Pengatar Presiden RI pada Sidang Kabinet Paripurna, 22 Juli 2010
Kamis, 22 Juli 2010
PENGANTAR
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PADA
 SIDANG
KABINET PARIPURNA
DI KANTOR PRESIDEN JAKARTA
TANGGAL 22 JULI 2010 Â Bismillaahirrahmaanirrahiim, Â Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Â Salam
sejahtera untuk kita semua,
Â
Pimpinan
dan para Anggota Dewan Pertimbangan Presiden
Â
Para
Menteri dan Anggota Kabinet Indonesia Bersatu,
Â
Para
Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Kementerian,
Â
Para
peserta sidang Kabinet Paripurna yang saya hormati,
Â
Alhamdulillah, hari
ini kita dapat kembali menyelenggarakan dan menghadiri Sidang Kabinet
Paripurna, dengan agenda utama mendengarkan laporan dan presentasi dari Menteri Keuangan berkaitan dengan APBN kita.
Â
Pertama,
adalah implementasi dari APBN-P Tahun 2010 untuk semester pertama, sekaligus
prognosa ataupun proyeksi implementasi dari APBN-P 2010, hingga akhir tahun 2010 ini.
Â
Kedua,
presentasi menyangkut RAPBN 2011, yang akan menjadi bahan pidato Presiden di hadapan Rapat Paripurna DPR RI dan DPD RI pada bulan Agustus mendatang. Saya juga mengagendakan satu hal untuk mendengarkan laporan dari Menteri Perhubungan, menyangkut progress dari upaya diplomatik
dan upaya "bisnis" kita, berkaitan dengan tumpahan minyak yang berasal dari Montara, Australia Barat, yang konon memasuki wilayah Zona Ekslusif Ekonomi kita.
Â
Tentu
saja, kita akan melakukan kewajiban kita, menyelesaikan masalah ini, mengajukan klaim kepada perusahaan yang mengakibatkan tumpahan minyak itu, seraya menjaga komunikasi diplomatik, baik dengan pemerintah Australia, maupun pemerintah
Thailand. Tetapi yang jelas, perusahaan mesti memberikan sesuatu sebagai pertanggungjawaban atas kejadian itu. Dan komunitas di NusaTenggara Timur, utamanya di Pulau Rote dan sekitarnya, yang terdampak dari kejadian itu, mesti diberikan bantuan-bantuan yang patut.
Â
Saya
sengaja meletakkan penyelesaian masalah ini tanpa terlalu banyak memberikan
pernyataan-pernyataan politik, yang penting tujuan kita tercapai, yang penting settlement-nya benar, dan yang penting komunitas Indonesia yang terdampak dari kejadian itu mendapat santunan yang
tepat. Kita akan dengar bersama-sama, nanti apa yang akan dilaporkan oleh Menteri Perhubungan atas kerja sama dengan yang lain, sebagaimana yang saya instruksikan satu setengah bulan yang lalu.
Â
Â
Sebelum
kita memasuki agenda utama dari Sidang Kabinet Paripurna ini, saya ingin
menjelaskan kepada Saudara yang menyangkut perkembangan kawasan, tetapi dari aspek politik dan keamanan, utamanya keamanan. Sudah amat sering saya
menjelaskan kepada Saudara, perkembangan global dan regional dari sisi ekonomi yang memang menjadi isu utama, dua, tiga tahun terakhir ini menyusul terjadinya krisis keuangan global pada tahun 2008 yang lalu.
Â
Ini
tidak boleh luput dari pengamatan, diplomasi, dan tindakan kita sebagai bangsa, karena bagaimanapun situasi poltik dan keamanan memiliki pengaruh terhadap kehidupan sebuah negara, termasuk apa yang terjadi pada tingkat kawasan kita. Tiga bulan terakhir, saya juga berkomunikasi, bertukarpikiran, berkonsultasi dengan
sejumlah Kepala Negara/Kepala Pemerintahan, menyangkut keamanan di kawasan ini, regional security, sekaligus
berkaitan dengan regional architecture dan regional security architecture yang
harus kita baca dalam satu paket.
Â
Sebagai
contoh, kunjungan beberapa Jenderal Senior dari Republik Rakyat Tiongkok ke Indonesia beberapa saat yang lalu, juga berdiskusi dengan saya dan Menteri serta pejabat terkait, tiada lain membicarakan tentang situasi keamanan di kawasan ini. Sebagai bagian dari konsultasi, lantas hari ini saya akan menerima kunjungan Menteri Pertahanan Amerika Serikat, agendanya, antara lain, di samping kerja sama bilateral di antara kedua negara, juga menyangkut perkembangan situasi di kawasan ini.
Â
Â
Â
Â
Dalam
konteks yang lain, beberapa saat yang lalu, saya berbicara dengan Presiden dan
Perdana Menteri Turki, yang berkaitan dengan regional security, meskipun lebih banyak membahas situasi di Timur Tengah. Oleh karena itu, kita juga harus aktif untuk berperan serta dalam upaya
penciptaan keamanan dan perdamaian dunia, dalam upaya penciptaan stabilitas dan keamanan kawasan.
Â
Saudara-saudara,
Â
Atensi
khusus, sebagaimana yang sekarang sedang dilakukan oleh Menko Polhukam, Menteri Luar Negeri, Menteri Pertahanan, Pimpinan TNI, dan pejabat-pejabat terkait
adalah bagaimana kita juga memberikan atensi dan memberikan kepedulian dan
atensi menyangkut situasi di Laut China Selatan, South China Sea. Mengapa ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih Saudara-saudara?
Â
Meskipun
situasinya sepuluh, dua puluh tahun terakhir ini dalam keadaan stabil, baik, relatif aman, tetapi bagaimanapun wilayah itu merupakan salah satu sumber konflik, salah satu flash point, yang
setiap saat bisa terjadi konflik. Bagian dari Laut China Selatan, Pulau Paracel misalnya, dan wilayah-wilayah sekitar itu, juga diklaim oleh banyak negara, ada enam negara yang kita ketahui melakukan klaim atas teritori itu, Tiongkok sendiri, betul Pak Hasan? Kemudian Malaysia, kemudian Filiphina, kemudian Vietnam, Taiwan, satu lagi Brunei.
Berarti
masih ada overlapping claim di bagian
dari Laut China Selatan itu. Dan jangan lupa, wilayah itu, waspada, Ibu Menkes, Ibu Mensos, sama Menbudpar, di sini,
ini Indonesia, ini Tiongkok, ini Jepang, ini Korea, ini Amerika Serikat, ini
juga lalu lintas untuk kapal-kapal, untuk kepentingan ekonomi, dan kepentingan yang lain. Jadi kalau kawasan itu tidak aman, terganggu, ada konflik, tentu akan
mengganggu lalu lintas pelayaran kapal internasional. Dan bayangkan, ekspor kita pun melewati itu, kebanyakan impor kita juga dari situ, dan juga negara-negara lain, tentu itu
akan mengganggu perekonomian negara-negara di kawasan.
Â
Kita
juga harus ingat bahwa sebagian wilayah itu, close to, dekat sekali dengan zona ekonomi eksklusif kita. Kita tidak mengklaim bagian dari Laut China Selatan itu, tetapi kita juga punya
pulau yang ada di depan, yaitu Pulau Natuna, yang tentu kita juga punya planning ke depan, proyeksi Natuna di masa depan seperti apa? Untuk kepentingan perekonomian kita. Ini juga terpaut
dengan situasi di Laut China Selatan itu.
Â
Dan,
Saudara-saudara, mengapa kita perlu memberikan perhatian yang lebih, karena sepertinya ada ketegangan baru, new
tensions, antara Tiongkok dengan Amerika Serikat atas kejadian beberapa
saat yang lalu. Meskipun, saya lihat, tidak ekskalatif dan menurut saya masih manageable, tetapi bagaimanapun ada new tensions, di wilayah itu.
Â
Posisi
dan misi diplomatik Indonesia sangat jelas, clear,
dan ini akan menjadi landasan di dalam kita menjalankan misi diplomasi kita untuk ikut berkontribusi bagi penciptaan keamanan dan stabilitas wilayah itu. Apa yang saya maksudkan adalah, bagi Indonesia, kita, semua negara di kawasan harus menjadikan Laut China Selatan sebagai kawasan yang aman dan stabil, dan
digunakan untuk kepentingan damai.
Â
Tadi
saya berkomunikasi dengan Menteri Luar Negeri, Saudara Marty Natalegawa, yang sekarang sedang berada di Hanoi, di Vietnam, untuk mengikuti pertemuan tingkat Menteri dan juga kemarin, ASEAN Regional
Forum, dan sekligus mempersiapkan kepemimpinan Indonesia tahun depan.
Â
Untuk
Saudara ketahui, Indonesia akan menjadi Ketua ASEAN tahun depan, menjadi chairman, dan tahun 2013 kita akan menjadi tuan rumah dari APEC Summit, dengan
demikian aktivitas atau diplomasi kita, aktivitas kita berkaitan dengan hubungan antarbangsa akan meningkat tahun depan dan tahun 2013.
Â
Kepada Menlu
kita, saya sampaikan tadi, karena ini juga menjadi topik yang hangat, yang menarik di Hanoi, di Vietnam, saya menyampaikan tiga pilar dan saya minta Menteri, Indonesia menjembatani tiga pilar posisi kita berkaitan dengan permasalahan di Laut China Selatan.
Â
Pertama
yang ingin kita tegakkan adalah the
dynamic equilibrium, di Asia Pasifik. Tidak boleh ada satu negara pun yang mendominasi, yang hegemonic, dan
mendikte, no single country, oleh karena itu dynamic equilibrium menjadi sangat penting. Yang
kedua, pilar kita adalah kita harus sungguh menjaga kedamaian, keamanan, dan stabilitas kawasan itu, peace, security, and order. Dan
yang ketiga, manakala ada dispute,
territorial dispute, ada konflik, mari kita carikan solusinya secara damai, peaceful conflict resolution. Itulah
tiga pilar poltik luar negeri kita, foreign policy kita, over, ketegangan
atau permasalahan di Laut China Selatan.
Sekaligus saya sampaikan tadi,
pembicaraan saya dengan Menlu yang sedang berada di Hanoi, sebagaimana pernah saya sampaikan, pada tingkat kawasan, Asia Pasifik, pada saat ini sedang mencari bentuk yang disebut regional architecture
yang tepat. Topiknya menjadi new
regional architecture. Saudara tahu bahwa yang menjadi pilar, yang menjadi jangkar stabilitas di kawasan Asia Tenggara dan akhirnya Asia Timur pun ikut berkolaborasi adalah ASEAN.
Â
ASEAN ini sudah battle tested, battle proven, yang tadinya saling bermusuhan, ingat situasi tahun 60-an, antara Indonesia
dengan Malaysia, Malaysia dengan Filipina, kemudian kita tahu ada peperangan, konflik yang melibatkan Laos,
Kamboja, Vietnam, dan banyak lagi. Belum
Singapura dengan Malaysia, Singapura dan lain-lain, maka bersatulah kita dalam ASEAN, dan akhirnya ASEAN betul-betul menjadi model dan sudah terbukti dalam sejarah, bisa menjaga keamanan, ketertiban, dan stabilitas kawasan, bahkan lebih jauh lagi bisa menjadi economic
community, dan sekarang pun kita bertekad menjadi socio-cultural community, di samping political and security community.
Â
Atas dasar itu, mulailah ASEAN
memiliki dialogue partner, pertama-tama plus three, yaitu China, Japan, dan South Korea. Tahun 2005 kita menggagas lagi, tambah
lagi menjadi East Asia Summit, Indonesia
sangat aktif, saya juga ikut merumuskan supaya lebih adil, balance, adil, dan Indonesia tidak diletakkan di pinggir, maka terbentuklah East Asia Summit di
samping plus three, ditambah lagi
tiga, India, Australia dan Selandia baru, dengan demikian coba lihat kembali peta di belakang, dengan masuknya Australia, Selandia Baru Indonesia tidak lagi berada di pinggir, bayangkan kalau ini tidak masuk, kita berada di pinggir, di pintu belakang. Ini salah satu diplomasi kita to include Australia
dan Selandia Baru.
Â
Tahun-tahun terakhir ini ada
pemikiran bersama, Karena Rusia ingin masuk, dan kemudian Amerika Serikat pun ingin masuk, maka kita sudah mulai membahas tiga tahun terakhir, ada tiga
pilihan, tiga model, pertama ASEAN Plus Eight ini, itu completely model
baru, yang ada kan ASEAN plus three,
ASEAN plus eight, atau East Asia Summit yang diperluas, atau East Asia Summit Plus two.
Â
Indonesia sesungguhnya berpendapat, daripada
membentuk yang baru, lebih bagus yang ada, yaitu East Asia Summit dengan menambah dua anggota sepanjang the centrality of ASEAN tetap kita
miliki. Diplomasi kita Alhamdulillah bisa
membuahkan hasil pada tingkat Menteri kemarin, sudah disepakati East Asia Summit, dan pesan saya waktu itu, kalau toh Rusia dan Amerika
bergabung dan menjadi kesepakatan bersama bergabungnya harus bersama-sama. Karena ini sejalan dengan politik kita Saudara-saudara, politik bebas dan aktif kita
jalankan, dan ditambah lagi dengan all directions foreign policy, yang menjadi salah satu keynote dari
politik luar negeri, lima, enam tahun terakhir ini.
Â
Dengan demikian, karena tahun depan kita akan menjadi chairman dari ASEAN
dan biasanya East Asia Summit itu back to back dengan ASEAN Summit, oleh karena itu ini harus rampung betul, harus rapi
betul, harus konklusif betul, supaya sebagai tuan rumah nanti kita bisa memiliki ruang untuk bisa ikut, bagaimana new
architecture ini berjalan dengan baik.
Â
Saudara-saudara,
Â
Kembali kepada regional security architecture, ini kita harus menempuh berbagai track, pertama, kita pastikan kemanan Asia Tenggara, khususnya, termasuk Asia Pasifik pada umumnya, itu harus dibahas
pada tingkat ASEAN dan pada tingkat East ASIA Summit yang Alhamdulillah dua negara besar sudah masuk sekarang, yaitu Rusia
Â
Kemudian forum yang lain adalah ARF, ASEAN Regional Forum, itu sama tetapi
Eropa sudah masuk di situ. Dan yang lain forum-forum bilateral sebagaimana yang kita lakukan sekarang ini, kita bicara dengan Jepang, kita bicara dengan
Tiongkok, kita bicara sama Rusia, kita bicara sama Amerika, kita bicara sama negara-negara tetangga kita, dan negara-negara yang punya kepentingan di situ.
Â
Saya ingin mengambil salah satu contoh, succes story, Saudara-saudara. Kalau Saudara membaca majalah foreign
policy yang terakhir, bulan ini. Itu diangkat ketika Somalia yang perairannya tetap tidak aman. Piracy malah
menjadi-jadi, diberikan apresiasi. Security
di Selat Malaka dan sekitarnya, dibandingkan situasi tujuh tahun yang lalu itu sudah betul-betul drop, hampir tidak ada masalah. Secara eksplisit,
dibandingkan itu. Eskalasi dari keamanan maritim di sekitar Somalia, dengan di Selat Malaka.
Â
Saudara masih ingat dahulu, saya
kira Pak Hassan masih Menlu waktu itu, bahwa semua ingin menangani, tetapi Indonesia punya stand yang cukup
kuat, jangan semua menangani, serahkan pada trilateral
state, yaitu Indonesia, Singapura, dan Malaysia, serahkan pada kami
bertiga. Kalau yang lain membantu, silahkan, capacity building, technical dan sebagainya, training, tetapi kami bertiga yang bertanggung jawab. Daripada
semua ikut nanti malah menimbulkan ketegangan baru, di sepanjang Selat Malaka. Alhamdulillah sudah berhasil menurunkan
secara sangat drastis, dan mudah-mudahan ini menjadi model dan bisa kita jaga, asalkan tidak lengah. Panglima TNI, Menhan, memberikan atensi, Kapolri juga, karena ini termasuk penanganan transnational
crimes, jaga apa yang sudah kita raih di tempat itu.
Â
Saya ingin memberikan contoh bahwa regional security itu di bangun, dijaga
secara bersama, dengan kesetaraan, dengan saling trust satu sama lain. Kita harus trust Malaysia, Malaysia juga begitu, kita trust dengan Singapura, Singapura
juga begitu, dan seterusnya.
Â
Saudara-saudara,
Â
Saya masih ingin melanjutkan, karena
ini forum yang baik, khusus untuk keamanan di kawasan Asia Tenggara dan Asia Pasifik, kita dalam berbagai forum, dan ini misi saya kepada para Menteri,
Saudara-saudara semua, tolong kita selalu bicara tentang kerja sama keamanan, ingat, maritim, itu urat nadi perdagangan kita. Kita punya kepentingan nasional untuk itu, di samping mereka-mereka.
Â
Yang ke dua, kerja lawan sama
terorisme, yang ketiga kerja sama lawan kejahatan transnasional, yang ke empat kerja sama penanganan bencana. Ini juga model yang baik, penanganan tsunami sering dijadikan contoh, baik pada saat disaster
relief operations, maupun dalam fase rehabilitations, reconstructions, saya kira the
biggest military deployment pada tahun-tahun terakhir ini, dilaksanakan di
Aceh. Yang ke lima, tolong bicarakan juga peace-keeping operations, Indonesia cukup menonjol.
Â
Kita sering menjadi tuan rumah, kita
sering menjadi rujukan, bagaimana peace-keeping
missions itu berhasil. Kita sedang membangun peace-keeping center. Saya berharap Menhan, Panglima TNI, segera jadikan, Kapolri juga melakukan hal yang sama, jadikan supaya kita bisa menugasi
prajurit-prajurit kita, memberikan pengalaman. Alhamdulillah konflik di dalam negeri, keamanan dalam negeri sudah jauh mereda, kita berikan pengalaman prajurit-prajurit kita, perwira-perwira
Â
Saya sudah mengatakan juga, apabila
pasukan koalisi mundur dari Afganistan dan Irak nantinya, dan pasukan PBB mengambil alih, misalnya, demi penjagaan perdamaian, kita pun siap untuk menugasi
prajurit-prajurit kita mengemban tugas di Timur Tengah, dengan catatan PBB. Sama dengan insiatif kita mengirim kontingen kita ke Libanon, berbatasan dengan Israel, itu juga di bawah bendera PBB. Syaratnya, harus di bawah bendera PBB dan tidak menjadi bagian dari koalisi apapun. Kemudian, yang berikutnya lagi, tentu jadikan untuk kerja sama training,
education, research, development dan hal-hal yang berkaitan dengan itu.
Â
Saudara-saudara,
Â
Itu yang ingin saya sampaikan
sebagai pengantar topik tambahan di samping agenda utama kita. Sekarang jam sebelas kurang seperempat, kurang lebih, saya berharap dalam waktu satu jam persentasi dari Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan selesai. Dalam waktu paling lama setengah jam presentasi dari Menteri Perhubungan selesai. Saya jam satu akan menerima tamu Bapak Abdullah Badawi, Mantan Perdana Menteri Malaysia, yang mengajak Indonesia untuk membangun kerja sama ekonomi negara-negara Islam, di luar D-8, yang juga ini sebagai bagian agar Organisasi Konferensi Islam, itu
juga makin bagus, makin meningkatkan kesejahteraan komunitas Islam, dengan demikian baik bagi keadilan, perdamaian, dan keamanan dunia. Jadi
kita juga ikut di dalam menggalakkan kerja sama perekonomian di dalam komunitas OKI.
Â
Demikian
pengantar saya, agak panjang sedikit, tetapi perlu saya sampaikan supaya kita mendapatkan gambaran yang umum dan utuh. Saya persilahkan Saudara Menteri Keuangan.
Biro
Naskah dan Penerjemahan,
Deputi
Mensesneg Bidang Dukungan Kebijakan,
Sekretariat Negara RI