• Tidak ada hasil yang ditemukan

BahanAjar Hak Menguji Perundang-undangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BahanAjar Hak Menguji Perundang-undangan"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

HAK MENGUJI

(2)

Hak Menguji Perundang-undangan Dalam Kerangka Ilmu Hukum Tata Negara

Sub Pokok Bahasan

1.

Pentingnya hak menguji dalam

kerangka Ilmu Hukum Tata

Negara

2.

Pengertian dan Pembagian Hak

Menguji

3.

Hubungan hak Menguji dengan

(3)

Pengertian

‘Hak Uji’ diartikan dari bahasa Belanda

yaitu : TOETSINGRECHT

Toetsing = Menguji/Review

Recht = Hukum/Hak/Law/Rights

(4)

Lannjutan

What is judicial review?

 Judicial review (UK) relates to the granting of the prerogative orders

of certiorari, mandamus, and prohibition (Beale 1997: 55).

 Judicial review (UK) sometimes called the supervisory jurisdiction, is

the High Court’s power to police the legality of decisions made by public bodies (Alder 2005: 357).

What is judicial review?

Judicial reviewis the power of a court to review a statute, or an official action or inaction, for constitutionality. In many jurisdictions, the court has power to strike down a statute, overturn an official action, or

compel an official action, if the court believes the constitution so

requires. In some countries, courts also have authority to strike down statutes even though they are constitutional, for violation of basic

(5)

Lanjutan

Berdasarkan pengertian

tersebut kata judicial review,

toetsingrecht, and hakuji,

tidaklah sama karena terdapat

beberapa aspek perbedaan

(6)

Tabel. 1

Aspects HakMenguji Judicial Review

Review authority Not always judge or

judicial bodies Judge or judicial bodies

(toetsingsrechtvan de rechter)

Object Legislations Legislations and Administrative Decision (KTUN)

Trigger Not necessary based on specific

sue/application/ objection

Based on sue/petition/ objection

(7)

Hak Menguji di Indonesia

Pasal24A (1) UUD 1945: Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi,

menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang terhadap

undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang. ***)

(8)

Lanjutan

Menurut JimlyAsshidiqie Hak uji dilakukan dalam dua bentuk yaitu :

a.Materiiletoetsing :

Pemeriksaan pengujian UU yang dilakukan secara materi

(9)

Materiiletoetsing

Pengujian terhadap materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian dari peraturan

perundang-undangan yang lebih rendah

terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

Misal :

materi muatan undang-undang dianggap

bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(10)

Formeletoetsing

Pembentukan undang-undang tidak memenuhi

ketentuan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Bentuk atau format UU yang dibentuk sudah tepat

menurut UUD

Sejauhmana prosedur yang ditempuh dalam

proses pembentukan UU memang ditaati

Lembaga yang terlibat memang berwenang

Prosedur pengundangan dan pemberlakuannya

sesuai dengan ketentuanUUD atau

(11)

Aspek HakMenguji Judicial Review

WewenangPengujian Tidakselaluhakim/ badanperadilan OlehHakim/

BadanPeradilan(toetsingsrechtvan de rechter)

Objek PeraturanPerundang-Undangan

PeraturanPer-UU-an danKeputusanAdministrasi(KTUN)

Trigger Tidakhrs adagugatan/permohonan/keberatan

Gugatan/ Permohonan/ keberatan---perkara

(12)
(13)

Perkembangan Pemikiran Hak Menguji di Indonesia

 Sub Pokok Bahasan

1. Perdebatan hak menguji dalam Persiapan UUD 1945

2. Hasil Seminar Hukum Nasional II di Semarang

3. Beberapa perdebatan setelah lahirnya UU 14/1970 dan UU 14/1985

(14)

Perkembangan Yuridis Hak Menguji

 Sub Pokok Bahasan

1. Hak Menguji dalam UUD 1945 2. Hak menguji dalam KRIS 1949 3. Hak Menguji dalam UUDS 1950 4. Hak Menguji dalam Peraturan

Perundangan lainnya.

(15)

Menurut UUD 1945 Periode I

TIDAK

DIRUMUSKAN

(16)

Konstitusi RIS 1949

Pasal 130

(1) Sekalian usul undang-undang jang telah

diterima oleh Dewan Perwakilan Rakjat dan, djika usul2 itu mengenai urusan sebagai diterangkan dalam pasal 127, sub a, telah dirundingkan oleh Senat sesuai dengan jang ditetapkan dalam pasal 131 dan pasal2 berikutnja, memperoleh kekuatan undang-undang, apabila sudah disahkan oleh

Pemerintah.

(17)

Konstitusi RIS

Pasal 156

(1) Djika Mahkamah Agung atau pengadilan2 lain jang mengadili dalam perkara perdata atau dalam perkara hukuman perdata, beranggapan bahwa suatu ketentuan dalam peraturan

ketatanegaraan atau undang2 suatu daerah-bagian berlawanan dengan Konstitusi ini, maka dalam keputusan kehakiman itu djuga, ketentuan itu dinjatakan dengan tegas tak-menurut- Konstitusi.

(2) Mahkamah Agung berkuasa djuga menjatakan dengan tegas bahwa suatu ketentuan dalam peraturan ketatanegaraan atau dalam

undang-undang daerah-bagian tak-menurut-Konstitusi, djika ada surat permohonan jang beralasan jang dimadjukan, untuk

(18)

UUDS 1950

Pasal 95

(1)Sekalian usul undang-undang jang telah diterima oleh Dewan Perwakilan Rakjat memperoleh kekuatan undang-undang, apabila sudah disahkan oleh Pemerintah.

(19)

TAP MPR NOMOR III/MPR/2000

Pasal 5

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

2. Mahkamah Agung berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang.

3. Pengujian dimaksud ayat 92) bersifat aktif dan dapat dilaksanakan tanpa melalui proses peradilan kasasi. 4. Keputusan Mahkamah Agung mengenai pengujian

(20)
(21)

ada beberapa model pengujian Undang-undang yang dikenal didunia dalam bukunya Jimly Asshidiqie

mengemukakan ada 10 (sepuluh) model antara lain :

Model Amerika Serikat;

Model Austria (Continental Model);

Model Conseil Constitutionnel Perancis;

Model Campuran Amerika dan Kontinental; Model Pengujian oleh Special Chambers; Model Belgia;

Model Tanpa Judicial Review; Model Legislative Review;

Model Executive Review;

Model International Judicial Review

(22)

Model Amerika Serikat;

Pada model ini pengujian dilakukan oleh sepenuhnya oleh Mahkamah Agung dengan status sebagai The Guardian of Constitution. Model pengujiannya

tersebar yang mengandung makna bahwa pengujian atau Judicial Review juga dilakukan atas persoalan-persoalan konstitusionalitas oleh semua pengadilan biasa melalui prosedur yang dinamakan pengujian terdesentralisasi didalam perkara yang diperiksa di pengadilan biasa. Putusan yang diambil hanya

mengikat para pihak yang berperkara dalam perkara yang bersangkutan. Putusan bersifat deklaratoir dan retrospektif. Pada sistem Amerika yang menganut

sistem common law dikenal sistem judge made law

(23)

Model Austria (

Continental

Model

);

Model Austria sangat dipengaruhi oleh pemikiran Hans Kelsen melalui Stufenbow Theory. Prinsip dasar yang digunakan adalah adanya

keseimbangan antara supremasi parlemen (the supremacy of parliament) dan supremasi

konstitusi (the supremacy of constitusion),

sehingga pelaksanaan asas kedaulatan rakyat tidak menyimpang dari pesan konstitusi sebagai

the supreme law of land. Artinya apabila doktrin supremasi parlemen bertentangan dengan

supremasi konstitusi maka yang supremasi

konstitusi yang diutamakan. Pengujian dilakukan oleh sebuah pengadilan konstitusi tersendiri

dengan membentuk sebuah Mahkamah Konstitusi yang berwenang melakukan pengujian terutama atas norma yang abstrak (abstract review) yang bersifat umum dan norma konkrit (concret

(24)

Model

Conseil Constitutionnel

Perancis;

Di Perancis dibentuk sebuah dewan yang diberi nama Conseil Constitutionnel bukan pengadilan (court). Dewan ini lahir akibat adanya penolakan terhadap kewenangan hakim untuk melakukan constitusional review terhadap produk parlemen sehingga Perancis tidak membentuk sebuah

(25)

Model Campuran Amerika dan

Kontinental;

Merupakan campuran antara model Amerika

Serikat dan Eropa Kontinental dengan unsur baik sistem yang tersebar dan sistem yang

terkonsentrasi. Meskipun pengujian

konstitusionalitas dilakukan secara terpusat di

Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung atau bahkan terpusat pada kamar tertentu (special

chamber) dalam badan peradilan yang ada, semua tingkatan pengadilan pun dapat menyampingkan berlaku suatu undang-undang yang dinilai

(26)

Model Pengujian oleh

Special

Chambers

;

Model ini dilakukan dengan cara

melembagakan pengujian konstitusionalitas (constitusional review) itu ke dalam fungsi

badan-badan peradilan yang sudah ada dalam bentuk ‘special chamber’, tetapi bukan di

(27)

Model Belgia;

Fungsi constitusional review diberikan dan

dilakukan oleh badan peradilan tertinggi dibidang Arbitrase yang kedudukannya sejajar dengan

Mahkamah Agung yang disebut Court of Arbitration.

Salah satu jalan pikiran yang dikembangkan dibalik itu ialah bahwa persoalan constitusional review

dilihat sebagai sengketa atau perselisihan

(28)

Model Tanpa Judicial Review;

Model ini menganut prisnsip supremasi

parlemen jadi pada model ini menolak adanya kewenangan hakim untuk menguji produk

parlemen atau legislative. Pengujian hanya boleh dilakukan atas tindakan yang bersifat administratif. Jadi pada model ini tidak ada pengujian konstitusional. Konsep ini

(29)

Model Legislative Review;

Pada model ini pengujian konstitusionalitas tidak dilakukan oleh hakim namun dilakukan oleh lembaga legislatif atau badan yang

terkait dengan cabang kekuasaan legislatif. Model ini dianut oleh negara yang memegang prinsip supremasi parlemen. Undang-undang hanya dapat diuji atau dibatalkan oleh

(30)

Model Executive Review;

Model pengujian ini dilakukan oleh eksekutif terhadap produk hukum yang dibuat oleh

(31)

Model International Judicial

Review

Berkembang pada negara-negara yang saling mengikatkan diri dalam sebuah organisasi

yang kemudian membentuk sistem baru seolah-olah menjadi sebuah negara Induk.

Misalnya Uni Eropa yang memiliki konstitusi tersendiri dimana undang-undang ataupun

(32)

Centralized system dan decentralized

system

Centralized system adalah Pengujian

konstitusional yang diserahkan kepada semua tingkatan pengadilan

Decentralized system adalah Pengujian

(33)

PENGUJIAN PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN

(34)

Penafsiran Hakim

Kewenangan untuk melakukan Pengujian

Peraturan Perundang-undangan melahirkan kewenangan baru yaitu melakukan

Penafsiran (interpertation)

Hakim yang melakukan penafsiran disebut

(35)

Menurut Carl Von Savigny

pakar hukum Jerman yang mengajarkan tentang penafsiran sebagai rekonstruksi pikiran yang tersimpul dalam

undang-undang.

Penafsiran hukum bukanlah metode yang

(36)

Lanjutan

Interpretasi atau menafsir undang-undang

(wetsuitleg) menurut ajaran hukum sebenarnya

adalah alat pembantu dalam memberi arti, maksud atau ratio terhadap suatu ketentuan

undang-undang. Hal itu disebabkan ketentuan hukum tidak dapat memberikan penyelesaian hukum terhadap permasalahan yang ada pada dunia nyata.

Penafsir undang-undang dibutuhkan untuk memahami tujuan hukum sesungguhnya dan

keputusannya memiliki legitimasi yang mengikat, maka diserahkan wewenang tersebut kepada

(37)

Metode penafsiran

 Interpretasi subsumtif  Interpertasi gramatikal  Interpertasi sistematis  Interpretasi logis

 Interpretasi historis  Interpretasi teleologis  Interpretasi komparatif

 Interpretasi antisipatif/futuristik  Interpretasi restriktif

 Interpretasi ekstensif  Interpretasi otentik

(38)

Interpretasi subsumtif

Penerapan suatu teks perundang-undangan

terhadap kasus in concreto dengan belum memasuki taraf penggunaan penalaran dan penafsiran yang lebih rumit, tetapi sekadar menerapkan sillogisme.

Sillogisme adalah bentuk berfikir logis

(39)

Interpertasi gramatikal

Menafsirkan kata-kata atau istilah dalam

perundang-undangan sesuai kaidah bahasa (hukum tata bahasa) yang berlaku

Apalagi bahasa hukum kadangkala memiliki

(40)

Interpertasi sistematis (logis)

Menafsirkan dengan

menghubungkannya dengan

peraturan hukum

(41)

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG

OLEH

(42)

POKOK BAHASAN

1. PENDAHULUAN

2. FUNGSI DAN WEWENANG MAHKAMAH

KONSTITUSI

3. PENGATURAN/HUKUM ACARA DALAM UU

MK

4. PROSES DAN PROSEDUR BERACARA DI

MK

(43)

FUNGSI & KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

A. Fungsi Mahkamah Konstitusi

Mengawal Konstitusi, agar

dilaksanakan dan dihormati baik

penyelenggara kekuasaan negara

maupun warga negara.

Penafsir akhir konstitusi, agar

spririt konstitusi selalu hidup dan

mewarnai keberlangsungan

(44)

Kewenangan Mahkamah

a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang

Dasar;

b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara

yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang dasar;

c. Memutus pembubaran partai politik;

d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan

(45)

Lanjutan

(2)Mahkamah Konstitusi Wajib memberikan

putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah

melakukan pelanggaran berupa pengkianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam

(46)

ASAS DAN SUMBER HUKUM ACARA

MK

A. ASAS HUKUM ACARA MK.

1. Persidangan terbuka untuk umum, (Psl. 40 ayat (1) UU MK menentukan secara khusus bahwa sidang MK terbuka untuk umum, kecuali Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH);

2. Independen dan Imparsial, (Psl. 2 UU MK

menyatakan bahwa MK merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk

(47)

Lanjutan

3. Peradilan dilaksanakan secara cepat, sederhana dan murah, (Psl. 4 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman menentukan bahwa peradilan dilakukan dngan sederhana, cepat dan biaya ringan. Penjelasan ayat (2) tersebut, bahwa yang dimaksud sederhana adalah

pemeriksaan dan penyelesaian secara efisien dan efektif, sedangkan murah artinya biaya

dapat dipikul oleh masyarakat pencari keadilan.

 Terkait biaya beracara di MK tidak dipungut biaya,

(48)

Lanjutan

4.

Hak untuk didengar secara seimbang

(Audi et Alteram Partem);

Dalam pemeriksaan permohonan pengujian

undang-undang, Pemohon, Pemerintah dan

DPR serta pihak terkait langsung diberi hak

yang sama untuk didengar. Bahkan

stakeholder lain yang merasa mempunyai

kepentingan dengan undang-undang yang

sedang diuji harus didengar jika pihak

(49)

Lanjutan

5. Hakim Aktif dan Pasif dalam proses persidangan.

Pemeriksaan di MK memiliki karakteristik

khusus yang kental dengan kepentingan umum ketimbang kepentingan perorangan, sehingga proses persidangan tidak dapat diselesaikan melalui inisiatif pihak-pihak saja. Dalam hal

hakim pasif, yakni hakim tidak boleh secara aktif melakukan inisiatif menggerakkan mekanisme MK untuk memeriksa perkara tanpa adanya

permohonan, sedangkan dikatakan aktif, setelah permohonan diajukan, maka dalam proses

(50)

Lanjutan

6.

Ius Curia Novit

, (Pengadilan tidak boleh

menolak untuk memeriksa, mengadili dan

memutus suatu perkara yang diajukan

dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau

kurang jelas, melainkan wajib untuk

(51)

HUKUM ACARA

HUKUM ACARA

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG

TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR

TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR,, (Ps.50 – 60 UU MK) (Ps.50 – 60 UU MK)

Hukum acara khusus yang mengatur prosedur dan hal-hal lain terkait

Hukum acara khusus yang mengatur prosedur dan hal-hal lain terkait

dengan pengujian undang-undang di dalam Undang-undang Nomor 24

dengan pengujian undang-undang di dalam Undang-undang Nomor 24

Th 2003 meliputi hal-hal sebagai berikut:

Th 2003 meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Undang-undang yang dapat dimohonkan pengujian

a. Undang-undang yang dapat dimohonkan pengujian

b. Pihak yang dapat bertindak dalam permohonan pengujian

b. Pihak yang dapat bertindak dalam permohonan pengujian

undang-undang

undang

c. Bentuk pengujian undang-undang

c. Bentuk pengujian undang-undang

d. Kewajiban menyampaikan salinan permohonan kepada

d. Kewajiban menyampaikan salinan permohonan kepada

institusi/lembaga negara tertentu

institusi/lembaga negara tertentu

e. Hak meminta keterangan terhadap lembaga negara terkait dengan

e. Hak meminta keterangan terhadap lembaga negara terkait dengan

permohonan

permohonan

f. Materi putusan

f. Materi putusan

g. Akibat putusan pengujian undang-undang dan kewajiban setelah

g. Akibat putusan pengujian undang-undang dan kewajiban setelah

putusan

(52)

Lanjutan

Undang-undang yang dapat dimohonkan pengujian Undang-undang yang dapat dimohonkan pengujian

1.

1. NormatifNormatif

Hanya Undang-undang yang diundangkan Hanya Undang-undang yang diundangkan

setelah perubahan pertama UUD RI 1945 (Ps. setelah perubahan pertama UUD RI 1945 (Ps.

50) 50)

2. Dikesampingkan 2. Dikesampingkan

Dalam praktek norma tersebut

Dalam praktek norma tersebut dikesampingkandikesampingkan 3. Dibatalkan

3. Dibatalkan

Setelah diajukan permohonan pengujian Setelah diajukan permohonan pengujian

undang-undang norma tersebut dinyatakan undang-undang norma tersebut dinyatakan

bertentangan dengan UUD RI 1945 / dinyatakan bertentangan dengan UUD RI 1945 / dinyatakan

tidak mempunyai kekuatan mengikat secara tidak mempunyai kekuatan mengikat secara

(53)

Pemohon

Pemohon harus memenuhi syarat kedudukan hukum Pemohon harus memenuhi syarat kedudukan hukum

(legal standing)

(legal standing) sebagai Pemohon. sebagai Pemohon.

Mempunyai hak atau kewenangan konstitusionalMempunyai hak atau kewenangan konstitusional

Berlakunya suatu undang-undang dianggap merugikan hak Berlakunya suatu undang-undang dianggap merugikan hak atau kewenangan tersebut

atau kewenangan tersebut

Dalam praktek syarat-syarat dirumuskan sebagai Dalam praktek syarat-syarat dirumuskan sebagai

berikut: berikut:

Hak/kewenangan konstitusional Hak/kewenangan konstitusional

Dianggap dirugikan dengan berlakunya suau undang-Dianggap dirugikan dengan berlakunya suau undang-undang

undang

Bersifat spesifik dan aktual atau potensial yang secara nalar Bersifat spesifik dan aktual atau potensial yang secara nalar sehat pasti terjadi

sehat pasti terjadi

Ada hubungan Causal Verband antara kerugian dan Ada hubungan Causal Verband antara kerugian dan berlakunya undang-undang

berlakunya undang-undang

(54)

HAL-HAL TERKAIT DENGAN

HAL-HAL TERKAIT DENGAN

PUTUSAN

PUTUSAN

1.

1. Putusan yang mengabulkan permohonan Putusan yang mengabulkan permohonan pengujian undang-undang harus dimuat

pengujian undang-undang harus dimuat

dalam Berita Negara dalam jangka waktu

dalam Berita Negara dalam jangka waktu

paling lambat 30 (tigapuluh) hari kerja

paling lambat 30 (tigapuluh) hari kerja

terhitung sejak putusan diucapkan

terhitung sejak putusan diucapkan

dalam sidang terbuka untuk umum

dalam sidang terbuka untuk umum

(Ps. 57 ayat (3))

(Ps. 57 ayat (3))

2. Putusan Mahkamah Konstitusi berlaku

2. Putusan Mahkamah Konstitusi berlaku

ke depan (prospektif)

(55)

3. Putusan Mahkamah Konstitusi

3. Putusan Mahkamah Konstitusi

mengenai pengujian undang-undang

mengenai pengujian undang-undang

disampaikan kepada DPR,DPD, Presiden

disampaikan kepada DPR,DPD, Presiden

dan MA

dan MA

(Ps.59)

(Ps.59)

4. Terhadap materi muatan ayat, pasal

4. Terhadap materi muatan ayat, pasal

dan/atau bagian dari undang-undang

dan/atau bagian dari undang-undang

yang dimohonkan pengujian dan ditolak

yang dimohonkan pengujian dan ditolak

oleh Mahkamah Konstitusi tidak dapat

oleh Mahkamah Konstitusi tidak dapat

dimohonkan pengujian kembali (Ps.60)

dimohonkan pengujian kembali (Ps.60)

HAL-HAL TERKAIT DENGAN PUTUSAN

(56)

BENTUK PENGUJIAN

BENTUK PENGUJIAN UNDANG-UNDANGUNDANG-UNDANG

1.

1. Pengujian formil dimaksudkan sebagai bentuk Pengujian formil dimaksudkan sebagai bentuk

pengujian berkenaan dengan pembentukan UU

pengujian berkenaan dengan pembentukan UU

yang dianggap tidak memenuhi ketentuan

yang dianggap tidak memenuhi ketentuan

berdasarkan UUD NRI 1945;

berdasarkan UUD NRI 1945;

2.

2. Pengujian materiil berkenaan dengan materi Pengujian materiil berkenaan dengan materi

muatan dalam ayat, pasal dan/atau bagian dari

muatan dalam ayat, pasal dan/atau bagian dari

UU yang dianggap bertentangan dengan UUD

UU yang dianggap bertentangan dengan UUD

NRI 1945.

(57)

PENYAMPAIAN SALINAN PERMOHONAN

PENYAMPAIAN SALINAN PERMOHONAN

1.

1. Dewan Perwakilan RakyatDewan Perwakilan Rakyat

2.

2. PresidenPresiden

3.

(58)

PERMINTAAN KETERANGAN

PERMINTAAN KETERANGAN

DAN/ATAU RISALAH RAPAT

DAN/ATAU RISALAH RAPAT

1.

1. Majelis Permusyawaratan RakyatMajelis Permusyawaratan Rakyat

2.

2. Dewan Perwakilan RakyatDewan Perwakilan Rakyat

3.

3. Dewan Perwakilan DaerahDewan Perwakilan Daerah

4.

(59)

MATERI POKOK PUTUSAN

MATERI POKOK PUTUSAN

1.

1. Kewenangan MK RI untuk pengujian Kewenangan MK RI untuk pengujian

undang-undang;

undang-undang;

2.

2. Syarat-syarat kedudukan hukum Syarat-syarat kedudukan hukum

(legal standing)

(60)

PENGUJIAN

PENGUJIAN

PER

PER

UNDANG-

UNDANG-UNDANG

UNDANG

AN

AN

OLEH

OLEH

MAHKAMAH

MAHKAMAH

AGUNG

(61)

 Pasal11 ayat(2) UU No 4/2004 tentang Kekuasaan

Kehakiman: MA mempunyai kewenangan menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang.

 Pasal31 UU No.5 /2004 (perub. UU 14/1985 tentangMA):

(1) MA mempunyai wewenang menguji peraturanperundang – undangan terhadap undang-undang.

(2) MA menyatakan tidak sah peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturanperundang-undangan yang lebih tinggi atau

pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.

(62)

Badan Peradilan di Bawah Mahkamah

Agung

a.

Peradilan Umum

terdapat pengadilan Khusus,

mis ; Pengadilan Tipikor, HAM,

Pajak, Hubungan Industrial,

Niaga dll

b.

Peradilan Agama

c.

Peradilan Militer

(63)

Kewenangan Mahkamah Agung

merupakan pengadilan negara tertinggi dari

keempat lingkungan peradilan

mengadili pada tingkat kasasi terhadap

putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung;

menguji peraturan perundang-undangan di

bawah undang terhadap undang-undang; dan

kewenangan lainnya yang diberikan

(64)

Mekanisme Pengujian atas Peraturan Perundang-undangan di bawah UU

Pengaturan lebih lanjut yang menjabarkan

pelaksanaan dari ketentuan pasal 5 ayat (2) dan (3) TAP MPR No. III tahun 2000 memang belum ada. Namun sebelum keluarnya TAP MPR tersebut

Mahkamah Agung memang pernah mengeluarkan Perma meskipun hal tersebut belum diperbaharui kembali seiring dengan adanya pengaturan dalam TAP MPR No. III tahun 2000 yang menyatakan

kewenangan Mahkamah Agung untuk dapat secara aktif melakukan pengujian atas peraturan

(65)

Lanjutan

Adapun pelaksanaan pengujian atas peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang Berdasarkan Perma No. 1 tahun 1999 tentang Hak Uji Materiil adalah sebagai berikut:

1. Pengujian terhadap peraturan perundang-undangan yang berada di bawah undang-undang dapat dilakukan oleh Mahkamah Agung

sehubungan dengan adanya gugatan atau permohonan keberatan. Gugatan atau permohonan keberatan hanya dapat diajukan terhadap satu peraturan perundang-undangan, kecuali terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung. 2. Gugatan atau permohonan keberatan diajukan kepada Mahkamah Agung dengan cara:

 Langsung ke Mahkamah Agung;

 Melalui Pengadilan Negeri di wilayah hukum tempat kedudukan tergugat.

(66)

Lanjutan

4. Dalam hal gugatan atau permohonan keberatan diajukan secara langsung

kepada Mahkamah Agung maka Kepaniteraan Mahkamah Agung akan memeriksa kelengkapan berkas dan apabila terdapat kekurangan dapat

meminta langsung kepada penggugat/pemohon keberatan atau kuasanya yang sah. 

a. Setelah berkas gugatan/permohonan keberatan tersebut lengkap, Panitera

Mahkamah Agung menyampaikannya kepada Ketua Mahkamah Agung untuk ditetapkan Majelis Hakim Agung yang akan menangani gugatan/permohonan keberatan tersebut.

b. Untuk pengujian peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada

gugatan yang diajukan kepada Mahkamah Agung, setelah berkas gugatan diterima, diperiksa dan dinyatakan lengkap oleh Panitera Mahkamah Agung maka Panitera Mahkamah Agung juga wajib mengirimkan salinan gugatan tersebut kepada pihak tergugat setelah terpenuhinya kelengkapan berkasnya.

c. Tergugat wajib mengirimkan atau menyerahkan jawabannya kepada Panitera

(67)

Lanjutan

5. Dalam hal gugatan/permohonan keberatan diajukan melalui Pengadilan

Negeri setempat maka Panitera Pengadilan Negeri akan memeriksa

kelengkapan gugatan/permohonan keberatan yang telah didaftarkan dan apabila terdapat kekurangan dapat meminta langsung kepada

penggugat/pemohon keberatan atau kuasanya yang sah.

a. Untuk pengujian peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada gugatan yang diajukan kepada Pengadilan Negeri, setelah berkas gugatan diterima, diperiksa dan dinyatakan lengkap oleh Panitera Pengadilan Negeri maka Panitera Pengadilan Negeri mengirimkan salinan gugatan tersebut kepada pihak tergugat setelah terpenuhinya kelengkapan berkasnya.

b. Tergugat wajib mengirimkan atau menyerahkan jawabannya kepada Panitera Pengadilan Negeri dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya

salinan gugatan tersebut.

c. Hari berikutnya setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari di atas, Panitera Pengadilan Negeri yang bersangkutan segera meneruskan meneruskan

(68)

Lanjutan

6. Gugatan/permohonan keberatan diperiksa dan diputus oleh Majelis

Hakim Agung dengan menerapkan ketentuan yang berlaku bagi perkara gugatan/permohonan keberatan dalam waktu

sesingkat-singkatnya sesuai dengan azas peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.

7. Dalam hal gugatan/permohonan keberatan itu beralasan karena

peraturan perundang-undangan tersebut bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan yang lebih

(69)

Lanjutan

8. Pemberitahuan salinan putusan Mahkamah Agung terhadap

gugatan/permohonan keberatan disampaikan dengan surat tercatat kepada para pihak dan dalam hal diajukan melalui Pengadilan Negeri setempat, pemberitahuan salinannya disampaikan juga kepada

Pengadilan Negeri tersebut.

9. Dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari setelah putusan Mahkamah

Agung dikirim kepada tergugat (dalam hal pengujian diajukan

berdasarkan gugatan) / badan atau Penjabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan peraturan tersebut (dalam hal pengujian diajukan

berdasarkan permohona keberatan) tidak melaksanakan kewajiban untuk mencabut peraturan yang bersangkutan maka demi hukum peraturan perundang-undangan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum.

10.Putusan Majelis Hakim Agung atas gugatan/permohonan keberatan

(70)

JUDICIAL REVIEW

JUDICIAL REVIEW

PERATURAN DAERAH

(71)

Konsep Pengawasan Peraturan Daerah

Efektivitas (Effective)Efektivitas (Effective)

Klarifikasi (

Klarifikasi (ClarifyClarify) Evaluasi () Evaluasi (EvaluateEvaluate))

Pembinaan & Pengawasan

Pembinaan & Pengawasan

(

(72)

PENGAWASAN

PENGAWASAN

Pemerintah melakukan Pengawasan terhadap:

a. Pelaksanaan urusan pemerintahan di Daerah

b. Peraturan Daerah dan Peraturan KDH

(Ps 218 UU No. 32/2004)

(73)

7. Peraturan Daerah Provinsi adalah Perat

Per-uu-an yang dibentuk oleh DPRD Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.

8. Peraturan Daerah Kab/Kota adalah Perat Per-uu-an yang dibentuk oleh DPRD

Kab/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota.

(74)

Pembentukan Perda

ditetapkan oleh KDH setelah mendapat

persetujuan bersama DPRD

dibentuk dalam rangka penyelenggaraan

otonomi daerah.

merupakan penjabaran lebih lanjut dari perat

per-uu-an yang lebih tinggi

memperhatikan ciri khas masing-masing

daerah

dilarang bertentangan dengan kepentingan

(75)

(1) Dalam hal suatu UU diduga bertentangan dengan UUD Negara RI Tahun 1945,

pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.

(2) Dalam hal suatu Perat Per-uu-an di bawah UU diduga bertentangan dengan UU,

pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.

Ps 9

(76)

PEMERINTAH DAERAH

PEMERINTAH DAERAH

PEMERINTAH PUSAT PEMERINTAH PUSAT

TIM KAJI ANTAR DEP

TIM KAJI ANTAR DEP KEM YBSKEM YBS

REKOMENDASI

15 HARI KERJA

15 HARI KERJA

15 HARI KERJA

15 HARI KERJA

15 HARI KERJA

(77)

KEBERATAN PEMBATALAN

KDH dapat mengajukan keberatan KDH dapat mengajukan keberatan

pembatalan MA dengan alasan yang dapat

pembatalan MA dengan alasan yang dapat

dibenarkan oleh pert per-uu-an

dibenarkan oleh pert per-uu-an

MA dapat mengabulkan keberatan Pemda MA dapat mengabulkan keberatan Pemda

sebagian atau seluruhnya dan membatalkan

sebagian atau seluruhnya dan membatalkan

Peraturan ttg Pembatalan Perda serta

Peraturan ttg Pembatalan Perda serta

dinyatakan tidak mempunyai kekuatan

dinyatakan tidak mempunyai kekuatan

hukum

hukum

(Ps 145)

(78)

Bertentangan dengan UUD atau peraturan

lain yang lebih tinggi

o Dikeluarkan oleh institusi yang tidak bewenang.

o Adanya kesalahan dalam proses pembentukannya. o Adanya materi muatan yang merugikan hak

konstitusi masy. dan tidak sesuai dengan jenis

perat per-uu-an.

o Terdapat perbedaan penafsiran.

o Terdapat ambiguitas atau keragu-2an dalam

penerapan sbg suatu dasar hukum.

(79)

Referensi

Dokumen terkait

B Menukar pasu lama yang kurang menarik C Menukar pasu yang kecil dengan yang besar. D Menukar medium dan pasu lama yang

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui proses pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan LC 5 E pada Mata Kuliah Instalasi Listrik untuk meningkatkan motivasi dan

Penyebab munculnya keluhan kulit pada pekerja-pekerja adalah akibat dermatitis kontak iritan oleh bahan-bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak

Bentuk yang paling sering dari buta warna terjadi oleh karena masalah pada sistem sel kerucut yang sensitif terhadap gelombang cahaya sedang dan panjang sehingga nantinya sulit

Mustafa Edwin Nasution, Ph.D selaku Ketua Program Studi Ekonomi dan Keuangan Syariah Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia sekaligus Pembimbing Utama. Handi Risza

Dari fenomena yaitu semakin meningkatnya jumlah perceraian yang dilakukan pada pasangan dewasa madya dan telah menikah dalam waktu yang cukup lama, serta ditemukan bahwa

Maksud dan tujuan Mahkamah Konstitusi menguji peraturan perundang undangan dalam bentuk undang-undang tidak lain adalah agar keseluruhan negara hukum Republik Indonesia

Begitu pula yang dilakukan oleh event budaya SIEM 2010, yaitu dengan menggunakan strategi komunikasi pemasaran untuk menginformasikan event SIEM 2010 kepada masyarakat dan