• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA TERHADAP WARNA, KERENYAHAN, DAN RASA KERUPUK AMPAS SUSU KEDELAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA TERHADAP WARNA, KERENYAHAN, DAN RASA KERUPUK AMPAS SUSU KEDELAI"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA

TERHADAP WARNA, KERENYAHAN, DAN RASA

KERUPUK AMPAS SUSU KEDELAI

Rika Despita 1), Sri Yuliasih2), dan Ainu Rahmi2) 1) Pengelola Laboratorium THP, STPP Malang, 2) Dosen STPP Malang

Jl. Dr. Cipto No 144A Bedali, Lawang, Malang email: rikadespita84@gmail.com

ABSTRAK

Ampas kedelai adalah limbah dari pembuatan susu kedelai atau tahu. Untuk meningkatkan nilai tambahnya, ampas tahu dapat diolah menjadi kerupuk. Namun informasi pengolahan am-pas susu kedelai menjadi kerupuk belum tersedia. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan komposisi yang tepat ampas susu kedelai dan tepung tapioka dalam pembuatan kerupuk ber-dasarkan tingkat kesukaan panelis terhadap sifat organoleptiknya. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyuluhan Pengolahan Hasil Pertanian (Lab PPHP) STPP Malang. Metode pe-nelitian menggunakan RAK dengan lima perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan komposisi ampas kedelai: tepung tapioka terdiri atas: (1) P1 = 66% : 34%; (2) P2 = 58% : 42%; (3) P3 = 50% : 50%; (4) P4 = 42%: 58%; dan (5) P5 = 34% : 66%. Uji organoleptik kerupuk dilakukan oleh 20 panelis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi ampas kedelai dan tepung tapioka 50% : 50% disukai panelis untuk variabel warna dan kerenyahan. Untuk rasa, yang paling disu-kai panelis adalah perlakuan dengan proporsi 58% : 42%.

Kata kunci: kedelai, ampas susu, tepung tapioka, kerupuk

ABSTRACT

Effect of Tapioca Flour Augment towards Color, Crispness and Taste of Soy Milk Dregs Chips. Soybean dregs are waste from soy milk or tofu processing. In order to increase its added value, tofu dregs can be processed into chips. However, there is less information about tofu dregs processing into chips. Aim of this research is to obtain appropriate composition of soy milk dregs and tapioca flour in the making of chips according to panelist preference to its organoleptic characteristic. The experiment was conducted at the STPP Laboratory of Agricul-ture Processing. The method used was Completely Randomized Design (CRD) with five treat-ments and five replications. The treatment of soy milk dregs and tapioca flour formulas were: 1) P1 = 66% : 34%, 2) P2 = 58% : 42%, 3) P3 = 50% : 50%, 4) P4 = 42%: 58%, and 5) P5 = 34% : 66%. The chips organoleptic test involved 20 panelists. The results showed that chips from 50% soy milk dregs and 50% tapioca flour is prefered by panelists in terms of color and crispness. However, in term of taste, panelist prefer to choose chips from 58% soy milk dregs and 42% tapioca flour.

Keywords: soy milk dregs, tapioca flour, chips

PENDAHULUAN

Ampas kedelai adalah hasil samping pembuatan susu kedelai atau tahu yang telah di-ambil sarinya. Nugrayasa (2013) dalam Purnima et al. (2014) menyatakan bahwa tingkat konsumsi kedelai nasional pada tahun 2013 mencapai 2,25 juta ton. Zakaria (2010) dalam

(2)

menunjuk-kan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia menggunamenunjuk-kan produk kedelai dalam ber-bagai produk makanan, seperti tahu, tempe, kecap, tauco, dan susu. Selain itu, kedelai merupakan bahan baku industri pangan yang kaya protein nabati dan sebagai bahan baku industri pakan ternak.

Pada pembuatan susu kedelai yang dilakukan di Lab PPHP STPP Malang, setiap kilo gram kedelai kering menghasilkan 1,5 kg ampas kedelai. Ampas ini setelah satu hari akan menimbulkan bau tidak sedap yang dapat mencemari lingkungan. Ampas kedelai masih mengandung protein yang cukup tinggi, karena pada saat pembuatan susu kedelai dan ta-hu, tidak semua protein dapat diekstrak (Santoso et al. 2006). Menurut Suprapti (2009) kandungan protein pada ampas kedelai masih mengandung setengah protein biji kedelai, meskipun kadar kalsium, fosfor dan besi sudah sangat kecil. Kadar protein ampas kedelai sekitar 17,4%.

Masyarakat umumnya memanfaatkan ampas kedelai sebagai bahan pakan ternak atau pakan ikan. Mengingat kandungan proteinnya relatif tinggi, ampas kedelai masih dapat di-manfaatkan sebagai bahan pangan sekaligus meningkatkan nilai ekonomi (nilai tambah-nya). Ampas kedelai dari pembuatan ampas tahu sudah diolah menjadi kerupuk (Rayandi 2008; Ceha dan Hadi 2011), namun informasi pengolahan ampas susu kedelai menjadi kerupuk belum tersedia.

Kerupuk merupakan makanan yang disukai oleh seluruh lapisan masyarakat, baik di kalangan atas maupun kalangan bawah. Sebagian besar kerupuk diberi nama sesuai de-ngan bahan bakunya. Kerupuk udang, bahan bakunya berasal dari udang, sehingga keru-puk ampas kedelai adalah kerukeru-puk yang bahan bakunya ampas kedelai, baik dari limbah tahu maupun susu kedelai. Dalam pembuatan kerupuk perlu dilakukan penambahan ba-han lain seperti tepung tapioka, tepung terigu, telur, dan bumbu.

Tepung tapioka sebagai sumber pati pada kerupuk. Semakin rendah kandungan te-pung tapioka yang digunakan maka daya kembang kerupuk akan menurun. Peristiwa pe-ngembangan kerupuk merupakan proses penguapan air dari dalam struktur adonan se-hingga diperoleh produk yang volumenya mengembang dan porus. Pada dasarnya keru-puk mentah diproduksi dengan gelatinisasi pati adonan pada tahap pengukusan, selanjut-nya adonan dicetak, diiris, dan dikeringkan. Pada proses penggorengan akan terjadi peng-uapan air yang terikat dalam gel pati, akibat peningkatan suhu dan dihasilkan tekanan uap yang mendesak gel pati sehingga terjadi pengembangan dan sekaligus terbentuk rongga-rongga udara pada kerupuk yang telah digoreng. Proporsi tepung tapioka berpengaruh terhadap kadar karbohidrat dan daya kembang kerupuk (Mulyana et al. 2014). Penelitian Anindita et al. (2013) tentang pembuatan kerupuk telur menggunakan tepung tapioka 20% hingga 80% dan perlakuan yang terbaik dalam pembuatan kerupuk telur adalah pe-nambahan tepung tapioka 80%. Penelitian Ratnawati (2013) tentang pembuatan kerupuk ikan Banyar menggunakan tepung mocaf dan tepung tapioka dengan proporsi 5:5, 6:4; dan 7:3 dan perlakuan yang terbaik adalah proporsi 5:5. Mulyana et al. (2014) melakukan penelitian pembuatan kerupuk tempe menggunakan tepung tapioka 40, 50, dan 60%, dan hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan terbaik adalah kerupuk tempe yang meng-gunakan tepung tapioka 60%.

Tepung terigu berasal dari bulir gandum, mengandung banyak pati, yaitu karbohidrat komplek yang tidak larut dalam air. Tepung terigu juga mengandung protein dalam bentuk gluten yang tidak larut dalam air dan mempunyai sifat elastis yang berperan dalam

(3)

me-nentukan kekenyalan makanan. Oleh karena itu, tepung terigu banyak digunakan dalam pembuatan kerupuk udang (Wahyono dan Marzuki 2010).

Ceha dan Hadi (2011) menyatakan bahwa telur merupakan bahan dalam pembuatan kerupuk udang. Telur merupakan produk hewani yang mengandung protein tinggi. Pe-nambahan telur dalam pembuatan kerupuk bertujuan untuk meningkatkan kandungan gizi kerupuk. Telur berfungsi sebagai pengemulsi dan pengikat komponen adonan. Penambah-an telur juga akPenambah-an mempengaruhi kemekarPenambah-an kerupuk pada saat digoreng. PenelitiPenambah-an ini bertujuan untuk mendapatkan komposisi ampas susu kedelai dan tepung tapioka yang te-pat dalam pembuatan kerupuk yang disukai panelis.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian STPP Malang. Alat yang digunakan adalah timbangan, penghancur bahan, pengukus, gelas ukur, pisau, oven pengering. Bahan yang digunakan adalah ampas susu kedelai, tepung terigu, tepung tapioka, telur, bumbu (bawang putih, garam, terasi, penyedap rasa), dan air secukupnya.

Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok dengan perlakuan perbandingan ampas susu kedelai dengan tepung tapioka sebagai berikut:(1) P1 = 66% : 34%; (2) P2 =

58% : 42%; (3) P3 = 50% : 50%; (4) P4 = 42%: 58%; dan (5) P5 = 34% : 66%.

Masing-masing perlakuan diulang lima kali.

Pelaksanaan penelitian meliputi tahapan berikut: (1) ampas susu kedelai diperoleh dari sisa saringan pada pembuatan susu kedelai dan ditimbang sesuai perlakuan, demikian pu-la tepung tapioka. Pada masing-masing perpu-lakuan ditambahkan tepung terigu 50 gram, te-lur 1 butir, penyedap rasa 4 gram, bawang putih yang telah dihaluskan 15 gram, garam 5 gram, terasi 6 gram; (2) semua bahan diaduk sampai rata sehingga menjadi adonan, jika masih terlalu keras maka ditambahkan air secukupnya; (3) adonan dicetak berbentuk ko-tak dengan ukuran 3 cm x 3 cm dan dibungkus menggunakan plastik polipropilen; (4) adonan yang telah dibungkus dikukus selama ±2 jam, atau sampai matang dengan ciri-ciri tidak ada lagi adonan yang berwarna putih; (5) adonan yang telah matang dibiarkan sam-pai dingin dan disimpan di kulkas selama 12 jam; (6) adonan diiris dengan ketebalan ±2 mm; (7) hasil irisan disusun di loyang oven pengering dan kemudian dikeringkan pada su-hu 35 oC selama 15 jam sehingga menjadi kerupuk kering (krecekan); (8) krecekan

digo-reng dan hasilnya berupa kerupuk yang telah matang dan siap diuji organoleptik.

Pengamatan dilakukan terhadap tingkat kesukaan warna, dan kerenyahan. Uji rasa di-lakukan secara hedonik dengan melibatkan 20 panelis. Kriteria uji terhadap warna, kere-nyahan dan rasa adalah: tidak suka (1), suka (2), dan sangat suka (3). Analisis data dilaku-kan dengan uji F 5%, jika terdapat perbedaan yang signifidilaku-kan maka adilaku-kan dilakudilaku-kan uji lanjut DMRT 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN Warna

Warna merupakan salah satu faktor penting pada produk olahan karena merupakan daya tarik yang menentukan apakah suatu produk disukai atau tidak disukai oleh

(4)

konsu-men. Hasil uji F terhadap uji organoleptik menunjukkan terdapat perbedaan yang signifi-kan antara perlakuan terhadap tingkat kesukaan warna (Tabel 1).

Tabel 1. Rerata Kesukaan Warna Kerupuk Ampas Susu Kedelai akibat Berbagai Perlakuan Perbandingan Ampas Susu Kedelai dan Tepung Tapioka.

Perlakuan proporsi (%) Perlakuan

Ampas susu kedelai Tepung tapioka

Rerata kesukaan terhadap warna kerupuk

P1 66 34 1,80 a

P2 58 42 1,99 b

P3 50 50 2,06 bc

P4 42 58 2,04 bc

P5 34 66 2,18 c

Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak signifikan pada uji DMRT 5%.; Skor kesukaan 1= tidak suka, 2 = suka, 3 = sangat suka.

Warna kerupuk dari perlakuan P2, P3, P4, dan P5 nyata lebih disukai oleh panelis

diban-ding perlakuan P1. Hal ini dikarenakan proporsi tepung tapioka yang lebih besar daripada

ampas kedelai memberikan warna kerupuk yang lebih putih/cerah. Zulkarnain (2013) me-laporkan bahwa penambahan tepung tapioka 35% pada pembuatan bakso lele menghasil-kan warna putih keabu-abuan yang lebih disukai oleh panelis dibandingmenghasil-kan dengan perla-kuan tepung tapioka 15% dan 25%.

Namun peningkatan proporsi tepung tapioka sampai pada P5 tidak berbeda nyata

de-ngan P3 dan P4. Artinya, penambahan tepung tapioka pada perlakuan P3 sudah

memberi-kan warna yang disukai panelis. Menurut Suhardi (2006) dalam Anindita (2013), kerupuk dengan pencampuran tepung tapioka mempunyai mutu yang lebih baik daripada tanpa campuran dilihat dari segi warna, aroma, tekstur, dan rasa.

Kerenyahan

Kerenyahan kerupuk merupakan syarat penting yang harus terpenuhi. Kerenyahan ter-masuk faktor kedua setelah warna yang memberikan daya tarik bagi konsumen. Hasil uji F terhadap uji organoleptik menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara perla-kuan terhadap kerenyahan (Tabel 2).

Tabel 2. Rerata Kesukaan Kerenyahan Kerupuk Ampas Susu Kedelai akibat Berbagai Perlakuan Perbandingan Ampas Susu Kedelai dan Tepung Tapioka.

Perlakuan proporsi (%) Perlakuan

Ampas susu kedelai Tepung tapioka

Rerata kesukaan terhadap kerenyahan P1 66 34 1,49 a P2 58 42 2,01 b P3 50 50 2,24 bc P4 42 58 2,31 c P5 34 66 2,41 c

Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak signifikan pada uji DMRT 5%; Skor kesukaan 1= tidak suka, 2 = suka, 3 = sangat suka.

Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin tinggi proporsi tepung tapioka semakin tinggi pula tingkat kesukaan terhadap kerenyahan kerupuk. Hal ini karena penggunaan tepung

(5)

lam pembuatan kerupuk adalah mempengaruhi kerenyahan kerupuk. Koswara (2009) me-nyatakan bahwa penggunaan tepung tapioka dalam proporsi yang lebih besar daripada te-pung terigu dapat membentuk struktur adonan yang kuat sehingga kerupuk menjadi me-ngembang.

Menurut Zulviani (1992) dalam Istanti (2005), pada dasarnya kerupuk dengan kan-dungan amilopektin yang lebih tinggi memiliki pengembangan yang tinggi karena pada sa-at pemanasan terjadi proses gelsa-atinisasi dan terbentuk struktur yang elastis, yang kemudi-an mengembkemudi-ang pada tahap penggorengkemudi-an. Dengkemudi-an kata lain, kerupuk dengkemudi-an volume pengembangan yang tinggi memiliki kerenyahan yang tinggi. Kerenyahan kerupuk me-ningkat dengan meme-ningkatnya volume pengembangan kerupuk goreng. Hasil analisis va-riansi pada pembuatan kerupuk telur menunjukkan bahwa penambahan telur asin berpe-ngaruh sangat nyata (P>0,01) terhadap daya pengembangan kerupuk. Hal ini disebabkan oleh perbandingan tepung dengan penambahan telur, makin banyak telur asin menurun-kan jumlah tepung tapioka sehingga daya kembangnya menurun. Faktor yang dapat me-ningkatkan daya kembang kerupuk adalah amilopektin yang berasal dari tepung tapioka. Nilai pengembangan tertinggi diperoleh pada kerupuk yang dibuat dengan perbandingan tepung tapioka 80%:20% telur asin dengan tingkat pengembangan 53,3%. Pengembang-an volume kerupuk terjadi pada proses penggorengPengembang-an. PengembPengembang-angPengembang-an dapat terjadi kare-na terbentuknya rongga-rongga udara pada kerupuk yang digoreng, sehingga air yang ter-ikat dalam gel (kerupuk mentah) menguap.

Sesuai dengan pendapat Wahyono dan Marzuki (2010), proporsi penambahan tepung tapioka dan bahan utama yang seimbang dapat mengembangkan kerupuk saat digoreng. Semakin mengembang kerupuk semakin renyah dan disukai panelis.

Penambahan tepung tapioka yang lebih banyak meningkatkan daya kembang keru-puk. Namun penambahan tepung tapioka pada perlakuan P3, P4, dan P5 tidak nyata

per-bedaannya. Menurut Kusumaningrum (2009), pengembangan kerupuk setelah digoreng dapat disebabkan oleh terbentuknya rongga-rongga udara. Air terikat pada kerupuk am-pas susu kedelai dan menguap jika telah digoreng pada suhu tinggi. Tekanan uap yang di-hasilkan akan mendesak gel pati, sehingga terbentuk produk yang mengembang.

Rasa

Rasa akan menentukan apakah suatu produk diterima oleh konsumen atau tidak. Rasa kerupuk yang semakin enak semakin disukai oleh konsumen. Hasil uji F terhadap uji orga-noleptik menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara perlakuan terhadap kesukaan rasa (Tabel 3).

Tabel 3 menunjukkan tingkat kesukaan terhadap kerupuk meningkat dengan mening-katnya proporsi tepung tapioka. Hal ini karena berkurangnya citarasa langu yang berasal dari ampas kedelai. Perbedaan nyata tampak pada perlakuan P4 dan P5 sementara P2 dan

P3 tidak nyata daripada P1. Menurut Oktarisa et al. (2013) semakin banyak penambahan

bahan utama kerupuk dibandingkan tepung tapioka maka rasa kerupuk tidak disukai oleh konsumen. Penambahan telur asin 60% dan tapioka 40% pada kerupuk telur asin memili-ki rasa amis dan terlalu asin sehingga tidak disukai panelis.

(6)

Tabel 3. Rerata Kesukaan Rasa Kerupuk Ampas Susu Kedelai akibat Berbagai Perlakuan Perbandingan Ampas Susu Kedelai dan Tepung Tapioka.

Perlakuan proporsi (%) Perlakuan

Ampas susu kedelai Tepung tapioka

Rerata kesukaan terhadap rasa kerupuk

P1 66 34 1,73 a

P2 58 42 2,00 ab

P3 50 50 2,01 ab

P4 42 58 2,10 b

P5 34 66 2,26 b

Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak signifikan pada uji DMRT 5%; Skor kesukaan 1= tidak suka, 2 = suka, 3 = sangat suka.

KESIMPULAN

Proporsi ampas susu kedelai 50% dan tepung tapioka 50% memberikan warna dan ke-renyahan kerupuk yang disukai panelis. Untuk rasa, proporsi 42% ampas kedele dan 58% tepung tapioka lebih disukai panelis. Perlakuan yang disukai panelis adalah perlakuan de-ngan proporsi ampas susu kedelai 50% dan tepung tapioka 50%.

DAFTAR PUSTAKA

Anindita, W.H., Sukardi, dan Singgih. 2013. Pengaruh Perbandingan Tepung Tapioka dengan Telur Asin dan Lama Pengukusan pada Pembuatan Kerupuk Telur terhadap Daya Pengembangan dan Tingkat Kerenyahan. Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):307‒313, April 2013.

Istanti. 2006. Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Sifat Fisik dan Sensori Kerupuk Ikan Sapu-sapu (Hyposarcus pardalis) yang Dikeringkan dengan Menggunakan Sinar Matahari. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Koswara, S. 2009. Pengolahan Aneka Kerupuk.Ebookpangan.com

Kusumaningrum, I. 2009. Analisa Faktor Daya Kembang dan Daya Serap Kerupuk Rumput Laut Pada Variasi Proporsi Rumput Laut (Eucheuma cootonii). J. Tek. Pert. Univ. Mulawarman. 4(2). Mulyana, Wahono, dan Indria. 2014. Pengaruh Proporsi (Tepung Tempe Semangit: Tepung

Tapioka) dan Penambahan Air terhadap Karakteristik Kerupuk Tempe Semangit. Jurnal Pangan dan Agroindustri 2(4):113–120.

Oktarisa, R. S.S.R. Santosa, dan Sukardi. 2013. Pengaruh Perbandingan Tepung Tapioka dengan Telur Asin dan Lama Pengukusan Pada Pembuatan Kerupuk Telur terhadap Kadar Garam dan Kesukaan Rasa. Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):157‒162.

Ceha, R. dan R. M. E. Hadi. 2011. Pemanfaatan Limbah Ampas Tahu Sebagai Bahan Baku Proses Produksi Kerupuk Pengganti Tepung Tapioka. Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi dan Kesehatan.

Purnima, D., Santoso, dan F.I. Rahmawati. 2014. Skenario Kebijakan Peningkatan Produksi Kedelai Nasional: Sebuah Langkah Menuju Swasembada Kedelai di Indonesia. Program Kreativitas Mahasiswa. Universitas Brawijaya, Malang.

Ratnawati, R. 2013. Eksperimen Pembuatan Kerupuk Rasa Ikan Banyar dengan Bahan Dasar Tepung Komposit Mocaf dan Tapioka. Skripsi. Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang.

Rayandi, D. S. 2008. Panduan Wirausaha Tahu. Yogyakarta: Media Pressindo.

Santoso, B. W. Mushollaeni, dan N. Hidayat. 2006. Tortila. Surabaya: Trubus Agrisarana. Suprapti, L. 2009. Kecap Air Kelapa. Yogyakarta: Kanisius.

Wahyono, R. dan Marzuki. 2010. Pembuatan Aneka Kerupuk. Jakarta: Penebar Swadaya.

Zulkarnain, J. 2013. Pengaruh Perbedaan Komposisi Tepung Tapioka Terhadap Kualitas Bakso Lele. Skripsi. Fakultas Teknik, Universitas Negeri Padang.

Gambar

Tabel 2.   Rerata Kesukaan Kerenyahan Kerupuk Ampas Susu Kedelai akibat Berbagai Perlakuan Perbandingan  Ampas Susu Kedelai dan Tepung Tapioka
Tabel 3.   Rerata Kesukaan Rasa Kerupuk Ampas Susu Kedelai akibat Berbagai Perlakuan Perbandingan Ampas  Susu Kedelai dan Tepung Tapioka

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil perhitungan ANOVA di atas, nilai Signifikansi yang diperoleh < 0.05 sehingga diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan linier antara variabel Motivasi (X) dan

a) Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat guna menambah wawasan penulis tentang kinerja anggaran belanja yang ada pada BAPPEDA kota Medan. b) Bagi peneliti lain,

Aplikasi pupuk kandang yang berlebihan di lahan sawah dapat mengakibatkan kondisi tanah semakin reduktif, terbentuknya gas-gas beracun bagi akar tanaman, dan terserapnya hara N

Analisis diskriminan ini dilakukan untuk memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan dengan menganalisa laporan keuangan suatu perusahaan dua sampai lima tahun sebelum

• Seperti tujuan awal dari model persoalan persediaan adalah meminimumkan total annual cost (TC), maka TC minimum dapat dicari dengan menentukan berapa jumlah pemesanan (Q)..

Penelitian lain yang sebelumnya pernah dilakukan adalah penelitian tentang perbedaan antara nilai arus puncak ekspirasi sebelum dan sesudah olahraga renang selama

Penelitian ini dilakukan melalui 3 tahap, yaitu 1) ekstraksi enzim pepsin dari lambung ikan tuna dan 2) purifikasi enzim pepsin yang meliputi tahap presipitasi dengan ammonium

Dengan terlaksananya penelitian ini diharapkan untuk dapat mengetahui skenario terbaik dari pengembangan model sistem dinamik , yang nantinya akan memberikan solusi