• Tidak ada hasil yang ditemukan

BOOK Mediamorfosa FX Lilik DM Perselisihan Internal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BOOK Mediamorfosa FX Lilik DM Perselisihan Internal"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Studi Kasus Penutupan Harian Sore Sinar Harapan

F.X. Lilik Dwi Mardjianto

Universitas Multimedia Nusantara

[email protected]

Pendahuluan

Teknologi digital berkembang sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Hal itu antara lain terlihat dari munculnya sejumlah sarana alternatif—selain surat kabar-- yang bisa digunakan untuk mendapatkan informasi oleh masyarakat. Sarana alternatif itu adalah gawai, lengkap dengan segala perangkat lunak di dalamnya. Di dalam sebuah gawai yang terkoneksi dengan internet, setiap orang akan sangat dengan mudah terhubung dengan sumber-sumber informasi melalui portal berita dan platform jejaring sosial.

Keberadaan internet telah menginterupsi strategi distribusi konten dan strategi investasi media massa. Nic Newman dalam Digital News Project 2017 memaparkan hal itu. Dia mejaring pendapat dari 143 pimpinan media digital dari 24 negara. Salah satu temuan menarik dari penelitian itu adalah bahwa sebagian besar responden (78 persen) memilih untuk mengembangkan investasi distribusi informasi melalui Facebook. Semetara itu, responden yang yang lain menyebutkan berbagai aplikasi alternatif untuk mendistribusikan berita, antara lain Youtube, Facebook Messenger, Whatsapp, Twitter, dan Snapchat.

Situasi itu menunjukkan bahwa sebagian besar pimpinan media digital mulai meninggalkan atau--paling tidak—bukan hanya memikirkan distribusi konten melalui cara tradisional, yaitu melalui portal berita mereka, apalagi sirkulasi surat kabar. Kondisi ini sangat masuk akal bila disandingkan dengan kenyataan yang dilaporkan

(2)

itu menunjukkan tren peningkatan penggunaan gawai sebagai sarana mendapatkan informasi di berbagai belahan dunia.

Perubahan pola konsumsi berita diikuti oleh penurunan pendapatan surat kabar. Secara global, menurut data World Press Tren, pendapatan iklan surat kabar berkurang di beberapa negara. Banyak pihak memprediksi bahwa hal itu disebabkan oleh peningkatan penggunaan sebagai etalase utama untuk memajang produk-produk jurnalistik. Dengan kata lain, media cetak tidak lagi akan menjadi pilihan pertama, baik oleh pembaca maupun oleh pemasang iklan.

Nic Newman dalam laporannya memaparkan bahwa Google dan Facebook adalah dua platform yang menyerap iklan digital terbanyak. Mengutip data publik dari kedua perusahaan tersebut, Newman mamaparkan bahwa Google telah meraup pendapatan iklan sebesar 9,5 miliar dolar pada kuartal ketiga 2016. Facebook berada di bawahnya dengan pendapatan sebesar 3,4 miliar dolar. Kondisi ini, menurut Newman, menunjukkan Google dan Facebook telah menguasai 99 persen pasar iklan secara global, sementara media lain hanya mendapat bagian 1 persen.

Kondisi tersebut menjadi alasan yang cukup kuat bagi fenomena penurunan sirkulasi dan iklan media cetak, terutama di Eropa dan Amerika. Data World Press Tren menunjukkan rata-rata penurunan sirkulasi surat kabar dalam kurun waktu lima tahun terakhir di beberapa negara di Benua Amerika bagian utara mencapai 8,8 persen. Sementara itu, penurunan sirkulasi di Eropa mencapai 21,3 persen (WAN-IFRA, 2015).

(3)

Penelitian ini mencoba menggali berbagai dimensi krisis yang dialami oleh Sinar Harapan. Kemudian, penelitian ini juga menguraikan bagaimana berbagai dimensi krisis itu berkontribusi terhadap keputusan manajemen untuk menutup surat kabar sore tersebut.

Kajian Teori

Dimensi Krisis Surat Kabar

Media cetak, khususnya surat kabar, masih menikmati masa jaya sampai dengan awal tahun 2000-an. Namun, memasuki dekade ke-2 di era yang sama, surat kabar di Amerika Serikat mulai terpuruk. Siles dan Boczkowski menyatakan, gejala tersebut ternyata tidak hanya terjadi di Amerika Serikat, namun juga melanda surat kabar di beberapa negara lain (2012: 376). Sejumlah surat kabar mulai ditinggalkan oleh pemasang iklan. Kondisi itu diperburuk dengan menurunnya jumlah sirkulasi.

Melalui sebuah tulisan yang terbit di jurnal New Media and Society, Siles dan Boczkowski menawarkan beberapa dimensi tentang krisis yang dialami oleh surat kabar. Intisari konsep itu mereka rumuskan berdasarkan pendalaman terhadap sejumlah penelitian tentang krisis surat kabar di Amerika Serikat. Menurut mereka, krisis surat kabar bisa dilihat dari beberapa dimensi. Dua dimensi yang relevan bagi penelitian ini adalah dimensi penyebab dan dimensi manifestasi.

1. Dimensi Penyebab

Siles dan Boczkowski menyatakan, sejumlah riset tentang krisis surat kabar di Amerika Serikat menunjukkan keseragaman pola penyebab. Secara umum, krisis surat kabar disebabkan oleh tiga faktor, yaitu ekonomi, teknologi, dan sosial.

(4)

Faktor teknologi juga memiliki andil dalam memperparah krisis surat kabar. Sejumlah peneliti sepakat menunjuk internet sebagai fenomena utama yang berberan pesar dalam hal ini. Siles dan Boczkowski menyatakan, kemunculan internet mengakibatkan surat kabar harus mengubah sistem produksi berita, menyesuaikan dengan pola konsumsi informasi oleh masyarakat, serta mengurangi pendapatan iklan dari divisi cetak (2012: 378).

Faktor lain yang menyebabkan krisis surat kabar adalah transformasi sosial. Siles dan Boczkowski mengasosiasikan faktor ini dengan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kualitas berita surat kabar. Bahkan, menurut keduanya, beberapa penelitian menunjukkan masyarakat tidak percaya terhadap kualitas para jurnalis surat kabar.

2. Dimensi Manifestasi

Menurut Siles dan Boczkowski, penyebab krisis surat kabar yang telah diuraikan akan termanifestasi menjadi beberapa bentuk. Tiga manifestasi krisis surat kabar adalah penurunan jumlah pembaca, pengurangan jumlah karyawan, serta perubahan kualitas dan kuantitas konten.

Beberapa riset terhadap koran di Amerika Serikat menunjukkan manifestasi dalam hal penurunan jumlah pembaca. Hal ini sekaligus menunjukkan migrasi pembaca yang signiikan ke ruang-ruang digital.

Kemudian, pengurangan jumlah karyawan adalah manifestasi lain yang mungkin muncul. Keterpurukan ekonomi dan kegagalan untuk mengimbangi perkembangan teknologi sangat mungkin membuat manajemen surat kabar tertentu untuk mengurangi jumlah karyawan. Menurut Siles dan Boczkowski, beberapa riset yang mereka pelajari menunjukkan penurunan pendapatan perusahaan berbanding lurus dengan pengurangan karyawan surat kabar, termasuk staf redaksi.

Arti Penting Krisis

(5)

salah satu sumber pengetahuan politik bagi masyarakat. Surat kabar adalah sumber pengetahuan yang membuat masyarakat bisa membuat keputusan-keputusan politik yang terukur (2012: 380)

Solusi untuk Krisis

Sejumlah ahli, menurut Siles dan Boczkowski, mengusulkan penerapan model bisnis yang baru sebagai salah satu solusi untuk mengantisipasi krisis sebuah surat kabar. Model bisnis yang baru ini sangat mungkin terlepas dari model bisnis konvensional yang sangat bergantung kepada pendapatan iklan. Oleh karena itu, sejumlah model pendanaan alternatif bisa menjadi pilihan, antara lain sponsor dari individu atau yayasan, crowd-sourcing, kolaborasi antara jurnalis profesional dan pewarta warga (pro-am project), kerjasama antarinstitusi, kepemilikan oleh keluarga, dll (2012: 381).

Solusi lainnya adalah penguatan kualitas isi surat kabar. Menurut Meyer, seperti dikutip oleh Siles dan Boczkowski, kepercayaan publik dan pengiklan kepada surat kabar akan meningkat seiring dengan peningkatan kualitas konten.

Metode Penelitian

Penelitian ini berjenis kualitatif yang diharapkan bisa mendeskripsikan sebuah gejala secara mendalam. Sebuah penelitian kualitatif, menurut Denzin dan Lincoln (1994: 4), menekankan pada proses dan makna. Penelitian semacam itu tidak bertujuan untuk mengukur kuantitas, jumlah, intensitas, dan frekuensi dari sesuatu.

Melalui elaborasi yang akan dilakukan, peneliti berusaha mendeskripsikan sebuah gejala atau kasus secara komprehensif. Oleh karena itu, studi kasus menjadi pilihan metode yang paling relevan. Robert E Stake menjelaskan, studi kasus haruslah meletakkan perhatian utama pada proses mempelajari sebuah kasus. Oleh karena itu, dalam sebuah studi kasus, peneliti bisa menggunakan berbagai macam cara untuk dapat memahami sebuah kasus secara komprehensif (Denzin dan Lincoln, 1994: 236).

(6)

peneliti juga memanfaatkan beberapa pustaka yang relevan untuk digunakan sebagai basis konseptual bagi penelitian ini.

Hal krusial lain yang dilakukan oleh peneliti adalah melakukan serangkaian wawancara dengan beberapa informan. Wawancara dilakukan secara terpisah pada 16 Desember 2015 dan 19 Januari 2016. Beberapa informan yang memberikan gambaran komprehensif tentang penutupan Sinar Harapan adalah:

1. Mantan Komisaris Utama Sinar Harapan, Aristides Katoppo 2. Pemimpin Redaksi Sinar Harapan, Rikardo Somba

3. Redaktur Pelaksana Sinar Harapan, Ray

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada sub bab ini, peneliti akan menguraikan sejumlah fakta yang peneliti dapatkan selama melakukan observasi dan wawancara. Observasi dilakukan langsung di ruang redaksi Sinar Harapan. Data observasi itu dilebur bersama temuan-temuan selama melakukan proses wawancara.

Berhenti terbit

Informasi mengenai penghentian operasional Sinar Harapan mulai terdengar oleh sejumlah karyawan harian sore itu pada pertengahan 2015. Kabar ini semakin berhembus lebih kencang menjelang akhir tahun itu. Setiap karyawan, memiliki versi masing-masing mengenai rencana penutupan tersebut. Ray Soemantoro yang saat itu menjabat sebagai redaktur pelaksana menggambarkan situasi tersebut sebagai situasi yang penuh dengan rumor. Sekelompok karyawan merasa mengaku mendapatkan informasi dan memberi tahu karyawan lainnya mengenai rencana penutupan tersebut. Sementara itu, sekelompok karyawan lainnya bertanya-tanya mengenai kebenaran kabar penutupan tersebut. Melihat kabar yang semakin simpang siur, akhirnya jajaran petinggi di redaksi Sinar Harapan berusaha mendapat kepastian dari Board of Directors (BOD).

(7)

Ray dan jajaran pengelola redaksi belum mendapatkan alasan yang pasti mengapa direksi memutuskan untuk menghentikan penerbitan surat kabar. Oleh karena itu, untuk memberikan kepastian kepada karyawan, jajaran petinggi redaksi meminta BOD untuk membuat pengumuman resmi kepada semua karyawan.

Menjelang akhir November 2015, BOD membuat keputusan untuk menyatakan secara resmi di hadapan seluruh karyawan. Saat itu, menurut Ray, karyawan diundang untuk hadir di auditorium. Sebagian besar awak redaksi hadir. Sebagian yang lain berasal dari divisi non-redaksi. Di auditorium, mereka menanti pernyataan dari direksi.

Seperti halnya ketika berbicara kepada jajaran pimpinan redaksi, saat itu BOD juga menyatakan hal yang sama kepada karyawan. Pernyataan untuk menutup Sinar Harapan itu disertai harapan kepada seluruh karyawan untuk tetap bekerja sampai dengan akhir Desember 2015. BOD juga menyatakan komitmen perusahaan untuk memenuhi semua hak karyawan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.

Keputusan BOD itu ditanggapi secara beragam oleh para karyawan. Beberapa dari mereka berusaha memahami, sementara yang lain menyimpan sejumlah pertanyaan. Harapan BOD agar karyawan tetap bekerja seperti biasa juga mendapatkan respon yang beragam. Ray menjelaskan, beberapa karyawan memang bekerja seperti biasa. Tapi, tidak sedikit karyawan dan wartawan yang seperti patah arang dan tidak memiliki semangat bekerja.

“Tapi kan mereka kerjanya ada yang setengah hati. Ada yang berpkir untuk mencari pekerjaan di tempat lain, terus berupaya

apply di sana sini atau wawancara. Dan ada sebagian teman-teman yang tidak semangat lagi”. (Ray, wawancara 16 Desember 2015).

Untuk menyiasati hal itu, Ray dan jajaran pimpinan di redaksi berusaha untuk tetap menumbuhkan semangat kerja dan optimisme awak redaksi. Hal itu antara lain diwujudkan dengan mendatangkan sejumlah tokoh nasional untuk berbicang di ruang redaksi. Mereka membicarakan banyak hal, mulai dari isu yang sedang hangat dan ramai diberitakan, hingga hal-hal lain yang berkaitan dengan Sinar Harapan.

(8)

Harapan menjadi sepi, bahkan pada saat tenggat pengumpulan berita. Biasanya, masa tenggat pengumpulan berita adalah momen ketika ruang redaksi mencapai puncak keramaian.

Kesenyapan ruang redaksi itu terlihat menjelang akhir Desember 2015. Berdasarkan pengamatan peneliti, sebagian besar meja kerja wartawan kosong. Hanya tidak lebih dari 5 wartawan uang berada di ruang redaksi saat itu. Mereka yang berada di ruang redaksi melakukan berbagai hal. Ada yang sekedar duduk-duduk. Ada juga yang memantau pemberitaan melalui internet.

Gambar 4.1 Suasana redaksi Sinar Harapan pada Desember 2015 Sumber: dokumentasi peneliti

(9)

Perombakan

Keputusan dewan direksi untuk menutup kegiatan Sinar Harapan adalah puncak dari rangkaian gangguan yang sebenarnya sudah dirasakan oleh awak surat kabar sore itu. Salah satu krisis yang disadari oleh awak Sinar Harapan adalah penurunan penjualan dan penurunan jumlah iklan. Hal itu diperparah dengan terpaan media daring yang semakin ketat.

Jajaran direksi PT Sinar Harapan Persada, perusahaan yang menaungi surat kabar Sinar Harapan, sebenarnya telah mengeluarkan ketentuan yang cukup progresif untuk menyikapi hal itu. Di bawah koordinasi Duad Sinjal selaku pemimpin umum, Dewan Direksi Sinar Harapan telah mengeluarkan SK Pemimpin UMUM Nomor 001/SK/PU/III/2015 tentang Transformasi Cara Kerja Redaksi untuk Keterpaduan Sinar Harapan Online dan Cetak. Selain itu, Pemimpin Umum juga mengeluarkan SK nomor 003/SK/PU/IV/2015 tentang Penggunaan CMS sepenuhnya. Kedua surat keputusan itu menjadi dasar bagi Pemimpin Redaksi Sinar Harapan, Rikando Somba untuk mengeluarkan ketentuan tentang Sistem Prosedur Operasional Redaksi. Dalam pengantar untuk ketentuan itu, Rikando menuliskan bahwa Sistem Prosedur Operasional Redaksi diperlukan untuk mengubah pola kerja dan kualitas Sinar Harapan secara komprehensif untuk menghadapi persaingan media dan ancaman keberlangsungan hidup Sinar Harapan.

Sebelum akhirnya ditutup, Sinar Harapan memang mengalami masalah. Menurut Rikando, salah satu penyebab keterpurukan Sinar Harapan adalah kondisi keuangan yang buruk. Selama sekitar 15 tahun sejak lahir kembali, menurut dia, koran sore itu tidak pernah membukukan keuntungan yang signiikan, bahkan cenderung terus merugi. Semua operasional perusahaan ditanggung oleh investor.

“Sinar Harapan dari awal terbit sampai sekarang gak pernah untung, disubsidi terus. Bahkan hanya beberapa kali lah di bulan-bulan tertentu kita pernah meringankan beban investor, dengan lebih dari setengah operasional cost kita yang mikir”. (Rikando Somba, Wawancara 16 Desember 2015).

(10)

Itu berarti investor menanggung sekitar Rp210 miliar selama Sinar Harapan terbit dalam kurun waktu 15 tahun.

Berdasarkan dokumen yang didapatkan oleh peneliti, Sistem Prosedur Operasional Redaksi yang tertuang di dalam surat keputusan bernomor 009/SK/Pemred/IX/2015 itu mengatur tiga hal utama untuk memperbaiki kondisi Sinar Harapan. Berikut adalah ketiga hal tersebut yang dituliskan sama persis dengan narasi yang terdapat di dalam dokumen:

1. Rapat redaksi

Selama ini, rapat redaksi kerap tidak diikuti oleh semua desk. Bahkan, ada redaktur yang tidak pernah ikut rapat. Perencanaan berita menjadi tidak maksimal, khususnya untuk halaman utama atau 1 serta rubrik-rubrik khusus.

2. Penampilan Dinamis dan Estetis

Perlunya penampilan desain yang dimanis sekaligus menarik bagi pembaca. Mewajibkan redaktur dan asisten redaktur untuk memperhatikan estetika halaman koran yang lebih baik.

3. Disiplin, Kualitas, dan Produktivitas Kerja

Selama ini, disiplin tak menjadi fokus dalam upaya menghasilkan etos kerja yang baik. Dengan SOP, diharap terbentuk etos kerja yang kompetitif dengan media lain.

Tiga hal utama di dalam Sistem Prosedur Operasional Redaksi tersebut kemudian diuraikan menjadi 27 butir. Sebagian dari butir-butir itu mengatur tentang rapat redaksi dan kehadiran awak redaksi. Namun, beberapa butir yang lain mengatur hal lain yang relatif lebih progresif, yaitu diversiikasi konten, integrasi dengan platform daring (sinarharapan.co), dan pemanfaatan berbagai platform media sosial. Berikut adalah butir-butir progresif tersebut:

• Penetapan kuota minimum 3 berita per hari, termasuk untuk pemuatan di sinarharapan.co. Selain itu, semua redaktur sinarharapan.co wajib menyunting semua berita yang dikirimkan oleh reporter (Butir 9)

• Redaktur pelaksana wajib menyunting 10 berita dari media penyedia konten dan ditayangkan di sinarharapan.co (butir 10)

(11)

• Setiap awak redaksi diwajibkan mempunyai akun media sosial, bisa Facebook atau Twitter, dan sebaiknya membagikan berita Sinar Harapan melalui media sosial tersebut (butir 24)

• Pemimpin Redaksi, Redaktur Pelaksana, dan Staf Desk Data-Konten mengelola akun twitter @sinar_harapan dan membagikan berita-berita dari sinarharapan.co (butir 26)

• Staf Desk Data dan Konten menyiapkan e-mail berisi teaser berita koran dan sinarharapan.co serta membagikannya ke publik setiap hari (butir 27)

Keberadaan sinarharapan.co mendapat perhatian khusus dari jajaran petinggi redaksi Sinar Harapan. Menurut Rikando, perhatian itu mulai muncul pada 2010 ketika manajemen redaksi menempatkan beberapa orang khusus di divisi daring tersebut. Sebelumnya, sinarharapan.co yang muncul sejak 2005 itu hanya merupakan versi daring dari surat kabar Sinar Harapan. Segala konten surat kabar akan muncul persis sama di sinarharapan.co.

Setelah resmi menjadi Pemimpin Redaksi, Rikando mulai menerapkan kebijakan itu lebih ketat. Dia menggagas perubahan wajah di sinarharapan. co. Bahkan, ia juga mengubah tampilan surat kabar Sinar Harapan. Dari sisi penghargaan dan hukuman bagi wartawan, dia menerapkan mekanisme pengukuran yang cukup ketat. Sistem Prosedur Operasional Redaksi menjadi panduan untuk menentukan apakah seorang wartawan atau redaktur masuk kategori berprestasi atau buruk. Untuk mereka yang berprestasi, perusahaan akan memberikan bonus. Sedangkan yang memiliki kinerja buruk akan mendapatkan hukuman.

Kebijakan manajemen redaksi itu ternyata tidak mendapatkan respon yang bulat. Sebagian menganggapnya sebagai hal yang positif. Namun, beberapa awak redaksi yang lain menganggapnya sebagai sebuah kebijakan yang tidak baik. “Persoalannya kemudian adalah, internal politics di sini yang heavy. Jadi ada beberapa pihak yang gak

suka sama saya dan gak suka gaya kepemimpinan saya,” kata Rikando dalam wawancara dengan peneliti (16 Desember 2015). Rikando bahkan mengaku pernah mendapatkan kritik dari para redaktur yang mendapat nilai buruk dalam hal kinerja.

(12)

sesepuh sekaligus pendiri Sinar Harapan, Aristides Katoppo. Rikando bahkan mengaku pernah berdebat dengan Aristides mengenai hal itu.

“Dia sampai gebrak meja marah karena wajah Sinar Harapan diubah sama saya. Memang mungkin ada orang yang suka dengan

nostalgicideas. Dan memang saya kurang ajar karena saya bilang ke dia bahwa orang kaya dahulu yang sekarang jadi gembel itu gak

bisa mengklaim dirinya sebagai orang kaya. Saya menganalogikan Sinar Harapan itu kayak gitu. Jadi saya bilang manajemen konlik yang you kelola zaman dulu Pak, sama teori-teori jurnalistik zaman dulu udah gak practicable buat saya dan teman-teman saya”. (Rikando Somba, Wawancara 16 Desember 2015).

Meski demikian, Rikando menegaskan bahwa perubahan wajah Sinar Harapan adalah karena kecintaannya kepada koran tersebut. Dia menegaskan, usahanya itu adalah untuk membuat Sinar Harapan menjadi lebih baik dan dapat bersaing. Dia juga menyatakan bahwa semangat yang ditanamkan oleh para pendiri Sinar Harapan, termasuk Aristides, sangat baik dan tidak akan pernah hilang.

“Saya warisi spirit anda, saya warisi kehebatan anda, tapi benchmark

kita sudah berbeda. Dan yang kedua, niatan saya mengubah wajah (Sinar Harapan) dan sebagainya tidak untuk menghilangkan idealismenya”. (Rikando Somba, Wawancara 16 Desember 2015).

Dalam diskusi terpisah, Aristides Katoppo menjawab pertanyaan peneliti tentang polemik di dalam Sinar Harapan. Pada prinsipnya, Aristides tidak menyangkal bahwa yang akan meneruskan langkah Sinar Harapan adalah generasi muda. Dia juga menyadari bahwa bentuk dan tampilan media juga berubah. Namun, pada saat yang sama, dia juga tidak membantah bahwa dirinya tidak sependapat dengan perubahan yang terjadi di Sinar Harapan. Salah satu hal yang dia sayangkan adalah lenyapnya motto koran sore itu, yaitu “Memperjuangkan Kebenaran, Keadilan, Kebebasan, dan Perdamaian Berdasarkan Kasih”.

(13)

Aristides sebenarnya sudah memutuskan untuk tidak campur tangan lagi dengan apa yang terjadi di Sinar Harapan. Namun, dia merasa terpanggil untuk melibatkan diri jika ada sesuatu yang dia anggap tidak benar.

“Bahkan, suatu ketika, saya mungkin, bukan intervensi, saya bilang saya tidak mau campur tangan, tidak mau turun tangan. Tapi di lain pihak tidak boleh pangku tangan, tidak boleh lepas tangan, angkat tangan, apalagi cuci tangan. Jadi bisa apa saya? Saya bisa mengulurkan tangan kalau ada yang minta. Tapi suatu ketika saya langgar sendiri karena saya lihat motto Sinar Harapan tiba-tiba sudah hilang. Jadi saya datang. Ya kasarnya itu sudah kuno lah, sudah tidak relevan lagi untuk zaman sekarang. Saya mengatakan saya hormati pendapat anda, namun jangan kaitkan ini dengan nama Sinar Harapan”. (Aristides Katoppo. Diskusi 19 Januari 2016).

Mosi Tidak Percaya

Konlik internal di Sinar Harapan semakin meruncing setelah sekitar 30 karyawan Sinar Harapan melayangkan mosi tidak percaya kepada Pemimpin Umum Sinar Harapan, Daud Sinjal. Meskipun ditujukan kepada Daud, namun mosi tersebut juga menyeret nama Rikando Somba sebagai Pemimpin Redaksi.

Salah satu latar belakang munculnya mosi tersebut adalah kondisi inansial Sinar Harapan yang semakin memburuk. Menurut catatan para pembuat mosi, pendapatan iklan Sinar Harapan cenderung turun. Penurunan paling tajam terjadi pada September 2015. Pada bulan itu, pendapatan iklan sebesar Rp 510.594.589. Jumlah ini jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan jumlah sebulan sebelumnya (Agustus 2015) yaitu sebanyak Rp 1.190.974.459.

Hal-hal lain yang menjadi perhatian para pembuat mosi tercatat di halaman awal dokumen mosi. Beberapa hal itu antara lain:

• Penyamarataan aturan, terutama jam kerja, bagi awak redaksi dan non redaksi

• Keputusan yang diambil selalu bersifat top-down, tanpa evaluasi, sehingga tidak mendapatkan hasil perubahan yang signiikan

(14)

• Mekanisme penghargaan dan hukuman di Sinar Harapan dianggap hanya berdasarkan prinsip suka dan tidak suka terhadap seseorang

• Pimpinan perusahaan dianggap gagal dalam mempersatukan semua unsur di dalam perusahaan tersebut

• Pimpinan perusahaan dianggap melakukan pembiaran ketika Pemimpin Redaksi memiliki perusahaan yang bergerak di bidang advokasi media. Para pembuat mosi menganggap hal itu berpotensi menimbulkan konlik kepentingan.

Mosi tidak percaya itu dilayangkan oleh 30 orang karyawan Sinar Harapan, 16 orang diantaranya adalah awak redaksi. Sementara itu, sisanya berasal dari divisi lain, yaitu marketing, sirkulasi, kontributor, IT, Umum, dan Keuangan. Mosi tersebut dikirimkan langsung kepada jajaran komisaris Sinar Harapan dan ditembuskan kepada beberapa pihak, yaitu pemegang saham, direksi, dan pemimpin redaksi.

Penghentian penerbitan Sinar Harapan adalah ujung dari krisis jangka panjang yang dihadapi oleh surat kabar tersebut. Selama kurun waktu yang cukup lama, koran sore tersebut telah berada dalam masa krisis. Berdasarkan kajian dimensi krisis seperti yang dikaji oleh Siles dan Boczkowski, krisis yang dialami oleh Sinar Harapan relatif tidak memiliki arti penting bagi konteks politik nasional. Siles dan Boczkowski menyebutkan, penutupan sebuah surat kabar bisa memberikan kontribusi bagi dunia politik. Dalam beberapa kasus, kondisi politik bisa dinamis karena publik kehilangan surat kabar yang sering mereka gunakan sebagai referensi politik. Kasus Sinar Harapan ini agak berbeda karena koran ini tidak memiliki kontribusi yang cukup signiikan bagi kondisi politik nasional. Masa keemasan Sinar Harapan terjadi sekitar tiga dekade yang lalu. Oleh karena itu, Sinar Harapan memang sudah relatif “tenggelam” dan tertinggal oleh media lain yang lebih memiliki dampak. Singkatnya, dari sisi arti penting, penutupan Sinar Harapan tidak mempengaruhi dinamika politik nasional.

(15)

bulan terakhir menjelang penutupan telah mencapai kondisi terburuk. Dalam hal ini, analisis Siles dan Boczkowski tentang aspek inansial sebagai salah satu penyebab utama krisis juga terjadi di Sinar Harapan.

Berikutnya adalah aspek teknologi sebagai penyebab krisis. Dalam hal ini, Sinar Harapan adalah sebuah anomali. Artinya, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi bukanlah penyebab krisis. Bahkan, Sinar Harapan sempat mencoba untuk menyelaraskan diri dengan perkembangan teknologi supaya bisa tetap bersaing dengan media lain. Berbagai upaya untuk memperkuat sinarharapan.co adalah upaya nyata jajaran pimpinan redaksi dalam mempertahankan Sinar Harapan.

Anomali penyebab krisis yang terjadi di koran sore ini semakin terlihat nyata ketika membahas konlik internal. Konlik di dalam tubuh perusahaan justru menjadi pemantik krisis yang lebih parah, sehingga akhirnya berujung pada penutupan perusahaan. Konlik internal ini juga menjadi salah satu “penghalang” kemajuan, sehingga upaya pembenahan diri yang terwujud dalam penerapan Sistem Prosedur Operasional Redaksi tidak bisa berjalan dengan baik. Hal tersebut diperparah dengan politik internal yang cenderung menyerang pribadi beberapa orang. Konlik internal di Sinar Harapan ini sangat berlapis. Konlik operasional terjadi antara awak redaksi dengan pimpinan perusahaan dan pimpinan redaksi. Sedangkan konlik idealisme terjadi antara jajaran pimpinan redaksi dan pendiri atau sesepuh Sinar Harapan.

Penutup

Simpulan

Di penghujung 2015, Sinar Harapan berhenti beroperasi. Surat kabar sore ini mengalami krisis multidimensi. Finansial dan hambatan teknologi adalah dua dimensi yang cukup berpengaruh. Secara inansial, koran ini tidak meraup untung selama 15 tahun dan hanya mengandalkan suntikan dana dari investor. Sementara dari aspek tekonologi, Sinar Harapan relatif lambat dalam memanfaatkan teknologi dan internet untuk bertahan di tengah gempuran digitalisasi konten.

(16)

Lapisan konlik inansial ini cukup kompleks. Di satu sisi, pemimpin redaksi yang sedang mencoba melakukan digitalisasi berhadapan dengan generasi senior yang khawatir bahwa perubahan yang terjadi akan menghilangkan semangat serta nilai luhur surat kabar tersebut. Sementara itu, karyawan di level bawah juga terlibat dalam perselisihan. Mereka merasa pemred dan jajaran manajemen tidak mampu menjalankan amanah sehingga perusahaan mengalami krisis.

Saran

Penelitian mengenai Sinar Harapan bisa dipertajam justru dengan mengungkap berbagai hal yang lebih mikro. Misalnya, mengungkap pengalaman personal Pemimpin Redaksi Sinar Harapan yang- dari segi usia- masuk kategori generasi muda berusaha mempertahankan konsep modern di bawah baying-bayang romantisme jurnalistik masa lalu. Untuk itu, studi fenomenologi bisa menjadi alternatf metodologi yang mungkin dijalankan.

(17)

Datar Pustaka

Denzin, N. K., & S, L. Y. Handbook of Qualitative Research. London: Sage Publications.

Globe, T. J. (2015). he Jakarta Globe. Retrieved February 2015, from http://jakartaglobe.beritasatu.com/news/jakarta-globes-journey-newspaper-digital-format/

Kandi, R. D. (2015, December 31). Retrieved January 25, 2017, from CNN Indonesia: http://www.cnnindonesia.com/ nasional/20151231171551-20-101488/terang-redup-jalan-aristides-katoppo-di-sinar-harapan/2

Newman, N. (2017). Digital News Project 2017: Journalism, Media, and Technology Trends and Predictions 2017. Oxford: Reuters Institute for the Study of Journalism.

Siles, I., & Boczkowski, P. J. (2012). Making sense of the newspaper crisis: A critical assessment of existing research and an agenda for future work. New Media & Society , 1375-1394.

Soloski, J. (2013). Collapse of the US newspaper industry:Goodwill, leverage and bankruptcy. Journalism , 309-329.

Gambar

Gambar 4.1 Suasana redaksi Sinar Harapan pada Desember 2015Sumber: dokumentasi peneliti

Referensi

Dokumen terkait