• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 712010059 BAB III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 712010059 BAB III"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

12

III. KONFLIK SOSIAL YANG TERJADI DI MASYARAKAT PASURUAN A. Kota Pasuruan

Kota Pasuruan (RKPD Kota Pasuruan tahun 2015) termasuk salah satu kota yang

berada di wilayah Provinsi Jawa Timur. Kota pasuruan terletak di sebelah tenggara ibukota

provinsi, Surabaya yang berjarak sekitar 65 km. Kota Pasuruan merupakan wilayah dataran

rendah dengan ketinggian rata-rata 4 m diatas permukaan air laut. Kota Pasuruan merupakan

salah satu wilayah di Provinsi Jawa Timur yang memiliki luas wilayah dan jumlah wilayah

administratif terkecil, yang terbagi ke dalam 4 kecamatan dan 34 kelurahan dengan luas

wilayah 35,29 km2.

Kota Pasuruan secara geografis berbatasan dengan:

Sebelah Utara : Selat Madura yang membentang memisahkan wilayah kota dengan

pulau Madura;

Sebelah Timur : Kecamatan Rejoso kabupaten Pasuruan;

Sebelah Barat : Kecamatan Kraton; dan

Sebelah Selatan : Kecamatan Pohjentrek Kabupaten Pasuruan.

Jumlah penduduk menurut Data Statistik Kota Pasuruan tahun 2005 (Majelis Jemaat

GPIB Pniel Pasuruan, 2006: 11-14), sesaat setelah konflik di Kota Pasuruan terjadi,

berjumlah 164.406 jiwa. Jumlah penduduk berdasarkan agama adalah: 92,02% beragama

Islam, 3,75% beragama Kristen Protestan, 2,00% beragama Katholik, 0,91% beragama

Hindu, dan 1,32% beragama Budha. Kota Pasuruan memiliki 88 masjid, 716 surau/langgar,

dan 29 pondok pesantren. Setiap tahunnya jumlah penduduk kota Pasuruan mengalami

peningkatan, terlihat dalam Data Statistik Kota Pasuruan. Jumlah penduduk Kota Pasuruan

(RKPD Kota Pasuruan tahun 2015) pada tahun 2013 tercatat sebanyak 208.322 jiwa, yang

terdiri dari 104.172 jiwa penduduk laki-laki dan 104.150 jiwa penduduk perempuan.

Kota Pasuruan (RKPD Kota Pasuruan tahun 2015) terletak di jalur utama yang

menghubungkan pusat perekonomian Jawa Timur di Kota Surabaya dengan Bali sebagai

pusat budaya dan pariwisata dengan melalui jalur industri di kota dan kabupaten Probolinggo

dan kota maupun kabupaten lain disekitarnya di wilayah Jawa Timur. Hal ini menjadikan

kota Pasuruan sebagai salah satu wilayah yang penting dalam konstelasi perekonomian Jawa

(2)

13

perdagangan, angkutan dan komunikasi, industri, pertanian, jasa, dan lain sebagainya. Posisi

kota Pasuruan yang berada pada jalur strategis, menyebabkan sektor perdagangan

berkembang pesat dan didukung oleh sektor industri yang berkesinambungan. Perekonomian

masyarakat kota Pasuruan terus mengalami peningkatan ke arah yang lebih baik dari tahun ke

tahun.

B. GPIB Pniel Pasuruan

GPIB Pniel Pasuruan (Majelis Jemaat GPIB Pniel Pasuruan, 2006: 57-62) berada di

tengah (membelah) Jalan Anjasmoro dan Jalan Kelud, tepatnya di Jalan Anjasmoro 6,

Pasuruan. Gedung kebaktian GPIB Pniel Pasuruan didirikan oleh Pemerintah Kerajaan

Belanda pada tanggal 15 November 1829. Awal berdirinya gedung gereja (Majelis Jemaat

GPIB Pniel Pasuruan, 2006: 25-28) yang didirikan oleh pemerintahan Kerajaan Belanda pada

tahun 1829 tersebut dijadikan sebagai tempat ibadah oleh orang-orang Belanda yang bekerja

dan tinggal di Kota Pasuruan. Kemudian berlanjut pada tahun 1974 gedung gereja dipakai

sebagai tempat ibadah oleh 3 jemaat, yaitu GKI,GKJW, dan GPIB. Sebagian besar anggota

jemaat GPIB Pniel Pasuruan adalah anggota ABRI, yang merupakan pindahan dari luar kota

Pasuruan bahkan dari luar Jawa. Kebaktian Minggu, Hari Raya Kristen maupun Hari Besar

Nasional selalu diadakan bersama GKI, GKJW, dan GPIB. Masing-masing jemaat memiliki

majelis dan aktifitas sendiri. Namun dalam hal persoalan Oikumene dibentuk Majelis

Oikumene yang terdiri dari beberapa anggota Majelis masing-masing jemaat. Awalnya setiap

jemaat dapat menjalankan ibadahnya dengan baik. Namun, pada akhirnya terjadi pergesekan,

tepatnya perihal penggunaan rumah jabatan Pendeta dan sulitnya mengatur waktu dan tempat

untuk melakukan kegiatan-kegiatan tambahan di lingkup jemaat. Sehingga pada tahun 1979,

masing-masing jemaat memisahkan diri dan membangun gedung kebaktian. Gedung

kebaktian yang awalnya menjadi tempat ibadah GKI, GKJW, dan GPIB secara otomatis

menjadi hak milik GPIB. Tepat pada tanggal 4 Februari 1979 dilakukan pengukuhan ibadah

minggu oleh jemaat GPIB Pniel Pasuruan. GPIB Pniel Pasuruan melakukan pelayanan yang

bercorak Presbiterial Sinodal, yang diperlukannya koordinasi dan tanggungjawab bersama

antara Pendeta, Penatua dan Diaken.

Jumlah jemaat GPIB Pniel Pasuruan mengalami pertumbuhan setiap tahunnya.

Jumlah jemaat GPIB Pniel Pasuruan tahun 2015 sebanyak 104 keluarga. Jemaat GPIB Pniel

Pasuruan terbagi ke dalam 3 sektor: sektor 1 berjumlah 39 keluarga, sektor 2 berjumlah 33

(3)

14

Diaken, yakni: sektor 1 memiliki 3 Penatua dan 3 Diaken, sektor 2 memiliki 3 Penatua dan 1

Diaken, sektor 3 memiliki 3 Penatua dan 3 Diaken. Sampai saat ini, sebagian besar anggota

jemaat GPIB Pniel Pasuruan merupakan pindahan dari luar kota bahkan luar Jawa, yang

kemudian menetap di Kota Pasuruan.1

Gedung kebaktian GPIB Pniel Pasuruan (Majelis Jemaat GPIB Pniel Pasuruan, 2006:

75-85) telah melakukan 5 kali pembangunan maupun renovasi, yaitu tahun 1975, 1980, 1987,

1991, dan 2002. Situasi keuangan jemaat GPIB Pniel Pasuruan dari awal pengukuhan ibadah

minggu pada tahun 1979 memang dapat dikatakan krisis, tetapi usaha dan semangat yang

dimiliki jemaat GPIB Pniel Pasuruan memampukan untuk melakukan pemugaran gedung

kebaktian agar layak untuk dipergunakan. Terakhir pemugaran dilakukan oleh jemaat GPIB

Pniel Pasuruan adalah tahun 1991, hingga akhirnya gedung kebaktian dihancurkan oleh

oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab pada tanggal 29 Mei 2001. Setelah gedung

kebaktian dihancurkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab, maka dilakukan

kembali pembangunan gedung kebaktian GPIB Pniel Pasuruan pada tahun 2002 dan selesai

pembangunan pada tanggal 28 November 2004. Setelah gedung kebaktian dihancurkan oleh

oknum-oknum yang tidak bertangungjawab, jemaat GPIB Pniel Pasuruan tetap melaksanakan

ibadah dan kegiatan gereja yang dilakukan di rumah-rumah jemaat secara bergilir.

Konflik yang menghancurkan gedung kebaktian GPIB Pniel Pasuruan, yang terjadi

pada tanggal 29 Mei 2001 telah diselesaikan dengan baik, dengan cara membuat pertemuan

antara presiden K.H Abdurrahman Wahid bersama dengan masyarakat yang terkena konflik

dan jemaat GPIB Pniel Pasuruan. Setelah penyelesaian dilakukan, tidak mudah bagi jemaat

GPIB Pniel Pasuruan membangun gedung kebaktian dengan situasi keuangan yang pada saat

itu kekurangan. Tetapi semangat kesatuan mampu muncul dalam hati jemaat untuk membuat

usaha dan bekerjasama membangun gedung kebaktian kembali. Usaha dan kerjasama jemaat

GPIB Pniel Pasuruan membuahkan hasil yang cukup memuaskan dengan mampu

membangun gedung kebaktian dalam waktu 2,5 tahun setelah konflik terjadi. Keberhasilan

jemaat GPIB Pniel Pasuruan dalam membangun gedung kebaktian dengan cukup singkat

tidak membuat jemaat juga berhasil dalam menyelesaikan semua permasalahan yang dimiliki

jemaat. Jemaat masih harus berusaha membuka diri, membaurkan diri bersama masyarakat

hingga menjadi suatu kesatuan yang utuh, yang disebut dengan integrasi sosial.2

1

Wawancara Ibu RG (inisial), 11 November 2015

2

(4)

15

Interaksi dan komunikasi bersama masyarakat masih harus dibangun dan ditingkatkan

agar gereja mampu menjalankan tugas dan perannya sebagai terang dunia, seperti terlihat

dalam visi dan misi GPIB (Manuhutu. M. F, Dkk, 2010:16).

Visi : “GPIB menjadi gereja yang mewujudkan damai sejahtera Allah bagi seluruh ciptaanNya.”

Misi :

1. Menjadi Gereja yang terus menerus diperbaharui dengan bertolak dari Firman Allah,

yang terwujud dalam perilaku kehidupan warga gereja, baik dalam persekutuan,

maupun dalam hidup bermasyarakat.

2. Menjadi gereja yang hadir sebagai conoh kehidupan, yang terwujud melalui inisiatif

dan partisipasi dalam kesetiakawanan sosial serta kerukunan dalam masyarakat,

dengan berbasis pada perilaku kehidupan keluarga yang kuat dan sejahtera.

3. Menjadi Gereja yang membangun keutuhan ciptaan yang terwujud melalui perhatian

terhadap lingkungan hidup, semangat keesaan dan semangat persatuan dan kesatuan

warga Gereja sebagai warga masyarakat.

Jemaat menyadari bahwa GPIB Pniel termasuk gereja Misioner, yang berarti gereja

memberi diri untuk selalu diperbaharui oleh Roh Kudus. Oleh karena itu, GPIB Pniel

diharapkan menjadi sebuah “Persekutuan yang dinamis, proaktif dalam melayani dan

bersaksi, baik di dalam gereja maupun masyarakat serta bagi dunia” sekaligus juga

“Persekutuan yang mewujudkan terciptanya masyarakat yang damai sejahtera menuju kehadiran Allah di dunia ini”. Untuk mewujudkan gereja yang Misioner, jemaat GPIB Pniel

Pasuruan mencoba membenahi diri mulai dari dalam persekutuan jemaat dengan kembali

memahami tugas dan panggilan gereja sebagai “garam dan terang dunia” serta memancarkan

Kasih bagi sesama manusia, yang kemudian membangun dan meningkatkan interaksi

bersama masyarakat. Ketika sebelum konflik terjadi, jemaat GPIB Pniel Pasuruan kurang

berinteraksi bersama masyarakat sekitar, maka sangat terlihat adanya peningkatan pasca

konflik dalam menciptakan integrasi sosial.

GPIB Pniel Pasuruan yang memiliki posisi cukup unik karena berada di tengah

(membelah) Jalan Anjasmoro dan Jalan Kelud, juga dikelilingi oleh beberapa Gereja yaitu

GKJW Pasamuwan Pasuruan, Katholik St. Padova Pasuruan, dan Gereja Bethel Pasuruan.

Beberapa masyarakat ada yang bekerja sebagai tukang becak dan penjual makanan di sekitar

(5)

16

besar masyarakat yang beragama Kristen yang bertempat tinggal disekitar Gereja menjadi

anggota GKJW Pasamuwan Pasuruan dikarenakan masyarakat memiliki suku Jawa, disusul

dengan Katholik St. Padova dan Gereja Bethel yang lebih banyak memiliki jemaat dari

masyarakat setempat daripada GPIB Pniel Pasuruan. Dengan situasi yang seperti itu membuat

GPIB Pniel Pasuruan sedikit ragu untuk bersosialisasi dengan sebagian masyarakat yang

sudah menjadi anggota gereja lain, sehingga membuat GPIB Pniel Pasuruan terlihat sedikit

ekslusif atau menutup diri dari masyarakat. Sedangkan beberapa masyarakat lainnya,

merupakan orang-orang yang beragama Islam dan terdapat 1 pesantren tepat dibelakang

gedung kebaktian GPIB Pniel Pasuruan, yang juga sedikit menutup diri ketika jemaat GPIB

Pniel Pasuruan mencoba membaurkan diri dengan cara membagikan sembako ketika Hari

Besar Islam dan Kristen. Hal itu yang mendukung jemaat GPIB Pniel Pasuruan kurang

berinteraksi, menutup diri terhadap masyarakat dan hanya melakukan kegiatan gereja tanpa

melakukan kegiatan sosial, sebelum konflik terjadi.3

C. Konflik Di Pasuruan

Pada tanggal 29 Mei 2001, sekelompok oknum yang tidak bertanggungjawab

melakukan penyerangan yang berakibat pada hancurnya gedung kebaktian GPIB Pniel

Pasuruan. Menurut majelis GPIB Pniel Pasuruan yang bertugas pada saat terjadinya konflik

dan kerusuhan, peristiwakerusuhan tersebut terjadi secara tidak terduga. Warga gereja tidak

menduga akan ada sekelompok orang menyerang gereja. Kelompok ini pertama sekali

melakukan kerusuhan terhadap Sekolah Muhamadiyah Pasuruan, kemudian bergerak kembali

dan mencoba merusak sebuah toko meubel bernama Perak Mas namun aksi itu tidak berhasil

karena adanya pembelaan dari masyarakat sekitar toko. Kemudian gerombolan massa

bergerak menuju Gereja Khatolik St. Antonius Padova di Jalan Anjasmoro, namun aksi itu

gagal karena seorang pe-massa mengenal pegawai gereja yang pada waktu itu tengah

bertugas menjaga gereja. Setelah itu massa kembali bergerak menuju GKJW Pasamuwan

Pasuruan yang berjarak tidak jauh dari Gereja Khatolik St. Antononius Padova, lebih

tepatnya berada di samping GPIB Pniel Pasuruan. Massa mencoba menyerang GKJW

Pasuruan yang dimulai dengan pembakaran gorden, namun aksi itu segera digagalkan oleh

masyarakat sekitar, beberapa dari masyarakat segera memadamkan api dan beberapa lagi

berteriak mengatakan bahwa GKJW adalah gereja milik orang suku Jawa. Karena itu, massa

3

(6)

17

yang sudah kalap namun aksi mereka selalu digagalkan beralih menyerang GPIB Pniel yang

berada tepat di samping GKJW.4

Kerumunan massa masuk ke gereja dengan melewati tembok pembatas antara GKJW

Pasamuwan Pasuruan dengan GPIB Pniel Pasuruan. Ada seorang dari massa yang merupakan

hadjah mencoba menghalangi massa, karena beliau memiliki pemahaman bahwa rumah

ibadah tidak boleh dirusak, tetapi alasan tersebut dirasa tidak masuk akal oleh kebanyakan

massa dan didukung pula oleh situasi massa yang telah emosi, maka suasana menjadi kacau

dan berlajut pada aksi anarkis. Setelah memasuki kawasan gedung kebaktian GPIB Pniel

Pasuruan, massa naik ke atas atap dengan membawa bensin yang dibungkus dalam plastik

dan menaruhnya di atas plafon gedung, sedangkan massa yang berada di bawah menumpuk

kursi kemudian membakarnya, sehingga kebakaran besar terjadi yang melahap habis gedung

gereja GPIB Pniel. Selain membakar gedung, sebelumnya massa juga sempat menjarah

barang-barang inventaris gereja, seperti buku dan sound system. Massa menutup jalan masuk

dengan membawa senjata tajam dan tidak peduli dengan aparat yang menjaga pada saat itu,

sehingga mobil pemadam kebakaran tidak dapat masuk.5 Pasca konflik, beberapa jemaat

GPIB Pniel Pasuruan merasa terkejut, shock, sedih, dan takut. Jemaat GPIB Pniel Pasuruan

kaget dan menyesal karena gedung kebaktian yang mereka jadikan untuk ibadah telah hangus

terbakar. Kejadian tersebut mengakibatkan trauma bagi sebagian warga gereja untuk menetap

tinggal di daerah Pasuruan, sehingga ada sebagian warga gereja yang pindah tempat tinggal

untuk sementara ke daerah lain hingga situasi kembali tenang.

Ketika terjadi kerusuhan yang mengakibatkan gereja GPIB Pniel Pasuruan terbakar,

masyarakat setempat tidak berusaha menolong atau mencegah massa merusak gedung GPIB

Pniel Pasuruan. Salah satu hal yang melatarbelakangi tindakan tersebut adalah karena

kurangnya interaksi dan komunikasi dari pihak gereja GPIB Pniel terhadap masyarakat dan

ditambah pula ketakutan dari masyarakat karena massa semakin brutal. Tetapi, setelah

konflik terjadi, ada penyesalan yang terjadi di dalam masyarakat sekitar GPIB Pniel

Pasuruan. Masyarakat merasa menyesal karena tidak dapat menolong saat gedung gereja

GPIB Pniel Pasuruan akan dibakar yang berakibat pada hancurnya gedung kebaktian GPIB

Pniel Pasuruan.6

4

Wawancara Bapak PG, MS, dan RT (inisial), 13-16 November 2015.

5

Wawancara Ibu DN dan Bapak BM (inisial), 17 November 2015.

6

(7)

18

Akhirnya konflik berhasil diselesaikan dengan damai tepat tiga hari setelah konflik

terjadi, dengan cara mengadakan pertemuan antara Bapak K.H Abdurrahman Wahid, yang

pada saat terjadinya konflik menjabat sebagai presiden Republik Indonesia, bersama dengan

pejabat pemerintahan kota Pasuruan dan masyarakat yang terkena konflik. Setelah diadakan

pertemuan, maka komunikasi, interaksi, dan saling peduli antara jemaat GPIB, GKJW,

Khatolik, dan masyarakat semakin lebih baik.7

7

Referensi

Dokumen terkait

Harga Minuman Sari Buah Apel... Grosir Minuman

Permasalahan yang diteliti dalam skripsi ini adalah (1) Adakah pengaruh Bimbingan dan Konseling Islam terhadap kemampuan keterampilan sosial anak yatim di Lembaga Kebajikan

Nickel Prices on the LME Exchange Freefall in March 2021 Harga Nikel di Bursa LME Terjun Bebas pada Maret 2021 Silkroad to supply 2.7 mln T Indonesian nickel ore to China's

Rencana Kerja Pembangunan Desa yang selanjutnya disingkat RKP Desa adalah Penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 Tahun yang ditetapkan oleh Kepala Desa.. Anggaran

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda.Berdasarkan penelitian diperoleh hasil bahwa motivasi kerja berpengaruh secara

Penelitian ini menggunakan rancang bangun cross sectional karena pengamatan dilakukan pada suatu atau periode tertentu (Notoatmodjo, 2002). Populasi penelitian di

Penggunaan Mendeley harus terintegrasi dengan software pengolah kata yang digunakan. Pengolah kata yang paling banyak digunakan adalah Microsoft Office Word dan