KESEHATAN
REPRODUKSI
REMAJA:
NILAI
PENTING, PERMASALAIIAN
SERTA
PENCEGAHAN DAN
PENANGGULANGANNYA
Oleh: Endah
Sri
Palupi,
S.Si.,M.Sc.
*)
PENDAHULUAI{
International
Conferenceon
Population and
Development
(ICPD)
diCairo,
Mesir
padatahun
1994membuka
cakrawalabaru
mengenai kesehatanreproduksi dimana
terjadi
perubahanparadigma
dalam
pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan yang awalnya diterapkan melalui pengendalianpopulasi
dan
penurunan
tingkat
fertilitas menjadi
kepada
pemenuhan hak reproduksi. Ruanglingkup
kesehatan reproduksi sangat luasmeliputi
keseluruhanhidup
manusia sejaktahir
sampaimati,
sehinggadigunakan
pendekatan siklushidup
(life
cycle
approach),yang
di
dalamnya termasukisu
kesetaraan gender, martabat dan pemberdayaan perempuan, serta peran dan tanggung jawablaki
laki
(Direktorat Bina Kesehatan Ibu Kementerian Kesehatan Republik Indonesia).Salah satu fase
penting
dalam kesehatan reproduksi adalah fase remaja.Menurut
Badan
Koordinasi
Keluarga
BerencanaNasional
(BKKBN)
remaja merupakanfase dalam
siklus hidup
berusia 10-24
tahun'
sedangkan menurut Departemen Kesehatan,remaja
adalahusia
10-19tahun.
Faseini
merupakan peralihan dari anak-anak menuju fase dewasa dan pada faseini
kematangan secarapsikologis
cenderung belum nampak.Dilain
pihak, pada faseinilah
kematangan seksualterbentuk
sehinggaremaja
memiliki
resiko
tinggi
terhadap
masalah kesbhatan reproduksi (Nurmansy ah etol',,
20 1 3 ).Pada
umumnya
pengetahuanremaja
mengenai
kesehatan reproduksidinilai
masih
rendah.
Hasil
penelitian
Pakasi
dan
Kartikawati
(2013) menunjukkan bahwa pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi tidak sesuaidengan realitas perilaku seksual dan resiko seksual yang akan dihadapi remaja, hal
ini
karena pendidikanyang diberikan
hanyamellihat dari
aspekbiologis
saja,adanya anggapan tabu tentang pendidikan tersebut
bila
diberikandi
sekolah serta adanyasudut
pandangyang
menekankanbahwa
resiko
seks pranikah
hanya*Dosen Fakultas Biologi UNSOED Purwokerto Page 1
dilihat dari
sisi moral serta agama dan bukandilihat dari
aspek relasi gender dan hak remaja dalam kesehatan reproduksi.Hasil
survey pada tahun 2010 menunjukkanjumlah
penduduk Indonesia sebanyak 237,6juta
jiwa
dengan 26,67yo diantaranya remaja. Jumlah penduduk remaja yang besar tersebut akan berpengaruh terhadap pembangunandari
aspek sosial, ekonomi maupun demografi baik sekarang ataudi
masa yang akan datang.Pada
usia remaja yang
merupakanusia
sekolah
dan usia kerja
diperlukan perhatiankhusus terutama dalam
hal
kesehatanreproduksi
karenapada
usiatersebut
sangatrentan
dengan terhadapmasalah
kesehatanreproduksi yaitu
perilaku
seksual
pranikah,
NAPZA
dan
HIV/AIDS
(Pusat Penelitian
dan Pengembangan Kependudukan*
BKKBN,
2011).DEFINISI KESEHATAN REPRODUKSI
Kesehatan reproduksi menjadi
topik
yang hangat diperbincangkan sejak dibahas dalamInternational
Conference on Population and Development(ICPD)
tahun
1994
dr
Cairo, Mesir.
Pada konferensi
ini
ditetapkan bahwa
definisi kesehatan reproduksi adalah kesejahteraanfisik,
mental, dan
sosialyang
utuh, bukan hanyatidak
adanya penyakit atau kelemahan, tetapi dalam segala hal yang berhubungan dengan system reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya.Menurut World
Health
Organizations
(WHO),
kesehatan reproduksi merupakan suatu keadaanfisik,
mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebasdari
penyakit
kecacatandalam
segala aspekyang
berhubungan dengan sistem reproduksi,fungsi
serta prosesnya.Atau
suatu keadaan dimana manusia dapatmenikmati
kehidupan seksualnya sertamampu
menjalankanfungsi
dan proses reprgduksinya secara sehat dan aman. Kesehatan reproduksi menurut DepkesRI
adalah suatu
keadaan sehat, secaramenyeluruh
mencakupfisik,
mental
dan kedudukan sosial yang berkaitan dengan alat, fungsi serta proses reproduksi, dan pemikiran kesehatan reproduksi bukan hanyakondisi
yang bebasdari
penyakit, melainkanjuga
bagaimana seseorang dapatmemiliki
seksualyang aman
dan memuaskan sebelum dan sudah menikah.Peraturan
Pemerintah
nomor
6l
tahun
2Al4
menyebutkan
bahwa Kesehatan Reproduksi adalah keadaan sehat secarafisik,
mental, dan sosial secara*Dosen Fakultas Biologi UNSOED Purwokerto PageZ
utuh,
tidak
semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi.RUANG LINGKUP KESEHATAN REPRODUKSI
Ruang lingkup kesehatan reproduksi dalam Kebijakan Nasional Kesehatan Reproduksi
di
lndonesiameliputi
5
komponen/programterkait, yaitu
Program KesehatanIbu
dan Anak,
Program Keluarga
Berencana,Program
Kesehatan ReproduksiRemajq
Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular Seksual(PMS)
termasukHIV/AIDS,
dan Program Kesehatan Reproduksi padaUsia
Lanjut.
Pada
pelaksanaannya
dilakukan
menggunakan
pendekatanpendekatan
siklus hidup (lfe-cycle
approach)
agr
memiliki
sasaran dan pelayanan yangjelas untuk kepentingan hak reproduksi.Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP
No. 61,20t4)
ruanglingkup
pengaturan Kesehatan Reproduksiini meliputi:
o
pelayanan kesehatan ibu;r
indikasi
kedaruratanmedis
dan
perkosaan sebagai pengecualian ataslarangan aborsi; dan
o
Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilandi
Luar Cara Alamiah.MASALAH KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
Masalah
kesehatanreproduksi
remaja
tidak
hanya
memiliki
dampaknegatif
terhadapfisik,
namunjuga memiliki
pengaruhjangka
panjang terhadap kesehatanmental dan
emosi, keadaanekonomi dan
kesejahtera:m sosial. Efek jangka panjang tersebuttidak
hanya berpengaruh pada remaja yang bersangkutannamun
juga
terhadap keluarga, masyarakat
dan
bangsa
pada
akhirnya.{
Permasalahan
utama
kesehatanreproduksi pada remaja dapat
dikelompokkan sebagai berikut:a.
Kehamilan tak dikehendaki, yang seringkali menjurus kepada aborsi yang tidak aman dan komplikasinya,b.
Kehamilan dan persalinan usia muda yang menambahrisiko
kesakitan dan kematian ibu dan bayi,c.
Masalah penyakit menular seksual (PMS), termasuk infeksiHIV/AIDS
*Dosen Fakultas Biologi UNSOED Purwokerto Page 3
d.
Tindak
kekerasan seksual, seperti pemerkosaan, pelecehan seksual dan transaksi seks komersial.Kehamilan remaja
denganumur
kurang
dari 20
tahun
memiliki
resiko kematianibu
danbayi2
-
4kali
lebihtinggi
dibandingkan kehamilan pada umur 20-
35 tahun. Beberapa penelitoan yang dihimpun Depkes (2008) menunjukkanbahwa banyak perilaku remaja pada rentang
umur
10
19
tahun
yang meningkatkan resiko masalah kesehatan reproduksi, salah satunya hasil penelitian pusat penelitian kesehatanUI
di
Manado danBitung
(1997) menemukan bahwa6%
dali
400 pelajarSMU
puteri
dan 20%dari
400 pelajarSMU
putera pernah melalcukanhubungan
seksual.Di
Yogyakarta
menurut data
sekunder tahun 199611997sebesar
l9,3vo
dari
10.981
pengunjung
klinik
KB
merupakan pengunjung yang datang dengan kehamilan yangtidak
dikehendaki dan tindakan pengguguran yangtidak
aman,dan
dari
data tersebut 2oloberusia
dibawah,Z2 tahun.Hal
tersebut diperburuk dengan data bahwa kesehatanfisik
remaja yang belum optimal, diantaranya sekitar 35o/o rernajaputri
yang menderita anemia dan sebagian diantaranya menderita ktnang energi kronis sehingga secarafisik
kondisiini
tidak mendukung kehamilan.Masalah tersebut diperparah dengan ailarrya
perilaku buruk
lainnya yaitu meningkatnya ketergantungan remaja terhadapnarkotika, psikotropika
dan zataditif
lainnya (NAPZA).
Ketergantungantersebut umumnya
diikuti
dengan hubungan seksualdiluar nikah
dengan berganti-ganti pasangan sehingga resiko penularanpenyakit
menulaar seksual(PMS)
termasukdi
dalamnyaHIV/AIDS
meningkat.
PEfuN
PEMERINTAH
DAN
MASYARAKAT
DALAM
MNNCEGAH
DAN MENANGGULANGI MASALAH KESEHATAI\ REMAJA
Dalam
Undang Undangno
36 tahun
2A09 i'rurrtang Kesehatan Pasal 136dinyatakan bahwa upaya pemeliharaan kesehatan remaja harus
ditujukan
untuk mempersiapkanmenjadi
orang
dewasayang
sehatdan produktif
baik
sosial maupun ekonomi. Upaya pemeliharaan kesehatan remaja sebagaimana dimaksud pada ayat(1)
dalam pasal tersebut termasukuntuk
reproduksi remaja dilakukanagar
terbebas
dari
berbagai
gangguan kesehatan
yang
dapat
mengambat*Dosen Fakultas Biologi UNSOED Punrrrokerto Page 4
kemampuan menjalani kehidupan reproduksi secara sehat dan upaya pemeliharaan kesehatan remaja sebagaimana dimaksud pada ayat
(l)
tersebut dilal<ukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Peran serta pemerintah diperkuat dalam Pasal 137 yang berisil.
Pemerintah berkewajiban
menjamin agar remaja dapat
memperoleh edukasi, informasi, dan layanan mengenai kesehatan remaja agar mampu hidup sehat dan bertanggung jawab.2.
Ketentuan mengenai kewajiban Pemerintah dalam menjamin agar remajamemperoleh edukasi,
informasi
dan
layanan
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat(1)
dilaksanakan sesuai dengan pertimbangan moralnilai
agama dan berdasarkan ketenfuan peraturan perundang-undangan.Dalam tingkat
pelayanan
dasat,
fasilitas
kesehatan
belum
banyak menyediakan pelayanan sehinggaremaja
belum
mendapatbekal
pengetahuanyang cukup
mengenai menjalaniperilaku
reproduksi sehat. Sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan remaja, maka pemerintah melalui Peraturan Pemerintatrnomor
6l
pasal 11
tahun
2014
dibentuklah
pelayanan kesehatan reproduksi remaja yang bertujuan untuk :a.
mencegahdan melindungi
remaja
dari perilaku
seksualberisiko
danperilaku berisiko lainnya yang
dapat
berpengaruh terhadap Kesehatan Reproduksi;danb.
mempersiapkan remaja untuk menjalani kehidupan reproduksi yang sehat dan bertanggung jawab.Pada peraturan pemerintah tersebut, pelayanan
kesehatan reproduksi{
remaja dapat dilakukan
melalui
pemberian komunikasi,informasi,
dan edukasi,konseling
danlatau pelayananklinis
medis.
Pelayanan kesehatanremaja
yang pertama dapat dilakukan dengan:a.
pendidikan keterampilan hidup sehat;b.
ketahanan mental melalui ketrampilan sosial;c.
sistem, fungsi, dan proses reproduksi;d.
perilaku seksual yang sehat dan aman;e.
perilaku seksual berisiko dan akibatnya;*Dosen Fakultas Biologi UNSOED Purwokerto Page 5
keluarga berencana; dan
perilaku berisiko
lain
atau kondisi
kesehatanlain
yang
berpengaruhterhadap kesehatan reProduksi'
Konselingsebagaimanadimaksudpadapasaltersebutdilaksanakan
dengan
memperhatikanprivasi dan
kerahasiaan,dan dilalarkan oleh
tenaga kesehatan, konselor dan konselor sebaya yangmemiliki
kompetensi sesuai dengan kewenangannya. Pelayananklinis
medis
sebagaimanadimaksud
pada
pasal tersebut termasuk deteksidini
penyakit/screening, pengobatan' dan rehabilitasi' pemberianmateri komunikasi, informasi, dan edukasi
sebagaimana dimaksud dilaksanakanmelalui
prosespendidikan
formal dan
nonformal
serta kegiatan pemberdayaan remaja sebagai pendidik sebaya atau konselor sebaya (PPNo'
61'zI!4).Beberapa
metode yang tercantum dalam PPNo'
61 tahun 2014 diharapkan dapat menjadi solusi permasalahan kesehatan reproduksi pada remaja'PENUTUP
Usiaremajamerupakanfaseyangrentanterhadapmasalahkesehatan
reproduksi. Kurangnya
pengetahuan
mengenai
seksualitas
dan
kesehatanreproduksi
mempe{parahtingkat
kerentanantersebut'
Hal
tersebut diperparahdengan persepsi
masyarakat
yang
menganggap
tabu
tentang
pembahasanreproduksi. Pemberian wawasan mengenai perilaku negatif terutama yang berefek
pada
kesehatanreproduksi remaja serta
masalah-masalahdalam
kesehatan reproduksi diharapkan dapat menurunkantingkat
masalah kesehatan reproduksi tersebut. Pemerintahmemiliki
peran besar dalam mencegah dan penanggulangan pelmasalahan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi terutama pada remaia yang menrpakan aset berharga pada masa yang akan datang'DAFTAR PUSTAKA
Nurmansyah,
M.I.,
A1. Aufa,8.,
Amra,Y.
2013. Gambaran Tingkat Pengetahuan Kesehatann"p-Outti
pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran
dan
Ilmu
KesehatanuIN
Jakarta. BerkalaIlmiah
Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia.Vol
I No. 2'Bimkmi'bimkes'org
Pakasi
dan
Kartikawati. 2013.
Antara
Kebutuhan
dan
Tabu:
Pendidikanseksualitas dan Kesehatan Reproduksi
Bagi
Remajadi
sMA'
Makaraseri
Kesehatan. t7 (2): 7 9'87f. o
*Uoi*n
Fakultas Biologi UNSOED Purwokerto Page 6PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR
61 TAHTIN 2014TENTANG KESEHATAN
REPRODUKSIProgram Kesehatan Reproduksi Dan Pelayanan
Integratif
Di
Tingkat
PelayananDasar.
2008.
Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
DirektoratJenderal
Bina
KesehatanMasyarakat.
Direktorat
Bina
Kesehatan Ibu. Jakarta.Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan
-
BKKBN.
2011.KAJIAN
PROFIL PENDUDUK REMAJA
(10-24TH$
:Ada
apa dengan Remaja? PolicyBrief.
Seri INo.6/?usdu-BKKBN
Undang Undang no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
*Dosen Fakultas Biologi UNSOED Purwokerto PageT