Peluang atau Ancaman Teknologi Digital terhadap Industri Musik
Oleh : Eddy Yansen ( Universitas Pelita Harapan )
Perkembangan teknologi digital selain membawakan dampak positif ke dalam industri musik karena mempercepat proses produksi dan efisiensi dalam penyebaran, sebaliknya juga membawakan ancaman terhadap industri musik sendiri khususnya dalam hal pencurian hak cipta dan hak distribusi yang adalah sumber penghasilan dari industri musik.
Kasus pembajakan dalam industri musik sebenarnya bukanlah isu baru. Dimulai dari proses duplikasi kaset hingga CD sebenarnya bukanlah sebuah usaha yang sulit bagi pecinta musik. Bahkan hingga hari ini CD musik bajakan masih dengan mudah bisa di temukan di mall – mall. Namun dengan hadirnya teknologi digitalisasi music memang telah membuat proses duplikasi menjadi instan dan penyebaran melalui internet yang sulit dibendung.
Sebenarnya hal tersebut bukanlah tanpa solusi. Bila kita melihat bagaimana Apple melakukan perlindungan terhadap hak cipta, melalui iTunes Store. Walaupun kanal distribusi music digital sangatlah luas dan tidak terbatas karena internet, kita bisa membatasi penggunaannya dengan membatasi bagaimana perangkat penerimanya bekerja.
Sebut saja format music digital untuk iTunes yang paling ideal adalah AAC, file ini adalah file yang terenkripsi dan hanya bisa diputar pada iTunes yang telah membayar lisensi musik nya. Untuk seseorang yang telah membeli dengan mahal tentu tidak semudah itu untuk membagikannya kepada orang lain.
Namun untuk mencapai cita – cita diatas diperlukan kolaborasi antar seluruh dimensi Industri musik sendiri. Dimulai dari pencipta musik hingga pembuat music player sendiri.
berjalannya waktu. Kita mengenal industri musik dimulai dari
produk ponograph, Vinyl, Cassette, CD, hingga produk – produk digital (MP3, WAV dan lainnya ).
Hadirnya MP3 menandai sebuah era baru dalam dunia musik. Dilanjutkan oleh
Shawn fenning yang memperkenalkan Napster.com mengusung teknologi file sharing (P2P). Setiap orang kini dapat saling berbagi secara gratis lagu dalam
bentuk MP3. Akibatnya Para pelaku Industri musik dunia merasa dirugikan akibat pelanggaran hak distribusi tersebut. Napster.com digugat dengan tuduhan
pelanggaran hak cipta.
Pelopor teknologi Napster.com ini akhirnya menjual bisnisnya ke pihak lain, tapi
dasar peer to peer sharing inilah menjadi dasar lahirnya teknologi file sharing
seperti dropbox.com yang sering kita gunakan saat ini. Munculnya kebiasaan mendowload musik digital di seluruh dunia, baik legal maupun illegal, membuat
industri musik konvensional geram. Karena dampaknya yang mengakibatkan
penuruan penjualan mereka secara signifikan. Hingga klimaknya adalah ketika Tower Records penjual musik ritel terbesar di Amerika Serikat bangkrut pada
tahun 2006.
Amerika yang merupakan negara yang memiliki pangsa pasar terbesar di dunia
khususnya di industri musik. Perbedaan terlihat cukup jelas pada penurunan sebesar1,2% pada album fisik sedangkan penjualan album digital naik hingga
101% setiap tahunnya. Disisi lain pembajakan juga mempengaruhi total
penjualan album dengan penurunan sebesar 4,9% setiap tahunnya. Sementara itu bukti lain dari semakin melesatnya digitalisasi music adalah penjualan album
di internet melalui toko online mengalami kenaikan, kebalikan dari penjualan
album fisik yang terus menurun di toko online. Hal ini merupakan tanda bahwa penjualan musik secara konvensional semakin turun dan penjualan musik digital
semakin naik. Perubahan‐perubahan ini menandakan bahwa pertumbuhan
industri musik digital memberikan efek yang signifikan terhadap perkembangan industri musik secara keseluruhan.
Perkembangan industri musik Indonesia juga semakin berkembang seiring
perkembangan musik global, hal ini terlihat jelas dengan banyaknya talent yang bermunculan dan penjualan album dengan kategori ”platinum”. Akan tetapi, jika
dilihat dari perspektif bisnis, industri musik di Indonesia sedang menghadapi
masalah besar.
Sebuah masalah yang merupakan imbas dari perkembangan akan kemajuan
tekhnologi yang berbalik menjadi sebuah ancaman bagi Industri musik itu sendiri, dalam hal ini adalah kehadiran dunia digital dalam industri musik.
Masalah ini juga memberikan efek langsung terhadap penjualan rekaman fisik di tanah air. Menurut data terbaru yang diberikan oleh ASIRI sebagai pemegang
80% pasar music di Indonesia, total penjualan rekaman fisik pada tahun lalu
(2006) mengalami penurunan 21% bila dibandingkan dengan tahun 2005. Total penjualan unit kaset, CD dan VCD pada tahun lalu tercatat sebanyak 23.736.355
keping di seluruh Indonesia, dan penjualan tahun 1996 yang merupakan
penjualan terbesar dalam industri rekaman Indonesia sanggup menjual 8‐10 juta keping per bulannya atau sekitar 120 juta keping dalam setahun . Jadi,
prosentase penurunan penjualan rekaman fisik di Indonesia pada tahun 2006
turun sekitar 84% dibanding tahun 1996.
Perkembangan Musik digital Indonesia juga memberikan keuntungan bagi produsen di Industri ini, sebagai sisi positifnya karena dengan cara ini banyak
birokrasi yang bisa dipangkas, sehingga biaya produksi ditekan hingga 30%.
Beberapa contoh birokrasi yang dipangkas adalah; jalur distribusi dan produksi bentuk fisik.
Lahirnya digitalisasi musik memberikan peluang baru dalam pembelajaran masyarakat di seluruh pelosok negri terhadap dunia musik sendiri. Bila kita
melihat penyebaran kaset. CD ataupun album musik secara fisik yang tidak
distribusi ke daerah terpencil juga adalah karena mahalnya biaya pengiriman
dan rendahnya daya beli masyarakat.
Sisi positif lain dari digitalisasi musik adalah terjadinya pertukaran budaya
musik secara global. Bila dulu kita hanya terekspos secara masif oleh budaya
musik barat, kini kita bisa memilih berbagai aliran musik dari seluruh dunia dengan mudah di internet. Misalnya bila kita ingin menikmati aliran musik
Thailand yang mirip dengan dangdut di Indonesia, kini kita bisa menikmati musiknya di youtube.com ataupun download MP3 nya secara gratis di internet
dengan mudah.
Sebaliknya Indonesia juga dapat mempromosikan musik – musik Indonesia ke
seluruh dunia melalui teknologi yang sama. Mau tidak mau dunia ini telah
berubah, industri ini telah berubah sejak pertama kali portable musik player diperkenalkan oleh Sony dengan walkmannya, hingga kini Apple dengan
Ipodnya.
Masyarakat kini sudah terbiasa dengan tidak membayar mahal untuk music yang
ingin di dengar, sehingga industri musiklah yang ditantang untuk merubah cara
komersialisasi musiknya. Musik memang adalah sesuatu yang diciptakan untuk dinikmati, digitalisasi musik sebenarnya juga diimbangi dengan pertumbuhan
teknologi digital lainnya seperti video dan lainnya. Sehingga kini seorang penyanyi bisa konser di beberapa Negara sekaligus secara live dan disiarkan
melalui Youtube.com misalnya.
Karena dalam sejarah manusia, setiap tantangan yang muncul selalu diimbangi
dengan peluang yang muncul pula. Keberhasilan mengelola era digital musik
akan menjadi salah satu peluang yang akan melahirkan milyarder berikutnya.
( Eddy.Yansen@gmail.com / www.eddyyansen.com )