• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedelai (Glysine max) merupakan salah satu komoditas. Residu Insektisida pada Kedelai dan Tanah Sawah Vertisol Bojonegoro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kedelai (Glysine max) merupakan salah satu komoditas. Residu Insektisida pada Kedelai dan Tanah Sawah Vertisol Bojonegoro"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Residu Insektisida pada Kedelai dan Tanah Sawah

Vertisol Bojonegoro

E. S. Harsanti1, S. Y. Jatmiko1, A. N. Ardiwinata2, dan J. Soejitno2 1Loka Penelitian Pencemaran Lingkungan Pertanian, Jakenan 2Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor

ABSTRACT. The Insecticide Residues on Soybean and Bojo-negoro Vertisol Lowland Soil. The improper use of pesticides has

a negative impact on the environment and it is hazardous for health. A field experiment was conducted in Bojonegoro during 2001 dry season, to determine the residue content of the insecticides in the Vertisol lowland, and the soybean crop, and its impact to the soil microorganisms. The experiment was arranged in a randomized block design, with three replicates and six treatments. The parameters measured were the agronomic parameter, the soybean seeds, the pod and leaf damage due to the pest attack, the insecticide residues in soil and soybean seeds, the population of total bacteria, and the soil res-piration. Applications of chlorfluazuron and cyhalotrin were not detected in soil and crop, however, it was effective to reduce the yield loss due to the pest attact. The application of chlorfluazuron insecticide reduced significantly the intensity of pod and leaf damages of soybean crop and highly affects the microorganism activity and the bacterial population neither total nor Rhizobium sp. The application of chlorfluazuron and cyhalotrin in the recommended rates is safer and more effective for the soybean cropping in the Vertisol lowland than that in the thiodicarb, BPMC, and the mixed of various insecticides. Key words: Insecticide residue, soil biota, soybean, rice field,

Vertisols.

ABSTRAK. Penggunaan insektisida yang tidak bijaksana berdampak

negatif terhadap lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia. Percobaan dilaksanakan di Bojonegoro pada musim kemarau 2001 untuk mengetahui kandungan residu insektisida dalam tanah sawah Vertisol, tanaman kedelai, dan dampaknya terhadap mikroorganisme tanah. Percobaan disusun dalam rancangan acak kelompok, enam perlakuan insektisida, tiga ulangan. Parameter yang diamati meliputi parameter agronomi, hasil, kerusakan polong dan daun, residu insek-tisida dalam tanah dan biji kedelai, populasi bakteri total, dan respirasi tanah. Selain tidak meninggalkan residu dalam tanah dan tanaman, insektisida klorfluazuron juga nyata mengurangi intensitas kerusakan pada polong dan daun kedelai, dan berpengaruh terhadap aktivitas mikroorganisme dan populasi bakteri Rhizobium sp. Pemberian insek-tisida klorfluazuron dan sihalotrin sesuai anjuran relatif lebih aman untuk pertanaman kedelai di tanah sawah Vertisol daripada insektisida tiodikarb, BPMC, atau penggunaan beberapa insektisida secara bergantian.

Kata kunci: Residu insektisida, biota tanah, kedelai, tanah sawah, Vertisol.

K

edelai (Glysine max) merupakan salah satu ko-moditas penting di Indonesia. Selain untuk bahan pangan, kedelai juga digunakan sebagai bahan baku industri dan pakan. Sebagai sumber protein na-bati, kedelai mengandung protein 30-40%.

Rata-rata hasil kedelai di Indonesia masih rendah, 1,2 t/ha. Untuk meningkatkan produksi kedelai maka

persyaratan pertumbuhan optimal harus dipenuhi, di antaranya tanaman harus terhindar dari serangan hama. Menurut Okada et al. dalam Djuwarso dan Harnoto (1998), terdapat 111 jenis serangga hama yang dapat menyerang tanaman kedelai dan beberapa di antara-nya berstatus hama penting, antara lain ulat grayak, lalat kacang, hama pengisap, dan penggerek polong.

Cara pengendalian hama kedelai yang umum di-lakukan petani adalah dengan menggunakan insek-tisida, karena cara pengendalian lain belum memberi-kan hasil yang nyata. Meskipun sistem perlindungan tanaman telah menganut konsep PHT, namun dalam prakteknya banyak petani menggunakan insektisida secara tidak bijaksana (Laba et al. 1998). Aplikasi in-sektisida pada tanaman kedelai relatif lebih sering di-lakukan dibanding tanaman padi. Aplikasi insektisida dilakukan secara teratur, seminggu sekali atau lebih, tanpa memperhatikan populasi hama sasaran maupun musuh alami di lapang. Aplikasi insektisida secara ber-lebihan dikhawatirkan berdampak kurang meng-untungkan. Bahkan masih banyak petani tanaman pangan dan sayuran menggunakan insektisida yang sudah dilarang (Djuwarso dan Harnoto 1998).

Insektisida yang umum digunakan petani untuk tanaman kedelai adalah monokrotofos, isosakthion, klorpirifos, klorfluazuron, diflubenzuron (Djuwarso dan Harnoto 1998). Hasil pengujian laboratorium me-nunjukkan bahwa populasi Etiella spp. dari daerah Bogor dan Banyuwangi tahan terhadap klorfluazuron dan diflubenzuron, sedangkan populasi E. zinckenella dari Yogyakarta, Bogor, dan Banyuwangi masih rentan terhadap insektisida dekametrin, sihalotrin, fentoat, endosulfan, dan tiodikarb (Samudra et al. 1993).

Penggunaan insektisida dalam proses produksi pertanian dapat mengakibatkan terjadinya residu pes-tisida dalam tanah, air, dan tanaman, yang selanjutnya dapat membahayakan kesehatan manusia. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan insektisida di dalam tanah antara lain adalah kemampuan absorpsi partikel tanah dan bahan organik, pencucian oleh air hujan, penguapan, degradasi atau aktivasi oleh jasad renik tanah, dekomposisi fisiko kimia oleh cahaya ma-tahari, dan translokasi melalui sistem hayati tanaman

(2)

maupun hewan ke lingkungan lain (Sethunathan dan Siddaranappa dalam Soejitno dan Ardiwinata 1999).

Penggunaan insektisida yang diarahkan pada ta-naman ternyata sebagian besar jatuh ke tanah. Peng-gunaan secara terus menerus menyebabkan akumulasi insektisida dalam tanah makin tinggi. Dalam periode 1950-1960 petani Indonesia banyak menggunakan in-sektisida golongan hidrokarbon berklor (organoklorin) seperti DDT, endrin, aldrin, dieldrin, heptaklor, dan gama BHC. Kelompok senyawa organoklorin tersebut mempunyai toksisitas dan persistensi yang sangat tinggi, bahkan metabolitnya dapat lebih persisten/ beracun daripada insektisidanya sendiri, terutama DDT (Soerjani 1990).

Di daerah Karawang ditemukan residu heptaklor, endrin, dieldrin, dan aldrin di atas ambang toleransi maksimum (Ardiwinata et al. 1997). Pencemaran klor-pirifos, diazinon, diklorfos, endosulfan, fenitrotion, fention, dan lindan di tanah yang ditanami sayuran di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan telah menunjukkan konsentrasi residu 0,001-0,10 ppm untuk golongan organofosfat dan 0,013-0,08 ppm untuk golongan organoklorin (Soekardi 1988). Angka tersebut telah mencapai batas maksimum residu (BMR), terutama untuk organo-klorin.

Pada tahun 1987 ditemukan residu dari enam jenis pestisida dalam biji kedelai yang berasal dari beberapa pasar di Jawa Barat dan pada tahun 1997 dari sembilan jenis pestisida (Ardiwinata et al. dalam Soejitno 2002; Samudra et al. dalam Soejitno 2002), meskipun kon-sentrasinya masih di bawah batas maksimum residu (BMR). Keenam pestisida yang residunya teridentifi-kasi pada tahun 1987 adalah BHC, dieldrin, klorpirifos, fenthion, BPMC, MIPC; sedangkan pada tahun 1997 adalah BHC, DDE, endosulfan, heptaklor, fenthion, diazinon, karbaril, karbofuran, BPMC.

Insektisida cenderung menumpuk pada lapisan olah tanah (10-20 cm), karena lapisan tersebut relatif mengandung bahan organik lebih banyak, sehingga insektisida mudah diabsorbsi dan sukar keluar (Connel and Miller dalam Soejitno et al. 1997; Laba et al. 1998). Makin tinggi kandungan bahan organik tanah, makin tinggi pula kandungan insektisida. Informasi dampak penggunaan insektisida pada tanaman palawija khususnya kedelai di Indonesia masih sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat residu insektisida tertentu pada tanah sawah Vertisol, tanaman kedelai, dan dampaknya terhadap mikro-organisme tanah.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di lahan sawah Pekuwon, Kec. Sumberejo, Kab. Bojonegoro, Jawa Timur, MK 2001, pada jenis tanah Vertisol. Ciri-ciri tanah Vertisol di lo-kasi percobaan adalah bertekstur liat dengan dominasi fraksi liat, reaksi tanah termasuk netral, kandungan C-organik dan N-total rendah, kandungan P terekstrak Olsen dan HCl 25% sedang, kapasitas tukar kation tinggi dengan basa-basa dapat ditukar tinggi hingga sangat tinggi, kecuali K rendah (Tabel 1).

Percobaan disusun menggunakan rancangan acak kelompok dengan enam perlakuan dan empat ulang-an. Keenam perlakuan tersebut yaitu kontrol atau tanpa insektisida (P1), tiodikarb (P2), BPMC (P3), klorfluazuron (P4), sihalotrin (P5), cara petani dengan menggunakan P2 + P3 + P4 + P5 secara bergantian atau campuran (P6). Perlakuan campuran merupakan penggunaan insektisida yang umum dilakukan petani kedelai di Bojonegoro, di mana insektisida tertentu diberikan secara bergantian. Tiodikarb dan BPMC merupakan insektisida golongan karbamat, sedangkan klorfluazuron dan sihalotrin termasuk insektisida golongan trifluorometil atau piretroid.

Insektisida yang diperlakukan didasarkan pada penggunaan secara umum oleh petani pada tanaman kedelai di Kabupaten Bojonegoro yaitu insektisida for-mulasi Larvin 75 WP (tiodikarb), Bassa 50 EC (BPMC), Atabron 50 EC (klorfluazuron), Matador 25 EC (siha-lotrin), dengan dosis anjuran masing-masing 3 g/l, 2

Tabel 1. Sifat fisik dan kimia tanah Vertisol Pekuwon, Bojonegoro,

2001

Parameter Nilai Kriteria*

Tekstur : Pasir (%) 8 -Debu (%) 25 -Liat (%) 67 -Kelas - liat pH : H2O (1:1) 7,6 netral KCl (1:1) 6,7 netral C-organik (%) 1,40 rendah N-total (%) 0,24 rendah Ekstrak HCl 25% P2O5 (mg/100 g) 95 sedang K2O (mg/100 g) 15 rendah P Olsen (ppm) 40 sedang KTK (me/100 g) 50,99 tinggi

Kation dapat ditukar (me/100 g)

Ca 50,04 sangat tinggi

Mg 10,43 sangat tinggi

K 0,22 rendah

Na 1,32 sedang

Kejenuhan basa (%) > 100 sangat tinggi * Kriteria kesuburan tanah menurut Pusat Penelitian Tanah (1983).

(3)

ml/l, 1,35 ml/l, 0,5 ml/l. Pemberian insektisida dilaku-kan tiga kali yaitu 2, 4, dan 6 minggu setelah tanaman tumbuh.

Varietas kedelai yang digunakan adalah Wilis, di-tanam 7 Juli 2001 sebanyak 2-3 butir setiap lubang dengan jarak tanam 40 x 10 cm pada masing-masing petak berukuran 4 x 8 m. Persiapan lahan dilakukan dengan cara olah tanah minimum (sekali bajak), di-lanjutkan dengan perataan lahan dan pembuatan pe-takan (plotting). Penyiangan dilakukan secara manual. Tanaman tidak diberi pestisida (herbisida, fungisida, insektisida) lain selama pertumbuhannya, kecuali in-sektisida yang diperlakukan.

Pemberian pupuk N, P dan K dilakukan dengan takaran 23 kg N, 34,5 kg P2O5, dan 45 kg K2O/ha. Pupuk N diberikan dua tahap, 1/2 N sebelum tanam dan 1/2 N saat berbunga. Pupuk P dan K diberikan sekaligus se-belum tanam. Tanaman dipanen pada tanggal 8 September 2001.

Pengamatan dan Pengambilan Contoh Pengambilan contoh tanah dan tanaman untuk pe-ngamatan biota dalam tanah dan analisis residu insek-tisida dilakukan sebelum perlakuan awal dan sesudah panen. Contoh diambil secara diagonal sebanyak empat satuan contoh dengan ukuran 50 x 50 cm tiap petak. Tinggi tanaman menjelang panen diukur dari 16 tanaman per petak. Komponen hasil yang diukur adalah jumlah polong total dan polong isi per tanaman, serta bobot 100 butir dari 10 contoh tanaman per petak. Hasil ditentukan dengan cara ubinan berukuran 2 x 6 m untuk masing-masing petak dan dilakukan peng-ujian kadar air biji. Persentase kerusakan polong dan daun pada masing-masing petak juga dicatat terutama pada fase pengisian polong.

Pengambilan contoh tanah untuk pengamatan biota tanah dilakukan dengan cara mengambil contoh tanah ±1 kg/petak secara komposit pada kedalaman

±25 cm di sekitar daerah perakaran. Contoh tanah dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label (lokasi, tanggal, jenis tanaman). Contoh di bawa ke laboratorium biologi tanah IPB Bogor untuk identifikasi populasi bakteri total (metode agar nutrien) dan bak-teri Rhizobium sp (metode agar yeast extract manitol), analisis kandungan nitrat tanah, dan respirasi tanah (metode jar).

Respirasi tanah diukur dengan cara memasukkan contoh tanah sebanyak 100 g berat kering mutlak ke dalam gelas piala volume 1000 ml. Ke dalam gelas piala tersebut dimasukkan dua buah gelas piala 20 ml yang masing-masing berisi 5 ml larutan KOH 0,1 N dan 10 ml H2O. Gelas piala 1000 ml ditutup rapat dan diinkubasi selama 1 minggu dalam ruang gelap. Selanjutnya

la-rutan KOH dan H2O masing-masing dititrasikan dengan larutan HCl. Respirasi tanah (mg C-CO2/g/hari) dapat ditetapkan menggunakan rumus sebagai berikut:

Respirasi tanah = [(A-B).N.120].1/t di mana

A : ml HCl contoh tanah B : ml HCl blanko N : normalitas HCl

t : lama inkubasi dalam hari Analisis Residu Insektisida

Contoh tanah dan biji kedelai untuk residu insek-tisida diambil di sekitar pengambilan contoh untuk pengamatan biota tanah. Contoh tanah dan biji kedelai dianalisis di Laboratorium Toksikologi Balitbio Bogor untuk mengukur kandungan residu insektisida dengan menggunakan alat kromatografi gas dan HPLC (High

Pressure Liquid Chromatography) yang dilengkapi

detektor, sesuai dengan jenis pestisida yang dianalisis. Tingkat residu insektisida ditetapkan berdasarkan batas maksimum residu (BMR) menurut Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Kesehatan pada tahun 1996. Tahapan analisis residu insektisida mengikuti prosedur standar dan mengacu pada me-tode baku Komisi Pestisida (1997).

Penetapan Residu Insektisida

Menurut Komisi Pestisida (1997), kandungan residu insektisida pada contoh tanah dan biji kedelai dihitung menggunakan rumus berikut:

Residu (ppm) = (Ks . Ac . Vis .Vfc) / (As . Vic . B) di mana

Ac : luas puncak contoh As : luas puncak standar

Vic : volume larutan contoh yang disuntikan (µl) Vis : volume larutan standar yang disuntikan (µl) Ks : konsentrasi larutan standar (µg/ml)

B : bobot atau volume awal contoh (mg atau ml) Vfc : volume pengenceran (ml)

Kondisi kromatografi gas cairan untuk analisis re-sidu insektisida adalah kromatografi gas cairan bertipe Shimadzu GC-4CM dengan suhu injektor 230oC, suhu kolom 220oC, jenis kolom OV-17 Chromosorb WAW 1,5 m, kecepatan alir gas N2 40 ml/menit, sensitivitas 4 x 102 MΩ, dan detektor ECD (organoklorin, karbamat, piretroid) atau FPD (organofosfat).

(4)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Residu Insektisida

Residu insektisida yang teramati pada tanah Vertisol sebelum percobaan berlangsung adalah dari golongan organoklorin dan organofosfat (aldrin, lindan, endosulfan, profenofos, dan klorpirifos) (Tabel 2). Kon-sentrasi residu aldrin dan profenofos relatif lebih tinggi daripada lindan, endosulfan, dan klorpirifos. Kon-sentrasi residu aldrin dan profenofos sebelum tanam kedelai relatif tinggi dibanding residu insektisida yang lain. Masih ditemukannya insektisida dalam tanah ber-kaitan dengan frekuensi penggunaan insektisida yang tinggi dan cenderung berlebihan pada pertanaman se-belumnya dalam pola padi-padi-kedelai. Menurut Laba

et al. (1998), insektisida golongan organoklorin seperti

aldrin dan lindan telah digunakan secara meluas oleh petani di Indonesia sejak 1950-60. Jenis insektisida ter-sebut mempunyai toksisitas dan persistensi yang sangat tinggi.

Residu insektisida dalam tanah setelah panen kedelai yang teramati adalah tiodikarb, BPMC, aldrin, lindan, klorpirifos, sedangkan residu endosulfan dan profenofos tidak teramati. Tidak ditemukannya residu endosulfan dan propenofos diduga akumulasi insek-tisida tersebut dalam tanah bersifat ’spot’ dan tidak menyebar kedalam masing-masing petakan. Konsentrasi residu Aldrin pada perlakuan insektisida campuran lebih tinggi daripada perlakuan lainnya dan telah mleibihi BMR (Tabel 2). Ikatan antara senyawa pestisida dengan permukaan liat dan atau bahan organik di mana pestisida golongan organoklorin relatif lebih kuat ikatannya daripada golongan organofosfat. Hal ini mempengaruhi perilaku pestisida dalam tanah dan lingkungan. Klorpirifos dan profenofos setelah panen kedelai tidak terdeteksi diduga akibat hilang baik melalui

pencucian atau proses volatilisasi (Himel et al. 1990). Konsentrasi residu aldrin pada perlakuan insektisida campuran lebih tinggi daripada perlakuan lainnya dan telah melebihi BMR (Tabel 2). Konsentrasi residu insektisida dalam tanah setelah panen kedelai adalah 0,0065-0,0415 ppm untuk aldrin, 0,0043-0,0077 ppm untuk lindan, dan 0,0047-0,0055 ppm untuk klorpirifos. Residu klorpirifos hanya teramati pada perlakuan kontrol, sihalotrin, dan campuran. Sedangkan insektisida yang masih berada dalam tanah setelah tanaman kedelai dipanen yaitu tiodikarb dan BPMC, meskipun kon-sentrasinya di bawah batas maksimum residu (BMR). Insektisida klorfluazuron dan sihalotrin tidak me-ninggalkan residu dalam tanah.

Insektisida yang terangkut ke dalam tanaman dan terakumulasi dalam biji kedelai adalah tiodikarb, BPMC, lindan, dan klorpirifos dengan konsentrasi residu di bawah BMR (Tabel 3). Residu klorpirifos hanya ter-amati pada perlakuan kontrol, sihalotrin, dan campur-an, sedangkan residu lindan hanya teramati pada per-lakuan tiodikarb, klorfluazuron, dan sihalotrin. Persis-tensi klorpirifos yang bersama-sama diazinon dan metil paration termasuk golongan organofosfat di alam, di-perkirakan satu hingga beberapa bulan lebih lama dibandingkan karbofuran. Golongan karbamat seperti karbofuran mempunyai persistensi kurang dari 2 minggu (Komisi Pestisida 1995).

Residu tiodikarb dan BPMC juga ditemukan pada biji kedelai, sedangkan residu klorfluazuron dan siha-lotrin tidak ditemukan. Meskipun konsentrasi residu masih rendah, namun ini merupakan indikasi bahwa tidak semua insektisida dapat terdegradasi dalam tanah. Masih tertinggalnya senyawa insektisida dalam jaringan tanaman menunjukkan bahwa insektisida ter-sebut relatif lebih tahan terhadap degradasi oleh mikro-organisme dalam tanah (Alexander 1994). Senyawa organoklorin relatif lebih tahan dan bersifat lebih toksik

Tabel 2. Residu insektisida pada tanah sawah Vertisol yang ditanami kedelai, Pekuwon, Bojonegoro, MK 2001.

Konsentrasi residu insektisida (ppm) Perlakuan

insektisida Tiodikarb BPMC Klorfluazuron Sihalotrin Aldrin Lindan Endosulfan Profenofos Klorpirifos

Sebelum tanam - - - - 0,0422 0,0124 0,0014 0,0918 0,0115 Setelah panen Kontrol - - - - 0,0075 0,0054 - - 0,0055 Tiodikarb 0,0076 - - - 0,0065 0,0043 - - -BPMC - 0,0121 - - 0,0102 0,0055 - - -Klorfluazuron - - - - 0,0097 0,0077 - - -Sihalotrin - - - - 0,0107 0,0063 - - 0,0047 Campuran1) - 0,0072 - - 0,0415 0,0066 - - 0,0051 1)

Perlakuan campuran terdiri atas tiodikarb + BPMC + klorfluazuron + sihalotrin secara bergantian. -= tidak terdeteksi

(5)

dengan presistensi lebih tinggi dibandingkan senyawa organofosfat, karbamat, piretroid (Brady 1985).

Dibandingkan dengan organoklorin (DDT, klordan, dieldrin), insektisida organofosfat dan karbamat mem-punyai persistensi lebih rendah dan waktu tinggal dalam tanah relatif tidak lama. Waktu paruh insek-tisida organoklorin umumnya 21-180 hari, sedangkan insektisida organofosfat, karbamat, dan piretroid masing-masing berkisar 1-120, 1-50, dan 3-30 hari (Weber 1994). Insektisida organofosfat dan karbamat dalam tanah lebih cepat terdegradasi daripada insek-tisida organoklorin yang mempunyai sifat biodegradasi rendah dan persistensi tinggi. Insektisida organoklorin memiliki afinitas kuat terhadap komponen koloid bahan organik dalam tanah (Connell and Miller 1995). Masih tertinggalnya insektisida organoklorin dan organofosfat dalam tanah sawah Vertisol untuk jangka waktu lama diduga akibat terjadi ikatan senyawa insek-tisida dengan permukaan liat dan bahan organik tanah, baik melalui ikatan elektrostatis, hidrogen, kompleks atau van der waals (Koskinen and Harper 1990). Ke-cenderungan insektisida dijerap tanah sebagian besar bergantung pada karakteristik insektisida dan tanah. Gugus fungsional tertentu seperti -OH, -NH2, -NHR, -CONH2, -COOR, dan-NR3 terdapat dalam struktur mo-lekul jerapan kimia tanah, terutama pada humus tanah. Ikatan hidrogen dan protonasi mempengaruhi besar-nya jerapan insektisida oleh permukaan liat tanah (Bolt and Brugenwert 1978). Tanah Vertisol yang didominasi oleh muatan negatif pada permukaan internal dan eksternal liat montmorilonit tipe 2:1 memungkinkan terjadinya ikatan elektrostatis antara permukaan liat dan kation senyawa insektisida. Akibatnya, insektisida yang jatuh ke tanah etap tinggal dalam tanah lebih lama sebelum dirombak oleh mikroorganisme (Brady 1985). Beberapa insektisida organofosfat dan karbamat lambat terdegradasi akibat terjerap pada permukaan liat tanah yang didominasi oleh muatan negatif. Insek-tisida tersebut diduga terjerap melalui ikatan hidrogen

akibat adanya protonasi gugus fungsional molekul in-sektisida. Beberapa pestisida seperti diquat dan para-quat yang cenderung membentuk kation juga dijerap liat silikat. Jerapan insektisida oleh liat yang mem-bentuk kation basa bergantung pada pH tanah (Connell and Miller 1995).

Pertumbuhan dan Hasil Kedelai

Pertumbuhan kedelai nyata lebih baik pada petak yang diberi insektisida (p < 0,05), terutama pada per-lakuan tiodikarb dan BPMC. Pada perper-lakuan insektisida, tanaman nyata lebih tinggi daripada tanpa insektisida. Pada petak kontrol, tingkat serangan hama lebih tinggi daripada petak dengan insektisida. Hal ini dapat meng-hambat proses fisiologis tanaman, seperti metabolisme. Terhambatnya metabolisme tanaman dapat meng-ganggu proses penyerapan hara yang berakibat pada penurunan pertumbuhan tanaman (Fitter and Hay 1981). Pertumbuhan tanaman terbaik diperoleh pada perlakuan tiodikarb dan BPMC (Tabel 4).

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa komponen hasil tanaman tidak nyata dipengaruhi oleh pemberian insektisida, kecuali jumlah polong isi (Tabel 4). Pengaruh langsung dari pemberian insektisida ter-lihat pada tingkat serangan hama utama kedelai pada polong dan daun. Intensitas kerusakan polong tidak nyata dipengaruhi oleh pemberian insektisida, sedang-kan pemberian insektisida nyata menurunsedang-kan inten-sitas kerusakan daun. Kerusakan pada daun dapat me-nyebabkan berkurangnya proses fotosintesis, sehingga asimilat yang akan ditimbun dalam biji berkurang pula. Tanpa insektisida, tingkat kerusakan polong dan daun lebih tinggi daripada perlakuan insektisida. Di antara perlakuan insektisida tersebut, tingkat kerusakan polong dan daun yang relatif tinggi ditemukan pada perlakuan BPMC, diikuti perlakuan campuran dan tiodikarb (Tabel 5).

Tabel 3. Residu insektisida dalam biji kedelai di Pekuwon, Bojonegoro, MK 2001.

Konsentrasi residu insektisida (ppm) Perlakuan

Tiodikarb BPMC Klorfluazuron Sihalotrin Aldrin Lindan Endosulfan Profenofos Klorpirifos

Kontrol - - - 0,0010 Tiodikarb 0,0009 - - - - 0,0003 - - -BPMC - 0,0017 - - - -Klorfluazuron - - - 0,0007 - - -Sihalotrin - - - 0,0006 - - 0,0011 Campuran1) - 0,0011 - - - 0,0015 BMR2) 0,20 0,20 0,10 0,02 0,02 1,00 0,50 0,05 0,10

1) Perlakuan campuran terdiri atas tiodikarb + BPMC + klorfluazuron + sihalotrin secara bergantian 2) BMR= batas maksimum residu untuk kacang-kacangan, biji-bijian (SK bersama Mentan & Menkes 1996)

(6)

Pemberian insektisida tidak nyata mempengaruhi hasil kedelai, tetapi cenderung meningkatkan hasil. Pemberian insektisida dapat mengurangi kehilangan hasil akibat serangan hama. Kehilangan hasil merupa-kan selisih antara hasil tanaman dengan insektisida dan hasil tanaman tanpa insektisida, berkisar antara 0,05-0,31 t/ha (Tabel 4).

Dikaitkan dengan mudah tidaknya terdegradasi dalam tanah, maka insektisida klorfluazuron dan siha-lotrin dapat dipertimbangkan untuk digunakan dalam pengendalian hama kedelai. Hasil relatif tinggi dan tidak ditemukan residu dalam tanah dan tanaman jika menggunakan insektisida klorfluazuron dan sihalotrin.

Aktivitas Mikroorganisme Tanah

Pengaruh pemberian insektisida terhadap aktivitas dan populasi mikroorganisme dalam tanah sawah Ver-tisol cukup beragam. Aktivitas mikroorganisme dalam tanah banyak terkait dengan tingkat respirasi tanah. Perlakuan insektisida umumnya meningkatkan res-pirasi atau aktivitas mikroorganisme tanah. Insektida yang diperlakukan umumnya mudah terdegradasi, se-hingga tidak banyak mempengaruhi mikroorganisme tanah. Akibatnya, mikroorganisme menggunakan karbon dari rantai karbon senyawa insektisida yang dipecahkan sebagai sumber energi (Alexander 1994). Pemberian berbagai jenis insektisida secara bergantian menyebabkan respirasi tanah lebih rendah daripada menggunakan satu jenis insektisida. Akibat pemberian insektisida tertentu, sebagian mikroorganisme tanah yang toleran terhadap insektisida dapat merombaknya, sedangkan sebagian lain akan mati akibat sifat toksik senyawa insektisida tersebut. Penggunaan insektisida dari berbagai jenis dapat mengganggu keberadaan mikroorganisme, terutama mikroorganisme yang menguntungkan kesuburan tanah (Madhun and Freed 1990).

Meskipun aktivitas mikroorganisme pada perlaku-an campurperlaku-an lebih rendah daripada perlakuperlaku-an

insek-tisida lainnya (tiodikarb, BPMC, klorfluazuron, siha-lotrin), namun populasi bakteri total pada perlakuan tersebut justru tertinggi (76 x 106 SPK/g tanah). Hal ini diduga pemberian insektisida secara campuran secara bergantian dapat mengurangi efektivitas residu pes-tisida dalam tanah sehingga bakteri tertentu toleran terhadap residu pestisida dan beradaptasi dengan ling-kungan (Wagenet and Rao 1990). Populasi bakteri total pada perlakuan klorfluazuron (42,5 x 106 SPK/g tanah) lebih tinggi daripada perlakuan tiodikarb, BPMC, dan sihalotrin, dengan aktivitas mikroorganisme dalam tanah juga lebih tinggi (5,76 mg C-CO2/g/hari) seperti terlihat pada Tabel 6.

Populasi bakteri total pada perlakuan campuran (P6) adalah yang tertinggi, tetapi jumlah bakteri pe-nambat N2 pada tanaman kedelai (Rhizobium sp) justru lebih sedikit dibanding klorfluazuron, BPMC, tiodikarb, dan hampir sama jumlahnya dengan per-lakuan sihalotrin. Populasi Rhizobium sp tertinggi di-temukan pada perlakuan klorfluazuron yaitu 15 x 106 SPK/g tanah (Tabel 6). Penggunaan berbagai insek-tisida secara bergantian dapat menurunkan aktivitas bakteri Rhizobium, sehingga proses penambatan

ni-Tabel 4. Pertumbuhan dan hasil kedelai pada beberapa perlakuan insektisida di Pekuwon, Bojonegoro MK 2001.

Perlakuan Tinggi tanaman Jumlah polong Polong isi per Bobot 100 butir Jumlah bintil Hasil biji (cm) per tanaman tanaman (%) (g) per tanaman (t/ha)

Kontrol 70,4 a 26,6 a 63,1 a 8,23 a 17,8 a 1,32 a Tiodikarb 80,5 b 31,4 a 77,9 b 8,30 a 23,5 a 1,59 a BPMC 80,2 b 29,2 a 59,9 a 8,20 a 21,9 a 1,37 a Klorfluazuron 75,7 ab 28,7 a 55,6 a 8,40 a 24,7 a 1,63 a Sihalotrin 78,9 ab 27,0 a 64,3 a 8,17 a 15,7 a 1,48 a Campuran1) 74,7 ab 26,1 a 63,1 a 8,40 a 22,3 a 1,63 a KK (%) 5,9 12,7 10,6 3,4 28,7 11,1

Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT

1) Perlakuan campuran terdiri atas tiodikarb + BPMC + klorfluazuron + sihalotrin yang digunakan secara bergantian

Tabel 5. Intensitas kerusakan polong dan daun kedelai saat

tanaman berumur 62 HST pada perlakuan insektisida di Pekuwon, Bojonegoro, MK 2001. Intensitas kerusakan (%) Perlakuan Daun Polong2) Kontrol 71,34 c 12,76 a Tiodikarb 23,28 ab 3,78 a BPMC 52,96 bc 10,50 a Klorfluazuron 11,91 a 0,05 a Sihalotrin 22,43 ab 0,35 a Campuran1) 39,83 ab 4,10 a

Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT

1)

Perlakuan campuran terdiri atas tiodikarb + BPMC + klorfluazuron + sihalotrin yang digunakan secara bergantian

(7)

trogen dari udara dapat terhambat akibat berkurang-nya jumlah bintil akar (Madhun and Freed 1990).

Respirasi tanah dan populasi bakteri total pada petak tanpa insektisida tergolong rendah. Hal ini di-duga akibat akumulasi insektisida organoklorin dan organofosfat dalam tanah yang berpengaruh terhadap keberadaan mikroorganisme tanah (Madhun and Freed 1990). Pemberian insektisida tertentu dapat me-nyebabkan terjadinya pertukaran senyawa insektisida pada tapak pertukaran partikel tanah atau bahan or-ganik tanah, atau terjadi peristiwa penyelaputan (coating) (Koskinen and Harper 1990). Penyelaputan insektisida sebelumnya dengan senyawa insektisida baru mampu meningkatkan aktivitas mikroorganisme dan populasi bakteri sebelum insektisida yang di-tambahkan terombak seluruhnya.

KESIMPULAN

1. Insektisida yang mudah terdegradasi dalam tanah (golongan karbamat dan piretroid) relatif aman digunakan pada tanaman kedelai dan tidak meninggalkan residu dalam tanah dan tanaman. 2. Tingkat residu insektisida yang terendah dalam

tanah meningkatkan aktivitas dan populasi bakteri total dan Rhizobium sp.

3. Insektisida klorfluazuron relatif aman digunakan untuk mengendalikan hama tanaman kedelai se-cara kimiawi, efektif menekan organisme peng-ganggu, dan efektif menekan tingkat kehilangan hasil tanaman.

4. Intensitas kerusakan pada polong dan daun tanam-an kedelai ytanam-ang diberi insektisida klorfluazuron nyata lebih rendah daripada insektisida lainnya. 5. Residu aldrin, lindan, klorpirifos masih teramati

pada pertanaman kedelai dengan konsentrasi residu lebih rendah dari batas maksimum residu (BMR).

DAFTAR PUSTAKA

Alexander, M. 1994. Biodegradation and bioremediation. Academic Press. New York. 544 p.

Ardiwinata, A.N., N. Umar, dan N. Handayani. 1997. Residu insektisida organoklorin, organofosfat, dan karbamat dalam beras dan kedelai di beberapa pasar di DKI Jakarta. Prosiding Seminar Nasional PEI Cabang Bogor. p.346-347.

Brady, N.C. 1985. The nature and properties of soils. Ninth Edition. MacMillan Publ. Co. New York. 750 p.

Bolt, G.H., and M.G.M. Bruggenwert. 1978. Soil chemistry a basic element. Elsevier Scincetific Publ. Company. New York. 281p. Connell, D.W., and G.J. Miller. 1995. Chemistry and ecotoxicology of

pollution. A Wiley-Interscience Publ. New York. 520 p. Damardjati, D.S., S. Widowati, dan H. Taslim. 1996. Soybean

pro-cessing and utilization in Indonesia. IARD Journal 18(1):13-25. Djuwarso, T., dan Harnoto. 1998. Strategi pengendalian penggerek

polong kedelai Etiella spp. Jurnal Litbang Pertanian XVII(3) : 90-98.

Fitter, A.H., and R.K.M. Hay. 1981. Environmental physiology of plants. Academic Press. London. 421 p.

Himel, C.M;H. Lo ats, & G.W. Barley. 1990. Pesticide source to the soil & principle of spray physics. p. 7-50 In Cheng, HH (ed.). Pesticides in the soil environment: Processes, Impact, and Modelling. Soil Sci.Soc.Am, Inc. Madison, Wisconsin, USA. Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Kesehatan. 1996.

Batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman. Jakarta. 117p. Komisi Pestisida. 1995. Pestisida untuk pertanian dan kehutanan.

Departemen Pertanian. Jakarta. 286p.

Komisi Pestisida. 1997. Metode pengujian residu pestisida dalam hasil pertanian. 377p.

Koskinen, W.L. and S.S. Harper. 1990. The retention process: Mechanisms. p. 51-77 In Cheng, H.H. (Ed.). Pesticides in the Soil Environment: Processes, impacts and modeling. Madison, Wisconsin. Soil Sci. Soc. of America.

Laba, I.W., D. Kilin, dan D. Soetopo. 1998. Dampak penggunaan insektisida dalam pengendalian hama. J. Litbang Pertanian XVII (3):99-107.

Madhun, Y.A. and V.H. Freed. 1990. Impact of pesticides on the environment. p. 429-466 In Cheng, H.H. (Ed.). Pesticides in the Soil Environment Processes, impacts and modeling. Madison, Wisconsin. Soil Sci. Soc. of America.

Samudra, I.M., Sutrisno, dan Harnoto. 1993. Kerentanan penggerek polong kedelai Etiella zinckenella Treit. populasi Bogor, Yogyakarta, dan Banyuwangi terhadap insektisida. Seminar Balittan Bogor. 10p.

Soejitno, J. 2002. Pesticide residues on food crops and vegetables in Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 21(4):124-132.

Tabel 6. Aktivitas dan populasi bakteri serta kandungan nitrat setelah panen kedelai dengan beberapa perlakuan insektisida di Pekuwon,

Bojonegoro, MK 2001.

Respirasi tanah NO3- Populasi bakteri (106 SPK/g tanah)2)

Perlakuan mg C-CO2/g/hari (ppm)

Total Rhizobium sp Kontrol 2,28 150,0 19,5 11,5 Tiodikarb 5,52 150,0 13,0 11,5 BPMC 5,40 210,1 11,5 12,5 Klorfluazuron 5,76 210,1 42,5 15,0 Sihalotrin 5,28 390,1 20,0 6,0 Campuran1) 2,40 210,1 76,0 6,5 1)

Perlakuan campuran terdiri atas tiodikarb + BPMC + klorfluazuron + sihalotrin yang digunakan secara bergantian,

(8)

Soejitno, J., S.Y. Jatmiko, A.N. Ardiwinata, dan D. Kusdiaman. 1997. Pencemaran pestisida pada agroekosistem lahan irigasi dan tadah hujan. Laporan Hasil Penelitian LPTP Jakenan. Puslit-bangtan. Bogor. 16p.

Soejitno, J. dan A.N. Ardiwinata. 1999. Residu pestisida pada agro-ekosistem tanaman pangan. p. 72-90 Dalam S. Partohardjono, J. Soejitno, dan Hermanto (eds.). Menuju Sistem Produksi Padi Berwawasan Lingkungan. Risalah Seminar Hasil Penelitian Emisi Gas Rumah Kaca dan Peningkatan Produktivitas Padi di Lahan Sawah. Bogor 24 April 1999. Puslitbangtan. Bogor. Soekardi, M. 1988. Pesticide residue control and monitoring in

Indonesia. Proc. SEA Pesticide Management and Integrated Pest Management. Workshop Feb. 23-27, 1987. Pattaya, Thailand. p. 373-378.

Soerjani, M. 1990. Perlindungan tanaman menunjang pertanian tangguh dan kelestarian lingkungan. 20 tahun PT Agricon. Edisi Pertama.

Suastika, D.K.S., dan R. Nur Suhaeti. 2001. Swasembada pangan, mungkinkah? Warta Litbang Pertanian 23(4):6-8.

Weber, J.B. 1994. Properties and behaviour of pesticides in soil. p. 15-41. In R.C. Honeycutt and D.J. Schabacker (Eds.). Mechanisms of Pesticide Movement into Groundwater. Lewis Publishers. London.

Wagenet, R.J.& P.S.C. Rao.1990. Modeling Pesticide Rate in Soils. p. 351-399 In Cheng, HH (ed.). Pesticides in the soil environment: Processes, Impact, and Modelling. Soil Sci.Soc.Am, Inc. Madison, Wisconsin, USA.

Gambar

Tabel 1.  Sifat fisik dan kimia tanah Vertisol Pekuwon, Bojonegoro, 2001
Tabel 2.  Residu insektisida pada tanah sawah Vertisol yang ditanami kedelai, Pekuwon, Bojonegoro, MK 2001.
Tabel 3.  Residu insektisida dalam biji kedelai di Pekuwon, Bojonegoro, MK 2001.
Tabel 5.  Intensitas kerusakan polong dan daun kedelai saat tanaman berumur 62 HST pada perlakuan insektisida di Pekuwon, Bojonegoro, MK 2001
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sejumlah pengukuran seperti kadar oksigen, lamanya pemakaian ventilasi, setting ventilasi, termasuk tekanan tahanan nafas, rasio frekuensi nafas dengan volume tidal (RSBI =

oleh search engines (Google, Live Search/Bing), jumlah eksternal link yang unik atau tautan link ( backlink ) yang diterima oleh domain web perguruan tinggi ( inlinks ) yang

Bukan ciri arsitektur Indis awal yang masih kental dengan ornamen dan ragam hias pada tiap elemen bangunan. Kusen, pintu, dan jendela merupakan jendela

Hasil penelitian ini jika dibandingan dengan beberapa penelitian terdahulu tidak mengalami perbedaan yang signifikan, Robert (2006) yang menyatakan bahwa volume

This research is about framing analysis in Jawa Pos and Kompas printed media reporting Partai Demokrat during the campaign’s period for general national election 2014.. Since

 Antara oksida logam berikut, yang manakah sesuai digunakan dalam Rajah? A 8ink oide &gt;ink oksida B 6agnesium oide 8agnesium oksida C  Aluminium oide  Aluminium oksida D

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa sistem informasi yang mampu mendemonstrasikan kemampuan untuk melakukan pencatatan