MOJOKERTO)
SKRIPSI
OLEH:
KUSNUL CHOTIMA NIM. D31212108
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI
SUNAN
AMPEL SURABAYA
FAKULTAS TARBIYAH DAN
KEGURUAIY
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
Nim
Semester
Jur/Fak
KUSNI.IL CHOTIMA
D31212t08
7 (Tujuh)
Pendidikan Agama Islam / FTI(
Dengan
ini
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul ..EFEKTIFITAS PESANTRENDALAM
MENINGKATI(AN KECERDASANEMOSIONAL
DAN
KECERDASAN SPIRITUAL (STUDI KASUS PONDOKPESANTREN DARUL HIKMAH SOOKO MOJOKERTO)" adalah benar-benar karya orisinil yang dibuat oleh penulis tersebut di atas.
Demikian surat ini dibuat, untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Surabaya 11 februari 2016 Yang Meurbuat Peryataan
Skripsi oleh :
NAMA
:
KUSNUL CHOTIMANIM :
D3l2l2l08
ruDUL
EFEKTIFITAS
PESANTREN
DALAM
MENINGKATKAN:
KECERDASAN EMOSIONAL SPIRITUAL (STUDY KASUS DIpoNDoK PESANTREN DARUL HTKMAH SOOKO MOJOKERTO)
Ini telah diperiksa dan di setujui untuk diujikan
Surabaya, 08 Januari 2016 Pembimbing,
al
ll
ciptaan itu sendiri, yang dasrnya dapat didekati melalui 2 (dua) sumber : yaitu sumber wahyu sebagai yang tersebut dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, Serta sumber ilmu pengetahuan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami berbagai komponen makna pondok pesantren serata seberapa penting peran pondok pesantren dalam meningkatkan kecerdasan Emosional dan kecerdasan Spiritual. Karena seseorang dikatakan cerdas bukan dilihat dari IQ saja akan tetapi bisa dilihat dari faktor cerdas Spiritual maupun Emosional. Menagapa demikian karena kecerdasan jika dilihat dari faktor IQ saja kurang sempurna. Kecerdasan dilihat dari tiga sisi yaitu IQ,EQ dan SQ , jika semua komponen ini terpenuhi maka dia bias dikatakan cerdas. Selain itu juga faktor tempat pendidikan mempengaruhi ketiganya.
Bertitik tolak dari hal tersebut maka penelitian ini memfokuskan pada (1) Bagaimana konsep pesantren mengenai emosional spiritual di Pondok Pesantren Darul Hikmah ? (2) Bagaimana kecerdasan emosional spiritual santri di Pondok Pesantren Darul Hikmah? (3) Bagaimana efektivitas Pesantren dalam meningkatkan kecerdasan ESQ?
Untuk menjawab ketiga permasalahan itu peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan rencangan studi kasus. Sesuai dengan kebutuhan pengumpulan data dilaksanakan dengan cara (1) wawancara, (2) observasi, (3) dokumentasi. Data yang diperoleh dianalisis dengan cara penyajian data dan kesimpulan.
Dari hasil temuan penelitian dan pembahasan yang telah dianalisis dapat disimpulkan bahwa pesantren mencetak santri (peserta didik) yang mempunyai kecerdasan Emosional Spiritual yang akan menjadikan seseorang berkata jujur, mempunyai akhlak yang baik serta ahli dalam bidang Spiritual. Serta jika seseorang itu mempunya ESQ maka dia tidak akan melangar peraturan pondok dan lembaga Pondok Pesantren akan terkenal dengan mencetak manusia yang berakhlakul karimah. Dan data yang ditemukan rata-rata anak pondok pesantren cerdas dalam Emosional Spiritual nya.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM. ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI.. ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A.Latar belakang ... 1
B.Rumusan Masalah ... 3
C.Tujuan Penelitian ... 3
D.Manfaat Penelitian ... 4
E.Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ... 5
F. Definisi Operasional ... 5
G. Sistematika Pembahasan ... 7
viii
1.Sejarah Pondok Pesantren ... 9
2.Ciri-ciri dan Sistem Nilai Utama Dalam Pesantren ... 13
3.Fungsi dan Peran Pesantren ... 16
B.Konsep Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual ... 17
1.Kecerdasan Emosional ... 18
2.Kecerdasan Spiritual ... 24
3.Ciri-ciri Seorang Yang Memiliki Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual ... 27
C.Efektifitas Pesantren Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual Di PP DarulHikmah ... 30
BAB III. METODE PENELITIAN ... 32
A.JenisPenelitian ... 32
B.Rancangan Penelitian ... 33
C.Populasi Dan Sample ... 34
E.MetodePengumpulan Data ... 35
F.InstrumenPenelitian ... 37
G.Tehnik Analisis Data ... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 39
A.Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 39
ix
2.Sejarah Singkat Berdirinya PP Darul Hikmah ... 39
3.Visi dan Misi PP Darul Hikmah ... 41
4.Struktur Organisasi ... 42
5.KeadaanPesertaDidik ... 44
6.JadwalKegiatanSantri PP DarulHikmah ... 44
7.Keadaan Sarana dan Prasarana ... 45
B.Deskripsi Data ... 47
1.Deskripsi Data Hasil Wawancara ... 47
2.Deskripsi Data Hasil Angket ... 49
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ... 54
A.Simpulan ... 54
B.Saran ... 55
DAFTAR PUSTAKA ...
1
A. Latar Belakang Masalah
Sebuah pendidikan sangatlah penting, tanpa pendidikan derajat manusia tidak ada
apa-apanya. Bahkan dalam al-Qur’an sudah dijelaskan pentingnya pendidikan tertera di Q.S Al
-Mujadilah ayat : 11
Artinya : Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dari ayat diatas sudah jelas bawha begitu penting sebuah pendidikan, pendidikan
diharapkan mampu memperkuat kepribadian dan mempertebal semaangat kebangsaan pada diri
masyarakat sehingga dapat membangun dirinya serta bersama-sama untuk bertanggung jawab
atas pembangunan bangsa. Hal ini termaktub dalam GBHN (garis besar haulan negara) tentang
dasar dan tujuan pendidikan nasional yaitu “Pendidikan nasional berdasarkan atas pancasila yang
mempertinggi budi pekerti dan mempertebal semangat bangsa agar menumbuhkan manusia
dalam pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertangung
jawab atas pembangunan bangsa.1
Dari sini sudah jelas bahwa semua pendidikan penting. Pada hakikatnya tujuan pendidikan
pesantren adaalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian Muslim, yaitu kepribadian
yang beriman dan betrakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau
berkhidmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi kawulah atau pelayan masyarakat
sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad.2 Sebagai lembaga pendidikan yang sudah lama
berkembang di Indonesia, pondok Pesantren selain telah membina dan mengembangkan
kehidupan beragma di Indonesia, juga berperan dalam menanamkan rasa kebangsaan ke dalam
jiwa. Serta meningkatkan kualitas mental dan kedekatan diri kepada Allah. 3
Berbicara soal mental atau bisa dikatakan kecerdasan emosional spiritual apakah seseorang
bisa mengendalikannya dengan mudah. Dalam perkembangannya kecerdasan emosional tidak
cukup dimiliki seseorang untuk menjadi pribadi baik. Seseorang mampu menahan diri dalam
situasi-situasi yang memacing emosi.4 Sedangkan spiritual adalah cara seseorang untuk
mendekatkan diri kepada Allah. Dalam Islam kedua macam kecerdasan (EQ dan SQ) tersebut
merupakan bagian yang terpenting dalam Islam karena ini suatu khazanah lama yang terpendam.
Maka penulis tertarik melakukan penelitian lebih lanjut dengan menuangkannya ke dalam bentuk
karya ilmiyah berupa skripsi dengan judul “Efektivitas Pesantren Dalam Meningkatkan
Kecerdasan Emosional Dan Kecerdasan Spiritual (Study Kasus Pondok Pesantren Darul
Hikmah Sooko Mojokerto)”.
1
Abu Ahmai dan Nur Ubiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta,1999), hlm 78. 2
Mujamil Qomar, Pesantren,(Jakarta: Erlangga,2011), hlm 4. 3
Muhammad Rusli Malik, Puasa Menyelami Arti Kecerdasan Intelektual Spiritual dan Kecerdasan Emosional,(Jakarta: Zahra,2003), hlm 17.
4
penelitian, karena rumusan masalah merupakan peryataan yang harus dicarikan jawabannya dan
harus mempunyai data.5 Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian ini difokuskan pada
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep pesantren mengenai kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritiual di
pondok pesantren Darul Hikmah Sooko Mojokerto ?
2. Bagaimana kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual santri di pondok pesantren
Darul Hikmah Sooko Mojokerto ?
3. Bagaiman efektifitas pesantren dalam meningkatkan kecerdasan emosional dan kecerdasan
spiritual di pondok pesantren Darul Hikmah Sooko Mojokerto ?
C. Tujuan Penelitian
Sasaran yang ingin dicapai dalam suatu penelitian dirumuskan dalam tujuan penelitian. 6
Manfaat yang diharapkan dalam kegiatan penelitian sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui konsep pesantren mengenai kecerdasan emosional dan spiritual di
pondok pesantren Darul Hikmah Sooko Mojokerto.
2. Untuk mengetahui kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual santri di pondok
pesantren Darul Hikmah Sooko Mojokerto.
3. Untuk mengetahui efektivitas pesantren dalam meningkatkan kecerdasan emosional dan
kecerdasan spiritual di pondok pesantren Darul Hikmah Sooko Mojokerto.
D. Kegunaan Penelitian
5
Sugiono, Metode Penelitian kuantitatif Kualitatif,(Bandung:Alfabeta,2008), hlm 35. 6
1. Bagi penulis
Penelitian ini diharapkan agar saya sebagai peneliti bisa menambah wawasan mengenai
efektifitas pesantren dalam meningkatkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.
2. Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan agar masyarakat lebih mengetahui efektifitas pesantren dalam
meningkatkan kecerdasan emosional spiritual serta peran pondok pesantren dalam dunia
pendidikan dan masyarakat
3. Bagi kepustakaan
Penelitian ini diharapkan agar keputusan Pendidikan Islam semakin bertambah dengan
adanya skripsi saya dan menambah manfaat bagi mahasiswa yang mengerjakan skripsi
setelah saya
4. Bagi pondok pesantren Darul Hikmah
Penelitian ini diharapkan untuk mengembangkan pesentren agar semakin lebih
berkembang di dunia Pendidikan pada zaman moderen seperti ini.
E. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Agar masalah dalam penelitian ini lebih fokus dan penelitian ini tidak menyimpang dari
apa yang ingin diteliti maka penulis membatasi penelitian pada pembahasan sebagai berikut:
1. Penelitian ini di fokuskan kepada konsep pesantren Darul Hikmah mengenai kecerdasan
emosional dan kecerdasan spiritual.
2. Kecerdasan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual di Pondok Pesantren Darul
Hikmah
3. Efektivitas pesantren dalam meningkatkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual
“Efektivitas pesantren dalam meningkatkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual
(study kasus di pondok pesantren Darul Hikmah Sooko Mojokerto)”, maka penulis paparkan
istilah dalam skripsi ini berikut beberapa istilah yang menurut penulis perlu ditegaskan, antara
lain :
1. Efektivitas
Efektifitas adalah ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya,kesan), manjur atau mujarab
adalah dapat membawa hasil; berhasil guna (tindakan).7
2. Pesantren
Pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan yang mempunyai kekhasan tersendiri
dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya. Para peserta didik pondok pesantren disebut
santri, dan lingkungan pesantren disebut dengan istilah pondok. Dari perumpamaan tersebut
timbullah istilah pondok pesantren.8
3. Meningkatkan
Meningkatkan adalah menaikan (derajat, taraf dsb), mempertinggi, meperhebat ( produksi
dsb); mengangkat diri.9
4. Kecerdasan emosional
Kecerdasan emosional menurut W.Stren adalah kesanggupan jiwa untuk dapat
menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat dalam situasi yang baru.10 Menurut kamus besar
7
Dendy Sugiono, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama,2008), hlm 284. 8
Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah,(Jakarta:...2003),hlm 1. 9
WJS.Poerwadaminta,Kamus Umum Bahasa Indonesia,(Jakarta:Balai Pustaka,1993),hlm 1078. 10
bahasa Indonesia kecerdasan adalah kesempurnaan perkembangan akal budi.11 Kemudian emosi
dalam Oxford English Dictionary secara harfiah didefinisikan sebagai setiap kegiatan atau
pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, serta keadaan mental yang hebat atau meluap-luap.12
Pengertian kecerdasan emosional menurut Daniel Goleman yaitu kemampuan untuk memotivasi
diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, bisa mengendalikan hati, menjaga agar tidak
terbebani oleh stres, berempati dan berdoa.13 Jadi, kecerdasan emosioanl adalah kemampuan
untuk mengetahui perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan, bisa mengenadalikan
perasaan dan memahami perasaan secara mendalam sehingga membantu kecerdasan emosional,
spiritual serta kecerdasan intelektual.14
5. Kecerdasan spiritual
Kecerdasan Spritual adalah berkenaan dengan spirit atau jiwa (rohani, batin).15 Menurut
Ary Ginanjar Agustina mendefinisikan kecerdasan spiritual atau SQ adalah kemampuan untuk
memberi makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku dan kegiatan, serta mampu menyinergikan
IQ, EQ, dan SQ secara komprehensif.16
G. Sistematika Pembahasan
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas serta dapat dimengerti maka di dalam
skripsi ini secara garis besar akan penulis uraikan tentang sistematika pembahasan skripsi ini
sebagai berikut :
11
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pusaka edisi II,1991), hlm 186. 12
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional,(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,1996), hlm 411. 13
Ibid., 42. 14
Stevent J.S, dan Howard.E., Ledakan EQ,(Bnadung: Media Utama,2002), hlm 30. 15
Ary Ginanjar Agustina, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional dan Spiritual (ESQ) Berdasarkan Enam Rukun Iman dan Lima Rukun Islam,(Jakarta: Arga, 2001), hlm 125.
16
pembahasan.
BAB II : KAJIAN TEORI, bab ini terdiri atas tiga sub bab. Pertama adalah konsep pondok
pesantren, pembahasan akan dimulai dengan sejarah pondok pesantren, ciri-ciri dan system nilai
utama dalam pesantren, fungsi dan peran pesantren. Pembahasan yang kedua adalah mengenai
konsep kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual, dimulai dari pembahasan pengertian
kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual
menurut teori, ciri-ciri yang memiliki kecerdsan Emosional Spiritual. Ketiga akan menjelaskan
efektifitas pesantren dalam meningkatkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.
BAB III : METODE PENELITIAN, bab ini tentang jenis penelitian, Rancangan penelitian,
populasi dan sampel, metode pengumpulan data, instrumen penelitian dan analisis data.
BAB IV : LAPORAN HASIL PENELITIAN, bab ini terdiri dua subbab. Pertama adalah
Gambaran umum objek penelitian didalamnya ada, letak geografis PP Darul Hikmah, Sejarah
Singkat PP Darul Hikmah, visi misi PP Darul Hikmah, Struktur Organisasi, Keadaan Peserta
didik, Jadwal Kegiatan PP Darul Hikmah, Keadaan Sarana dan Prasarana PP Darul Hikmah..
Kedua deskriptsi data didalamnya terdapat hasil wawancara dan diskripsi data hasil angket.
9
KAJIAN TEORI
A.Konsep Pesantren
1. Sejarah pondok pesantren
Pada dasarnya pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang
dilaksanakan dengan sistem asrama (pondok) dengan kyai sebagai sentral utama serta
masjid sebagai pusat lembaga (Arifin,1993). Asal usul pesantren tidak bisa dipisahkan dari
sejarah pengaruh walisongo abad XV-XVI di jawa. Lembaga pendidikan Islam ini telah
berkembang khususnya di Jawa selama berabad-abad. Maulana Malik Ibrahim pada 1399
M yang berfokus pada penyebaran agama Islam di Jawa.1 Selanjutnya, tokoh yang berhasil
mendirikan dan mengembangkan pesantren adalah Raden Rahmat (Sunan Ampel).
Pesantren pertama didirikan di Kembangkuning, yang waktu itu hanya dihuni oleh tiga
orang santri, yaitu Wiryo Suroyo, Abu Hurairah, dan Kyai Bangkuning.2 Bahkan Kyai
Machrus Aly menginformasikan bahwa di samping Sunan Ampel (Raden Rahmat)
Surabaya, ada ulama yang menganggap Sunan Gunung Jati (Syaikh Syarif Hidayatullah) di
Cirebon sebagai pendiri pesantren pertama, sewaktu mengasingkan diri bersama
pengikutnya dalam khlwat, beribadah secara istiqamah untuk ber-taqarrub kepada
1
Prof Ahd.Halim Soebahar, Modernisasi Pesantren,(Yogyakarta:Lkis,2013),hlm 33. 2
Allah.3Pesantren Sunan Ampel kemudian dipindahkan ke kawasan Ampel di seputar Delta
Surabaya-karena ini usulah Raden Rahmat yang akhirnya dikenal dengan sebutan Sunan
Ampel. Selanjutnya, putra dan santri dari Sunan Ampel mulai mendirikan beberapa
pesantren baru, seperti Pesantren Giri oleh Sunan Giri, Pesantren Demak oleh Raden Patah,
dan Pesantren Tuban oleh Sunan Bonang.4
Menegenai teka-teki siapa pendiri pesantren pertama kali di jawa khususnya,
Lembaga Research Islam (Pesantren Luhur) cukup cermat dan dapat dipengangi sebagai
pedoman. Dikatakan bahwa Mulana Malik Ibrahim sebagai peletak dasar pertama
sendi-sendi berdirinya pesantren. Sebagai Imam Rahmatullah (Raden Rahmat atau Suanan
Ampel) sebagai wali pembina pertama di Jawa Timur. Adapun sunan Gunung Jati (Syaikh
Syarif Hidayatullah) mendirikan pesantren sesudah Sunan Ampel. Sejarah menyatakan
bahwa teori kematian kedua wali ini menyebutkan bahwa Sunan Ampel wafat pada 1467
M. Sedang Sunan Gunung Jati pada 1570 M.5 Jadi terpaut 103 tahun yang dipandang cukup
untuk membedakan suatu masa perjuangan seorang penyebar Islam. Sebagai ulama yang
memandang Gunung Jati sebagai pendiri pesantren pertama mungkin saja benar, tetapi
khusus di wilayah Cirebon atau umum Jawa Barat memandang Gunung Jati pertama yang
mendirikan pesantren.
3
Prof Mujamil Qomar, Pesantren: dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi,(Jakarta: Erlangga,2011), hlm 8
4
Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren,(Jakarta: Gema Insani Press,1997),hlm 70. 5
Pesantren adalah sebuah kehidupan yang unik, sebagaimana dapat disimpulkan dari
gambaran lahirnya. Pesantren adalah sebuah kompleks dengan lokasi yang umumnya
terpisah dari kehidupan sekitarnya. Buktinya terdapat beberapa bagunan : rumah kediaman
pengasuh (Kyai), sebuah surau/ masjid dan asrama tempat tinggal para siswa (santri).
Pesantren mampu bertahan berabad-abad untuk mempergunakan nilai-nilai hidupnya
sendiri.6 Semula pondok pesantren lebih dikenal sebagai lembaga pendidikan Islam:
lembaga yang dipergunakan untuk penyebaran agama dan tempat untuk mempelajari agama
Islam. Selanjutnya lembaga ini selain sebagai pusat penyebaran dan belajar agama juga
mengusahakan tenaga-tenaga bagi pengembangan agama.7
Perkataan pesantren berasal dari kata santri, yang dengan awalan “pe” didepan dan
akhiran “an” berarti tempat tinggal para santri. Profesor John berpendapat bahwa istilah
santri berasal dari istilah “shastri” yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku
-buku suci agama Hindu. Kata “shastri” berasal dari kata “shastra” yang berarti -buku-buku
suci, buku-buku agama atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan.8 Berdirinya pondok
pesantren bermula dari seorang kyai yang menetap (bermukim) pada suatu tempat.
Kemudian datanglah santri yang ingin belajar kepadanya dan turut pula bermukim di
tempat itu. Karena banyak santri yang datang merekapun mendirikan pondok disekitar
rumah kyai atau masjid. Biasanya tanah tempat terletaknya pondok itu adalah milik pribadi
6
Wahid, Pesantren Sebagai Subkultur,(Jakarta: Lp3es,1988), hlm 40-43. 7
Sunyoto,Pesantren Dalam pendidikan Nasional : Pesantren Dan Pembaharuan,(Jakarta: Lp3es,1988), hlm 61.
8
keluarga kyai. Ada yang kemudian diwakafkan untuk umat Islam dan ada pula yang tetap
berstatus milik keluarga kyai yang dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.9
Kyai merupakan elemen yang paling esensial dari suatu pesantren. Ia seringkali
bahkan merupakan pendirinya. Sudah sewajarnya bahwa pertumbuhan suatu pesantren
semata-mata bergantung kepada kemampuan pribadi kyainya. Menurut asal-usulnya,
perkataan kyai dalam bahasa jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda10 :
1. Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat;
umpamanya,”Kyai Garuda Kencana” dipakai untuk sebutan Kereta Emas yang ada
di Kraton Yogyakarta.
2. Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya
3. Gelar yang diberikan masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memeiliki
atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada
para santrinya. Selain gelar kyai, ia juga sering disebut seorang alim (orang yang
dalam pengetahuan Islamnya).
Menurut Sunyoto (1990: 13) kemungkinan besar pesantren di adaptasi sebagai bentuk
persuasif-adaptif oleh Malik Ibrahim dari bentuk asrama dan biara yang terkesan sebagai
mandala Hindu-Budha Majapahit (berkuasa 788-833/1386-1429), sebagai bentuk
persuasif-adaptif dari kata Arab sholat (menyembah Tuhan dengan ritual yang telah digunakan)
menjadi sembahyang atau menyembahyang Hyang (Tuhan) kata Arab mushalla (tempat
9
Ibid., hlm 19. 10
melakukan sholat) di Jawa disebut langgar yang agak mirip dengan kata sanggar tempat
peribadatan orang Hindu.
Sebagai model pendidikan yang memiliki karakter khusus dalam perspektif wacana
pendidikan nasional sekarang ini, sistem pondok pesantren telah mengundang spekulasi
yang bermacam-macam. Minimal ada tujuan teori yang mengungkapkan spekulasi. Teori
pertama menyebutkan bahwa pondok pesantren merupakan bentuk tiruan atau adaptasi
terhadap pendidikan Hindu dan Budha sebelum Islam datang di Indonesia. Teori kedua
mengklaim berasal dari Indonesia. Teori ketiga menyatakan bahwa model pondok
pesantren ditemukan di Baghdad. Teori keempat melaporkan bersumber dari perpaduan
Hindu-Budha (pra-Muslim di Indonesia) dan India. Teori kelima mengungkapkan dari
kebudayaan Hindu-Budha dan Arab. Teori ke emam menegaskan dari India dan orang
Islam Indonesia. Dan teori ketujuh menilai dari India, Timur Tengah dan tradisi lokal yang
lebih tua.
Dari berbagai pandangan di atas dapatlah disimpulkan bahwa pondok pesantren
adalah suatu lembaga keagamaan yang memberikan sistem pendidikan dan pengajaran
agama Islam, yang keberadaannya dimaksudkan untuk dapat memenuhi kebutuhan para
santri dan masyarakat.
2. Ciri-ciri dan sistem nilai utama dalam pesantren
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan memiliki tujuan utama dalam
mandiri individual merupakan tujuan utama yang diharapkan bagi seorang santri setelah
mereka menyelesaikan kegiatan-kegiatan belajar di pesantren. Untuk mengetahui jiwa,
perilaku mandiri santri yang diharapkan dari pendidikan pesantren, maka terlebih dahulu
harus di lihat ciri-ciri utama sistem nilai yang berkembang dalam dunia pesantren, sebab
dengan ciri utama atau sistem nilai yang berlaku inilah dapat diketahui watak mandiri santri
model pendidikan pesantren. Dengan kata lain sistem nilai yang berkembang dalam
dinamika kepesantrenan akan memberikan ciri khas yang spesifik kepada pola kehidupan
santri.
Adapun sistem nilai yang berkembang dalam pesantren tersebut adalah :
a) Kehidupan yang serba ibadah
Nilai utama yang pertama adalah cara memandang kehidupan secara keseluruhan
sebagai ibadah. Sementara semenjak pertama kali santri memasuki dunia pesantren,
seorang santri diperkenalkan kepada dunia tersendiri, di mana ibadah menempati
kedudukan yang lebih tinggi. Implikasi dari nilai serba ibadah sangat kental
mewarnai kehidupan sehari-hari terhadap diri santri, prilaku kehidupan sosial, tata
krama, pengorbanan yang bertahun-tahun mencari ilmu di pesantren, pengabdian
dan ketulusan mengabdi kepada guru atau orang berilmu, sampai pada pengaturan
jodoh dan pengaturan masa depan. Pengaruh dari implikasi terhadap prilaku santri,
akan nampak padaa sikap dan tingkah laku keseharian dalam berbagai bentuk
perjuangan mendirikan lembaga kepesantrenan ketika sudah kembali ke kampung
halaman santri.
b) Kecintaan terhadap ilmu-ilmu agama
Kecintaan terhadap ilmu-ilmu agama membuat seorang kyai sebagai fasilitator
selalu berjerih payah untuk mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada santri. Sama
halnya denga kecintaan kepada nilai kebenaran yang di bawa oleh ajaran agama,
sebagai membuat kyai berpayah-payah mempertahankan ajaran formal agamnya
yang diharapkan dengan perubahan-perubahan yang cepat dan mendasar dalam
kehidupan masyarakat.
c) Keikhlasan atau ketulusan bekerja untuk tujuan-tujuan bersama
Menjalankan semua yang diperintahkan kyai dengan tiada rasa berat sedikitpun,
bahkan dengan penuh kerelaan, adalah bukti nyata yang paling mudah untuk
diketahui sebagai indikator keikhlasan atau ketulusan untuk tujuan kolektif.
Seorangn kyai harus membuka pintu rumahnya sua puluh empat jam penuh segari
semalam untuk melayani kepentingan santri dan masyarakat sekitar. Kehidupan
pribadi kyai seolah-olah larut dalam dinamika dan irama kehidupan pesantren
yang dikelilahnya, bahkan sampai pada tujuan hidup dan pamrih menjadi hal yang
skunder dalam pandangannya .11
Secara umum ketiga nilai ini membentuk sebuah sistem secara khusus yang
berlaku dalam dunia pesantren, yang mampu menopang berkembangnya watak,
11
jiwa dan prilaku mandiri santri di pesantren. Ketiga niali utama atau sistem niali
ini merupakan mutiara dan karakteristik pesantren yang dapat membentuk struktur
keberagamaan santri dalam pencarian proses jati dirinya dengan sinaran
religiusitas yang kokoh. Struktur keberagamaan yang terbentuk dalam sistem
masyarakat pesantren yang demikian ini pada gilirannya membawa para santri
mampu bertahan solid dengan sinaran akhlakul karimah pada saat hidup di
masyarakat yang senantiasa berubah dan dinamis (Ismail & Mukti, 2000 :180).
3. Fungsi dan peran pesantren
Sejak berdirinya pada abad yang sama sengan masuknya Islam hingga sekarang,
pesantren telah bergumul dengan masyarakat luas. Pesantren telah berpengalaman
menghadapi berbagai corak masyarakat dalam rentang waktu itu. Pesantren tumbuh atas
dukungan mereka, bahkan menurut Husni Rahim, pesantren berdiri didorong permintaan
(demand) dan kebutuhan (need) masyarakat, sehingga pesantren memilik fungsi yang jelas.
Fungsi pesantren pada awal berdirinya sampai dengan sekarang telah mengalami
perkembangan. Visi, posisi dan persepsinya terhadap dunia luar telah berubah. Laporan
Syarif dkk, menyebutkan bahwa pesantren pada masa yang paling awal (masa Syaikh
Maulana Malik Ibrahim) berfungsi sebagai pusat pendidikan dan penyiaran agama Islam.
Kedua fungsi ini bergerak saling berjuang. Pendidikan dapat dijadikan bekal dalam
mengumandangkan dakwah sedang dakwah bisa dimanfaatkan sebagai sarana dalam
dari pengembangan dakwah, sebenarnya fungsi edukatif pesantren adalah sekedar
membonceng misi dakwah. Misi dakwah Islamiyah inilah yang mengakibatkan
terbangunnya sistem pendidikan. Pada masa wali songo, unsur dakwah lebih dominan
dibanding unsur pendidikan. Saridjo dkk, mencatat bahwa fungsi pesantren pada kurun wali
songo adalah sebagai pecentak calon ulama dan mubaligh yang menyiarkan agama Islam.
Sebagai lembaga dakwah, pesantren berusaha mendekati masyarakat. Fungsi
pesantren semula mencakup tiga aspek yaitu fungsi religius (diniyah), fungsi sosial
(ijtimaiyyah), dan fungsi edukasi (tarbawiyah). Ketiga fungsi ini masih berlangsung hingga
sekarang. Fungsi lain adalah sebagai lembaga pembinaan moral dan kultural. Kedudukan
ini memberikan isyarat bahwa penyelenggara keadilan sosial melalui pesantren lebih
banyak menggunakan pendekatan kultural. Pesantren bekerja sama dengan mereka dalam
mewujudkan pembangunan. Sejak semula pesantren terlibat aktif dalam mobilisasi
pembangunan sosial masyarakat desa.
B. Konsep Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual
Sebelumnya yang namanya “kecerdasan” senantiasa sama dengan “Kecerdasan
intelektual” atau yang lazim dikenal sebagai IQ (Intelligence Questient). Namun sekarang
anggapan bahwa kecerdasan manusia hanya tertumpu pada dimensi intelektual saja sudah
tidak berlaku lagi. Selain IQ, manusia juga masih memiliki dimensi kecerdasan lainnya
Memasuki abad 21, legenda IQ (Intelligence Quotient) sebagai satu-satunya tolak
ukur kecerdasan yang juga sering dijadikan parameter keberhasilan manusia, digugurkan
oleh munculnya konsep kecerdasan Emosional atau EQ (Emosional Quotient) dan
kecerdasan Spiritual atau SQ (Spiritual Quotient) kecerdasan manusia ternyata lebih luas
dianut selama ini. Kecerdasan manusia bukanlah merupakan suatu hal yang bersifat
dimensi tunggal. Bukan hanya dikukur dari satu dimensi (dimensi IQ). Kecerdasan
akademis sedikit kaitannya dengan kehidupan emosional. Orang dengan IQ tinggi dapat
terperosok ke dalam nafsu yang tak terkendali dan impuls yang meledak-ledak; orang
dengan IQ tinggi dapat menjadi pilot yang tak cakap dalam kehidpuan pribadi mereka.
Terdapat pemikiran bahwa IQ menyumbang paling banyak 20% bagi kesuksesan dalam
hidup, sedangkan 80% ditentukan dari faktor lain.12
1. Kecerdasan emosional
Sebelum membahas lebih jauh tentang kecerdasan emosional penulis singkat
dengan EQ, maka kali ini penulis akan mengulas tentang pengertian EQ itu sendiri. Istilah
“emosional intelligence” diciptakan dan secara resmi pertama kali dilontarkan pada tahun
1990 oleh psikolog Pater Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University
of New Hampshire. Untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya
penting bagi keberhasilan kualitas-kualitas ini antara lain adalah13 :
Empati
12
Daniel Goleman,Emosional Intelegence: Kecerdasan Emosional,(Jakarta: Gramedia,2007), hlm 44. 13
Mengungkapkan dan memahami perasaan
Kemandirian
Kemampuan menyesuaikan diri
Disukai
Kemampuan memecahkan masalah antarpribadi
Ketekunan
Kesetiakawanan
Keramahan
Sikap hormat
Sedangkan istilah “emosional quotient” disumbangkan oleh Dr.Reuven Bar-On,
seorang pakar psikologi Israel Amerika, pada tahun 1985.14 Menurut Reuven Bar-On,
kecerdasan emosional adalah serangkaian kemampuan, kompetensi, dan kecakapan non
kognitif, yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil mengatasi tuntutan dan
tekanan lingkungan.15
Semantara itu, Pater Salovey dan Jack Mayer menjelaskan tentang kecerdasan
emosional sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan
perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan
mengenadalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi.16
14
Steven J dan Howard E, Ledakan EQ,(Bandung: Kaifa.2002), hlm 32. 15
Ibid., 30. 16
Daniel Goleman, menjelaskan bahwa kecerdasan emosi (Emosional Intelligence)
adalah kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain,
kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada
diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.17
Dari beberapa pendapat yang sudah dikemukakan di atas mengenai kecerdasan
emosional, bisa disimpulkan bahwa sebenarnya kecerdasan emosional merupakan
serangkaian kecakapan yang memungkinkan kita melapangkan jalan di dunia yang rumit,
yang meliputi aspek pribadi, sosial, dan pertahanan dari seluruh kecerdasan. Dalam bahasa
sehari-hari, kecerdasan emosional biasanya kita sebut sebagai “street smart (pintar)”, atau
kemampuan khusus yang kita sebut “akal sehat”.18
Hal ini terkait dengan kemampuan
membaca lingkungan politik dan sosial, dan menatanya kembali; kemampuan memahami
dengan spontan apa yang diinginkan dan dibutuhkan orang lain.
Sangat tertariknya banyak orang kepada konsep kecerdasan emosional memang
dimulai dari perannya dalam membesarkan dan mendidik anak-anak, tetapi selanjutnya
orang menyadari pentingnya konsep ini baik di lapangan kerja maupun di lingkungan
sekitar.
Dari sini, bahwa EQ adalah kemampuan untuk merasa. Kunci kecerdasan emosi
adalah kejujuran terhadap suara hati anda. Suara hati ialah yang akan menajadikan rasa
aman, pedoman, kekuatan serta kebijaksanaan. Dengan kesadaran diri yang kokoh itulah,
17
Agus Neggermnto, Quantum Quotient,(Bandung : Nuansa,2002), hlm 98. 18
kita kemudian memiliki rasa respek pada diri sendiri yang tinggi tanpa harus tergelincir
menjadi orang yang sombong atau takabur. Orang yang mempunyai kecerdasan emosi
ditandai dengan kemampuan mengendalikan diri dalam mengahadapi keadaan yang sulit.
Dengan pengendalian diri yang kuat, ia bisa tenang melihat permasalahan dan dengan
tenang memperhitungkan dampak dari suatu keputusan atau suatu tindakan. Membiarkan
emosi tidak setabil hidup di dalam diri, adalah sikap yang akan merugikan keseimbangan
diri dalam meraih kebahagiaan, kedamaian, dan prestasi hidup yang lebih optimal. Orang
yang didalam dirinya terdapat emosi negatif dia akan memiliki sifat dengki, iri hati,
khianat, pemarah dan lain sebagainya akan menggiring seseorang ke jurang kehancuran dan
kenistaan, keberadaan dirinya ditengah masyarakat hanya akan mendatangkan keburukan.19
Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.20
Sudah jelas ayat diatas bahwasannya “Tuhan tidak akan merubah keadaan mereka,
selama mereka sendiri tidak merubah keadaan yang mereka rasakan dan alami.
19
Abu Sangka. Energi Cahaya Ilahi: Spirit Shalat Khusyuk dalm Kehidupan Nyata,(Jakarta: Hikmah, 2007), hlm 5.
20
Perbedaan antara orang yang bodoh dengan orang bijak hanya terletak di dalam
usahanya untuk merubah dirinya sendiri dari emosi yang negatif dengan konsisten. Nanang
Qosim Yusuf menagatakan orang-orang bodoh berusaha dengan sungguh-sungguh
menguasai orang lain. Sementara orang-orang bijak sebaliknya, mereka
bersungguh-sungguh menguasai dirinya sendiri. Bagi sang bodoh dan bijak tetap saja terdapat
kemungkinan untuk gagal. Hanya orang-orang yang sabar dan istiqamah saja yang bisa
memenangkanya.21
Berikiut ini komponen-komponen memiliki kecerdasan emosional :
1) Mengenali emosi diri
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mengendentifikasi apa yang
sesungguhnya kiata rasakan. Setiap kali emosi muncul dalam pikiran kita. Berikut
adalah beberapa contoh pesan dari emosi: takut, sakit hati, marah, frustasi, kecewa,
rasa bermasalah, kesepian.
2) Melepaskan emosi negatif
Keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan untuk memahami dampak dari
emosi negatif terhadap diri kita. Sebagai contoh keinginan untuk memperbaiki situasi
ataupun memenuhi keinginan yang membuat kita mudah marah ataupun frustasi
seringkali justru merusak hubungan kita dengan orang lain serta dapat menyebabkan
stres. Jadi, selama kita dikendalikan oleh emosi negatif, justru kita tidak bisa
mencapai potensi terbaik dari kita. Solusinya, lepaskan emosi negatif melalui teknik
21
pendayagunaan pikiran bahwa sadar sehingga kita maupun orang-orang di sekitar kita
tidak menerima dampak negatif dari emosi negatif yang muncul.
3) Mengelola emosi diri sendiri
Kita jarang pernah menganggap emosi negatif atau positif itu baik atau buruk.
Emosi adalah sekedar sinyal bagi kita untuk melakukan tindakan untuk mengatasi
penyebab munculnya perasan itu jadi emosi awal bukan hasil akhir dari kejadian atau
peristiwa. Kemampuan kita untuk mengendalikan dan mengelola emosi dapat
membantu kiata mencapai kesuksesan.
4) Memotivasi diri sendiri
Menata emosi sebagi alat untuk mencapai tujuan merupakan hal yang sangat
penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri dan
menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Kenadalikan emosional-menahan diri
terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati adalah landasan keberhasilan
dalam berbagai bidang. Memotivasi diri sendiri dapat ditelusuri melalui beberapa hal
sebagai berikut : a) cara mengendalikan dorongan hati, b)derajat kecemasan yang
berpengaruh terhadap unjuk kerja seseorang, c) kekuatan berfikir positif.
5) Mengenali emosi orang lain
Mengenali emosi orang lain berarti kita memiliki empati terhadap apa yang
berkomunikasi dengan orang lain. Inilah yang disebut sebagai komunikasi empirik.
Berusaha mengerti terlebih dahulu sebelum dimengerti.
6) Mengelola emosi orang lain
Jika keterampilan mengenali emosi orang lain merupakan dasar dalam berhubungan
antara pribadi, maka keterampilan mengelola emosi orang lain merupakan pilar dalam
membina hubungan dengan orang lain. Keterampilan mengelola emosi orang lain
merupakan kemampuan yang dahsyat jika kita dapat mengoptimalkannya. Sehingga
kita mampu membangun hubungan antara pribadi yang kokoh dan berkelanjutan.
7) Memotivasi orang lain
Keterampilan memovasi orang lain adalah kemajuan dari keterampilan mengenali
dan mengelola emosi orang lain. Ketrampilan ini adalah bentuk lain dari kemampuan
kepemimpianan, yaitu kempuan menginspirasi, mempengaruhi dan memotivasi orang
lain untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan
membangun kerja sama tim yang tangguh dan andal.
Jadi, sesungguhnya ketujuh keterampilan ini merupakan langkah-langkah yang
berurutan. Kita tidak dapat memotivasi diri sendiri kalau kita tidak dapat mengenali
dan mengelola emosi diri sendiri. Setelah memiliki kemampuan dalam memotivasi diri,
barulah kita dapat memotivasi orang lain.
Satu lagi kecerdasan selain IQ dan EQ, yang diperkenalkan oleh Danah Zohar dan
Ian Marshall di akhir abad-20, yaitu kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient). Menurut
danah Zohar dan Ian Marshall, kecerdasan spiritual yang mereka maksudkan adalah
kecerdasan untuk mengahadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu
kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih
luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih
bermakna dari pada orang lain. Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan yang bertumpu
pada bagian dalam diri kita yang berhubungan dengan kearifan di luar ego, atau jiwa
sadar.22
Kecerdasan spiritual berasal dari kata “spirit” yang berarti ruh. Kata ini berasal dari
bahasa latin, spiritus yang berti napas. Sehingga spiritual dapat diartikan sebagai sesuatu
yang murni. Diri kita yang sebenarnya adalah ruh kita itu. Ruh bisa diartikan sebagai energi
kehidupan, yang membuat kita dapat hidup, bernafas dan bergerak. Spiritual adalah sesuatu
yang ada dalam tubuh kita, fisik, perasaan, dan karakter kita. Jika merujuk pada agama,
pada awal penciptaan manusia, Tuhan meniup ruh diawal kehidupan manusia.
Michael Levin mengatakan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang
mengarahkan cara berfikir kita menuju kepada hakekat terdalam kehidupan manusia, yaitu
penghambaan diri pada Sang Maha Suci. Kecerdasan ini dapat diamati jika individu
tersebut mampu mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari.Artinya sikap-sikap hidup
22
individu mencerminkan penghayatannya akan kebijakan dan kebijaksanaan yang mendalam
sesuai dengan jalan suci menuju Sang Pencipta.23
Marsha Sinetar memberikan makna bahwa kecerdasan spiritual adalah pikiran yang
mendapat inspirasi, dorongan dan efektifitas yang terinspirasi, theisness atau penghayatan
ketuhanan yang di dalamnya kita semua menjadi bagian.24 Sementara itu Khalil Khavari
juga menambahkan bahwa kecerdasan spiritual adalah fakultas dari demensi non material
kita-ruh manusia.25 Inilah intan yang belum terasa kita milikinya. Kita harus mengenalinya
seperti apa adanya, sehingga berkilap dengan tekat yang besar dan menggunakannya untuk
memperoleh kebahagiaan abadi. Seperti dua bentuk kecerdasan lainnya, kecerdasan
spiritual dapat diturunkan dan ditingkatkan. Akan tetapi, kemampuannya untuk
ditingkatkan tampaknya tidak terbatas.
Muhammad Zuhri memberikan definisi SQ yang menarik. SQ adalah kecerdasan
manusia yang digunakan untuk berhubungan dengan Tuhan. Potensi SQ setiap orang sangat
besar dan tak dibatasi oleh faktor keturunan, lingkungan atau materi lainnya.26
Sedangkan menurut Ary Ginanjar, kecerdasan spiritual adalah kemampuan
seseorang dalam memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui
seutuhnya (Hanif), dan memiliki pola pemikiran tauhid (integralistik), serta berprinsip “
hanya karena Allah”. Sebagiamana hadis Rasulullah SAW “Sesungguhnya orang cerdasa
23
Michael Levin, Spiritual 24
Ibid., 2 25
Agus Nggermanto, Quantum Quotient(Kecerdasan Kuantum): Cara Praktis Melejitkan IQ,EQ dan SQ yang harmonis,(Bandung: Nuansa,2002), hlm 17.
26
adalah orang yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dan dia beramal untuk
sesudah mati”.
Kecerdasan spiritual (SQ) itu menurut penelitian-penelitain di bidang neurology,
punya tempat yang khusus dalam otak. Ada bagian dari otak kita yang memiliki
kemampuan untuk mengalami pengalamn-pengalaman spiritual, misalnya untuk memahami
Tuhan, di sekitar kita dan untuk memberi makna dalam kehidupan. Orang yang cerdas
secara spiritual diantaranya bisa dilihat ciri-cirinya antara lain yaitu, bisa memberi makna
dalam kehidupannya, senag berbuat baik, senang menolong orang lain, telah menemuakan
tujuan hidupnya, sia merasa memikul misi yang mulia, sia merasa dilihat oleh Tuhannya.27
3. Ciri-ciri seseorang yang memiliki kecerdasan emosional dan spiritual (ESQ)
Dari seluruh paparan diatas siswa yang memiliki kecerdasan emosional dan spiritual
(ESQ) yang tinggi secara umum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut28 :
1. Ciri-ciri yang memiliki kecerdasan emosional (EQ) yang tinggi diantaranya :
a.Mengenali emosi diri, meliputi :
1).Mampu menyadari (Kesadaran diri) untuk mengenali perasaan
2).Mampu mengendalikan diri terhadap perasaan diri sendiri
b. Mengelola emosi, meliputi :
27
Gufron, Kecerdasan Emosional dan Spiritual, (http;//edukasi.kompasiana/2010/06/06/ kecerdasan-emosi-dan-spiritual), diakses pada 20 november 2015).
28
1) Mampu menangani perasaan, agar perasaan tersebut dapat diungkapkan
dengan tepat.
2) Mampu mengekspresikan dan mengatur emosi serta peka dalam mengenali
kapan kekacauan otak emosional ini terlampau berat untuk di atas.
c. Memotivasi diri sendiri, meliputi :
1) Mampu mengatur emosi serta dapat memotivasi diri untuk melakukan
sesuatu dengan sempurna.
2) Mampu menciptakan emosi (suasana hati) yang nyaman dan senantiasa
bahagia.
d. Mengenali emosi orang lain, artinya :
1) Mampu menyadari, memahami, dan menghargai perasaan dan pikiran orang
lain
e.Membina hubungan dengan orang lain, artinya :
1) Mampu menjalin hubungan dengan orang lain dengan baik serta dapat
mengenali apa yang dirasakan oleh orang lain
2. Ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan spiritual (SQ) yang tinggi diantaranya29 :
a. Memiliki prinsip dan visi yang kuat
b. Mampu melihat kesatuan dalam keragaman
c. Mampu memakai setiap sisa kehidupan
d. Mampu mengelola dan bertahan dalam kesulitan dan penderitaan
29
Akan tetapi, pandangan Ary Ginanjar Agustina tentang orang yang memiliki
kecerdasan emosional dan spiritual (ESQ) yang tinggi adalah orang yang memiliki sifat
yang kesemuanya itu dinamakan Akhlakul Karimah, dimana ciri-cirinya adalah sebagai
berikut:30
1) Konsisten (istiqamah)
Yang termasuk dlam sikap konsisten adalah orang yang:
a. Selalu berusaha dan berpendirian tetap dalam mengadapi rintangan.
b. Selalu menepati janji
2) Kerendahan hati (tawadlu’)
Yang termasuk dalam sikap tawadlu’ adalah orang yang:
a. Mampu menghormati orang lain
b. Tidak sombong atau tinggi hati
c. Mampu menghargai orang lain
3) Berusaha dan berserah diri (tawakal)
Yang termasuk dalam sikap tawakal adalah orany yang:
a. Senantiasa berusaha untuk mencapai apa yang di inginkan
b. Selalu patuh dan taat kepada Allah SWT
4) Ketulusan (keikhlasan)
Yang termasuk dalam sikap ikhalas adalah orang yang :
30
a. Mampu menerima pendapat orang lain dengan lapang dada
b. Tidak suka berbuat riya; atau pamrih
5) Integritas dan penyempurnaan (ihsan)
Yang termasuk dalam sikap integritas adalah orang yang :
a. Memiliki kesungguhan dalam melakukan suatu pekerjaan
b. Memiliki kejujuran dalam bersikap
6) Totalitas (kaffah)
Yang termasuk dalam sikap kaffah adalah orang yang
a. Memiliki sikap akhlakul karimah yang sempurna
b. Tidak setenggah-setengah dalam berbuat atau bertindak atau melakukan
sesuatu1
C. Efektifitas Pesantren dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional dan
kecerdasan Spiritual di PP Darul Hikmah Sooko Mojokerto
Selama ini, banyak berkembang dalam masyarakat kita sebuah pandangan stereotip,
dikotomisasi antara dunia dan akhirat. Dikotomi antara unsur-unsur kebendaan dan unsur
agama, anatara unsur kasat mata dan tak kasat mata. Meterialisme versus orientasi
nilai-nilai Ilahiyah semata. Meraka hanya memiliki keberhasilan di alam “vertikal” cenderung
berpikir bahwa kesuksesan dunia justru adalah sesuatu yang bisa dinisbatkan atau sesuatu
yang bisa dengan mudah dimarginalkan. Dan hasilnya, mereka unggul dalam kekhusyu’an
pada alam kebendaan, kekuatan berpikirnya tak pernah diimbangi oleh kekuatan spiritual.
Realitas kebendaan, kekuatan berfikirnya tak pernah diimbangi oleh kekuatan spiritual.
Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ memeungkinkan kita untuk menyatukan
hal-hal yang bersifat interpersonal dan interpesonal semata menjembatani kesenjangan
antara diri dan orang lain. Sedangkan EQ, semata-mata tidak dapat membantu kita untuk
menjembatani kesenjangan itu.31 SQ membuat kita mempunyai pemahaman tentang siapa
diri kita dan apa makna segala sesuatu bagi kita, dan bagaimana semua itu memberikan
suatu tempat di dalam dunia kita kepada orang lain. SQ juga kita gunakan untuk mencapai
perkembangan diri yang lebih utuh karena kita memang memiliki potensi untuk itu. SQ
akan membantu kiata menjalani hidup pada tingkat makna yang lebih dalam. Maksudnya
dalam kehidupan kita SQ menjadikan kita baik dalam tingkahlaku.
Sealain itu, ada perbedaan penting antara SQ dengan EQ yang terletak pada daya
ubahnya. Sebagaimana dijelaskan oleh Daniel Goleman, EQ memungkinkan kita untuk
memutuskan dalam situasi apa kita berada, lalu bersikap secara tepat di dalamnya. Hal ini
juga berarti di dalam batasan situasi dan membiarkan situasi tersebut mengarah kepada kita.
Akan tetapi SQ memungkinkan kita untuk bertanya apakah memang kita ingin berada pada
situasi tersebut. Apakah kita lebih suka mengubah situasi tersebut, memperbaikinya? Ini
berarti dengan batasan situasi kita, yang memungkinkan kita untuk mengarahkan situasi
kita.
31
24
Metode dalam suatu penelitian sangat penting bagi seorang peneliti, sebab dengan
menggunakan suatu metode yang tepat maka akan mendapatkan hasil yang tepat pula.
Artinya apabila seorang akan mengadakan penelitian ilmiah dengan menggunakan suatu
metodologi yang sesuai dengan apa yang diselidiki. Maka akan mendapatkan atau
menghasilkan data yang benar dan dapat dipertangungjawabkan secara ilmiah. Metode
didefinisikan dengan cara yang tepat untuk melakukan sesuatu menggunakan pikiran agar
mencapai satu tujuan. Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat,
merumuskan dan menganalisa suatu yang diteliti sampai menyusun laporan.1
Metode penelitian berbeda dengan metodologi penelitian, metode penelitian
mengemukakan secara teknis tentang metode-metode yang digunakan dalam penelitian,
sedangkan metodologi penelitian membahas tentang konsep teoritis tentang berbagai
metode, kelebihan dan kekurangannya, yang dalam karya ilmiah dilanjutkan dengan
pemilihan metode yang digunakan.2
A. Jenis Penelitian
Dalam penelitian kali ini metode yang digunakan adalah Penelitian Kualitatif.
Model kualitatif, merupakan model keputusan yang mempergunakan stastistik Deskriptif
1
Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian,(Jakarta: Bumi Aksara,1997),hlm 1. 2
.3Menurut Sugiyono, metode penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai metode diskriptif
atau memberikan gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi
sebagaimana adanya. Pada stastistik ini, akan dikemukakan cara-cara penyajian data,
dengan tabel bias maupun distribusi frekuensi.4
a. Data variabel pertama
Yaitu data tentang efektifitas pesantren dalam meningkatkan
b. Data variabel kedua
Yaitu data tentang kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual di Pondok
Pesantren Darul Hikmah
B. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan proses yang dilakukan secara bertahap, yakni dari
perencanaan dan perancangan penelitian, menuntukan fokus penelitian, waktu penelitian
pengumpulan data, analisis dan penyajian hasil penelitian. Penulisan hasil penelitian ini
dilakukan secara deskriptif atau melaui uraian-uraian yang menggambarkan dan
menjelaskan subjek penelitian. Pendekatan dalam penelitian ini mengikuti langkah-langkah
kerja penelitian kualitatif. Dalam hal ini disebut kualitatif karena sifat data yang
dikumpulkan adalah data kualitatif, yakni tidak menggunakan alat-alat pengukur. Metode
kualitatif mengahasikan data deskriptif, baik berupa kata-kata ungkapan tertulis maupun
lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati.
3
Muslich,Metode Kuantitatif,(Jakarta:Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,1993),hlm 4. 4
C. Populasi dan Sampel
Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang
menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulannya.5Populasi yang peneliti ambil adalah seluruh santri
putra maupun putri PP Darul Hikmah Sooko Mojokerto tahun pelajaran 2015/2016.
Sampel
Teknik pengambilan sampel yang penulis lakukan adalah probability sampling
yakni simple random sampling. Hal ini mengingat penelitian tidak memperhatikan starta
yang ada di dalam populasi tersebut dengan kata lain populasi bersifat homogen (sejenis).
Adapun banyaknya sampel yang diambil menutut Winarto Surakhmad adalah
apabila ukuran populasi sebanyak 100 atau kurang, pengambilan sampelnya
sekurang-kurangnya 50% dari ukuran populasi. Apabila ukuran populasinya sama dengan 1000 atau
lebih pengambilan sampelnya minimal 15% dari populasi.6
Berdasarkan pendapat diatas maka penulis mengambil sampel banyak 50% dari jumlah
populasi yakni populasi sebanyak 130 maka sampelnya adalah 40 responden.
5
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan,(Bandung: Alfabeta,2008), hlm 117. 6
D. Metode Pengumpulan Data
a. Wawancara
Interview merupakan suatu peroses tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih
berhadap-hadap secara fisik yang satu dapat melihat yang lain dan mendengarkannya.7
Metode interview ini juga sering disebut wawancara atau kuesioner lisan, adalah sebuah
dialog yang dilakukan pewawancara untuk memperoleh informasi dari
terwawancara.8untuk mendapatkan data primer dengan cara berkomonikasii dua arah.9
Wawancara tersturuktur dilakukan secara terencana, runtut dari awal sudah diketahui
informasi apa yang akan digali, oleh karena itu dalam melakukan wawancara, pengumpul
data telah menyiapkan beberapa pertanyaan tertulis yang alternative jawabannyapun telah
disiapkan.10 Metode ini penulis gunakan untuk dapat memperoleh data tentang latar
belakang siswa secara mendalam.
Metode ini digunakan untuk mengetahui informasi tentang keadaan pesantren seperti
mengenai sejarah berdirinya sekolah, visi dan misi pesantren dan sebaginya maupun
informasi lain mengenai guru dan santri. Dalam metode ini penulis menggunakan interview
yang bebas terpimpin dalam arti peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang ada
hubungannya dengan penelitian.(Terlampir)
7
Hermawan warsito, Pengantar Metode penelitian,(Jakrata: Gramedia Pustaka Utama,1995), hlm74. 8
Suharsimi Arikunto.,hlm 126. 9
Ibid, 96 10
b. Observasi
Observasi adalah suatu metode pengukuran data untuk mendapatkan data primer,
yaitu dengan cara melakukan pengamatan langsung secara seksama dan sistematis dengan
menggunakan alat indra.11 Metode ini penulis gunakan untuk dapat memperoleh data
tentang lokasi pesantren, jumlah ruang belajar serta sarana dan prasarana yang dimiliki
pesantren tersebut.
c. Angket
Metode angket adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden. Diminta mengisinya baik
dalam arti laporan tentang kepribadiannya atau hal-hal yang diketahui.12 Instrumennya
adalah quistioner yaitu dengan memberikan kisi-kisi soal yang harus di jawab oleh santri
denga jujur. Angket yang penulis gunakan adalah angket berstruktur dan tertutup artinya
angket tersebut telah disusun dan jawbannya telah disediakan, sehingga responden tinggal
menjawabnya. Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang kecerdasan emosional
dan spiritual.
pertanyaan yang digunakan sebagi alat untuk mengukur sikap kecerdasan emosional dan
spiritual siswa. Adapun tiap-tiap jawaban dari per-item pertanyaan diberi sekor nilai 1
sampai 4. (Terlampir).
Tidak pernah 1
11
Zainal Mustafa EQ, Mengurai variabel hingga instrumentasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), 12
Kadang-kadang 2
Sering 3
Selalu 4
d. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan
sebagainya.13 Dengan metode dokumentasi ini diharapkan dapat memperoleh gambaran
umum PP.Putri Darul Hikmah Sooko Mojokerto meliputi letak geografisnya, jumlah santri
(siswa), sejarah berdirinya, dan keadaan guru dan santri (siswa).
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah penggunaan pedoman wawancara sesuai dengan
karakteristik pnelitian kualitatif, dalam hal ini peneliti merupakan perencana, pengumpul
data, penganalisis , penafsir data, dan akhirnya menarik simpulan dari hasil pendataan . jadi
dalam pnelitian ini peneliti merupakan instrumen utama karena terjun langsung dalam
penelitian, penlitian adalah tangan pertama yang melacak data.
Pedoman wawancara (interview gulde) , yaitu serangkaian pedoman wawancara
yang digunakan sebagi alat untuk mengajukan pertanyaan kepada informan. Dalam
penelitian ini digunakan pedoman wawancara dengan pertanyaan terbuka yang
memungkinkan setiap pertanyaan bekembang ke arah yang lebih spesifik. Selain pedoman
wawancara peneliti menggunakan catatan lapangan (field notes). Catatan ini digunakan
13
untuk mencatat apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka
pengumpulan data di lapangan, di samping ditunjang alat perekam (recorder) sebagai alat
bantu merekam hasil wawancara.
F. Analisis Data
Dalam penelitian menggunakan analisa data kualitatif. Analisa data kualitatif
merupakan proses pengorganisasian dan Cara ini sangat mudah apabila telah terdapat
daftar lengkap unsur-unsur populasi. Prosedur yang cukup akurat untuk pengambilan
sampel secara acak adalah dengan menggunakan tabel angka acak (Table of random
numbers) disamping itu dapat pula dilakukan dengan cara mengundi.
31
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Letak Geografis Pondok Pesantren Darul Hikmah
Pondok Pesantren Darul Hikmah terletak di Jl. KH.Ismail,No.90 Kedung Maling,
Sooko, Mojokerto. tepatnya berjarak kira-kira 500M dari jalan raya yang jalan ini
merupakan jalan pantura yang dilewati menuju Jawa Tengah.
Adapun batas-batas desa kedung maling adalah sebagai berikut:
Sebelah barat berbatasan dengan desa Gemekan
Sebelah timur berbatasan dengan desa Karang Kedawang
Sebelah selatan berbatasan dengan pasar Brangkal
Sebelah utara berbatasan dengan desa Kubur Telu
Situasi umum dari desa Kedung Maling ialah sangat strategis mengingat di desa
Kedung Maling sebelah selatanya terdapat pasar Brangkal. Daan dekat dengan jalan raya
dimana jalan raya yang merupakan jalan pantura yang menuju kota Surabaya dan menuju
Jawa Tengah.
2. Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesantren Darul Hikmah
Pondok ini didirikan sejak bulan Juli 1945 oleh seorang Ulama` bernama KH.
tahun 1945 – 1955. Semenjak pondok tersebut didirikan masih banyak mengalami
hambatan-hambatan, sehingga pada sepuluh tahun pertama jumlah murid hanya sekitar
kurang lebih 20 santri. Perkebangan tahun 1955 – 1965.
Setelah sepuluh tahun pertama belum ada perkembangan, maka diambil
kebijaksanaan oleh pendiri pondok untuk menampung anak-anak yang tidak mampu belajar
supaya belajar dipondok tersebut tanpa dipungut biaya, sehingga untuk biaya makan setiap
harinya dan biaya belajarnya ditanggung pribadi oleh pendiri pondok, akhirnya pada 20
tahun perkembangan pondok tersebut ada peningkatan santri hingga mencapai kurang lebih
80 santri.
Perkembangan tahun 1965 – 1975. Setelah tahun 1965, maka jumlah santri yang
ingin belajar dipondok pesantren semakin banyak, maka oleh pimpinan pondok diusahakan
untuk membeli tanah, guna tempat pembangunan gedung pondok yang baru, maka dibelilah
tanah berukuran 25×100m dan tanah berukuran 25×40m, maka dibangunlah sebuah gedung
tempat penampungan anak pondok berukuran 8×15m dan telah ditempati sampai sekarang.
Perkembangan tahun 1975 – 1985.Setelah tahun 1975 maka jumlah murid semakin
banyak sehingga kurang lebih mancapai 250 santri, maka diputuskan untuk mendirikan
sekolah diniyah dan sampai sekarang masih berjalan sehingga mencapai 6 kelas tingkat SD
dan 3 kelas tingkat SLTP. Dan bertempat pada tempat yang sangat sederhana dan fasilitas
yang kurang memadai. Akhirnya diusahakan untuk membangun gedung sekolah direncakan
tersebut meninggal dunia. Sejak itu digantikan oleh putra beliau yang bernama KH.
Basyaruddin Ismail, dari kepemimpinanya pondok pesantren berkembang sampai membuat
pendidikan formal Mts Darul Hikmah pada tahun 1988 dan pada tahun 1991 di lanjutkan
pembangunan MA Darul Hikmah, selain itu juga membangun gedung pondok pesantren
sebanyak dua komplek yang terkenal dengan sebutan pondok tengah (kerena terletak
diantara pondok utama dan pondok sebelah utara/pondok loer) dan pondok loer (kerena
terletak di sebelah utara pondok utama). Dan berkembang sampai sekarang.1
3. Visi misi Pondok Pesantren Darul Hikmah
a. Visi
Visi adalah gambaran sekolah yang ingin dicita-citakan di masa depan. Visi
merupakan rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan di masa yang akan datang.
Visi harus berorientasi pada tujuan pendidikan dasar dan tujuan pendidikan nasional.
Perpedoman pada pengertian tersebut, maka visi Pondok Pesantren Darul Hikmah :
Mempersiapkan sumber daya manusia yang berilmu, berakidah, berakhlak, beramal sesuai paham
Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah. Serta unggul dalam bidang Agama.
b. Misi
Misi merupakan tindakan strategis yang akan dilaksanakan untuk mencapai visi
Pondok Pesantren Darul Hikmah. Menetapkan beberapa misi guna mencapai visinya, yaitu:
Santri ungul dalam Akhlak
Santri ungul dalam Ilmu Nahwu dan Shorof
1
Santri ungul dalam bidang Dakwah Islam
Santri ungul dalam Hadits
Membekali santri dengan ilmu Agama berdasarkan Ahlus Sunnah Wal-Jama
4. Struktur Organisasi
[image:49.612.51.477.239.671.2]Berikut adalah tabel dari Struktur Organisasi
Gambar 4.1.Struktur Organisasi Pondok Putra Darul Hikmah
PENGASUH PUTRA
KH.A.Muzaaki Basyaruddin
PENASEHAT 1
H. Nafek Balya
PENASEHAT 2
H. Imam Hanafi
KETUA PUTRA
Syahrur Munir
WAKIL KETUA
A. Naufal Zuhud
SEKERTARIS
M. Chamiruddin
BENDAHARA
Gambar 4.1.Struktur Organisasi Pondok Putra Darul Hikmah
SEKSI
PENDIDIKAN
1. A. Yudistira
2. Fadhi Fahyudianto
3. Abdillah Al-Mahbu
SEKSI JAMAAH
1. Fathur Rozi
2. Roikho
3. M. Imam Baihaqi
SEKSI DAKWAH
1. Harun Arrosyid
2. Fathul Anam
3. Harda
SEKSI KEBERSIHAN
1. M. Hasbi Wakafa
2. M. Afif Mufia
3. Awalul Masnun
PENGASUH PUTRI
Bunyai. H