PROSPEKSI MINERAL LOGAM
DI KABUPATEN BURU SELATAN, PROVINSI MALUKU
Franklin
Kelompok Program Penelitian Mineral
SARI
Kabupaten Buru/Buru Selatan merupakan salah satu kawasan di luar Busur Banda (jalur
gunung api) dengan formasi geologi bervariasi antara batuan sedimen dan metamorfik. Satuan
litostratigrafi Kabupaten Buru Selatan disusun oleh batuan metamorfosa/malihan regional
dinamotermal yang berumur Pra Tersier (Permo) yang ditutup oleh batuan sedimen baik selaras
maupun tidak selaras di atasnya serta batuan terobosan/intrusi yang memotong batuan
metamorfosa dan batuan sedimen di atasnya. Adanya poros lipatan (antiklin dan sinklin) dan
tekanan gaya kompresional menyebabkan terjadinya sesar normal/turun tensional dan
pasangannya (shear fault) ditambah dengan tingkat rekahan yang sangat intensif diharapkan
menjadi faktor pengontrol adanya pembentukan minerali di wilayah ini. Indikasi pemineralan
berdasarkan hasil analisis kimia terhadap conto batuan menunjukkan di daerah Waemese
emas 6 gr/ton, As 2,6 gr/ton dan Hg 5,7 gr/ton. Conto lainnya Au 0,41 gr/ton, As 1,3 gr/ton dan
Hg 0,3 gr/ton. Angka ini cukup berarti dan logam yang terkandung berasal dari batuan yang
bersifat hydrous Iron Oxyde yang sifat pemineralannya adalah pengisian pada
retakan-retakannya yang telah mengalami ubahahan. Conto batuan ini singkapannya cukup luas dan
berdasarkan hasil analisis kimia didukung oleh hasil analisis mineragrafi untuk sementara
PENDAHULUAN
Berdasarkan hasil penyelidikan terdahulu
(PT. Nusa Namrole Mining, 1988)
ditemukan anomali geokimia Cu, Pb, Zn Au
dan Hg dan emas dalam konsentrat dulang
di beberapa aliran sungai di P. Buru bagian
selatan dan laporan dari pemetaan yang
telah dilakukan di Pulau Buru, bahan galian
yang ditemukan yaitu mangan,
batugamping, batulempung dan bahan
bangunan. Mangan ditemukan di utara
Kampung Waturen (Tanjung Ftulat) berupa
lapisan tipis setebal 5 cm dalam
batugamping pada Formasi Kuma. Untuk
mengetahui potensi serta kemungkinan
ditemukannya lokasi mineralisasi logam
berdasarkan data awal tersebut, maka
Pusat Sumber Daya Geologi melaksanakan
kegiatan prospeksi mineral logam di
Kabupaten Buru Selatan, Provinsi Maluku
pada tahun anggaran 2009.
Secara administrasi wilayah prospeksi
berada pada Kabupaten Buru Selatan yang
ibukotanya Namrole, Provinsi Maluku
(Gambar 1) dengan luas ± 375.700 Ha.
Koordinat geografis daerah penyelidikan ini
adalah 1250 59’34” ~ 1270 14’ 52” Bujur
Timur dan -30 18’ 3” ~ -30 54’ 20” Lintang
Selatan.
Geologi Daerah Penyelidikan
Morfologi
Kondisi Geomorfologi Kabupaten Buru
Selatan dan pulau-pulau kecil lainnya yang
termasuk ke dalam Kabupaten Buru
Selatan dikontrol oleh geologi regional
Provinsi Maluku yang wilayahnya
merupakan ujung barat Busur Kepulauan
Non Magmatik dari Lingkaran Sirkum
Pasifik. Oleh karena itu Kabupaten Buru
Selatan dapat dikelompokkan ke dalam
beberapa satuan geomorfologi seperti
berikut (Gambar 1 dan Foto 1)
• Satuan geomorfologi pegunungan lipatan patahan yang menempati
wilayah bagian tengah Kepulauan Buru;
• Satuan geomorfologi punggungan homoklin yang meliputi wilayah bagian
utara dan selatan Kepulauan Buru;
• Satuan geomorfologi lembah dan bantaran sungai yang mengikuti lembah
sungai-sungai besar juga menjadi
wilayah permukiman
Stratigrafi
Berdasarkan hasil survey di lapangan
daerah penyelidikan disusun oleh jenis
batuan sebagai berikut.
Formasi Wahlua (Pzw), batuan malihan
derajat menengah, berfasies dari sekis
hijau sampai amfibolit bawah, filit, batupasir
metaarkosa, kuarsit dan pualam, urat
kuarsa bukan hasil magma (Foto 2). Di
dalam sayatan tipis batuan ini holokristalin,
menunjukkan tekstur granoblastik, struktur
foliasi/skistositi dan liniasi, berbutir halus
hingga berukuran 0,5 mm, bentuk
xenoblast, disusun oleh mineral – mineral
kuarsa, muskovit/serisit, tremolit-aktinolit
dan sedikit mineral opak serta zirkon.
Kuarsa, tak berwarna, berukuran hingga
0,5 mm, bentuk butir xenoblast, hubungan
antar butirnya saling bertautan,
menunjukkan pemadaman bergelombang,
sebagian besar kuarsa mengelompok.
sangat halus hingga berukuran 0,1 mm,
terdapat mengelompok membentuk
liniasi/foliasi dan perulangan dengan
mineral-meral kuarsa, umumnya berbentuk
tabular/xenoblast.
Formasi Rana (Pzr), filit, batu sabak,
metaarkosa, metagrewake dan pualam,
urat kuarsa (Foto 3). Di dalam sayatan tipis
batuan ini menunjukkan tekstur klastik,
berbutir halus hingga berukuran 0,3 mm,
kemas terbuka, terpilah buruk, menyudut
tanggung-membundar, sedikit
berongga/sarang, terdiri dari fragmen –
fragmen fosil didalam masadasar
mikrokristalin karbonat. Pada beberapa
bagian tampak mineral kalsit yang mengisi
rekahan – rakahan membentuk urat-urat
halus yang berpotongan, sedangkan
mineral opak terdapat menyebar. Fragmen
Fosil, berukuran hingga 0,3 mm, sebagian
besar fosil nampak utuh dan sebagian
berupa pecahan – pecahan yang
menyudut, jenis fosil foriminifera, disusun
oleh mikrokristalin kalsit yang berwarna
terang, sebagian lagi nampak kusam
hingga mendekati opak. Mineral opak,
berwarna hitam kecoklatan, berbutir sangat
halus, kedap cahaya, terdapat menyebar
dalam jumlah sangat sedikit (trace). Masa
dasar terdiri dari mikrokristalin karbonat dan
fragmen – fragmen fosil berbutir halus, tak
berwarna, agak kusam, selain itu terdapat
urat halus kalsit yang saling berpotongan.
Formasi Ghegan (TRg), batugamping
dolomit, kalkareus dan serpih serta napal,
serpih umumnya berbitumen (Foto 4).
Formasi Dalan (TRd), metabatupasir,
batuserpih, serpentinit, batulanau, rijang,
napal dan konglomerat (Foto 5).
Formasi Mefa (Jm), terdiri dari basal dan
tufa yang dicirikan oleh adanya lava
berstruktur bantal dan terobosan diabas
Di dalam sayatan tipis batuan ini
menunjukkan tekstur porfiritik, intersertal
dan intergranular, berbutir halus hingga
berukuran 5 mm, bentuk anhedral –
subhedral, disusun oleh relik-relik fenokris
plagioklas dan piroksen di dalam masa
dasar mikrolit plagioklas, mikrogranular
piroksen, mineral opak, sedikit gelas dan
mineral-mineral sekunder, sedangkan
karbonat nampak membentuk urat-urat
halus, terdapat xenoliths batuan kuarsit.
Piroksen, sebagai fenokris dan masa dasar,
berwarna hijau pucat, berbutir sangat halus
hingga berukuran 2,5 mm, bentuk
anhedral-subhedral, beberapa individu berbentuk
euhedral, sedikit pleokroisme, membentuk
tekstur intergranular dengan butiran –
butiran halus plagioklas dan mineral opak,
sebagian piroksen terubah kuat ke
tremolit-aktinolit-klorit. Mineral Opak, berwarna
hitam, kedap cahaya, berbutir sangat halus,
bentuk anhedral, tersebar merata didalam
masa dasar, bersama mikrolit plagioklas
dan gelas, berwarna coklat pucat, tampak
isotrop. Kuarsit, sebagai xenolit, berukuran
hingga 5 mm, tak berwarna, disusun oleh
mikrogranular kuarsa, hubungan antar
butirnya saling bertautan, menunjukkan
pemadaman bergelombang, disertai sedikit
karbonat terutama mengisi rekahan antar
butir. Mikrolit plagioklas, sebagai
masadasar, tak berwarna, berbutir sangat
menunjukkan kembar karlsbad, tersebar
bersama piroksen, mineral opak, karbonat,
gelas, membentuk tektur intergranular dan
intersertal.
Formasi Kuma (MTk), dicirikan oleh
konglomerat aneka bahan yang
komponennya berasal dari batuan Trias
tersebut.
Formasi Waeken (Tomw), terdiri dari napal,
napal pasiran dan kalsilutit. Napal
merupakan unsur utama satuan, berlapis
tebal. Di dalam sayatan tipis batuan ini
telah mengalami deformasi kataklastik,
menunjukkan tekstur porphyroclasts dan
foliasi, berbutir halus hingga berukuran 1
mm, bentuk butir menyudut, disusun oleh
fragmen – fragmen kuarsa dan urat kuarsa
dengan sedikit garnet didalam masa dasar
serisit-klorit-mikrogranular kuarsa, selain itu
terdapat mineral opak/oksida besi mengisi
rekahan-rekahan halus dan tersebar.
Tampak urat kuarsa memotong masa
batuan. Kuarsa, terdapat sebagai fragmen,
sebagian membentuk urat/mengisi
rongga-rongga dan tersebar membentuk masa
dasar berupa mineral mikrogranular/
mikrokristalin, tidak berwarna, berbutir
halus hingga berukuran 1 mm, bentuk butir
menyudut, menunjukkan foliasi/liniasi dan
pemadaman bergelombang, setempat antar
butiranya saling bertautan, bagian tepi
mineralnya tampak bergerigi. Garnet,
sebagai fragmen, berwarna coklat pucat,
berukuran 0,5 mm, bentuk butir menyudut,
retak-retak halus diisi kuarsa, menunjukkan
relief tinggi, tampak isotrop. Mineral Opak,
berwarna hitam kecoklatan, berbutir halus
hingga berukuran 0,1 mm, bentuk butir
menyudut, kedap cahaya, tersebar,
sebagian mengisi rekahan dan membentuk
masa dasar, mengalami oksidasi menjadi
oksida besi. Masa dasar, terdiri dari serisit,
tidak berwarna, berupa agregat-agegat
halus berserabut, mengisi celah-celah antar
mineral, bercampur dengan
mikrogranular/mikrokristalin kuarsa.
Formasi Wakatin (Tmw), terdiri dari batuan
gunungapi bersusunan andesit dengan
sisipan grewake.
Formasi Hotong(Tmh), batuan klastika
turbidit seperti batupasir serpihan,
batulempung, batulanau dan batugamping
konglomeratan.
Formasi Ftau (Tmfv), terdiri dari batuan
gunungapi bersusunan andesit dengan
sisipan grewake (Foto 11).
Formasi Leko (Tpl), terdiri dari batuan
klastika laut dangkal seperti, konglomerat,
batupasir dan batugamping (Foto 12).
Batuan Gunungapi Ambalau (Tpa),
terobosan andesit biotit. Satuan ini tidak
tersingkap di daerah penelitian.
Undak Pantai (Ql), terdiri dari kerikil,
kerakal, pasir, lumpur dan batugamping
terumbu .
Batugamping Terumbu (Qt), berwarna putih
dan kelabu sebahagian menghablur
kembali, koral melimpah juga koral
Aluvium (Qa), terdiri dari, kerikil, kerakal,
pasir lumpur dan lempung. Umumnya
tersebar di sekitar pantai (Foto 15).
Struktur
Poros lipatan (antiklin dan sinklin) yang
berarah baratlaut – tenggara menunjukkan
bahwa tekanan gaya kompresional berasal
dari timurlaut – baratdaya untuk batuan
yang berumur Pra Tersier. Kemudian pada
Tersier pola arah umum perlipatan menjadi
timur – barat, yang berarti bahwa arah gaya
kompresional berarah utara – selatan, hal
ini menunjukkan adanya rotasi dari Pra
Tersier ke Tersier.
Di desa Lena, dijumpai sekis dan filit yang
tersesarkan dan pada bidang foliasi
terbentuk urat kuarsa namun tidak
termineralisasi
Di hulu Sungai Waitina Kecamatan
Namrole ditemukan juga gejala perlipatan
dan pensesaran pada sekis namun tidak
ditemuka adanya urat-urat kuarsa yang
terbentuk.
Potensi Bahan Galian Logam Kabupaten
Buru Selatan
Kabupaten Buru/Buru Selatan merupakan
salah satu kawasan di luar Busur Banda
(jalur gunung api) dengan formasi geologi
bervariasi antara batuan sedimen dan
metamorfik. Satuan litostratigrafi Kabupaten
Buru Selatan disusun oleh batuan
metamorfosa/ malihan regional
dinamotermal yang berumur Pra Tersier
(Permo) yang ditutup oleh batuan sedimen
baik selaras maupun tidak selaras di
atasnya serta batuan terobosan/intrusi yang
memotong batuan metamorfosa dan batuan
sedimen di atasnya. Adanya poros lipatan
(antiklin dan sinklin) dan tekanan gaya
kompresional menyebabkan terjadinya
sesar normal/turun tensional dan
pasangannya (shear fault) ditambah
dengan tingkat. rekahan yang sangat
intensif diharapkan menjadi faktor
pengontrol adanya pembentukan minerali di
wilayah ini. Hasil penyelidikan lapangan di
daerah prospeksi ini tidak menemukan
adanya batuan terobosan yang diharapkan
menjadi sumber atau tempat kedudukan
mineralisasi. Di lokasi Tanjung Patbana –
Waisama ditemukan urat kuarsa yang
mengandung oksida/sulfida besi dan pada
zona metamorf ditemukan pirt-pirit halus.
Mineral-mineral tersebut diduga bukan
disebabkan oleh adanya aktivitas
hidrotermal. Pada batuan sekis dan filit
yang terkena tektonik terbentuk urat-urat
kuarsa namun tidak mengandung mineral
dan juga terbentuk milonitisasi berupa
lempung, indikasi ini dijumpai di Namrole.
Di Leksula tidak ditemukan batuan yang
termineralisasi dan daerah ini umumnya
didominasi oleh batuan sedimen.
Indikasi pemineralan berdasarkan hasil
analisis kimia terhadap 17 conto batuan
menunjukkan di daerah Waemese pada
conto (BSW 30 Ra) mengandung emas 6
gr/ton, As 2,6 gr/ton dan Hg 5,7 gr/ton.
Conto lainnya BSW 30 Rd Au 0,41 gr/ton,
As 1,3 gr/ton dan Hg 0,3 gr/ton. Angka ini
cukup berarti dan logam yang terkandung
berasal dari batuan yang bersifat hydrous
Iron Oxyde yang sifat pemineralannya
adalah pengisian pada retakan-retakannya
batuan ini singkapannya cukup luas dan
berdasarkan hasil analisis kimia didukung
oleh hasil analisis mineragrafi untuk
sementara daerah tersebut diperkirakan
zona prospek untuk diteliti lebih lanjut.
Berdasarkan indikasi 30 conto endapan
sungai aktif yang telah di analisis di derah
prospeksi, nilai kandungan logam tertinggi
Cu 41ppm, Pb 42 ppm, Zn 99 ppm, Mn 859
ppm, Fe 3,51%, Au 56 ppb, Ag 39 ppm, As
14 ppm, Sb 92 ppm dan Hg 178 ppm serta
Ti 0,64%. Angka-angka tersebut tidak
terakumulasi pada satu zona/titik dan atau
pada satu cekungan dengan demikian sulit
untuk memastikan apakah daerah
prospeksi ini merupakan zona anomali
logam atau tidak.
Hasil conto 12 konsentrat dulang yang
dianalisis kimia menunjukkan ada beberapa
titik penyontoan yang nilai kandungan
logamnya cukup berarti seperti di daerah
Namrole (conto BSN 021P) yang
kandungan emasnya 0,64 gr/ton, Ag 4 ppp
dan As 160 ppm. Daerah lainnya yaitu di
Waemese (conto BSW 025P) yang
kandungan emasnya 0,57 gr/ton, Ag 1 ppm,
As 4 ppm dan Sb 2 ppm. Hasil analisis ini
mendukung hasil analisis kimia batuan
sebelumnya yang menyatakan bahwa
daerah waemese diperkiraan adalah zona
prospek.
Dari 29 conto pendulangan mineral berat,
hanya satu conto yang memperlihatkan
hadirnya butiran emas (1 VFC) yaitu di
daerah Waemese (conto BSW 034P).
Indikasi ini juga mendukung dugaan bahwa
daerah Waemese merupakan zona
prospek.
Dengan demikian berdasarkan hasil
analisis kimia dan fisika yang telah
dilakukan terhadap conto-conto yang
diperoleh di lapangan serta uraiannya
dapat disimpulkan bahwa daerah prospeksi
Kabupaten Buru Selatan ini, bahan galian
logam yang relatif memiliki prospek yaitu di
daerah Waemese.
PEMBAHASAN
Interpretasi Model Endapan
Dari hasil penyelidikan lapangan dan
didukung oleh hasil analisis laboratorium,
model endapan yang terjadi di daerah
prospeksi ini diperkirakan berasal dari
suatu terobosan yang membawa larutan
hidrotermal naik melalui jalur patahan yang
memotong batuan metasedimen kemudian
pada temperatur dan kedalaman tertentu
larutan tersebut terendapkan bersama
logam-logam tertentu sementara larutan
sisa terus naik kepermukaan membentuk
urat-urat kuarsa. Gambaran interpretasi
tersebut dapat dilihat pada gambar 8.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis kimia terhadap
conto batuan menunjukkan Indikasi
pemineralan di daerah Waemese emas 6
gr/ton, As 2,6 gr/ton dan Hg 5,7 gr/ton.
Conto lainnya Au 0,41 gr/ton, As 1,3 gr/ton
dan Hg 0,3 gr/ton. Angka ini cukup berarti
dan logam yang terkandung berasal dari
batuan yang bersifat hydrous Iron Oxyde
yang sifat pemineralannya adalah
pengisian pada retakan-retakannya yang
telah mengalami ubahan. Conto batuan ini
hasil analisis kimia didukung oleh hasil
analisis mineragrafi untuk sementara
daerah tersebut diperkirakan zona prospek
untuk diteliti lebih lanjut. Berdasarkan
indikasi conto endapan sungai aktif yang
telah di analisis di derah prospeksi, nilai
kandungan logam tertinggi Cu 41ppm, Pb
42 ppm, Zn 99 ppm, Mn 859 ppm, Fe
3,51%, Au 56 ppb, Ag 39 ppm, As 14 ppm,
Sb 92 ppm dan Hg 178 ppm serta Ti
0,64%. Angka-angka tersebut tidak
terakumulasi pada satu zona/titik dan atau
pada satu cekungan dengan demikian sulit
untuk memastikan apakah daerah
prospeksi ini merupakan zona anomali
logam atau tidak.
Hasil conto konsentrat dulang yang
dianalisis kimia menunjukkan ada beberapa
titik pemercontoan yang nilai kandungan
logamnya cukup berarti seperti di daerah
Namrole yang kandungan emasnya 0,64
gr/ton, Ag 4 ppp dan As 160 ppm. Daerah
lainnya yaitu di Waemese yang kandungan
emasnya 0,57 gr/ton, Ag 1 ppm, As 4 ppm
dan Sb 2 ppm. Hasil analisis ini mendukung
hasil analisis kimia batuan sebelumnya
yang menyatakan bahwa daerah Waemese
diperkirakan adalah zona prospek. Dari
conto pendulangan mineral berat, hanya
satu conto yang memperlihatkan hadirnya
butiran emas (1 VFC) yaitu di daerah
Waemese. Indikasi ini juga mendukung
dugaan bahwa daerah Waemese
merupakan zona prospek.
Dengan demikian berdasarkan hasil
analisis kimia dan fisika yang telah
dilakukan terhadap conto-conto yang
diperoleh di lapangan serta uraiannya
dapat disimpulkan bahwa daerah prospeksi
Kabupaten Buru Selatan ini, bahan galian
logam yang relatif memiliki prospek yaitu di
daerah Waemese.
Berdasarkan hasil penyelidikan ini, maka
daerah prospeksi Kabupaten Buru Selatan
terutama daerah Waemese perlu dilakukan
kegiatan eksplorasi.
Melihat kondisi geologi dan sebaran litologi
di Kabupaten Buru Selatan ini, maka
disarankan juga untuk diselidiki potensi
bahan galian non logam (bahan galian
industri). Kondisi ini didukung oleh
melimpahnya material batuan gamping,
dolomit, sekis dan material rombakan
lainnya(sirtu) di hampir semua wilayah yang
diselidiki.
DAFTAR PUSTAKA
Bemmelen, R.W.Van., 1949., The Geology
of Indonesia. Vol I. Martinus Nijhoff. The
Hague.
Biro Pusat Statistik., 2007, Maluku Dalam
Angka.
Hamilton, W., 1979, Tectonics of the
Indonesian Region, Geological Survey
Professional paper 1079, United States
Government Printing Office, Washington
PT. Nusa Namrole Mining, 1988
,Geological Report on The Ambon Contract
of Work Area, Report No. 805 – 8806, PT.
Tjokrosapoetra, S., E. Rusmana, Sukardi &
A.Achdan., 1980, Geologic Map of Ambon
Quadrangle, Arsip Pus.Penel.Pengem.Geol
Tjokrosapoetra, S., and T.Budhitrisna.,
1982, Geology and Tectonics of the
northern Banda Arc, GRDC. Bull.n. 6, pp. 1
-17
Tjokrosapoetra, S., A.Achdan &. H.Z.
Abidin, 1988, Geologic Map of Masohi
Quadrangle, Ambon, scale 1 : 250,000.
Open file report. Map. Div. GRDC.
Usna, I., S. Tjokrosapoetra, & S.
Wiryosujono., 1979, Geological
Interpretation of a seismic reflection profile
across the Banda Sea between Wetar and
Buru Island. Geol. Res. And Dev. Centre,
Gambar 1. Peta lokasi wilayah kegiatan prospeksi
Gambar 5.13. Peta Geologi dan Zona Anomali Geokimia Unsur Logam Kabupaten Buru