• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH ASAS PRADUGA TAKBERSALAH Tugas H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH ASAS PRADUGA TAKBERSALAH Tugas H"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

“ ASAS PRADUGA TAKBERSALAH “

Tugas : Hukum Acara Pidana

Di Susun Oleh :

1. Meika Mississipi ( 011500308 )

FAKULTAS HUKUM

(2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Asas hukum praduga tak bersalah, sejak abad ke 11 dikenal di dalam sistem hukum Common Law, khususnya di Inggris, dalam Bill of Rights (1648). Asas hukum ini dilatarbelakangi oleh pemikiran individualistik – liberalistik yang berkembang sejak pertengahan abad ke 19 sampai saat ini. Hak seseorang tersangka untuk tidak dianggap bersalah sampai ada putusan pengadilan yang menyatakan sebaliknya (praduga tak bersalah) sesungguhnya juga bukan hak yang bersifat absolut, baik dari sisi formil maupun sisi materiel, karena hak ini tidak termasuk non-derogable rights seperti halnya hak untuk hidup atau hak untuk tidak dituntut dengan hukum yang berlaku surut (non-retroaktif). Bahkan UUD 1945 dan Perubahannya, sama sekali tidak memuat hak, praduga tak bersalah, asas ini hanya dimuat dalam Pasal 8 UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan di dalam Penjelasan Umum UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.

Rumusan kalimat dalam Pasal 8 UU Kekuasaan Kehakiman (2004), dan Penjelasan Umum KUHAP adalah Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/ atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya, dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap”.Rumusan kalimat tersebut di atas, berbeda maknanya secara signifikan dengan rumusan asas praduga tak bersalah di dalam Pasal 14 Pasal 2, Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Hak Politik (1966), yang dirumuskan dengan kalimat singkat: ”Everyone charged with criminal offence shall have the right to be presumed innocent until proved guilty according to law”. Menurut Romli Atmasasmita untuk mencegah tafsir hukum yang berbeda-beda di atas, tampaknya solusi realistik telah diberikan oleh Kovenan, yaitu dengan merinci luas lingkup atas tafsir hukum ”hak untuk dianggap tidak bersalah” yang meliputi 8 (delapan) hak, yaitu:

1. Hak untuk diberitahukan jenis kejahatan yang didakwakan.

2. Hak untuk disediakan waktu yang cukup dalam mempersiapkan pembelaannya dan berkomunikasi dengan penasehat hukum yang bersangkutan.

3. Hak untuk diadili tanpa ditunda-tunda.

4. Hak untuk diadili yang dihadiri oleh yang bersangkutan.

5. Hak untuk didampingi penasehat hukum jika yang bersangkutan tidak mampu.

6. Hak untuk diperiksa dan memeriksa saksi-saksi yang berlawan dengan yang bersangkutan.

7. Hak untuk memperoleh penerjemah jika diperlukan oleh yang bersangkutan.

8. Hak untuk tidak memberikan keterangan yang merugikan dirinya atau hak untuk tidak dipaksa mengakui perbuatannya.

(3)

konvenan tersebut, maka selama itu pula perlindungan atas asas praduga tak bersalah, telah selesai dipenuhi oleh lembaga penegak hukum.

BAB I PEMBAHASAN

A. Analisis Yuridis Asas Praduga Tak Bersalah Dalam KUHAP

Asas praduga tak bersalah “presumtion of inno- cent” mengandung arti bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau diperiksa di pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum memperoleh putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Asas Praduga Tak Bersalah merupakan salah satu asas yang terpenting didalam Hukum Pidana, dimana terdapat dalam penjelasan umum butir 3 huruf c Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Pasal 8 Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman No. 14 Tahun 1970.

Sebelum undang-undang tersebut diatas berlaku asas praduga tak bersalah dimuat di dalam UUD RIS 1949 pasal 14, UUDS 1950 pasal 14 dan kemudian UU No. 19/1964 (Undang-Undang Pokok Kehakiman) pasal 5.

Asas praduga tak bersalah mengandung arti bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau diperiksa di pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum memperoleh putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah mempunyai hukum yang tetap dan mengikat. Sebagai perwujudan asas praduga tak bersalah ialah bahwa seorang tersangka atau terdakwa tidak dapat dibebani kewajiban pembuktian, karena itu penyidik atau penuntut umumlah yang dibebani kewajiban untuk membuktikan kesalahan terdakwa.

Asas praduga tak bersalah merupakan pedoman bagi para penegak-penegak hukum dalam setiap proses pemeriksaan tersangka. Yang menempatkan tersangka sebagai objek pemeriksaan.dalam setiap proses yang dilakukan harus kemudian berdasarkan sebuah etika yang dapat menempatkan pada posisi kemanusiaan ( tersangka ) dan tentunya moralitas penegak hukum. setiap manusia yang sehat secara rohani pasti memiliki sikap moral.

B. Urgensi Penyidikan dan Kewenangan Penyidik dalam KUHAP

Apa pentingnya penyidikan (opsporing/ Belanda, investigation/ inggris, penyiasatan atau siasat/ Malaysia) ? adalah tidak lain untuk melindungi hak seorang yang diduga sebagai pelaku tindak pidana. Maka harus ada bukti permulaan yang cukup untuk melakukan penangkapan. Penyidikan sebagai rangkaian dari proses penyelidikan, bermaksud untuk menemukan titik terang siapa pelaku atau tersangkanya. Pasal 1 butir 2 menegaskan “penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini (baca: KUHAP) untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi guna

(4)

Penyidikan diatur di dalam Pasal 102 s/d Pasal 138 Bagian ke-dua BAB XIV KUHAP. Penyidik dan penyidik pembantu diatur dalam Pasal 6 s/d Pasal 13 bagian kesatu dan kedua BAB IV KUHAP. Selain penyidikan ada serangkaian tindakan yang mengawalinya. Tindakan pejabat tersebut disebut penyelidikan. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. (Pasal 1 butir 5). Di dalam buku pedoman pelaksanaan KUHAP ditegaskan latar belakang, motivasi, dan urgensi diintrodusirnya fungsi penyelidikan sebagai rangkaian, atau tindakan awal dari penyidikan dalam menemukan titik terang siapa pelakunya (dader) yaitu:

1. Adanya perlindungan dan jaminan terhadap Hak Asasi Manusia.

2. Adanya persyaratan dan pembatasan yang ketat dalam penggunaan upaya paksa.

3. Ketatnya pengawasan dan adanya lembaga ganti rugi dan rehabilitasi.

4. Tidak setiap peristiwa yang terjadi dan diduga sebagai tindak pidana itu menampakkan bentuknya

secara jelas sebagai tindak pidana, maka sebelum melangkah lebih lanjut dengan melakukan penyidikan, dengan konsekuensi digunakannnya upaya paksa, perlu ditentukan lebih dahulu berdasarkan data dan keterangan yang didapat dari hasil penyelidikan bahwa peristiwa yang terjadi dan diduga sebagai tindak pidana itu benar adanya merupakan tindak pidana sehingga dapat dilanjutkan dengan tindakan penyidikan. Jika diamati secara sepintas lalu. Penyelidikan sepertinya identik dengan penyidikan. Tetapi sebagaimana dikemukakan oleh Yahya Harahap (2002a: 109) kedua istilah tersebut

sungguh berbeda.

“Perbedaannya dapat dilihat dari sudut pejabat yang melaksanakannya. Penyelidik pejabat yang melaksanakannya adalah penyelidik yang terdiri atas pejabat Polri saja tanpa ada pejabat lainnya. Sedangkan penyidikan dilakukan oleh penyidik yang terdiri atas pejabat polri dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu (lih: Pasal 6 KUHAP dan Pasal 2 ayat 2 PP Nomor 27 Tahun 1983). Perbedaan lain yakni dari segi penekanannya. Penyelidikan pada tindakan mencari dan menemukan peristiwa yang dianggap atau diduga sebagai tindak pidana, sedangkan penyidikan titik berat penekanannya diletakkan pada tindakan mencari serta mengumpulkan bukti, supaya tindak pidana yang ditemukan menjadi terang, serta agar dapat menemukan dan menentukan pelakunya.”

Pada dasarnya tujuan dari pada penyidikan terhadap tindak pidana menurut Rusli Muhammad (2007: 58 - 60) bagi pejabat penyidik diharapkan dapat diperoleh keterangan berupa:

a. Jenis dan kualifikasi tindak pidana yang terjadi. b. Waktu tindak pidana dilakukan.

c. Tempat terjadinya tindak pidana. d. Dengan apa tindak pidana dilakukan. e. Alasan dilakukannya tindak pidana. f. Siapa pelaku tindak pidana

(5)

Dalam melaksanakan tugas dan penyidikan untuk mengungkap suatu tindak pidana. Penyidik karena kewajibannya mempunyai wewenang. Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 7 ayat 1 KUHAP jo. Pasal 16 ayat 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Yang menegaskan bahwa wewenang penyidik adalah:

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana.

b. Melakukan tindak pertama pada saat ditempat kejadian.

c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka.

d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.

e. Melakukan pemeriksan surat dan penyitaan surat.

f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.

g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.

h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.

i. Mengadakan penghentian penyidikan.

j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Proses penyidikan tersebut, dilakukan oleh pejabat penyidk sebagai suatu mekanisme yang panjang berdasarkan ketentuan KUHAP dapat digambar sebagaimana dikemukakan oleh Rusli Muhammad (2007: 60 – 66) antara lain:

1. Diawali dengan adanya bahan masukan suatu tindak pidana (Pasal 106, Pasal 7 ayat 1, Pasal 1 butir 19

KUHAP).

2. Melakukan tindakan pertama ditempat kejadian.

3. Pemanggilan dan pemeriksaan tersangka dan saksi (Pasal 112 dan Pasal 113).

4. Melakukan upaya paksa yang diperlukan (Pasal 16 – Pasal 49)

5. Pembuatan berita acara penyidikan (Pasal 112)

6. Penyerahan berkas perkara kepada penuntut umum. (bandingkan juga dengan Yahya Harahap, 2002a:

134-150; Yesmil Anwar, 2009: 83;, Marpaung, 2009: 12- 14: Soetomo, 1998: 20-21; Hamzah, 2006: 123 – 125)

Tindakan lain penyidik untuk mencari dan mengumpulkan bukti untuk membuat terang tindak pidana yang terjadi dan sekaligus menemukan siapa tersangkanya, kadang-kadang harus menggunakan upaya paksa yang mengurangi kemerdekaan seseorang dan mengganggu kebebasan. Namun semua itu dijamin dan dilindungi oleh undang-undang. Asalkan penggunaan wewenang yang dilaksanakan oleh penyidik tersebut, sesuai dengan ketentuan undang-undang yang memberikan kewenangan tersebut. Hal ini penting karena kalau sampai terjadi pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia yang tidak sesuai dengan persyaratan sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-undang, maka oknum penyidik tersebut dapat pula diambil tindakan hukum (lih: Pasal 422 KUHP). KUHAP telah menentukan adanya beberapa tindakan atau upaya paksa yang dapat dilakukan sehubungan dengan tindak pidana yang yang dilakukan oleh seseorang, berbagai upaya paksa tersebut,dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Penangkapan, suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau

terdakwa apabila cukup bukti guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang (Pasal 1 butir 20).

2. Penahanan, penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum

atau hakim, dengan penetapannya dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang (pasal 1 butir 21)

3. Penggeledahan. Dalam KUHAP tindakan penggeledahan dibagi dua yakni: - penggeledahan rumah,

tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang (Pasal 17).-Penggeledahan badan, tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawahnya, serta untuk disita (Pasal18).

(6)

5. Setiap tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik yang bertentangan dengan ketentuan

KUHAP. Penangkapan, panahanan, penggeledahan, penyitaan. Tersangka, kuasa hukum/ keluarganya yang merasa dalam tindakan upaya paksa tidak sesuai dengan mekanisme, tatacara, syarat-syarat dan alasan tindakan upaya paksa dapat melakukan upaya hukum praperadilan atas tidak sahnya upaya paksa. Tidak sahnya penangkapan, tidak sahnya penahan, tidak sahnya penggeledahan, tidak sahnya penyitaan (lih: Pasal 1 butir 10 dan Pasal 77 KUHAP). Bahkan atas kerugian dari terjadinya penangkapan yang salah orang (salah tangkap/ eror in persona), tersangka/ kuasa hukum atau kelurganya dapat mengajukan permohonan ganti rugi dan rehabilitasi (Pasal 95 KUHAP)

B. Urgensi Penyidikan dan Kewenangan Penyidik dalam KUHAP

Apa pentingnya penyidikan (opsporing/ Belanda, investigation/ inggris, penyiasatan atau siasat/ Malaysia) ? adalah tidak lain untuk melindungi hak seorang yang diduga sebagai pelaku tindak pidana. Maka harus ada bukti permulaan yang cukup untuk melakukan penangkapan. Penyidikan sebagai rangkaian dari proses penyelidikan, bermaksud untuk menemukan titik terang siapa pelaku atau tersangkanya. Pasal 1 butir 2 menegaskan “penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini (baca: KUHAP) untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya” Penyidikan diatur di dalam Pasal 102 s/d Pasal 138 Bagian ke-dua BAB XIV KUHAP. Penyidik dan penyidik pembantu diatur dalam Pasal 6 s/d Pasal 13 bagian kesatu dan

kedua BAB IV KUHAP.

Selain penyidikan ada serangkaian tindakan yang mengawalinya. Tindakan pejabat tersebut disebut penyelidikan. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. (Pasal 1 butir 5). Di dalam buku pedoman pelaksanaan KUHAP ditegaskan latar belakang, motivasi, dan urgensi diintrodusirnya fungsi penyelidikan sebagai rangkaian, atau tindakan awal dari penyidikan dalam menemukan titik terang siapa pelakunya (dader) yaitu:

 Adanya perlindungan dan jaminan terhadap Hak Asasi Manusia.

 Adanya persyaratan dan pembatasan yang ketat dalam penggunaan upaya paksa.

 Ketatnya pengawasan dan adanya lembaga ganti rugi dan rehabilitasi.

 Tidak setiap peristiwa yang terjadi dan diduga sebagai tindak pidana itu menampakkan bentuknya secara

jelas sebagai tindak pidana, maka sebelum melangkah lebih lanjut dengan melakukan penyidikan, dengan konsekuensi digunakannnya upaya paksa, perlu ditentukan lebih dahulu berdasarkan data dan keterangan yang didapat dari hasil penyelidikan bahwa peristiwa yang terjadi dan diduga sebagai tindak pidana itu benar adanya merupakan tindak pidana sehingga dapat dilanjutkan dengan tindakan penyidikan.

(7)

pada penyidikan terhadap tindak pidana menurut Rusli Muhammad (2007: 58 - 60) bagi pejabat

 Siapa pelaku tindak pidana Penyidikan yang dilakukan oleh penyidik harus diberitahukan kepada

Penuntut Umum. Jika penyidikan telah selesai, penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara itu kepada Penuntut Umum. Kadang-kadang hasil penyidikan dinilai oleh Penuntut Umum kurang lengkap sehingga perlu dilengkapi penyidik. Jika terjadi demikian, Penuntut Umum harus segera mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi. Apabila berkas perkaranya dikembalikan, penyidik harus segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari Penuntut Umum. Dalam melaksanakan tugas dan penyidikan untuk mengungkap suatu tindak pidana. Penyidik karena kewajibannya mempunyai wewenang. Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 7 ayat 1 KUHAP jo. Pasal 16 ayat 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Yang menegaskan bahwa wewenang penyidik adalah:

 Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana.

 Melakukan tindak pertama pada saat ditempat kejadian.

 Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka.

 Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.

 Melakukan pemeriksan surat dan penyitaan surat.

 Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.

 Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.

 Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.

 Mengadakan penghentian penyidikan.

 Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Proses penyidikan tersebut, dilakukan oleh pejabat penyidk sebagai suatu mekanisme yang panjang berdasarkan ketentuan KUHAP dapat digambar sebagaimana dikemukakan oleh Rusli Muhammad (2007: 60 – 66) antara lain:

 Penyerahan berkas perkara kepada penuntut umum. (bandingkan juga dengan Yahya Harahap, 2002a:

134-150; Yesmil Anwar, 2009: 83;, Marpaung, 2009: 12- 14: Soetomo, 1998: 20-21;

(8)

sehubungan dengan tindak pidana yang yang dilakukan oleh seseorang, berbagai upaya paksa tersebut, dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Penangkapan, suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau

terdakwa apabila cukup bukti guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang (Pasal 1 butir 20).

2. Penahanan, penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum

atau hakim, dengan penetapannya dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang (pasal 1 butir 21).

3. Penggeledahan. Dalam KUHAP tindakan penggeledahan dibagi dua yakni:- penggeledahan rumah,

tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang (Pasal 17). - Penggeledahan badan, tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawahnya, serta untuk disita (Pasal 18).

4. Penyitaan, serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah

penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan (Pasal 16). Setiap tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik yang bertentangan dengan ketentuan KUHAP. Penangkapan, panahanan, penggeledahan, penyitaan. Tersangka, kuasa hukum/ keluarganya yang merasa dalam tindakan upaya paksa tidak sesuai dengan mekanisme, tatacara, syarat-syarat dan alasan tindakan upaya paksa dapat melakukan upaya hukum praperadilan atas tidak sahnya upaya paksa. Tidak sahnya penangkapan, tidak sahnya penahan, tidak sahnya penggeledahan, tidak sahnya penyitaan (lih: Pasal 1 butir 10 dan Pasal 77 KUHAP). Bahkan atas kerugian dari terjadinya penangkapan yang salah orang (salah tangkap/ eror in persona), tersangka/ kuasa hukum atau kelurganya dapat mengajukan permohonan ganti rugi dan rehabilitasi (Pasal 95 KUHAP)

BAB III PENUTUP simpulan

(9)

Saran

Referensi

Dokumen terkait

memperbesar peluang untuk menyisakan makanan untuk dibuang. Ketika makanan menjadi sisa, maka orang lain sudah pasti tidak mau memakannya. Di restoran-restoran,

strategi komunikasi yang baik efek dari proses komunikasi (terutama komunikasi media massa) bukan tidak mungkin akan menimbulkan pengaruh negatif. Perkembangan pesat

Kitab Maleakhi adalah sebuah pesan yang bernuansa moral-spiritual, karena Allah yang begitu mengasihi umat Israel namun umat Israel justru merespon sebaliknya, mereka

Untuk prediksi lima tahun kedepan pun parkir di Pasar Bulu masih layak untuk memenuhi kebutuhan parkir sehingga pengelola hanya perlu mengantisipasi agar sirkulasi parkir

Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Kota Salatiga , berubah nomenklatur menjadi Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Salatiga terdiri dari

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui komposisi bahan-bahan yang diperlukan mencakup air, semen, agregat kasar, dan agregat halus yang nantinya digunakan untuk

Hasil penelitian secara teoritis diharapkan dapat berguna untuk mengembangkan konsep/teori/prosedur pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan prestasi belajar

Apakah saat admin menginput data peminjam, sistem dapat memberi informasi Apakah saat admin menginput data peminjam, sistem dapat memberi informasi tentang data