasi massa. Melalui radio suatu komunikasi yang akan
disampaikan oleh komunikator kepada khalayak banyak dapat berlangsung
dalam waktu yang singkat dan komunikan akan menerima komunikasi secara
bersamaan walaupun di tempat yang berbeda.
Radio adalah salah satu pilihan media hiburan dan informasi ternyata
tidak kalah pamor dengan media cetak maupun elektronik, info kesehatan,
teknologi, gaya hidup, info seni dan budaya, berita politik, ekonomi,
kriminalitas, agama bahkan gosip artis bisa didengar secara gratis dari subuh
hingga tengah malam. Tentunya tidak asing lagi dengan kehadiran media
radio dilingkungan sekitar, dikenalkan radio bahkan sejak kecil bahkan
adapula yang dalam kandungan sudah dikenalkan radio (musik sebagai
relaksasi bayi dalam kandungan). Radio bisa menjadi teman dimana saja,
15
kapan saja dan apapun yang sedang dilakukan dapat ditemani oleh radio. Di
kamar tidur, di ruang makan atau dimobil dengan aktifitas yang
bermacam-macam pula seperti tiduran, makan, belajar bahkan sedang bekerja yang
membutuhkan konsentrasi bisa ditemani oleh suara radio.
Radio merupakan media massa auditif, yakni dikonsumsi telinga atau
pendengaran sehingga isi siaranya bersifat sepintas lalu dan tidak dapat
diulang, audience tidak mungkin mengembalikan apa yang sudah dibicarakan
oleh penyiar karena bersifat sepintas saja, karenanya informasi yang
disampaikan oleh penyiar radio harus jelas dengan bahasa yang mudah
dicerna oleh pendengar16. Radio sangat terkait dengan publik dan khalayak
umum peran media massa adala mewadai sebanyak mungkin kebutuhan dan
kepentingan pendengarnya. Ada tiga bentuk kebutuhan, yaitu informasi,
pendidikan dan hiburan. Tidak terpenuhinya salah satu kebutuhan tersebut
akan membuat radio kehilangan fungsi sosial, kehilangan pendengar dan
akhirnya akan digugat masyarakat sebab tidak memiliki fungsi bagi khalayak.
Ketiga fungsi dikenal dengan konsep Radio for Society.
Pertama, radio sebagai media penyampaian informasi dari satu pihak ke
pihak lain, dengan menyebarkan informasi dengan radio misalnya pemerintah
dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang bahaya dari nyamuk
demam berdarah. Kedua, radio sebagai sarana mobilisasi pendapat publik
untuk mempengaruhi kebijakan, dengan adanya dialog interaktif melalui
radio di beberapa acara, suara masyarakat bawah akan diterima oleh pihak
terkait sehingga dapat ditindak lanjuti secara langsung. Ketiga¸ radio sebagai
16
sarana untuk mempertemukan dua pendapat yang berbeda/diskusi untuk
mencari solusi bersama yang saling menguntukan. Dan keempat, radio
sebagai sarana untuk mengikat kebersamaan dan semangat kemanusian dan
kejujuran, beberapa fungsi tersebut bisa diimplementasikan sekaligus, tetapi
ada kalanya hanya salah satu saja yang digunakan tergantung program acara
yang dimiliki stasiun radio, yang terpenting adalah optimasi pada satu konsep
sehingga peran radio dapat dirasakan secara maksimal.17
Julian Newbi dalam bukunya Inside Broadcasting menyebutkan, radio
is the birth of broadcasting (radio adalah anak pertama dunia penyiaran),
radio adalah suara. Suara merupakan modal utama terpaan radio ke khalayak
dan stimulasi yang dikoneksikan kepadanya oleh khalayak. Secara psikologi
suara adalah sensasi yang terpersepsikan ke dalam kemasan auditif. Pada
tahun 1906 seorang promoter yang bernama Lee De Forest yang menciptakan
audio tube (alat yang memungkinkan transmisi suara) yang digunakan untuk
mengirimkan pesan ke udara (on air). Pada tahun tersebut seorang yang
bernama Reginald Fessenden juga menyiarkan beberapa lagu natal dengan
menggunakan operator nirkabel di laut lepas18. Terkenalnya seorang Lee De
Forest terjadi ketika dia melakukan siaran dari menara Eiffel pada tahun 1910
sebagai media hiburan, karena didukung oleh penampilan dari Enrico Caruso
dari New York Metropolitan Open House19
Menurut Stanley R. Alten, suara adalah efek gesekan dari sejumlah
molekul yang ditransmisikan melalui medium elastis dalam suatu interaksi
17Masduki, “Jurnalistik radio: menata profesionalisme reporter dan penyiar” (Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2001), hal. 3.
18
John Vivian, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Kencana,2008), Hlm.194.
19
dinamis antara molekul itu dengan lingkunganya. Suara dalam radio adalah
sebuah kombinasi tekanan emosional, perseptual dan fisikal yang timbul dan
berasal dari suatu suara yang termediasi oleh teknologi yang kemudian
menimbulkan sebuah gabungan imaginatif dalam benak para pendengar.
Setiap suara memilki komponen visual yang mampu menciptakan gambaran.
Dalam iklan radio misalnya sebuah musik, kata dan efek suara lainya akan
mempengaruhi emosi pendengar seolah-olah mengajak mereka berada di
lokasi kejadian yang dikomunikasikan. Hal itu dikenal dengan istilah the
theatre of mind20.
Pada era modern sekarang radio merupakan salah satu media massa
yang banyak diminati dan dipilih khalayak, karena disamping sebagai alat
komunikasi keberadaan radio juga dapat dijangkau dengan harga yang murah
sehingga masyarakat menengah kebawah dapat menikmatinya. Radio juga
tidak hanya sebagai media untuk menyampaikan informasi tetapi juga sebagai
media hiburan yang mana suguhan dari segi konten juga tidak kalah menarik
dengan media lain seperti televisi. Apa yang terjadi di waktu radio tersebut
mengudara, baik dari segi programnya yang mengajak untuk berdiskusi,
saling berinteraksi, karena radio itu di siarkan secara langsung dan
memberikan peluang untuk penikmatnya agar ikut serta didalam acara
tersebut.
Radio dipandang sebagai “kekuatan kelima (the fifth estate) setelah
lembaga pemerintahan (eksekutif), parlemen (legislatif), lembaga peradilan
20
(yudikatif) dan pers atau surat kabar21. Hal tersebut terjadi karena sebuah
radio mempunyai kekuatan yang langsung saat menyampaikan pesan atau
informasi. Disisi lain radio juga memiliki ciri khas tersendiri yakni bersifat
audio namun bisa mendekati visual karena pendengar menjadi terbawa dalam
sebuah program acara di radio. Komunikasi yang terdapat dalam radio sama
halnya dengan komunikasi massa yang lain karena radio merupakan salah
satu media massa, oleh karena itu radio juga memiliki beberapa sifat dari
media massa, yakni meliputi 22:
a. Publisitas, disebarkan kepada publik, khalayak umum dan orang
banyak, tida adanya batasan yang ingin mendengarkan radio,
semuanya tinggal audience yang menentukan sikapnya sendiri
apakah akan mendengarkan atau tidak ada unsur pemaksaan.
b. Universal, yang bersifat umum yang membahas tentang aspek-aspek
kehidupan yang dialami oleh masyarakat umum, baik yang
berkenaan dengan dunia bisnis, hubungan sosial, mengenai pesona
hayati dan lain sebagainya.
c. Periodisitas, yakni radio bersifat berskala atau tetap, misalkan Jawa
Pos harian atau mingguan, disebuah media radio pesan disampaikan
hanya pada saat radio mengudara (OnAir).
d. Kontinuitas, keseimbangan atau terus-menerus sesuai dengan jadwal
mengudaranya suatu radio, dan juga sebuah program siaran dari
sebuah radio di setiap harinya. Walaupun ada sebuah yang baru tapi
program tersebut juga akan diulang sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan.
e. Aktualitas, selalu berisi hal yang baru, seperti halnya sebuah
informasi atau laporan dari sebuah peristiwa yang terbaru, tips-tips
baru dengan berbagai macam bidang dan juga sebagainya. Disisi lain
aktualitas juga mencapai titik kecepatan dari penyampaian sebuah
informasi kepada khalayak luas.
Sebuah radio juga memiliki karakteristik yang menjadi ciri khas23,
diantaranya :
a. Auditori, Sound Only, Auditif. Radio adalah “suara” untuk
didengarkan oleh khalayak, dikomsumsi atau dirasakan dengan hati
dan panca indra, ini mempunyai arti bahwasanya apapun yang
disampaikan melalui radio harus berupa suara yang mampu
ditangkap oleh indra pendengaran, sehingga penerimaan pesan
kepada khalayak dapat diterima dengan baik.
b. Transmisi, proses pengiriman pesan dari komunikator kepada
komunikan (pendengar) melalui pemancar yang jangkauannya
sangat luas, sehingga penyebaran informasi juga ditentukan dengan
daya dari pemancar yang digunakan oleh station radio.
c. Mengandung gangguan, ini dimaksudkan karena radio menggunakan
gelombang sebagai perantara sinyal, maka tentunya gelombang yang
merambat lewat udara ini juga memiliki gangguan, jika kondisi alam
baik maka penerimaan sinyal akan baik juga, sehingga sebuah radio
23
dari sinyal radio kondisinya tidak menentu semuanya tergantung
dengan kondisi alam (cuaca). Selain itu juga ada faktor lain yang
biasanya mengganggu siaran dalam radio yakni gangguan teknis.
d. Theatre Of Mind, sebuah ruang bioskop yang berada dalam fikiran
imajinasi pendengar, sebuah radio dalam harus mampu menciptakan
imajinasi atau khayalan kepada pendengar, dengan kekuatan kata
dan juga suara dari penyiar, musik-musik dan bunyi-bunyi yang
lainya.
e. Identik dengan musik, pada umumnya orang mendengarkan radio
ntuk mendengarkan sebuah lagu atau musik tertentu untuk mencari
hiburan saja, ini merupakan sara untuk pendengar yang sangat
menyukai musik yang beraneka ragam, tentunya dalam sebuah radio
memiliki strategi khusus untuk menyajikan program musik dalam
sebuah radio tersebut di seitap harinya (segmentasi musik). Tidak
jarang juga sebuah radio itu menyajikan beraneka ragam musik
dalam satu program acara sekaligus (radio all segment), dan juga
radio akan menentukan satu jalur musik yang akan di bagi menjadi
beberapa jalur dalam satu jenis musik (radio one segment).
Dalam menyiarkan informasi, musik dan lain sebagainya, yang
semunya itu adalah keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh media massa,
adapaun antara lain 24 :
a. Cepat dan langsung, berbeda dengan media massa yang lainya
seperti televisi, koran yang membutuhkan proses yang rumit,
24
radio hanya membutuhkan telphone untuk memberitakan berita
kepada pendengar dari seorang reporter yang sedang live di
tempat kejadian perkara.
b. Akrab. Radio merupakan media massa yang sangat dekat dengan
pendengarnya, karena pengguna radio mengakses radio hampir
setiap hari tanpa mengenal batasan aktifitas dan waktu. Pendengar
bisa mendengarkan siaran radio ketika bekerja, belajar, santai
bahkan sambil tidur. Bahkan radio dijadikan teman beraktifitas
oleh pendengarnya.
c. Personal. Radio mampu menjadi teman denan menyentuh pribadi
khalayak. Dengan mendengarkan siaran lewat suara kepada
pendengar seolah-olah penyiar hadir ditengah-tengah
pendengarnya dengan melakukan hubungan komunikasi dengan
menyentuh hati dibenak pendengarnya. Disamping itu pula ada
beberapa penyiar yang menggunakan event tertentu untuk
berjumpa, bertemu dengan pendengarnya dengan harapan
kedekatan itu bisa terjalin mesra nantinya.
d. Hangat. Seorang penyiar dengan suaranya yang dapat
mengirimkan kehangatan kepada pendengar, dengan memberikan
sentuhan musik efek yang dapat memberikan imajinasi bahwa
penyiar merupakan teman dekat dan sosok yang sangat bersahabat
e. Murah. Tentunya dari media massa yang lain, radio adalah media
massa yang paling murah dan paling sederhana tanpa memerlukan
proses yang rumit di banding dengan yang lain.
f. Sederhana, radio adalah media masa yang sederhana tanpa
menggunakan banyak alat bagi pendengarnya, simpel dan dapat
dibawa kemana-mana.
g. Tanpa batas. Radio dapat menjangkau semua khalayak
dimanapun berada, selama jangkauan frekuensinya dapat diterima
oleh pendengar, tidak membedakan aspek geografis, demografis,
suku, ras, golongan dan kelas sosial semua bisa menikmati siaran
radio tanpa ada batasan.
h. Fleksibel. Artinya siaran radio dapat dinikmati oleh pendengar
dimanapun dan kapanpun tanpa menggangu pekerjaan, aktifitas
pendengar.
i. Mudah dicerna25. Radio menjadi sarana komunikasi dan
informatif yang diminati oleh banyak orang karena mudah
diterima dan dicermati oleh masyarakat umum. Didukung dengan
pembawaan penyiar yang komunikatif mampu mengajak para
pendengar untuk bisa merasakan dan mencerna apa yang
disampaikan oleh penyiar seakan terlibat langsung dalam sebuah
perkumpulan dan saling bertatap muka.
25
Di Indonesia banyak sekali jenis-jenis stasiun penyiaran
yang tersebar diberbagai tempat di Indonesia, stasiun penyiaran
ini dapat di kelompokan menjadi empat, yaitu26
1. Stasiun Swasta
Stasiun penyiaran swasta adalah lembaga penyiaran
yang bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia
yang dibilang usahanya hanya menyelenggarkan jasa
penyiaran radio dan televisi27 yang bersifat komersial, artinya
hanya berorientasi dengan keuntungan yang banyak dari
penayangan iklan dan juga usaha lain yang berkaitan dengan
penyelenggaraan penyiaran yang lainya.
2. Stasiun Berlangganan
Stasiun berlangganan terdapat pada televisi, jarang
sekali radio yang berlangganan, tetapi sekarang bisa
menggunakan internet untuk berlangganan radio luar negeri.
3. Stasiun Publik
Stasiun publik terbentuk badan hukum yang didirikan
oleh negara, daerah atau wilayah, bersifat independen, netral,
tidak komersial dan berfungsi memberikan layanan untuk
kepentingan masyarakat. Stasiun penyiaran publik terdiri dari
Radio Republik Indonesia (RRI) Radio Khusus Pemerintah
Daerah (RKPD) sebagai otonomi daerah.
26
Morissan, Manajemen Media Penyiaran, (Jakarta:Kencana,2008), Hlm. 80.
4. Stasiun Komunitas
Stasiun penyiaran komunitas harus dibentuk oleh badan
hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu bersifat
independen dan tidak komersial dengan daya pancar rendah,
luas jangkauanya terbatas dan melayani kepentingan
komunitasnya sendiri. Komunitas merupakan sekumpulan
orang yang bertempat tinggal atau berdomisili dan
berinteraksi di wilayah tertentu. Dengan kata lain stasiun ini
didirikan tidak untuk mencari keuntungan semata.
B. Citra (Image)
Menurut Shimp, citra merek dapat dianggap sebagai jenis asosiasi yang
muncul dalam benak konsumen ketika mengingat suatu merek tertentu.
Asosiasi tersebut secara sederhana dapat muncul dalam bentuk pemikiran atau
citra tertentu yang dikaitkan dengan suatu merek. Hal tersebut sama dengan
ketika berpikir tentang orang lain. Asosiasi ini dapat dikonseptualisasi
berdasarkan jenis, dukungan, kekuatan, dan keunikan. Jenis asosiasi merek
meliputi atribut, manfaat, dan sikap. Atribut sendiri terdiri dari atribut yang
tidak berhubungan dengan produk, misalnya harga, pemakai, dan citra
penggunaan. Sedangkan manfaat mencakup manfaat secara simbolis dan
manfaat berdasarkan pengalaman28.
Pengertian citra itu sangat abstrak (intangible) dan tidak dapat
diukur secara sistematis, akan tetapi wujudnya dapat dirasakan baik atau buruk.
Penerimaan dan tanggapan baik positif maupun negatif yang khususnya
28
datang dari publik (khalayak sasaran) dan masyarakat luas pada umunya.
Pada citra berakar dari nilai-nilai kepercayaan yang kongkritnya diberikan
secara individual dan merupakan pandangan atau persepsi. Proses akumulasi
dari amanah yang telah diberikan oleh individu-individu tersebut akan
mengalami suatu proses cepat atau lambat untuk membentuk suatu opini
publikasian yang lebih luas, yang sering dinamakan citra (image).
Suatu organisasi atau perusahaan yang sedang memperbaiki citra
atau kepercayaan dari publik dan juga masyarakat umum, maka akan
membawa dampak negatif terhadap citranya. Bahkan akan menjadi penurunan
citra sampai pada titik yang paling rendah (lost of image). Khususnya jika
terjadi pada perusahaan yang bergerak pada bidang jasa telekomunikasian
yang sangat sensitif dengan masalah, kepercayaan, kualitas pelayanan dan
citra. Jika pelayanan yang diberikan kurang baik, maka calon pengguna
jasa pertelekomunikasian akan segera membatalkannya dan mungkin untuk
selanjutnya tidak mau menggunakan jasa pertelekomunikasian atas nama
perusahaan yang bersangkutan. Apabila pelayanan buruk itu sering kali terjadi
disertai dengan komunikasi yang kurang lancar, sehingga terjadi miss
communication kepada konsumen yang mengakibatkan citra negatif dimata
masyarakat. Citra negatif yang telah ditimbulkan tersebut, jika sampai
terekspose oleh media, maka proses untuk memulihkan kepercayaan dan
citra yang sedang merosot tersebut membutuhkan proses waktu yang cukup
lama. Intinya citra dari suatu organisasi atau perusahaan tidak terlepas dari
merupakan amanah dari publiknya, serta good will (kemauan baik) yang
ditampilkan oleh organisasi atau perusahaan yang bersangkutan29.
Citra perusahaan di mata publik dapat terlihat dari pendapat atau pola
pikir komunal pada saat mempersepsikan realitas yang terjadi. Realitas
didapatkan dari media massa atau media-media lain yang berhubungan
langsung dengan publik, bisa dianggap mewakili persepsi yang lebih besar
yakni seluruh masyarakat, dengan begitu satu hal yang perlu dipahami
sehubungan dengan terbentuknya sebuah citra perusahaan adalah adanya
persepsi yang berkembang dalam benak publik terhadap realitas yang
muncul dalam media. Menurut Kotler persepsi didefinisikan sebagai
sebuah proses dimana seseorang melakukan seleksi, mengorganisasikan
dan menginpretasikan informasi-informasi yang masuk ke dalam
pikirannya menjadi sebuah gambar besar yang memiliki arti. Kotler juga
membagi proses seleksi ketika orang mempersepsikan sesuatu, yaitu :
1. Selective Attention
Dimana seseorang akan mempersepsikan sesuatu berdasarkan
perhatiannya. Hal ini dapat terjadi mengingat banyak informasi
yang diterima pada saat yang bersamaan. Jika Public Relations
tidak menggunakan jalur media massa, maka Public Relations
harus membuat event-event yang mampu menarik perhatian target
audience dan harus dipikirkan pula bagaimana pola penyaluran
informasi yang efektif melalui event tersebut.
29
2. Selective Distortion
Kecenderungan seseorang untuk memilah-milah informasi
berdasarkan kepentingan pribadinya dan sebelumnya yang berkaitan
dengan informasi berdasarkan pola pikir sebelumnya yang berkaitan
dengan informasi tersebut. Distorsi inilah yang pada tingkat
tertentu menimbulkan krisis citra di bidang Public Relations.
Praktisi Public Relations harus mampu memahami
kemungkinan-kemungkinan terjadi distorsi pada saat mengirimkan
informasi-informasi kepada target audience.
3. Selective Retention
Dimana seseorang akan mudah mengingat informasi yang akan
dilakukan secara berulang-ulang. Dengan kreativitas yang dimiliki
Public Relations, pesan yang disampaikan secara berulang-ulang
tidak terlihat sama dan tidak membosankan. Menurut Frank Jefkins
ada beberapa jenis citra (image) yang dikenal di dunia aktivitas
hubungan masyarakat (Public Relations), dan dapat dibedakan satu
dengan yang lain sebagai berikut :
a. Citra bayangan (mirror image)
Citra cermin yang diyakini oleh perusahaan yang
bersangkutan terutama para pemimpinnya yang selalu merasa
dalam posisi baik tanpa mengacuhkan kesan orang luar. Dalam
implementasinya kesan dan citra dimata masyarakat ternyata
citra dilapangan, bisa terjadi justru mencerminkan citra
negatifnya yang muncul.
b. Citra Yang Berlaku (current image)
Merupakan kebalikan dari citra bayangan. Citra yang berlaku
adalah citra yang sebenarnya yang ada pada pihak luar atau pihak
lain tentang diri30. Citra merupakan kesan yang baik diperoleh
dari orang lain tentang perusahaan atau organisasi atau hal lain
yang berkaitan dengan produknya. Pihak Public Relations atau
humas akan menghadapi resiko yang sifatnya permusuhan,
kecurigaan, prasangka buruk (prejudice) dan hingga
kesalahpahaman (miss understanding) yang menyebabkan citra kini
yang ditanggapi secara tidak adil atau bahkan kesan negatif yang
diperolehnya.
c. Citra Yang Diharapkan (wish image)
Citra keinginan adalah seperti apa yang ingin dicapai oleh
pihak manajemen terhadap lembaga atau perusahaan, atau
produk yang ditampilkan tersebut lebih dikenal (good awardness),
menyenangkan dan diterima dengan kesan yang selalu positif
diberikan (take and give) oleh publiknya atau masyarakat umum.
d. Citra Perusahaan (corporate image)
Citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi bukan citra
atas produk dan pelayananya.
e. Citra Majemuk (multiple image)
30 Nana Sutikna, “Pencitraan: Sebuah Tinjauan Filsafat Komunikasi”
Merupakan pelengkap dari citra perusahaa, misalnya
bagaimana pihak humas atau Public Relation-nya akan
menampilkan pengenalan (ourness) terhadap identitas
perusahaan, atribut logo, brand name, seragam (uniform), para
front liner, sosok gedung, dekorasi loby kantor dan penampilan
para profesionalnya, citra jenis ini muncul karena perusahaan
umumnya terdiri dari banyak komponen yang membangun. Bisa
jadi orang memiliki citra positif terhadap produk yang dihasilkan
sebuah perusahaan namun pada waktu yang bersamaan publik
memberikan citra negatif terhadap pelayanan yang diberikan oleh
staf perusahaan.31
31
40 BAB III
KOMUNIKASI DALAM PENCITRAAN KANG PRABU DAN DAYA TARIK PENDENGAR RADIO DI BOJONEGORO
A. Profil Kang Prabu
Kang Prabu merupakan subyek penelitian yang memiliki kunci untuk
penggalian data Kang Prabu adalah sapaan hangat para pendengar radio
Malowopati ataupun masyarakat Bojonegoro. Pemilik nama asli Suprapto
ini merupakan penduduk asli Bojonegoro (wong jonegoro) pria kelahiran
Bojonegoro 12 Juli 1969 ini memiliki satu orang istri dan satu orang putri,
keseharian Kang Prabu sangat sederhana. Dikediamannya yakni di desa
Sukowati kecamatan Kapas Kabupaten Bojonegoro, Kang Prabu menjadi
sosok yang dipertimbangkan dikalangan masyarakat Sukowati karena
termasuk sesepuh yang dipercaya dan memiliki pengaruh dilingkunganya,
pria lulusan Pondok Pesantren Al Asyari Ceweng ini mengamalkan
ilmunya sebagai guru mengaji di mushola yang berada tepat di depan
rumahnya. Beliau juga mendirikan pondok Prabu Salam dan menyebarkan
ajaran islam dengan berdakwah dalam kesempatan tertentu. Hal itu
membuat Kang Prabu ditunjuk oleh pimpinan untuk membawakan acara
yang bernuansa islami dan menyelipkan kata-kata yang bernuansa dakwah
ketika bersiar di radio, seperti dalam siaran Kang Prabu :
“Terima kasih ini informasi seng di jadikan dasar penilaian gak
tahu ki enek panitiane, ngko nak sampean protes. Halaaah kang jek
protes, yang penting anda tetap berkarya, tidak dapat penghargaan ya
tidak apa-apa kan, orang penghargaan begitu saja) lebih baik
mendapatkan penghargaan dari Allah SWT, daripada penghargaan
dari menungso (manusia)”32
Hal tersebut selaras dengan data wawancara dengan Kang Prabu
dikediamanya,
“Termasuk memamg karena tadi, saya menganggap famili dan
saudara disiaran itu sayan mendoakan saudara-saudara, terutama pendengar-pendengar yang mempunyai masalah, pendengar yang lagi sakit, atau yang mencari jodoh atua yang mencari pekerjaan, seitap acara pasti di awal, tengah, akhir pasti saya selingi doa untuk
pendengar.33”
Disamping mengajar mengaji Kang Prabu juga berprofesi sebagai
leader perjalanan Umroh dan Haji dengan membangun CV Prabu Center
yang dirintis tiga tahun terakhir ini. Kang Prabu juga merambah debutnya
dibidang bisnis Jamu yang memiliki banyak stand yang tersebar di wilayah
Bojonegoro. Kehidupan yang sekarang tidak serta merta dicapai dengan
mudah, layaknya seperti membalikan telapak tangan, pengalaman pahit
pun tak luput dari dinamika kehidupan Kang Prabu, paparan dari Kang
Prabu “Awalnya saya menjadi penyiar itu adalah menjual koraan dan
biasanya setiap pagi membaca berita, pada saat menjajakan koran dan
harus mengusai di halaman pertama kemudian saya jajakan ternyata laris,
kemudian ada penerimaan penyiar pertama”
Walaupun nampak sekarang dilingkungan tetanganya dengan ekonomi
yang kelihatan makmur Kang Prabu pernah menjadi tukang batu selepas
menyelesaikan studi SMA pada tahun 1988 dan juga sempat menjajakan
koran di bis antar kota pada tahun 2004, masa yang sulit dijalaninya
32
Siaran Kang Prabu di program acara cakrawala pagi tanggal 13 November 2015.
33