• Tidak ada hasil yang ditemukan

}USDA JATENG. l'l / 03

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "}USDA JATENG. l'l / 03"

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)

}USDA JATENG

l'l

/

03

(2)

BAB

I

PENDATIULUAN

1. 1.

Latar

Belakang

Karya sastra

lama

dapat memberikan khazanah ilmu pengetahuan yang beraneka ragam. Penggalian karya sastra lama yang tersebar

di

daerah-daerah akan menghasilkan

ciri-ciri khas

kebudayaan daerah,

di

dalamnya meliputi pandangan

hidup

serta landasan falsafah yang

mulia

dan Unggi nilainya.

Mungkin orang berpendapat, bahwa studi naskah tidak

banyak

manfaatnya

dalam

dunia

masa

kini.

Pendapat demikian

ini

adalah pendapat yang mengingkari kenyataan bahwa bangsa

kita

termasuk bangsa beraksara yang telah lama mengerti dan melakukan perekaman dalam tulisan.

Pendapat

ini

juga

menutup mata terhadap

kearifan

kebudayaan yang direkam dalam naskah-naskah itu.

Apa manfaat naskah kuno dalam hubungannya dengan

penelitian sejarah.

Di

antara sekian banyak naskah kuno terdapat sejumlah besar naskah yang memuat karya sastra

seJarah peninggalan para pujangga kita dimasa lalu. Sebagai

sumber, naskah kuno merupakan sumber yang tak pernah

kering. Meneliti naskah

kuno bukan

hanya

sekedar

membacanya

saja

untuk

mengetahui

isi,

melainkan

memerlukan penelitian filologi yang selengkap mungkin dan

sedalam-dalamnya.

Kata

Filologi berasal

dari

bahasa Yunani"Philologia" yang

arti

aslinya adalah "kegemaran berbincang-bincang".

(3)

Perbincangan atau percakapan sedikit banyak sebagai seni

sangat dibina oleh bangsa Yunani kuno, karena

itu

filologi segera

dimuliakan

artinya

menjadi

"cinta

kepada kata" sebagai pengejawantahan

pikiran,

kemudian

menjadi "perhatian terhadap sastra dan akhirnya "studi ilmu sastra" (Sulastin, 198I: 1).

Pekerjaan utama dalam penelitian filologi adalah

untuk

mendapatkan kembali naskah yang bersih dari kesalahan

yang bisa dipertanggun$awabkan pula sebagai naskah yang

paling dekat pada aslinya serta cocok dengan kebudayaan yang melahirkannya. Pekerjaan

itu

tidak

dapat dilakukan

tanpa

pengetahuan

bahasa naskah

secara

luas

dan mendalam.

Hal

itu

penting, supaya

isi

naskah

tidak

di-interpretasikan secara salah.

Dalam pembangunan bangsa Indonesia dewasa

ini

insan Indonesia sungguh memerlukan sekali siraman sejuk akan

nilai-nilai

luhur

yang tersimpan dalam karya sastra

Iama.

Kita yakin, bahwa nilai yang dapat tergali dari naskah

kuno

dapat

bermanfaat

bagi

seluruh

bangsa Indonesia

melalui

membaca

kajian,

yang

kemudian

menjadi

sumbangan yang khas sifatnya bagi pembangunan sastra daerah dan nilai-nilai yang terkandung. Dengan demikian,

adanya penyebaran

dan

peran sastra dalam

praktek

kehidupan dapat mewarnai kehidupan sehari-hari dewasa

ini.

Salah

satu

di

antara warisan budaya nasional yang sangat

penting

disamping

seperti: candi, prasasti

atau artefak-artefak adalah dalam bentuk naskah kuno. Apabila

(4)

dilihat dari segi lahir atau wujud, naskah kuno adalah benda

budaya yang berupa hasil karangan dalam bentuk tulisan tangan maupun ketikan, namun bukan tulisan yang tanpa

makna.

Didalamnya

mengandung ide-ide, gagasan dan

berbagai macam pengetahuan

tentang alam

semesta

menurut persepsi budaya masyarakat yang bersangkutan, ajaran-ajaran moral, filsafat, keagamaan dan unsur-unsur lain yang mengandung nilai-nilai

luhur

(Tashadi, 1991: 3-4).

Naskah Wirid Hidayat Jati yang

dipilih

sebagai bahan kajian /penelitian ini merupakan hasil karya pujangga besar

Raden Ngabehi Ronggowarsito pujangga keraton Surakarta,

yang memuat rangkuman wejangan para

wali

yang membicarakan masalah

kajian

makrifat

yakni

pandangan terhadap sifat-sifat Tuhan Yang Maha Esa.

Naskah kuno

ini

merupakan salah satu mata rantai atau sumber yang dapat memberikan informasi kepada kita tentang perkembangan

ilmu,

teknologi, tata upacara, obat-obatan, dongeng, babad, peraturan pemerintah, hukum dan

sopan-santun, masalah hubungan manusia

dengan 'luhannya (sistem religi) dan sejarah masa lampau. Naskah-naskah tersebut semuanya

ditulis

dengan tangan,

huruf

dan bahasa daerah. Kadang

kala

ada yang

ditulis

dengan

huruf

Arab atau

huruf latin.

Naskah yang

ditulis

tangan

oleh

nenek moyang

kita

pada

waktu

itu

belum

banyak rllcetak menjadi sebuah buku seperti sekarang, yaitu sekitar Lahun L92O ke belakang.

Sejak tiga

puluh

tahun terakhir

ini

humf-huruf

serta

bahasa daerah tidak lagi dipelajari sungguh-sungguh dalam

;lendidikan formal di Indonesia, oleh karena

itu

anak-anak

3 Taar-/;,tt*t;

toril

W:"d

(5)

dan

generasi muda

jaman

sekarang

jarang

yang

dapat membaca

huruf

daerahnya masing-masing.

Kesulitan membaca

huruf

daerah, ditambah

lagi

dengan semakin

derasnya kebudayaan

asing yang masuk

dan

sarana

komunikasi, serta kemajuan teknologi yang semakin pesat

menyebabkan naskah-naskah tulisan tangan menjadi barang

simpanan

di

rak buku

yarrg

tidak

pernah dibaca maupun dirawat seczrra sungguh-sungguh.

Museum mempakan salah satu

unit

pelaksana teknis di bidang kebudayaan mempunyai tugas menyelenggarakan

pengumpulan, perawatan, pengawetan, penelitian, penyajian,

penerbitan

hasil

penelitian

dan

memberikan bimbingan edukatif

kultural

tentang benda yang bernilai budaya dan ilmiah.

l.

2.

Dasar

l.

Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945, pasal

32

tentang Kebudayaan Nasional Indonesia dan pasal 36 bagian penjelasan tentang bahasa negara.

2. GBHN TAP IIIMPR/1993 tentang arah

pembangu-nan, tujuan

jangka panjang kedu, pembangunan

lima tahun

keenam, prioritas pembangunan lima tahun keenam, kebijaksanaan pembangunan lima tahun keenam, sasaran bidang pembangunan lima

tahun

keenam dan tentang kebudayaan.

3. Sambutan Presiden

pada

Pembukaan Konggres

Bahasa

Jawa

199

I

di

Semarang.

4. Keputusan Konggres Bahasa

Jawa

199 1

(6)

5.

Perda

No

3

tahun

1984 tentang Pola

Dasar

Pembangunan Daerah, Strategi Wawasan Identitas.

6. Program Museum Ronggowarsito Jawa Tengah

7. SK. Kepala Museum Ronggowarsito Jawa Tengah

1.3.

TuJuan

1. Umum:

Menumbuhkan pandangan

dan

pen$ertian

masyarakat bahwa museum adalah

lembaga

pendidikan

dan

ilmu

pengetahuan

yan dimiliki

masyarakat.

2. Khusus:

Memberikan

motivasi

kepada

seluruh

lapisan masyarakat apalagi generasi

muda, agar

lebih

kreatif

dalam

ikut

serta membina

dan

mengem-bangkan kebudayaan daerah pada khususnya, serta

memahami

manfaat

naskah-naskah

kuno

yang tersebar

di

seluruh nusantara.

l.

4.

Sasaran

1. Masyarakat bertambah wawasan dan pemaharnan

mengenai isi dan masalah naskah kuno dan sastra

daerah.

2. Masyarakat berperan serta menyelamatkan

naskah-naskah kuno yan ada dilingkungannya.

f.

5.

Ruang Lingkup

Pelaksanaan

transkripsi (alih

aksara)

Serat Wirid

diusahakan

sesuai dengan

bunyi

naskah

aslinya

(7)

mungkin, karena

struktur

kalimat

bahasa Jawa, apalagi

berbentuk

tembang

tidak

seiring

dengan struktur bahasa Indonesia. Jika diterjemahkan sesuai

dengan

urut-urutan

katanya.

Kita yakin

bahwa

nilai

yang

dapat

tergali

dari

dalamnya

akan

berguna

bagi

daerah

yang

bersangkutan bahkan

juga

akan

bermanfaat bagi

seluruh

bangsa Indonesia

melalui

membaca hasil kajian, yang kemudian menjadi sumbangan yang khas sifatnya bagi pengembangan sastra daerah dan

nilai-nilai

yang terkandung.

Dengan

demikian,

adanya

penyebaran

dan

peran sastra

dalam praktek

kehidupan dapat

mewarnai

kehidupan

sehar-hari

dewasa ini.

1.

6.

Metode Pengumpulan Bahan Penulisan

Studi

kepustakaan dengan

memilih naskah

yang masih lengkap halamnnya,

jelas

tulisannya

dan

isi naskah mengandung

nilai

dan

gagasan yang dapat diterima oleh seluruh bangsa Indonesia.

(8)

BAB

TRAT{SKRIPSI

DAN

SERAT

II

TRANSLITERASI

WIRID

,d

Transkripsi (alih

aksara)

Punika warahipun Hidayat

Jati,

ingkang anenahaken

dunungipun

angkating ngelmu

makrifat,

medal

saking warayating wiradat, wewejanganipun para

wali ing

Tanah Jawi. Sasedanipun Kan$eng Susuhunan ing Ngampel denta,

sami karsa

ambuka w'iwiridan, ingkang

dados

wijining

wewejanganipun suraosing

ngelmu

kasampurnanipun

piyambak-piyambak, sami

asal

saking

dalil

kadis

ijemak

kiyas,

kados ingkang sampun kasebut

salebeting

wirid

sadaya, papangkatanipun kados

ing

ngandhap punika: Ingkang

rumiyin

saangkatan

kala

jaman

awalipun nagari Demak, para wali ingkang karsa mejang amung:

8

:

ui.

1.

Kan$eng Susuhunan ing Ciri Kedhaton, wewejanganipun wisikan adining dat.

2.

Kangjeng Susuhunan

ing

Tandes,

wewejanganipun

Wesharan Wahaning dat.

3.

Kangjeng Susuhunan

ing

Majagung, wewejanganipun anggelar Kahaning dat.

4.

Kangjeng

Susuhunan

ing

Bonang, wewejanganipun pambukaning tata malige

ing

dalem Betal Makntun

5.

Kan$eng Susuhunan ing Warywapada, wewejanganipun pambukaning tata malige

ing

dalem Betal Mukharam.

6.

Kan$eng Susuhunan

ing

Kalinyamat, wewejanganipun

7

(9)

7. 8.

panetep Santosaning iman.

Kan$eng Susuhunan

ing

Gunungiati, wewejanganipun pambukaning

tata

malige

ing

dalem Betal Mukharam. Kangjeng

Susuhunan

ing

Kajenar,

wewejanganipun

Sasaidan.

Ingkang kaping

kalih, ing

saangkatan

malih,

kala jaman akiripun nagari Demak dumugi ing Pajang, para wali ingkang karsa mejang inggih namung;

8 :

iji.

1.

Kan$eng Susuhunan ing Giri Parapen, wewejanganipun Wisikan ananing dat.

Kangjeng

Susuhunan

ing

Darajat,

wewejanganipun Wedharan wahaning dat.

Kangjeng Susuhunan ing Ngatas Angin, wewejanganipun

anggelar Kahaning dat.

Kangjeng

Susuhunan

ing

Kalijaga,

wewejanganipun pambukaning tata malige ing Dalem Betal Makmur, lajeng

ambabar Sagunging ingkang dados prabotipun amatrap-aken panjenganipun

dat

sadaya, nanging dereng

urut

ing patrap panggenanipun satunggal-tunggal.

Kan$eng Susuhunan ing Tembayat, kalilan dening guru Kan$eng Sunan Kalijaga. Amiridaken wewejanganipun pambukaning

tata

malige

ing

Dalem Betal Mukhadas. Kan$eng Susuhunan

ing

Kalinyamat, wewejanganipun pambukaning tata malige

ing

Dalem Betal Mukharam. Kan$eng Susuhunan

ing

Gunungiati, wewejanganipun panetep santosaning iman.

Kangjeng

Susuhunan

ing

Kajenar,

wewejanganipun

sasaidan. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

(10)

Ingkang

kaping

tiga, ing

saangkatan

malih,

kala

jaman akiripun nagari Demak dumugi ing Pajang, para wali ingkang

karsa mejang inggih amung:

8 :

iji.

I.

Kangieng

Susuhunan

ing

Parapen, wewejanganipun Wisikan ananing dat.

2.

Kangjeng

Susuhunan

ing

Darajat,

wewejanganipun wedharan kahanan

ing

dat.

3.

Kangieng Susuhunan ing Ngatas angin, wewejanganipun

geturran kahananing dat.

4.

Kangjeng

Susuhunan

ing

Kalijaga,

wewejanganipun pambukaning tata malige ing Dalem Betal Makrnur, lajeng

ambabar

ingkang

dados

parabotipun,

amtrapaken

panjenenganing

dat

sadaya, ananging dereng

urut

patraping panggenanipun satunggal-tunggal.

5.

Kan$eng Susuhunan

ing

Tembayat, wewejanganipun

kalilan

dening

guru

Kanjeng Susuhunan

ing

Kalijaga,

amiridaken wejanganipun pambukaning tata malige ing Dalem Betal Mukharam.

6.

Kan$eng Susuhunan

ing

Padusan, wewejanganipun

pambukaning

tata

malige ing Dalem Betal Mukhadas.

7.

Kangleng

Susuhunan

ing

Kudus,

wewejanganipun

panetep santosaning iman.

8.

Kangjeng

Susuhunan

ing

Geseng, wewejanganipun

sasaidan.

Dene wewejangan kasebut nginggil punika, suraosipun inggih anunggil kemawon, amargi sami

wiwiridan

saking panjenenganipun Kanjeng Susuhunan

ing

Ngampel denta

sadaya. Sareng dumugi jaman ing Mataram, panenenganipun

nata

ingkang

Sinuhun

Kangjeng

Sultan

Agung

Prabu

9 frar^ak+a

*"^

Tr*a/lltra+l tt 41 W;";/

(11)

Hanyakrajusuma, wewejangan wolung pangkat wau, karsa

kaipun

dalah parabotipun

pisan,

supados mutamada ing

suraosipun

sadaya,

punika

lajeng

kababaraken dados wejangan satunggal kemawon, sasam-punipun mupakat kaliyan kawruhipun para ahli ngelmu. Karsa dalem amatah

ingkang

kalilan

miridaken,

wewejangan

makaten

ing ngandhap punika:

1.

Panembahan Pumbaya

2.

Panembahan Ratu Pekik

3.

Panembahan

Juru

kithing

4.

Pangeran

ing

Kadilangu

5.

Pangeran ing Kudus

6.

Pangeran ing Tembayat

7.

Pangeran ing Kajoran

8.

Pangeran ing Wongga

9.

Pangeran ing Juminah.

Menggiah wewejangan ingkang sampun dados satunggal

wau, wiyosanipun sami asal saking nunukilan bangsanipun

kitab

tasawup sadaya,

urutipun

satunggal-tunggal

asasandhan

daliling

ngelmu,

minangka pitedahan

anggenipun amratelakaken pangandikarripun Pangeran

Kangjeng

Maha

Suci

dhateng

Kangieng

Nabi

Musa

Kalamolah, manawi manungsa

punika

kathahanipun dat kang asipat esa, makaten wau ingkang kawedharaken dados

witing ngelmu makrifat, dados wiriridanipun para nabi, para wali ing jaman

kina,

lajeng dipunkiyas ing para pandhita,

dados bubukanipun wewejangan piyambak-piyambak, sareng

kaimpun

dados satunggal, saking

karsa

Dalem Ingkang

Sinuhun

Kangjeng

Sultan

Agung

ing

Mataram,

punika

(12)

mupakafipun suraosing ngelmu makrifat, ingkang kaweja-ngaken sadaya, wekasanipun ing n$alami-lami wewejangan

wau

punika

kawijangaken

malih,

dados

sanes-sanes suraosipun ing pangawikan, amargi saking kathahipun para wicaksana, ingkang dados

guru

sami ambabaraken

wiwiri-danipun

piyambak-piyambak, wonten ingkang miridaken parabotipurr ngelmu makrifat kemawon, malah terkadhang wonten ingkang amedharaken ngelmu talek akaliyan ngelmu patah sapanungg;ilipun, ingkang bangsa ngelmu sosorogan

sadaya,

mila ing

samangke

dipun

persudi dhateng Kiyai

Ageng Mukhammad Siroltah ing kedhung kol, inggih punika

sakidulipun

kedhung

kol

pengaten, mawi tinengeran ing

taun

punika rong

sangga warga

sinuta

salebeting

alip

:

1779, kadhawahan ilham,

rinilan

denin$ Pangeran ingkang

Maha Suci, anata

urut-urutipun

patraping ngelmu makrifat,

anurut

wejangan wolun$ pangkat, kakumpulaken dados

satungfgfal, sangkep saprabotipun pisan.

Punika Serat

V/irid

ingkang

wiwitan,

agemipun sampeyan dalem Ingkang Sinuhun Kan$eng Sunan Paku Buwana ingkang kaping

pitu,

ing

nagari dalem Surakarta Hadiningrat. Kaorehaken para Pangeran

putra

sarta para pangeran wayah,

tedhak

turunipun

sadaya,

wiwit

taun Walandi

:

1850 babon

titilaranipun

swargi Raden Ngabehi

Ranggawarsita, ingkang kasebut, angka: 1.

Punika bubukaning

Wirid

ingkang

amratelakaken

sangkepipun patraping amejang ngelmu makrifat,

kasampur-naning

ngagesang,

ingkina

sampun

kalampahaken

dening para wali sadaya,

turutipun

satunggal-satunggal ing ngandhap punika:

(13)

Ingkang

rumiyin

wiwiting patrap ingkang

dados

kuwajiban,

punika

guru

akaliyan badhe

murid

sami angambil

toya

wau,

sarta

niyat

ingkang

maksud kados makaten.

Nawaitu

rafal

khadasi suharata fardlan

liltahi

ta'ala. Allahu akbar.

Niyatingsun amek banyu kandhas, karana angilangake

kadhas

cilik

lan

kang gedhe,

parlu

karana Allah.

Nunten sami dandos angagem busana sarwa suci, boten

kenging ngagem ingkang mawi emas, utaminipun manawi

karsa

angagem

kuluk,

kajeng angliga

sarira,

akokonyoh

ganda

wida, sarta mawi sumping sekar

oncen-oncen

surengpati wonten ing talingan kiwa, akaliyan mawi kalung sekar oncen-oncen

usus

ayam karangkep

tiga,

wangun marga/supana, utawi gombyok wangkingan kados panganten

enggal.

Nunten

ing

pamejangan

katata dipun

pasangi

tutuwuhan maju

sakawan,

sarta

kadekekaken

lampit

ingkang resik, lajeng katumpangan gelaran pasir ingkang tigas, ing nginggil pisan katumpangan sinjang pethak (mori)

saules lapis pitu, apesipun lapis tiga, mawi kasebaran sekar

campur bawur.

Nunten sasaosan srikawin salaka pethak wawrat satail, kadekek ing wadhah tunggil akaliyan lisah sundhul langit,

sarta

menyan

wawrat

saringgit, kasasaban

mori

pethak,

mawi pangiring

sasanggan

pisang

agung sedhah

ayu woanipun tanganan kasasaban

mori

pethak dados kalih wadhah, sarta kembar mayang sajodho, sami sumaji wonten

ing pamejangan.

(14)

Nunten

ing

ngantawis manawi sampun sirep tiyang

utawi wanci

tengah

dalu sami tindak

dhateng

enggen

pamejangan,

ingkang badhe

kawejang lenggah majeng mangilen, sarta dudupa ratus kaasepaken ing talingan kiwa,

lajeng ing grana, wekasan ing

jaja,

punika

wiwit

kawejang

dhateng gurunipun, mawi saksi sakawan ingkang sampun sami tunggil ngelmu.

Dene ingkang kawejangaken:

asurut

pamejangipun

para

wali wolu

ing

tanah

jaji,

kakumpulaken

dados satunggal, wiyosipun amendhet

wijining

kikiyasan saking dalil pangandikaning Allah, ingkang kasebut ing dalem kadis pangandikanipun Kangjeng

Nabi Mukhamad

Rasululah, dhateng sayidina

Ngali,

kawisikaken

ing

talingan

kiwa, papangkatanipun dados wolung wejangan, kapratelakaken ing ngandhap punika jarwanipun sadaya.

l.

Wisikan ananing dat.

Sajatine ora ana apa-apa, awit duk maksih alrang uwung

durung ana

sawiji-',^riji, kang ana

dhingin

iku

ingsun,

ora ana

Pangeran, amung

ingsun

sajatining

dat

kang Amaha Suci, anglimputi

ing

sipatingsun, anartani ing

asmaningsun, amratandhani

ing

apngalingsun.

2.

Wedharan wahananing dat.

Sajatine ingsun dat kang murba amisesa, kang kuwasa anitahake

sawiji-wiji, dadi

padha sanalika, sampurna

saka

ing

kodratingsun,

ing

kono

wus

kanyataan

pratandhaning apngalingsun,

kang dhingin

ingsun

nitahake kayu, aran sajaratul yakin, tumuwuh

ing

sajroning

ngalam ngadam

makdum

ajali

abadi, nuli

cahya,

aran

nur

Mukhamad,

nuli

kaca

aran

mir'atul

(15)

khayai,

nuli

nyawa,

aran

roh ilapi,

nuli

damar, aran

kijab

kang minangka warananing kalaratingsun.

3.

Gelaran kahananing dat.

Sajatine manungsa

iku

rahsaningsun,

lan

ingsun

iki

rahsaning manungsa, karang

ingsun

anitahake Adam asal saka ing nganasir patang prakara:

1.

Bumi

2.

Geni

3.

Angin

4.

Banyu

Iku

dadi

kawujudaning sipatingsun,

ing

kono

ingsun pancingi mudarah limang prakara:

1.

Nur

2.

Rahsa

3.

Roh

4.

Napsu

5.

Budi

Iya

iku

minangka

warnaning wajah

ingsun

kang Amaha Suci.

4.

Pambukaning tata malige

ing

dalem betal Makmur.

Sajatine ingsun anata malige ana sajroning

Beta1

Makmur,

iku

amah engging parameyaningsun, jumeneng ana sirahing Adam, kang ana sajroning sirah

iku

dimak, iya

iku

utek, kang ana ing ngantaraning utek

iku

manik, sajroning

manik

iku

budi,

sajroning

budi

iku

napsu, sajroning napsu iku suksma, sajroning suksma iku rahsa,

sajroning rahsa

ikrr

ingsun,

ora

ana Pangeran, anging ingsun kang anglimputi

ing

kahanan jati.

5.

Pambukaning

tata

malige

ing

dalem Betal Mukharam.

(16)

6.

Sajatine

ingsun anata malige ana sajroning

Betal

Mukhadas,

iku

omah

enggoning lalaranganingsun, jumeneng ana dhadhaning Adam,

kang ana

sajroning

dhadha iku ati, ang ana ing antaraning ngati iku jantung, sajroning jantung iku budi, sajroning budi iku jinem, iya

iku

angen-angen, sajroning angen-angen

iku

suksma, sajroning suksma iku rahsa, sajroning rahsa

iku

ingsun,

ora

ana Pangeran amung ingsun

dat

kang anglimputi kahanan

jati.

Pambukaning tata malige

ing

dalem Betal Mukhadas.

Sajatine ingsun anata malige ana sajroning

Betal

Mukhadas,

iku

omah enggoning

pasuceningsun,

jumeneng ana ing kondholing Adam, kang ana pajroning

kondhol

iku

pringsilan, kang ana

ing

antaraning

pringsilan

iku

nutfah, iya

iku

mani, sajroning mani

iku

madi,

sajroning

madi

iku

wadi,

sajroning

wadi iku

manikem, sajroning manikem

iku

rahsa, sajroning rahsa iku ingsun, ora ana Pangeran, ananging ingsun dat kang

anglilnputi

ing

kahanan

jati,

jumeneng

nukat

ghaib,

tumurun

dadi

Johar

awal,

ing

kono

ananing ngalam akhadiyat, alam arwah, ngalam

misal,

ngalam ajsam,

ngalam insan kamil, dadining manungsa kang sampurna iya

iku

sajatining sipatingsun.

Panetep iman, inggih punika ingkang dados santosaning

iman.

Ingsun anakseni, sahutune

ora ana

Pangeran, amung ingsun,

lan

nakseni ingsun, sahutune Mukhamad

iku

utusaningsun.

7.

(17)

8.

Sasaidan.

Ingsun anakseni, ing datingsun dhewe satuhune ora ana

Pangeran, amung ingsun, lan nakseni ingsun, satuhune

Mukhamad

iku

utusaningsun,

iye

sajatine

kang

aran

Allah

iku

badan

ingsun,

rasul

iku

rasaningsun,

Mukhamad iku wahyaningsun, iya ingsun kang

urip

tan kena ing pati, iya ingsun kang eling tan kena ing lali, iya ingsun kang waskitha ora kasamaran ing sawiji-wiji, iya ingsun kang amurba amisesa, kang kawasa wicaksana ora kukurangurn ing pangerti, byar: sampurna padhang terawanga, ora karasa apa-apa, ora ana katon apa-apa,

mung ingsun kang ngimputi ing ngalam kabeh, kalawan kodratingsun.

Sasampunipun makaten,

nunten

amarah

malih

paraboting amatrapaken

ing

panjenenganing

dat,

dados

sapangkat, kasebut

ing

ngandhap punika: 1. Angumpulaken kawula Gusti

Ingsun dating

gusti

kang asipat

esa,

anglimputi

ing kawulaningsun, tunggaldadi sakahanan, sampurna saka

ing kudratingsun. Nucekaken

ing

dat

Ingsun

dat kang

amaha

Suci

asipat

langgeng, kang amurba amisesa, kang kuwasa kang sampurnaning mala waluya ing

jatiningsun,

kalawan/kodratingsun.

Angrakit

Ingsun

dat

kang amaha

luhur,

jumeneng

ratu

agung,

amurba amisesa, kang kuwasa kang sampurnaning mala

waluya

ing jatiningsun,

kalawan/kodratingsun, kang

agung kang Maha Mulya, ingsun wengku sampurna saka

2.

3.

(18)

kapraboningsun, sang;kep saisening karatoningsun, pepak

sabalan ingsun kabeh, ora ana kang kukurangan, byar:

gumelar dadi saciptaningsun, ana sasedyaningsun, teka sakarsaningsun kabeh, saka ing kodratingsun.

4.

Gumelaring jagad

Ingsun andadekake ngalamdunya, saisen-isene

iki,

iye

wis

tutur

ing

wawangene, ingsun

kukut mulih

mulya

sampurna

dadi

sawiji kalawan kahananingsun maneh,

saka ing kodratingsun.

5.

Karaharjaning turas

Turasingsun

kang

taksih

padha

keri

ana

ing

ngalam dunya kabeh, padha nemua suka bungah, sugih singgih aja ana kang kukurangan, rahayua salameta sapandhu-wure sapangisore, saka ing kodratingsun.

6.

Kamayan

Sakebe makhlukingsun, kabeh kang ora ngendhahake/

maringingsun, padha

kapawan

ing

kamayan

dening

kodratingsun.

Ing

wekasan

kang

kawejang

dipunjatenana

yen

panggenaning

patrap pratikelipun

satunggal-satunggal, kapratelakaken wonten babaring wirid ingkang mawi murad

maksud, kasebut

ing

ndalem wiradat dados

pitedah andununging ngelmu makrifat sadaya wau punika.

Sasampunipun makaten, ingkang amejang maos donga

istifar

kaliyan

donga

kabula

salebeting

batas

anuwun

pangapunten dhateng Kang Amurba Awisesa ing ngagesang,

supados

sampun ngantos

angsal wewek

anggenipun

amedharaken rahsaning dat punika.

(19)

Nunten ingkang kawejang dipunjanjeni, manawi taksih

gesang gurunipun prayogi, dene manawi kabujeng ing perlu wonten akrabipun ingkang

sakit

sanget, mangka dereng

ngelmu, punika kenging amisik ananing dattullah kemawon.

Kajawi saking makaten, saumpami ingkang kawejan$

wau

dereng

anarimah

utawi taksih kirang

padhanging panampinipun, manawi badhe anggugunr

ing

sanesipun malih mboten dados punapa, angger anedha idining guru ingkang amejang ngelmu punika.

Sasampunipun

luwar

saking pamejangan, ing ngriku

nunten

sami angepung ambengan wilujenging

jiwa

raga, menggah

kathahing

ambegan

dados tigang asaha,

ing ngandhap punika pratelanipun.

1. Mumule angaturi dhahar

Kangieng

Nabi

Mukhamad

Rasulullah

sekul

wuduk

lembaran ayam

utawi

tigan, karupuk, sarem, lombok terong.

2.

Mumule

ngaturi

dhahar

para

sakabat Rasul, akaliyan para waliyulah, sekul golong, pecel ayam, jangan menir, ulam maesa satunggal kagoreng.

3.

Mumule ngaturi dhahar dhateng para Leluhur ingkang sami amedharaken rahsaning ngelmu makrifat, punapa ingkang dados dhadharanipun kala taksih gesang, sarta

mawi ganten, sekar konyoh,

sadaya

punika

sami kadonganan, donga Rasul, majmuk, kabula, tulak bilahi, wekasan slamet.

Dene

pakantuking

amejang

punika, yen

amarengi

wulan

tanggalipun sapisan

ing

dinten

Jumungah,

pame-jangipun anuju

purnama, anggeripun boten sangar boten

(20)

trahas, sarta boten tali wangke, manawi sangaraning wulan

anuju

ing

dinten

Jumungah,

pamejangipun

ing

dinten

ilnggiara kasih, boten angetang purnama.

Menggah pakantuking panggenan pamej angan punika,

stti

Suci

ingkang

sae

namanipun,

sarta

boten

kaubar

wangon, utaminipun wonten

ing ardi, ing

ngara-ara sarta lng toya, anggeripun sepen, langkung utami malih manawi amejang

wonten

ing

sitinggil,

tuwin

palataran

masjid, sasaminipun ingkang sakinten

pikantuk

ing nama kaliyan panggenanipun.

Punika pratelanipun wajibing Uyang ingkang pantes

dados

guru,

wolung prakawis.

l.

Bangsaning ngawirya, tegesipun bangsa

luhur

ingkang

taksih

kadrajatan.

2.

Bangsaning ngagama, tegesipun kang bangsa ngulama

ing[<ang ngalim ing kitab.

3.

Bangsaning ngatapa, tegesipun bangsa pandhita, ingkang

taksih

ulah

lampah.

4.

Bangsanipun sujana, tegesipun bangsa linuwih, ingkang dados tiyang sae.

5.

Bangsaning ngaguna, tegesipun bangsa saged, ingkang

ulah

kasagedan.

6.

Bangsaning prawira, tegesipun bangsa

prajurit,

ingkang

taksih

kasub kaprawiranipun.

7.

Bangsaning supunya, tegesipun bangsa sugih, ingkang

taksih

kabe$an.

8.

Bangsaning supatya, tegesipun bangsa

tani

ingkang

temen.

(21)

Dene panganggening tiyang dados guru, wonten wolung prakawis.

1.

Paramasastra, tegesipun limpat

ing

sastra.

2.

Pararna kawi, tegesipun putus ing kawi.

3.

Mardi basa, tegesipun saged mamanates tembung.

4.

Mardawa lagu, tegesipun saged damel lemesing lalagon.

5.

A\Mi carita, tegesipun sugih cariyos.

6.

Mondraguna, tegesipun sugih kasagedan.

7.

Nawung kridha, tegesipun

lantip

ing panglepasarn.

8.

Sambegana, tegesipun engetan.

Ugering tiyang dados

guru

wolung prakawis. 1. Asih ing

murid,

denanggep

putra

wayah.

2.

Talaten pamulangipun, boten mawi wigah-wigih.

3.

Lumuh

ing

parnrih, boten darbe pangangkah punapa-punapa.

4.

Tanggap ing sasmita, saged anampeni pasemoning murid.

5.

Sepen

ing

panggrayagan, boten dados kinten-kintening

murid.

6.

Boten ambaekaken potaken.

7.

Boten angendhak kagunan.

8.

Boten amburu

aleman,

angunggul-unggulaken

kasagedanipun.

Utamining tiyang dados

gum

wolung prakawis.

l.

Mulus

ing

sarira, boten wonten cacadipun

2.

Alus ing wicara, boten asring mimisuh miwah supaos

3.

Jatmika

ing

solah

4.

Antepan bubudenipun

(22)

(i, 7. 8. Paramarta lalabuhanipun Patitising nalaripun Sae lalabuhanipun Boten darbe pakareman

Punika pratelanipun ingkang

wajib

dados

murid

wolung

prakawis.

l.

Tedhak

turrn

2.

Tunggal bangsa

3.

Tunggil agami

4.

Tunggil basa

5.

Sumerep

ing

sastra

6.

Sampun kalangkung tengah tuwuh

7.

Tanpa sakit

8.

Tanpa kuciwa

Tamat

\lririd

angka: 1

Lajeng nyandhak Serat Wirid Hidayat ingkang kasebut

bab angka 2 punika Serat Wirid Hidayat, ingkang kasebut bab angka: 2.

Punika babaring

wirid

ingkang amawi

murad

saha

rnaksudipun pisan, angiras minangka bubukaning Hidayat

lngkang dados pitedahan dununging ngelmu makrifat

sadaya, wiyosipun asal saking

dalil,

khadis,

ijimak

kiyas.

Tegesing dalil, anedahaken pangandikaning Allah. Tegesing

khadis, anyariyosaken wuwulang ing Rasulullah. Tegesing

ijimak

angumpulaken wewejanganing para wali.

Tegesing

kiyas,

amencaraken

wawarah

ing

para pandhita. Sadaya punika sami dados pambukaning kekeran

(23)

ingkang amedharaken rahsa ghaib sajatosing ngagesang,

supados

waskitha

ing

gesangipun, lestantuna gesanging

ngawal akir, dene apesing kawula manawi dumugi ing

janji

amung sageda waskitha

ing

sampurnaning sangka paran sampun ngantos dhateng panasaran.

1.

Menggah ingkang dados wijining ngelmu makrifat anut

kikiyasan saking khadis pangandikanipun Kan$eng Nabi Mukhamad, ingkang kawejangaken dhateng sayiddina Ngali, angestokaken ananing

dat

ingkang kasebut ing dalil s2pi"an saking pangandikaning Pangeran kang Maha

Suci Kawisikaken talingan

kiwa ing

ngandhap punika jarwanipun.

Menggah

dunungipun

makaten: Ingkang angandika sajatining dat kang Maha Suci punika, inggih gesang kita

pribadi, sayekti katitipan rahsaning

dat

kang

agung, anglimputi ing sipat punika, inggih rupa kita pribadi, sayekti

kawimbuhan warnaning

dat

kang

elek,

anartani

asma

punika, inggih nama

kita/pribadi,

sayekti

kaaken

sese-butaning dat kang wisesa, amratandhani apngal tining dat kang sampurna, mila babasanipun wahananing dat punika anyamadi sipat, sipat punika anartani asma. Asma punika amratandhani apngal, apngal punika dados warananing dat.

Dene dat, anggenipun anyamadi sipat punika: upami

kadi madu

lawan manisipun,

yekti

boten

kenging yen

kapisahena.

Dene asma, anggenipun amratandhani apngal punika:

upami kadi paesan, ingkang angilo lawan wawayanganipun,

yekti

saulah bawahipun ingkang angilo wawayangan wau

katut

kemawon.

(24)

Dene

apngal, anggenipun dados wahananing

dat

punika: upami

kadi

samodra

lawan

ombakipun,

yekti w:rhananing ngombak

anut

sareh

ing

samodra.

Dados sejatosipun ingkang nama dat punika tajalining

Mukhamad, sejatosipun ingkang nama Mukhamad punika

wirhananing cahaya ingkang anglimputi ing jasat, dumunung

wonten

ing

gesang

kita,

inggih

punika

gesang piyambak,

Iroten wonten ingkang ang€esangi, milakua saha aninggali,

rrrrdyarsa, angganda, anggandika, anggraosaken saliring lirhsa, punika saking kodrating dat

kita

sadaya, tegesipun

Irrakaten:

dating

Pangeran

Kang Maha

Suci

punika

irnggenipun

aningali amung

angagem

ing

netra

kita,

iln#lenipun amiyarsa angagem ing talingan kita, anggeniPun

:tngganda angagem

ing

grana

kita,

anggenipun angandika

irngagem

ing

lesan

kita,

anggenipun angraosaken saliring

t'ahsa ugi angagem ing pangraos

kita,

sampun mawi uwas

strmelanging galih, sebab wahaning wahyu dyatmika punika

sampun kasarira, tegesipun,

Iair

batining

Allah

sampun rlumunung wonten

ing

gesang

kita

pribadi,

manawi in$ lrabasan sepuh

dating

manungsa

kaliyan

sipating Allah,

:rwit

dadosing

dat punika kadim ajali

abadi,

tegesipun rumuhun piyambak, kala taksih awang-uwung salaminipun

lng kahanan kita, dadosing sipat punika: kudzusul ngalam,

tegesipun anyar wonten kahananing ngalam donya, ananging

sami tarik-tinarik, tetep-tinetepan, samukawis ingkang nama

<lat punika sayekti dumunung wonten ing sipat, sakaliripun

ingkang anama sipat punika sayekti kadunungan sipat daya.

2.

Dene mengsah ing ngurut-urutan dumadining dat sipat

punika wonten waharripun, kasebut ing dalil kapin$ kalih,

(25)

saking

pangandikaning

Pangeran

Kang Maha

Suci, makaten Jarwanipun:

Sejailne ingsun dat kang murba amisesa, kang kuwasa anitahaken sawiji-wiji, dadi padha sanalika sampurna saka

ing kodratingsun, ing kono wus kanyatahan ing pra(andha angalingsun, minang (ka) bubukaning iradatingsun, kang

dhingin ingsun

anitahake

kayu, aran sajaratul

yakin, tumuwuh ing sajroning ngalam ngadam makdum ajali abadi,

nuli

cahya, aran

nur

Mukhamad,

nuli

kaca, aran mir'atul kayai,

nuli

nyawa aran

roh

ilapi,

nuli

damar, aran kandit,

nuli

sosotya, aran darah, nuli dhing-dhing Jalal, aran kijab,

kang minangka warananing kalaratingsun,

menggah dunungipun makaten.

Sajaratul

gaktn, tumuwuh

ing

salebeting

ngalam makdum

ajali

abadi, tegesipun: kajeng sejati, dumunung ing Jagad sonyaruri, taksih awung-awung salaminipun ing kahanan kita, punika khakekating dat mutlak kang khadim, tegesipun: sajatining dat kang amesthi rumuhun piyambak,

inggih punika dating

atma,

dados wahananing ngalam akadiyat.

Nur Mukhamad, tegesipun: baya kang pinuji, kacariyos

ing khadis, warninipun kados paksi merak, wonten ing dalem

sosotya kang pethak, dumunung ing arah-arahing sajaratul

yakin, punika khakekating cahya ingkang ingaken tajalining dat, wonten salebeting

ing nukat

gaib, minangka sipating asma, dados wahananing ngalam wahdat.

Mir'qtul kayat, tegesipun, kaca wirangi, kacariyos ing

khadis

dumunung wonten sangajenging

nur

Mukhamad,

punika

khakekating pramana, ingkang ingaken rahsaning 24 fri*r/rr+r;

/a*

T"a^,/l.lzraa; 9"42 W;od

(26)

(lut,

minangka asmaning

atma,

dados wahaning ngalam irkadiyat.

Roh ilapL tegesipun: bawa ingkang awening, kacariyos

lng khadis, asal saking nur Mukhamad, punika khakekating

suksma, ingkang angaken kahaning dat, minangka apngaling

atma, dados wahananing ngalam arwah.

Kandil tegesipun: dilah tanpa latu, kacariyos ing khadis awarni sosotya ingkang

mancur

mancorong, gumantung tanpa canthelan,

ing ngriku

kahananing

nur

Mukhamad,

sarta

enggen pakumpulaning

roh

sadaya, punika

khakekailng angen-angen, ingkang ingaken wa\Mayanganing

rlat, minangka embananing atma, dados wahananing ngalam

misal.

Darah, tegesipun: sosotya, kacariyos ing khadis adarbe

sorot mancawarni, sami kanggenan malaekat, punika khake

(ka)

ting budi,

ingkang angaken paesaning dat, minangka wiwaraning atma, dados wahananing ngalam ajsam.

KAab, winastan dhing-dhing

jalal,

tegesipun: warana

ingkang ngagung, kacariyos ing khadis medal saking sosotya

ingkang amanca warni, ing nalika mosik anganakaken uruh,

kukus,

toya,

punika

khakekating

jasad,

minangka

sasandhanganing atma, dados wahananing ngalam insan kamil.

Menggah

pratelanin

saking

ijmak

kiyas,

papangka-taning dhing-dhing

jalal

ingkang awarni

uruh

kukus, toya

warl, sami

dados anigang warana, ingkang kasebut ing ngandhap 'punika:

Ingkang

rumiyin,

uruh

ngedalaken tigang panglkat:

I

Kitab kisma, dados wahyaning jasad ing jawi, kadosta: kulit,

daging, sapanunggilanipun. 2. Kitab rukmi, dados wahyaning

(27)

jasat ing

lebet,

kadosta:

utek, manik,

manah, jantung, sapanunggilanipun. 3. Kitab retna, dados wahyaning zasad

ingkang alembat, kadosta:

mani, erah,

sungsum

sapanunggilanipun.

Ingkang

kaping

kalih

kukus,

angedalaken tigang

pangkat, 1. Kitab

pepeteng, dados

wahananing

panas sapanunggilanipun,

2.

Kitab guntur

dados wahananing panca driya,

3.

Kitab

latu,

dados wahananing napsu.

Ingkang kaping tiga toya, angedalaken tigang pangkat, 1. Kitab ebun, toya gesang, dados kahananing suksma, 2.

Kitab nur rasa, dados wahanarring rahsa, 3. Kitab nur cahya,

ingkang saka langkung padhang, dados kahananing atma,

sadaya punika warananing dat sami dumunung wonten ing

insan kamil, tegesipun kasampurnaning manungsa sampun uwas sumelang malih, sabab kahananig bale ngaras, kursi, lohkil nahpul, kalam, taraju, wot siratal mustakim, swarga,

naraka,

bumi, langit

saisenipun sadaya

punika

sampun kawengku salebeting warana, sinamadan dening

dat

kita ingkang Amaha Agung gumelar dados kaelokaning sipat kita ingkang Esa, anartani ing purbarring asma kang Wisesa,

amratandhani

ing

kuwasaning apngal

kita

ingkang sampurna.

3.

Pratelanipun kadosta: ing nalika ingkang Maha Suci karsa amujudaken

sipatipun,

winastan:

Adam, asal

saking nganasir kawan prakawis,

l.

Siti;

2

l,attu;

3.

Angiu

4.

Toya,

punika

kahananipun kasebut

wonten

ing

dalil kaping

tiga,

saking pangandikaning Pangeran Ingkang Maha Suci, makaten jarwanipun.

(28)

Sajatine

ingsun

anitahaken Adam,

asal saking

ing nganasir patang

prakara, 1. Bumi;

2.

Geni;

3.

Angin; 4.

tsanyu,

iku

dadi awujudaning sipatingsun, ing kono Ingsun

panjingi mudah limang prakara,

I.

Nur;

2.

Rahsa;

3.

Roh;

4.

Napsu;

5. Budi, iya iku

minangka

warananing

wajahingsun ingkang Amaha Suci.

Menggah dunungipun makaten, mudah punika dating

kawula, wajah punika dating Gusti ingkang asipat langgeng,

kacariyos ing kadis panjinging mudah gangsal prakawis wau,

wiwit saking embun-embun kendel wonten ing utek, lajeng

tumumn

dhateng

netra,

lajeng

tumurun

dhateng karna, lajeng

tumumn

dhateng

jaja,

lajeng sumarambah ing jasad

sadaya, jangkepipun jumeneng insan kamil, makaten punika

kawimbuhan saking karsanipun ingkang Maha

Suci, anggenipun anjenengaken

malih

anggening

dat,

katata

wonten

ing bettullah

dados

tigang kahanan,

punika

sajatosipun

minangka

kayektening

kahanan

satungSal-tunggal, anandhakaken kalarating dat kang Agung, ingkang Amaha Mulya, langgeng boten kenging ewah gingsir, saking kahanan

jati,

kasebut wonten

ing dalil

kaping

sakawan,

saking pangandikaning Pangeran ingkang Maha Suci dados

tigang ayat, kapratelakaken ing ngandhap punika:

4.

Ayat ingkang sapisan, pambukaning tata malige ing dalem

betal makmur, makaten Jarwanipun:

Sajatine

ingsun

anata malige

ana

sajroning

betal makmur,

iku

omah enggoning parameyaningsun, jumeneng ana siqah ing Adam, kang ana sajroning sirah

iku

demak,

iyo

iku

utek, kang ana

ngantaraning

utek

iku

manik,

(29)

sajroning manik iku budi sajroning budi iku napsu, sajroning napsu

iku

suksma, sajroning suksma

iku

rahsa, sajroning rahsa

iku

ingsun,

ora ana

Pangeran, amung

ingsun

dat kang anglimputi

ing

kahanan

jati.

6.

Ayat ingkang kaping tiga, pambukaning tata malige ing dalem betal Mukhadas, makaten Jarwanipun:

Sajatine

ingsun

anata malige

ana

sajroning

betal mukhadas

iku

omah enggoning pasuceningsun, jumeneng

ana

kondholing Adam,

kang

ana

sajroning

kondhol iku

pringsilan, kang ana ing ngantaraning pringsilan iku nutjah, iya

iku

mani, sajroning mani

iku

madi, sajroning madi

iku

wadi, sajroning wadi

iku

manikem, sajroning manikem

iku

rahsa,

sajroning

rahsa

iku

ingsun

iku

ingsun,

ora

ana

Pangeran, amung ingsun dat kang anglimputi ing kahanan

jati,

jumeneng

nukat

ghaib,

tumurun

dadi johar Awal, ing

kono kahananing ngalam akhadiyat, wahdat, wakidiyat, alam

arwah, ngalam misal, ngalam ajsam, ngalam insan kamit,

dadining

manungsa

kang

sampurna,

iya

iku

sajatinig sipatingsun.

Manawi sampun anampeni ing dalil pangandikanipun kang Amaha Suci makaten

wau

dipunwaskitha

ing

galih,

inggih

ingkang makaten

punika

wahananing nugraha, kahananing kanugrahan,

nugraha

punika

dating

Gusti,

kanugrahan

punika

sipating kawula, tunggal

tanpa wawangenan, dumunung wonten ing badan kita.

Dene pratelaning kayektening kahanan sadaya wau,

kasebut ing ngandhap punika pratelanipun:

(30)

Ingkang

rumiyin,

anedahaken ingkang kasebut ing salebeting

betal

makmur,

tegesipun

griya kang

arame,

rnakaten dunungipun satunggal-tunggal. Sirah Utek Manik Budi Suksma Rahsa

Punika wiyosanipun

kahananing betal makmur

Kahananing kandha, anarik wahananing cahya, dados pambukaning dat

Kahananig pramana kanarik wahananing karsa, dados pambukaning paningal Kahananing

prana,

anarik

wahananing karsa, dados pambukaning pamicara Kahananing nyawa,

anarik

wahananing cipta, dados pambukaning panglglanda

Kahananing

atma, anarik

wahananing wisesa, dados pambukaning pangraos

Wasiyating

guru

ingkang

amedharaken

ngelmu

pambukaning

tata

malige

ing

dalem

betal

makmur, utaminipun anglampahan boten karsa dhahar ulam utak, kaliyan ulam manik, madyanipun sampun ngantos amastani

polo kaliyan manik, kabar pa (I) kantukipun ingkang sampun kalampahan asring katarimah ngelmunipun.

Ingkang kaping

kalih,

anedahaken ingkang kasebut

ing salebeting ing betal mukharam, tegesipun griya ingkang

kaawisan, makaten dunungipun satunggal-tunggal

Dhadha

:

Punika wiyosanipun

kahananing betal mukharam

Ati

:

Kahananing panca

driya,

anarik

waha-naning napsu, dados wahananing napas

(31)

Jantung

Budi

Jinem

Suksma

rahsa

Kahananing

panca maya,

anarik

wahananing

birahi,

dados

wahyuning keketek

Kahananing pranawa, anarik wahananing karsa, dados wahyaning pamicara

Kahananing panggraito,

anarik

wahananing su (swara) dados wahyaning

pamiyarsa

Kahananing nyawa,

anarik

wahananing cipta, dados wahyaning pangganda

Kahananing

atma,

anarik

kahananing wisesa, dados wahyaning pangraos

Wasiyating

guru

ingkang medharaken

ngelmu

pambukaning

tata

malige

ing

dalem

betal

mukharam, utaminipun anglampahan boten karsa dhahar ulam manah,

kaliyan

jantung,

madyanipun sampun ngantos amastani

angen-angen,

kabar

pakantukipun ingkang

sampun

kalampahan asri katarimah ngelmunipun.

Ingkang kaping

tiga,

anedhahaken ingkang kasengu

(bu) ing salebeting betal mukhadas, tegesipun griya ingkang sinucekaken, makaten dunungipun satunggal-tunggial.

Kondhol

:

Punika wiyosanipun kahananing

betal mukhadas

Pringsilan

:

Kahananing

purba,

katumusan

waha-naning birahi, dados bubukaning asmara

nala, inggih

punika

sengseming manah

Mani

:

Kahananing

kandha,

katumusan

waha-naning hawa, dados pambukaning asmara

(32)

Madi

Wadi

Manikem

Rahsa

tura,

inggih punika

sengseming

sapan-dulon

Kahananing

warna katumusan

kaha-naning karsa, dados pambukaning asma

ratu

rida,

inggih

punika

sengseming

pamirengan

Kahananing

nrpa,

katumusan

wahana-ning

cipta,

dados

bubukaning

asmara-dana, inggih punika sengseming

sapoca-pan

Kahananing

suksma,

katumusan

wahananing pangarasa,

dados

bubukaning asmara tantra, inggih punika

sengseming pangarasan

Kahananing

atma, katumusan

kaha-naning wisesa, dados bubukaning

asmara-gama, inggih

punika

sengseming salulut

Wirayating

guru

ingkang amedharaken

ngelmu

pambukaning

tata

malige

ing

dalem

betal

mukhadas,

utaminipun

anglampahana

boten karsa dhahar

ulam pringsilan, sapanunggilanipun, madyanipun sampun ngantos

amastani

mani, kabar pakantukipun

ingkang

sampun

kalampahan asring katarimah ngelmunipun.

Ing ngandhap punika wonten riwayating guru, manawi amedharaken rahsaning betal mukhadas,

ing

ngatasipun

amejang dhateng tiyang estri, wenang kiniyasaken makaten:

Ing nalika

ingkang Maha

Suci

karsa anata

malige

wonten salebeting betd mukhadas, jumeneng ing baganipun

(33)

siti kawa, punika ingkang wonten salebeting baga, purana,

ingkang wonten ing ngantawising purana: reta, inggih punika

mani,

salebeting

mani: madi,

salebeting

mani:

wadi, salebeting

wadi:

manikem,

salebeting

manikem:

rahsa, salebeting rahsa

punika dating

atma, ingkang nglamputi kahanan jati.

Dene

pitedhahipun makaten, baga,

timbanganing kondhol, purana: timbanganing pringsilan, ing salajengipun

sami kaliyan

ing

ngatasipun amejang dhateng kakung,

anggenipun

marsudi

supados

sami

amarsudi

ing

waskithaning sangkan paran.

7.

Manawi sampun waskitha, prayogi anetepa ingkang dados

santosaning

iman, inggih

punika

saadat

jati,

ingkang kasebut

ing

dalem boten makaten jarwanipun.

Ingsun

anakseni satuhune

ora

ana

Pangeran, anging ingsun,

lan

nakseni ingsun, satuhune Mukhamad

iku

utusaningsun.

Wirayating

guru malih,

ingatasipun amejang dhateng pawestri, wenang kawewahan makaten Jarwanipun: Ingsun anakseni, satuhune

ora

ono, Pangeran, anging

ingsun,

anakseni

ingsun,

satuhune Mukhamad

iku

utusaningsun, Patimah

iku

umatingsun.

8.

Manawi sampun sumerep suraosing sahadat

jati

makaten wau, nunten asahidu dhateng wahananing sanak.kita,

inggih

punika

kahananing

dumadi,

ingkang gumelar wonten ing ngalam donya, kadosta: bumi, langit, surya,

wulan, lintang,

latu,

angin,

toya,

sapanunggalipun

(34)

sadaya,

sami

anaksenana

yen

kita

man$ke sampun

angagem, jumeneng dating Gusti ingkang Amaha Suci,

dados sipating Atlah ingkang sajati kasebut

ing

dalem

boten makaten jarwaniPun.

Ingsun anakseni

ing

datingsun dhewe, satuhune ora

ono Pangeran, anging ingsun, lan nakseni ingsun, satuhune

Mukhamad

iku

utusan ingsun,

iya

sajatine ingkang aran Allah iku badaningsun, Rasul iku rahsaningsun, Mukhamad

iku

cahyaningsun, iya ingsun kang

urip

ora kena ing pati,

iya

ingsun kang eling

ora

keno

ing

lali,

iya

ingsun kang

langgeng ora kena owah gingsir ing kahanan

jati,

iya ingsun kang waskitha

ora

kasamaran

ing

sawiji-wiji,

iya

ingsun

kang

amurba kang misesa,

kang

kuwasa wicaksana ora

kukurangan

ing

pangerti,

byar:

sampurna

padhang terawangan,

ora krasa

apa-apa,

ora

ana katon

apa-apa,

mung

kang

anglimputi

ing

ngalam kabeh,

kalawan sakodratingsun.

Taman

Wirid,

angka

2

tajeng nyandhak serat Wirid panengeran, ingkang kasebut bab angka: 3

Punika

wirid

panengeran

ing

badan dumugi kasam-purnan, ingkang kasebut bab angka: 3

Punika pratikelipun angetrapaken paraboting ngelmu kasampurnan, ingkang kasebut ing dalem pemuting wiradat, kala ing kina-kina kineker kaawisan dening para wali, ing mangke kawedharaken sadaya

bubukanipun,

anedhaken ingkang dados panengeran badhe kadhatengan ing dinten kiyamat, tegesing kiyamat, inggih punika kiyamat ing badan

(35)

kita badhe jumeneng pribadi, kapratelakaken ing ngandhap punika,

uruting

panengeran satunggal-tunggal.

1.

Ingkang

rumiyin, yen

sampun

asring uninga

ingkang boten nate katingal, tandha

kirang

sataun,

ing

ngriku

panggenanipun

anyangeti

tapa

brata,

anyunyuda

pakareman, anetepana panggalih:

trima,

lila,

temen,

utami,

menggah

utami punika

dumunung wonten ing sabar narimah myang darana.

2.

Ingkang kaping kalih, yen sampun asring mireng ingkang

boten nate kapiyarsa, kadosta: mireng raraosaning

jin,

setan, sato kewan, tandha

kirang

setengah

taun,

ing ngriku panggenaning kurmat, akaliyan tilawat, tegesipun

angaj i-aj i kaliyan saj ati, sapanunggilanipun, an$lampahi

padamelan

sae,

kinanthenan

ngantos-atos

dhateng gesangipun piyambak.

Ingkang

kaping

tiga, yen

sampun

asring

malih

paningalipun, kadosta: wulan Mukharam, sapar, aningali

langit

katingal

abrit, Mulud,

Rabingul

akir,

katingal

cemeng, Rejeb, Ruwah, toya katingal abrit Siyam, Sawal,

wawayanganipun piyambak katingal kalih, Dukangidah,

Besar, latu katingal cemeng, sadaya punika tandha kirang

kalih

wulan, ing ngriku panggenaning wasiyat akaliyan riwayat, tegesipun amemeling kaliyan awawarah, kanthi taberi myang susuci.

Ingkang

kaping

sekawan,

yen

dariji

panunggul dipun

bekuk

kapetelaken dalah epek-epekipun,

dariji

manis kaangkat, yen sampun kangkat, anjunjung darijinipun

3.

4.

(36)

manis wau, tandha kirang kawan dasa dinten, ing ngriku panggenaning ngawiyat, tegesipun angapunten, inggih

ngapunten

ingkang sami kalepatan,

utawi

nedha ngapunten ingkang sami kasakitaken manahipun.

5.

Ingkang kaping gangsal, yen kawawas darijinipun sampun

katingal

kalong,

ugel-ugel

sampun

katingal

pedhot,

tandha

kirang

sawulan,

ing

ngriku

panggenaning amatrapaken pikekahing ngelmu kasampurnan, kados

ingkang kasebut ing ngandhap punika: Iman

Tokit

Makripat

Islam

Tegesipun angandel, ingkang dipunandel kodratipun tegesipun kodrat kuwasa

Tegesipun

muhung

satunggal,

inggih punika pasrah dhateng iradat karsa

Tegesipun

waskitha, ingkang

dipun-waskithani

ngelminipun,

inggih

punika anguningani dununging dat, sipat, asma,

apngal.

1. Dat, tegesipun kandha

2.

Sipat, tegesipun rupa 3. Asma, tegesipun aran 4. Apngal, tegesipun pangerti

Tegesipun

wilujeng,

ingkang

wilujeng

punika

khayatipun,

tegesipun khayat: gesang,

dumunung wonten sipat

jalal,

jamal,

kahar, kamal.

1. Jamal, tegesipun Agung, ingkang agung

punika datipun

dene

anglimputi

ing ngalam sadaya.

(37)

2.

Jamal,

tegesipun

elek, ingkang

elok punika sipatipun dene dede jaler, dede

estri,

dede

wandu, sarta

boten arah, boten enggen, tanpa warna tanpa rupa. 3.

Kahar, tegesipun misesa,

ingkang

misesa punika asmanipun, dene boten

nama sinten-sinten.

4. Kamal, tegesipun sampurna, ingkang

sampurna

punika

apngalipun,

dene

saged gumelar sanalika pangertinipun, saking kiwasa tanpa sangsaya.

Menggah dunungipun makaten

Iman

:

Wonten ing eneng

Tokhid :

Wonten

ing

ening

Makrifat

:

Wonten

ing

awas

Islam :

Wonten

ing

engetan

6.

Ingkang kaping nem, yen sampun katinglal warninipun piyambak,

tandha kirang

satengah

wulan,

ing

ngriku panggenaning

pamuja,

aneges

karsanipun

ingkang kuwasa, patrapipun saben angangkat yen badhe sare,

pamujanipun kasebut ing ngandhap punika:

Ana pupujaningsun sawiji, date iya datingsun, sipate

iya

sipatingsun,

asmane

iya

asmaningsun apngale iya apngalingsun,

ingsun puja

ing

patemon

tunggal,

saka ananingsun, sampurna kalawan kodratingsun,

ing

ngriku

cinipta

ingkang

pinuja

satunggil, kadosta

:

bapa biyung, kaki

nini,

garwa putra wayah sasaminipun, ingkang dados

(38)

telenging

cipta,

sageda

nunggil

wonten jamaning

kalanggengan.

7.

Ingkang kaping

pitu,

yen sampun rumaos boten ajeng

punapa-punapa,

tondha

kirang

pendhak

dinten,

ingngriku panggenaninS tobat, patrapipun saben wungu sare kasebut ing ngandhap punika:

Ingsun ana

longsamaring

dat ingsun

dhewe, regeding sisi ingsun, gesehe atiningsun, serenging

napsuing-sun

,laline

ing

nguripingsun salawas-lawase,

ing

mengko

ingsun ruwat sampurna ing sadosaningsun kabeh, soko ing kodratingsun.

8.

Ingkang kaping wolu, yen keteking asta sampun boten

wonten,

tuwin

garbbeging

talingan

sampun

kandel,

punapa

dene wapramaya

ning kena

sampun

onyet,

pramananing

tingal

sampun

sepen,

andadosaken rengating

imbu, ing

wekasan pucuking

parsi

sampun karaos asrep, punika tondha sampun majad ing dinten

kiyamat, jtimeneng

kaliyan pribadi,

ing

ngriku

panggenanipun anucekaken sakathahing

anasir,

tegesipun anasir: bongso,

inggih punika

bangsanipun

khak,

dumunung wonten

ing dat

sipat

asma, apngal kadosta: anasir badan, asal sakin$

bumi,

latu,

angin,

toya, punika kacipta asuci mulya mantuk

dhateng

asalipun

sampurna,

anunggil

kaliyan

anasiring

roh, ingkang mondhok wonten kahananing wujud ngelmu

nur

suhud.

(39)

Tegesipun wujud: wahana, inggih punika erah, amargi erah punika dados kanyatananipun eroh.

Ngelmu,

tegesipun:

paningal

inggih

punika

paningalipun

netra balaka, amargi

tingal punika

dados

pamawasing roh.

Nur

tegesipun:

cahya,

inggih

punika

cahya

ing

kalimputi

ing

sarira,

amargi

cahya

punika

dados

pratandhaning roh.

Suhud tegesipun: saksi, inggih punika napas amargi

napas

punika

dados

saksinipun

roh

dene anggenipun anucekaken kasebut ing ngandhap punika.

Ingsun

anucekaken

sakaliring anasir kang

bangsa

jasmani, sukci

mulya sampurna anunggal

kalawan.

Sakaliring anasiringsun kang bangsa rokhani, nirmala wau

ya ing

kalawan

jati

dening kodratingsun

ing

badanipun, angusapa puser kaping

tiga, upami

karaos liwung kados

wuru,

angusapa

jaja

kaping Uga, upami karaos arip badhe

tilem,

angusapa

bathuk

kaping

tiga, upami

kraos badhe

supe, angusapa embun-embunan kaping

tiga,

ing

ngriku anempakna rasaning

jati

wisesa, tegesipun angeniraken angen-angen, sebab

punika

panggenanipun kadhatengan

rancana saking badanipun piyambak, inggih

punika

sadherek sakawan gangsal

pancer,

ing

ngriku

prayogi kamwata, kados ing ngandhap punika.

Ingsun angruwat kadangingsun papat kalima pancer,

dumunung ana ing badaningsun dhewe, kakang kawah adhi ari-ari, getih, puser, sakehing kadangingsun kang metu ing marga

ina, lan

kang ora metu saka

ing

marga

ina,

sarta kadangingsun

kang metu

bareng sadina, kabeh

padha

(40)

sampurna,

nir

mala waluya

ing

kahanan

jati,

kalawan kodratingsun.

Nunten asaksia kalawan datingsun piyambak, kasebut ing ngandhap punika:

Ingsun anakseni datingsun dhewe, satuhune ora ana

Pangeran, angin ingsun,

lan

satuhune Nabi Mukhammad

iku

utusaningsun,

iya

sajatine

kang aran

Allah

iku

badaningsun, iya ingsun kang eling ora kena lali, iya ingsun kang langgeng ora kena owah gingsir ing kahanan

jati,

iya ingsun kang waskitha

ora

kasamaran

ing

sawiji-wiji, iya ingsun kang amurba wisesa, kang kuwasa wicaksana ora

kukurangan

ing

pangerti,

byar:

sampurna

padhang terawangan, ora karasa apa-apa, ora katon apa-apa, mung ingsun ingkang anglimputi ing ngalam kabeh kalawan kodrat ingsun.

Yen

asampun makaten, cahya

nur

Mukhammad,

tumumn

gumilang-gilang wonten

ing

wadana,

ing

ngriku

panggenanipun angawinaken badan akaliyan nyawa, kasebut

ing

ngandhap punika:

Allah kang ngawinake winalen dening Rasul, pangulune Mukhammad, saksine Malaikat papat, iya

iku

ingsun kang ngawin badaningsun, sapatemon kalawan suksma ningsun, winalenan dening rahsaningsun,

Israpil

paningalingsun,

ngijrail

pamiyarsaningsun,

srikawine

sampurna

saka

kodratingsun.

Nunten anyiptaa

sangkan

paraning tanqjul

tarki, kasebut

ing

ngandhap punika:

Ingsun

mancad

saka

tingal, insan kamil,

tumeka marang ngalam ajsan,

nuli

tumeka marang ngalam misal,

(41)

nuli

tumeka marang ngalam arwah,

nuli

tumeka marang wakidiyat, nuli tumeka marang wahdat, nuli tumeka marang akadiyat,

nuli

tumeka marang ngalam insan kamil maneh,

sampurna padhang terawangan, saka ing kodratingsun. Yen sampun makaten nunten tata-tata dandos, kados

ing ngandhap punika:

1. Asidhakep suku tunggal, anutupi babahan nawa sanga,

darijining asta

sami

antuk ing

selaning

dariji,

jempol den aben sami jempol, lajeng tumumpang ing

jaja,

den

leresi sipataning

tengah

jaja,

salonjoring

suku

awit

jempol,

kapanggihaken

sami dhengkul kang

rapet,

pajaleran sapalandhunganipun

sinipat

kaliyan jempol suku, sampun ngantos katindhihan.

2.

Amawas pucuking grana den sipat ing

jaja

ing pusering jaleran ing jempol suku.

3.

Anarik napas king kiwa, mubeng anengen, saking tengen

mubeng ngina, kakumpulaken dados satunggal, wonten ing lintang johar, tegesipun ing puser, katarik nlanginggil leres kang asareh,

nunten

tinata

wonten maligenipun betal mukharam, tegesipun ing

jaja,

sampun ngantos tumpangsuh kumpuling napas, tan napas, anpas, nupus.

J.

Napas punika ta tangsuling

jisim,

dumunung wonten

ing

manah suweda, tegesipun woding

manah wahananipun dados angin.ingkang medal kemawon.

2.

Tan napas, punika ta tangsuling manah, dumunung wonten ing puser, wahananipun dados angin ingkang manjing kemawon.

3.

Anpas, punika

ta

tangsuling roh, dumunung wonten

ing jantung,

wahananipun dados

angin

ingkang wonten nglebet kemawon.

(42)

4.

Nupus, punika ta tangsuling rahsa, dumung wonten

ing

manah

puad kang

ngapethak,

inggih

punika wonten woding jajantung, wahananipun dados angin

ingkang anglimputi

sakaliring

jasmani,

akaliyan rokhani, yen sampun kumpul dados satunggal, napas,

tan

napas, anpas,

nupus, wau

lajeng katarik

manginggil

ingkang

alon,

kendel wonten

ing

maligenipun betal makmur, inggih punika ing sirah, kacipta mantun dados

nukat

ghaib.

4. Angeremaken netra, ingkang alon, angingkemaken lathi ingkang dhamis, Iidhah katekuk manginggil kapadalaken

ing

cethak, waja

gathuk

kasami waja ingkang aradin,

ing ngriku

nunten

angeningaken

cipta,

lajeng pasrah analangsa dhateng datipun piyambak.

Yen

sampun makaten, godhonging

kajeng

sajaratil

muntaha

rentah, redi tursina

rebah,

tegesipun punika talingan pangleh, graha mingkup,

ing ngriku

dhatengipun cahyaning napsu kawan prakawis, ingkang

rumiyin

cahya

cemeng,

nunten

cahya

abrit,

nunten cahyaning pramana, amanca warni dhatengipun, gumelar sareng cemeng, abrit, ijem,

jene,

pethak, sami anglimputi

ing

dating

karaton, ananging sadaya

punika

dede sejatosipun

karaton

kang

tinata

Maha

Mulya,

mila

ing

saderengipun kadhatengan cahya

punika,

kedah ambirata asaling cahya satunggal, kasampurnakaken

saking

kodrat

kita,

ingkang

supados

sampun ngantos kalimputan dening cahya,

ing

ngandhap punika pamberatipun.

4l

frar,"tl,r;/,,n

fu^

Ta<.^a/;fu,*t; 9.41 U/;";/

(43)

Cahya

ireng

kadayaning

napsu

luamah,

sumurup maring cahya kang abang, cahya abang kadayaning napsu amarah, sumurup maring cahya kang kuning, cahya kuning kadayaning napsu supyah,

sumump

maring cahya kang putih, cahya putih kadayaning napsu mutmainah, sumurup

maring

cahya

kang

amanca

warna

kadayaning napsu mutmainah, sumurup mAiing cahya kang amanca warrra kadayaning pramana

sumurup maring

dating cahyaning,

kang

awening

mancur

mancorong gumilang

tanpa

wawayangan, byar: sampurna padhang terawangan, ora ana

katon apa-apa, kabeh-kabeh padha kalimputan datingsun saka kodratingsun.

Sasampunipun makaten,

nunten

matrapna panjene-nganing dat kados ingkang kasebut ing ngandhap punika.

1. Angumpulaken kamula Gusti

Ingsun dating Gusti asipat

Esa,

kang anglimputi

ing kawula ningsun, tunggal dadi sakahanan, samprrrna saka

kodratingsun.

2.

Anuncekaken

Ingsun kang Amaha Suci, kang asipat langgeng ingkang amurba amisesa, kang kuwasa, kang sampurna nir mala waluya ing jatiningsun kalawan kodratingsun.

3.

Angrakit

Ingsun

dat

kang Maha

Luhur,

kang jumeneng Ratu

Agung, kang amurba amisesa, kang kuwasa, andadekake

ing karatoningsun. Kang Agung kang Maha Mulya, ingsun

wengku

sampurna

saka

praboningsun sakep saisen,

pepak

sabalaning kabeh,

ora ana

kang kukurangan,

(44)

4. 5. 6. 7. 8. 9.

byar: gumelar dadi saciptaningsun, ana sasedya ningsun, teka sakarsaningsun, saka kodratingsun.

Angracut

Jisimingsun kang

kari

ing

ngalam donya, yen

wis

ana

jam karamat, Kang Maha Mulya, wulu

kulit

daging getih balung sumsum sapanunggalane kabeh, asale saka ing cahya:

muliya

maring

cahya, sampurna

bali

marang ingsun maneh, saka

ing

kodratingsun.

Anarik

Yoganingsun

sapandhuwur

sapangisor,

kabeh

kang padha mulih ing jaman karamating ngalam dhewe-dhewe,

padha Suci Mulya sampurna kaya ingsun. Angukut

Ingsun

anandakake

ing

ngalam donya,

saisen-isene

kabeh, yen wis tutug ing wawangene ingsun kukut mulih,

naulya sampurna dadia sawiji kalawan kahananingsun maneh, saka kodratingsun.

Ambabar

Turasingsun

kang

padha

kari

ana

ing

ngalam donya

kabeh, padha nemua suka bungah, sugih ajana kang

kukurangan, rahayua

salameta

sapandhuwure

sapangisore saka kodratingsun. Amasang pengasihan

Sakehing

titah

ingsun kabeh, kang padha andulu, kang padha kapmngu, padha asih welasa marang ingsun, saka

kodratingsun. Amasang kamayan

Gambar

Gambar  nomor  enam belas adalah keadaan pada satu  tahun  kedua  disini keadaan  tulang-tulang  sudah  bersih.

Referensi

Dokumen terkait

18 Kita tahu bahwa orang yang telah menerima hidup baru dari Allah tidak terus-menerus berbuat dosa; Dia yang datang dari Allah memelihara dirinya dan si jahat tidak dapat

Tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya sekalipun seberat zarrah baik yang di langit maupun yang di bumi, yang lebih kecil dari itu atau yang lebih besar, semuanya (tertulis) dalam

Pada saliva lalat, epimastigote dapat membelah biner, lalu berubah menjadi bentuk trypomastigote metasiklik yang infektif (20 hr).... Text Book of

Juga, di satu sisi mereka meyakini ada 300 orang memiliki hubungan langsung dengan Imam Mahdi, padahal di sisi lain mereka berkeyakinan bahwa jika ada yang mengaku telah

Laporan yang

▪ Penderita laki-laki : obat diberikan 2x250 mg per hari selama 10 hari atau 2 gram dalam bentuk dosis tunggal yang diberikan malam hari. Pengobatan: Metronidazol,

a) Pada Schistosoma: stadium infektifnya serkaria, masuk ke hospes definitif melalui kulit yg tidak terlindungi pada saat berada dalam air. b) Pada Trematoda lain:

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT atas segala bentuk karunia, rahmat, nikmat, dan ridhoNya, sehingga Tugas Akhir dengan judul