• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN SPIRITUAL: STUDI KASUS DI PONDOK PESANTREN DARUL HIKMAH SOOKO MOJOKERTO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN SPIRITUAL: STUDI KASUS DI PONDOK PESANTREN DARUL HIKMAH SOOKO MOJOKERTO."

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

MOJOKERTO)

SKRIPSI

OLEH:

KUSNUL CHOTIMA NIM. D31212108

UNIVERSITAS

ISLAM NEGERI

SUNAN

AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN

KEGURUAIY

JURUSAN

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

(2)

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama

Nim

Semester

Jur/Fak

KUSNI.IL CHOTIMA

D31212t08

7 (Tujuh)

Pendidikan Agama Islam / FTI(

Dengan

ini

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul ..EFEKTIFITAS PESANTREN

DALAM

MENINGKATI(AN KECERDASAN

EMOSIONAL

DAN

KECERDASAN SPIRITUAL (STUDI KASUS PONDOK

PESANTREN DARUL HIKMAH SOOKO MOJOKERTO)" adalah benar-benar karya orisinil yang dibuat oleh penulis tersebut di atas.

Demikian surat ini dibuat, untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Surabaya 11 februari 2016 Yang Meurbuat Peryataan

(3)

Skripsi oleh :

NAMA

:

KUSNUL CHOTIMA

NIM :

D3l2l2l08

ruDUL

EFEKTIFITAS

PESANTREN

DALAM

MENINGKATKAN

:

KECERDASAN EMOSIONAL SPIRITUAL (STUDY KASUS DI

poNDoK PESANTREN DARUL HTKMAH SOOKO MOJOKERTO)

Ini telah diperiksa dan di setujui untuk diujikan

Surabaya, 08 Januari 2016 Pembimbing,

al

ll

(4)
(5)

ciptaan itu sendiri, yang dasrnya dapat didekati melalui 2 (dua) sumber : yaitu sumber wahyu sebagai yang tersebut dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, Serta sumber ilmu pengetahuan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami berbagai komponen makna pondok pesantren serata seberapa penting peran pondok pesantren dalam meningkatkan kecerdasan Emosional dan kecerdasan Spiritual. Karena seseorang dikatakan cerdas bukan dilihat dari IQ saja akan tetapi bisa dilihat dari faktor cerdas Spiritual maupun Emosional. Menagapa demikian karena kecerdasan jika dilihat dari faktor IQ saja kurang sempurna. Kecerdasan dilihat dari tiga sisi yaitu IQ,EQ dan SQ , jika semua komponen ini terpenuhi maka dia bias dikatakan cerdas. Selain itu juga faktor tempat pendidikan mempengaruhi ketiganya.

Bertitik tolak dari hal tersebut maka penelitian ini memfokuskan pada (1) Bagaimana konsep pesantren mengenai emosional spiritual di Pondok Pesantren Darul Hikmah ? (2) Bagaimana kecerdasan emosional spiritual santri di Pondok Pesantren Darul Hikmah? (3) Bagaimana efektivitas Pesantren dalam meningkatkan kecerdasan ESQ?

Untuk menjawab ketiga permasalahan itu peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan rencangan studi kasus. Sesuai dengan kebutuhan pengumpulan data dilaksanakan dengan cara (1) wawancara, (2) observasi, (3) dokumentasi. Data yang diperoleh dianalisis dengan cara penyajian data dan kesimpulan.

Dari hasil temuan penelitian dan pembahasan yang telah dianalisis dapat disimpulkan bahwa pesantren mencetak santri (peserta didik) yang mempunyai kecerdasan Emosional Spiritual yang akan menjadikan seseorang berkata jujur, mempunyai akhlak yang baik serta ahli dalam bidang Spiritual. Serta jika seseorang itu mempunya ESQ maka dia tidak akan melangar peraturan pondok dan lembaga Pondok Pesantren akan terkenal dengan mencetak manusia yang berakhlakul karimah. Dan data yang ditemukan rata-rata anak pondok pesantren cerdas dalam Emosional Spiritual nya.

(6)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM. ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI.. ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 3

C.Tujuan Penelitian ... 3

D.Manfaat Penelitian ... 4

E.Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ... 5

F. Definisi Operasional ... 5

G. Sistematika Pembahasan ... 7

(7)

viii

1.Sejarah Pondok Pesantren ... 9

2.Ciri-ciri dan Sistem Nilai Utama Dalam Pesantren ... 13

3.Fungsi dan Peran Pesantren ... 16

B.Konsep Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual ... 17

1.Kecerdasan Emosional ... 18

2.Kecerdasan Spiritual ... 24

3.Ciri-ciri Seorang Yang Memiliki Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual ... 27

C.Efektifitas Pesantren Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual Di PP DarulHikmah ... 30

BAB III. METODE PENELITIAN ... 32

A.JenisPenelitian ... 32

B.Rancangan Penelitian ... 33

C.Populasi Dan Sample ... 34

E.MetodePengumpulan Data ... 35

F.InstrumenPenelitian ... 37

G.Tehnik Analisis Data ... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 39

A.Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 39

(8)

ix

2.Sejarah Singkat Berdirinya PP Darul Hikmah ... 39

3.Visi dan Misi PP Darul Hikmah ... 41

4.Struktur Organisasi ... 42

5.KeadaanPesertaDidik ... 44

6.JadwalKegiatanSantri PP DarulHikmah ... 44

7.Keadaan Sarana dan Prasarana ... 45

B.Deskripsi Data ... 47

1.Deskripsi Data Hasil Wawancara ... 47

2.Deskripsi Data Hasil Angket ... 49

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ... 54

A.Simpulan ... 54

B.Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ...

(9)

1

A. Latar Belakang Masalah

Sebuah pendidikan sangatlah penting, tanpa pendidikan derajat manusia tidak ada

apa-apanya. Bahkan dalam al-Qur’an sudah dijelaskan pentingnya pendidikan tertera di Q.S Al

-Mujadilah ayat : 11

































































Artinya : Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Dari ayat diatas sudah jelas bawha begitu penting sebuah pendidikan, pendidikan

diharapkan mampu memperkuat kepribadian dan mempertebal semaangat kebangsaan pada diri

masyarakat sehingga dapat membangun dirinya serta bersama-sama untuk bertanggung jawab

atas pembangunan bangsa. Hal ini termaktub dalam GBHN (garis besar haulan negara) tentang

dasar dan tujuan pendidikan nasional yaitu “Pendidikan nasional berdasarkan atas pancasila yang

(10)

mempertinggi budi pekerti dan mempertebal semangat bangsa agar menumbuhkan manusia

dalam pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertangung

jawab atas pembangunan bangsa.1

Dari sini sudah jelas bahwa semua pendidikan penting. Pada hakikatnya tujuan pendidikan

pesantren adaalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian Muslim, yaitu kepribadian

yang beriman dan betrakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau

berkhidmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi kawulah atau pelayan masyarakat

sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad.2 Sebagai lembaga pendidikan yang sudah lama

berkembang di Indonesia, pondok Pesantren selain telah membina dan mengembangkan

kehidupan beragma di Indonesia, juga berperan dalam menanamkan rasa kebangsaan ke dalam

jiwa. Serta meningkatkan kualitas mental dan kedekatan diri kepada Allah. 3

Berbicara soal mental atau bisa dikatakan kecerdasan emosional spiritual apakah seseorang

bisa mengendalikannya dengan mudah. Dalam perkembangannya kecerdasan emosional tidak

cukup dimiliki seseorang untuk menjadi pribadi baik. Seseorang mampu menahan diri dalam

situasi-situasi yang memacing emosi.4 Sedangkan spiritual adalah cara seseorang untuk

mendekatkan diri kepada Allah. Dalam Islam kedua macam kecerdasan (EQ dan SQ) tersebut

merupakan bagian yang terpenting dalam Islam karena ini suatu khazanah lama yang terpendam.

Maka penulis tertarik melakukan penelitian lebih lanjut dengan menuangkannya ke dalam bentuk

karya ilmiyah berupa skripsi dengan judul “Efektivitas Pesantren Dalam Meningkatkan

Kecerdasan Emosional Dan Kecerdasan Spiritual (Study Kasus Pondok Pesantren Darul

Hikmah Sooko Mojokerto)”.

1

Abu Ahmai dan Nur Ubiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta,1999), hlm 78. 2

Mujamil Qomar, Pesantren,(Jakarta: Erlangga,2011), hlm 4. 3

Muhammad Rusli Malik, Puasa Menyelami Arti Kecerdasan Intelektual Spiritual dan Kecerdasan Emosional,(Jakarta: Zahra,2003), hlm 17.

4

(11)

penelitian, karena rumusan masalah merupakan peryataan yang harus dicarikan jawabannya dan

harus mempunyai data.5 Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian ini difokuskan pada

pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana konsep pesantren mengenai kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritiual di

pondok pesantren Darul Hikmah Sooko Mojokerto ?

2. Bagaimana kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual santri di pondok pesantren

Darul Hikmah Sooko Mojokerto ?

3. Bagaiman efektifitas pesantren dalam meningkatkan kecerdasan emosional dan kecerdasan

spiritual di pondok pesantren Darul Hikmah Sooko Mojokerto ?

C. Tujuan Penelitian

Sasaran yang ingin dicapai dalam suatu penelitian dirumuskan dalam tujuan penelitian. 6

Manfaat yang diharapkan dalam kegiatan penelitian sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui konsep pesantren mengenai kecerdasan emosional dan spiritual di

pondok pesantren Darul Hikmah Sooko Mojokerto.

2. Untuk mengetahui kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual santri di pondok

pesantren Darul Hikmah Sooko Mojokerto.

3. Untuk mengetahui efektivitas pesantren dalam meningkatkan kecerdasan emosional dan

kecerdasan spiritual di pondok pesantren Darul Hikmah Sooko Mojokerto.

D. Kegunaan Penelitian

5

Sugiono, Metode Penelitian kuantitatif Kualitatif,(Bandung:Alfabeta,2008), hlm 35. 6

(12)

1. Bagi penulis

Penelitian ini diharapkan agar saya sebagai peneliti bisa menambah wawasan mengenai

efektifitas pesantren dalam meningkatkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.

2. Bagi masyarakat

Penelitian ini diharapkan agar masyarakat lebih mengetahui efektifitas pesantren dalam

meningkatkan kecerdasan emosional spiritual serta peran pondok pesantren dalam dunia

pendidikan dan masyarakat

3. Bagi kepustakaan

Penelitian ini diharapkan agar keputusan Pendidikan Islam semakin bertambah dengan

adanya skripsi saya dan menambah manfaat bagi mahasiswa yang mengerjakan skripsi

setelah saya

4. Bagi pondok pesantren Darul Hikmah

Penelitian ini diharapkan untuk mengembangkan pesentren agar semakin lebih

berkembang di dunia Pendidikan pada zaman moderen seperti ini.

E. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Agar masalah dalam penelitian ini lebih fokus dan penelitian ini tidak menyimpang dari

apa yang ingin diteliti maka penulis membatasi penelitian pada pembahasan sebagai berikut:

1. Penelitian ini di fokuskan kepada konsep pesantren Darul Hikmah mengenai kecerdasan

emosional dan kecerdasan spiritual.

2. Kecerdasan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual di Pondok Pesantren Darul

Hikmah

3. Efektivitas pesantren dalam meningkatkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual

(13)

“Efektivitas pesantren dalam meningkatkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual

(study kasus di pondok pesantren Darul Hikmah Sooko Mojokerto)”, maka penulis paparkan

istilah dalam skripsi ini berikut beberapa istilah yang menurut penulis perlu ditegaskan, antara

lain :

1. Efektivitas

Efektifitas adalah ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya,kesan), manjur atau mujarab

adalah dapat membawa hasil; berhasil guna (tindakan).7

2. Pesantren

Pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan yang mempunyai kekhasan tersendiri

dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya. Para peserta didik pondok pesantren disebut

santri, dan lingkungan pesantren disebut dengan istilah pondok. Dari perumpamaan tersebut

timbullah istilah pondok pesantren.8

3. Meningkatkan

Meningkatkan adalah menaikan (derajat, taraf dsb), mempertinggi, meperhebat ( produksi

dsb); mengangkat diri.9

4. Kecerdasan emosional

Kecerdasan emosional menurut W.Stren adalah kesanggupan jiwa untuk dapat

menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat dalam situasi yang baru.10 Menurut kamus besar

7

Dendy Sugiono, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama,2008), hlm 284. 8

Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah,(Jakarta:...2003),hlm 1. 9

WJS.Poerwadaminta,Kamus Umum Bahasa Indonesia,(Jakarta:Balai Pustaka,1993),hlm 1078. 10

(14)

bahasa Indonesia kecerdasan adalah kesempurnaan perkembangan akal budi.11 Kemudian emosi

dalam Oxford English Dictionary secara harfiah didefinisikan sebagai setiap kegiatan atau

pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, serta keadaan mental yang hebat atau meluap-luap.12

Pengertian kecerdasan emosional menurut Daniel Goleman yaitu kemampuan untuk memotivasi

diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, bisa mengendalikan hati, menjaga agar tidak

terbebani oleh stres, berempati dan berdoa.13 Jadi, kecerdasan emosioanl adalah kemampuan

untuk mengetahui perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan, bisa mengenadalikan

perasaan dan memahami perasaan secara mendalam sehingga membantu kecerdasan emosional,

spiritual serta kecerdasan intelektual.14

5. Kecerdasan spiritual

Kecerdasan Spritual adalah berkenaan dengan spirit atau jiwa (rohani, batin).15 Menurut

Ary Ginanjar Agustina mendefinisikan kecerdasan spiritual atau SQ adalah kemampuan untuk

memberi makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku dan kegiatan, serta mampu menyinergikan

IQ, EQ, dan SQ secara komprehensif.16

G. Sistematika Pembahasan

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas serta dapat dimengerti maka di dalam

skripsi ini secara garis besar akan penulis uraikan tentang sistematika pembahasan skripsi ini

sebagai berikut :

11

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pusaka edisi II,1991), hlm 186. 12

Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional,(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,1996), hlm 411. 13

Ibid., 42. 14

Stevent J.S, dan Howard.E., Ledakan EQ,(Bnadung: Media Utama,2002), hlm 30. 15

Ary Ginanjar Agustina, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional dan Spiritual (ESQ) Berdasarkan Enam Rukun Iman dan Lima Rukun Islam,(Jakarta: Arga, 2001), hlm 125.

16

(15)

pembahasan.

BAB II : KAJIAN TEORI, bab ini terdiri atas tiga sub bab. Pertama adalah konsep pondok

pesantren, pembahasan akan dimulai dengan sejarah pondok pesantren, ciri-ciri dan system nilai

utama dalam pesantren, fungsi dan peran pesantren. Pembahasan yang kedua adalah mengenai

konsep kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual, dimulai dari pembahasan pengertian

kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual

menurut teori, ciri-ciri yang memiliki kecerdsan Emosional Spiritual. Ketiga akan menjelaskan

efektifitas pesantren dalam meningkatkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.

BAB III : METODE PENELITIAN, bab ini tentang jenis penelitian, Rancangan penelitian,

populasi dan sampel, metode pengumpulan data, instrumen penelitian dan analisis data.

BAB IV : LAPORAN HASIL PENELITIAN, bab ini terdiri dua subbab. Pertama adalah

Gambaran umum objek penelitian didalamnya ada, letak geografis PP Darul Hikmah, Sejarah

Singkat PP Darul Hikmah, visi misi PP Darul Hikmah, Struktur Organisasi, Keadaan Peserta

didik, Jadwal Kegiatan PP Darul Hikmah, Keadaan Sarana dan Prasarana PP Darul Hikmah..

Kedua deskriptsi data didalamnya terdapat hasil wawancara dan diskripsi data hasil angket.

(16)

9

KAJIAN TEORI

A.Konsep Pesantren

1. Sejarah pondok pesantren

Pada dasarnya pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang

dilaksanakan dengan sistem asrama (pondok) dengan kyai sebagai sentral utama serta

masjid sebagai pusat lembaga (Arifin,1993). Asal usul pesantren tidak bisa dipisahkan dari

sejarah pengaruh walisongo abad XV-XVI di jawa. Lembaga pendidikan Islam ini telah

berkembang khususnya di Jawa selama berabad-abad. Maulana Malik Ibrahim pada 1399

M yang berfokus pada penyebaran agama Islam di Jawa.1 Selanjutnya, tokoh yang berhasil

mendirikan dan mengembangkan pesantren adalah Raden Rahmat (Sunan Ampel).

Pesantren pertama didirikan di Kembangkuning, yang waktu itu hanya dihuni oleh tiga

orang santri, yaitu Wiryo Suroyo, Abu Hurairah, dan Kyai Bangkuning.2 Bahkan Kyai

Machrus Aly menginformasikan bahwa di samping Sunan Ampel (Raden Rahmat)

Surabaya, ada ulama yang menganggap Sunan Gunung Jati (Syaikh Syarif Hidayatullah) di

Cirebon sebagai pendiri pesantren pertama, sewaktu mengasingkan diri bersama

pengikutnya dalam khlwat, beribadah secara istiqamah untuk ber-taqarrub kepada

1

Prof Ahd.Halim Soebahar, Modernisasi Pesantren,(Yogyakarta:Lkis,2013),hlm 33. 2

(17)

Allah.3Pesantren Sunan Ampel kemudian dipindahkan ke kawasan Ampel di seputar Delta

Surabaya-karena ini usulah Raden Rahmat yang akhirnya dikenal dengan sebutan Sunan

Ampel. Selanjutnya, putra dan santri dari Sunan Ampel mulai mendirikan beberapa

pesantren baru, seperti Pesantren Giri oleh Sunan Giri, Pesantren Demak oleh Raden Patah,

dan Pesantren Tuban oleh Sunan Bonang.4

Menegenai teka-teki siapa pendiri pesantren pertama kali di jawa khususnya,

Lembaga Research Islam (Pesantren Luhur) cukup cermat dan dapat dipengangi sebagai

pedoman. Dikatakan bahwa Mulana Malik Ibrahim sebagai peletak dasar pertama

sendi-sendi berdirinya pesantren. Sebagai Imam Rahmatullah (Raden Rahmat atau Suanan

Ampel) sebagai wali pembina pertama di Jawa Timur. Adapun sunan Gunung Jati (Syaikh

Syarif Hidayatullah) mendirikan pesantren sesudah Sunan Ampel. Sejarah menyatakan

bahwa teori kematian kedua wali ini menyebutkan bahwa Sunan Ampel wafat pada 1467

M. Sedang Sunan Gunung Jati pada 1570 M.5 Jadi terpaut 103 tahun yang dipandang cukup

untuk membedakan suatu masa perjuangan seorang penyebar Islam. Sebagai ulama yang

memandang Gunung Jati sebagai pendiri pesantren pertama mungkin saja benar, tetapi

khusus di wilayah Cirebon atau umum Jawa Barat memandang Gunung Jati pertama yang

mendirikan pesantren.

3

Prof Mujamil Qomar, Pesantren: dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi,(Jakarta: Erlangga,2011), hlm 8

4

Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren,(Jakarta: Gema Insani Press,1997),hlm 70. 5

(18)

Pesantren adalah sebuah kehidupan yang unik, sebagaimana dapat disimpulkan dari

gambaran lahirnya. Pesantren adalah sebuah kompleks dengan lokasi yang umumnya

terpisah dari kehidupan sekitarnya. Buktinya terdapat beberapa bagunan : rumah kediaman

pengasuh (Kyai), sebuah surau/ masjid dan asrama tempat tinggal para siswa (santri).

Pesantren mampu bertahan berabad-abad untuk mempergunakan nilai-nilai hidupnya

sendiri.6 Semula pondok pesantren lebih dikenal sebagai lembaga pendidikan Islam:

lembaga yang dipergunakan untuk penyebaran agama dan tempat untuk mempelajari agama

Islam. Selanjutnya lembaga ini selain sebagai pusat penyebaran dan belajar agama juga

mengusahakan tenaga-tenaga bagi pengembangan agama.7

Perkataan pesantren berasal dari kata santri, yang dengan awalan “pe” didepan dan

akhiran “an” berarti tempat tinggal para santri. Profesor John berpendapat bahwa istilah

santri berasal dari istilah “shastri” yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku

-buku suci agama Hindu. Kata “shastri” berasal dari kata “shastra” yang berarti -buku-buku

suci, buku-buku agama atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan.8 Berdirinya pondok

pesantren bermula dari seorang kyai yang menetap (bermukim) pada suatu tempat.

Kemudian datanglah santri yang ingin belajar kepadanya dan turut pula bermukim di

tempat itu. Karena banyak santri yang datang merekapun mendirikan pondok disekitar

rumah kyai atau masjid. Biasanya tanah tempat terletaknya pondok itu adalah milik pribadi

6

Wahid, Pesantren Sebagai Subkultur,(Jakarta: Lp3es,1988), hlm 40-43. 7

Sunyoto,Pesantren Dalam pendidikan Nasional : Pesantren Dan Pembaharuan,(Jakarta: Lp3es,1988), hlm 61.

8

(19)

keluarga kyai. Ada yang kemudian diwakafkan untuk umat Islam dan ada pula yang tetap

berstatus milik keluarga kyai yang dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.9

Kyai merupakan elemen yang paling esensial dari suatu pesantren. Ia seringkali

bahkan merupakan pendirinya. Sudah sewajarnya bahwa pertumbuhan suatu pesantren

semata-mata bergantung kepada kemampuan pribadi kyainya. Menurut asal-usulnya,

perkataan kyai dalam bahasa jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda10 :

1. Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat;

umpamanya,”Kyai Garuda Kencana” dipakai untuk sebutan Kereta Emas yang ada

di Kraton Yogyakarta.

2. Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya

3. Gelar yang diberikan masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memeiliki

atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada

para santrinya. Selain gelar kyai, ia juga sering disebut seorang alim (orang yang

dalam pengetahuan Islamnya).

Menurut Sunyoto (1990: 13) kemungkinan besar pesantren di adaptasi sebagai bentuk

persuasif-adaptif oleh Malik Ibrahim dari bentuk asrama dan biara yang terkesan sebagai

mandala Hindu-Budha Majapahit (berkuasa 788-833/1386-1429), sebagai bentuk

persuasif-adaptif dari kata Arab sholat (menyembah Tuhan dengan ritual yang telah digunakan)

menjadi sembahyang atau menyembahyang Hyang (Tuhan) kata Arab mushalla (tempat

9

Ibid., hlm 19. 10

(20)

melakukan sholat) di Jawa disebut langgar yang agak mirip dengan kata sanggar tempat

peribadatan orang Hindu.

Sebagai model pendidikan yang memiliki karakter khusus dalam perspektif wacana

pendidikan nasional sekarang ini, sistem pondok pesantren telah mengundang spekulasi

yang bermacam-macam. Minimal ada tujuan teori yang mengungkapkan spekulasi. Teori

pertama menyebutkan bahwa pondok pesantren merupakan bentuk tiruan atau adaptasi

terhadap pendidikan Hindu dan Budha sebelum Islam datang di Indonesia. Teori kedua

mengklaim berasal dari Indonesia. Teori ketiga menyatakan bahwa model pondok

pesantren ditemukan di Baghdad. Teori keempat melaporkan bersumber dari perpaduan

Hindu-Budha (pra-Muslim di Indonesia) dan India. Teori kelima mengungkapkan dari

kebudayaan Hindu-Budha dan Arab. Teori ke emam menegaskan dari India dan orang

Islam Indonesia. Dan teori ketujuh menilai dari India, Timur Tengah dan tradisi lokal yang

lebih tua.

Dari berbagai pandangan di atas dapatlah disimpulkan bahwa pondok pesantren

adalah suatu lembaga keagamaan yang memberikan sistem pendidikan dan pengajaran

agama Islam, yang keberadaannya dimaksudkan untuk dapat memenuhi kebutuhan para

santri dan masyarakat.

2. Ciri-ciri dan sistem nilai utama dalam pesantren

Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan memiliki tujuan utama dalam

(21)

mandiri individual merupakan tujuan utama yang diharapkan bagi seorang santri setelah

mereka menyelesaikan kegiatan-kegiatan belajar di pesantren. Untuk mengetahui jiwa,

perilaku mandiri santri yang diharapkan dari pendidikan pesantren, maka terlebih dahulu

harus di lihat ciri-ciri utama sistem nilai yang berkembang dalam dunia pesantren, sebab

dengan ciri utama atau sistem nilai yang berlaku inilah dapat diketahui watak mandiri santri

model pendidikan pesantren. Dengan kata lain sistem nilai yang berkembang dalam

dinamika kepesantrenan akan memberikan ciri khas yang spesifik kepada pola kehidupan

santri.

Adapun sistem nilai yang berkembang dalam pesantren tersebut adalah :

a) Kehidupan yang serba ibadah

Nilai utama yang pertama adalah cara memandang kehidupan secara keseluruhan

sebagai ibadah. Sementara semenjak pertama kali santri memasuki dunia pesantren,

seorang santri diperkenalkan kepada dunia tersendiri, di mana ibadah menempati

kedudukan yang lebih tinggi. Implikasi dari nilai serba ibadah sangat kental

mewarnai kehidupan sehari-hari terhadap diri santri, prilaku kehidupan sosial, tata

krama, pengorbanan yang bertahun-tahun mencari ilmu di pesantren, pengabdian

dan ketulusan mengabdi kepada guru atau orang berilmu, sampai pada pengaturan

jodoh dan pengaturan masa depan. Pengaruh dari implikasi terhadap prilaku santri,

akan nampak padaa sikap dan tingkah laku keseharian dalam berbagai bentuk

(22)

perjuangan mendirikan lembaga kepesantrenan ketika sudah kembali ke kampung

halaman santri.

b) Kecintaan terhadap ilmu-ilmu agama

Kecintaan terhadap ilmu-ilmu agama membuat seorang kyai sebagai fasilitator

selalu berjerih payah untuk mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada santri. Sama

halnya denga kecintaan kepada nilai kebenaran yang di bawa oleh ajaran agama,

sebagai membuat kyai berpayah-payah mempertahankan ajaran formal agamnya

yang diharapkan dengan perubahan-perubahan yang cepat dan mendasar dalam

kehidupan masyarakat.

c) Keikhlasan atau ketulusan bekerja untuk tujuan-tujuan bersama

Menjalankan semua yang diperintahkan kyai dengan tiada rasa berat sedikitpun,

bahkan dengan penuh kerelaan, adalah bukti nyata yang paling mudah untuk

diketahui sebagai indikator keikhlasan atau ketulusan untuk tujuan kolektif.

Seorangn kyai harus membuka pintu rumahnya sua puluh empat jam penuh segari

semalam untuk melayani kepentingan santri dan masyarakat sekitar. Kehidupan

pribadi kyai seolah-olah larut dalam dinamika dan irama kehidupan pesantren

yang dikelilahnya, bahkan sampai pada tujuan hidup dan pamrih menjadi hal yang

skunder dalam pandangannya .11

Secara umum ketiga nilai ini membentuk sebuah sistem secara khusus yang

berlaku dalam dunia pesantren, yang mampu menopang berkembangnya watak,

11

(23)

jiwa dan prilaku mandiri santri di pesantren. Ketiga niali utama atau sistem niali

ini merupakan mutiara dan karakteristik pesantren yang dapat membentuk struktur

keberagamaan santri dalam pencarian proses jati dirinya dengan sinaran

religiusitas yang kokoh. Struktur keberagamaan yang terbentuk dalam sistem

masyarakat pesantren yang demikian ini pada gilirannya membawa para santri

mampu bertahan solid dengan sinaran akhlakul karimah pada saat hidup di

masyarakat yang senantiasa berubah dan dinamis (Ismail & Mukti, 2000 :180).

3. Fungsi dan peran pesantren

Sejak berdirinya pada abad yang sama sengan masuknya Islam hingga sekarang,

pesantren telah bergumul dengan masyarakat luas. Pesantren telah berpengalaman

menghadapi berbagai corak masyarakat dalam rentang waktu itu. Pesantren tumbuh atas

dukungan mereka, bahkan menurut Husni Rahim, pesantren berdiri didorong permintaan

(demand) dan kebutuhan (need) masyarakat, sehingga pesantren memilik fungsi yang jelas.

Fungsi pesantren pada awal berdirinya sampai dengan sekarang telah mengalami

perkembangan. Visi, posisi dan persepsinya terhadap dunia luar telah berubah. Laporan

Syarif dkk, menyebutkan bahwa pesantren pada masa yang paling awal (masa Syaikh

Maulana Malik Ibrahim) berfungsi sebagai pusat pendidikan dan penyiaran agama Islam.

Kedua fungsi ini bergerak saling berjuang. Pendidikan dapat dijadikan bekal dalam

mengumandangkan dakwah sedang dakwah bisa dimanfaatkan sebagai sarana dalam

(24)

dari pengembangan dakwah, sebenarnya fungsi edukatif pesantren adalah sekedar

membonceng misi dakwah. Misi dakwah Islamiyah inilah yang mengakibatkan

terbangunnya sistem pendidikan. Pada masa wali songo, unsur dakwah lebih dominan

dibanding unsur pendidikan. Saridjo dkk, mencatat bahwa fungsi pesantren pada kurun wali

songo adalah sebagai pecentak calon ulama dan mubaligh yang menyiarkan agama Islam.

Sebagai lembaga dakwah, pesantren berusaha mendekati masyarakat. Fungsi

pesantren semula mencakup tiga aspek yaitu fungsi religius (diniyah), fungsi sosial

(ijtimaiyyah), dan fungsi edukasi (tarbawiyah). Ketiga fungsi ini masih berlangsung hingga

sekarang. Fungsi lain adalah sebagai lembaga pembinaan moral dan kultural. Kedudukan

ini memberikan isyarat bahwa penyelenggara keadilan sosial melalui pesantren lebih

banyak menggunakan pendekatan kultural. Pesantren bekerja sama dengan mereka dalam

mewujudkan pembangunan. Sejak semula pesantren terlibat aktif dalam mobilisasi

pembangunan sosial masyarakat desa.

B. Konsep Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual

Sebelumnya yang namanya “kecerdasan” senantiasa sama dengan “Kecerdasan

intelektual” atau yang lazim dikenal sebagai IQ (Intelligence Questient). Namun sekarang

anggapan bahwa kecerdasan manusia hanya tertumpu pada dimensi intelektual saja sudah

tidak berlaku lagi. Selain IQ, manusia juga masih memiliki dimensi kecerdasan lainnya

(25)

Memasuki abad 21, legenda IQ (Intelligence Quotient) sebagai satu-satunya tolak

ukur kecerdasan yang juga sering dijadikan parameter keberhasilan manusia, digugurkan

oleh munculnya konsep kecerdasan Emosional atau EQ (Emosional Quotient) dan

kecerdasan Spiritual atau SQ (Spiritual Quotient) kecerdasan manusia ternyata lebih luas

dianut selama ini. Kecerdasan manusia bukanlah merupakan suatu hal yang bersifat

dimensi tunggal. Bukan hanya dikukur dari satu dimensi (dimensi IQ). Kecerdasan

akademis sedikit kaitannya dengan kehidupan emosional. Orang dengan IQ tinggi dapat

terperosok ke dalam nafsu yang tak terkendali dan impuls yang meledak-ledak; orang

dengan IQ tinggi dapat menjadi pilot yang tak cakap dalam kehidpuan pribadi mereka.

Terdapat pemikiran bahwa IQ menyumbang paling banyak 20% bagi kesuksesan dalam

hidup, sedangkan 80% ditentukan dari faktor lain.12

1. Kecerdasan emosional

Sebelum membahas lebih jauh tentang kecerdasan emosional penulis singkat

dengan EQ, maka kali ini penulis akan mengulas tentang pengertian EQ itu sendiri. Istilah

emosional intelligence” diciptakan dan secara resmi pertama kali dilontarkan pada tahun

1990 oleh psikolog Pater Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University

of New Hampshire. Untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya

penting bagi keberhasilan kualitas-kualitas ini antara lain adalah13 :

 Empati

12

Daniel Goleman,Emosional Intelegence: Kecerdasan Emosional,(Jakarta: Gramedia,2007), hlm 44. 13

(26)

 Mengungkapkan dan memahami perasaan

 Kemandirian

 Kemampuan menyesuaikan diri

 Disukai

 Kemampuan memecahkan masalah antarpribadi

 Ketekunan

 Kesetiakawanan

 Keramahan

 Sikap hormat

Sedangkan istilah “emosional quotient” disumbangkan oleh Dr.Reuven Bar-On,

seorang pakar psikologi Israel Amerika, pada tahun 1985.14 Menurut Reuven Bar-On,

kecerdasan emosional adalah serangkaian kemampuan, kompetensi, dan kecakapan non

kognitif, yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil mengatasi tuntutan dan

tekanan lingkungan.15

Semantara itu, Pater Salovey dan Jack Mayer menjelaskan tentang kecerdasan

emosional sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan

perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan

mengenadalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi.16

14

Steven J dan Howard E, Ledakan EQ,(Bandung: Kaifa.2002), hlm 32. 15

Ibid., 30. 16

(27)

Daniel Goleman, menjelaskan bahwa kecerdasan emosi (Emosional Intelligence)

adalah kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain,

kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada

diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.17

Dari beberapa pendapat yang sudah dikemukakan di atas mengenai kecerdasan

emosional, bisa disimpulkan bahwa sebenarnya kecerdasan emosional merupakan

serangkaian kecakapan yang memungkinkan kita melapangkan jalan di dunia yang rumit,

yang meliputi aspek pribadi, sosial, dan pertahanan dari seluruh kecerdasan. Dalam bahasa

sehari-hari, kecerdasan emosional biasanya kita sebut sebagai “street smart (pintar)”, atau

kemampuan khusus yang kita sebut “akal sehat”.18

Hal ini terkait dengan kemampuan

membaca lingkungan politik dan sosial, dan menatanya kembali; kemampuan memahami

dengan spontan apa yang diinginkan dan dibutuhkan orang lain.

Sangat tertariknya banyak orang kepada konsep kecerdasan emosional memang

dimulai dari perannya dalam membesarkan dan mendidik anak-anak, tetapi selanjutnya

orang menyadari pentingnya konsep ini baik di lapangan kerja maupun di lingkungan

sekitar.

Dari sini, bahwa EQ adalah kemampuan untuk merasa. Kunci kecerdasan emosi

adalah kejujuran terhadap suara hati anda. Suara hati ialah yang akan menajadikan rasa

aman, pedoman, kekuatan serta kebijaksanaan. Dengan kesadaran diri yang kokoh itulah,

17

Agus Neggermnto, Quantum Quotient,(Bandung : Nuansa,2002), hlm 98. 18

(28)

kita kemudian memiliki rasa respek pada diri sendiri yang tinggi tanpa harus tergelincir

menjadi orang yang sombong atau takabur. Orang yang mempunyai kecerdasan emosi

ditandai dengan kemampuan mengendalikan diri dalam mengahadapi keadaan yang sulit.

Dengan pengendalian diri yang kuat, ia bisa tenang melihat permasalahan dan dengan

tenang memperhitungkan dampak dari suatu keputusan atau suatu tindakan. Membiarkan

emosi tidak setabil hidup di dalam diri, adalah sikap yang akan merugikan keseimbangan

diri dalam meraih kebahagiaan, kedamaian, dan prestasi hidup yang lebih optimal. Orang

yang didalam dirinya terdapat emosi negatif dia akan memiliki sifat dengki, iri hati,

khianat, pemarah dan lain sebagainya akan menggiring seseorang ke jurang kehancuran dan

kenistaan, keberadaan dirinya ditengah masyarakat hanya akan mendatangkan keburukan.19













































Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga

mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.20

Sudah jelas ayat diatas bahwasannya “Tuhan tidak akan merubah keadaan mereka,

selama mereka sendiri tidak merubah keadaan yang mereka rasakan dan alami.

19

Abu Sangka. Energi Cahaya Ilahi: Spirit Shalat Khusyuk dalm Kehidupan Nyata,(Jakarta: Hikmah, 2007), hlm 5.

20

(29)

Perbedaan antara orang yang bodoh dengan orang bijak hanya terletak di dalam

usahanya untuk merubah dirinya sendiri dari emosi yang negatif dengan konsisten. Nanang

Qosim Yusuf menagatakan orang-orang bodoh berusaha dengan sungguh-sungguh

menguasai orang lain. Sementara orang-orang bijak sebaliknya, mereka

bersungguh-sungguh menguasai dirinya sendiri. Bagi sang bodoh dan bijak tetap saja terdapat

kemungkinan untuk gagal. Hanya orang-orang yang sabar dan istiqamah saja yang bisa

memenangkanya.21

Berikiut ini komponen-komponen memiliki kecerdasan emosional :

1) Mengenali emosi diri

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mengendentifikasi apa yang

sesungguhnya kiata rasakan. Setiap kali emosi muncul dalam pikiran kita. Berikut

adalah beberapa contoh pesan dari emosi: takut, sakit hati, marah, frustasi, kecewa,

rasa bermasalah, kesepian.

2) Melepaskan emosi negatif

Keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan untuk memahami dampak dari

emosi negatif terhadap diri kita. Sebagai contoh keinginan untuk memperbaiki situasi

ataupun memenuhi keinginan yang membuat kita mudah marah ataupun frustasi

seringkali justru merusak hubungan kita dengan orang lain serta dapat menyebabkan

stres. Jadi, selama kita dikendalikan oleh emosi negatif, justru kita tidak bisa

mencapai potensi terbaik dari kita. Solusinya, lepaskan emosi negatif melalui teknik

21

(30)

pendayagunaan pikiran bahwa sadar sehingga kita maupun orang-orang di sekitar kita

tidak menerima dampak negatif dari emosi negatif yang muncul.

3) Mengelola emosi diri sendiri

Kita jarang pernah menganggap emosi negatif atau positif itu baik atau buruk.

Emosi adalah sekedar sinyal bagi kita untuk melakukan tindakan untuk mengatasi

penyebab munculnya perasan itu jadi emosi awal bukan hasil akhir dari kejadian atau

peristiwa. Kemampuan kita untuk mengendalikan dan mengelola emosi dapat

membantu kiata mencapai kesuksesan.

4) Memotivasi diri sendiri

Menata emosi sebagi alat untuk mencapai tujuan merupakan hal yang sangat

penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri dan

menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Kenadalikan emosional-menahan diri

terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati adalah landasan keberhasilan

dalam berbagai bidang. Memotivasi diri sendiri dapat ditelusuri melalui beberapa hal

sebagai berikut : a) cara mengendalikan dorongan hati, b)derajat kecemasan yang

berpengaruh terhadap unjuk kerja seseorang, c) kekuatan berfikir positif.

5) Mengenali emosi orang lain

Mengenali emosi orang lain berarti kita memiliki empati terhadap apa yang

(31)

berkomunikasi dengan orang lain. Inilah yang disebut sebagai komunikasi empirik.

Berusaha mengerti terlebih dahulu sebelum dimengerti.

6) Mengelola emosi orang lain

Jika keterampilan mengenali emosi orang lain merupakan dasar dalam berhubungan

antara pribadi, maka keterampilan mengelola emosi orang lain merupakan pilar dalam

membina hubungan dengan orang lain. Keterampilan mengelola emosi orang lain

merupakan kemampuan yang dahsyat jika kita dapat mengoptimalkannya. Sehingga

kita mampu membangun hubungan antara pribadi yang kokoh dan berkelanjutan.

7) Memotivasi orang lain

Keterampilan memovasi orang lain adalah kemajuan dari keterampilan mengenali

dan mengelola emosi orang lain. Ketrampilan ini adalah bentuk lain dari kemampuan

kepemimpianan, yaitu kempuan menginspirasi, mempengaruhi dan memotivasi orang

lain untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan

membangun kerja sama tim yang tangguh dan andal.

Jadi, sesungguhnya ketujuh keterampilan ini merupakan langkah-langkah yang

berurutan. Kita tidak dapat memotivasi diri sendiri kalau kita tidak dapat mengenali

dan mengelola emosi diri sendiri. Setelah memiliki kemampuan dalam memotivasi diri,

barulah kita dapat memotivasi orang lain.

(32)

Satu lagi kecerdasan selain IQ dan EQ, yang diperkenalkan oleh Danah Zohar dan

Ian Marshall di akhir abad-20, yaitu kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient). Menurut

danah Zohar dan Ian Marshall, kecerdasan spiritual yang mereka maksudkan adalah

kecerdasan untuk mengahadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu

kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih

luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih

bermakna dari pada orang lain. Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan yang bertumpu

pada bagian dalam diri kita yang berhubungan dengan kearifan di luar ego, atau jiwa

sadar.22

Kecerdasan spiritual berasal dari kata “spirit” yang berarti ruh. Kata ini berasal dari

bahasa latin, spiritus yang berti napas. Sehingga spiritual dapat diartikan sebagai sesuatu

yang murni. Diri kita yang sebenarnya adalah ruh kita itu. Ruh bisa diartikan sebagai energi

kehidupan, yang membuat kita dapat hidup, bernafas dan bergerak. Spiritual adalah sesuatu

yang ada dalam tubuh kita, fisik, perasaan, dan karakter kita. Jika merujuk pada agama,

pada awal penciptaan manusia, Tuhan meniup ruh diawal kehidupan manusia.

Michael Levin mengatakan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang

mengarahkan cara berfikir kita menuju kepada hakekat terdalam kehidupan manusia, yaitu

penghambaan diri pada Sang Maha Suci. Kecerdasan ini dapat diamati jika individu

tersebut mampu mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari.Artinya sikap-sikap hidup

22

(33)

individu mencerminkan penghayatannya akan kebijakan dan kebijaksanaan yang mendalam

sesuai dengan jalan suci menuju Sang Pencipta.23

Marsha Sinetar memberikan makna bahwa kecerdasan spiritual adalah pikiran yang

mendapat inspirasi, dorongan dan efektifitas yang terinspirasi, theisness atau penghayatan

ketuhanan yang di dalamnya kita semua menjadi bagian.24 Sementara itu Khalil Khavari

juga menambahkan bahwa kecerdasan spiritual adalah fakultas dari demensi non material

kita-ruh manusia.25 Inilah intan yang belum terasa kita milikinya. Kita harus mengenalinya

seperti apa adanya, sehingga berkilap dengan tekat yang besar dan menggunakannya untuk

memperoleh kebahagiaan abadi. Seperti dua bentuk kecerdasan lainnya, kecerdasan

spiritual dapat diturunkan dan ditingkatkan. Akan tetapi, kemampuannya untuk

ditingkatkan tampaknya tidak terbatas.

Muhammad Zuhri memberikan definisi SQ yang menarik. SQ adalah kecerdasan

manusia yang digunakan untuk berhubungan dengan Tuhan. Potensi SQ setiap orang sangat

besar dan tak dibatasi oleh faktor keturunan, lingkungan atau materi lainnya.26

Sedangkan menurut Ary Ginanjar, kecerdasan spiritual adalah kemampuan

seseorang dalam memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui

seutuhnya (Hanif), dan memiliki pola pemikiran tauhid (integralistik), serta berprinsip “

hanya karena Allah”. Sebagiamana hadis Rasulullah SAW “Sesungguhnya orang cerdasa

23

Michael Levin, Spiritual 24

Ibid., 2 25

Agus Nggermanto, Quantum Quotient(Kecerdasan Kuantum): Cara Praktis Melejitkan IQ,EQ dan SQ yang harmonis,(Bandung: Nuansa,2002), hlm 17.

26

(34)

adalah orang yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dan dia beramal untuk

sesudah mati”.

Kecerdasan spiritual (SQ) itu menurut penelitian-penelitain di bidang neurology,

punya tempat yang khusus dalam otak. Ada bagian dari otak kita yang memiliki

kemampuan untuk mengalami pengalamn-pengalaman spiritual, misalnya untuk memahami

Tuhan, di sekitar kita dan untuk memberi makna dalam kehidupan. Orang yang cerdas

secara spiritual diantaranya bisa dilihat ciri-cirinya antara lain yaitu, bisa memberi makna

dalam kehidupannya, senag berbuat baik, senang menolong orang lain, telah menemuakan

tujuan hidupnya, sia merasa memikul misi yang mulia, sia merasa dilihat oleh Tuhannya.27

3. Ciri-ciri seseorang yang memiliki kecerdasan emosional dan spiritual (ESQ)

Dari seluruh paparan diatas siswa yang memiliki kecerdasan emosional dan spiritual

(ESQ) yang tinggi secara umum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut28 :

1. Ciri-ciri yang memiliki kecerdasan emosional (EQ) yang tinggi diantaranya :

a.Mengenali emosi diri, meliputi :

1).Mampu menyadari (Kesadaran diri) untuk mengenali perasaan

2).Mampu mengendalikan diri terhadap perasaan diri sendiri

b. Mengelola emosi, meliputi :

27

Gufron, Kecerdasan Emosional dan Spiritual, (http;//edukasi.kompasiana/2010/06/06/ kecerdasan-emosi-dan-spiritual), diakses pada 20 november 2015).

28

(35)

1) Mampu menangani perasaan, agar perasaan tersebut dapat diungkapkan

dengan tepat.

2) Mampu mengekspresikan dan mengatur emosi serta peka dalam mengenali

kapan kekacauan otak emosional ini terlampau berat untuk di atas.

c. Memotivasi diri sendiri, meliputi :

1) Mampu mengatur emosi serta dapat memotivasi diri untuk melakukan

sesuatu dengan sempurna.

2) Mampu menciptakan emosi (suasana hati) yang nyaman dan senantiasa

bahagia.

d. Mengenali emosi orang lain, artinya :

1) Mampu menyadari, memahami, dan menghargai perasaan dan pikiran orang

lain

e.Membina hubungan dengan orang lain, artinya :

1) Mampu menjalin hubungan dengan orang lain dengan baik serta dapat

mengenali apa yang dirasakan oleh orang lain

2. Ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan spiritual (SQ) yang tinggi diantaranya29 :

a. Memiliki prinsip dan visi yang kuat

b. Mampu melihat kesatuan dalam keragaman

c. Mampu memakai setiap sisa kehidupan

d. Mampu mengelola dan bertahan dalam kesulitan dan penderitaan

29

(36)

Akan tetapi, pandangan Ary Ginanjar Agustina tentang orang yang memiliki

kecerdasan emosional dan spiritual (ESQ) yang tinggi adalah orang yang memiliki sifat

yang kesemuanya itu dinamakan Akhlakul Karimah, dimana ciri-cirinya adalah sebagai

berikut:30

1) Konsisten (istiqamah)

Yang termasuk dlam sikap konsisten adalah orang yang:

a. Selalu berusaha dan berpendirian tetap dalam mengadapi rintangan.

b. Selalu menepati janji

2) Kerendahan hati (tawadlu’)

Yang termasuk dalam sikap tawadlu’ adalah orang yang:

a. Mampu menghormati orang lain

b. Tidak sombong atau tinggi hati

c. Mampu menghargai orang lain

3) Berusaha dan berserah diri (tawakal)

Yang termasuk dalam sikap tawakal adalah orany yang:

a. Senantiasa berusaha untuk mencapai apa yang di inginkan

b. Selalu patuh dan taat kepada Allah SWT

4) Ketulusan (keikhlasan)

Yang termasuk dalam sikap ikhalas adalah orang yang :

30

(37)

a. Mampu menerima pendapat orang lain dengan lapang dada

b. Tidak suka berbuat riya; atau pamrih

5) Integritas dan penyempurnaan (ihsan)

Yang termasuk dalam sikap integritas adalah orang yang :

a. Memiliki kesungguhan dalam melakukan suatu pekerjaan

b. Memiliki kejujuran dalam bersikap

6) Totalitas (kaffah)

Yang termasuk dalam sikap kaffah adalah orang yang

a. Memiliki sikap akhlakul karimah yang sempurna

b. Tidak setenggah-setengah dalam berbuat atau bertindak atau melakukan

sesuatu1

C. Efektifitas Pesantren dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional dan

kecerdasan Spiritual di PP Darul Hikmah Sooko Mojokerto

Selama ini, banyak berkembang dalam masyarakat kita sebuah pandangan stereotip,

dikotomisasi antara dunia dan akhirat. Dikotomi antara unsur-unsur kebendaan dan unsur

agama, anatara unsur kasat mata dan tak kasat mata. Meterialisme versus orientasi

nilai-nilai Ilahiyah semata. Meraka hanya memiliki keberhasilan di alam “vertikal” cenderung

berpikir bahwa kesuksesan dunia justru adalah sesuatu yang bisa dinisbatkan atau sesuatu

yang bisa dengan mudah dimarginalkan. Dan hasilnya, mereka unggul dalam kekhusyu’an

(38)

pada alam kebendaan, kekuatan berpikirnya tak pernah diimbangi oleh kekuatan spiritual.

Realitas kebendaan, kekuatan berfikirnya tak pernah diimbangi oleh kekuatan spiritual.

Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ memeungkinkan kita untuk menyatukan

hal-hal yang bersifat interpersonal dan interpesonal semata menjembatani kesenjangan

antara diri dan orang lain. Sedangkan EQ, semata-mata tidak dapat membantu kita untuk

menjembatani kesenjangan itu.31 SQ membuat kita mempunyai pemahaman tentang siapa

diri kita dan apa makna segala sesuatu bagi kita, dan bagaimana semua itu memberikan

suatu tempat di dalam dunia kita kepada orang lain. SQ juga kita gunakan untuk mencapai

perkembangan diri yang lebih utuh karena kita memang memiliki potensi untuk itu. SQ

akan membantu kiata menjalani hidup pada tingkat makna yang lebih dalam. Maksudnya

dalam kehidupan kita SQ menjadikan kita baik dalam tingkahlaku.

Sealain itu, ada perbedaan penting antara SQ dengan EQ yang terletak pada daya

ubahnya. Sebagaimana dijelaskan oleh Daniel Goleman, EQ memungkinkan kita untuk

memutuskan dalam situasi apa kita berada, lalu bersikap secara tepat di dalamnya. Hal ini

juga berarti di dalam batasan situasi dan membiarkan situasi tersebut mengarah kepada kita.

Akan tetapi SQ memungkinkan kita untuk bertanya apakah memang kita ingin berada pada

situasi tersebut. Apakah kita lebih suka mengubah situasi tersebut, memperbaikinya? Ini

berarti dengan batasan situasi kita, yang memungkinkan kita untuk mengarahkan situasi

kita.

31

(39)

24

Metode dalam suatu penelitian sangat penting bagi seorang peneliti, sebab dengan

menggunakan suatu metode yang tepat maka akan mendapatkan hasil yang tepat pula.

Artinya apabila seorang akan mengadakan penelitian ilmiah dengan menggunakan suatu

metodologi yang sesuai dengan apa yang diselidiki. Maka akan mendapatkan atau

menghasilkan data yang benar dan dapat dipertangungjawabkan secara ilmiah. Metode

didefinisikan dengan cara yang tepat untuk melakukan sesuatu menggunakan pikiran agar

mencapai satu tujuan. Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat,

merumuskan dan menganalisa suatu yang diteliti sampai menyusun laporan.1

Metode penelitian berbeda dengan metodologi penelitian, metode penelitian

mengemukakan secara teknis tentang metode-metode yang digunakan dalam penelitian,

sedangkan metodologi penelitian membahas tentang konsep teoritis tentang berbagai

metode, kelebihan dan kekurangannya, yang dalam karya ilmiah dilanjutkan dengan

pemilihan metode yang digunakan.2

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian kali ini metode yang digunakan adalah Penelitian Kualitatif.

Model kualitatif, merupakan model keputusan yang mempergunakan stastistik Deskriptif

1

Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian,(Jakarta: Bumi Aksara,1997),hlm 1. 2

(40)

.3Menurut Sugiyono, metode penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai metode diskriptif

atau memberikan gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi

sebagaimana adanya. Pada stastistik ini, akan dikemukakan cara-cara penyajian data,

dengan tabel bias maupun distribusi frekuensi.4

a. Data variabel pertama

Yaitu data tentang efektifitas pesantren dalam meningkatkan

b. Data variabel kedua

Yaitu data tentang kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual di Pondok

Pesantren Darul Hikmah

B. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan proses yang dilakukan secara bertahap, yakni dari

perencanaan dan perancangan penelitian, menuntukan fokus penelitian, waktu penelitian

pengumpulan data, analisis dan penyajian hasil penelitian. Penulisan hasil penelitian ini

dilakukan secara deskriptif atau melaui uraian-uraian yang menggambarkan dan

menjelaskan subjek penelitian. Pendekatan dalam penelitian ini mengikuti langkah-langkah

kerja penelitian kualitatif. Dalam hal ini disebut kualitatif karena sifat data yang

dikumpulkan adalah data kualitatif, yakni tidak menggunakan alat-alat pengukur. Metode

kualitatif mengahasikan data deskriptif, baik berupa kata-kata ungkapan tertulis maupun

lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati.

3

Muslich,Metode Kuantitatif,(Jakarta:Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,1993),hlm 4. 4

(41)

C. Populasi dan Sampel

Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang

menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

dan kemudian ditarik kesimpulannya.5Populasi yang peneliti ambil adalah seluruh santri

putra maupun putri PP Darul Hikmah Sooko Mojokerto tahun pelajaran 2015/2016.

Sampel

Teknik pengambilan sampel yang penulis lakukan adalah probability sampling

yakni simple random sampling. Hal ini mengingat penelitian tidak memperhatikan starta

yang ada di dalam populasi tersebut dengan kata lain populasi bersifat homogen (sejenis).

Adapun banyaknya sampel yang diambil menutut Winarto Surakhmad adalah

apabila ukuran populasi sebanyak 100 atau kurang, pengambilan sampelnya

sekurang-kurangnya 50% dari ukuran populasi. Apabila ukuran populasinya sama dengan 1000 atau

lebih pengambilan sampelnya minimal 15% dari populasi.6

Berdasarkan pendapat diatas maka penulis mengambil sampel banyak 50% dari jumlah

populasi yakni populasi sebanyak 130 maka sampelnya adalah 40 responden.

5

Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan,(Bandung: Alfabeta,2008), hlm 117. 6

(42)

D. Metode Pengumpulan Data

a. Wawancara

Interview merupakan suatu peroses tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih

berhadap-hadap secara fisik yang satu dapat melihat yang lain dan mendengarkannya.7

Metode interview ini juga sering disebut wawancara atau kuesioner lisan, adalah sebuah

dialog yang dilakukan pewawancara untuk memperoleh informasi dari

terwawancara.8untuk mendapatkan data primer dengan cara berkomonikasii dua arah.9

Wawancara tersturuktur dilakukan secara terencana, runtut dari awal sudah diketahui

informasi apa yang akan digali, oleh karena itu dalam melakukan wawancara, pengumpul

data telah menyiapkan beberapa pertanyaan tertulis yang alternative jawabannyapun telah

disiapkan.10 Metode ini penulis gunakan untuk dapat memperoleh data tentang latar

belakang siswa secara mendalam.

Metode ini digunakan untuk mengetahui informasi tentang keadaan pesantren seperti

mengenai sejarah berdirinya sekolah, visi dan misi pesantren dan sebaginya maupun

informasi lain mengenai guru dan santri. Dalam metode ini penulis menggunakan interview

yang bebas terpimpin dalam arti peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang ada

hubungannya dengan penelitian.(Terlampir)

7

Hermawan warsito, Pengantar Metode penelitian,(Jakrata: Gramedia Pustaka Utama,1995), hlm74. 8

Suharsimi Arikunto.,hlm 126. 9

Ibid, 96 10

(43)

b. Observasi

Observasi adalah suatu metode pengukuran data untuk mendapatkan data primer,

yaitu dengan cara melakukan pengamatan langsung secara seksama dan sistematis dengan

menggunakan alat indra.11 Metode ini penulis gunakan untuk dapat memperoleh data

tentang lokasi pesantren, jumlah ruang belajar serta sarana dan prasarana yang dimiliki

pesantren tersebut.

c. Angket

Metode angket adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

memberi seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden. Diminta mengisinya baik

dalam arti laporan tentang kepribadiannya atau hal-hal yang diketahui.12 Instrumennya

adalah quistioner yaitu dengan memberikan kisi-kisi soal yang harus di jawab oleh santri

denga jujur. Angket yang penulis gunakan adalah angket berstruktur dan tertutup artinya

angket tersebut telah disusun dan jawbannya telah disediakan, sehingga responden tinggal

menjawabnya. Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang kecerdasan emosional

dan spiritual.

pertanyaan yang digunakan sebagi alat untuk mengukur sikap kecerdasan emosional dan

spiritual siswa. Adapun tiap-tiap jawaban dari per-item pertanyaan diberi sekor nilai 1

sampai 4. (Terlampir).

Tidak pernah 1

11

Zainal Mustafa EQ, Mengurai variabel hingga instrumentasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), 12

(44)

Kadang-kadang 2

Sering 3

Selalu 4

d. Dokumentasi

Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa

catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan

sebagainya.13 Dengan metode dokumentasi ini diharapkan dapat memperoleh gambaran

umum PP.Putri Darul Hikmah Sooko Mojokerto meliputi letak geografisnya, jumlah santri

(siswa), sejarah berdirinya, dan keadaan guru dan santri (siswa).

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah penggunaan pedoman wawancara sesuai dengan

karakteristik pnelitian kualitatif, dalam hal ini peneliti merupakan perencana, pengumpul

data, penganalisis , penafsir data, dan akhirnya menarik simpulan dari hasil pendataan . jadi

dalam pnelitian ini peneliti merupakan instrumen utama karena terjun langsung dalam

penelitian, penlitian adalah tangan pertama yang melacak data.

Pedoman wawancara (interview gulde) , yaitu serangkaian pedoman wawancara

yang digunakan sebagi alat untuk mengajukan pertanyaan kepada informan. Dalam

penelitian ini digunakan pedoman wawancara dengan pertanyaan terbuka yang

memungkinkan setiap pertanyaan bekembang ke arah yang lebih spesifik. Selain pedoman

wawancara peneliti menggunakan catatan lapangan (field notes). Catatan ini digunakan

13

(45)

untuk mencatat apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka

pengumpulan data di lapangan, di samping ditunjang alat perekam (recorder) sebagai alat

bantu merekam hasil wawancara.

F. Analisis Data

Dalam penelitian menggunakan analisa data kualitatif. Analisa data kualitatif

merupakan proses pengorganisasian dan Cara ini sangat mudah apabila telah terdapat

daftar lengkap unsur-unsur populasi. Prosedur yang cukup akurat untuk pengambilan

sampel secara acak adalah dengan menggunakan tabel angka acak (Table of random

numbers) disamping itu dapat pula dilakukan dengan cara mengundi.

(46)

31

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Letak Geografis Pondok Pesantren Darul Hikmah

Pondok Pesantren Darul Hikmah terletak di Jl. KH.Ismail,No.90 Kedung Maling,

Sooko, Mojokerto. tepatnya berjarak kira-kira 500M dari jalan raya yang jalan ini

merupakan jalan pantura yang dilewati menuju Jawa Tengah.

Adapun batas-batas desa kedung maling adalah sebagai berikut:

 Sebelah barat berbatasan dengan desa Gemekan

 Sebelah timur berbatasan dengan desa Karang Kedawang

 Sebelah selatan berbatasan dengan pasar Brangkal

 Sebelah utara berbatasan dengan desa Kubur Telu

Situasi umum dari desa Kedung Maling ialah sangat strategis mengingat di desa

Kedung Maling sebelah selatanya terdapat pasar Brangkal. Daan dekat dengan jalan raya

dimana jalan raya yang merupakan jalan pantura yang menuju kota Surabaya dan menuju

Jawa Tengah.

2. Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren Darul Hikmah

Pondok ini didirikan sejak bulan Juli 1945 oleh seorang Ulama` bernama KH.

(47)

tahun 1945 – 1955. Semenjak pondok tersebut didirikan masih banyak mengalami

hambatan-hambatan, sehingga pada sepuluh tahun pertama jumlah murid hanya sekitar

kurang lebih 20 santri. Perkebangan tahun 1955 – 1965.

Setelah sepuluh tahun pertama belum ada perkembangan, maka diambil

kebijaksanaan oleh pendiri pondok untuk menampung anak-anak yang tidak mampu belajar

supaya belajar dipondok tersebut tanpa dipungut biaya, sehingga untuk biaya makan setiap

harinya dan biaya belajarnya ditanggung pribadi oleh pendiri pondok, akhirnya pada 20

tahun perkembangan pondok tersebut ada peningkatan santri hingga mencapai kurang lebih

80 santri.

Perkembangan tahun 1965 – 1975. Setelah tahun 1965, maka jumlah santri yang

ingin belajar dipondok pesantren semakin banyak, maka oleh pimpinan pondok diusahakan

untuk membeli tanah, guna tempat pembangunan gedung pondok yang baru, maka dibelilah

tanah berukuran 25×100m dan tanah berukuran 25×40m, maka dibangunlah sebuah gedung

tempat penampungan anak pondok berukuran 8×15m dan telah ditempati sampai sekarang.

Perkembangan tahun 1975 – 1985.Setelah tahun 1975 maka jumlah murid semakin

banyak sehingga kurang lebih mancapai 250 santri, maka diputuskan untuk mendirikan

sekolah diniyah dan sampai sekarang masih berjalan sehingga mencapai 6 kelas tingkat SD

dan 3 kelas tingkat SLTP. Dan bertempat pada tempat yang sangat sederhana dan fasilitas

yang kurang memadai. Akhirnya diusahakan untuk membangun gedung sekolah direncakan

(48)

tersebut meninggal dunia. Sejak itu digantikan oleh putra beliau yang bernama KH.

Basyaruddin Ismail, dari kepemimpinanya pondok pesantren berkembang sampai membuat

pendidikan formal Mts Darul Hikmah pada tahun 1988 dan pada tahun 1991 di lanjutkan

pembangunan MA Darul Hikmah, selain itu juga membangun gedung pondok pesantren

sebanyak dua komplek yang terkenal dengan sebutan pondok tengah (kerena terletak

diantara pondok utama dan pondok sebelah utara/pondok loer) dan pondok loer (kerena

terletak di sebelah utara pondok utama). Dan berkembang sampai sekarang.1

3. Visi misi Pondok Pesantren Darul Hikmah

a. Visi

Visi adalah gambaran sekolah yang ingin dicita-citakan di masa depan. Visi

merupakan rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan di masa yang akan datang.

Visi harus berorientasi pada tujuan pendidikan dasar dan tujuan pendidikan nasional.

Perpedoman pada pengertian tersebut, maka visi Pondok Pesantren Darul Hikmah :

Mempersiapkan sumber daya manusia yang berilmu, berakidah, berakhlak, beramal sesuai paham

Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah. Serta unggul dalam bidang Agama.

b. Misi

Misi merupakan tindakan strategis yang akan dilaksanakan untuk mencapai visi

Pondok Pesantren Darul Hikmah. Menetapkan beberapa misi guna mencapai visinya, yaitu:

 Santri ungul dalam Akhlak

 Santri ungul dalam Ilmu Nahwu dan Shorof

1

(49)

 Santri ungul dalam bidang Dakwah Islam

 Santri ungul dalam Hadits

 Membekali santri dengan ilmu Agama berdasarkan Ahlus Sunnah Wal-Jama

4. Struktur Organisasi

[image:49.612.51.477.239.671.2]

Berikut adalah tabel dari Struktur Organisasi

Gambar 4.1.Struktur Organisasi Pondok Putra Darul Hikmah

PENGASUH PUTRA

KH.A.Muzaaki Basyaruddin

PENASEHAT 1

H. Nafek Balya

PENASEHAT 2

H. Imam Hanafi

KETUA PUTRA

Syahrur Munir

WAKIL KETUA

A. Naufal Zuhud

SEKERTARIS

M. Chamiruddin

BENDAHARA

(50)
[image:50.612.113.516.138.695.2]

Gambar 4.1.Struktur Organisasi Pondok Putra Darul Hikmah

SEKSI

PENDIDIKAN

1. A. Yudistira

2. Fadhi Fahyudianto

3. Abdillah Al-Mahbu

SEKSI JAMAAH

1. Fathur Rozi

2. Roikho

3. M. Imam Baihaqi

SEKSI DAKWAH

1. Harun Arrosyid

2. Fathul Anam

3. Harda

SEKSI KEBERSIHAN

1. M. Hasbi Wakafa

2. M. Afif Mufia

3. Awalul Masnun

PENGASUH PUTRI

Bunyai. H

Gambar

Gambar 4.1. Struktur Organisasi Pondok Putra Darul Hikmah
Gambar 4.1. Struktur Organisasi Pondok Putra Darul Hikmah
Tabel 4.1. Data Perkembangan Jumlah Santri PP Darul Hikmah
Tabel 4.2. Jadwal kegiatan sehari-hari santri Pondok PP Darul Hikmah
+4

Referensi

Dokumen terkait

Melalui hasil penelitian akan diketahui pengaruh kecerdasan emosional dan locus of control terhadap kinerja guru pengajar santri putri di pondok pesantren islam Al

Pengaruh Disiplin Shalat Fardlu Terhadap Kecerdasan Spiritual Santri di Pondok Pesantren Salafiyah Darussholihin ... Pengaruh Disiplin Dzikir Terhadap Kecerdasan Spiritual Santri

Demikian pula, berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dan kepuasan kerja berpengaruh positif

Hasil analisis data pada tabel.3 dapat disimpulkan bahwasanya hubungan persepsi metode fami bisyauqin terhadap kecerdasan emosional hafiz di Pondok Pesantren

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Lembaga Tinggi Pesantren Luhur Malang menerapkan pengembangan kecerdasan spiritual dan emosional melalui beberapa

15 Novi Ilham Madhuri, “Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Spiritual, dan Perilaku Belajar terhdap Indeks Prestasi Mahasiswa”, Jurnal Pendidikan Ekonomi,

Analisis Implikasi Dzikir Ratib Al-Haddad Terhadap Kecerdasan Spiritual Santri Di Pondok Pesantren Darul Falah Ki Ageng Mbodo Toroh Grobogan .... 51 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

PENUTUP Berdasarkan hasil pembahasan pada penelitian ini, maka dapat disimpulkan hal pokok yaitu pengaruh kecerdasan emosional dan spiritual terhadap motivasi belajar peserta didik