• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN KARAKTER DAN KARAKTER PENDIDIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDIDIKAN KARAKTER DAN KARAKTER PENDIDIK"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN KARAKTER DAN KARAKTER PENDIDIK

Badariah

Abstraksi

Sejak awal kemerdekaan hingga masa reformasi pada saat ini pendidikan karakter sudah dilakukan dengan nama dan bentuk yang berbeda-beda, namun belum menunjukkan hasil yang optimal karena dari fenomena sosial menunjukkan perilaku yang tidak berkarakter. Pendidikan merupakan wahana utama untuk menumbuhkembangkan karakter yang baik melalui proses pembelajaran. Pendidikan karakter diterapkan dengan mengintegrasikannya dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran dan berkelanjutan. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, guru menjadi sosok yang paling penting dalam pengembangan pendidikan karakter di sekolah karena mempunyai tanggung jawab, wewenang dan otoritas yang sangat besar dalam proses pembelajaran di kelas. Keberadaan otoritas inilah yang menjadi penentu arah perkembangan karakter peserta didik. Namun keberhasilan guru membentuk dan mengembangkan nilai luhur bagi peserta didik tidak terlepas dari karakteristik pendidik itu sendiri. Guru tidak sekedar profesional dalam mengajar tetapi juga memiliki karakter positif yang patut menjadi teladan bagi siswa-siswanya.

Kata Kunci : Pendidikan Karakter, Karakter Pendidik A. Pendahuluan

Eksistensi suatu bangsa sangat ditentukan oleh karakter yang dimiliki. Hanya bangsa yang memiliki karakter kuat yang mampu menjadikan dirinya sebagai bangsa yang bermartabat dan disegani oleh bangsa-bangsa lain. Oleh karena itu, menjadi bangsa yang berkarakter adalah keinginan kita semua. Keinginan menjadi bangsa yang berkarakter sesunggungnya sudah lama tertanam pada bangsa Indonesia. Para pendiri negara menuangkan keinginan itu dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-2 dengan pernyataan yang tegas, “…mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. Para pendiri negara menyadari bahwa hanya dengan menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmurlah bangsa Indonesia menjadi bermartabat dan dihormati bangsa-bangsa lain.

(2)

Pendidikan karakter sebenarnya bukan hal yang baru. Sejak awal kemerdekaan, masa orde lama, masa orde baru, dan masa reformasi sudah dilakukan dengan nama dan bentuk yang berbeda-beda. Namun hingga saat ini belum menunjukkan hasil yang optimal, terbukti dari fenomena sosial yang menunjukkan perilaku yang tidak berkarakter. Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional telah ditegaskan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Namun tampaknya upaya pendidikan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan dan institusi pembina lain belum sepenuhnya mengarahkan dan mencurahkan perhatian secara komprehensif pada upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.

Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan, karena pendidikan memiliki peran penting dan sentral dalam pengembangan potensi manusia, termasuk potensi mental. Melalui pendidikan diharapkan terjadi transformasi yang dapat menumbuhkembangkan karakter positif, serta mengubah watak dari yang tidak baik menjadi baik. Ki Hajar Dewantara dengan tegas menyatakan bahwa “pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect), dan tubuh anak. Jadi jelaslah, pendidikan merupakan wahana utama untuk menumbuhkembangkan karakter yang baik melalui proses pembelajaran.

Menurut Mu’in (2011:340), keberadaan sebagai figur sentral dalam pendidikan telah menempatkan guru sebagai sosok yang paling penting dalam pengembangan pendidikan karakter di sekolah. Guru adalah orang yang bertanggung jawab dalam proses belajar mengajar, mempunyai ruang untuk dikondisikan dan diarahkan, yaitu kelas temapat ia dan murid-muridnya berinteraksi. Meski sekarang ini muncul acuan-acuan pengajaran yang harus diikuti untuk memandu proses pembelajaran, namun wewenang dan otoritas guru di dalam kelas masih sangat besar. Keberadaan otoritas inilah yang menjadi penentu arah perkembangan karakter peserta didik.

Gunawan (2012:24) menegaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Namun keberhasilan guru membentuk dan mengembangkan nilai luhur bagi peserta didik tidak terlepas dari karakteristik pendidik itu sendiri yang

(3)

mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.

B. Pentingnya Pendidikan Karakter

Setelah melalui beberapa dekade hingga masa reformasi saat ini, keinginan membangun karakter bangsa terus berkobar bersamaan dengan munculnya euforia politik sebagai dialektika runtuhnya rezim orde baru. Keinginan menjadi bangsa yang demokratis, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), menghargai dan taat hukum adalah beberapa karakter bangsa yang diinginkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Namun, kenyataan yang ada justeru menunjukkan fenomena yang sebaliknya. Konflik horizontal dan vertikal yang ditandai dengan kekerasan dan kerusuhan muncul di mana-mana, diiringi mengentalnya semangat kedaerahan dan primordialisme yang bisa mengancam integrasi bangsa, praktik korupsi, kolusi dan nepotisme tidak semakin surut malahan semakin berkembang; demokrasi penuh etika yang didambakan berubah menjadi demokrasi yang kebablasan dan menjurus pada anarkisme; kesantuan sosial dan politik semakin memudar pada berbagai tataran kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; kecerdasan kehidupan bangsa yang dimanatkan para pendiri negara semain tidak tampak, semuanya itu menunjukkan lunturnya nilai-nilai luhur bangsa.

Di kalangan pelajar dan mahasiswa dekadensi moral ini tidak kalah memprihatinkan. Perilaku menabrak etika, moral dan hukum dari yang ringan sampai yang berat masih kerap diperlihatkan oleh pelajar dan mahasiswa. Kebiasaan ‘mencontek’ pada saat ulangan atau ujian masih dilakukan. Keinginan lulus dengan cara mudah dan tanpa kerja keras pada saat ujian nasional menyebabkan mereka berusaha mencari jawaban dengan cara tidak beretika. Mereka mencari ‘bocoran jawaban’ dari berbagai sumber yang tidak jelas. Apalagi jika keinginan lulus dengan mudah ini bersifat institusional karena direkayasa atau dikondisikan oleh pimpinan sekolah dan guru secara sistemik. Pada mereka yang tidak lulus, ada di antaranya yang melakukan tindakan nekat dengan menyakiti diri atau bahkan bunuh diri. Perilaku tidak beretika juga ditunjukkan oleh mahasiswa. Plagiarisme atau penjiplakan karya ilmiah di kalangan mahasiswa juga masih bersifat massif. Bahkan ada yang dilakukan oleh mahasiswa program doktor. Semuanya ini menunjukkan kerapuhan karakter di kalangan pelajar dan mahasiswa.

Hal lain yang menggejala di kalangan pelajar dan mahasiswa berbentuk ‘kenakalan’. Beberapa di antaranya adalah tawuran antar pelajar dan antar mahasiswa. Di beberapa kota besar tawuran pelajar

(4)

menjadi tradisi dan membentuk pola yang tetap, sehingga di antara mereka membentuk ‘musuh bebuyutan’. Tawuran juga kerap dilakukan oleh para mahasiswa seperti yang dilakukan oleh sekelompok mahasiswa pada perguruan tinggi tertentu di Makassar. Bentuk kenakalan lain yang dilakukan pelajar dan mahasiswa adalah meminum minuman keras, pergaulan bebas, dan penyalahgunaan narkoba yang bisa mengakibatkan depresi bahkan terkena HIV/AIDS. Fenomena lain yang mencorong citra pelajar adalah dan lembaga pendidikan adalah maraknya ‘geng pelajar’ dan ‘geng motor’. Perilaku mereka bahkan seringkali menjurus pada tindak kekerasan yang meresahkan masyarakat dan bahkan tindakan kriminal seperti pemalakan, penganiayaan, bahkan pembunuhan. Semua perilaku negatif di kalangan pelajar dan mahasiswa tersebut atas, jelas menunjukkan kerapuhan karakter yang cukup parah yang salah satunya disebabkan oleh tidak optimalnya pengembangan karakter di lembaga pendidikan di samping karena kondisi lingkungan yang tidak mendukung.

Kondisi yang memprihatinkan itu tentu saja menggelisahkan semua komponen bangsa. Kita tentu sepakat bahkan dalam satu pandangan, bahwa pada saat ini diperlukan pembangunan karakter. Kita ingin membangun manusia Indonesia yang berakhlak, berbudi pekerti, dan mulia. Bangsa kita ingin pula memiliki peradaban yang unggul dan mulia. Peradaban demikian dapat kita capai apabila masyarakat kita juga merupakan masyarakat yang baik (good society). Dan, masyarakat idaman seperti ini dapat kita wujudkan manakala manusia-manusia Indonesia merupakan manusia yang berakhlak baik, manusia yang bermoral, dan beretika baik, serta manusia yang bertutur dan berperilaku baik pula”.

Untuk itu perlu dicari jalan terbaik untuk membangun dan mengembangkan karakter manusia dan bangsa Indonesia agar memiliki karakter yang baik, unggul dan mulia. Upaya yang tepat untuk itu adalah melalui lembaga pendidikan dengan melibatkan seluruh komponen (stakeholders) yang terkait di dalamnya. Pendidikan memiliki peran sangat penting dalam pengembangan potensi manusia, termasuk potensi mental. Di sinilah pentingnya pendidikan karakter.

C. Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter

Kemendiknas (2010) mengidentifikasi 80 butir nilai-nilai karakter yang dikelompokkan menjadi lima, yaitu:

1. Nilai-nilai prilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan YME;

2. Nilai-nilai prilaku manusia dalam hubungannya dengan diri sendiri, yaitu jujur, bertanggung jawab, bergaya hidup sehat, disiplin, kerja keras, percaya diri, berjiwa wirausaha, berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif;

(5)

3. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama, yaitu: sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, patuh pada aturan-aturan sosial, menghargai karya dan prestasi orang lain, santun, dan demokratis;

4. Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan; 5. Nilai kebangsaan, nasionalis dan menghargai keberagaman

Menurut Lufri dan Festiyed, (2011:16), keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh peserta didik sebagaimana tercantum dalam standar kompetensi pada setiap jenjang pendidikan yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya sekolah, yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah harus berlandaskan nilai-nilai tersebut.

D. Penerapan Pendidikan Karakter

Dalam pendidikan karakter di lembaga pendidikan, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan lembaga pendidikan, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan lembaga pendidikan.

Lufri dan Festiyed (2011:13) menjelaskan bahwa pendidikan karakter ini tidak dijadikan kurikulum yang baku, melainkan dibiasakan melalui proses pembelajaran. Selain itu mengenai prasarana, pendidikan karakter tidak memiliki sarana-prasarana yang istimewa, karena yang diperlukan adalah proses penyadaran dan pembiasaan. Misalnya, dengan mengintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.

Gunawan (2012:36) berpendapat bahwa pendidikan karakter harus dilaksanakan secara berkelanjutan, dimulai sejak peserta didik masuk sekolah hingga mereka lulus sekolah pada suatu satuan pendidikan. Pendidikan karakter dikembangkan secara terintegrasi melalui semua mata pelajaran, dalam kegiatan kurikuler mata pelajaran, sehingga semua mata pelajaran diarahkan pada pengembangan nilai-nilai karakter. Pengembangan nilai-nilai karakter juga dapat dilakukan melalui pengembangan diri, baik melalui konseling maupun kegiatan ekstra kurikuler, seperti kegiatan kepramukaan dan lain sebagainya.

(6)

Di dalam proses pembelajaran, pengintegrasian pendidikan karakter dimulai dari tahap peremcanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Diantara prinsip-prinsip yang diadopsi dalam membuat perencanaan pembelajaran (merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian dalam silabus, RPP, dan bahan ajar), melaksanakan proses pembelajaran dan evaluasi adalah prinsip-prinsi pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) (Gunawan, 2012:224).

Menurut Lufri dan Festiyed (2011:13-14), kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik. Pendidikan karakter disekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya.

Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik.

Selama ini pendidikan formal terutama dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak dilingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik.

Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar dapat dicapai, terutama dalam pembentukan karakter peserta didik.

(7)

E. Karakter Pendidik dalam Penerapan Pendidikan Karakter

Guru memegang peranan yang sangat strategis terutama dalam membentuk watak bangsa serta mengembangkan potensi siswa. Kehadiran guru tidak tergantikan oleh unsur yang lain, lebih-lebih dalam masyarakat kita yang multikultural dan multidimensional, dimana peranan teknologi untuk menggantikan tugas-tugas guru sangat minim. Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan. Guru yang profesional diharapkan menghasilkan lulusan yang berkualitas. Profesionalisme guru sebagai ujung tombak di dalam implementasi kurikulum di kelas yang perlu mendapat perhatian (Depdiknas, 2005).

Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa dan disiplin. Berkenaan dengan wibawa; guru harus memiliki kelebihan dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial, intelektual dalam pribadinya, serta memiliki kelebihan dan pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi dan seni sesuai dengan bidang yang dikembangkan. Sedangkan disiplin dimaksudkan bahwa guru harus mematuhi berbagai peraturan dan tata tertib secara konsisten, atas kesadaran profesional karena mereka bertugas unutk mendisiplinkan peserta didik didalam sekolah, terutama dalam pembelajaran. Oleh karena itu menanamkan disiplin guru harus memulai dari dirinya sendiri, dalam berbagai tindakan dan perilakunya.

Menurut Leksono (2012:5), ada beberapa hal lain yang perlu dilakukan oleh guru untuk mendorong dipraktikkannya nilai-nilai, yaitu:

Pertama, guru harus merupakan seorang model dalam karakter. Dari awal hingga akhir pelajaran, tutur kata, sikap, dan perbuatan guru harus merupakan cerminan dari nilai-nilai karakter yang hendak ditanamkannya.

Kedua, pemberian reward kepada siswa yang menunjukkan karakter yang dikehendaki dan pemberian punishment kepada mereka yang berperilaku dengan karakter yang tidak dikehendaki. Reward dan punishment yang dimaksud dapat berupa ungkapan verbal dan non verbal, kartu ucapan selamat (misalnya classroom award) atau catatan peringatan, dan sebagainya. Untuk itu guru harus menjadi pengamat yang baik bagi setiap siswanya selama proses pembelajaran.

Ketiga, harus dihindari olok-olok ketika ada siswa yang datang terlambat atau menjawab pertanyaan dan/atau berpendapat kurang tepat/relevan. Pada sejumlah sekolah ada kebiasaan diucapkan ungkapan Hoo … oleh siswa secara serempak saat ada teman mereka yang terlambat dan/atau menjawab pertanyaan atau bergagasan kurang berterima. Kebiasaan tersebut harus dijauhi untuk menumbuh

(8)

kembangkan sikap bertanggung jawab, empati, kritis, kreatif, inovatif, rasa percaya diri, dan sebagainya.

Selain itu, setiap kali guru memberi umpan balik dan/atau penilaian kepada siswa, guru harus mulai dari aspek-aspek positif atau sisi-sisi yang telah kuat/baik pada pendapat, karya, dan/atau sikap siswa. Guru memulainya dengan memberi penghargaan pada hal-hal yang telah baik dengan ungkapan verbal dan/atau non-verbal dan baru kemudian menunjukkan kekurangan-kekurangannya dengan ‘hati’. Dengan cara ini sikap-sikap saling menghargai dan menghormati, kritis, kreatif, percaya diri, santun, dan sebagainya akan tumbuh subur.

Menurut Yulianti (2012:2-3), dalam pembelajaran di kelas, guru yang baik adalah guru yang tidak sekedar profesional dalam mengajar tetapi juga memiliki karakter positif yang patut menjadi teladan bagi siswa-siswanya. Karakteristik the good teachers diantaranya yaitu:

1) Is fair and has good discipline;

Seyogyanya guru memiliki disiplin dalam segala hal. Sebelum guru menuntut para siswanya untuk disiplin, sang gurulah yang terlebih dahulu memiliki sikap disiplin dalam dirinya.

2) Has a good sense of humuor/smile;

Selalu menebar senyum kepada setiap siswa. Supaya guru dapat disenangi dan disukai oleh para siswanya sehingga akan membuat para siswa senang untuk belajar.

3) Is intelligent/knows the subject;

Seorang guru harus memiliki kecerdasan intelektual dalam mengajar di kelas. Dengan kecerdasan intelektual guru dalam mengajar, para siswa mendapat sumber pengetahuan dari guru. Dalam hal ini istilahnya biasa kita sebut dengan “ Transfer of Knowledge”. Namun, perlu diketahui pula bahwa kecerdasan intelektual tidak serta merta berdiri tunggal. Artinya harus diimbangi dengan kecerdasan moral. Jika kecerdasan intelektual tidak diiringi dengan kecerdasan moral maka akan menghasilkan output siswa yang lebih mementingkan aspek kuantitas atau mementingkan keberhasilan ketimbang proses atau kualitasnya. Segala cara dianggap halal, yang penting target tercapai semaksimal mungkin. Inilah yang terjadi pada masyarakat kita sehingga kasus plagiarisme dan korupsi merajalela di kalangan orang terdidik. Karena itu kecerdasan moral akan mengawal kecerdasan intelektual sehingga akan mampu berlaku jujur dalam situasi apapun. Kejujuran adalah kunci keberhasilan dan kesuksesan.

4) Set a good example;

Menjadi contoh yang baik bagi para siswanya. Memberikan contoh suri teladan karena bagaimana pun juga guru adalah seorang

(9)

yang mengemban misi menjadikan para siswanya kelak menjadi generasi muda yang menjunjung tinggi aspek moral dan berkarakter. 5) Always helps people having difficulties;

Seorang guru harus peka terhadap setiap permasalahan para siswanya di kelas. Kerap kali siswa mengalami hambatan dan kesulitan dalam proses belajar dan hambatan dalam memahami serta menangkap pelajaran. Untuk itu guru harus memiliki kepekaan terhadap siswa yang mengalami hal tersebut dan selalu bersedia membantu mereka yang mengalami kesulitan belajar.

6) Gives incentives, rewards or haouse points says “well done”; Memberikan insentif berupa penghargaan ataupun sekedar mengatakan “kamu melakukan tugas dengan baik” kepada siswanya. Hal ini akan membuat siswa merasa bersemangat dan termotivasi untuk belajar dan berprestasi di kelas.

7) Is kind/patient;

Sebagai seorang pendidik hendaknya memiliki sikap ramah terhadap setiap siswa dalam proses belajar mengajar di kelas. Agar tercipta suasana belajar para siswa menjadi santai dan menyenangkan serta tidak tertekan selama belajar di kelas.

8) Understands/respects everyone as an individual;

Selalu mengerti, memahami, dan dan selalu peduli terhadap perkembangan belajar setiap siswa. Memberikan dorongan kepada semua siswa untuk terus belajar dan berprestasi.

9) Doesn’t give up/believes in everyone;

Guru juga harus memberikan suatu dukungan kepada setiap siswa ketika menghadapi suatu hambatan dalam belajar dan selalu percaya kepada setiap siswa bahwa mereka adalah murid-murid yang memiliki potensi besar untuk berkembang dan maju.

F. Penutup

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:

1. Pendidikan memiliki peran penting dan sentral dalam pengembangan potensi manusia, termasuk potensi mental. Melalui pendidikan diharapkan terjadi transformasi yang dapat menumbuhkembangkan karakter positif, serta mengubah watak dari yang tidak baik menjadi baik. Pendidikan merupakan wahana utama untuk menumbuhkembangkan karakter yang baik melalui proses pembelajaran.

2. Pendidikan karakter dapat diterapkan dengan mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan

(10)

demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Pengembangan nilai-nilai karakter juga dapat dilakukan melalui pengembangan diri, baik melalui konseling maupun kegiatan ekstra kurikuler, seperti kegiatan kepramukaan dan lain sebagainya.

3. Guru menjadi sosok yang paling penting dalam pengembangan pendidikan karakter di sekolah karena mempunyai tanggung jawab, wewenang dan otoritas yang sangat besar dalam proses pembelajaran di kelas. Keberadaan otoritas inilah yang menjadi penentu arah perkembangan karakter peserta didik. Namun keberhasilan guru membentuk dan mengembangkan nilai luhur bagi peserta didik tidak terlepas dari karakteristiknya sebagai pendidik. Guru tidak sekedar profesional dalam mengajar tetapi juga memiliki karakter positif (the good teachers) yang patut menjadi teladan bagi siswa-siswanya.

DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, H. 2012. Pendidikan Karakter; Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.

Kemendiknas. 2010. Panduan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Ditjen Mandikdasmen, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.

Leksono, A.A. 2012. Integrasi Kurikulum Berbasis Karakter dalam Pelaksanaan Pembelajaran. (Online) diakses dari Error! Hyperlink reference not valid. Lufri dan Festiyed. 2011. Pengintegrasian dan Keterkaitan Pendidikan Berkarakter Dalam Pembelajaran MIPA. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional “Integrasi Pendidikan Berkarakter dalam Kurikulum MIPA dan Pendidikan MIPA” UNP Sumatera Barat, 19 – 20 November 2011.

Mu’in, F. 2011. Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoritik dan Praktik. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Sudrajat, A. 2010. Apa Pendidikan Karakter itu? (Online) diakses dari http://akhmad-sudrajat.wordpress.com/2010/09/15/konsep-pendidikan -karakter/

Yulianti, I. 2012. Guru yang Baik dan Reformasi Sistem Pembelajaran di Kelas. (Online) diakses pada : http://www. psb.psma.org/content/blog/ sertifikasi-guru

(11)

tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Pengembangan nilai-nilai karakter juga dapat dilakukan melalui pengembangan diri, baik melalui konseling maupun kegiatan ekstra kurikuler, seperti kegiatan kepramukaan dan lain sebagainya.

3. Guru menjadi sosok yang paling penting dalam pengembangan pendidikan karakter di sekolah karena mempunyai tanggung jawab, wewenang dan otoritas yang sangat besar dalam proses pembelajaran di kelas. Keberadaan otoritas inilah yang menjadi penentu arah perkembangan karakter peserta didik. Namun keberhasilan guru membentuk dan mengembangkan nilai luhur bagi peserta didik tidak terlepas dari karakteristiknya sebagai pendidik. Guru tidak sekedar profesional dalam mengajar tetapi juga memiliki karakter positif (the good teachers) yang patut menjadi teladan bagi siswa-siswanya.

DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, H. 2012. Pendidikan Karakter; Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.

Kemendiknas. 2010. Panduan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Ditjen Mandikdasmen, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.

Leksono, A.A. 2012. Integrasi Kurikulum Berbasis Karakter dalam Pelaksanaan Pembelajaran. (Online) diakses dari Error! Hyperlink reference not valid. Lufri dan Festiyed. 2011. Pengintegrasian dan Keterkaitan Pendidikan Berkarakter Dalam Pembelajaran MIPA. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional “Integrasi Pendidikan Berkarakter dalam Kurikulum MIPA dan Pendidikan MIPA” UNP Sumatera Barat, 19 – 20 November 2011.

Mu’in, F. 2011. Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoritik dan Praktik. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Sudrajat, A. 2010. Apa Pendidikan Karakter itu? (Online) diakses dari http://akhmad-sudrajat.wordpress.com/2010/09/15/kon sep-pendidikan-karakter/

Yulianti, I. 2012. Guru yang Baik dan Reformasi Sistem Pembelajaran di Kelas. (Online) diakses pada : http://www. psb.psma.org/content/blog/ sertifikasi-guru

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian membuktikan bahwa komitmen pimpinan, kapasitas Aparatur keuangan, penerapan Standar Akuntansi Keuangan Daerah dan fungsi internal control signifikan

Maka guru yang mengajar di kelas unggulan memiliki kecerdasan yang juga keistimewaan (Diknas, 2003), guru ini khusus mengajar di kelas unggulan tanpa ada mengajar di

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1) Bagi penulis dan penyusun buku, da- pat dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk pros- es penyusunan buku ajar Penjasorkes sehingga

9 Majelis Sinode GPIB, Katekisasi GPIB, h.. Dengan demikian, nampaknya teks ini mulai/telah menjadi acuan perumusan baptisan yang berkaitan erat dengan Trinitas.

Sekarang menjadi sangat jelas bahwa Islam melarang keras hubungan seksual atau hubungan biologis di luar pernikahan, apa pun alasannya. Karena perbuatan zina sangat bertentangan

Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja di lingkungan Badan

DAN DANA BAGI HASIL TERHADAP BELANJA DAERAH (Studi pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur)” dengan baikv. Penyusunan skripsi ini ditujukan untuk

Pada bulan Januari 2017 dari indeks keanekaragaman dan indeks saprobik memiliki pola yang sama yaitu sebagian besar stasiun penelitian di estuari Suwung tergolong tercemar sedang