• Tidak ada hasil yang ditemukan

CRITICAL THINKING SEBAGAI LANDASAN CLINICAL REASONING. Dr. Dian Apriliana R, M.Med.Ed.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "CRITICAL THINKING SEBAGAI LANDASAN CLINICAL REASONING. Dr. Dian Apriliana R, M.Med.Ed."

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

CRITICAL THINKING SEBAGAI

LANDASAN CLINICAL

REASONING

(2)

PENDAHULUAN

Clinical reasoning merupakan salah satu

ketrampilan yang harus dimiliki oleh seorang dokter untuk memecahkan masalah klinis

yang dihadapinya.

 Kemampuan clinical reasoning seorang dokter

dapat berkembang seiring dengan pengalaman

Critical thinking ability berpengaruh terhadap

(3)

Critical Thinking

 Schafersman (1991) menyatakan bahwa berfikir kritis adalah berfikir dengan benar berdasarkan pengetahuan yang relevan dan reliable, atau cara fikir yang beralasan, relfektif, bertanggungjawab, dan mahir.

(4)

Definisi

Critical Thinking

 John Dewey:

critical thinking adalah pertimbangan yang aktif dan tepat serta berhati-hati atas keyakinan dan keilmuan untuk mendukung kesimpulan

 Ennis:

critical thinking adalah kegiatan berfikir yang

beralasan dan reflektif yang memfokuskan pada apa yang diyakini dan apa yang akan dilakukan

(5)

 The APA (American Philosophical Association) Consensus Definition

berfikir kritis sebagai keputusan yang memiliki tujuan dan dilakukan sendiri oleh pelaku kegiatan berfikir, sebagai hasil dari kegiatan interpretasi, analisis, evaluasi dan inferensi serta penjelasan dari pertimbangan yang didasarkan pada bukti, konsep, metodologi, kriteriologi dan kontekstual, yang kemudian melandasi keputusan yang dibuat oleh orang tersebut.

(6)

Cognitive Skills dalam Critical Thinking

Critical thinking • Interpretation • Analysis • Evaluation • Inference • Explanation • Self Regulation Inquisitive Systematic Analytical Open minded Judicious Truth seeking Confident in reasoning Statement Description Question Other form representation Metacognition

(7)
(8)

Interpretation

(Penafsiran)

 adalah kemampuan untuk memahami dan

mengartikan secara cepat dan akurat atas pengalaman, situasi, data, kejadian, kejadian, tata cara, kepercayaan, aturan, prosedur, atau kriteria yang bervariasi. Penafsiran meliputi keahlian

dalam menggolongkan dan menjelaskan arti.

 Contoh:

 mampu mengintepretasikan data hasil pemeriksaan

laboratorium  normal/ abnormal

(9)

 membaca hasil pemeriksaan radiologi/ foto rontgen

 Membaca artikel ilmiah  mampu mengidentifikasi ide

(10)

Analysis

 adalah kemampuan untuk mengenali maksud dan hubungan, sehingga dapat menyimpulkan secara benar antara pernyataan, pertanyaan, konsep, deskripsi, atau bentuk lainnya, yang ditujukan untuk mengungkapkan pendapat, pengalaman, alasan, informasi, atau pendapat. Termasuk kemampuan untuk menganalisis ide, mendeteksi argumen, dan menganalisis argumen merupakan bagian dari analisis.

(11)

Evaluation

 adalah kemampuan untuk menilai pernyataan yang logis atau bentuk lainnya seperti perhitungan atau deskripsi dari persepsi, pengalaman, situasi, keputusan, atau pendapat seseorang, dan menilai kebenaran secara logis atau dapat menyimpulkan

hubungan antara pernyataan, deskripsi,

(12)

Evaluation

 Contoh:

 membandingkan kelemahan dan kelebihan berbagai

pendapat

 Menilai artikel atau sumber bacaan tersebut layak

(13)

Inferensi

 adalah kemampuan untuk mengidentifikasi dan memilih

elemen yang dibutuhkan untuk menyusun simpulan yang beralasan; untuk menduga dan menegakkan diagnosis; untuk mempertimbangkan informasi apa sajakah yang dibutuhkan dan untuk memutuskan konsekuensi apa yang harus diambil dari data, informasi, pernyataan, kejadian, prinsip, opini, konsep, dan lain sebagainya

 Subskill inferensi adalah mampu mengumpulkan bukti,

menyampaikan berbagai alternatif, dan bukti, menyampaikan berbagai alternatif, dan membuat simpulan/ menegakkan diagnosa.

(14)

Explanation

 Adalah kemampuan untuk menjelaskan apa yang difikirkannya serta bagaimana dan mengapa ia sampai pada keputusan tersebut.

 Contoh: mampu menjelaskan alasan yang mengacu

pada kriteria dan langkah mengapa ia mengambil keputusan tersebut  mampu menjelaskan dasar diagnosis, mengapa ia memberikan terapi mukolitik pada pasien asthma yang ia tangani.

(15)

Self Regulation/ Reflection

 kemampuan untuk selalu melihat ulang pada seluruh dimensi critical thinking yang dilakukannya dan mengeceknya berulang kali atas apa yang dilakukannya pada keseluruhan kegiatan critical thinking-nya tersebut.

(16)

Clinical Reasoning

Adalah proses kognitif yang terjadi ketika berbagai informasi yang diperoleh dokter baik melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik atau melalui kasus klinik yang diberikan pada mahasiswa kedokteran disintesis dan diintegrasikan dengan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya oleh dokter dan mahasiswa tersebut yang kemudian dipergunakan untuk mendiagnosis dan menatalaksana masalah pasien.

(17)

Cevero (1988) & Harris (1993)

Clinical reasoning adalah pola berpikir seorang klinisi untuk menempuh tindakan bijaksana (memiliki dasar benar, dampak baik) dalam arti melakukan tahapan tindakan terbaik sesuai dengan konteks yang spesifik.

(18)

Proses Clinical Reasoning dalam

Praktek

(19)

Faktor-faktor yang berpengaruh

1. Pengetahuan yang terstruktur 2. Kemampuan berpikir kritis 3. Kemampuan mengatur pola pikir 4. Kemampuan melakukan kategorisasi 5. Kemampuan melakukan refleksi 6. Pengalaman menerima

umpan balik yang membangun (constructive feedback) 7. Pengalaman terpapar masalah klinis 8. Pengalaman menangani pasien 9. Kemampuan komunikasi interpersonal

(20)
(21)

Jenis

Clinical Reasoning

berdasarkan

proses analisis

(22)

Jenis Clinical Reasoning Berdasarkan

Pola

 Forward reasoning

 Backward reasoning/ Hypothetico-deductive reasoning

 Illness script

 Scheme Inductive Reasoning

(23)

Forward Reasoning

 Proses menetapkan hipotesis berdasarkan data yang ada.

 Dibutuhkan pengumpulan data informasi mengenai pasien sebanyak-banyaknya

 Digunakan pada kasus sederhana/ tunggal

 Harus memiliki pengorganisasian pengetahuan yang dimiliki oleh ahli

(24)

Contoh kasus

Seorang laki-laki usia 45 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan badan cepat lelah. Keluhan ini dirasakan sejak 6 bulan terakhir, disertai mudah mengantuk, sering kencing sehingga banyak minum dan mudah lapar. Riwayat keluarga: ayah menderita kencing manis. Hasil pemeriksaan gula darah puasa 300 gr/dL.

(25)

 badan cepat lelah

 mudah mengantuk

 sering kencing (poly uri)

 banyak minum (poly dipsi)  mudah lapar  GD puasa > 200gr/dL Hipotesis:  DM tipe I  DM tipe II

(26)

Backward reasoning/ Hypothetico-deductive

reasoning

 Diawali dengan penyusunan hipotesis berdasarkan

data/informasi awal

 Selanjutnya hipotesis diuji dengan melakukan

penggalian informasi lebih dalam yang bersifat terarah sehingga setiap data yang masuk akan mempersempit hipotesis.

 Metode ini cocok digunakan dalam pembelajaran 

meningkatkan transfer analogi

 Dapat digunakan oleh pemula, dimana

pengorganisasian pengetahuaannya belum terbentuk dengan baik.

(27)

illness Script

 diperkenalkan oleh Feltovich dan Barrows pada tahun 1984

 Menyocokan diagnosa kasus yang saat ini dijumpai dengan kasus yang sudah pernah ditemui

sebelumnya karena memiliki kesamaan pola.  Tanpa ada proses analisis yang mendalam  Metode ini sering digunakan oleh expert

(28)
(29)

Scheme inductive reasoning

 Skema ini bila digambarkan di atas kertas menyerupai peta jalan.

 Sering digunakan oleh ahli untuk menegakkan

diagnosa pada kasus yang kompleks (sudah muncul berbagai komplikasi).

(30)

Aplikasi Critical thinking dalam clinical

reasoning

 Intepretating (Penafsiran)  Menafsirkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang

 Mengelompokan tanda

dan gejala

(31)

 Analysis  Menentukan hubungan/

kaitan antar tanda/gejala yang satu dengan yang lain  Contoh: memikirkan apakah

hipertensi disebabkan karena mekanisme

kompensasi atau mekanisme patologis.

(32)

 Evaluation  Memutuskan apakah data yang diperoleh sudah cukup untuk menegakkan diagnosa.  Melakukan penajaman thd

hipotesa awal  melakukan pemeriksaan penunjang

untuk menguji hipotesa

(33)

 Inferensi  Menegakkan diagnosa  Menetapkan terapi

(34)

 Explanasi  Menjelaskan alasan/ dasar diagnosis kepada dokter pembimbing klinis atau mahasiswa

 Menjelaskan diagnosis penyakit kepada pasien dengan benar dan baik serta etis

(35)

 Self

regulation/ refleksi

 Melihat kembali/

malakukan instrospeksi diri apakah langkah-langkah/ tindakan yang dilakukan sudah benar atau belum

(36)

Contoh Kasus

Seorang laki-laki usia 45 tahun dibawa ke IGD dengan keluhan sesak nafas

(37)

Problem Solving

Hipotesis awal Sistem Respirasi Sistem Cardiovaskuler Sistem Hematopoetin

(38)

Problem Based Learning

 Apakah yang dimaksud dengan sesak nafas?

 Bagaimana mekanisme bernafas yang normal?

 Mengapa bisa terjadi sesak nafas?

 Kelainan sistem organ apa sajakah yang bisa menimbulkan sesak nafas?

 Bagaimana mekanisme kelainan sistem organ sampai menimbulkan sesak nafas?

(39)

Data Gathering (Pengumpulan Data)

 Anamnesis  Pemeriksaan Fisik  Pemeriksaan Penunjang Relevan Dengan Hipotesis Awal Biomedical Sciences Patofisilogi Clincal Sciences

(40)

Diagnostic error & Clinical Reasoning

 Graber (2005) Penyebab paling sering diagnositic error  cognitive error

 Cognitive error:

1. Kesalahan pengetahuan

2. Kesalahan pengumpulan data/ informasi

3. Kesalahan mensintesis informasi  menyimpulkan

terlalu awal

(41)

Kesimpulan

 Pengetahuan tentang ilmu kedokteran dasar

(anatomi, fisiologi, biokimia, histologi, dll) serta ilmu

kedokteran klinis berpengaruh terhadap

kemampuan penegakan diagnosis

 Critical thingking merupakan landasan dalam melakukan clinical reasoning

 Clinical reasoning yang kuat akan menghasilkan diagnosis yang presisi

(42)

Referensi

 Anderson, K.J., 2006, Factors affecting the development of

undergraduate medical student’s clinical reasoning ability, A Thesis, Medicine Learning and Teaching Unit Faculty of Health Sciences University of Adelaide.

 Bowen, J.L. 2006, Educational strategies to promote clinical

diagnostic reasoning, N Engl J Med; 355: 2217-25

 Eva, K.W.,2005, What every teacher needs to know about clinical

reasoning, Med Educ.;39(1):98-106.

 Graber, M.L., 2005, Diagnostic Error in Internal Medicine, Arch Int

Med.; 165: 1493-1499

 Hardin, L.E.,2002, Research in medical problem solving: A review,

JVME; 30(3): 227-232

 Kassirer, J.P., 2010, Teaching clinical reasoning: case-based and

Referensi

Dokumen terkait