KONSTRUKSI
PERKERASAN JALAN
D3-KONSTRUKSI SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
OLEH : ATMY VERANI RS, ST., MT
Konstruksi Perkerasan Jalan
PUSTAKA
•
UU No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan
•
AUSROADS 1992, Pavement design A Guide to the Structural
Design of Road Pavements. Design of New Rigid Pavements
•
AASHTO 1993 Guide for Design of Pavement Structures
•
Pd T – 14 – 2003 Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen
•
Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Aspal, M Anas Aly, 2004
•
Manual Desain Perkerasan Jalan No. 02/M/BM/2013
UU No. 38 Tahun 2004
•
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala
bagian jalan, termasuk bangunanpelengkap dan perlengkapannya
yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada
permukaantanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan
tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air,kecuali jalan
kereta api, jalan lori, dan jalan kabel
•
Penyelenggaraan jalan adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,
pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan
Rigid Pavement
Jenis Perkerasan Kaku
•
Perkerasan Kaku Bersambung beton yang dibuat
tanpa tulangan
(Jointed unreinforced concrete pavement/JUCP)
•
Perkerasan kaku (rigid pavement)
sambungan dengan tulangan
(Jointed reinforced concrete pavement/ JRJP)
•
Perkerasan kaku (rigid pavement)
menerus dengan tulangan
(Continously reinforced concrete pavement/ CRCP)
•
Perkerasan kaku (rigid pavement) pratekan (prestressed concrete
pavement/pcp)
PBS Bersambung Tanpa Tulangan
(Jointed Unreinforced Concrete Pavement)
•
Tanpa menggunakan tulangan
•
Ukuran pelat mendekati bujur sangkar
•
Panjang pelat dibatasi dengan adanya sambungan
•
sambungan melintang
Gambar Penampang PBS Bersambung Tanpa
Tulangan
PBS Bersambung Dengan Tulangan
(Jointed Reinforced Concrete Pavement)
•
Menggunakan tulangan
•
Ukuran pelat berbentuk empat persegi panjang
•
Panjang pelat dibatasi dengan adanya sambungan
•
Sambungan melintang
Gambar Penampang Perkerasan Kaku
Bersambung dengan Tulangan
Rigid Pavement
4 m
PBS Menerus Dengan Tulangan
(Continously Reinforced Concrete Pavement)
•
Menggunakan tulangan
•
Panjang pelat menerus dan hanya dibatasi
oleh adanya sambungan-sambungan muai
melintang
Gambar Penampang Perkerasan Kaku Menerus
dengan Tulangan
Rigid Pavement
(menerus)
4 m
PBS Pratekan
(Prestressed Concrete Pavement)
•
Umumnya dari jenis perkerasan beton menerus
•
Tanpa tulangan, hanya menggunakan kabel-kabel pratekan untuk
mengurangi pengaruh susut, muai, dan lenting akibat perubahan
temperatur dan kelembaban
•
Digunakan panel – panel pracetak yang kemudian disusun dan
dilakukan penarikan tegangan pada kabel yang menghubungkan
panel pracetak tersebut.
•
sistem pracetak dimaksudkan untuk mencegah timbulnya retakan
pada pelat beton
Komponen Perkerasan Kaku
• Pada konstruksi perkerasan beton semen, sebagai konstruksi utama adalah berupa satu lapis beton semen mutu tinggi. Sedangkan lapis pondasi bawah
(subbase berupa cement treated subbase maupun granular subbbase) berfungsi sebagai konstruksi pendukung atau pelengkap
Tulangan
•
Tulangan Pelat
• berbeda dengan tulangan pelat pada konstruksi
beton yang lain seperti gedung, balok dan sebagainya
• Karakteristik :
• Bentuk tulangan pada umumnya berupa lembaran atau gulungan.
• Pada pelaksanaan di lapangan tulangan yang
berbentuk lembaran lebih baik daripada tulangan yang berbentuk gulungan. Kedua bentuk tulangan ini dibuat oleh pabrik.
• Lokasi tulangan pelat beton terletak ¼ tebal pelat di sebelah atas
• Fungsi “memegang beton” agar tidak retak (retak
beton tidak terbuka), bukan untuk menahan momen
ataupun gaya lintang tidak mengurangi tebal
JENIS SAMBUNGAN PERKERASAN BETON
• 1. SAMBUNGAN MELINTANG (TRANSVERSE JOINT)
• Terdiri dari :
• sambungan susut (contraction joint)
• sambungan konstruksi (construction joint)
• sambungan muai (expansion joint)
• 2. SAMBUNGAN MEMBUJUR (LONGITUDINAL JOINT)
• Terdiri dari :
• sambungan membujur antar-lajur
• sambungan membujur pengikat bahu
• 3. SAMBUNGAN KHUSUS LAINNYA
CATATAN :
•Sambungan susut, terjadi karena beton menyusut selama mengeras
•Sambungan konstruksi, adalah sambungan yang terletak pada batas akhir setiap penghentian pengecoran sistim menerus (metoda slip-forming) untuk disambung dengan beton lainnya pada pengecoran baru.
•Sambungan muai, hanya dipasang pada tempat-tempat khusus, misalnya pada oprit jembatan, persilangan jalan, dan sebagainya. •Untuk sambungan melintang digunakandowel bars
Tulangan
•
Tulangan sambungan
•
Tulangan sambungan arah
melintang
mengkoordinir kembang susut
ke arah memanjang pelat
•
Tulangan sambungan arah
memanjang
mengakomodir gerakan
lenting pelat beton
Ciri dan Fungsi Tulangan Sambungan
• Tulangan Sambungan Melintang
• Tulangan sambungan melintang disebut juga dowel
• Berfungsi sebagai ‘sliding device’ dan ‘load transfer device’.
• Berbentuk polos, bekas potongan rapi dan berukuran besar.
• Satu sisi dari tulangan melekat pada pelat beton, sedangkan satu sisi yang lain tidak lekat pada pelat beton
• Lokasi di tengah tebal pelat dan sejajar dengan sumbu jalan.
• Ukuran diameter 1 – 1,5 inch, panjang 2 – 3 ft
• Tulangan Sambungan Memanjang
• Tulangan sambungan memanjang disebut juga Tie Bar.
• Berfungsi sebagai unsliding devices dan rotation devices.
• Berbentuk deformed / ulir dan berbentuk kecil.
• Lekat di kedua sisi pelat beton.
• Lokasi di tengah tebal pelat beton dan tegak lurus sumbu jalan.
• Luas tulangan memanjang dihitung dengan rumus seperti pada tulangan melintang.
DOWEL BARS PADA SAMBUNGAN MELINTANG
• Dowel berupa tulangan baja halus (tak berulir).
• Terutama untuk tulangan pentransfer beban roda kendaraan dari satu pelat ke pelat lain (berfungsi seperti sendi gerber).
• Sambungan ini berupa retak yang terjadi akibat susut beton selama mengeras (untuk beton yang dicor sistim slip-forming)
• Satu sisi dari dowel bar melekat pada betonnya, sisi yang lain tidak (ditutupi plastik sebelum beton dicor atau dilapisi
bahan pelumas cair, atau dapat juga dicat Teflon anti-lekat) maksudnya agar pergerakan susut beton tidak terhalang oleh gesekan pada dinding dowel.
CATATAN :
Dowel Bar pada sambungan melintang boleh tidak digunakan apabila jalan tidak dilewati truk.
TIE BARS PADA SAMBUNGAN MEMBUJUR
•
Tie bars
berupa tulangan baja berulir
(deform bar).
•
Berfungsi untuk mengikat pelat yang satu
dengan yang lain dan untuk pentransfer
beban roda kendaraan.
UKURAN TIE BAR YANG DISARANKAN
PERHATIAN UNTUK PERKERASAN KAKU :
•
Tebal perkerasan lebih banyak ditentukan oleh :
• - berat kendaraan yang melintas
• - volume lalu-lintas
Tebal tersebut relatif tidak banyak dipengaruhi oleh kondisi tanah dasar
(subgrade)
•
Contoh : Total EAL selama 20 tahun = 10 juta
• - Tanah subgrade jelek, CBR = 3%
---> tebal pelat yang perlu = 24 cm
• - Tanah subgrade baik, CBR = 30%
Kapan tidak diperlukan lapisan perantara
(subbase) ?
•
Bila salah satu atau kombinasi dari hal dibawah ini terjadi :
•
Tanah dasar berupa tanah yang teguh, atau tanah dari jenis
berbutir (kepasiran)
•
Tanah dasar mudah diresapi dan mengalirkan air hujan (tanah
granular atau berpori-pori)
•
Pelaksanaan konstruksi jalan tidak mensyaratkan perlunya ada
lapisan tanah dasar yang tetap teguh dilewati alat-alat berat,
selama pekerjaan perkerasan dilaksanakan
DENGAN LAPISAN PERANTARA
•
Lapisan perantara :
•
Sebetulnya disebut sebagai lapisan
base (
base course
= lapis pondasi
atas)
•
Tetapi sebagian besar orang
menyebut sebagai lapisan
(
subbase
=lapis pondasi bawah),
karena material yang dipakai
menyerupai material subbase pada
perkerasan lentur.
KAPAN PERLU LAPISAN PERANTARA
(SUBBASE) ?
•
Bila salah satu atau kombinasi dari hal dibawah ini terjadi :
• Tanah dasar kemungkinan menjadi jenuh selama musim hujan (lapisan subbase berfungsi untuk mencegah efek “pumping”)
• Tanah berupa tanah yang sulit mengalirkan air hujan (dari tanah dominan lempung atau lanau)
• Tanah dasar dapat dipengaruhi “efek pembekuan” (frost action selama musim dingin, bukan di daerah tropis)
• Selama pelaksanaan konstruksi jalan, tanah dasar mudah menjadi rusak
akibat dilalui alat-alat berat, sehingga diperlukan adanya lapisan perkerasan yang relatif teguh selama waktu pelaksanaan
MATERIAL UNTUK LAPISAN PERANTARA
(SUBBASE)
• LAPISAN SIRTU
• Sirtu dipadatkan 100% kepadatan Modified Proctor. Tebal minimum 20 cm, atau sesuai kebutuhan peninggian badan jalan.
•
LAPISAN SOIL-CEMENT
Campuran tanah sirtu + cement kadar 5% - 6%, dipadatkan dengan kadar air yang diperlukan sampai dengan+ 95% kepadatan Modified Proctor
• Tebal minimum : 15 cm, untuk jalan lokal / biasa dan 20 cm, untuk jalan utama.
• LAPISAN ECONOCONCRETE
• Beton mutu rendah, setara K75 – K125
• Tebal minimum : sama dengan lapisan soil-cement.
• CATATAN :
• No. 2 dan 3 dipilih bila lalu-lintas truk proyek selama pelaksanaan relatif tinggi, supaya subgrade tidak “rusak” dilewati truk.
SUSUNAN LAPIS ULANG (OVERLAY)
PERKERASAN JALAN BETON SEMEN
•
THE WHITE TOPPING
(overlay dengan lapisan beton portland cement)
PENULANGAN UNTUK JRCP DAN CRCP
• Jumlah tulangan minimum untuk tulangan susut :
• - minimum 0,4% di daerah tropis
• - minimum 0,5% di daerah bersuhu rendah
• Jadi, Ay = 0,4% x Ab
• Ay = jumlah luas penampang tulangan susut
• Ab = luas penampang beton
• Untuk pelat beton tebal sampai dengan 30 cm, tidak
perlu tulangan rangkap. Cukup tulangan sejajar ditengah-tengah tebal penampang.
• Jarak tulangan membujur, l, disarankan :
• - 100 mm < l < 200 mm
• - atau sesuai Peraturan Beton yang ada
• Tulangan melintang :
• - diameter > 10 mm, jarak < 400 mm
Konstruksi Perkerasan Jalan
Pertemuan II Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku dengan Metode Bina Marga
Dasar Perencanaan
•
Perkiraan lalu-lintas dan komposisinya selama umur rencana.
•
Kekuatan tanah dasar yang dinyatakan dengan CBR (%).
•
Kekuatan beton yang digunakan
•
Jenis bahu jalan.
•
Jenis perkerasan.
Tipikal Struktur Perkerasan Kaku
• Daya dukung utama perkerasan kaku pelat beton • Sifat, daya dukung dan keseragaman tanah dasar
keawetan dan kekuatan pekerasan kaku
• Faktor yang perlu diperhatikan untuk tanah dasar pada perencanaan :
• Kadar air pemadatan
• Kepadatan
• Perubahan kadar air selama masa layan
• Sifat pelat beton semen cukup kaku menyebarkan beban pada bidang yang luas menghasilkan tegangan yang rendah pada lapisan – lapisan di bawahnyan
• Bila diperlukan tingkat kenyamaan yang cukup tinggi campuran
Lapis Pondasi
•
Bukan merupakan bagian utama dalam memikul beban
•
Fungsi :
• Mengendalikan pengaruh kembang susut tanah dasar.
• Mencegah intrusi dan pemompaan pada sambungan, retakan dan tepi-tepi pelat.
• Memberikan dukungan yang mantap dan seragam pada pelat.
Tanah Dasar
•
CBR insitu
SNI 03-1731-1989
•
CBR Laboratorium
SNI 03-1744-1989
•
Pengujian daya dukung tanah tersebut dilakukan
baik untuk perkerasan lama ataupun baru
•
Untuk CBR < 2 %
lean concrete 15 cm
CBR
efektif 5 %
Pondasi Bawah
•
Bahan pondasi bawah :
• Bahan Berbutir
• Stabilisasi atau dengan beton kurus giling padat (lean rolled concrete)
• Campuran beton kurus (lean mix concrete)
•
Perlebaran
• 60 cm di luar tepi pekerasan kaku
• Tanah ekspansif perhitungan tersendiri hingga selebar apa tanah
mengembang
•
Tebal
min 10 cm
dengan mutu sesuai SNI No. 03-6388-2000 dan
AASHTO M-155 serta SNI 03-1743-1989
Hubungan antara CBR
dan K (modulus reaksi
tanah dasar)
Kurva untuk
menentukan K
Gabungan
Contoh K gabungan
•
Diketahui :
• Tanah Dasar ; K = 4,3 kg/cm3
• Lapis Pondasi ; T = 10 cm,
stabilisasi cement (E = 1000.000 psi)
•
Dari grafik didapatkan K
gabungan = 20 kg/cm
3Pondasi Bawah
•
Pondasi Bawah Material Berbutir
• Persyaratan SNI-03-6388-2000 Gradasi kelas B penyimpangan ijin 3 % - 5 %
• Tebal minimum 15 cm untuk CBR minimum 5%
• Derajat kepadatan minimum 100 % (SNI 03-1743-1989)
•
Pondasi Bawah dengan bahan pengikat
• Stabilisasi material dengan bahan pengikat kekuatan campuran dan ketahanan
terhadap erosi
• Campuran beraspal bergradasi rapat
• CBK 28 hari kuat tekan minimum 5,5 Mpa (55 kg/cm2)
•
Lean Mix Concrete
• Tebal minimum 10 cm
• Tanpa abu terbang Kuat tekan pada 28 hari, min 5 Mpa (50 kg/cm2)
Beton Semen
• Kekuatan beton kuat Tarik lentur (flexure strength) 28 hari pengujian balok di tiga titik (ASTM C-78) 3 – 5 kg/cm2.
• Kuat Tarik diperkuat serat baja, aramit, atau serat karbon 5 – 5,5 Mpa ( 50 – 55 kg/cm2)
• Hubungan Kuat Tekan Karakteristik dengan kuat Tarik lentur beton
fcf = K(fc’)0,50 dalam Mpa (silinder) fcf = 3,13 K(fc’)0,50 dalam kg/cm2 (kubus) dimana :
fc’ = kuat tekan beton karakteristik 28 hari (kg/cm2)
fcf = kuat Tarik lentur beton 28 hari (kg/cm2)
K = konstanta (0,7 untuk agregat tidak pecah, 0,75 untuk agregat pecah)
• Kuat Tarik lentur (SNI 03-2491-1991)
fcf = 1,37 fcs dalam Mpa fcf = 13,44 fcs dalam kg/cm2 dimana :
Lalu Lintas
•
Jumlah sumbu kendaraan niaga (commercial vehicle)
konfigurasi sumbu pada lajur rencana selama umur rencana
•
Data terakhir atau data 2 tahun terakhir
•
Kendaraan yang ditinjau
berat total minimum 5 ton
•
Jenis kelompok sumbu :
• Sumbu Tunggal Roda Tunggal (STRT)
• Sumbu Tunggal Roda Ganda (STRG)
• Sumbu Tandem Roda Ganda (STdRG)
Single Axle (STRT dan STRG) Tandem Axle (STdRG) Tridem axle (STrRG)
Konfigurasi
Sumbu
Lajur Rencana dan Koefisien Distribusi
• Lajur rencana satu lajur lalu lintas pada ruas jalan raya yang menampung lalu lintas kendaraan niaga terbesar
• Jika tidak ada batas lajur maka jumlah lajur dan koefisien distribusi kendaraan niaga adalah sebagai berikut
Umur Rencana
•
Klasifikasi fungsi jalan
•
Pola lalu lintas
•
Nilai ekonomis
• BCR
• IRR
• BCR dan IRR
Pertumbuhan Lalu Lintas
• Volume lalu lintas bertambah VCR = 1
• Faktor pertumbuhan lalu lintas
= (1 + ) −1
Pertumbuhan Lalu Lintas
Lalu Lintas Rencana
•
jumlah kumulatif sumbu kendaraan niaga pada lajur rencana
selama umur rencana, meliputi proporsi sumbu serta distribusi
beban pada setiap jenis sumbu kendaraan
Contoh Soal
• Diketahui :
• Pertumbuhan lalu lintas = 3,8 %/tahun
• Umur Rencana = 20 tahun
• Koefisien distribusi = 0,45
• Lalu lintas harian pada tahun pembukaan adalah :
• Mobil penumpang (1t+1t) : 600 kendaraan
• Bus (3t+5t) : 400 kendaraan
• Truk 2 – as kecil (2t+4t) : 750 kendaraan
• Truk 2 – as sedang (4t+6t) : 60 kendaraan
• Truk 3 – as besar (6t+14t) : 40 kendaraan
• Truk gandengan (6t+14t+5t+5t) : 50 kendaraan
• Truk trailer 1 (5t+5t+15t) : 40 kendaraan
• Truk container sedang 5 as (5t+5t+5t+15t) : 30 kendaraan
• Ditanyakan
Jawab :
No. Jenis Kendaraan Beban Jenis Sumbu
Jumlah Kendaraan JKNH (kend) Jumlah Sumbu JSKN per kend (sumbu) total (sumbu) 1 Mobil Penumpang (1t + 1t) STRT + STRT 600 - -2 B U S (3t + 5t) STRT + STRT 400 2 800 3 Truk 2 – as kecil (2t + 4t) STRT + STRG 750 2 1500 4 Truk 2 – as sedang (4t + 6t) STRT + STRG 60 2 120 5 Truk 3 – as besar (6t + 14t) STRT + STdRG 40 2 80 6 Truk Gandengan (6t + 14t + 5t + 5t) STRT + STdRG + STRG +STRG 50 4 200 7 Truk Trailer 1 (5t + 5t + 15t) STRT + STRG + STdRG 40 3 120
8 Truk Container sedang 5as (5t + 5t + 5t + 15t) STRT + STRT + STRG +STdRG 30 4 120
Jumlah 1370 Jumlah 2940
Jawab
=
, ( , )=
29,72
JKN = JKNH x 365 x R
= 1370 x 365 x 29,72
= 148860687,62 kendaraan
JSKN = JSKNH x 365 x R
= 2940 x 365 x 29,72
= 31890818,68 kendaraan
Repetisi Kumulatif Beban Sumbu
No. Beban sumbu Berat sumbu (ton)
persentase
beban sumbu Repetisi kumulatif 1 Beban sumbu 2 ton (STRT) 750 26% 3.660.935,82
2 Beban sumbu 3 ton (STRT) 400 14% 1.952.499,10
3 Beban sumbu 4 ton (STRT) 60 2% 292.874,87
4 Beban sumbu 4 ton (STRG) 750 26% 3.660.935,82
5 Beban sumbu 5 ton (STRT) 170 6% 829.812,12
6 Beban sumbu 5 ton (STRG) 500 17% 2.440.623,88
7 Beban sumbu 6 ton (STRT) 90 3% 439.312,30
8 Beban sumbu 6 ton (STRG) 60 2% 292.874,87
9 Bebansumbu 14 ton(STdRG) 90 3% 439,312,30
10 Bebansumbu 15 ton(STdRG) 70 2% 341,687,34
Urutkan beban sumbu berdasarkan beratnya (ton) dari yang terkecil hingga terbesar Hitung persentase beban sumbu = berat sumbu i/JSKNH x 100%
Faktor Keamanan Beban (F
KB
)
•
Beban rencana = beban sumbu x F
KBMenghitung Beban sumbu dengan Faktor
keamanan (F
KB
)
• Diketahui
• Merupakan jalan bebas hambatan FKB = 1,1 • Ditanyakan
• Beban sumbu dengan faktor keamanan
No. Beban sumbu
Beban sumbu dengan FKB
(ton)
1 Beban sumbu 2 ton (STRT) 2,2
2 Beban sumbu 3 ton (STRT) 3,3
3 Beban sumbu 4 ton (STRT) 4,4
4 Beban sumbu 4 ton (STRG) 4,4
5 Beban sumbu 5 ton (STRT) 5,5
6 Beban sumbu 5 ton (STRG) 5,5
7 Beban sumbu 6 ton (STRT) 6,6
8 Beban sumbu 6 ton (STRG) 6,6
9 Bebansumbu 14 ton(STdRG) 15,4
UMUM
•
Menghitung
• Repetisi dari masing – masing konfigurasi dan kombinasi sumbu/beban
• Kekuatan beton
• Modulus reaksi tanah dasar/modulus reaksi gabungan diketahui
•
Memilih suatu tebal pelat tertentu
•
Menghitung total fatigue
Ketebalan Pelat
•
Pilih Suatu Tebal Pelat Tertentu
•
Untuk setiap kombinasi konfigurasi dan beban sumbu serta suatu harga k
tertentu, maka:
• Tegangan lentur yang terjadi pada pelat beton ditentukan dari kurva – kurva berikut
• Perbandingan tegangan dihitung dengan membagi tegangan lentur yang terjadi pada
pelat dengan kuat lentur Tarik (Mr) beton
• Jumlah pengulangan beban yang diijinkan ditentukan berdasarkan harga perbandingan
tegangan seperti yang ditunjukkan oleh tabel
• Prosentase fatigue untuk tiap tiap kombinasi/beban sumbu ditentukan dengan membagi
jumlah pengulangan beban rencana dengan jumlah pengulangan beban yang diijinkan
•
Cari totak fatigue dengan menjumlahkan prosentase fatigue dari seluruh
kombinasi konfigurasi/beban sumbu
•
Langkah – langkah diulang hingga didapatkan tebal pelat terkecil dengan total
fatigue ≤ 100 %
Menentukan Tegangan
pada Pelat untuk STRT
Menentukan
Tegangan pada Pelat
untuk STRG
Menentukan Tegangan
pada Pelat untuk
Menghitung tegangan yang terjadi
•
Dicoba pelat beton dengan tebal = 18 cm
•
k = 4,3 kg/cm
3No. Beban Sumbu, fk = 1,1 Beban sumbu dengan FKB
Tegangan yang terjadi
1 Beban sumbu 2 ton (STRT) 2,2 tidak terjadi 2 Beban sumbu 3 ton (STRT) 3,3 tidak terjadi 3 Beban sumbu 4 ton (STRT) 4,4 15,4 4 Beban sumbu 4 ton (STRG) 4,4 tidak terjadi 5 Beban sumbu 5 ton (STRT) 5,5 18,2 6 Beban sumbu 5 ton (STRG) 5,5 tidak terjadi 7 Beban sumbu 6 ton (STRT) 6,6 21 8 Beban sumbu 6 ton (STRG) 6,6 14,8 9 Bebansumbu 14 ton(STdRG) 15,4 18,8 10 Bebansumbu 15 ton(STdRG) 16,5 20,5
Hubungan Perbandingan
Tegangan dengan Jumlah
Repetisi Beban
Menghitung Perbandingan Tegangan
•
Diketahui :
• Kuat Tarik lentur beton (MR) = 40 kg/cm2
•
Ditanyakan
• Perbandingan Tegangan
No. Beban Sumbu, fk = 1,1 Perbandingan Tegangan
1 Beban sumbu 2 ton (STRT) -2 Beban sumbu 3 ton (STRT)
-3 Beban sumbu 4 ton (STRT) 15,4/40 0,39 4 Beban sumbu 4 ton (STRG)
-5 Beban sumbu 5 ton (STRT) 18,2/40 0,46 6 Beban sumbu 5 ton (STRG)
-7 Beban sumbu 6 ton (STRT) 21/40 0,53 8 Beban sumbu 6 ton (STRG) 14,8/40 0,37 9 Bebansumbu 14 ton(STdRG) 18,8/40 0,47 10 Bebansumbu 15 ton(STdRG) 20,5/40 0,51
Menghitung Jumlah Repetisi Ijin Tegangan
yang Terjadi dan Jumlah Prosentase Fatigue
• Jumlah Repetisi ijin tegangan yg terjadi didapatkan dari Tabel Hubungan Perbandingan Tegangan dengan Jumlah Repetisi Beban
• Jumlah Prosentase Fatigue
ℎ
No. Beban Sumbu, fk = 1,1 Perbandingan Tegangan Jumlah Repetisi ijin tegangan yg terjadi Jumlah Prosentase Fatigue
1 Beban sumbu 2 ton (STRT)
-2 Beban sumbu 3 ton (STRT)
-3 Beban sumbu 4 ton (STRT) 15,4/40 0,39
4 Beban sumbu 4 ton (STRG)
-5 Beban sumbu 5 ton (STRT) 18,2/40 0,46
6 Beban sumbu 5 ton (STRG)
-7 Beban sumbu 6 ton (STRT) 21/40 0,53 240000 203%
8 Beban sumbu 6 ton (STRG) 14,8/40 0,37
9 Bebansumbu 14 ton(STdRG) 18,8/40 0,47
10 Bebansumbu 15 ton(STdRG) 20,5/40 0,51 400000 95%
TUGAS
• Rencanakan tebal perkerasan kaku untuk jalan
• 2 jalur 1 arah dengan ketentuan2 sebagai berikut : • Data perencanaan :
• Tanah dasar : k = 4 kg/cm3
• Beton : Mr = 40 kg/cm2
• Umur rencana : 20 tahun
• Pertumbuhan lalin : 5%/tahun
• Peranan jalan : arteri primer bebas hambatan • Data lalu – lintas
• Lalu lintas harian pada tahun pembukaan adalah :
• Mobil penumpang (1t+1t) : 200 kendaraan
• Bus (3t+5t) : 250 kendaraan
• Truk 2 – as kecil (2t+4t) : 650 kendaraan • Truk 2 – as sedang (4t+6t) : 200 kendaraan • Truk 3 – as besar (6t+14t) : 150 kendaraan • Truk gandengan (6t+14t+5t+5t) : 250 kendaraan • Truk trailer - 1 (5t+ 5t +15t) : 100 kendaraan • Truk trailer - 2 (5t +15t +15t) : 80 kendaraan
Konstruksi Perkerasan Jalan
Pertemuan III Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku dengan Metode Bina Marga (lanjutan)
Bahu
•
Bahan pembuat
• Bahan lapisan pondasi bawah
• Tanpa lapisan penutup
• Lapisan beton semen
•
Perbedaan kekuatan bahu dan jalur lalu lintas
pengaruh kinerja
perkerasan
bahu beton semen
•
Bahu beton semen
• Dikunci dan diikat dengan lajur lalu lintas Lebar minimum 1,5 m
• Menyatu dengan lajur lalu lintas 0,6 m
Sambungan
• Sambungan memanjang dengan batang pengikat (tie bars)
• Jarak antar sambungan memanjang 3 – 4 m
• Batang ulir dengan mutu minimum BJTU-24 dan berdiameter 16 mm
• Ukuran batang pengikat
Sambungan Susut Melintang
• Kedalaman
• Lapis pondasi berbutir ¼ tebal pelat
• Lapis pondasi stabilisasi semen 1/3 tebal pelat
• Jarak sambungan
• Bersambung tanpa tulangan 4 – 5 m
• Bersambung dengan tulangan 8 -15 m
• Menerus dengan tulangan sesuai kemampuan pelaksanaan
• Dilengkapi ruji polos
• Panjang 45 cm
Sambungan Pelaksanaan
Melintang
•
Tidak direncanakan
batang
pengikat ulir
•
Direncanakan
batang
tulangan polos
•
Batang pengikat
• Tebal ≤ 17 cm • Diameter = 16 mm • Panjang = 69 cm • Jarak = 60 cm • Tebal > 17 cm • Diameter = 20 cm • Panjang = 84 cm • Jarak = 60 cmSambungan Isolasi
• Memisahkan perkerasan dengan bangunan lain manhole, jembatan, tiang listrik, jalan lama, persimpangan dsb
• Harus dilengkapi
• bahan penutup (joint sealer) tebal 5 – 7 mm • Bahan pengisi (joint filler)
Sambungan
Isolasi
Perkerasan Beton Semen untuk Kelandaian
Curam
• Kemiringan memajang > 3 %
• Ditambah dengan angker (panel anchored) dan angker blok
(anchor block)
• Diletakan melintang untuk keseluruhan lebar pelat
Prosedur Perencanaan
•
Dasar perencanaan
• Retak Fatik (lelah) Tarik lentur pada pelat
• Erosi pada pondasi bawah atau tanah dasar yang diakibatkan oleh lendutan
berulang pada sambungan dan tempat retak yang direncanakan
•
Pertimbangan
• Tidak ada ruji pada sambungan atau bahu beton
• Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan dianggap sebagai perkerasan
bersambung yang dipasang ruji
•
Data Lalu Lintas
• jenis sumbu dan distribusi beban, serta
• jumlah repetisi masing-masing jenis sumbu/kombinasi beban yang diperkirakan
Perencanaan
Tebal Pelat
Hubungan Perbandingan
Tegangan dengan Jumlah
Repetisi Beban
Konstruksi Perkerasan Jalan
Pertemuan IV Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku dengan Metode AASHTO 93
Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku
•
NAASRA
•
Metode Bina Marga
•
AUSROAD
•
PCA Method
•
AASHTO 1993
materi saat ini
Faktor yang mempengaruhi
•
Peranan dan Tingkat Pelayanan (serviceability)
•
Lalu Lintas
•
Umur Rencana
•
Kapasitas Jalan
•
Tanah Dasar
•
Lapis Pondasi Bawah
•
Bahu
Traffic Design
•
Umur Rencana (n)
• Umumnya digunakan 20 tahun untuk perkerasan kaku
• Pelebaran komposit 10 tahun
•
LHR
• Data eksisting
• Berdasarkan penggolongan jenis kendaraan
•
Vehicle Damage Factor (VDF)
• Bina Marga MST-10
• NAASRA MST -10
VDF (Bina Marga MST-10)
No. Type kendaraan & golongan Nilai VDF 1 Sedan, jeep, st. wagon 2 Gol-1 1.1 0,0005
2 Pick-up, combi 3 Gol-2 1.2 0,1619
3 Truck 2 as (L), micro truck, mobil hantaran
4 Gol-2 1.2L 0,2174
4 Bus kecil 5a Gol-2 1.2 0,2174
5 Bus besar 5b Gol-9 1.2 0,3006
6 Truck 2 as (H) 6 Gol-3 1.2H 2,4134
7. Truck 3 as 7a Gol-4 1.2.2 2,7416
8. Trailer 4 as, truck gandengan 7b Gol-6 1.2+2.2 3,9083 9. Truck s. trailer 5 as 7c Gol-8 1.2.2+2.2 4,1546
VDF (NAASRA MST – 10)
• Sumbu tunggal, roda tunggal : E = [ Beban sumbu tunggal, kg / 5400 ]4
• Sumbu tunggal, roda ganda : E = [ Beban sumbu tunggal, kg / 8200 ]4
• Sumbu ganda, roda ganda : E = [ Beban sumbu ganda, kg / 13600 ]4
No. Type kendaraan & golongan Nilai VDF 1 Sedan, jeep, st. wagon 2 Gol-1 1.1 0,0024
2 Pick-up, combi 3 Gol-2 1.2 0,2738
3 Truck 2 as (L), micro truck, mobil hantaran 4 Gol-2 1.2L 0,2738
4 Bus kecil 5a Gol-2 1.2 0,2738
5 Bus besar 5b Gol-9 1.2 0,3785
6 Truck 2 as (H) 6 Gol-3 1.2H 3,0421
7. Truck 3 as 7a Gol-4 1.2.2 5,4074
8. Trailer 4 as, truck gandengan 7b Gol-6 1.2+2.2 4,8071 9. Truck s. trailer 5 as 7c Gol-8 1.2.2+2.2 7,2881
Konfigurasi
Traffic Design
• Data lalu lintas
• Jenis Kendaraan
• Volume Lalu Lintas Harian Rata – Rata (LHR)
• Pertumbuhan lalu lintas tahunan
• Damage factor
• Umur Rencana
• Faktor distribusi arah
• Faktor distribusi lajur
• Equivalent Single Axle Load, ESAL selama umur rencana (traffic design)
• Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas
g g R n 1 ) 1
( Dimana :g = persentase pertumbuhan lalu lintas
Kelompok
Jenis
Kendaraan
Equivalent Single Axle Load (ESAL)
• Beban yang diperhitungkan adalah beban hidup yang berupa beban tekanan sumbu roda kendaraan yang lewat diatasnya yang dikenal dengan axle load. Dengan demikian, beban mati (berat sendiri) konstruksi diabaikan.
• Kapasitas konstruksi perkerasan jalan dalam besaran sejumlah repetisi
(lintasan) beban sumbu roda lalu-lintas dalam satuan standar axle load yang dikenal dengan satuan EAL (equivalent axle load) atau ESAL (Equivalent Single Axle Load). Satuan standar axle load adalah axle load yang mempunyai daya rusak kepada konstruksi perkerasan sebesar 1. Dan axle load yang bernilai daya rusak sebesar 1 tersebut adalah single axle load sebesar 18.000 lbs atau 18 kips atau 8,16 ton
• Angka ekivalen beban sumbu kendaraan adalah angka yang menyatakan
perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban
sumbu tunggal / ganda kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh satu lintasan beban standar sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb).
Lalu Lintas Rencana, ESAL
•
Lalu Lintas Rencana, ESAL
• W’18 = ∑LHRj x VDFj x DD x DL x 365
• Dimana :
• W’18 = Lalu Lintas rencana, ESAL (beban gandar standar selama 1 tahun) • LHRj = jumlah lalu lintas harian rata – rata 2 arah untuk jenis kendaraan j • VDFj = Vehicle Damage Factor untuk jenia kendaraan j
• DD = faktor distribusi arah (0,3 – 0,7) • DL = Faktor distribusi lajur
Jumlah Beban Gandar Tunggal Standar Kumulatif (W
18)
•
Rumusan
• = ′ ( )
• Dimana
• W18 = Jumlah Beban Gandar Tunggal Standar Kumulatif
• W’18 = Lalu Lintas rencana, ESAL (beban gandar standar selama 1 tahun) • n = Umur Rencana (tahun)
Data/Parameter Lalu Lintas
No. Jenis kendaraan Gol. LHR VDF ESAL
1. Sedan, jeep, dan Station Wagon 2 2. Opelet, Pick-up opelet, Sub-urban, Combi, Minibus 3 3. Pick-up, Micro Truck dan Mobil hantaran atau Pick-up Box 4
4. Bus Kecil 5a
5. Bus Besar 5b
6. Truk ringan 2 sumbu 6a
7. Truk sedang 2 sumbu 6b
8. Truk 3 sumbu 7a
9. Truk Gandengan 7b
10. Truk Semi Trailer 7c
Tingkat Pelayanan
(Serviceability)
• Definisi
• Kemampuan perkerasan untuk melayani lalu lintas
• Acuan
• Indeks permukaan awal (Po) indeks permukaan perkerasan yang baru dibuka umum
• Indeks permukaan akhir (Pt) indeks permukaan perkerasan kecil yang diperbolehkan atau fungsi dari akhir pelayanan
• AASHTO
• Po 4,5
• Pt 2,5 (lalu lintas tinggi) Pt = 2,0 (lalu lintas rendah)
• Loss of serviceability (ΔPSI)
Standar Deviasi dan
Faktor Kehilangan tingkat Pelayanan
•
Standar deviasi (So)
• Nilai standar deviasi untuk pekerasan kaku menurut AASHTO adalah 0,35
•
Faktor Kehilangan Tingkat Pelayanan (G)
• Digunakan untuk meghitung angka ekivalen ESAL
• = ( )
Modulus Reaksi Tanah Dasar Efektif (Keff) .. 1/2
•
Diperlukan data CBR
• MR = 1500 x CBR
•
Faktor Kehilangan Daya Dukung
Tanah akibat erosi (LS)
4
,
19
RM
k
Reliabilitas (R, %)
•
definisi
• probabilitas bahwa perkerasan yang direncanakan akan tetap memuaskan selama masa layannya
•
R = 50% sampai 99,99%
Standar
Normal
Modulus Elastisitas Beton
• suatu nilai yang menunjukan kemampuan menahan tegangan yang cukup besar dalam kondisi regangan yang masih kecil, artinya bahwa beton tersebut mempunyai kemampuan menahan tegangan (desak) yang cukup besar akibat beban – beban yang terjadi pada suatu regangan yang kecil, sehingga kemungkinan retak terjadi pada perkerasan pun lebih kecil
• Dimana
• Ec = Modulus elastisitas beton (psi) • f’c = Kuat tekan beton, silinder (psi
)
• Umum di Indonesia digunakan f’c = 350 kg/cm2 = 4977 psi
c
f
Ec
57
.
000
'
Kuat Lentur Beton (S’c) dan Koefisien
Transfer Beban (J)
•
Kuat Lentur Beton (S’c)
• Harus menggunakan beberapa penguji pada beton yang telah dilakukan sebelumnya
• Tergantung dari mutu beton
• Umum di Indonesia S’c = 45 kg/cm2 = 640 psi
•
Koefisien Tranfer Beban (J)
• untuk perkerasan beton semen bersambung (dengan atau tanpa tulangan) atau perkerasan beton semen menerus dengan tulangan
Koefisien Drainase (Cd)…1/2
• Variabel Faktor Drainase
• Mutu drainase excellent, good, fair, poor, verypoor (Mutu ini ditentukan oleh berapa lama air dapat dibebaskan dari pondasi perkerasan)
• persentase struktur perkerasan dalam satu tahun terkena air sampai tingkat mendekati jenuh air (saturated) dengan variasi < 1%, 1 – 5%, 5 – 25%, > 25%
• Penetapan Variabel Prosen Perkerasan Tekanan Air
• Dimana :
• Pheff = Prosen hari effective hujan dalam setahun yang akan berpengaruh terkenanya perkerasan (%)
• Tjam = Rata – rata hujan per hari (jam)
• Thari = Rata – rata jumlah hari hujan per tahun (hari)
• WL = Faktor air hujan yangakan masuk ke pondasi jalan (%) 100 365 24 WL Thari Tjam Pheff
Perhitungan Tebal perkerasan
•
Dimana :
• W18 = Traffic design, Equivalent
Single Axle Load (ESAL).
• ZR = Standard Normal Deviate
• SO = Standar deviasi
• D = Tebal pelat beton (inchi)
• ΔPSI = Loss Of Serviceability
25 , 0 75 , 0 75 , 0 10 46 , 8 7 10 18 10 ) : ( 42 , 18 63 , 215 132 , 1 ' ) 32 , 0 22 , 4 ( ) 1 ( 10 624 , 1 1 5 , 1 5 , 4 06 , 0 ) 1 ( 35 , 7 k E D J D C S Log p D PSI Log D Log S Z W Log C d c t O R
Po = Indek Permukaan Awal Pt = Indek Permukaan Akhir
k = Modulus Reaksi Tanah Dasar Efektif Sc’ = Kuat Tarik Lentur Beton (psi)
Ec = Modulus Elastisitas (psi) J = Koefisien Transfer Beban Cd = Koefisien Drainase
Perencanaan Sambungan
•
Dowel
•
Tie Bar
Sambungan Susut Melintang Dengan Dowel
Tahap
Perencanaan Tebal
Perkerasan Kaku
(AASHTO 1993)
25 , 0 75 , 0 75 , 0 ' 10 46 , 8 7 10 10 18 10 : 42 , 18 63 , 215 132 , 1 . log . 32 , 0 22 , 4 ) 1 ( 10 624 , 1 1 5 , 1 5 , 4 log 06 , 0 ) 1 ( log 35 , 7 . log k E D J D C S p D PSI D S Z W c d c t o RSoal
•
Rencanakan tebal perkerasan kaku dengan menggunakan metode
AASHTO 1993
Perbedaan metode Bina Marga dan AASHTO 93
•
Metode Bina Marga
• Ketahanan pelat dalam menerima seperti beban lalu lintas
• Pembatasan bukan kekuatan pelat dalam menerima repetisi tegangan yang timbul akibat beban
• Repetisi beban lalu lintas sesuai dengan konfigurasi dan beban sumbunya
• Perencanaan tebal pelat prinsip kelelahan (fatigue) apabila
perbandingan tegangan (perbandingan antara tegangan lentur beton yang terjadi akibat beban roda dengan kuat lentur beton (MR)) menurun, maka jumlah repetisi pembebanan sampai runtuh (failure) akan meningkat
Perbedaan metode Bina Marga dan AASHTO 93
•
Metode AASHTO 93
• Jika yang direncanakan mengalami repetisi beban lalu lintas seperti yang direncanakan, akan mengalami penurunan indeks permukaan (Present serviceability index/PSI) sehingga mencapai suatu harga tertentu sesuai dengan yang direncanakan, dengan kata lain, kriteria dari akhir umur
rencana jalan tersebut adalah bila indeks permukaan telah mencapai suatu nilai tertentu sesuai dengan yang direncanakan yang merupakan awal dari functional failure perkerasan tersebut, dan structural failure sebagaimana halnya perencanaan bina marga. Maka penentuan beban lalu lintas untuk merencanakan perkerasan kaku cara AASHTO dinyatakan dalam beban standar berupa beban sumbu tunggal sebesar 18 kips (Wt18)