• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Pemerintah Bhutan Dalam Pemberdayaan Sektor Pariwisata Untuk Memasuki Safta (South Asian Free Trade Area) Tahun 2002-2007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kebijakan Pemerintah Bhutan Dalam Pemberdayaan Sektor Pariwisata Untuk Memasuki Safta (South Asian Free Trade Area) Tahun 2002-2007"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Jom FISIP Volume 1 No. 2-Oktober 2014

1 KEBIJAKAN PEMERINTAH BHUTAN DALAM PEMBERDAYAAN SEKTOR PARIWISATA UNTUK MEMASUKI SAFTA (SOUTH ASIAN FREE TRADE AREA)

TAHUN 2002-2007 Oleh :

Rizki Azela (rizki_azela@yahoo.com) Pembimbing: Pazli, S.IP,M.Si

Jurusan Ilmu Hubungan Internasional – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau

Kampus Bina Widya Jl.H.R. Soebrantas Km. 12,5 Simp.Baru Pekanbaru 28293-Telp/Fax. 0761-63277

Abstract

This research describes the Government Policies In Empowerment Bhutan Tourism Sector to Enter SAFTA (South Asian Free Trade Area) 2002-2007. Bhutan's tourism industry began in 1974 It was introduced with the main objective to increase revenue, especially foreign exchange and publish unique culture and traditions of the country to the outside world, and contribute to socio-economic development of the country. In the tourism sector, tourism policy of Bhutan also developed in accordance with the principle of "high value low impact".Bhutan tourism development experience a variety of problems, challenges and obstacles that national and global scale. There should also be a change of paradigm in looking at tourism in the context of national development.

The research method used is a descriptive of qualitative research method about the facts. This research is an explanatory that describe about problem, indication, policies, and actions. In writing techniques, the author’s collect and collate data through library research from several sources like books, journals, articles, websites, the media and others. The author’s also use decision making theory and the theory of comparative advantage.

This research shows Bhutan's development philosophy is based on GNH has become the principle for socio-economic development of Bhutan. The concept of GNH defines Bhutan development goals as improvement in the happiness and satisfaction of the people better than the growth of Gross National Product (GNP). GNH has become the overall development philosophy of Bhutan as a concept has guided the country's development policies and programs.

Keywords: Policy, GNH, Development, Sustainable of Tourism.

Pendahuluan

Tulisan ini akan membahas tentang Kebijakan Pemerintah Bhutan Dalam Pemberdayaan Sektor Pariwisata Untuk Memasuki Safta (South Asian Free Trade Area) Tahun 2002-2007. Bhutan adalah Negara ke dua Asia Selatan yang

berbentuk kerajaan dan terhimpit antara India dan Republik Rakyat Cina. Negara ini berbatasan dengan India di sebelah selatan dan Cina di sebelah utara. Pemandangan alamnya beragam, mulai dari dataran, dataran berpasir dan hutan lembah, sampai ke Gunung Himalaya yang curam dan berbatu. Bhutan dikenal dengan

(2)

Jom FISIP Volume 1 No. 2-Oktober 2014

2 julukan “Druk Yul” yang artinya ”Land of

the Thunder Dragon”.1

Pariwisata sebagai sektor unggulan di beberapa negara telah terbukti berhasil memberikan kontribusi yang signifikan. Ada banyak indikator yang dapat menunjukkan kesuksesan pariwisata ini, seperti; peningkatan investasi di bidang pembangunan sarana dan fasilitas kepariwisataan, peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara, perluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta penerimaan pemerintah dalam bentuk pajak yang telah menggerakkan perekonomian negara. Namun pariwisata bukan saja menyangkut soal ekonomi. Sebagai sektor yang multisektoral, pariwisata memiliki suatu sistem yang besar, yang komponennya saling terkait antara satu dengan yang lain, dengan berbagai aspeknya termasuk aspek sosial, budaya, lingkungan, politik, keamanan, dan seterusnya.2

Sebagai bagian dari strategi pertumbuhan ekonomi suatu negara, memiliki potensi untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap aspirasi sosial ekonomi orang yang tinggal di daerah tujuan wisata. Di Bhutan, ekowisata dapat memberikan ini diperlukan pondasi dengan mendorong partisipasi masyarakat pedesaan dalam mewujudkan tujuan GNH. Pariwisata di Bhutan, sebagai lokasi wisata utama ada di lembah sungai pegunungan Himalaya di wilayah tengah, pasar minggu ibu kota Thimphu yang sering dikunjungi wisatawan, setiap hari Minggu selalu dipadati pengunjung. Di tempat itu selain dijual barang keperluan sehari-hari dan

1 News world tourism organization report Bhutan diakses dari

http://unwto.einnews.com/regional_news/world-tourism-organization-report/bhutan pada tanggal 23 Maret 2014

2 Bhutan Releases New Tourism Strategy, diiakses dari http://www2.unwto.org/ar/node/36514 pada tanggal 24 Maret 2014

benda yang bercirikan lokal, juga terdapat benda kesenian rakyat seperti buku kuno dan barang antik, selalu saja menyedot banyak sorotan mata dan dana wisatawan.

Pariwisata berkelanjutan Bhutan (Sustainability of Tourism In Bhutan) adalah suatu budaya dan cara hidup tradisional, festival keagamaan, monumen bersejarah dan lingkungan murni. Bhutan telah menerima banyak pujian internasional untuk pembangunan yang menempatkan prioritas yang tinggi pada pelestarian bangsa dan warisan budaya. Melindungi alam dan budaya merupakan bagian dari sistem nilai Bhutan dan merupakan aspek penting dari cara hidup tradisional di Bhutan. WTO (World Tourism Organization) mendefinisikan pembangunan pariwisata berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan wisatawan saat ini, sambil melindungi dan mendorong kesempatan untuk waktu yang akan datang. Mengarah pada pengelolaan seluruh sumber daya sedemikian rupa sehingga kebutuhan ekonomi, sosial dan estetika dapat terpenuhi sambil memelihara integritas kultural, proses ekologi esensial, keanakeragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan. Produk pariwisata berkelanjutan dioperasikan secara harmonis dengan lingkungan lokal, masyarakat dan budaya, sehingga mereka menjadi penerima keuntungan yang permanen dan bukan korban pembangunan pariwisata.3 Kebijakan memberlakukan tarif tinggi telah berhasil membuat pariwisata di Bhutan eksklusif dan khas. Namun, dengan peningkatan jumlah wisatawan yang datang ke Bhutan setiap tahun ada kebutuhan untuk memantau dan mengevaluasi dampak lingkungan dan budaya pariwisata dan menawarkan langkah-langkah untuk mengurangi

3 Anonim,

Agenda 21 Sektoral Agenda Pariwisata Untuk Pengembangan Kualitas Hidup Secara Berkelanjutan, 2000, Jakarta: Proyek Agenda 21 Sektoral Kerjasama Kantor Mentri Negara Lingkungan Hidup dan UNDP. Hal 16

(3)

Jom FISIP Volume 1 No. 2-Oktober 2014

3 dampak yang merugikan. Dalam hal ini

kebijakan pembangunan pariwisata berkelanjutan terarah pada penggunaan sumber daya alam dan penggunaan sumber daya manusia untuk jangka waktu panjang. Pembangunan kepariwisataan Bhutan dihadapkan pada berbagai masalah, tantangan dan hambatan baik yang berskala nasional maupun global. Selain itu diperlukan pula perubahan paradigma dalam memandang pariwisata dalam konteks pembangunan nasional. Pariwisata tidak lagi semata dipandang sebagai alat peningkatan pendapatan nasional, namun memiliki spektrum yang lebih luas dan mendasar. Oleh karenanya pembangunan kepariwisataan Bhutan memerlukan fokus yang lebih tajam serta mampu memposisikan destinasi pariwisatanya sesuai potensi alam, budaya dan masyarakat melalui GNH.

Landasan Teori

Dalam sebuah tulisan ilmiah dibutuhkan suatu kerangka teori beserta konsep dan teori yang jelas. Konsep dan teori yang digunakan pun harus relevan dengan penelitian yang dilakukan, dengan tingkat analisa kelompok, konsep yang digunakan konsep kepentingan nasional sedangkan teori yang digunakan adalah teori pembuatan kebijakan (decision making theory).

Berdasarkan pendekatan decision making theory dihubungkan dengan masalah dalam penelitian, maka perlu melihat bagaiman para pembuat keputusan Bhutan dalam merumuskan kebijakan-kebijakan ekonomi dan politik untuk mengembangkan industri pariwisata Bhutan dalam menghadapi liberalisasi perdagangan atau pasar bebas. Proses liberalisasi perdagangan dunia akhir-akhir ini baik secara regional maupun internasional menyebabkan persaingan

global yang semakin ketat dan bahkan dapat menuju “hyper competitive”.4

Berdasarkan keempat poin kepentingan nasional di atas, penulis mengasumsikan penelitiannya pada kategori ideology interest yang mana Bhutan memiliki filosofi nilai spiritual, emosional, bagi kesejahteraan masyarakat yang dikenal sebagai “Gross National Happines” (GNH). Keputusan-keputusan ekonomi di Bhutan, sangat ditentukan oleh berbagai pertimbangan budaya, agama, sosial, dan lingkungan. Transformasi kebijakan pemerintahan dengan menempatkan GNH sebagai alat ukur kesuksesan, konsep GNH Bhutan tergolong paling lengkap dibandingkan ukuran kebahagiaan yang ada selama ini. Hal ini dikarenakan filosofi berfikir Budha sangat dominan di dalamnya, yaitu menggabungkan aspek alam, manusia (budaya), spiritual, material, dan mental. Kesinambungan hidup menempatkan alam dan lingkungan menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Nilai kemanusiaan menjadi penentu apakah ada peningkatan kualitas hidup. Penyelenggara negara diukur dalam lingkup bersih tidaknya pengelolaan negara, aspek ini merupakan bagian spiritual.

Gambaran umum pariwisata bhutan Industri pariwisata Bhutan dimulai pada tahun 1974. Saat itu diperkenalkan dengan tujuan utama meningkatkan pendapatan, terutama valuta asing serta mempublikasikan budaya yang unik dan tradisi negara itu ke dunia luar, dan berkontribusi untuk pengembangan sosio-ekonomi negara. Pariwisata, sebagai bagian dari strategi pertumbuhan ekonomi suatu negara, memiliki potensi untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap aspirasi sosial ekonomi orang yang tinggal di daerah tujuan wisata. Di Bhutan, ekowisata dapat memberikan ini

4 M. Porter dalam http://www.smecda.com pada tanggal 25 Maret 2014

(4)

Jom FISIP Volume 1 No. 2-Oktober 2014

4 diperlukan pondasi dengan mendorong

partisipasi masyarakat pedesaan dalam mewujudkan tujuan GNH.

Konsep pariwisata di Bhutan diyakini oleh beberapa sarjana telah didirikan pada prinsip-prinsip ekowisata berkelanjutan yang meliputi ekologis, aspek ekonomi dan sosial. Misalnya, tingginya tarif yang ditetapkan pemerintah mencegah pariwisata massal dengan dampak yang merusak dan bukan mengarah ke kelas atas pariwisata dan hanya menjadi kan target kunjungan adalah wisatawan kelas atas yang ingin mengeksplorasi budaya Buddha dan wilayah Himalaya. Konsep ini juga mencakup mempertahankan budaya tradisional sebagaimana terlihat dalam definisi ekowisata Bhutan.

Di Bhutan, organisasi seperti Program Pembangunan PBB (UNDP), Fasilitas World Wide Fund for Nature Lingkungan Global, (WWF) dan Bhutan Trust Fund untuk Pelestarian Lingkungan telah menunjukkan minat dalam kegiatan yang mendamaikan pembangunan pedesaan mendukung dengan perlindungan lingkungan dan budaya. Forinstance, sebagai bagian dari upaya untuk memberantas kemiskinan dan kelaparan (salah satu tujuan pembangunan milenium) ekstrim, SNV (Organisasi Pembangunan Belanda) dan UNDP mendukung pertama jejak pariwisata berbasis masyarakat di Nabji-Korphu di Jigme Singye Wangchuck National Park, yang dibuka pada bulan November 2006 Sebuah upaya serupa untuk melengkapi mata pencaharian pedesaan melalui ekowisata sedang dibuat di Phobjikha Valley-tanah musim dingin untuk hitam berleher derek langka (Grus nigricollis)-berbatasan Jigme Singye Wangchuck National Park, oleh Royal Society for Protection of Nature (RSPN), sebuah organisasi non-pemerintah. Inisiatif ini, dimaksudkan untuk memberdayakan masyarakat pedesaan secara ekonomi,

indikasi bahwa ekowisata dapat dianggap sebagai alat pembangunan pedesaan.5

Potensi wisata Bhutan adalah cukup dengan keunggulan komparatif di banyak daerah untuk menjamin pertumbuhan ekonomi dan diversifikasi. Wisata budaya, ekowisata dan petualangan / wisata olahraga (rafting, kano, mendaki) yang didasarkan pada keindahan alam, keanekaragaman hayati negara dan budaya yang unik dan berbeda menawarkan banyak kesempatan untuk pengembangan lebih lanjut dari industri. Industri pariwisata juga dapat menciptakan lapangan kerja pada saat pengangguran menjadi masalah dengan terbatasnya kesempatan kerja di pemerintahan dan sektor swasta.

GROSS NATIONAL HAPPINESS DAN

KEBIJAKAN PEMERINTAH

BHUTAN TERHADAP SEKTOR JASA PARIWISATA UNTUK MEMASUKI SAFTA (SOUTH ASIA FREE TRADE AREA)

Selama 30-40 tahun terakhir, GDP telah dilihat sebagai ukuran kemajuan meskipun itu tidak pernah dikembangkan untuk tujuan itu. Jika GDP akan naik, maka semuanya baik-baik saja. Menurut lembaga dan politik GDP hanyalah suatu ukuran kemajuan tanpa memikirkan kesejahteraan masyarakat. GDP adalah rata-rata, jadi bahkan jika kebanyakan orang di negara yang lebih buruk dari satu tahun ke tahun berikutnya. Telah ada penurunan umum dalam standar hidup bagi kebanyakan orang Amerika bahkan jika GDP telah terus meningkat.6

Konsep Gross National Happiness (GNH) pertama kali diungkapkan oleh Raja Bhutan pada 1980-an sebagai respons

5 bhutan-country-strategy-and-program-update-2004-2006 http://www.adb.org/ diakses pada tanggal 26 April 2014

6

Planning Commission Secretariat, Royal Government of Bhutan: Bhutan 2020: A Vision for Peace, Prosperity, Happiness. 1999. hal.36

(5)

Jom FISIP Volume 1 No. 2-Oktober 2014

5 terhadap ekonom barat yang mengunjungi

negaranya yang mengatakan bahwa Bhutan adalah negara miskin dengan standar Gross Domestic Product (GDP). Bhutan dapat skor rendah pada skala indikator untuk kinerja ekonomi suatu negara, akan tetapi skor tinggi pada indikator mengukur kebahagiaan. GNH dapat dianggap sebagai tahap berikutnya dalam evolusi indikator ekonomi untuk pembangunan berkelanjutan, akan lebih dari sekedar mengukur nilai-nilai yang dapat dinyatakan dalam uang, seperti GDP. GNH adalah upaya untuk mengembangkan indikator yang bertanggung jawab atas semua nilai yang relevan dengan kehidupan di bumi, termasuk yang paling halus dan mendalam: kebahagiaan. Selain itu, dengan mengambil kebahagiaan sebagai tujuan, GNH berfungsi sebagai tolak ukur penting bagi kerangka ekonomi Buddhis.

GNH mengukur kualitas suatu negara dengan cara yang lebih holistik dari GNP dan percaya bahwa perkembangan pembangunan yang menguntungkan masyarakat terjadi ketika material dan spiritual terjadi berdampingan untuk melengkapi dan memperkuat satu sama lain. Oleh karena itu, kemajuan harus dilihat tidak hanya dari aspek ekonomi tetapi juga dari aspek spiritual, perspektif sosial, budaya dan ekologi. Konsep GNH telah mengarahkan negara Bhutan selama empat dekade dan sebagai pedoman dalam pikiran Bhutan juga sebagai tujuan menyeluruh di hampir semua dokumen resmi dari Negara.

Konsep GNH mendefinisikan tujuan pembangunan Bhutan sebagai perbaikan dalam kebahagiaan dan kepuasan masyarakat daripada pertumbuhan Gross National Product (GNP). GNH telah menjadi filosofi pembangunan menyeluruh dari Bhutan sebagai konsep telah membimbing kebijakan dan program pembangunan negara. GNH menunjukkan bahwa kebahagiaan adalah tujuan akhir

pembangunan. Ia mengakui bahwa ada banyak dimensi daerah untuk pembangunan selain yang terkait dengan (GNP), dan pengembangan yang perlu dipahami sebagai proses yang berusaha untuk memaksimalkan kebahagiaan bukan murni pertumbuhan ekonomi.

Domain serta indikator dari GNH adalah :7

1. Psycological well-being terdiri atas 4 indikator yaitu life satisfaction (kepuasan hidup), positive emotion (emosi positif), negative emotion (emosi negatif) dan spirituality (spiritualitas)

2. Health, terdiri atas 4 indikator yaitu self-reported health status (status kesehatan), healthy days (jumlah hari sehat), long-term disability (ketidakmampuan melakukan aktivitas dalam jangka panjang) dan mental health (kesehatan jiwa).

3. Time use mencakup 2 indikator yaitu working hours (lama waktu kerja) dan sleeping hours (lama waktu tidur) 4. Education meliputi 4 indikator yaitu

literacy (melek huruf), educational qualification (kualifikasi pendidikan), knowledge (pengetahuan) dan value (nilai)

5. Cultural diversity and resilience terdiri dari 4 indikator yaitu language (bahasa), artisan skills (kemampuan seni), socio-cultural participation (partisipasi social budaya)

6. Good Governance berupa 4 indikator yaitu political participation (partisipasi politik), political freedom (kebebasan berpolitik), service delivery (pelayanan publik) dan government performance

7. Community vitality meliputi 4 indikator yaitu social support (dukungan sosial), community

7 Bhutan Tourism Monitor. Annual report 2007. Kingdom Of Bhutan.2008. Hal.25

(6)

Jom FISIP Volume 1 No. 2-Oktober 2014

6 relationships (hubungan komunitas),

family (keluarga) dan victim of crime (korban kejahatan)

8. Ecological diversity and resilience terdiri dari 4 indikator yaitu pollution (polusi), environmental responsibility (tangungjawab lingkungan), wildlife (cagar alam) dan urban issues (isu perkotaan)

9. Living standards mencakup 3 indikator yaitu household income (pendapatan rumahtangga), assets (aset) dan housing quality (kualitas perumahan)

- GNH Sebagai Tujuan Pembangunan di Bhutan

Pembangunan Bhutan yang didasari oleh filosofi GNH telah menjadi prinsip untuk sosial ekonomi pengembangan Bhutan dalam dua dekade terakhir dan akan terus begitu dalam masa depan dan visi jangka panjang ini ditetapkan dalam dokumen Bhutan 2020, sebuah visi untuk perdamaian, kemakmuran dan kebahagiaan.8 Visi jangka panjang ini dijabarkan ke dalam kebijakan sektoral, strategi dan program dalam rencana pembangunan lima tahun. Rencana Kesembilan, yang berlangsung dari Juli 2002 sampai Juni 2007, memberikan prioritas yang tinggi untuk pembangunan infrastruktur dan peningkatan kualitas pelayanan sosial. Konsep ini menjadi lebih populer sebagai pendekatan alternatif pembangunan dan telah memperoleh perhatian dari negara-negara bahkan dikembangkan di Negara barat, organisasi dan badan-badan internasional Sementara penekanannya ditempatkan pada dua yaitu kemakmuran dan kebahagiaan, yang terakhir dianggap lebih penting. Untuk Bhutan "Kebahagiaan Nasional Bruto adalah lebih penting daripada Produk Nasional Bruto".

8 Planning Commission. 1999. Bhutan 2020: A

Vision for Peace, Prosperity and Happiness.

Thimpu.

Selain gagasan konvensional pembangunan yang berfokus pada indikator kuantitatif dari kemakmuran ekonomi, visi Bhutan pembangunan menekankan tujuan non-kuantitatif seperti spiritual kesejahteraan dan kebahagiaan nasional bruto. Hal ini melalui kebijakan promosi budaya dan penyediaan pendidikan gratis, kesehatan dan pelayanan sosial lainnya. Promosi budaya merupakan salah satu dari empat tujuan utama yang kita telah secara konsisten ditegakkan, selama empat dekade terakhir. Empat tujuan utama adalah kemandirian ekonomi, pelestarian lingkungan, promosi budaya dan pemerintahan yang baik. Tanpa tata kelola yang baik, tidak ada tujuan dapat dicapai. Biaya pemeliharaan budaya dan lingkungan sering membuat proyek-proyek pembangunan yang lebih mahal dalam jangka pendek tapi membayar dalam jangka panjang. Ini akan lebih mudah untuk menjadi mandiri secara ekonomi yang ditujukan untuk promosi budaya dan lingkungan. Tujuan budaya dan lingkungan dapat menjadi faktor dalam mengejar kepentingan ekonomi. Karakter yang kaya dari masyarakat di Bhutan akan menjadi berkurang, bahkan miskin, jika rakyat membiarkan pengaruh budaya dan lingkungan masuk ke Bhutan . Pada saat yang sama, kerentanan rakyat untuk berkurangnya kebahagiaan akan meningkat jika berkonsentrasi hanya pada generasi kekayaan.

- Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberdayaan Pariwisata Dan Pembangunan Berkelanjutan untuk memasuki SAFTA

Pemerintah Kerajaan jelas mengakui bahwa keterbukaan perdagangan dan liberalisasi merupakan proses yang diperlukan di globalisasi ini tetapi dalam dirinya sendiri itu bukanlah obat mujarab atau persyaratan yang cukup untuk pembangunan menyeluruh dan berkelanjutan. Untuk yang terakhir

(7)

Jom FISIP Volume 1 No. 2-Oktober 2014

7 terwujud, perdagangan harus adil, adil dan

inklusif dan rezim perdagangan global yang akomodatif terhadap kebutuhan akses dan kendala struktural dan tantangan negara-negara yang terkurung daratan dan paling terbelakang. Dalam konteks BPoA (Brussel Programme Of Action), ada alasan yang jelas untuk meningkatkan dan mereformasi sistem WTO aturan dan proses pengambilan keputusan dan kebutuhan negara-negara maju untuk memberikan kesempatan yang lebih besar untuk memperluas ekspor mereka sehingga menyediakan sumber daya penting untuk membantu langkah-langkah keuangan untuk memenuhi tujuan MDGs.

Selain itu program pembangunan PLTA yang dipercepat akan lebih meningkatkan ekspor energy. Pemerintah Kerajaan sangat tertarik untuk meningkatkan perdagangan berbasis pengetahuan dan industri budaya barang dan jasa sebagai strategi jangka panjang untuk diversifikasi dan memperluas basis ekonomi dan ekspor dan menciptakan lapangan kerja yang berkualitas. Jadi ada komitmen nasional yang kuat dan kemauan politik untuk mempertahankan rezim kebijakan perdagangan liberal dan efektif mengintegrasikan ekonomi Bhutan ke dalam ekonomi regional dan global melalui berbagai kerangka perdagangan bilateral, regional dan multilateral.

- Kebijakan Pemberdayaan Sektor Jasa Pariwisata melalui “ High value Low Impact”

Bhutan sudah lama ragu terhadap pariwisata dengan kekhawatiran bahwa dampak negatif dan potensial mungkin lebih besar daripada keuntungan finansial dan telah mengadopsi kebijakan high value low impact (bernilai tinggi, dampak rendah). Pemerintah Bhutan sepenuhnya menyadari dampak negatif dari pariwisata, Bhutan sejauh ini selalu hati-hati dengan kebijakan industri. Namun demikian, sektor ini sekarang diakui sebagai memiliki potensi besar sebagai alat untuk

pengembangan dan sebagai kontributor pendapatan nasional dan penciptaan lapangan kerja. Untuk pertama kalinya, industri pariwisata diidentifikasi sebagai faktor pertumbuhan sosial-ekonomi yang besar dari Rencana Kesembilan Lima Tahun (2002-2007) dari Pemerintah Kerajaan dan sejak itu telah diposisikan sebagai sektor prioritas. Dengan kedatangan pengunjung internasional meningkat setiap tahun, sektor ini sekarang dilihat sebagai yang kedua setelah Hydropower dalam hal potensinya untuk menghasilkan pendapatan dan telah muncul sebagai penghasil tertinggi dalam valuta asing.

Kebijakan ini melihat bahwa lingkungan dilindungi di atas semua pengaruh luar dan membatasi tekanan pada integritas sosial-budaya. Untuk mendukung model pariwisata yang dikendalikan maka kebijakan pariwisata Bhutan dikembangkan sesuai dengan prinsip “high value low impact” (nilai tinggi, dampak rendah) ditujukan untuk memberikan layanan berkualitas tinggi kepada wisatawan kaya yang tertarik dan peka terhadap budaya dan tradisi Bhutan. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk menghasilkan pendapatan yang tinggi dalam mencapai kemandirian ekonomi, tapi mencegah polusi budaya. Keberhasilan dan tantangan kebijakan pariwisata Bhutan akan dievaluasi berdasarkan prestasi dari tujuan tersebut, serta kesempatan untuk menyediakan evolusi budaya.

Kerangka kebijakan pemerintah memandang bahwa keputusan perencanaan harus diambil di tingkat lokal. Pariwisata berbasis masyarakat harus dipromosikan dengan tujuan memperkuat ekonomi lokal. Pariwisata di Bhutan tergantung terutama pada fitur alam dan lingkungan warisan budaya. Hal ini menyebabkan ikatan alami antara sektor pariwisata dan semua organisasi dan proyek terikat untuk melindungi dan lingkungan

(8)

Jom FISIP Volume 1 No. 2-Oktober 2014

8 mempertahankan budaya dan gaya hidup

masyarakat. Pariwisata harus dilihat sebagai sekutu utama dalam upaya untuk melindungi alam dan melestarikan budaya dan tradisinya. Tujuan utama dari kebijakan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dari Bhutan adalah untuk mempertahankan sumber daya dan menghindari dan / atau mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan warisan budaya. Kerajaan Pemerintah Bhutan mengikuti pedoman ini untuk mengintegrasikan pariwisata dengan lingkungan dan keberlanjutan budaya

Pariwisata adalah sektor jasa berkembang pesat untuk Bhutan, khususnya dalam hal kontribusinya terhadap penciptaan lapangan kerja dan devisa. Dipromosikan dan dikelola secara sangat berkelanjutan, pariwisata juga melihat sebagai katalis yang efektif untuk konservasi lingkungan dan untuk promosi keragaman lokal dan budaya di Bhutan. Selain itu, promosi pariwisata dan bentuk ekowisata berbasis masyarakat diharapkan untuk mendukung mata pencaharian pedesaan yang berkelanjutan dan mengurangi kemiskinan sementara juga melayani untuk memajukan kegiatan konservasi lingkungan dan kesadaran di masyarakat pedesaan. Sedangkan total volume pariwisata masih sangat kecil, Bhutan menikmati profil eksklusif dan eksotis di pariwisata dan perjalanan pasar global. Negara ini secara konsisten dipilih sebagai salah satu tujuan wisata terbaik di dunia beberapa kali selama dekade terakhir pada tahun 2005, 2008 dan terakhir pada tahun 2009. Pada tahun 2005, kedatangan wisatawan internasional sebesar 6.393 kontribusi pendapatan kotor sekitar US $ 9.200.000.9 Kedua kunjungan wisatawan dan pendapatan bruto telah meningkat secara signifikan karena bahkan sebagai

9 GNH Commission Royal Government Of Bhutan.

Keeping Promise : Status Of Implementation Of The Brussels Programme Of Action In Bhutan.2011. hal, 29

Bhutan terus mengejar nilai tinggi kebijakan pariwisata dampak rendah. Pada tahun 2008, 27.636 wisatawan internasional mengunjungi negara itu memberikan kontribusi US $ 39 juta tidak termasuk pendapatan yang dihasilkan untuk maskapai penerbangan nasional. Angka ini namun tidak termasuk non dolar membayar wisatawan regional juga tidak faktor pendapatan hilir yang dihasilkan dari kegiatan pariwisata. Di bawah proyeksi Rencana Kesepuluh, kedatangan pengunjung diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar 100.000 pada tahun 2013 dengan sektor pariwisata berkontribusi 9% dari total pendapatan nasional. 10Namun, aspirasi adalah untuk overachieve target tersebut jauh secara berkelanjutan dan tanpa menurunkan kualitas pengalaman pengunjung. Pemerintah Kerajaan akan terus mempertahankan fokus yang tajam pada peluang pariwisata bernilai tinggi. - Strategi Pembangunan Berkelanjutan Pemerintah Bhutan

Rencana Lima Tahun Kesembilan (The Nineth Five-Year Plan) 2002-2007 Bhutan didasarkan pada konsep kolektifitas GNH, dimana filsafat konsep ini didasarkan pada pencapaian keseimbangan spiritual dan material, kemajuan melalui pembangunan sosial ekonomi yang berkelanjutan, konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan dari lingkungan, promosi budaya, dan pemerintahan yang baik. Namun, hanya 39% dari target dalam rencana tersebut dicapai dalam periode tersebut karena: penundaan prosedural dalam menyelesaikan proyek, penundaan dalam memperoleh dana eksternal, kurangnya sumber daya manusia yang memadai dan berkualitas, kurangnya rencana jangka panjang utama (terutama untuk

10 Ibid ,hal. 30

(9)

Jom FISIP Volume 1 No. 2-Oktober 2014

9 pendidikan, jalan, dan penerbangan sipil),

kurangnya koordinasi antar sektor. 11 Ada kerangka kebijakan nasional yang sangat kuat untuk mempromosikan kelestarian lingkungan. Konstitusi mengabadikan perlindungan lingkungan hidup sebagai satu aspek penting dari kebijakan negara berdasarkan Pasal 5, yang menekankan tanggung jawab semua rakyat dan pemerintah Bhutan melestarikan lingkungan untuk memastikan penggunaan yang berkelanjutan jangka panjang sumber daya alam dan hutan minimal 60% menjadi dipertahankan untuk anak cucu. Selain itu, kerangka kebijakan GNH dan Visi Bhutan 2020 sangat berkomitmen untuk menjaga keharmonisan antara pertumbuhan ekonomi, pembangunan sosial dan pelestarian lingkungan hidup. Selain itu, Pemerintah Kerajaan telah terus-menerus berusaha untuk isu-isu lingkungan utama dalam kebijakan pembangunan, rencana dan program dan mengintegrasikan pengkajian lingkungan strategis dalam setiap aspek kegiatan pembangunan.

Untuk memberikan visi jangka panjang untuk pembangunan, pemerintah merumuskan Bhutan 2020: 12

a) Untuk lebih mengoperasionalkan konsep GNH, pemerintah menyiapkan Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan 2004 yang mendukung Rencana Lima Tahun Kesembilan 2002-2007. b) Rencana ini berusaha untuk

meningkatkan kualitas hidup dan pendapatan, khususnya bagi masyarakat miskin, dengan menerapkan program akses pedesaan, meningkatkan pertumbuhan sektor swasta, memperkuat tata kelola dan

11 Planning Commission. 1998. Eighth Five-Year

Plan 1997–2002. Thimpu.

12 Ministry of Finance. 2004. National Poverty

Reduction Strategy. Thimpu.

meningkatkan penerimaan dalam negeri, mempromosikan budaya dan konservasi lingkungan dan mencapai pertumbuhan yang cepat dan transformasi.

c) Desentralisasi fiskal dan devolusi beberapa layanan publik dan pengambilan keputusan kekuasaan ke tingkat lokal adalah tujuan utama dari rencana.

- Pembangunan Berkelanjutan untuk Pariwisata Berkelanjutan

Pembangunan kepariwisataan pada umumnya diarahkan sebagai sektor andalan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan daerah, memberdayakan perekonomian masyarakat, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan pengenalan dan pemasaran produk dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengembangan kawasan wisata harus merupakan pengembangan yang terencana secara menyeluruh sehingga dapat diperoleh manfaat yang optimal bagi masyarakat. Industri pariwisata menyumbang sekitar 10 persen dari total GDP dunia. Semua negara-negara Asia Selatan telah memperhatikan potensi meningkatnya sektor pariwisata selama bertahun-tahun. Namun, pada tahap ini, semua isu-isu pembangunan didesak untuk mempertimbangkan pendekatan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan.

Pariwisata berkelanjutan atau wisata alternatif telah menjadi jalur pembangunan berkelanjutan di sektor pariwisata. Tapi pariwisata massal secara konsisten akan mendominasi di dunia pariwisata. Mengejar ekowisata dan program wisata alternatif lainnya yang diperlukan dalam meningkatkan berbagai sektor pariwisata dan penyadapan potensinya. Pembangunan berkelanjutan menjadi terkenal di dunia yang luas dengan terbitnya Brundtland Report (Our

(10)

Jom FISIP Volume 1 No. 2-Oktober 2014

10 Common Future) pada tahun 1987, di

mana Pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai untuk "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri." Meskipun laporan tidak menyebutkan pariwisata, Agenda 21 Rio de Janeiro Earth Summit tahun 1992 disebut pariwisata baik sebagai penyebab dan potensi masalah lingkungan dan sosial. Pariwisata berkelanjutan muncul di awal 1990-an. Dan pada tahun 1993, Journal of Sustainable Tourism diresmikan.13 Bagaimanapun, pembangunan berkelanjutan telah digambarkan sebagai "parental paradigm" atau suatu paradigm yang saling berhubungan dengan pariwisata berkelanjutan.14

Sebagai pariwisata yang memenuhi kebutuhan wisatawan yang datang dan daerah tuan rumah Bhutan menjadikan pariwisata berkelanjutan sebagai pariwisata yang dipertanggung jawabkan atau wisata alternatif sekaligus dilindungi dan meningkatkan kesempatan untuk masa yang akan datang. Pariwisata berkelanjutan banyak digunakan dan sudah secara resmi diakui atau dilembagakan antara organisasi baik internal maupun eksternal, dari sektor pariwisata. Komisi Eropa, misalnya, telah mengidentifikasi pariwisata berkelanjutan sebagai salah satu dari lima bidang prioritas dalam Program Community Kelima Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan, sementara kebijakan lingkungan yang telah mengembangkan Piagam Eropa untuk pariwisata yang berkelanjutan di kawasan lindung.

13 David Weaver, 2006, Sustainable Tourism:

Theory and Practice. Hal.10

14 Jim Butcher, 2007, Ecotourism, NGOs and

Development. Hal.5

KESIMPULAN

Pembangunan Bhutan yang didasari oleh filosofi GNH telah menjadi prinsip untuk sosial ekonomi pengembangan Bhutan. Rencana Kesembilan, yang berlangsung dari Juli 2002 sampai Juni 2007, memberikan prioritas yang tinggi untuk pembangunan infrastruktur dan peningkatan kualitas pelayanan sosial. Rencana Lima Tahun kesembilan (2002-2007) dan Kebijakan Perdagangan Internasional Bhutan tahun 2004 menekankan kuat relevansi perdagangan untuk pembangunan sosial-ekonomi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengurangi pendapatan dan kemiskinan manusia. Didalam Rencana lima tahun kesembilan, perdagangan ditargetkan berkontribusi seperempat dari pendapatan nasional dengan ekspor diperkirakan akan tumbuh sebesar 50% tahun 2007. GDP gagal untuk menangkap distribusi kekayaan dan pendapatan. Dengan demikian mungkin gagal untuk secara akurat mewakili pengalaman kebanyakan orang di suatu negara. Hal ini menyoroti pentingnya memiliki indikator yang berfokus pada masyarakat. Bhutan telah mengembangkan indeks Gross National Happiness (GNH). Lembaga-lembaga dan kebijakan di negara ini berkisar memaksimalkan GNH daripada GDP.

GNH adalah upaya untuk mengembangkan indikator yang bertanggung jawab atas semua nilai yang relevan dengan kehidupan di bumi, termasuk yang paling halus dan mendalam: kebahagiaan. Selain itu, dengan mengambil kebahagiaan sebagai tujuan, GNH berfungsi sebagai tolak ukur penting bagi kerangka ekonomi Buddhis.

(11)

Jom FISIP Volume 1 No. 2-Oktober 2014

11 DAFTAR PUSTAKA

Buku

Anonim, Agenda 21 Sektoral Agenda Pariwisata Untuk Pengembangan

Kualitas Hidup Secara

Berkelanjutan, 2000, Jakarta: Proyek Agenda 21 Sektoral Kerjasama Kantor Mentri Negara Lingkungan Hidup dan UNDP. Bhutan Tourism Monitor. Annual report

2007. Kingdom Of Bhutan.2008. David Weaver, 2006, Sustainable

Tourism: Theory and Practice. Planning Commission. 1999. Bhutan 2020:

A Vision for Peace, Prosperity and Happiness. Thimpu.

__________________. Secretariat, Royal Government of Bhutan: Bhutan 2020: A Vision for Peace, Prosperity, Happiness. 1999. GNH Commission Royal Government Of

Bhutan. Keeping Promise : Status Of Implementation Of The

Brussels Programme Of Action In Bhutan.2011

Jim Butcher, 2007, Ecotourism, NGOs and Development

.

Planning Commission. 1998. Eighth Five-Year Plan 1997– 2002. Thimpu.

Ministry of Finance. 2004. National Poverty Reduction Strategy. Thimpu.

Situs Internet

News world tourism organization report Bhutan diakses dari

http://unwto.einnews.com/regiona

l_news/world-tourism-organization-report/bhutan pada tanggal 23 Maret 2014

Bhutan Releases New Tourism Strategy, diiakses dari

http://www2.unwto.org/ar/node/3 6514 pada tanggal 24 Maret 2014 M. Porter dalam http://www.smecda.com

pada tanggal 25 Maret 2014

bhutan-country-strategy-and-program-update-2004-2006

http://www.adb.org/ diakses pada tanggal 26 April 2014

Referensi

Dokumen terkait